Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)

(1)

PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ARIEF REZANA DISLAN 050200255

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ARIEF REZANA DISLAN 050200255

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

Menyetujui,

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof.Dr. Tan Kamelo,S.H.,M.S. NIP. 1962044211988031004

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr. Tan Kamelo,S.H.,M.S.M.Husni,SH.,M.Hum NIP. 196204211988031004


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih serta Maha penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan sebagian syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum.

Penulisan ini bertujuan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum jurusan Hukum Keperdataan dengan program Kekhususan Perdata Dagang di Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi ini berjudul “Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan(Studi Pada Bank

HSBC Wilayah Medan). Pemilihan judul ini didasari oleh rasa ketertarikan penulis tentang

perjanjian kredit dengan jaminan fidusia khususnya masalah Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan.

Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan manfaat bukan hanya pada penulis sendiri, tetapi juga bagi masyarakat umumnya, dan bagi mahasiswa khususnya yang berada di lingkungan pendidikan hukum. Pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena penulis adalah manusia biasa dan tak luput dari kesalahan dan kekurangan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan serta masukan dari Bapak dan Ibu Dosen, oleh karena itu sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih yakni kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, SH, MH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Pembimbing II.

5. Bapak Prof Tan Kamelo, SH, MS, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan dan sekaligus Dosen Pembimbing I.

6. Ibu Megarita SH, CN, selaku Dosen Wali semasa perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah memberikan dukungannya baik moril maupun materil bagi penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang penuh dengan


(4)

perjuangan, suka dan duka ini yaitu kepada :

1. Kedua orang tua penulis yang tercinta yaitu Surya Dislan dan Aniar Rahman yang telah memberikan segalanya bagi penulis baik dukungan moril maupun materil sehingga penulis dapat melangkah sampai sekarang ini.

2. Abang dan adik-adik yang sangat ku cintai Adhi Pradana Dislan, Ditha Amelia Dislan dan Dhinda Hafidzah Dislan.

3. Keluarga Besar Bank HSBC terutama kepada Pak Budi Ragayang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Sahabat-sahabatku Tezar, Febriza, Edo,Ilham, Saboen, Botol, Apin, Laklek, Jipenk, Anggi Aang, Ghenta, Mely yang juga memberikan dorongan supaya penulis semangat menyelesaikan studi ini.

5. Teman-teman terdekatku Said, Wahyu, Lydia, Pt, Dimas, Imam, Olyn dan semua angkatan 2005 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Kiranya tidaklah cukup kata-kata yang penulis sampaikan kepada mereka yang telah mendorong dan memberikan nasihat dan bimbingan dalam menghadapi perjuangan hidup ini. Kiranya Tuhan yang akan membalas kebaikan mereka.

Akhirnya penulis mohon kepada Tuhan agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena kehadirat Dia-lah, skripsi ini dapat selesai dengan baik pada waktunya.

Medan, Agustus 2009

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI ………. iv

ABSTRAK ………...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ……… 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 10

D. Keaslian Penulisan ……….. 11

E. Tinjauan Kepustakaan ………. 12

F. Metode Penulisan ……… 18

G. Sistematika Penulisan ………. 20

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT 1. Pengertian Perjanjian Kredit ……… 22

2. Syarat-Syarat Dalam Pemberian Kredit ……….. 24

3. Unsur-Unsur Perjanjian Kredit ……… 29

4. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit ………. 30

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Latar Belakang Jaminan Fidusia ……… 34

B. Sifat dan Objek Jaminan Fidusia ……… 36

C. Pembebanan Jaminan Fidusia ………. 43

D. Pendaftaran Jaminan Fidusia ………. 46

E. Hapusnya Jaminan Fidusia ……… 50

F. Eksekusi Jaminan Fidusia ……….. 53

BAB IV PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN A. Faktor-faktor yang melatarbelakangi tidak di daftarkannya jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Bank HSBC ……….. 56


(6)

B. Upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian Kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan pada Bank HSBC ……….. 58

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ……… 99 B. Saran ………. 100


(7)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus Pada Bank HSBC Wilayah Medan). Penelitian ini dilatarbelakangi karena banyaknya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dan adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup Departemen Kehakiman dan HAM. Kewajiban tersebut diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Namun, kenyataannya tidak semua jaminan fidusia didaftarkan. Penulis memilih Bank HSBC wilayah Medan sebagai objek penelitian.

Permasalahan utama yang ingin dijawab dengan penelitian ini adalah apakah factor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, serta bagaimanakah upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, mengingat bahwa yang akan diungkap adalah masalah aturan dan norma yakni mengenai jaminan fidusia yang tidak didaftarkan padahal secara yuridis mewajibkan jaminan fidusia didaftarkan serta bagaimana upaya penyelesaiannya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap subjek penelitian sebagai responden serta studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada perjanjian kredit bank yang menggunakan agunan pokok berupa stok yang merupakan objek jaminan fidusia dan tidak didaftarkan. Tidak didaftarkannya jaminan tersebut karena pihak bank menganggap efektifitas sertifikat jaminan fidusia yang didapatkan dari pendaftaran tersebut tidak ada untuk agunan berupa benda stok ini. Karena, selain agunan berupa benda stok ini bersifat tidak pasti bahkan benda stok juga dipastikan habis ketika terjadi kredit macet karena habis dijual oleh debitur untuk membayar hutang-hutangnya, beban biaya yang harus dikeluarkan oleh bank untuk pendaftaran ini juga cukup mahal. Jika jaminan fidusia didaftarkan akan memiliki sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial sehingga dapat langsung dieksekusi melalui penjualan atau pelelangan. Tetapi pada jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia, hanya diikat dengan akta notariil berupa akta jaminan fidusia dan tidak memiliki kekuatan eksekutorial seperti sertifikat jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sehingga,sebelum kredit diberikan, pihak bank selalu mensyaratkan adanya agunan tambahan berupa benda tetap seperti tanah dan bangunan yang ada diatasnya yang dapat diikat dengan Hak Tanggungan yang memberikan kedudukan kepada krediturnya sebagai “ kreditur preferen” yang mempunyai hak didahulukan pelunasan piutangnya dari kreditur-kreditur lainnya. Sehingga adanya agunan tambahan ini memberikan perlindungan hukum kepada kreditur.


(8)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus Pada Bank HSBC Wilayah Medan). Penelitian ini dilatarbelakangi karena banyaknya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dan adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup Departemen Kehakiman dan HAM. Kewajiban tersebut diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Namun, kenyataannya tidak semua jaminan fidusia didaftarkan. Penulis memilih Bank HSBC wilayah Medan sebagai objek penelitian.

Permasalahan utama yang ingin dijawab dengan penelitian ini adalah apakah factor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, serta bagaimanakah upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, mengingat bahwa yang akan diungkap adalah masalah aturan dan norma yakni mengenai jaminan fidusia yang tidak didaftarkan padahal secara yuridis mewajibkan jaminan fidusia didaftarkan serta bagaimana upaya penyelesaiannya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap subjek penelitian sebagai responden serta studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada perjanjian kredit bank yang menggunakan agunan pokok berupa stok yang merupakan objek jaminan fidusia dan tidak didaftarkan. Tidak didaftarkannya jaminan tersebut karena pihak bank menganggap efektifitas sertifikat jaminan fidusia yang didapatkan dari pendaftaran tersebut tidak ada untuk agunan berupa benda stok ini. Karena, selain agunan berupa benda stok ini bersifat tidak pasti bahkan benda stok juga dipastikan habis ketika terjadi kredit macet karena habis dijual oleh debitur untuk membayar hutang-hutangnya, beban biaya yang harus dikeluarkan oleh bank untuk pendaftaran ini juga cukup mahal. Jika jaminan fidusia didaftarkan akan memiliki sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial sehingga dapat langsung dieksekusi melalui penjualan atau pelelangan. Tetapi pada jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia, hanya diikat dengan akta notariil berupa akta jaminan fidusia dan tidak memiliki kekuatan eksekutorial seperti sertifikat jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sehingga,sebelum kredit diberikan, pihak bank selalu mensyaratkan adanya agunan tambahan berupa benda tetap seperti tanah dan bangunan yang ada diatasnya yang dapat diikat dengan Hak Tanggungan yang memberikan kedudukan kepada krediturnya sebagai “ kreditur preferen” yang mempunyai hak didahulukan pelunasan piutangnya dari kreditur-kreditur lainnya. Sehingga adanya agunan tambahan ini memberikan perlindungan hukum kepada kreditur.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk menghadapi era persaingan global, setiap negara dituntut untuk aktif meningkatkan potensi yang dimilikinya. Begitu juga dengan Indonesia, yang merapakan salah satu negara yang berkembang dan terus mengupayakan pembangunan untuk menghadapi era globalisasi tersebut. Oleh karena itu, pembangunan merupakan hal yang urgent dan tidakdapat ditunda-tunda lagi. Hanya dengan pembangunan nasional yangbertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur material dansepiritualnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang no 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan. Berdasarkan cita-cita dan semangat inilah, tentu ada beberapa usaha dan upaya yang dapat dilakukan guna mendukung terwujudnya peningkatan dan mendorong pembangunan nasional tersebut. Terutama dalam bidang ekonomi, pembangunan di bidang ekonomi ini merupakan sektor penting disamping sektor-sektor yang lain, seperti sektor sosial, budaya, politik, pertahanan, keamanan dan lain-lain. Bahkan seringnya pembangunan pada sektor ekonomi ini dijadikan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan pada suatu negara dan dalam rangka terus melestarikan dan melanjutkan pembangunan secara berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun


(10)

masyarakat, baik itu perorangan maupun badan hukum, memerlukan dan yang besar untuk mendukung berbagai usaha-usaha dan keperluan dalam rangka pembangunan ini. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan akan dana. Sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh salah satunya melaluikegiatan kredit dari Bank.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka peningkatkan taraf hidup rakyat banyak.Salah satu bentuk penyaluran dana adalah dengan memberikan kredit kepada masyarakat. Dalam pemberian fasilitas kredit kepada masyarakat. Bank sebagai jaminan dalam pemberian kredit berdasarkan keyakinan, di samping melakukan penilaian terhadap debitur berdasarkan 5C yaitu : Watak (Character), Kemampuan (Capacity), Modal (Capital), Jaminan (Collateral), Keadaan (Condition). Bank juga selalu

meminta jaminan atau agunan. Bentuk pengamanan kredit dalam praktik

perbankan adalah dilakukan dengan pengikatan jaminan.1

Jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai yang mudah diuangkan, yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dan kewajiban debitur yang ada. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan

1


(11)

adanya jaminan kredit.Adapun jenis-jenis jaminan yang sering dipakai oleh Bank seperti jaminan berupa gadai, Hak Tanggungan, hipotik, dan fidusia.

Fidusia lahir sebagai jaminan kebendaan yang pada asasnya merupakan perkembangan dari lembaga gadai, oleh karena itu yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak

berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan.2

2

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003 hlm, 416

Fidusia memiliki manfaat bagi debitur dan kreditur. Bagi debitur, karena dapat membantu usaha debitur dan tidak memberatkan, debitur juga masih dapat menguasai barang jaminannya untuk keperluan usahanya karena yang diserahkan adalah hak miliknya, sedangkan benda masih dalam penguasaan si penerima kredit (debitur). Hal demikian ini senada dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan keuntungannya bagi kreditur, dengan menggunakan prosedur pengikatan fidusia lebih praktis karena Bank tidak perlu menyediakan tempat khusus untuk penyimpanan barang jaminan fidusia seperti pada lernbaga gadai.Perjanjian jaminan fidusia bersifat acessoir, artinya perjanjian jaminan fidusia. merupakan perjanjian yang lahir dan tidak terpisahkan dari perjanjiankredit. Hal ini berarti bahwa perjanjian


(12)

jaminan fidusia tidak mungkin adatanpa didahului oleh suatu perjanjian lain yang disebut perjanjian pokok.3

Adanya ketentuan Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa kreditur atau penerima fidusia memiliki kelebihan yaitu mempunyai hak yang didahulukan (preferent), adanya kedudukan sebagai kreditur preferent pada kreditur atau penerima fidusia ini dimaksudkan adalah bahwa penerima fidusia mempunyai hak didahulukan untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi debitur atau pemberi fidusia. Ini berarti terdapat perlindungan hak bagi penerima fidusia dan atau kreditur berdasarkan objek jaminan fidusia dari suatu perjanjian kredit yang diadakan antara kreditur dengan debitur, terhadap kemungkinan terjadinya wanprestasi oleh debitur. Setelah permohonan kredit disetujui dan disepakati para pihak, wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara

Perjanjian jaminan fidusia dalam hal ini adalah perjanjian yang munculkarena adanya perjanjian kredit Bank. Maksudnya apabila nasabah debitur wanprestasi atas perikatan yang telah

ada yaitu perjanjian utang atau perjanjian kredit dengan Bank, maka Bank

dapat mengambil pelunasan ulang dari hasil penjualanbarang jaminan fidusia tersebut.

3


(13)

tertulis.4

Kemudian untuk perjanjian kredit yang menggunakan jaminan fidusia,prosedur yang wajib ditempuh dalam pembebanan jaminan dengan fidusia menurut ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu didasarkan atas perjanjian kredit yang telah dibuat (atas hutang yang telah ada atau hutang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu) atau hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok. Dalam pelaksanaannya pembebanan benda dengan jaminan fidusia tersebut harus dibuat dengan akta notaris dan dikenal dengan Akta Jaminan Fidusia, yang harus memuat sekurang-kurangnya : identitas pihak-pihak pemberi dan penerima fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pasal 11 ayat (1) Undang Undang Jaminan Fidusia mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Artinya, terhadap benda yang telah dibebani jaminan fidusia seperti yang termuat dalam Akta Jaminan Fidusia berdasarkan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit, maka untuk selanjutnya, wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Adanya kata-kata wajib dalam ketentuan pasal tersebut, berarti adanya keharusan bahwa objek jaminan fidusia didaftarkan. Kata "wajib" dalam ketentuan pasal tersebut, dapat diartikan

Bentuk dan format dari perjanjian kredit dalam prektek perbankan, diserahkan sepenuhnya kepada Bank yang bersangkutan.

4


(14)

bahwa sebenarnya Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak bermaksud untuk menghapus lembaga lembaga jaminan fidusia yang selama ini kita kenal, yang didasarkan atas hukum kebiasaan dan yurisprudensi. Dan, karena tidak ada satu pun ketentuandalam Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah, maka ketentuan tersebut diatas (mengenai kewajiban umuk mendaftarkan benda jaminan fidusia) kita tafsirkan, bahwa "untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka harus dipenuhi syarat, bahwa benda jaminan fidusia itu didaftarkan".5

Dari penjelasan pasal tersebutdapat disimpulkan, pentingnya pendaftaran jaminan fidusia itu Ietaknya ada pada ketentuan-ketentuan yang memberikan keuntungan atau keistimewaan bagi kreditur atau penerima fidusia dalam hal debitur wanprestasi, yang diatur dan dijamin dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Contohnya, mempunyai hak yang

Fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan atau kelebihan dari ketentuan yang ada dan dijamin di dalam Undang-Undang jaminan fidusia, hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 37 ayat (3) Undang--Undang Jaminan Fidusia. Yang bunyinya: "Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferent) baik didalam maupun diluar kepailitan dan atau likuidasi”.

5

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 242-243


(15)

didahulukan (preferent) baik didalam maupun diluar kepailitan atau likuidasi debitur, dengan hak ini kreditur diberikan haknya (dibandingkan dengan kreditur lainnya) untuk didahulukan pelunasan hutangnya dari hasil penjualan benda jaminan fidusia tersebut. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 27dengantegas menyatakan bahwa diberikan hak preferensi tersebut kepada penerima fidusia dan tidak harus karena adanya kepailitan dan likuidasi debitur. Selainitu, dengan pendaftaran jaminan fidusia, berdasarkan adanya irah-irah pada sertifikat jaminan fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang memberikan hak kepada penerima fidusiauntuk mengeksekusi jaminan fidusia secara parate eksekusi, yakni menjual benda yang menjadi jaminan fidusia tersebut atas kekuasaanya sendiri tanpa perlu memperoleh putusan pengadilan. Hal itu juga merupakan konsekuensi dari dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia. Terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan berarti kreditumya tidak memiliki hak yang diistimewakan sebagaimana yang dijamin dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana yang dimaksud diatas, dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kantor Pendaftaran Fidusia dibentuk disetiap ibukota propinsi, yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja kantor wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia diprovinsi yang bersangkutan. Hal tersebut diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor


(16)

Pendaftaran Fidusia Di Setiap Ibukota Provinsi Di Wilayah Negara Republik Indonesia. Sedangkan untuk tata cara Pendaftaran, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, mengenai tata cara mengajukan permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia(Pasal 2 s/d Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia)

Dari uraian singkat diatas, ada bebarapa hal yang menjadi perhatian dan harus dilakukan sehingga jaminan fidusia tersebut benar-benar dapat memberikan perlindungan hukum dan hak bagi para pihak (debitur dan kreditur) juga informasi bagi pihak ketiga. Masalah pendaftaran misal pendaftaran atas objek jaminan fidusia masih perlu dicermati, padahal dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia ini mengatur bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan. Karena hakikat pendaftaran merupakan perlindungan hukum bagi pihak kreditur. Untuk menimbulkan kepastian hukum, dengan pendaftaran jaminan fidusia menyebabkan jaminan fidusia tersebut memenuhi unsur publisitas, sehingga mudah dilakukan kontrol. Hal ini akan menghindari timbulnya hal-hal yang tidak sehat dalam praktek, seperti adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya, adanya pengalihan barang fidusia tanpa sepengetahuan kreditur, dan lain-lain.6

6

Munir Fuady, jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 29

Dengan kewajiban didaftarkannya jaminan fidusia, Undang-Undang Jaminan Fidusia menjamin bahwa disamping terpenuhinya asas publisitas yang sangat penting dari pendaftaran jaminan fidusia


(17)

tersebut, dengan pendaftaran diharapkan agar pihak debitur terutama debituryang nakal, tidak dapat lagi mengelabui krediturnya.

Dengan kewajiban didaftarkannya jaminan fidusia tersebut, maka menurut penjelasan Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia, kreditur atau penerima fidusia mempunyai hak yang didahulukan (preferent) baik didalam maupun di luar kepailitan dan likuidasi. Karena kepada penerima fidusia atau kreditur juga akan diterbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang didalamnya terdapat kata-kata atau irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Yang maksudnya adalah sertifikat tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial

samaseperti putusan pengadilan, yang mempunyai kekuatan hukumtetap

dan mengikat. Artinya dengan didaftarkannya jaminan fidusia dan telah memperoleh Sertifikat Jaminan Fidusia, apabila debitur wanprestasi, maka

Bank dalam hal ini sebagai kreditur atau penerima fidusia rnempunyai hak

untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri dan mempunyai hak untuk didahulukan mengambil pelunasan atas piutangnya dan hasil penjualan barang jaminan fidusia tersebut berdasarkan

hak preferent yang melekat pada kreditur atau penerima fidusia. Sehingga

berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat tersebut, pihak kreditur

mendapatkan kemudahan dalam pengeksekusian atas benda jaminan karena

dapat langsung dilaksanakan tanpa perlu memperoleh putusan atau fiat

pengadilan. Tentu saja karena sertifikat tersebut rnempunyai kekuatan


(18)

mendaftarkan benda jaminan pada Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai

satu-satunya instansi yang berwenang mengeluarkan Sertifikat tersebut, seperti

yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sebab menurut Pasal 14

ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka dengan akta jaminan fidusia

yang dibuat oleh notaris, fidusia dianggap belum lahir. Lahirnya fidusia

tersebut adalah pada saat didaftarkandi Kantor Pendaftaran Fidusia. Karenaitu pula, jika ada alat bukti sertifikat jaminan fidusia, dan sertifikat

tersebut sah, maka alat bukti lain dalam bentuk apapun harusditolak7

Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan mencoba merangkumkan dalam bentuk skripsi

. Idealnya, setiap jaminan fidusia wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di Departemen Kehakiman dan HAM oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya. Namun pada realitanya, masih ada Bank yang tidak mendaftarkan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia ini, artinya walaupun Undang - Undang telah mengatur bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan, ternyata masih ada benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Dari fakta tersebut, penulis tertarik unluk mengelahui faktor-faktor apa yang menjadi alasan Bank mengapa tidak mendaftarkan jaminan fidusia tersebut. Dan, bagaimana upaya penyelesaiannya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusianya tidak didaftarkan.

7


(19)

yang diberi judul "Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus Di Bank HSBC)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, maka berkaitan dengan hal tersebut beberapa masalah yang perlu dicari pemecahannya yaitu:

1. Apa faktor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Bank HSBC ?

2. Bagaimana upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan pada Bank HSBC ?

C. Tujuan dan manfaat Penulisan

Adapun yang hendak dicapai dalam penulisan ini:

a. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Bank HSBC.

b. Untuk mengetahui upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak


(20)

didaflarkan pada Bank HSBC.

Sedangkan manfaat yang dicapai dari penulisan skripsi ini adalah :

a. Secara teoritis

Agar skripsi ini dapat dipergunakan sebagai salah satu referensi atau bahan pertimbangan tentang perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

b. Secara praktis

Skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat umum, pemerintah dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah hasil pemikiran sendiri. Skripsi ini belumpernah ada ataupun belum pernah diangkat sebelumnya. Kalaupun sudah ada, penulisan yakin bahwa substansi penulisannya berbeda.

Dalam skripsi ini, pembahasannya diarahkan kepada penggunaan jaminan fidusia yang tidak di daftarkan sebagai suatu jaminan perjanjian kredit di suatu Bank.

E. Tinjauan Kepustakaan


(21)

berarti kepercayaan.8

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, perjanjian diatur dalam buku III, tetapi Undang – Undang itu sendiri tidak menyebutkan dengan istilah perjanjian, akan tetapi menggunakan istilah “persetujuan”. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu prestasi dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Seseorang atau badan yang mcmberikan kredit (kreditur) percaya bahwa si penerima kredit (debitur) di masa yang akan datang dapat memenuhi apa yang telah diperjanjikan, yang dapat berupa uang, barang, atau jasa.Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 TentangPerbankan mendifinisikan kredit sebagai berikut :

9

8

Mariam Darus Badzrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Ctk. Kelima, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1991 hlm. 23

9

Subekti, Hukum Perjanjian, ctk. Keempat, intermasa, Jakarta, 1979, hlm. 1

Istilah perjanjian kredit dikemukakan dalam Presedium Kabinet Nomor 15 / EKA / IN / 1966 junto Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2 / 643 / UPK / Pemb / 1966 tentang kebijakan dibidang perbankan yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun Bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit. Perjanjian kredit Bank adalah suatu perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan


(22)

hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman sebagai hubungan hukum antara keduanya dan bersifat konsensuil obligatoir yang dikuasai oleh KUHPerdata. Istilah bank disini adalah dimaksudkan membedakan dengan perjanjian pinjam-meminjam uang yang pemberi pinjamannya adalah bukan Bank.10

Istilah jaminan berasal darikata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.

Dalam pemberian kredit, kreditur menanggung beban resiko yang sangat besar, dimana salah satu diantaranya adalah kemungkinan timbulnya wanprestasi dari debitur. Menghadapi debitur yang wanprestasi, kreditur harusbertindak hati-hati sebab secara teknis masalah ini berkaitan dengan analisis kredit yang dilakukan oleh pihak kreditur, terutama yang berkaitan dengan benda yang digunakan scbagai jaminan.

11

"segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan,''Berdasarkan pernyataan pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa segala harta benda baik benda bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang sudah ada maupun yang akan ada adalah menjadi jaminan bagi semua hutang-hutangnya.

Sebenarnya mengenai jaminan ini telah diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yang berbunyi:

10

Mariam Darus Badrulzaman, op. cit, hlm 23.

11


(23)

Menurut Oey Hoey Tiong, bilamana di samping perikatan yang telah ada

diantara kreditur dan debitur itu, pihak kreditur tidak mengadakan suatu perjanjian tambahan apapun dengan debitur, maka kreditur yang bersangkutan bukanlah kreditur yang diistimewakan menurut Pasal 1139 dan 1149 KUHPerdata.12

Dalam Pasal 1132 KUHPerdata, pembuat Undang-Undang meletakkan prinsip persamaan kedudukan dari para kreditur (paritas creditorium). Namun, sebagai perkecualian dari pasal tersebut Dalam Pasal 1133 KUHPerdatamengatakan bahwa hak preferent atau hak untuk didahulukan dari kreditur hanya diberikan berdasarkan hak istimewa (privilege),hak gadai dan hak hipotik.13

Perjanjian kredit yang menggunakan jaminan kredit berupa juminan fidusia seyogyanya didaftarkan agar memperoleh perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sedangkan Fidusia lahir sebagai jaminan dari perikatan yang telah ada yaitu perjanjian kredit, sebagai pengaman kredit serta melindungi hak kreditur dalam hal debitur wanprestasi, dan kreditur fidusia mempunyai hak istimewa yaitu hak preferentatau hak yang didahulukan dari kreditur-kreditur lain dari seorang debitur.

12

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, 2004, hlm. 55

13

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak jaminan Kebendaan Fidusia, Cetakan kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 7


(24)

terhadap kreditur dari perjanjian kredit dengan jaminan berupa jaminan fidusia yang tidak diikat dengan perjanjian tambahan yaitu perjanjian jaminan fidusia. Maka, dalam hal terjadi debitur lalai atau wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya dalam perikatan itu dan harta kekayaan debitur tidak mencukupi untuk melunasi semua hutang-hutangnya terhadap beberapa kreditur. Maka, KUHPerdata memberikan penyelesaian berupa krediturkekayaan debitur tidak mencukupi untuk melunasi semua hutang-hutangnya terhadap beberapa kreditur. Maka, KUHPerdata memberikan penyelesaian berupa kreditur tersebut beserta kreditur yang lain bertindak sebagai kreditur konkuren, yang berarti bahwa semua kreditur dari seseorang debitur mempunyai kedudukan yang sama,seimbang dan masing-masing kreditur memperoleh pembayaran seimbang dengan besarnya piutang masing-masing. Artinya dengan perhitungan pembayaran menurut KUHPerdata seperli diatas dapat mengakibatkan kreditur tidak memperoleh kembali seluruh piutangnya dari debitur secara penuh. Olehkarena itu, terhadap perjanjian pokok seperti perjanjian kredit dengan menggunakan objek jaminan kebendaan berupa jaminan fidusia, harus dilakukan dengan pengikatan berupa perjanjian tambahan yaitu perjanjian jaminan fidusia, agar hak kreditur terlindungi apabila debitur wanprestasi dengan memiiliki kedudukan sebagai kreditur preferen atau kreditur yang diistimewakan.

Dalam mengadakan perjanjian dan melaksanakan hasil dari kesepakatan tersebut, merupakan keharusan bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian untuk saling menghormati dan menjalankan apa yang


(25)

diperjanjikan. Hal demikian seperti yang telah diatur dalam Al Qur'an Sural Al Maidah ayat 1 yang berarti “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu".

Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Hal ini mempunyai maksud bahwa dengan pendaftaran, akan diterbitkan sertifikat jaminan fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan putusan hakim dalam putusan pengadilan. Yang akibatnya dengan berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang ada pada kreditur, hak kreditur terlindungi. Apabila terjadi wanprestasi oleh debitur, kreditur atau penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Hal ini berarti juga bahwa pengeksekusian jaminan fidusia dapat langsung dilakukan tanpa perlu memperoleh putusan pengadilan dan dapat dilakukan kapan saja.

Dalam Pasal 8, 9 dan 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia, mengatur ketentuan uraian dalam jaminan fidusia. AdapunUndang-Undang membolehkan jaminan fidusia, dengan kata dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dan penerima fidusia tersebut Dan jaminan fidusia dapat memberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Dan kecuali diperjanjikan lain, jaminan fidusia juga melipuli hasil dari benda yang


(26)

menjadi objek jaminan fidusia. Artinya jaminan fidusia akan meliputi juga kiaim asuransi, yang kemudian menjadi hak serta bagi penerima jaminan fidusia dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia, menyatakan bahwabenda yarg dibebani dengan jaminan fidusia wajib untuk didaftarkan. Kemudian dalam Pasal 12 pendaftaran yang dimaksud dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang dibentuk pada tiap-tiap ibukota provinsi yang merupakan lingkup tugas Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Kantor wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada provinsi yang bersangkutan. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia,kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran JaminanFidusia. Pernyataan pendaftaran tersebut memuat:

1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia

2. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, tempat kedudukan notarisyang memuat akta jaminan fidusia

3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

4. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia 5. Nilai penjaminan; dan

6. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia

Kemudian Kantor Pendaftaran Fidusia akan mencatat Jaminan Fidusia dalam buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal


(27)

penerimaan pendaftaran. Dan Kantor pendaftaran Fidusia akan menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Maka Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan fidusia dalam BukuDaftar Fidusia.

Dalam Pasal 15 Undang-Undang Jaminan Fidusia, mengatakan bahwa dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan irah-irah atau kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" yang maksudnya adalah Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Akibatnya, apabila debitur wanprestasi maka penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tadi atas kekuasaannya sendiri. Dengan diberikan hak didahulukan dan kreditur lainnya atau berdasarkan hak yang diistimewakan sebagai kreditur preferent untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Adapun hak didahulukan pada penerima fidusia tersebut tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia.

F. Metode Penulisan

1. a. Objek Penulisan

Perjanjiankredityang menggunakanjaminan fidusia b Subjek penulisan


(28)

Yaitu pihak-pihak yang akan dimintai keterangannya, yaitu ; pimpinan Bank, pegawai-pegawai Bank, dan pihak-pihak yang berkompeten.

2. Sumber Data

a. Data Primer : ialah berupa data yang diperoleh dari dan selama penelitian di Iapangan (field

research}

b. Data Sekunder : ialah berupa data yang diperojeh dari penelitian kepustakaan(library research} yang terdiri atas :

i) Sebagai hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan

ii) Bahan hukum sekunder, berupa rancangan peraturanperundang-undangan, literatur, jurnal serta hasil penelitianterdahulu

iii) Bahan hukum tersier, berupa kamus. ensiklopedia, dan leksikon

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer

Dilakukan dengan cara:

A. Wawancara, yang bisa berupa wawancara bebas maupun terpimpin B. Observasi, yang bisa berjpa observasi langsung (participant)dan tidak


(29)

b. Data Sekunder

Dilakukan dengan cara :

a. Studi kepustakaan, yakni dengan mengkaji berbagai pcraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

b. Studi dokumentasi, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen resmi institusional yang berupa putusan pengadilan, risalah sidang dan iain-lain yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

4. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adaiah yuridis normatif yaitu menganalisis permasalahan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara Deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisiskualitatif (convert analisys).

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :


(30)

BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan umum mengenai perjanjian kredit. Bab ini berisikan tentang pengertian perjanjian kredit, syarat-syarat dalam pemberian kredit, unsur-unsur perjanjian kredit serta perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok.

BAB III : Tinjauan umum tentang jaminan fidusia. Dalam bab ini berisi tentang Latar belakang jaminan fidusia, sifat dan objek jaminan fidusia, pembebanan jaminan fidusia, pendaftaran jaminan fidusia, hapusnya jaminan jaminan fidusia, serta eksekusi jaminan fidusia.

BAB IV : Perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak di daftarkan.Bab ini berisi tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi tidak didaftarkannya jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dan upaya penyelesaian apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak di daftarkan

BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan


(31)

kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

1. Pengertian Perjanjian Kredit


(32)

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, pada Pasal 1 angka 11 yang memberikan pengertian :

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan-persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Maka, dengan adanya permohonan kredit seperti yang dimaksud di atas oleh nasabah, Bank sendiri akan menganalisa dan mempertimbangkan permohonan kredit tersebut. Dan apabila Bank tersebut menganggap bahwa permohonan kredit itu layak untuk diberikan kepada nasabah. Maka, agar hal itu dapat terlaksana, perlu adanya suatu persetujuan atau kesepakatan. Persetujuan atau kesepakatan ini dapat dituangkan dalam bentuk tertulis yang biasanya berupa perjanjian kredit atau pengakuan hutang antara nasabah pemohon kredit dengan Bank.

Mengetahui pengertian dari suatu perjanjian kredit, Mariam Badrulzaman membedakan pengertian tersebut kedalam 2 (dua) hal, yaitu: 14

a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan

Artinya bahwa, perjanjian kredit adalah “perjanjian pendahuluan” dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima perjanjian mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian tersebut bersifat konsensual obligatoir (perjanjian yang timbul atau berbentuk, bersifat mengikat).

Penyerahan uangnya sendiri, adalah bersifat riil. Jadi pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit kedua pihak. Dengan terjadinya penyerahan uang barulah dapat dikatakan perjanjian kredit terjadi.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrafendo). Maksudnya adalah perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang (pinjam meminjam). Sedangkan perjanjian hutang piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian

1

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Ctk.Kelima, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm.32


(33)

kredit.15

b. Perjanjian kredit sebagai perjanjian standar

Artinya bahwa, perjanjian yang bentuk dan isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur, lantas kemudian disodorkan kepada debitur.

Dalam praktek perbankan, biasanya Bank sudah menyediakan blanko akta, yang sudah dibuat tetap. Jadi nasabah langsung mengisi blanko akta yang disiapkan oleh Bank tersebut.

2. Syarat- Syarat Dalam Pemberian kredit

Untuk dapat terjadinya suatu kredit pada Bank, maka sebelum hal itu terjadi harus ada suatu permohonan untuk adanya hal tersebut oleh calon nasabah. Kemudian setelah permohonan kredit diajukan calon nasabah, bank akan mencoba menganalisa permohonan kredit itu terlebih dahulu. Analisis yang dilakukan oleh bank meliputi:

1. Latar belakang nasabah atau perusahaan nasabah. 2. Prospek usaha yang akan dibiayai.

3. Jaminan yang diberikan (kekayaan debitur). 4. Hal – hal lain yang ditentukan oleh Bank.

Tujuan analisis ini adalah untuk meyakinkan Bank bahwa kredit yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak fiktif.

Dari hasil analisis ini, Bank kemudian memberikan pertimbangan dengan hati-hati apakah permohonan yang diajukan oleh nasabah tersebut adalah layak atau tidak. Untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan ini, pada dasarnya Bank mengggunakan konsep dasar, yaitu konsep 5C, yaitu:

a. Watak (Character)

Ini digunakan untuk mengetahui itikad baik nasabah calon debitur untuk membayar kembali kredit yang diterimanya dan untuk mengetahui kemauannya untuk membayar.

Penilaian ini meliputi moral, sifat, perilaku, tanggung jawab, dan kehidupan

15

Hartono Soerja Pratikayo, Hutang Piutang, Mustika Wikasa, Yogyakarta, hlm. 3, dalam buku yang ditulis Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Ctk.pertama, 2000, hlm. 30


(34)

pribadi calon debitur yang sangat berpengaruh terhadap pelunasan kredit. b. Kemampuan (Capacity)

Ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon debitur untuk membayar kembali kredit erta bunganya. Penilaian itu dilihat dari kegiatan usaha dan kemampuan mengelola usaha yang akan dibiayai melalui kredit.

c. Modal (Capital)

Ini dilakukan guna mengetahui jumlah modal yang dimiliki calon debitur cukup untuk memodali dalam menjalankan usahanya.

Makin besar jumlah modal yang ditanam oleh calon debitur ke dalam usaha yang akan di biayai dengan kredit, makin menunjukkan keseriusancalon debitur menjalankan usahanya.

d. Jaminan (Collateral)

Ini dilakukan untuk mengetahui nilai barang jaminan yang diserahkan calon debitur untuk menutupi resiko kegagalan pengembalian kredit yang akan diperolehnya. Barang jaminan berfungsi sebagai pengaman terhadap kemungkinan ketidakmampuan calon debitur melunasi kredit yang diterimanya.

e. Keadaan (Condition)

Ini dilakukan untuk mengetahui kondisi atau keadaan pada suatu saat disuatu daerah yang mungkin akan mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur.

Perjanjian kredit ini dibuat oleh kedua pihak yaitu antara debitur dan kreditur dikarenakan adanya kesepakatan diantara mereka. Dengan ditandatanganinya perjanjian kredit, melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak tersebut. Dalam tahap membuat perjanjian kredit ini ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur, yaitu:

1. Syarat Penandatangan

Syarat ini merupakan syarat-syarat yang diharuskan oleh Bank untuk dipenuhi oleh debitur sebelum melakukan penandatanganan perjanjian kredit, diantaranya:

a. Telah mengembalikan Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (SPPK) yang telah ditandatangani oleh nasabah diatas materai serta sebuah Buku Syarat Umum Kredit.


(35)

b. Telah membayar atau menyetor uang tunai yang dipergunakan untuk: 1. Profisi/ commitment fee kredit,

2. Titipan cadangan biaya notaris untuk pengikatan hak tanggungan 3. Titipan cadangan biaya asuransi

c. Menyerahkan surat persetujuan persero komanditer (perusahaan debitur) atas tindakan persero aktif perusahaan mengajukan permohonan kredit dan menjaminkan harta kekayaan perusahaan serta menandatangani perjanjian kredit beserta addendumnya (termasuk accesoir –nya)

d. Menyerahkan surat permohonan kredit yang ditandatangani persero aktif dengan persero komanditer (sesuai AD/ART perusahaan debitur) dan persetujuan isteri bagi perusahaan perorangan diatas materai atas tindakan direksi untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

i. Menyetujui hubungan kredit denagn Bank dan menyetujui syarat-syarat umum perjanjian kredit.

ii. Menandatangani perjanjian kredit beserta accesoirnya di Bank.

e. Menyerahkan surat pernyataan diatas materai, yang menyatakan bahwa apabila dikemudian hari dalam pelaksanaan pengikatan jaminan kredit atau tindakan lain dalam rangka pelaksanaan penjaminan kredit mengalami barang jaminan kredit yang ditawarkan dengan barang jaminan kredit lain yang nilainya minimal sama dengan jaminan kredit semula dan dapat diikat secara yuridis sempurna sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

f. Menyerahkan copy legalitas perusahaan (diikuti denagn pembuktian keaslian dengan cara menunjukkan aslinya) berupa perizinan antara lain: NPWP, SIUP, TDP, izin HO, Surat Keterangan Domisili Perusahaan dan perizinan lainnya dari instansi terkait.

g. Menyerahkan pas foto terbaru dari debitur dengan ukuran 6 x 6 cm masing-masing sebanyak 3 lembar yang ditempelkan di atas kertas tebal disertai nama, kabatan, alamat rumah dan ditandatangani yang bersangkutan serta dilampiri foto copy KTP yang masih berlaku dan/ atau tanda pengenal lainnya.


(36)

2. Syarat lain-lain.

Syarat ini harus disanggupi oleh debitur yang akan menerima kredit dari Bank, yaitu berupa kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi debitur, seperti:

1. Selama kredit belum lunas, debitur berkewajiban untuk:

a. menyampaikan laporan kegiatan usaha dalam kuantum dan nilai yaitu pembelian, produksi, persediaan penjualan dan piutang dagang/usaha setiap bulan paling lambat telah diterima Bank akhir periode laporan.

b. Menyampaikan laporan keuangan in-house setiap triwulan (3 bulan) paling lambat telah diterima bank 60 hari setelah akhir periode laporan, dan laporan keuangan tahunan unaudited atau audited paling lambat diterima Bank 180 hari setelah akhir periode laporan.

c. Menyalurkan seluruh aktifitas keuangan perusahaan/usaha melalui cabang Bank. d. Menggunakan fasilitas kredit sesuai dengan tujuan penggunaan kredit.

e. Mengijinkan pihak yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan usaha dan aktifitas keuangan debitur.

f. Memelihara rasio laporan keuangan.

2. Selama kredit belum lunas, tanpa persetujuan Bank terlebih dahulu debitur tidak diperkenankan:

a. Memindahkan barang jaminan.

b. Memperoleh fasilitas kredit atau pinjaman lain dari pihak ketiga kecuali dalam rangka transaksi yang wajar.

c. Mengikat diri sebagai penjamin hutang atau menjaminkan harta kekayaan perusahaan kepada pihak lain.

3. Bank berhak untuk menangguhkan dan/atau membatalkan realisasi/pencairan kredit yang belum ditarik jika ternyata debitur menggunakan dana kredit secara tidak wajar dan/atau menyimpang dari tujuan semula.

4. Syarat lainnya sesuai yaitu Syarat-syarat Umum Perjanjian Kredit Bank.


(37)

Dari beberapa pengetian-pengertian perjanjian kredit yang diuraikan sebelumnya tadi, dapat digambarkan adanya unsur-unsur yang terkandung di dalam suatu perjanjian kredit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perjanjian kredit itu adalah sebagai berikut:

a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur, yang disebut dan dituangkan dengan perjanjian kredit.

b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti Bank. Dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa.

c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur akan dan mampu membayar kreditnya.

d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur kepada pihak kreditur.

e. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada debitur.

f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak debitur kepada pihak kreditur, disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan.

g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dan pengembalian kredit oleh debitur.

h. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi, semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.16

4. Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit

Begitu pula sebaliknya, semakin singkat, semakin kecil resikonya.

Kata “wanprestasi” berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk didalam suatu perjanjian. Salah satu pihak dapat dianggap melakukan wanprestasi jika:

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi atau dilaksanakan atau;

16


(38)

2. Melaksanakan apa yang dijanjikan tidak sebagaimana mestinya. 3. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk menilai serta mengetahui bahwa sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu dilihat apakah dalam perjanjian itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan atau pemenuhan prestasi atau tidak. Jika dalam hal tenggang waktu pemenuhan prestasi telah ditentukan, maka debitur dianggap lalai atau wanprestasi dengan telah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tetapi debitur belum memenuhi kewajibannya. Tetapi jika tenggang waktu pemenuhan prestasi tidak ditentukan, maka debitur perlu diperingatkan.

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata, yang berbunyi:

“ Si berhutang adalah lalai apabila dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi periktannya sendiri. Ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Maka tata cara memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasinya dilaksanakan dengan memberi peringatan tertulis yang isinya mengatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang telah ditentukan. Jika dalam waktu tersebut debitur tidak memenuhi, maka debitur dinyatakan lalai atau wanprestasi. Peringatan tertulis dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang yang disebut somatie. Kemudian Pengadilan Negeri dengan perantara juru sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur yang disertai berita acara penyampaiannya. 17

Tidak mudah dalam praktek atau pada kenyataannya, untuk menentukan suatu prestasi telah dilaksanakan atau belum. Namun untuk hal itu, Hardiyan Rusli menyatakan bahwa suatu perbuatan belum merupakan pemenuhan prestasi secara materi dalam hal :

Untuk peringatan tertulis yang sifatnya tidak resmi. Misalnya, surat tercatat atau telegram yang disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan tanda terima.

18

A. Pihak yang menderita akan kehilangan keuntungan yang diharapkan

17

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, Hlm. 204-205

18

Hardiyan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia Dan Common Law, Pustaka Sinar harapan, Jakarta, 1993, hlm. 133


(39)

B. Pihak yang menderita akan mendapatkan penggantian selayaknya atau dari keuntungan yang hilang.

C. Pihak yang gagal memenuhi atau menawarkan pemenuhan akan terkena denda.

D. Terdapat kemungkinan pihak yang memenuhi atau menawarkan pemenuhan atau memperbaiki kegagalannya dengan mempertimbangkan semua keadaan termasuk memastikan secara beralasan.

E. Kelakuan dari pihak yang gagal melakukan atau menawarkan pemenuhan sesuai dengan itikad baik dan usaha yang adil.

Jika salah satu pihak telah melakukan wanprestasi maka kreditur dapat menuntut kepada debitur untuk melakukan:

1. Meminta pelaksanaan perjanjian meskipun terlambat.

2. Meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang diderita olehnya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan.

3. Menuntut pelaksanaan perjanjian, atau;

4. Dalam suatu perjanjian yang melibatkan kewajiban timbal balik atau kelalaian dari satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta kepada hakim agar perjanjian dibatalkan.


(40)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

A. Latar Belakang Jaminan Fidusia

Adapun lahirnya lembaga fidusia didasari karena adanya kebutuhan dalam praktek. Terutama dalam upaya pembangunan termasuk pengembangan di bidang ekonomi dan bisnis. Kebutuhan tersebut didasarkan oleh beberapa fakta-fakta, seperti berikut : 19

a. Barang bergerak sebagai jaminan hutang

Sebagaimana diketahui bahwa menurut system hokum kita, dan juga hukum di kebanyakan Negara-negara Eropa Kontinental, bahwa jika yang menjadi obyek jaminan hutang adalah bergerak, maka jaminannya diikat dalam bentuk gadai. Objek gadai harus diserahkan kepada kreditur atau pihak yang menerima gadai. Sebaliknya jika yang menjadi obyek jaminan adalah benda tidak bergerak atau benda tetap, maka jaminan tersebut haruslah berbentuk hipotik (sekarang Hak Tanggungan). Dalam hal ini, barang objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditur, tetapi tetap dalam kekuasaan kreditur.

Akan tetapi, terdapat kasus-kasus dimana barang obyek jaminan hutang yang masih tergolong benda bergerak, tetapi pihak debitur enggan menyerahkan kekuasaan atas barang tersebut kepada kreditur, sementara itu pihak kreditur tidak mempunyai kepentingan bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya.

Karena itu, dibutuhkan adanya suatu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditur. Akhirnya muncul jaminan baru dimana objeknya berupa benda bergerak, tetapi kekuasaan atas benda tersebut tidak beralih dari debitur kepada kreditur. Inilah yang disebut dengan jaminan fidusia.

19

Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan kedua revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 1-3


(41)

b. Tidak semua hak atas tanah dihipotikkan

Latar belakang yang lain juga memotivasi timbulnya atau berkembangnya praktek fidusia yaitu adanya hak atas tanah tertentu yang tidak dapat dijaminkan dengan hipotik atau hak tanggungan. Misalnya, dahulu hak pakai atas tanah tidak dijaminkan dengan hipotik. Sehingga atas hak paai tersebut diikat dengan jaminan fidusia.

c. Barang Objek jaminan hutang yang bersifat khusus

Ada barang-barang yang sebenarnya masih termasuk barang bergerak, tetapi mempunyai sifat-sifat seperti barang tidak bergerak sehingga pengikatannya dengan gadai dirasa tidak cukup memuaskan, terutama karena adanya kewajiban menyerahkan kekuasaan dari benda obyek jaminan hutang tersebut. Karena itu jaminan fidusia menjadi pilihan. Contohnya, terhadap hasil panen, yang tidak mungkin diikatkan dengan hipotik.

d. Perkembangan pranata hukum kepemilikan yang baru

Perkembangan kepemilikan atas benda-benda tertentu juga tidak selamanya dapat diikuti oleh perkembangan hukum jaminan, sehingga ada hak-hak atas barang yang sebenarnya tidak bergerak, tetapi tidak dapat diikatkan dengan hipotik. Misalnya, tidak dapat diikatkan dengan hipotik atas strata title atas rumah susun.

e. Barang bergerak objek jaminan hutang tidak dapat diserahkan

Adakalanya pihak kreditur dan pihak debitur sama-sama tidak berkeberatan agar diikatkan jaminan hutang berupa gadai atas hutang yang dibuatnya, tetapi barang yang dijaminkan karena sesuatu dan lain hal tidak dapat diserahkan kepemilikannya kepada pihak kreditur. Misalnya, saham perseroan yang belum dicetak sertifikatnya. Karena itu, timbulnya fidusia saham.

B. Sifat dan Objek Jaminan Fidusia

Fidusia memiliki beberapa sifat-sifat, antara lain :20 1. Sifat Accesoir Jaminan Fidusia

Pada Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 4 menyatakan bahwa jaminan fidusia memilki sifat accesoir. Dikatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian

20

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum perkreditan Pada Bank, Ctk. Kedua, Alfabeta, Bandung, 2004, hlm. 207-212


(42)

pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Maksudnya adalah perjanjian jaminan fidusia tidak mungkin dapat berdiri sendiri tanpa perjanjian pokoknya, karena jaminan fidusia yang mempunyai sifat accesoir mengikuti perjanjian lain yang merupakan perjanjian pokok, perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit dan jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan yang untuk sah atau tidaknya dan berlaku atau hapusnya jaminan fidusia ini bergantung pada perjanjian pokoknya, jika perjanjian pokok tidak sah atau hapus dan berakhir maka jaminan fidusia pun berakhir pula. Dengan kata lain, perjanjian accesoir itu ada dan hapusnya dipengaruhi oleh perjanjian pokok. Oleh karena itu, konsekuensi dari perjanjian accesoir adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian accesoir juga akan batal.21

Pasal 15 ayat (3)Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa apabila debitur 2. Jaminan Fidusia mempunyai sifat Droit De Suite

Sifat Droit De Suite yang mengikuti hak kebendaan. Maksud dari sifat tersebut yaitu penerima jaminan fidusia mempunyai hak yang mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Terhadap sifat ini terdapat pengecualiannya yaitu terhadap benda persediaan, obyek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan, obyek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap saat, karena benda tersebut merupakan benda-benda dari hasil produksi yang memang untuk diperdagangkan.

3. Jaminan Fidusia memberikan hak preferent

Kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau hak preferent terhadap kreditur lainnya artinya jika debitur cedera janji maka kreditur penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan fidusia dan kreditur mendapat hak untuk di dahulukan dalam mendapatkan pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan tersebut.

4. Jaminan Fidusia Mempunyai Kekuatan Eksekutorial

21


(43)

cedera janji, kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untk mengeksekusi tersebut merupakan perwujudan dari Sertifikat Jaminan Fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam Pasal 15 ayat 1,2 dan 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang dicantumkan kata-kata atau irah-irah dalam Sertifikat Jaminan Fidusia “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan berdasarkan sifat ini, jika terjadi debitur wanprestasi maka kreditur sebagai penerima fidusia dapat melakukan penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan kantor lelang dan tidak perlu meminta fiat pengadilan. Hak kreditur untuk menjual sendiri benda jaminan dinamakan parate eksekusi.

5. Jaminan Fidusia Mempunyai Sifat Spesialitas dan Publisitas

Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai obyek jaminan fidusia. Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia harus diuraikan secara jelas dan rinci dengan cara mengidentifikasikan benda jaminan tersebut, dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya dalam Akta Jaminan Fidusia.

Sifat publisitasnya adalah berupa pendaftaran Akta Jaminan Fidusia yang merupakan akta pembebanan atas benda yang dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia di lakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dimana pemberi fidusia berkedudukan. Bagi benda-benda yang berada diluar wilayah Negara Republik Indonesia tetap didaftarkan di Kantor Pendafaran Fidusia di Indonesia di mana pemberi fidusia berkedudukan.

Dari pelaksanaan pendaftaran banda-benda yang dibebani jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, diharapkan masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu benda telah dibebani jaminan fidusia, sehingga masyarakat akan berhati-hati untuk melakukan transaksi atas benda tersebut dan sekaligus memberikan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnyamengenai benda-benda jaminan yang telah dibebani jaminan fidusia. Pendaftaran benda-benda yang telah dibebani


(44)

jaminan fidusia ini untuk memenuhi asas publisitas yaitu sebagai informasi bagi pihak ketiga atau masyarakat umum mengenai suatu benda yang telah diikat dan dibebani dengan jaminan fidusia untuk menindaklanjuti pengaturan seperti tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.

6. Jaminan Fidusia Berisi Hak Untuk Melunasi hutang

Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan yang menjamin pelunasan hutang, seperti hak Tanggungan juga memiliki sifat ini. Sifat ini sesuai fungsi setiap jaminan yang memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut bila debitur cedera janji bukan untuk dimiliki kreditur. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi debitur dari tindakan sewenang-wenang kreditur. Apabila debitur setuju mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek jaminan fidusia akan menjadi milik kreditur jika debitur wanprestasi atau cedera janji maka oleh Undang-Undang janji semacam itu akan batal demi hukum. Batal demi hukum artinya, sejak semula dianggap tidak pernah ada sehingga tidak perlu dilaksanakan. Hal tersebut seperti yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Jaminan Fidusia.

7. Jaminan Fidusia Meliputi Hasil Benda Yang Menjadi Obyek Jaminan Fidusia dan Klaim Asuransi

Sifat ini sangat menguntungkan kepentingan kreditur karena obyek jaminan fidusia menjadi lebih luas bukan hanya benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia di asuransikan (menurut penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia)

Misalnya obyek jaminan fidusia berupa minibus atau angkot, maka yang menjadi jaminan fidusia bukan hanya angkotnya saja, tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan angkot itu yaitu berupa sejumlah uang. Namun dalam penerapannya tentu tidak mudah untuk mengetahui berapa jumlah uang dari pemanfaatan atau pengelolaan angkot tersebut. Terhadap permintaan klaim asuransi dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, lebih mudah disbanding meminta langsung kepada perusahaan yang menutup asuransi agar diserahkan kepada kreditur.


(45)

Obyek jaminan fidusia berupa benda-benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.

8. Jaminan Fidusia Untuk Menjamin Hutang Yang Telah ada atau Akan Ada

Adapun fungsi dari pengikatan benda dengan jaminan fidusia dari perjanjian kredit adalah untuk menjamin pelunasan suatu hutang yang besarnya sudah diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau perjanjian hutang sebagai perjanjian pokoknya. Hutang yang dijaminkan pelunasannya dengan fidusia harus memenuhi syarat yang sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu :

1. Hutang yang telah ada, artinya besarnya hutang yang ditentukan dalam perjanjian kredit atau perjanjian lainnya.

2. Hutang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Hutang yang akan timbul di kemudian hari atau yang akan ada ini misalnya hutang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi.

3. Hutang yang ada pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

9. Jaminan Fidusia Dapat Menjamin Lebih Dari Satu Hutang

Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia pada Pasal 8 menegaskan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa ataupun kepada wakil dari penerima fidusia tersebut. Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 8 tersebut, maka benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa kreditur. Bahkan dari penjelasan Pasal tersebut, yang dimaksud lebih dari penerima fidusia atau lebih dari satu kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit secara konsorsium atau sindikasi. Artinya seorang kreditur secara bersama-sama dengan kreditur lain memberikan kredit kepada seorang debitur dalam satu perjanjian kredit. Jaminan fidusia yang diberikan debitur digunakan untuk menjamin kepada semua kreditur itu secara bersama. Antara kreditur satu dengan kreditur lainnya mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan fidusia, tidak ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih tinggi dibanding kreditur lain.


(46)

Apa saja yang menjadi objek jaminan fidusia dalam Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia mengatur tentang objek jaminan fidusia, ketentuan tersebut dapat ditemui dalam Pasal 1 ayat 4, Pasal 9, Pasal 20 dan Pasal 31. Yang dapat menjadi objek jaminan fidusia tersebut adalah sebagai berikut :

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan di alihkan secara hukum.

2. Benda tersebut dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, termasuk piutang.

3. Yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Artinya objek jaminan fidusia bias berupa benda bergerak tidak atas nama (benda bergerak tidak terdaftar), seperti mesin dan lain lain. Dan bisa juga berupa benda bergerak terdaftar, seperti kendaraan bermotor. 4. Benda tersebut dapat berupa benda bergerak ataupun tidak bergerak dapat diikat dengan

Hak Tanggungan, serta benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik. 5. Baik atas benda yang sudah ada maupun benda yang akan diperoleh kemudian. 6. Dapat atas satu satuan atau jenis benda.

7. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.

8. Meliputi juga hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia.

9. Dapat juga berupa benda perdagangan atau efek yang dapat dijual dipasar atau bursa (Pasal 31 Undang-Undang Fidusia).

10. Dapat juga terhadap hak milik atas satuan rumah susun (Undang-Undang Nomor 16 Tahun Tentang Rumah Susun), jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara. 11. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan di

asuransikan, maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut (penjelasan Pasal 25 ayat (2)).

12. Benda persediaan (Inventory, stok perdagangan) dapat juga menjadi jaminan fidusia.

C. Pembebanan Jaminan Fidusia

Mengenai pengaturan tentang pembebanan jaminan fidusia, telah diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 4 dikatakan, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban


(47)

bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Prestasi yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.

Tahapan-tahapan pembebanan jaminan fidusia secara garis besar terbagi dalam 3 (tiga) tahapan;

Tahapan pertama, dimulai dengan dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian hutang. Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit dapat dibuat dengan akta dibawah tangan, artinya dibuat oleh para pihak (debiyur dan kreditur) atau dengan akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Tahapan ini merupakan perwujudan dari sifat jaminan fidusia yang bersifat accesoir, yang berarti pembebanan jaminan fidusia merupakan ikutan dari perjanjian pokoknya. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia, dikatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi.22

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Identitas meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan dan pekerjaan.

Tahapan kedua, adalah tahap pembebanan benda dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa “ Pembebanan banda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia “. Akta notaris tersebut merupakan Akta Jaminan Fidusia yang didalamnya mencantumkan hari, tanggal dan waktu pembuatan akta tersebut. Dalam Akta Jaminan Fidusia ini sekurang-kurangny harus memuat :

b. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia. Yang dimaksud data perjanjian pokok adalah mengenai jenis perjanjian dan hutang yang dijamin dengan fidusia.

22

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Ctk. Kedua, Alfabeta, Bandung, 2004, hlm. 214


(48)

c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut dan dijelaskan mengenai bukti kepemilikannya.

d. Nilai penjaminan, maksudnya adalah kreditur sebagai penerima fidusia harus menentukan berapa nilai penjaminan yang harus ditetapkan dalam Akta Jaminan Fidusia. Nilai penjaminan adalah penetapan jumlah hutang dengan jaminan fidusia, yang tercantum dalam Akta Jaminan Fidusia yang di tetapkan oleh kreditur, dengan memperhitungkan jumlah hutang pokok, bunga, denda dan biaya-biaya lainnya.

e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia harus ditentukan berapa nilainya atau harganya.

Tahapan ketiga, tahap pendaftaran jaminan fidusia. Akta Jaminan Fidusia kemudian didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menetukan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia.

D. Pendaftaran Jaminan Fidusia

1. Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia

Menurut Undang-Undang Fidusia, pendaftaran ini dilakukan pada KPF (Kantor Pendaftaran Fidusia). Dan untuk pertama kalinya, KPF didirikan di Jakarta yang berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia yaitu pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan HAM dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia (lihat Pasal 12 Undang-Undang Jaminan Fidusia). Sebagai petunjuk pelaksanaan dari pasal tersebut dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M.08.PR.07.01 Tahun 2000 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia, yang menyatakan:


(49)

Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia dan mulai efektif operasional terhitung sejak tanggal 30 Oktober 2000.

Demi mempermudah dan efektifitas dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia ini bagi pihak yang berkepentingan, dikeluarkanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Berdasarkan isi keputusan presiden tersebut, Kantor Pendaftaran Fidusia untuk selanjutnya berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan HAM yang ada di setiap ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada ketentuan Pasal 1,2 dan 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota di wilayah Negara Republik Indonesia.

Wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia tersebut meliputi wilayah kerja Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Kehakiman dan HAM di profinsi yang bersangkutan di tiap-tiap propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia, yang meliputi juga daerah-daerah tingkat II pada propinsi yang bersangkutan dalam hal jika didaerah tingkat II di propinsi tersebut belum dibentuk Kantor Pendaftaran Fidusia (lihat Pasal 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000). Dengan dibentuknya Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota profinsi, maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk masing-masing propinsi, dialihkan menjadi wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM di profinsi yang bersangkutan (Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000) dan mulai melakukan penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia paling lambat 6 (enam) bulan sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan. Selanjutnya, Pasal 4 (Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indonesia Nomor M-02.PR.07.10 Tahun 2002 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indonesia Nomor M.03-PR.07.10 Tahun 2001 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di seluruh Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia), dikatakan bahwa :

Dengan dibukanya Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, maka kantor


(50)

pendaftaran fidusia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia, tidak boleh menerima lagi pendaftaran jaminan fidusia.

Berdasarkan isi Pasal dalam Keputusan Menteri tersebut di atas, Pendaftaran Jaminan Fidusia kini bisa dilakukan pada Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM di wilayah propinsi yang bersangkutan dai masing-masing ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Kecuali, terhadap perubahan, pencoretan dan pengajuan permohonan sertifikat pengganti dari sertifikat jaminan fidusia, yang didaftarkan/dikeluarkan oleh kantor pendaftaran fidusia pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM dilakukan di kantor pendaftaran fidusia pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia.

2. Sertifikat Jaminan Fidusia

Penerimaan fidusia memiliki hak fidusia adalah berdasarkan bukti, bukti penting ini menerangkan mengenai objek jaminan fidusianya, siapa pihak yang berkepentingan dengan jaminan fidusia ini, serta data perjanjian pokok yang dijaminkan dengan fidusia juga mengenai nilai penjaminannya. Dengan alasan ini, maka bagi penerima fidusia diserahkan dokumen yang disebut dengan sertifikat jaminan fidusia. Ketentuan mengenai sertifikat jaminan fidusia ini adalah sebagai berikut :

1. Diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.

2. Serifikat tersebut diserahkan kepada penerima fidusia.

3. Tanggal dari sertifikat tersebut adalah sama dengan tanggal penerimaan permohonan fidusia.

4. Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar fidusia.

5. Isi dari sertifikat jaminan fidusia antara lain adalah hal-hal yang disebut dalam pernyataan fidusia, yaitu sebagai berikut:

a. Identitas pihak pemberi fidusia. b. Identitas pihak penerima fidusia.


(51)

d. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia.

e. Data perjanjian pokok (perjanjian hutang) yang dijamin dengan fidusia. f. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

g. Nilai penjaminan.

h. Nilai benda yang menjamin objek jaminan fidusi.

6. Pada sertifikat jaminan fidusia dicantumkan pula irah-irah dengan tulisan “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

7. Dengan demikian sertifikat penjaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial, yakni mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan dari suatu putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

8. Jika terjadi perubahan atas data yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, maka penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia.

9. Jika ada pengajuan permohonan perubahan tersebut, maka:

a. Kantor pendaftaran fidusia mancatat pada buku daftar fidusia tentang perubahan itu.

b. Pencatatan tersebut dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

c. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan pernyataan perubahan.

d. Pernyataan perubahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sertifikat jaminan fidusia.

E.Hapusnya Jaminan Fidusia

Dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur tentang beberapa sebab atau hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya jaminan fidusia, sebagai berikut :

1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia

2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau 1. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia


(1)

tertulis dengan amplop tertutup.

Dalam pelaksanaan lelang, penawaran tertinggi ditunjuk sebagai pemenang lelang. Setelah dinyatakan sebagai pemenang lelang, maka kewajibannya adalah membayar harga pokok lelang tersebut ditambah bea lelang pembeli dan uang miskin (uang yang dipungut dari pembeli lelang sebagai penerimaan Negara bukan pajak yang disetorkan kepada kas Negara).

Jika hasil pelelangan, dapat menutup kewajiban pihka debitur, maka hutang pihak debitur dinyatakan lunas dan diterbitkan Surat Pernyataan Piutang Negara Lunas (SPPNL). Apabila hasil lelang tersebut melebihi kewajiban pihak debitur, maka kelebihan hasil lelang dikembalikan kepada:

1. Pihak debitur

2. Penjamin hutang, dalam hal barang yang dilelang milik pihak ketiga; 3. Ahli waris, dalam hal pihak debitur dan atau penjamin hutang telah

meninggal dunia;

4. Balai Harta Peninggalan, dalam hal ini pihak debitur dan atau penjamin hutang telah meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris.

Bagi pihak debitur yang barang jaminannya telah habis dilelang tetapi tidak dapat menutup kewajiban atau masih memiliki kewajiban yang belum terselesaikan (masih ada sisa piutang Negara), maka sisa piutang tersebut tetap merupakan kewajiban yang harus diselesaikan oleh pihakdebitur, dan KP2LN tetap melaksanakan penagihan atas sisa piutang Negara tersebut. KP2LN akan menetapkan piutang Negara tersebut sebagai Piutang Negara Sementara Belum


(2)

Dapat Ditagih (PSBDT). PSBDT diterbitkan dalam hal masih terdapat jaminan Negara namun:

1. Debitur tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya; 2. Barang jaminan tidak ada, telah dicairkan, tidak lagi mempunyai nilai

ekonomis, atau mempunyai masalah yang sulit diselesaikan;

3. Debitur tidak mempunyai harta kekayaan lainnya yang dapat diprgunakan sebagai sumber pelunasan atau penyelesaian hutang.

Kemudian, PSBDT tersebut diberitahukan secara tertulis kepada debitur dan dapat digunakan oleh kreditur untuk mengusulkan menghapus bukuan piutang dari pembukuan sesuai prosedur yang berlaku bagi kreditur yang bersangkutan.

PSBDT dapat dilanjutkankembali dalam hal apabila debitur telah memiliki kemampuan untuk menyelesaikan hutang.

Sehingga untuk piutang Negara yang telah diterbitkan PSBDT namun apabila suatu saat nanti diperoleh informasi serta hasil pemeriksaan bahwa pihak debitur dan atau penjmin hutang termasuk ahli waris mempunyai harta kekayaan/kemampuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan hutangnya maka pengurusan terhadap berkas tersebut dapat dilanjutkan kembali.

BAB V KESIMPULAN


(3)

A. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat diambil kesimpulan dari masalah yang menjadi objek penelitian yaitu:

a. Faktor-faktor yang melatarbelakangi Bank mempunyai kebijakan tidak mendaftarkan benda stok yang merupakan objek jaminan fidusia, karena:

1. Benda stok mempunyai sifat selalu berubah jumlahnya sesuai dengan kondisi dan kegiatan usaha suatu perusahaan.

2. Biaya pendaftaran fidusia mahal dan proses pendaftaran memerlukan waktu yang cukup lama.

b. Upaya penyelesaian yang diupayakan Bank dalam hal terjadi kredit macet pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah:

1. Melakukan penyelamatan kredit secara intern oleh Bank sendiri (restrukturisasi kredit).

2. Menyerahkan penyelesaian atau pengurusan piutangnya kepada DJPLN melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) di daerah setempat.

Karena jaminan utama berupa stok pasti habis ketika debitur wanprestasi, maka objek jaminan yang nanti akan dieksekusi adalah jaminan tambahannya berupa tanah dan atau bangunan yang telah diikat dengan Hak Tanggungan, hasil penjualan objek jaminan dipergunakan untuk melunasi hutang-hutang debitur. Bila hasil penjualan objek jaminan belum cukup untuk melunasi


(4)

piutang kreditur, maka debitur tetap berkewajiban untuk melunasinya.

B. SARAN

Dari uraian yang telah penulis sampaikan, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

A. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan benda stok sebagai objek jaminan fidusia, kaitannya sebagai jaminan kredit. Dan diharapkan adanya pengaturan tambahan ataupun perubahan dalam Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia khususnya mengenai objek jaminan fidusia berupa stok, agar jaminan fidusia ini tetap dapat dimanfaatkan masyarakat yang membutuhkannya sebagai jaminan kredit sekaligus juga mampu memberikan perlindungan hukum bagi kreditur. B. Untuk lebih meningkatkan laju pertumbuhan dibidang ekonomi melalui

fasilitas kredit, hendaknya Bank-Bank milik atau yang dikuasai pemerintah lebih banyak memberikan keringanan-keringanan dalam cara memperoleh kreditnya, baik dari suku bangsanya, pembayaran premi asuransi, jaminannya, biaya-biaya administrasi dan jangka waktu pengembaliannya.

DAFTAR PUSTAKA


(5)

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Ctk. Pertama, Penerbi Andi, Yogyakarta

Djohari Santoso dan Achmad Ali, 1983, Hukum Perjanjian Indonesia, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta

Gatot supramono, 1997, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Edisi Revisi, Ctk. Kedua, Djambatan, Jakarta

Hardiyan Rusli, 1993, Hukum Perjanjian Indonesia Dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Hasanudin Rahman, 1995, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung

H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

_______, 2005, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Cetakan kedua, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, Cetakan Kelima, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

Muchdarsyah Sinungan, 1980, Kredit Seluk Beluk Dan Tekhnik Pengelolaan, Ctk. Kedua, Yagrat, Jakarta

Muhammad Djumhana, 2003, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

Munir Fuady, 1995, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

___________, 2003, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung

Oey Hoey Tiong, 1985, Fiducia (sebagai jaminan unsur-unsur perikatan), cetakan kedua, Ghalia Indah, Jakarta

R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Bina Cipta, Bandung Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Cetakan Keempat, Intermasa, Jakarta

Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Cetakan Kedua, Alfabeta, Bandung


(6)

Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia (suatu kebutuhan yang didambakan), Cetakan kesatu, PT Alumni, Bandung

Tirtodiningrat, 1966, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Cetakan Kesembilan, PT. Pembangunan, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan