KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI SISWA KELAS XI SMK DINAMIKA LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRACT

POLITENESS LANGUAGE IN STUDENTS' DISCUSSION ACTIVITY AT CLASS XI IN SMK DINAMIKA LAMPUNG UTARA YEAR 2014/ 2015

By

ISHARIYANTI

This conducted research is aimed to describe the politeness language in students' discussion activity at class XI in SMK Dinamika Lampung Utara year 2014/2015. It serves the obligatory of politeness and also linguistics politeness, which were remarkable by the expression code of politeness and pragmatic politeness. However, they are delivered in a declarative speech.

The research method is the qualitative descriptive. Meanwhile, the data source of this research was from all delivered speech in the students' discussion activity at class XI SMK Dinamika Lampung Utara and the descriptive data in such expression of politeness language of speech. Therefore, the analysis is a heuristic analysis, which is aimed to determine the importance of politeness language. The founded result of this research shows that there is speech which obligate all principle of politeness in language such as wiseness, philantrophy, amiability, accolade, simphatetic and agreement. However, it is found that the linguistics politeness which is remarkable by the usage of politeness words in speech such as "silakan,maaf, mohon, biar, tolong and terima kasih". Thus, the result also shows that the pragmatic politeness is involved in the students' discussion activity in such declarative speech at class XI SMA Dinamika Lampung Utara as an expression of "suruhan and persilaan".


(2)

ABSTRAK

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI SISWA KELAS XI SMK DINAMIKA LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN

2014/2015

Oleh ISHARIYANTI

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015 yang meliputi pematuhan maksim sopan santun, kesantunan linguistik yang ditandai dengan penggunaan ungkapan penanda kesantunan dan kesantunan pragmatik yang dituturkan dengan tuturan deklaratif.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sumber data adalah seluruh tuturan yang muncul dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015 dan data deskriptif berupa tuturan yang mematuhi maksim sopan santun. Analisis yang digunakan adalah analisis heuristik untuk kepentingan penentuan kesantunan berbahasa.

Hasil penelitian menunjukkan ditemukan tuturan yang mematuhi seluruh maksim sopan santun yang mencakup maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, maksim simpati, dan maksim kesepakatan. Selain itu, ditemukan juga kesantunan linguistik yang ditandai dengan penggunaan kata-kata penanda kesantunan seperti silakan, maaf, mohon, biar, tolong, terima kasih. Sementara itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015 ditemukan kesantunan pragmatik berupa tuturan deklaratif sebagai ekspresi suruhan dan persilaan.


(3)

(4)

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI SISWA KELAS XI SMK DINAMIKA LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN

2014/2015

Oleh ISHARIYANTI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI SISWA KELAS XI SMK DINAMIKA LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN

2014/2015

(Tesis)

Oleh ISHARIYANTI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 3.1 Bagan Analisis Heuristik... 42 3.2 Contoh Analisis Heuristik... 43


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tuturan yang Menaati Maksim Kesantunan

Lampiran 2 Tuturan yang Menggunakan Penanda Kesantunan Linguistik Lampiran 3 Tuturan yang Mengandung Kesantunan Pragmatik


(8)

DAFTAR SINGKATAN

S : Setting and Scene P : Participants

E : Ends

K : Keys

I : Instrumentalities

N : Norms

G : Genre

MA : Maksim Kearifan MKD : Maksim Kedermawanan MRH : Maksim Kerendahan Hati MP : Maksim Pujian

MS : Maksim Simpati MKS : Maksim Kesepakatan

UPKL-B : Biar sebagai Ungkapan Penanda Kesantunan Linguistik UPKL-MH : Mohon sebagai Ungkapan Penanda Kesantunan Linguistik UPKL-TK : Terima Kasih sebagai Ungkapan Penanda Kesantunan Linguistik UPKL-TL : Tolong sebagai Ungkapan Penanda Kesantunan Linguistik UPKL-M : Maaf sebagai Ungkapan Penanda Kesantunan Linguistik UPKL-SL : Silakan sebagai Ungkapan Penanda Kesantunan Linguistik


(9)

TDKP –PM : Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Kesantunan Pragmatik Permohonan

TDKP –S : Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Kesantunan Pragmatik Suruhan

TDKP –PS : Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Kesantunan Pragmatik Persilaan


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Data Maksim Kesantunan Berbahasa... 99 Tabel 2 Data Kesantunan Linguistik... 99 Tabel 3 Data Kesantunan Pragmatik... 100


(11)

(12)

MOTO

“Sesungguhnya, hanya orang-orang yamg bersabarlah yang dicukupkan pahala

mereka tanpa batas ” (QS. Az- Zumar: 10)

“Sabar adalah pohon pahit yang berbuah manis”


(13)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang yang berarti dalam hidupku.

1. Suami tercinta atas segala pengertian dan perhatian tak terhingga. 2. Buah hatiku Anis Sekar.

3. Kedua orang tuaku. 4. Keluarga besarku.


(14)

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 28 April 1982, sebagai anak kelima dari delapan bersaudara pasangan Kurdi dan Sadiyem.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di TK Yayasan Wanita Kereta Api pada tahun 1987, SD Negeri 1 Sindang Sari Kotabumi Lampung Utara pada tahun 1993, SMP Negeri 1 Kotabumi pada tahun 1996, SMA Negeri 2 Kotabumi Lampung Utara pada tahun 1999, S-1 di Universitas Lampung pada tahun 2004. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan selesai pada tanggal 29 September 2015.


(16)

(17)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt karena atas limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Adapun penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak berikut ini.

1. Bapak Dr. Mulyanto Widodo, M. Pd., selaku pembimbing I dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang selama ini telah banyak membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran.

2. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M. Hum., selaku pembimbing II dan Wakil Dekan Bagian Kemahasiswaan dan Alumni yang telah banyak memberi bimbingan dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M. Pd., selaku pembahas dan Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan saran dan nasihat kepada penulis.

4. Bapak Dr. Edi Suyanto, M.Pd. selaku penguji tamu dan pembimbing akademik yang telah memberi motivasi dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa.


(18)

5. Suami yang telah mendampingi hidupku.

6. Anakku Anis Sekar yang telah menjadi semangat hidupku. 7. Kedua orang tua yang senantiasa mendoakan keberhasilanku. 8. Keluarga besar yang telah memberi dorongan moral.

9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2013.

10.Almamater tercinta Universitas Lampung.

Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan pada penulisan selanjutnya. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada khususnya.

Bandarlampung, Desember 2015


(19)

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... ……. 9

BAB II KAJIAN TEORI ... ... 11

2.1 Tindak Tutur ... 11

2.2 Hakikat Tindak Tutur ... 12

2.3 Jenis-Jenis Tindak Tutur ... 13

2.3.1 Tindak Tutur Lokusi... 13

2.3.2 Tindak Tutur Ilokusi... …. 13

2.3.3 Tindak Tutur Perlokusi ... 14

2.4 Peristiwa Tutur ... .. 14

2.5 Kesantunan Bertutur………... ... 16

2.5.1 Teori Kesantunan... ... … 16

2.5.2 Skala Kesantunan ... 20

2.5.3 Kesantunan Linguistik dan Kesantunan Pragmatik ... 22

2.5.3.1 Kesantunan Linguistik... 23

2.5.3.1.1 Panjang-Pendek Tuturan ... 23

2.5.3.1.2 Urutan Tuturan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik ... 24

2.5.3.1.3 Intonasi dan Syarat-Syarat Kinesik sebagai Penentu Tuturan Kesantunan Linguistik ... 24


(21)

2.5.3.1.4 Ungkapan-Ungkapan Penanda Kesantunan

sebagai Penentu Kesantunan Linguistik ... 25

2.5.3.2 Kesantunan Pragmatik ... 25

2.5.3.2.1 Kesantunan Pragmatik dalam Tuturan Deklaratif .. 26

2.5.3.2.2 Kesantunan Pragmatik dalam Tuturan Interogatif 29 2.5.4 Konteks... 32

2.5.4.1 Jenis-Jenis Konteks ... 32

2.5.4.2 Unsur-Unsur Konteks ... 33

2.6 Diskusi ... 34

2.6.1 Pengertian Diskusi ... 34

2.6.2 Keunggulan Diskusi ... 35

2.6.3 Manfaat Diskusi ... 36

2.6.4 Tujuan Diskusi ... 36

2.6.5 Kesantunan Berdiskusi ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Desain Penelitian ... 40

3.2 Sumber Data ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Hasil dan Pembahasan ... 45

4.1.1 Tuturan yang Menaati Maksim Kesantunan ... 46

4.1.1.1 Maksim Kearifan ... 46

4.1.1.2 Maksim Kedermawanan ... 57

4.1.1.3 Maksim Kerendahan Hati ... 63

4.1.1.4 Maksim Simpati ... 66

4.1.1.5 Maksim Kesepakatan ... 71

4.1.1.6 Maksim Pujian ... 76

4.2 Kesantunan Linguistik ... 83

4.2.1 Ungkapan Penanda Kesantunan Silakan ... 83

4.2.2 Ungkapan Penanda Kesantunan Mohon ... 85

4.2.3 Ungkapan Penanda Kesantunan Maaf ... 86

4.2.4 Ungkapan Penanda Kesantunan Biar ... 88

4.2.5 Ungkapan Penanda Kesantunan Tolong ... 89

4.2.6 Ungkapan Penanda Kesantunan Terima kasih ... 91

4.3 Kesantunan Pragmatik Tuturan Deklaratif ... 92

4.3.1 Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Suruhan 92 4.3.2 Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Persilaan 94 4.3.3 Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Permohonan... 96

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102 LAMPIRAN


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk berinteraksi satu sama lain. Chaer dan Agustina (2004: 14) menyatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau sebagai alat komunikasi, dalam arti bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, perasaan, gagasan, ataupun konsep. Bahasa sebagai alat berkomunikasi juga dapat digunakan untuk bertukar pendapat, berdiskusi, atau membahas suatu persoalan yang dihadapi.

Allan (dalam Wijana, 2010:41) mengemukakan bahwa berbahasa adalah sebuah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegiatan berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Di dalam berbicara, penutur dan lawan tutur harus sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan penyimpangan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu sendiri.


(23)

2

Kaidah-kaidah tersebut diperlukan untuk mengatur penutur dan mitra tutur agar terjalin komunikasi yang baik diantara keduanya. Kaidah-kaidah itu terlihat pada prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech (dalam Rusminto, 2012: 110). Prinsip tersebut terbagi menjadi enam, yakni maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, dan maksim simpati.

Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa seperti keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Siswa dituntut dapat berkomunikasi secara baik dalam bentuk lisan dan tulisan. Namun ternyata, tuturan dalam bahasa lisan cenderung berpotensi melanggar kesantunan berbahasa., harusnya seseorang yang terampil berbicara pasti mempertimbangkan apa yang akan dikatakan sebelum dia mengatakan sesuatu.

Untuk dapat berbahasa santun sesuai dengan perilaku etika berbahasa, tentunya harus dipenuhi dulu syaratnya bahwa kita telah dapat menguasai bahasa dengan baik. Bahasa itulah yang nantinya akan digunakan oleh para penuturnya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam sebuah tuturan. Tuturan yang bisa dikatakan santun adalah apabila seseorang tersebut tidak terdengar memaksa atau angkuh, tuturan itu memberi pilihan tindakan kepada mitra tutur sehingga mitra tutur itu menjadi senang. Jadi dapat dikatakan bahwa kesantunan adalah sebuah penghormatan atau penempatan seseorang pada tempat terhormat, atau sekurang-kurangnya menempatkan seseorang pada tempat yang diinginkannya.


(24)

3

Kesantunan berbahasa perlu diperhatikan ketika berkomunikasi dengan orang lain agar tidak terjadi kesalahpahaman. Perilaku bertutur yang dikatakan santun adalah apabila seseorang memperhatikan etika berbahasanya terhadap lawan bicara. Etika berbahasa itu sendiri erat kaitannya dengan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Etika berbahasa ini antara lain akan mengatur apa yang harus dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu dan ragam bahasa apa yang wajib kita gunakan dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu.

Pendidikan merupakan salah satu wadah bagi berlangsungnya kebudayaan. Proses pendidikan sebagai alat kebudayaan dimungkinkan dengan bahasa sebagai fasilitasnya. Fasilitas yang baik dapat membantu pencapaian tujuan. Artinya tujuan pendidikan hanya akan tercapai apabila bahasa sebagai fasilitasnya terpelihara dengan baik, difungsikan dengan tepat, dan dikembangkan dengan cermat.

Kesalahan-kesalahan dalam berbahasa sering terjadi dalam proses komunikasi dan interaksi antara manusia satu dengan lainnya. Interaksi itu dapat terjadi pada forum-forum resmi atau pun tidak resmi termasuk di sekolah sebagai lembaga pendidikan yang ternyata juga masih sering ditemui pelanggaran kesantunan dalam kegiatan di lingkungan sekitar sekolah.

Kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan sikap seseorang. Bahasa yang digunakan seseorang ketika bertutur kepada orang lain dapat mencerminkan karakter dan kepribadian yang dimiliki


(25)

4

orang tersebut. Selain itu, saat ini dengan adanya keharusan penanaman nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah pada setiap mata pelajaran, khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia, prinsip kesantunan berbahasa ini dapat digunakan sebagai bahan materi pendidikan karakter yang diimplikasikan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berbicara siswa di muka umum atau di depan kelas. Adapun kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan berbicara yakni berdiskusi, bercerita, bertanya kepada guru, mengungkapkan gagasan, dan menanggapi suatu permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran.

Kegiatan berdiskusi merupakan suatu upaya untuk mengungkapkan gagasan, ide, dan pendapat mengenai suatu masalah yang menjadi topik diskusi. Parera (1988:183) menyatakan bahwa diskusi merupakan satu bentuk pembicaraan secara teratur dan terarah. Di dalam kegiatan diskusi, moderator mengatur jalannya diskusi dengan menggunakan bahasa santun. Sementara penyaji mesti memaparkan materi dengan menggunakan bahasa yang santun pula. Bahasa santun juga harus digunakan notulen untuk menulis pertanyaan, kritik, saran, ataupun pendapat peserta diskusi. Notulen juga harus menggunakan bahasa yang santun ketika menyampaikan simpulan hasil diskusi. Peserta juga diwajibkan untuk mengajukan pertanyaan, menyampaikan kritik, saran, ataupun gagasan kepada penyaji dengan menggunakan bahasa santun. Dengan demikian, diskusi bisa digunakan sebagai upaya untuk pencapaian tujuan pembelajaran sekaligus


(26)

5

peningkatan keterampilan berbicara siswa. Namun ketika berdiskusi di kelas, ternyata masih terdapat siswa yang menggunakan bahasa tidak santun. Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelajaran di kelas, seorang guru perlu mengajarkan materi bagaimana cara berdiskusi santun dan memilih penggunaan kata yang tepat.

Sehubungan dengan pentingnya berbahasa yang santun, kurikulum pendidikan di sekolah khususnya SMK sudah menggariskan kompetensi dasar yang harus diajarkan.. Kompetensi ini tertuang dalam silabus pembelajaran bahasa Indonesia yang telah ditetapkan oleh Kemendiknas berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Secara spesifik, kompetensi ini diajarkan di kelas XI dengan materi pokok bercakap-cakap secara sopan dengan mitra bicara dan berdiskusi yang bermakna. Hal ini membuktikan bahwa seorang siswa memang dituntut untuk mampu berkomunikasi secara baik dalam bentuk lisan dan tulis. Siswa lulusan SMK pada dasarnya memang telah dipersiapkan untuk langsung dapat memasuki dunia kerja. Ketika siswa lulusan SMK memasuki dunia kerja, tentu saja siswa tersebut akan berinteraksi dengan mitra kerjanya. Interaksi ini bisa saja dalam bentuk negosiasi dan diskusi, yang pastinya membutuhkan keterampilan berbahasa santun agar tujuan yang diharapkan dapat terwujud.

SMK Dinamika adalah salah satu sekolah menengah kejuruan yang berada di Lampung Utara. Sekolah ini terdiri atas siswa heterogen yang berasal dari latar belakang budaya berbeda. Berdasarkan pengamatan penulis pada saat kegiatan diskusi kelas, sering ditemui kesalahan-kesalahan dalam berbahasa. Pada saat para


(27)

6

siswa melakukan kegiatan berdiskusi di kelas, beberapa di antaranya ada yang tidak memperhatikan kesantunan berbahasa. Misalnya, antara kelompok penyaji dan penanggap kurang saling menghargai. Beberapa di antaranya masih terlihat kesalahan pemilihan kata dan tidak memperhatikan bagaimana berdiskusi secara santun. Tuturan yang dipakai terkadang berupa sindiran, ejekan, atau bantahan yang menyinggung perasaan orang lain. Hal ini bisa menyebabkan kesalahpahaman yang berujung pada perpecahan. Oleh karena itu, kompetensi dasar keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia dapat digunakan untuk melatih kesantunan berbahasa siswa seperti ketika melakukan kegiatan berdiskusi atau berbicara kepada orang lain sehingga hal ini tentunya sejalan dengan fungsi bahasa Indonesia itu sendiri yaitu sebagai pemersatu bangsa.

Penelitian yang berkaitan dengan kesantunan berbahasa sudah pernah dilakukan oleh Aldila Fajri Nur Rohma (2010) dengan judul Analisis Penggunaan dan Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa di Terminal Giwangan Yogyakarta. Peneliti melakukan penelitian dalam bidang pragmatik berupa tuturan lisan yang terjadi di terminal Giwangan Yogyakarta. Objek penelitian ini adalah semua peristiwa berbahasa yang terjadi di terminal Giwangan. Hasil penelitiannya berupa deskripsi jenis penyimpangan dan penggunaan prinsip kesantunan dan faktor yang melatarbelakangi penyimpangan dan penggunaan prinsip kesantunan berbahasa di terminal Giwangan.


(28)

7

Penelitian relevan lainnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Atfalul Anam (2011) dengan judul Kesantunan Berbahasa dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia Tataran Unggul untuk SMK dan MAK Kelas XII Karangan Yustinah dan Ahmad Iskak. Penelitian ini terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia mengenai kesantunan dalam buku ajar, akan tetapi tidak melibatkan siswa sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian ini berupa deskripsi penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam buku ajar bahasa Indonesia tataran unggul untuk SMK dan MAK kelas XII, beserta tingkat kesantunan buku ajar tersebut.

Persamaan kedua penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sama sama meneliti tentang prinsip kesantunan beserta maksim maksimnya, sedangkan perbedaannya adalah unsur yang dikaji dan subjek kajiannya. Penelitian Aldila mengkaji penggunaan dan penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa di terminal Giwangan yang subjeknya adalah semua peristiwa berbahasa yang terjadi di terminal Giwangan, sedangkan pada penelitian ini mengkaji unsur pendidikan yang subjek kajiannya adalah kegiatan diskusi kelas, siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara. Perbedaan penelitian ini dengan penelitan Atfalul yakni pada penelitian Atfalul objeknya berupa buku ajar bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa verbal tulis, sedangkan pada penelitian ini objeknya adalah tuturan yang muncul dalam kegiatan diskusi kelas. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penulis mencoba melakukan penelitian kesantunan berbahasa terkait dengan pembelajaran di kelas pada keterampilan berbicara yang menggunakan metode diskusi pada pembelajaran bahasa Indonesia.


(29)

8

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Tahun Pelajaran 2014/2015.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah yaitu

“Bagaimanakah kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Tahun Pelajaran 2014/2015?”. Masalah tersebut dirinci menjadi beberapa masalah berikut.

1. Bagaimanakah tuturan yang mematuhi maksim-maksim kesantunan dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015?

2. Bagaimanakah tuturan yang mengandung kesantunan linguistik dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015?

3. Bagaimanakah tuturan yang mengandung kesantunan pragmatik dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Tahun Pelajaran 2014/2015.


(30)

9

Berikut ini rincian tujuan penelitian.

1. Mendeskripsikan tuturan yang mematuhi maksim-maksim kesantunan dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015?

2. Mendeskripsikan tuturan yang mengandung kesantunan linguistik dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015?

3. Mendeskripsikan tuturan yang mengandung kesantunan pragmatik dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan kesantunan berbahasa pembaca khususnya para siswa dalam kegiatan berkomunikasi baik terkait pembelajaran di sekolah maupun penerapan di kehidupan bermasyarakat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat turut membantu menanamkan pendidikan karakter siswa.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup sebagai berikut.

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015.


(31)

10

2. Objek penelitian ini adalah seluruh tuturan yang terjadi dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015.

3. Kajian kesantunan berbahasa meliputi kajian tuturan yang mematuhi maksim-maksim kesantunan yaitu maksim-maksim kearifan, maksim-maksim kedermawanan, maksim-maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. 4. Kajian kesantunan linguistik yang meliputi tuturan yang ditandai dengan

ungkapan penanda kesantunan linguistik dan kajian kesantunan pragmatik yang dituturkan secara deklaratif.


(32)

11

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Tindak Tutur

Bahasa merupakan alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Menurut pengalaman nyata, bahasa itu selalu muncul dalam bentuk tindakan atau tingkah tutur individual. Karena itu tiap telaah struktur bahasa harus dimulai dari pengkajian tindak tutur. Tindak tutur merupakan perwujudan konkret fungsi-fungsi bahasa, yang merupakan pijakan analisis pragmatik (Rahardi, 2005).

Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti

tindakan dalam tuturannya. Kalimat “Disini panas sekali!” dapat memiliki

bermacam arti di berbagai situasi berbeda. Bisa jadi, si penutur hanya menyatakan fakta keadaan udara saat itu, meminta orang lain membukakan jendela atau menyalakan AC, atau bahkan keluhan. Oleh karena itu, kemampuan sosiolinguistik, termasuk pemahaman mengenai tindak tutur sangat diperlukan dalam berkomunikasi karena manusia akan sering dihadapkan dengan kebutuhan


(33)

12

untuk memahami dan menggunakan berbagai jenis tindak tutur, dimana masing-masing jenis tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam strategi.

2.2 Hakikat Tindak Tutur

Austin (dalam Rusminto, 2012: 76) mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu.

Tindak tutur adalah teori yang mencoba mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian tersebut didasarkan pada pandangan bahwa (1) tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, atau permintaan (Searle, dalam Rusminto 2012: 76).

Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Rustono (1999: 31) mengemukakan bahwa tindak tutur (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik.Oleh karena sifatnya yang sentral itulah, tindak tutur bersifat pokok di dalam pragmatik. Mengujarkan sebuah tuturan tertentu bisa dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh) di samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Dalam berkomunikasi setiap penutur akan melakukan kegiatan mengujarkan tuturan.


(34)

13

2.3 Jenis-Jenis Tindak Tutur

Austin (dalam Rusminto, 2012: 77) mengklasifikasikan tindak tutur atas tiga klasifikasi yaitu (1) tindak lokusi (locutionary act), (2) tindak ilokusi (illocutionary act), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary act).

Berikut ini uraian dari masing-masing tindak tutur tersebut. 2.3.1 Tindak Tutur Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak proposisi yang berada pada kategori mengatakan sesuatu (an act of saying something)(Austin dalam Rusminto, 2012:77). Oleh karena itu, yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah isi tuturan yang diungkapkan oleh penutur.

Leech (dalam Rusminto, 2012: 77) menyatakan bahwa tindak bahasa ini lebih kurang dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung makna dan acuan.

Contoh: “It is hot here”, makna lokusinya berhubungan dengan suhu udara di

tempat itu. Contoh lain „Saya lapar‟, seseorang mengartikan „Saya‟ sebagai orang

pertama tunggal (si penutur), dan „lapar‟ mengacu pada „perut kosong dan perlu

diisi‟, tanpa bermaksud untuk meminta makanan. Dengan kata lain, tindak tutur

lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau

tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. 2.3.2 Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung daya untuk melakukan tindakan tertentu dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu (an act of doing somethings in saying somethings) (Austin dalam Rusminto, 2012: 77).


(35)

14

tindak ilokusi berkaitan dengan maksud yang dibawakan oleh preposisinya. Jadi,

dalam kalimat “saya lapar” memiliki maksud meminta makanan.

2.3.3 Tindak Perlokusi

Tindak perlokusi adalah efek atau dampak yang ditimbulkan oleh tuturan terhadap mitra tutur, sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan isi tuturan (Austin dalam Rusminto, 2012: 77-78). Tindakan tersebut seperti janji, tawaran, atau pertanyaan yang terungkap dalam tuturan.

Misalnya kata „Saya lapar‟, yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada mitra tutur, yaitu dengan reaksi memberikan atau menawarkan makanan kepada penutur.

2.4 Peristiwa Tutur

Tindak tutur dan peristiwa tutur sangat erat terkait. Keduanya merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi. Peristiwa tutur merupakan peristiwa sosial karena menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam satu situasi dan tempat tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur (inggris: speech act) yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, tindak tutur selalu berada dalam peristiwa tutur. Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial seperti disebut di atas, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jika dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan


(36)

15

peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.

Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 2009:47). Oleh karena itu, interaksi yang terjadi antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tuturan. Peristiwa serupa juga dapat ditemukan dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, dan sebagainya.

Bagaimana dengan percakapan di bus kota atau kereta api yang terjadi antara para penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat disebut sebagai peristiwa tutur?secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk bercakap-cakap dan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti (Chaer dan Agustina, 2009:48).

Bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu.. Di dalam peristiwa tutur, bermacam-macam tuturan dapat diekspresikan untuk menyatakan satu tujuan tuturan, dan bermacam-macam tuturan dapat dinyatakan untuk tujuan yang sama.


(37)

16

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini yang melatarbelakangi tuturan karena semua tuturan memiliki suatu tujuan (Tarigan, 2009:33). Oleh karena itu, penutur perlu menguasai cara bertutur dengan baik agar segala tuturan yang ingin disampaikan kepada lawan tuturnya dapat diterima dengan baik pula.

2.5 Kesantunan Bertutur 2.5.1 Teori Kesantunan

Leech (1983) adalah salah seorang pakar yang memberi teori kesantunan berbahasa. Leech (dalam Chaer, 2010: 56) mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan (politenes principles) yang di

jabarkan menjadi maksim (ketentuan). Keenam maksim itu adalah maksim (1) kearifan (tact). (2) kedermawanan (Generosity), (3) pujian (agreement), (6) simpati (simphaty) (Leech, dalam Rusminto, 2012: 111-118).

Berikut ini uraian dari keenam maksim tersebut. 1. Maksim Kearifan

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut. a. Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin. b. Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Contoh:

A : “Mari saya bawakan tas Anda.” B : “Tidak usah.

Dalam tuturan di atas, tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan si A sungguh memaksimalkan keuntungan bagi si B.


(38)

17

2. Maksim Kedermawanan

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut.

a. Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin. b. Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Contoh :

Anak kos A : “ Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak kok, yang kotor.

Anak kos B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga, kok!

Informasi indeksial:

Tuturan ini merupakan cuplikan pembicaraan antar anak kos pada sebuah rumah kos di kota Yogyakarta. Anak yang satu berhubungan demikian erat dengan anak yang satunya.

Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Orang yang tidak suka membantu orang lain, apalagi tidak pernah bekerja bersama dengan orang lain, akan dapat dikatakan tidak sopan dan biasanya tidak akan mendapatkan banyak teman di dalam pergaulan keseharian hidupnya.

3. Maksim Pujian

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut. a. Kecamlah orang lain sesedikit mungkin; b. Pujilah orang lain sebanyak mungkin.


(39)

18

Contoh :

Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Bussines English.

Dosen B : “ Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.

Informasi indeksial:

Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang dosen dalam ruang kerja dosen pada sebuah perguruan tinggi. Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap rekannya dosen B.

Pada contoh di atas, ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai pujian atau penghargaan oleh dosen A. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam pertuturan itu, dosen B berperilaku santun.

4. Maksim Kerendahan Hati

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut. a. Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin; b. Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. Contoh :

Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya!”

Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi saya jelek, lho.” Informasi Indeksial:

Dituturkan oleh seorang sekretaris kepada sekretaris lain yang masih junior pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang kerja mereka.


(40)

19

dan mengurangi pujian untuk dirinya sendiri. Dengan demikian, tuturan tersebut terasa santun.

1. Maksim Kesepakatan

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut.

a. Usahakan agar ketaksepakatan antara diri sendiri dengan orang lain terjadi sesedikit mungkin.

b. Usahakan agar kesepakatan antara diri sendiri dengan orang lain terjadi sebanyak mungkin.

Contoh :

Noni : “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!” Yuyun : “Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto.” Informasi Indeksial:

Dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang juga mahasiswa pada saat mereka sedang berada di sebuah ruangan kelas.

Tuturan di atas terasa santun karena Yuyun mampu membina kecocokan dengan Noni. Dengan memaksimalkan kecocokan di antara mereka tuturan akan menjadi santun.

2. Maksim Simpati

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut.

a. Kurangilah rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain.

b. Tingkatkanlah rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri sendiri dengan orang lain.


(41)

20

Contoh :

Ani : “Tut, nenekku meninggal.”

Tuti : “Innalillahiwainailaihi rojiun. Ikut berduka cita.

Informasi Indeksial:

Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang sudah berhubungan erat pada saat mereka berada di ruang kerja mereka.

Dari tuturan di atas, terlihat Tuti menunjukkan rasa simpatinya kepada Ani. Orang yang mampu memaksimalkan rasa simpatinya kepada orang lain akan dianggap orang yang santun.

Sedangkan Chaer (2010: 56-57) memberikan ciri kesantunan sebuah tuturan sebagai berikut.

1. Semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap santun kepada lawan tuturnya.

2. Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung, lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung.

3. Memerintah dengan kalimat berita atau kalimat tanya dipandang lebih santun dibandingkan dengan kalimat perintah (imperatif).

2.5.2 Skala Kesantunan

Leech (dalam Chaer, 2010:66-69) membagi skala kesantunan sebagai berikut. a. Skala kerugian dan keuntungan (cost benefit scale), merujuk kepada besar

kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri


(42)

21

penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu.

b. Skala pilihan (optionality scale) mengacu pada banyak atau sedikitnya pilihan (options) yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut dianggap tidak santun.

c. Skala ketidaklangsungan (indirectness scale) merujuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.

d. Skala keotoritasan (authority scale) merujuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu.

e. Skala jarak sosial (social distance scale) merujuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah


(43)

22

pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial diantara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu.

2.5.3 Kesantunan Linguistik dan Kesantunan Pragmatik

Wujud kesantunan yang menyangkut ciri linguistik akan melahirkan kesantunan linguistik, sedangkan wujud kesantunan yang menyangkut ciri nonlinguistik akan melahirkan kesantunan pragmatik (Rahardi, 2005:158). Dapat disimpulkan bahwa kesantunan secara langsung menggunakan bahasa disebut kesantunan linguistik atau langsung, sedangkan kesantunan secara pragmatik merupakan kesantunan yang menyangkut ciri nonlinguistik, diungkapkan secara tersirat dan tidak langsung. Dalam pertuturan, kesantunan linguistik dan kesantunan pragmatik banyak dijumpai dalam tuturan kalimat imperatif. Kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Kalimat imperatif biasanya diungkapkan dengan kisaran dari tuturan yang sangat keras atau kasar hingga ke tuturan yang paling halus atau santun (Rahardi, 2005: 79). Dengan demikian, jika kita ingin memerintah atau meminta harus diperhatikan kesantunannya dengan menggunakan penanda kesantunan dalam kesantunan linguistik atau dengan diungkapkan secara tidak langsung atau disebut kesantunan pragmatik.


(44)

23

2.5.3.1 Kesantunan Linguistik

Rahardi (2005:118) mengemukakan bahwa kesantunan linguistik tuturan imperatif dalam bahasa indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut : (1) panjang-pendek tuturan, (2) urutan tuturan, (3) intonasi tuturan dan syarat-syarat kinesik, (4) pemakaian ungkapan penanda kesantunan.

2.5.3.1.1 Panjang-Pendek Tuturan

Di dalam masyarakat bahasa dan kebudayaan Indonesia, panjang atau pendek suatu tuturan menjadi penentu tuturan tersebut mempunyai makna santun dan penutur dapat diidentifikasi dengan sangat jelas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa semakin panjang suatu tuturan yang digunakan akan semakin santunlah tuturan itu. Selain itu, pada masyarakat bahasa Indonesia basa basi sangat penting kemunculannya pada saat kegiatan bertutur.

Berikut ini disajikan contoh-contoh dari tuturan yang pendek ke tuturan yang panjang.

(1) “Bacakan materi diskusi kita!”

(2) “Bacakan materi diskusi kita kepada para peserta!”

(3) “Tolong, bacakan materi diskusi kita kepada para peserta!” Informasi indeksial:

Dituturkan oleh seorang moderator kepada penyaji materi dalam kegiatan diskusi di kelas.


(45)

24

Tuturan di atas jika dilihat dari panjang pendeknya tuturan, tuturan pertama terlihat sangat pendek sehingga unsur memerintahnya secara langsung, sedangkan tuturan ketiga menggunakan penanda kesantunan tolong sehingga dari tuturan tersebut dapat dilihat bahwa tuturan yang paling panjang memiliki kesantunan yang lebih tinggi.

2.5.3.1.2 Urutan Tuturan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik

Pada kegiatan bertutur yang sesungguhnya seseorang sering mengutarakan maksud-maksud tertentu dengan cara mengatur tata urutan tuturan tersebut. Tuturan yang ditata urutannya dapat terkesan lebih santun.

Berikut ini disajikan contoh.

(1) Ruangan ini akan digunakan rapat, bersihkan meja ini! Cepat! (2) Cepat! Bersihkan meja ini! Ruangan ini akan digunakan rapat.

Tuturan pertama yang memerhatikan tata letak dan urutan terlihat lebih santun.

2.5.3.1.3 Intonasi dan Syarat-Syarat Kinesik sebagai Penentu Tuturan Kesantunan Linguistik

Sunaryanti (dalam Rahardi, 2005:123) menyatakan bahwa intonasi adalah tinggi-rendah suara, panjang-pendek suara, keras-lemah suara, jeda, irama, dan timbre yang menyertai tuturan.dapat dikatakan bahwa panjang pendek suatu tuturan menentukan peringkat kesantunan pemakaian tuturan dalam bahasa Indonesia. Disamping intonasi, kesantunan juga dipengaruhi oleh syarat-syarat kinesik yang dimunculkan lewat bagian-bagian tubuh penutur seperti : (1) ekspresi wajah, (2)


(46)

25

sikap tubuh, (3) gerakan jari-jemari, (4) gerakan tangan, (5) ayunan tangan, (6) gerakan pundak, (7) goyangan pinggul, (8) gelengan kepala.

2.5.3.1.4 Ungkapan-Ungkapan Penanda Kesantunan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik

Ungkapan penanda kesantunan itu merupakan realisasi dari tuturan yang disampaikan secara santun. Penanda tersebut meliputi hal sebagai berikut.

1. Penanda kesantunan tolong sebagai penentu kesantunan linguistik 2. Penanda kesantunan mohon sebagai penanda kesantunan linguistik 3. Penanda kesantunan silakan sebagai penanda kesantunan linguistik 4. Penanda kesantunan mari sebagai penanda kesantunan linguistik 5. Penanda kesantunan biar sebagai penanda kesantunan linguistik 6. Penanda kesantunan ayo sebagai penanda kesantunan linguistik 7. Penanda kesantunan coba sebagai penanda kesantunan linguistik 8. Penanda kesantunan harap sebagai penanda kesantunan linguistik

9. Penanda kesantunan sudi/kiranya/sudikah/sudi apalah kiranya sebagai penanda kesantunan lingustik.

2.5.3.2 Kesantunan Pragmatik

Makna pragmatik bahasa Indonesia dapat dituturkan dengan cara yang berbeda-beda. Pragmatik imperatif kebanyakan wujudkan dengan tuturan nonimperatif pragmatik imperatif banyak diungkapkan dalam tuturan deklaratif dan tuturan interogatif. Penggunaan tuturan nonimperatif untuk menyatakan makna imperatif itu, biasanya mengandung unsur ketidaklangsungan (Rahardi, 2005: 134). Dengan


(47)

26

demikian, dalam tuturan pragmatik imperatif, semakin tidak langsung maka semakin santun tuturan tersebut.

2.5.3.2.1 Kesantunan Pragmatik dalam Tuturan Deklaratif

Selain menggunakan kesantunan linguistik, seperti yang telah diungkapkan di atas, kesantunan dapat dilakukan dengan cara kesantunan pragmatik. Kesantunan pragmatik imperatif dapat dituturkan menggunakan tuturan deklaratif. Rahardi (2005: 135) membedakan kesantunan pragmatik yang dituturkan dengan tuturan deklaratif menjadi beberapa macam sebagai berikut.

1. Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Suruhan

Tuturan imperatif suruhan dapat diungkapkan menggunakan tuturan deklaratif. Dalam kegiatan bertuturnya, penutur menggunakan tuturan nonimperatif, sehingga seolah-olah terdengar halus karena dituturkan secara deklaratif, tidak langsung menyuruh. Berikut ini contoh tuturannya.

Contoh :

Dosen : “Tugas menerjemahkan surat-surat bisnis sekarang ini tidak dapat

dikerjakan tanpa menggunakan kamus.”

Informasi indeksial :

Tuturan itu disampaikan oleh seorang dosen bahasa Inggris kepada para mahasiswanya di dalam kelas saat mengajar penerjemahan.


(48)

27

2. Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Ajakan

Dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya, makna pragmatik ajakan ternyata banyak diwujudkan dengan menggunakan tuturan yang berkonstruksi deklaratif. Pemakaian tuturan yang demikian lazimnya memiliki ciri ketidaklangsungan sangat tinggi. Karena tuturan itu memiliki ciri ketidaklangsungan sangat tinggi, dapat dikatakan bahwa di dalam tuturan itu terkandung maksud-maksud kesantunan. Berikut ini contoh tuturan dengan wujud kesantunan pragmatik ajakan dalam tuturan deklaratif.

Ibu : “Ayah, nanti sore ibu tidak ada pengajian. Kata Pak Kades akan ada rapat dalam rangka memperingati satu Muharam di masjid kita.”

Ayah : “Iya, nanti dengan Ayah saja berangkatnya.” Informasi indeksial :

Dituturkan seorang istri pada suaminya agar sang suami bersedia menemani untuk menghadiri pertemuan di balai desa.

3. Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Permohonan

Di dalam komunikasi yang sesungguhnya, seringkali didapatkan bahwa makna imperatif memohon tidak diungkapkan dengan tuturan-tuturan memohon. Bentuk deklaratif ternyata banyak digunakan untuk menyatakan makna pragmatik memohon. Dengan menggunakan tuturan deklaratif itu, tuturan yang semula terlalu kentara memohon, akan menjadi tidak kentara dan dapat dipandang lebih santun (Rahardi, 2005: 138). Berikut ini contohnya :


(49)

28

Guru :”Pak, sepertinya siang ini banyak guru yang akan ke Kantor Dinas Pendidikan untuk mengumpulkan berkas sertifikasi.”

Kepala Sekolah :”Kalau begitu, rapat kita tunda besok saja.” 4. Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Persilaan

Dalam komunikasi sehari-hari, seringkali ditemukan bahwa makna pragmatik imperatif persilaan diungkapkan dengan menggunakan tuturan yang berkonotasi deklaratif. Dengan cara yang demikian, makna pragmatik imperatif persilaan itu dapat diungkapkan dengan lebih santun (Rahardi, 2005: 140).

Contoh tuturan berikut untuk memperjelas uraian di atas.

Mahasiswa : ”Maaf Pak, apakah kami dapat datang ke rumah untuk meyerahkan bab I dan bab II sekaligus?

Dosen : ” Baik. Pukul lima sore saya ada di rumah.

5. Tuturan Deklaratif sebagai Ekspresi Pragmatik Larangan

Makna imperatif larangan seringkali diungkapkan dengan menggunakan tuturan yang berkonstruksi deklaratif. Dengan demikian, ciri ketidaklangsungan tuturan tersebut sangat tinggi. Karena mengandung ketidaklangsungan yang tinggi, tuturan tersebut juga terkandung maksud-maksud kesantunan (Rahardi, 2005: 141).


(50)

29

Berikut contoh tuturan deklaratif yang menyatakan makna imperatif larangan.

(1) “Memecahkan berarti membeli.

Informasi indeksial : bunyi peringatan di sebuah toko swalayan. (2) “Tidak menerima tamu, sedang ada rapat.

Informasi indeksial : bunyi peringatan di depan ruang kepala personalia sebuah perusahaan.

2.5.3.2.2 Kesantunan Pragmatik dalam Tuturan Interogatif

Sama halnya dengan tuturan deklaratif, tuturan interogatif digunakan untuk menyatakan makna kesantunan imperatif. Berbagai macam tuturan interogatif yang menyatakan makna imperatif sebagai berikut.

1. Tuturan Interogatif sebagai Ekspresi Pragmatik Perintah

Biasanya tuturan interogatif digunakan untuk menanyakan sesuatu kepada mitra tutur. Dalam kegiatan bertutur sehari-hari sering dijumpai tuturan interogatif yang digunakan yang bermakna pragmatik perintah.

Contoh :

(1) Komandan : “Apakah lokasi sudah diamankan?

(2) Prajurit : “Kami akan segera kembali ke lokasi, Komandan.

Informasi: :

Tuturan ini merupakan cuplikan sebuah instruksi militer seorang pemimpin kepada anak buahnya pada saat diadakan apel siaga.


(51)

30

2. Tuturan Interogatif sebagai Ekspresi Pragmatik Ajakan

Maksud imperatif ajakan akan terasa lebih santun jika diungkapkan dengan tuturan interogatif daripada diungkapkan dengan tuturan imperatif. Berikut ini contoh tuturan interogatif yang menyatakan makna imperatif ajakan.

(1) Anak : “ Aduh Pak, perutku sakit. Masih lama tidak ya?

Bapak : “ Sebentar Nak, Bapak nyalakan motor dulu.

Informasi indeksial :

Tuturan ini disampaikan seorang anak yang perutnya sakit karena lapar kepada bapaknya dan mengajak sang bapak membeli makanan ke pasar.

3. Tuturan Interogatif sebagai Ekspresi Pragmatik Permohonan

Dalam kegiatan bertutur sehari-hari, sering dijumpai tuturan interogatif yang memiliki maksud imperatif permohonan. Dengan digunakannya tuturan interogatif itu, maksud imperatif permohonan akan dapat diungkapkan dengan lebih santun (Rahardi, 2005: 145-146).

Berikut ini contoh tuturan interogatif yang menyatakan makna pragmatik imperatif permohonan.

Pasien : “Dokter, apakah saya akan diberi obat antibiotik lagi?Tahun lalu saya alergi karena obat itu lho Dok.

Informasi indeksial :

Dituturkan oleh seorang pasien kepada dokter di ruang praktik. Tuturan diungkapkan dengan tuturan interogatif dengan maksud permohonan agar tidak diberi obat yang menyebabkan alergi.


(52)

31

4. Tuturan Interogatif sebagai Ekspresi Pragmatik Persilaan

Bentuk persilaan dengan tuturan nonimperatif lazimnya digunakan dalam situasi formal dengan penuh basa basi. Situasi yang dapat ditemukan misalnya dalam kegiatan resmi dan perayaan tertentu (Rahardi, 2005: 147).

Misalnya :

Siswa : “Sudah ditunggu pak, apakah Bapak bersedia pidato sekarang?”

Kepala Sekolah : “Apakah para pesertanya sudah di dalam?” Informasi indeksial :

Dituturkan seorang siswa kepada kepala sekolah untuk mempersilakan memberi pidato pada peringatan HUT sekolah.

5. Tuturan Interogatif sebagai Ekspresi Pragmatik Larangan

Di dalam menyatakan makna imperatif larangan dapat digunakan tuturan interogatif agar terdengar santun.

Misalnya :

Guru : “Siapa yang mau mendapat hukuman karena ribut di kelas? Informasi indeksial :


(53)

32

2.5.4 Konteks

Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga sebaliknya konteks baru memiliki fungsi dalam situasi interaksi yang diciptakan, tetapi fungsi bahasa juga membentuk dan menciptakan situasi tertentu dalam interaksi yang sedang terjadi (Duranti dalam Rusminto, 2012:54).

2.5.4.1 Jenis-Jenis Konteks

Dengan cara yang lebih konkret, Syafi‟ie (dalam Rusminto, 2012: 55)

membedakan konteks ke dalam empat klasifikasi yaitu sebagai berikut.

1. Konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi.

2. Konteks epitemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh penutur dan mitra tutur.

3. Konteks linguistik yang terdiri atas kalimat-kalimat atau ujaran-ujaran yang mendahului atau mengikuti ujaran tertentu dalam suatu peristiwa komunikasi, konteks linguistik ini disebut juga dengan istilah koteks. 4. Konteks sosial yakni relasi sosial dan latar yang melengkapi hubungan


(54)

33

2.5.4.2 Unsur-Unsur Konteks

Dell Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 48-49) mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang disingkat menjadi SPEAKING, yakni sebagai berikut.

a. Setting and Scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu para situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi yang bahasa yang berbeda. Berada di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola seseorang biasa berbicara keras-keras tetapi di ruang perpustakaan sedapat mungkin pelan.

b. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar, tetapi dalam khotbah di masjid, khotib sebagai pembicara dan jamaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam atau gaya bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam bahasa yang berbeda ketika berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila dibandingkan ketika berbicara dengan teman sebayanya.


(55)

34

d. Act Sequences mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran itu berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.

e. Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan; dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

f. Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek, fragam, dan register.

g. Norms of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan yang dipakai pada suatu peristiwa tutur, juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

h. Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.6 Diskusi

2.6.1 Pengertian Diskusi

Diskusi berasal dari bahasa latin, yakni discutere yang berarti membeberkan masalah. Sesuai dengan hakikatnya, diskusi merupakan suatu proses berpikir bersama untuk memahami suatu masalah dan menemukan sebabnya (Yustinah, 2008 : 108). Sejalan dengan pendapat di atas, Parera (1988: 183) mengemukakan bahwa diskusi merupakan satu bentuk pembicaraan secara teratur dan terarah.


(56)

35

Diskusi adalah salah satu metode pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan, pandangan, dan keterampilannya. Tujuan diskusi adalah untuk mengeksplorasi pendapat atau pandangan yang berbeda dan untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan (Arsjad dan Mukti, 1988: 40).

2.6.2 Keunggulan Diskusi

Arsjad dan Mukti (1988 40) mengemukakan keunggulan diskusi antara lain sebagai berikut.

1. Diskusi lebih banyak melatih siswa/mahasiswa berpikir secara logis, karena dalam diskusi ada proses adu argumentasi.

2. Argumentasi yang dikemukakan mendapat penilaian dari anggota yang lain, sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir dalam memecahkan suatu masalah.

3. Umpan balik dapat diterima secara langsung, sehingga hal ini dapat memperbaiki cara berbicara si pembicara, baik yang menyangkut faktor kebahasaan maupun nonkebahasaan.

4 Peserta yang pasif dapat dirangsang supaya aktif berbicara oleh moderator atau peserta lain.

5. Para peserta diskusi turut memberikan saran, turut mempertimbangkan gagasan yang berbeda-beda, dan turut merumuskan persetujuan bersama tanpa emosi untuk menang sendiri.


(57)

36

2.6.3 Manfaat Diskusi

Diskusi memiliki manfaat sebagai berikut. 1. Pelaksanaan sikap demokrasi.

2. Pengujian sikap toleransi.

3. Pengembangan kebebasan pribadi. 4. Pengembangan latihan berfikir.

5. Penambahan pengetahuan dan pengalaman.

6. Kesempatan pengejawantahan sikap intelijen dan kreatif.

Parera ( 1988: 184) mengemukakan bentuk-bentuk diskusi sebagai berikut. a. Yang terbatas : konferensi, komisi, wawancara, brainstorming.

b. Yang terbuka/umum : debat, forum, seminar, panel, simposium, diskusi kelompok, mimbar (wawancara TV dan radio).

2.6.4 Tujuan Diskusi

Tujuan diskusi dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal sebagai berikut. 1. Tujuan dan kebutuhan logis

Diskusi menjadi tempat konsultasi untuk menambah pengetahuan, mendapat informasi, meluaskan pengalaman, dan meminta pandangan. Disamping itu, diskusi menjadi tempat koordinasi karena adanya kontak dan komunikasi

2. Tujuan dan kebutuhan manusia

Diskusi menjadi tempat untuk mendapatkan pengakuan/penghargaan, menampilkan kelompok atau individu, menyatakan partisipasi, memberikan dan mendapat informasi serta menunjukkan interaksi.


(58)

37

3. Tujuan dan kebutuhan diskusi itu sendiri

Diskusi menjadi tempat tukar menukar informasi, tempat mempertajam pengertian dan pendapat, tempat konsultasi dan pengunggahan pendapat, tempat menyiasati, menganalisis, menyelesaikan masalah, memberikan motivasi dan keyakinan, mengembangkan kerja sama dan meramalkan partisipasi.

Unsur-Unsur dalam Diskusi

Parera (1988: 184) menyatakan diskusi memiliki beberapa unsur sebagai berikut. 1. Unsur manusia yaitu moderator, pembicara/pemrasaran, dan

pendengar/peserta diskusi.

2. Unsur materi yaitu tema atau topik pembicaraan.

3. Unsur fasilitas yaitu ruangan, tempat duduk, alat-alat tulis.

Proses Berpikir dalam Diskusi

Diskusi adalah kegiatan berbicara dan mengeluarkan pendapat, maka jelaslah ada tuntutan kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki yaitu sebagai berikut.

a. Kemampuan mengutarakan pendapat dengan bahasa.

b. Kemampuan mengutarakan pendapat secara analitis, logis, dan kreatif.

2.6.5 Kesantunan Berdiskusi

Di dalam diskusi terdapat ketentuan yang harus dipatuhi. Peraturan itu menyangkut tata krama berdiskusi, dan lazimnya disebut santun diskusi. Ada beberapa hal yang merupakan santun diskusi, yakni sebagai berikut.


(59)

38

1) Seorang moderator tidak boleh memihak, dan harus bertindak adil pada setiap peserta.

2) Seorang moderator tidak boleh menguasai seluruh jalannya diskusi, dan harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta.

3) Setiap peserta diskusi harus dapat menghargai peserta lain berbicara/berpendapat, sehingga tidak memotong pembicaraan, sekalipun kurang sependapat dengan pendapat yang dikemukakan peserta lain.

4) Setiap peserta harus mematuhi tata tertib diskusi dan mengendalikanpembicaraannya sehingga pembicarannya relevan dengan topik yang didiskusikan dan tidak melenceng dari tema atau tujuan diskusi. 5) Setiap peserta diskusi harus patuh pada moderator sehingga ia berbicara

setelah diperbolehkan oleh moderator.

6) Jika peserta diskusi kurang sependapat dengan pendapat peserta lain, ia tidak boleh menolak secara kasar. Jika keberatan pada pendapat peserta lain, disampaikan dengan kata-kata yang halus, sopan, dan tidak menyakiti hati, serta memberikan argumentasi yang logis dan meyakinkan.

7) Setiap peserta harus berlapang dada dalam menerima hasil diskusi.

Kegiatan diskusi akan berjalan baik dan lancar jika peserta diskusi mengetahui tata cara diskusi dan tugas-tugasnya sebagai peserta. Tarigan (2009: 46) menguraikan tugas-tugas peserta diskusi sebagai berikut.

1. Turut mengambil bagian dalam diskusi.

2. Berbicaralah hanya kalau ketua mempersilakan kita. 3. Berbicaralah dengan tepat dan tegas.


(60)

39

4. Kita harus dapat menunjang pernyataan-pernyataan kita dengan fakta fakta, contoh-contoh, atau pendapat-pendapat para ahli.

5. Ikutilah dengan seksama dan penuh perhatian terhadap diskusi yang sedang berlangsung.

6. Dengarkanlah dengan penuh perhatian.

7. Bertindaklah dengan sopan santun dan bijaksana.

Di samping ada sikap untuk menyukseskan diskusi, tentu saja ada sikap-sikap yang dapat menghambat jalannya sebuah diskusi.

Sikap-sikap yang dapat menghambat diskusi dan dapat mengurangi kesantunan dalam diskusi yaitu sebagai berikut.

1. Sikap agresif dan reaksioner.

2. Sikap menutup diri, takut mengeluarkan pendapat.

3. Terlalu banyak bicara, bicara berbelit-belit atau bicara berbisik-bisik dengan teman di samping.


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Tylor dalam Moleong, 2006: 60).

Pemilihan metode deskriptif kualitatif karena penelitian ini meneliti kesantunan berbahasa yang terdapat pada tuturan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2016. Penulis merekam tuturan yang muncul dari kegiatan diskusi siswa, menganalisis data, dan menyimpulkan. Data yang dikumpulkan berbentuk data kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh tuturan yang terjadi pada kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Tahun Pelajaran 2014/2015. 3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam dilakukan dengan merekam kegiatan diskusi siswa. Teknik catat dilakukan dengan pencatatan pada catatan lapangan


(62)

41

dan catatan reflektif yang telah disiapkan. Teknik catat dilakukan untuk mencatat ukuran yang disampaikan penutur kepada mitra tuturnya pada percakapan yang terdapat dalam kegiatan diskusi siswa. Catatan tersebut dilakukan untuk mendata cara yang dilakukan penutur dan mitra tutur dalam memilih bahasa santun pada tuturan yang terdapat dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Tahun Pelajaran 2014/2015 (Emzir, 2011:69).

Tahapan dalam teknik pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Mengajak siswa berdiskusi pada mata pelajaran bahasa indonesia dengan

standar kompetensi keterampilan berbicara dan kompetensi dasar berdiskusi yang bermakna.

b. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan satu kelompok beranggotakan 5 orang.

c. Memberi tema yang berbeda untuk setiap kelompok.

d. Kegiatan diskusi berlangsung selama satu pertemuan (2 x 45 menit). e. Memberi tugas setiap kelompok untuk menentukan moderator, notulen,

dan penyaji materi.

f. Secara bergantian setiap kelompok menyampaikan gagasan yang relevan dengan tema diskusi dan menggunakan bahasa yang tepat, lalu kelompok yang lain menanggapi dengan memberikan pertanyaan atau saran kepada kelompok penyaji.

g. Merekam semua tuturan yang terjadi dalam kegiatan diskusi.

h. Melakukan pencatatan terhadap aspek-aspek yang akan diteliti dengan menggunakan catatan lapangan dan catatan reflektif. Catatan lapangan adalah uraian tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan


(63)

42

dipikirkan peneliti selama pengumpulan data dalam sebuah studi kualitatif. Catatan reflektif adalah penafsiran penulis terhadap cara pemilihan bahasa yang santun oleh penutur dan mitra tutur dalam kegiatan diskusi tersebut.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Mengelompokkan data yang terkumpul berdasarkan tujuan penelitian. 2. Menganalisis data sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Analisis yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan Analisis heuristik yaitu analisis untuk menginterpretasi sebuah tuturan.

Gambar 1. Bagan Analisis Heuristik

1.Problem

2.Hipotesis

3.Pemeriksaan

4. a. Pengujian Berhasil 4. b. Pengujian Gagal

5. Interpretasi Default

6. Tindak Tutur Langsung/Tidak Langsung


(64)

43

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengidentifikasi jenis tuturan pada kegiatan diskusi siswa dengan merumuskan hipotesis-hipotesis lalu mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Jika hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti pengujian berhasil, hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interpretasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatis. Jika pengujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia, mitra tutur perlu membuat hipotesis baru untuk diuji kembali dengan data yang tersedia. Proses pengujian ini dapat kembali dengan data yang tersedia. Proses pengujian ini dapat berlangsung secara berulang-ulang sampai diperoleh hipotesis yang berterima

Contoh :

Hipotesis

1. Penutur hanya memberi tahu bahwa cuaca sangat dingin 2. Penutur minta dipinjami jaket

3. Penutur minta dipeluk

4. Penutur minta dibuatkan kopi

Pemeriksaan

1. Penutur dan mitra tutur merupakan sahabat

2. Penutur berjenis kelamin perempuan dan mitra tutur berjenis kelamin laik-laki

3. Malam itu sangat dingin 4. Mereka mengobrol di teras

5. Penutur memakai baju yang sangat tipis 6. Mitra tutur memakai jaket tebal

7. Mata penutur memandang serius ke arah jaket mitra tutur Problem

Dingin sekali ya


(65)

44

3. Mengidentifikasi dan mengelompokkan tuturan ke dalam maksim-maksim kesantunan.

4. Mengelompokkan tuturan yang menggunakan penanda kesantunan linguistik. 5. Mengelompokkan tuturan yang mengandung kesantunan pragmatik.

6. .Menarik kesimpulan. Pengujian hipotesis 2

berhasil

Pengujian hipotesis 1,3, dan 4 gagal

Interpretasi Default

Penutur mengungkapkan secara tidak langsung


(66)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tuturan yang mematuhi seluruh maksim sopan santun yang mencakup maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, maksim simpati, dan maksim kesepakatan. Selain itu, ditemukan juga kesantunan linguistik yang ditandai dengan penggunaan kata-kata penanda kesantunan seperti silakan, maaf, mohon, biar, tolong, dan terima kasih. Sementara itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015 ditemukan kesantunan pragmatik berupa tuturan deklaratif sebagai ekspresi suruhan dan persilaan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut. 1. Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat terus

digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa;

2. Guru Bahasa Indonesia sebaiknya memberikan contoh penggunaan bahasa yang santun khususnya dalam kegiatan diskusi siswa..

3. Perlunya peningkatan keterampilan berbahasa yang santun bagi siswa khususnya siswa SMK Dinamika Lampung Utara.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Arsjad, Maidar G. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta. __________. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

__________. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2005. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Kemendiknas. 2006. KTSP Silabus Bahasa Indonesia SMK Kelas XI. Jakarta. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (Terjemahan M.D.D.Oka).

Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Parera, Jos Daniel. 1988. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Erlangga.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2012. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Teoritis dan Praktis. Bandar Lampung: Unila Press.

Rustono. 1999. Pokok- Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.

Setyartiningsih dan Dewi Setyiana. 2008. Buku Panduan Pendidik Bahasa Indonesia untuk SMK/MAK. Jakarta: Pustaka Pratama.

Tarigan, Henry Guntur. 2005. Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. __________________. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa.


(68)

104

Universitas Lampung. 2014. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Unila Press.

Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Yustinah dan Ahmad Iskak. 2008. Bahasa Indonesia Tataran Madia untuk SMK dan MAK kelas XI. Jakarta: Erlangga.


(1)

42

dipikirkan peneliti selama pengumpulan data dalam sebuah studi kualitatif. Catatan reflektif adalah penafsiran penulis terhadap cara pemilihan bahasa yang santun oleh penutur dan mitra tutur dalam kegiatan diskusi tersebut.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Mengelompokkan data yang terkumpul berdasarkan tujuan penelitian. 2. Menganalisis data sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Analisis yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan Analisis heuristik yaitu analisis untuk menginterpretasi sebuah tuturan.

Gambar 1. Bagan Analisis Heuristik

1.Problem

2.Hipotesis

3.Pemeriksaan

4. a. Pengujian Berhasil 4. b. Pengujian Gagal

5. Interpretasi Default

6. Tindak Tutur Langsung/Tidak Langsung


(2)

43

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengidentifikasi jenis tuturan pada kegiatan diskusi siswa dengan merumuskan hipotesis-hipotesis lalu mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Jika hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti pengujian berhasil, hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interpretasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatis. Jika pengujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia, mitra tutur perlu membuat hipotesis baru untuk diuji kembali dengan data yang tersedia. Proses pengujian ini dapat kembali dengan data yang tersedia. Proses pengujian ini dapat berlangsung secara berulang-ulang sampai diperoleh hipotesis yang berterima

Contoh :

Hipotesis

1. Penutur hanya memberi tahu bahwa cuaca sangat dingin 2. Penutur minta dipinjami jaket

3. Penutur minta dipeluk

4. Penutur minta dibuatkan kopi

Pemeriksaan

1. Penutur dan mitra tutur merupakan sahabat

2. Penutur berjenis kelamin perempuan dan mitra tutur berjenis kelamin laik-laki

3. Malam itu sangat dingin 4. Mereka mengobrol di teras

5. Penutur memakai baju yang sangat tipis 6. Mitra tutur memakai jaket tebal

7. Mata penutur memandang serius ke arah jaket mitra tutur Problem

Dingin sekali ya

“ “


(3)

44

3. Mengidentifikasi dan mengelompokkan tuturan ke dalam maksim-maksim kesantunan.

4. Mengelompokkan tuturan yang menggunakan penanda kesantunan linguistik. 5. Mengelompokkan tuturan yang mengandung kesantunan pragmatik.

6. .Menarik kesimpulan. Pengujian hipotesis 2

berhasil

Pengujian hipotesis 1,3, dan 4 gagal

Interpretasi Default

Penutur mengungkapkan secara tidak langsung


(4)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tuturan yang mematuhi seluruh maksim sopan santun yang mencakup maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, maksim simpati, dan maksim kesepakatan. Selain itu, ditemukan juga kesantunan linguistik yang ditandai dengan penggunaan kata-kata penanda kesantunan seperti silakan, maaf, mohon, biar, tolong, dan terima kasih. Sementara itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam kegiatan diskusi siswa kelas XI SMK Dinamika Lampung Utara Tahun Pelajaran 2014/2015 ditemukan kesantunan pragmatik berupa tuturan deklaratif sebagai ekspresi suruhan dan persilaan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut. 1. Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat terus

digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa;

2. Guru Bahasa Indonesia sebaiknya memberikan contoh penggunaan bahasa yang santun khususnya dalam kegiatan diskusi siswa..

3. Perlunya peningkatan keterampilan berbahasa yang santun bagi siswa khususnya siswa SMK Dinamika Lampung Utara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arsjad, Maidar G. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta. __________. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

__________. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2005. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Kemendiknas. 2006. KTSP Silabus Bahasa Indonesia SMK Kelas XI. Jakarta. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (Terjemahan M.D.D.Oka).

Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Parera, Jos Daniel. 1988. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Erlangga.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2012. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Teoritis dan Praktis. Bandar Lampung: Unila Press.

Rustono. 1999. Pokok- Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.

Setyartiningsih dan Dewi Setyiana. 2008. Buku Panduan Pendidik Bahasa Indonesia untuk SMK/MAK. Jakarta: Pustaka Pratama.

Tarigan, Henry Guntur. 2005. Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. __________________. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa.


(6)

104

Universitas Lampung. 2014. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Unila Press.

Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Yustinah dan Ahmad Iskak. 2008. Bahasa Indonesia Tataran Madia untuk SMK dan MAK kelas XI. Jakarta: Erlangga.