tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan umum.
b.
Asas pelengkap.
Yaitu bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak- pihak menghendaki dan membuat ketetuan undang-undang. Tetapi apabila
dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini mengenai pihak-pihak saja.
c.
Asas Konsensual.
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat terciptanya kata sepakat konsensus antara pihak-pihak mengenai pokok
perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.
d.
Asas Obligator. Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat
oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum meimdahkan hak milik
7
3. Syarat Sah Perjanjian Kredit
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yag ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan mempunyai
akibat hukum menurut Pasal 1320 KUH Perdata. Adalah sebagai berikut:
7
Abdulkadir muhammad. Hukum Perdata Indonesia. cetakan ke III. PT. Citra Aditya Bakti. Bandar Lampung 2000, hal 225
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, yang artinya adanya
persetujuan antara pihak yang membuat perjanjian tanpa adanya paksaan,kekhilafan atau penipuan.
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian, yang dimaksud dengan cakap
adalah cakap menurut hukum yaitu apabila orang tersebut telah dewasa yaitu sudah mencapai umur 21 tahun atau menikah walaupun belum
berumur 21 tahun dan sehat pikirannya atau tidak dibawah pengampuan. c.
Mengenai suatu hal tertentu, yang artinya adalah suatu perjanjian dibuat karena adanya keinginan dari masing-masing pihak untuk menginginkan
sesuatu prestasi dan hal ini merupakan pokok dari suatu perjanjian serta sesuatu yang wajib dipenuhi. Artinya dalam membuat perjanjian apa yang
diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
d. Suatu sebab yang halal, yang artinya adalah bahwa suatu sebab dalam
suatu perjanjian tidaklah dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum dan perjanjian
yang dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang maka suatu perjanjian tersebut tidaklah mempunyai suatu kekuatan.
Untuk syarat pertama dan kedua yakni kesepakatan dan kecakapan merupakan syarat subyektif dari suatu perjanjian, karena menyangkut orang-orang yang
membuat perjanjian. Bila tidak dipenuhi kedua syarat tersebut, maka dapat dimintakan pembatalan kepada hakim oleh orang itu sendiri atau wakilnya
terhadap perjanjian yang telah dibuat. Sedangkan untuk syarat ketiga dan keempat yakni suatu hal tertentu dan sebab yang hallal disebut syarat obyektif,