Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa OTI dapat mengubah kelimpahan dan keanekaragaman populasi cacing tanah. Semakin tinggi intensitas pengelolaan lahan menyebabkan biodiversitas makrofauna tanah semakin menurun Sugiyarto, 2003. Penelitian lain menunjukkan bahwa berkurangnya populasi cacing tanah sering ditemukan pada pengolahan tanah intensif karena adanya perubahan lingkungan tanah yang tidak diinginkan sebagai dampak pengolahan tanah yang berlebihan Chan, 2001. Terdegradasinya tanah dicerminkan oleh penurunan produksi pertanian akibat salah pengelolaan masa lalu, sehingga perlu dikembangkan strategi untuk memelihara produksi agar tetap optimum. Salah satu upaya yang dapat diterapkan dalam meningkatkan produksi kedelai yaitu dengan merubah sistem olah tanah dan memanfaatkan sisa gulma alang-alang sebagai mulsa untuk meningkatkan bahan organik tanah. Perubahan sistem olah tanah menjadi olah tanah konservasi dan ditambah pemanfaatkan sisa gulma alang-alang sebagai mulsa organik di lahan pertanaman kedelai diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi kedelai. Kegiatan ini diharapkan juga dapat meningkatkan populasi dan biomassa cacing tanah yang dapat dijadikan indikator kesuburan tanah Ansyori, 2004. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan OTK dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, terutama sifat biologi tanah. Niswati dkk. 1998 melaporkan bahwa pada OTK, jumlah mesofauna tanah nyata lebih banyak daripada OTI. Adanya sisa-sisa tumbuhan di permukaan tanah yang dapat berfungsi sebagai sumber pakan bagi berbagai jenis fauna tanah serta tidak terganggunya tanah pada OTK menyebabkan jumlah mesofauna tanah menjadi lebih banyak. Menurut Hubbard, Jordan dan Syecker 1999, sistem olah tanah minimum dan tanpa olah tanah cenderung meningkatkan biomassa cacing tanah yang hidup pada permukaan tanah, sebaliknya pengurangan populasi cacing tanah dapat mencapai 2,5 sampai 6 kali akibat pengolahan tanah. Selain menggunakan sistem olah tanah konservasi OTM atau TOT, pemberian bahan organik melalui pemanfaatkan sisa gulma alang-alang sebagai mulsa organik ke dalam tanah dimaksudkan untuk dapat memperbaiki kualitas tanah yang diikuti dengan meningkatnya populasi cacing tanah. Proses penimbunan residu tanaman secara terus menerus selama bertahun-tahun menyebabkan aktivitas biologi tanah dekat permukaan tanah menjadi lebih tinggi dibandingkan lapisan dalam Muzammil, 2004. Tisdall, Cockroft dan Uren 1978 dalam Umar 2004 menyatakan bahwa pengurangan intensitas pengolahan tanah dipadukan dengan penambahan bahan organik segar dapat memperbaiki aktivitas biota tanah dan agregasi tanah. Pencampuran bahan tanaman seperti residu tanaman atau cover crop dengan tidak terlalu dalam ke dalam tanah dapat mengubah aktivitas dan biomas cacing tanah khususnya spesies endogeis Ansyori, 2004. Hasil penelitian Lekasi dkk. 2001 menunjukkan bahwa penggunaan residu tanaman pisang sebagai mulsa mampu meningkatkan populasi cacing tanah pada tanaman kubis. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemanfaatan jerami gandum sebagai mulsa mampu meningkatkan populasi cacing tanah, tetapi kecil pengaruhnya terhadap keanekaragaman spesies cacing tanah Mele dan Carter, 1999. Kualitas tanah berhubungan secara tertutup dan tercermin dari aktivitas, diversitas dan populasi mikroflora dan fauna tanah, seperti cacing tanah Ansyori, 2004. Kemelimpahan cacing tanah pada suatu lahan dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, keasaman tanah, kelembaban dan suhu atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik bila faktor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya . Tanah yang kaya akan bahan organik merupakan media yang baik bagi kehidupan cacing tanah. Bahan organik sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya Lee, 1985. Menurut Russel 1988, bahan organik dapat mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah dan bahan organik itu merupakan sumber pakan untuk menghasilkan energi dan senyawa pembentuk tubuh cacing tanah. Populasi cacing tanah akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah, pada kedalaman 0-10 cm jumlah cacing tanah akan empat kali lebih banyak dari pada kedalaman 10-20 cm. Hal ini dikarenakan sumbangan bahan organik pada tanah berbeda untuk setiap kedalaman. Pada permukaan tanah lebih banyak bahan organik yang tersedia untuk aktivitas dan metabolisme serta kandungan udara yang cukup untuk kelangsungan hidupnya Muzammil, 2004. Pengaruh persiapan lahan menunjukkan bahwa TOT cenderung memiliki lebih banyak efek positif terhadap keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah Makalew, 2001. Hal ini sejalan dengan penelitian Brown dkk. 2002 yang menyimpulkan bahwa populasi cacing tanah TOT 5 kali lebih tinggi dibandingkan pada OTI. Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran Lahan Alang-Alang Diberakan 10 Tahun Pemanfaatan Bekas Lahan Alang-Alang Sebagai Lahan Pertanian Kandungan Bahan Oganik Tinggi Mendukung Perbaikan Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Sistem Olah Tanah OTI OTM TOT Cacing Tanah Bahan Organik Sebagai Sumber Energi Kedalaman Tanah

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Populasi dan biomassa cacing tanah pada tanpa olah tanah TOT dan olah tanah minimum OTM akan lebih tinggi dibandingkan olah tanah intensif OTI. 2. Penyebaran populasi dan biomassa cacing tanah akan lebih banyak pada kedalaman 0-10 cm dibandingkan kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm pada setiap perlakuan sistem olah tanah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Olah Tanah

Tanah merupakan benda alam yang bersifat dinamis, sumber kehidupan, dan mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan keseimbangan yang unik antara faktor fisik, kimia dan biologi. Komponen utama tanah terdiri dari mineral anorganik, pasir, debu, liat, bahan-bahan organik hasil dekomposisi dari biota tanah, serangga, bakteri, fungi, alga, nematoda dan sebagainya Abawi dan Widmer, 2000 dalam Subowo dkk., 2002. Tanah yang mempunyai tekstur sedang, sangat baik bagi pertumbuhan kedelai. Kedelai juga mampu tumbuh baik pada tanah organik, asal hara tanaman dapat dipenuhi. Jenis-jenis tanah dengan tingkat kesuburan rendah dapat diperbaiki dengan memberikan hara yang dianggap kurang berdasarkan analis tanah dan analisa jaringan tanaman Ismail dan Efendi, 1986. Produktivitas tanah dipengaruhi oleh kegiatan pengolahan tanah, jika pengolahan kurang tepat maka kualitas tanah sebagai tempat tumbuh tanaman menurun. Akibatnya tentu menurunkan hasil produksi tanaman. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi tanaman kedelai di lahan kering diperlukan olah tanah yang tepat. Dalam budidaya pertanian, pengolahan tanah merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Pengolahan tanah pada hakikatnya adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan olah tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman, atau menciptakan keadaan tanah olah yang siap tanam Yunus, 2004. Sedangkan menurut Arsyad 2010, pada umumnya ada tiga tujuan pengolahan tanah, yakni 1 pengendalian gulma, 2 mencampur bahan organik ke dalam tanah, dan 3 memperbaiki sifat fisik tanah. Menurut intensitasnya, pengolahan tanah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu 1 no tillage tanpa olah tanah, 2 minimum tillage pengolahan tanah minimum, hanya pada bagian yang akan ditanami, dan 3 maksimum tillage pengolahan intensif, pada seluruh lahan yang akan ditanami. Untuk lahan kering dengan jenis tanah podsolik yang lapisan atas tanahnya tipis dan peka terhadap erosi, pengolahan tanah yang terlalu sering harus dihindarkan. Apabila tekstur tanah tidak berat, sistem pengolahan tanah minimum atau zero tillage diikuti dengan sistem pengendalian gulma yang tepat Ismail dan Efendi, 1986. Negara 2007 mengungkapkan bahwa pada pembudidayaan tanaman, pengolahan tanah sangat diperlukan jika kondisi kepadatan tanah, aerasi, kekuatan tanah, dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi mendukung untuk penyediaan air dan perkembangan akar. Walaupun demikian, pengolahan tanah yang tidak tepat dapat menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dengan cepat dan tanah lebih mudah terdegradasi. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak buruk dari pengolahan tanah jangka panjang yaitu dengan penggunaan sistem olah tanah konservasi. Dalam sistem olah tanah konservasi terdapat dua sistem yang biasa digunakan yaitu tanpa olah tanah dan olah tanah minimum. Agus dan Widianto 2004 mengatakan bahwa olah tanah konservasi adalah suatu sistem pengolahan tanah dengan tetap mempertahankan setidaknya 30 sisa tanaman menutup permukaan tanah. Sedangkan menurut Utomo 1991, sistem olah tanah konservasi OTK merupakan suatu sistem olah tanah yang berwawasan lingkungan, hal ini dibuktikan dari hasil percobaan jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung yang menunjukkan bahwa sistem OTK olah tanah minimum dan tanpa olah tanah mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif. Pada teknik tanpa olah tanah TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk penempatan benih. Sebelum tanam, gulma dikendalikan dengan herbisida layak lingkungan, yaitu yang mudah terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan sumber daya lingkungan lainnya. Seperti teknik OTK lainnya, sisa tanaman musim sebelumnya dan gulma dapat digunakan sebagai mulsa untuk menutupi permukaan lahan Utomo, 1991 dalam Utomo, 2006. Widiyasari, Sumarni, dan Arifin 2011 menambahkan bahwa tanaman kedelai yang dibudidayakan pada sistem tanpa olah tanah dengan pemulsaan 20 ton ha -1 ternyata memiliki jumlah polong per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemulsaan, pemulsaan 4 ton ha -1 , 8 ton ha -1 dan perlakukan sistem olah tanah minimum dengan pemulsaan memiliki jumlah polong per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemulsaan. Peningkatan ketersediaan air tanah pada sistem TOT berkaitan erat dengan peranan mulsa dalam mengurangi evaporasi dan perbaikan distribusi ukuran pori. Ferreras dkk. 2000 melaksanakan penelitian OTK di tanah Petrocalcic Paleudoll,

Dokumen yang terkait

Tanggap Tanaman Kedelai (Glycine mca L. Merill.) Terhadap Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dan Rhizobium Pada Tanah Ultisol

1 22 102

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L.) Di Luar Musim Tanam Terhadap Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi Syd.) Di Lapangan

3 63 80

Laju Penutupan Tanah dengan Tanaman Kacang- kacangan (Leguminous) pada Lahan Alang-Alang

3 31 74

Seleksi Massa Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Meril) Terhadap Radiasi Sinar Gamma Pada Turunan Kedua

7 121 76

Tanggap Tanaman Kedelai Di Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah

1 35 168

Respon Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merril) Pada Tanah Masam

0 24 21

PENGARUH SISTEM PENGOLAHAN TANAH TERHADAP KANDUNGAN BIOMASSA NITROGEN MIKROORGANISME (N-mik) LAHAN BEKAS ALANG-ALANG (Imperata cylindrica L.) UMUR LEBIH DARI 10 TAHUN YANG DITANAMI JAGUNG (Zea mays L.)

3 21 43

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH TERHADAP TOTAL BAKTERI TANAH PADA PERTANAMAN KEDELAI MUSIM TANAM KEDUA SETELAH PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN BEKAS ALANG-ALANG(Imperata cylindrica. L)

3 22 56

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH TERHADAP KANDUNGAN C-ORGANIK TANAH DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L) PADA LAHAN BEKAS ALANG-ALANG (Imperata cylindrica) MUSIM TANAM KEDUA

0 8 38

PEMAKAIAN KOMPOS ALANG-ALANG (Imperata cylindrica L. BEAUV) PADA TANAH ULTISOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN PRODUKSI KEDELAI(Composed Alang-alang (Imperata cylindrica L. BEAUV) used to P-aviable and Soybean yield on Ultisol soil).

2 3 4