Pertanggungjawaban Renteng Dalam Perjanjian Asuransi Pada PT. (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia Terhadap Pihak Ketiga

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN RENTENG DALAM

PERJANJIAN ASURANSI PADA PT. (PERSERO) ASURANSI

EKSPOR INDONESIA TERHADAP PIHAK KETIGA

TESIS

Oleh

FADILLA AGUSTINA

077011019/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PERTANGGUNGJAWABAN RENTENG DALAM

PERJANJIAN ASURANSI PADA PT. (PERSERO) ASURANSI

EKSPOR INDONESIA TERHADAP PIHAK KETIGA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

FADILLA AGUSTINA

077011019/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PERTANGGUNGJAWABAN RENTENG DALAM PERJANJIAN ASURANSI PADA PT. (PERSERO) ASURANSI EKSPOR INDONESIA TERHADAP PIHAK KETIGA

Nama Mahasiswa : Fadilla Agustina

Nomor Pokok : 077011019

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H.T. Syamsul Bahri, SH) Ketua

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Anggota

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)

Direktur,

(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B. MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 21 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H.T. Syamsul Bahri, SH

Anggota : 1. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

2. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

Judul Tesis : PERTANGGUNGJAWABAN RENTENG DALAM PERJANJIAN ASURANSI PADA PT. (PERSERO) ASURANSI EKSPOR INDONESIA TERHADAP PIHAK KETIGA

Nama Mahasiswa : Fadilla Agustina

Nomor Pokok : 077011019

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H.T. Syamsul Bahri, SH) Ketua

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Anggota

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)

Direktur,

(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B. MSc)


(6)

Telah diuji pada Tanggal : 21 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H.T. Syamsul Bahri, SH

Anggota : 1. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

2. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(7)

ABSTRAK

Dalam bisnis perasuransian, khususnya dalam penutupan asuransi adalah suatu hal yang prinsip bahwa risiko yang ditutup itu perlu atau harus disebarkan agar supaya risiko tersebut tidak akan membebani perusahaan itu melampaui batas kemampuan daya pikulnya sendiri, prinsip tersebut dikenal dengan prinsip Penyebaran Risiko. Dengan penyebaran tersebut maka berarti sebagian daripada risiko yang ditutupnya/dijaminya tersebut akan dipikul sebagian saja risikonya, sedangkan sebagiannya lagi akan dipikul/dibagikan kepada perusahaan asuransi lainnya. Penyebaran risiko itu dilakukan dengan cara koasuransi.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dengan jenis penelitian yuridis normatif. Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan melalui penelitian kepustakaan, dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara yang kemudian data yang telah dikumpulkan dianalisi secara kualitatif, sehingga dari analisis data tersebut dapat ditarik kesimpulan.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: pertanggungjawaban renteng ini adalah untuk mengalihkan sebagian risiko yang ditanggung oleh penanggung kepada penanggung-penanggung lainnya. Pertanggungan ini terdiri dari perusahaan-perusahaan yang bersama-sama menanggung suatu risiko atas suatu objek pertanggungan dan secara bersama-sama pula mengikatkan diri untuk menanggung kerugian-kerugian yang timbul atas risiko yang terjadi pada objek yang dipertanggungkan. Besarnya pembagian/Share antara para pihak penanggung pertama dengan penanggung lain sesuai dengan kesepakatan para pihak penanggung, begitu juga dengan tanggung jawab atas asuransi yang telah ditutup sesuai dengan pembagian (share) yang telah disepakati oleh masing-masing penanggung .Polis Asuransi adalah suatu dokumen yang memuat kontrak antara pihak yang ditanggung dengan pihak penanggung. Suatu pertanggungan untuk pihak ketiga dalam polis harus dinyatakan dengan tegas bahwa pertanggungan itu untuk kepentingan pihak ketiga, jika tidak dinyatakan dengan tegas maka akibatnya ialah bahwa pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan untuk pihak ketiga. PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) khususnya Kantor Cabang Medan mempunyai limit/kewenangan tertentu dalam menutup risiko atas suatu objek pertanggungan mendasar kepada Surat Keputusan Direksi ASEI, No : 21/040/KEP.DIR/SHK.Yaitu; Asuransi Harta Benda sampai dengan Rp.10 M, Asuransi Rekayasa sampai dengan Rp.7,5 M, Asuransi Pengangkutan sampai dengan Rp.5 M, Asuransi Tanggung Gugat sampai dengan Rp.10 M, Asuransi Uang sampai dengan Rp.500 Juta, Asuransi Kecelakaan sampai dengan Rp.500 Juta, dan Asuransi Kebongkaran sampai dengan Rp.10 M.


(8)

ABSTRACT

In Insurrance industry, particularly in insurrance coverage, principally the risk covereged is or must be distributed to prevent that the risk will overburden the capacity. The principle is known as Risk Distribution. Distribution of risk means that just part of risk to be taken, and the rest should be distributed to another insurrance industry. The risk distribution can be accomplished by Co-Insurrance.

This research was conducted by using the statute approach method, and this was a normative yuridical research. The materials of research used consisted of materials of primary and secondary laws, and tertiary law materials. The method of data collection was by library research, document study and interview, and then the data collected was analyzed qualitatively, and the conclusion could be drawn from the data analysis.

The result of research indicated that this risk distribution would be to divert some risk taken by insurer to another insurers. This underwriting consisted of several organizations who collectively carried the risk of object incurred and also collectively to bind themselves to hold the damages or loss imposed by the riks upon the object of insurrance. The magnitude of share between first and another insurers was determined by mutual agreement of the insurers, and the similar case was true of responsibility of insurrance for coverage document to contain the contract between the insured and insurer. An underwriting for third party in the policy should be stated firmly that the underwriting was for sake the interest of third party, in otherwise, the consequences was that the underwriting did not have the interest for third party. PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI), especially Branch Office of Medan has certain limit/authority in coveraging the risk upon an objet of insurrance according to the Decree of ASEI Director, No. 21/040/KEP.DIR/SHK, that is; Fire/Property Insurance maximum limit IDR 10.000.000.000, Engineering Insurance maximum limit IDR 7.500.000.000, Cargo Insurance maximum limit IDR 5.000.000.000, Liability Insurance maximum limit IDR 10.000.000.000, Money Insurance maximum limit IDR 500.000.000, Personal Insurance maximum limit IDR 500.000.000 and dan Burglary Insurance maximum limit IDR 10.000.000.000.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN RENTENG DALAM PERJANJIAN ASURANSI PADA PT. (PERSERO) ASURANSI EKSPOR INDONESIA TERHADAP PIHAK KETIGA”.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril, masukan dan saran, sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Pembimbing, Bapak Prof. H.T. Syamsul Bahri, SH, Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS dan Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS atas kesediaannya membantu dalam memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum yang telah banyak memberikan masukan-masukan terhadap penyempurnaan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil dan sampai pada ujian tertutup, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih jelas dan terarah.


(10)

Selanjutnya Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumaera Utara dan para Wakil Direktur seluruh Staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina

Devi Azwar, SH, CN, MHum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Para Staf Administrasi Program Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam memberikan saran dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Joni Junarto, SE (Kepala Cabang PT Asuransi Ekspor Indonesia

Cabang Medan) dan Bapak Katzarwan, SKom, MM (Kepala Seksi Teknik dan Pemasaran PT Asuransi Ekspor Indonesia Cabang Medan), yang telah memberikan masukan-masukan dalam penulisan tesis ini.

7. Secara tulus ucapan terima kasih yang tak terhingga, Penulis sampaikan kepada Katzarwan, Skom, MM Suami tercinta, Naufal, Amanda, Ghina anak-anak Fadilla Agustina : Pertanggungjawaban Renteng Dalam Perjanjian Asuransi Pada PT. (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia Terhadap Pihak Ketiga, 2009


(11)

tersayang, kedua Orang Tua dan kedua Mertua yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya kepada Penulis disertai doa dan dukungannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kuliah S2 (Strata Dua) dan khususnya dalam penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, baik dari sudut isi maupun dari cara pengajuannya. Oleh karena itu saran dan masukan yang membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan tesis ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin

Medan, Juli 2009 Penulis,


(12)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Fadilla Agustina

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 21 Agustus 1969

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Komplek Menteng Indah Blok A No. 9

Medan – Sumatera Utara

II. KELUARGA

Nama Suami : Katzarwan, Skom, MM

Nama Ayah : H. Raja Sulung Bahsyan

Nama Ibu : Hj. Fatmah Siti Puan

Nama Anak 1. Fadzar Naufal Nadhi

2.Katilla Amanda Zatalini

3. Khansa Ghina Zarilla III PENDIDIKAN

1. SD Perguruan Panglima Polem Rantau Prapat (1977-1983)

2. SMP Perguruan Panglima Polem Rantau Prapat (1983-1985)

3. SMA Perguruan Panglima Polem Rantau Prapat (1985-1988)

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (1988-1992)


(13)

Universitas Sumatera Utara (2007-2009)

Medan, Juli 2009 Penulis,

Fadilla Agustina DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11


(14)

2. Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 30

1. Spesifikasi Penelitian ... 30

2. Jenis Penelitian ... 31

3. Metode Pengumpulan Data ... 31

4. Alat Pengumpulan Data ... 32

5. Analisis Data ... 33

BAB II PEMBAGIAN/SHARE ANTARA PARA PIHAK PENANGGUNG DALAM PERTANGGUNGJAWABAN RENTENG ... 34

A. Pertanggungjawaban Renteng ... 34

B. Reasuransi dan Koasuransi ... 39

C. Besarnya Jumlah Pertanggungan Yang Ditanggung Oleh Para Penanggung dalam Koasuransi ... 52

BAB III POLIS SEBAGAI DOKUMEN PERJANJIAN ASURANSI DENGAN TERTANGGUNG DAPAT DIBERLAKUKAN TERHADAP PIHAK KETIGA ... 57

A. Risiko Dalam Asuransi ... 57

B. Polis Sebagai Dokumen Perjanjian Asuransi ... 64

C. Unsur-unsur Esensil dari Kontrak Asuransi ... 72

D. Pertanggungan Untuk Kepentingan Pihak Ketiga ... 84

BAB IV WEWENANG KANTOR CABANG DALAM PENUTUPAN ASURANSI ... 94

A. Terbentuknya PT Asuransi Ekspor Indonesia ... 94


(15)

C. Prosedur Penutupan Polis Asuransi Koasuransi ... 108

D. Prosedur Pembayaran Klaim Polis AsuransiKoasuransi ... 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123

DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Konfirmasi Yang Didapat PT. Asuransi Bintang Selaku Pemimpin Koasuransi (Leader) ... 38

2. Status Dalam Panel Koasuransi ... 50

3. PT. Asuransi Bintang Wajib Melakukan Pembayaran Premi Koasuransi Keluar Kepada Seluruh Anggota Panel Koasuransi (Member)... 56

4. Kewajiban Seluruh Anggota Panel (Member) Pada PT. Asuransi Bintang ... 89

5. Limit Kewenangan Dalam Melakukan Penutupan Suatu Resiko Berdasarkan Jenis Asuransi ... 100

6. Persetujuan Tanda Tangan Pimpinan ... 108


(16)

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Sistem dan Prosedur Penutupan Polis Asuransi Koasuransi ... 111 2. Sistem dan Prosedur Penutupan Polis Asuransi Keluar ... 114 3. Prosedur Pembayaran Klaim Polis Asuransi Koasuransi ... 118


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kenyataan yang terjadi di Indonesia sampai saat ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengasuransikan diri dan harta bendanya terhadap kemungkinan kerugian yang timbul akibat terjadinya suatu peristiwa/petaka. Banyak masyarakat yang mengatakan, bahwa kurangnya minat masyarakat terhadap asuransi disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan manfaat asuransi, disamping itu asuransi belum menjadi budaya disebabkan kondisi perekonomian negara yang berdampak kepada perekonomian masyarakat. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa budaya berasuransi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat.

Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan lainnya. Sejauh ini kehadiran usaha perasuransian hanya didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUH Dagang) yang mengatur asuransi sebagai suatu perjanjian. Sementara itu usaha perasuransian merupakan usaha yang menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung dan usaha ini juga menyangkut dana masyarakat. Dengan kedua peranan usaha asuransi tersebut, dalam perkembangan pembangunan ekonomi yang semakin meningkat, maka semakin terasa kebutuhan akan hadirnya industri perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan.1

Lahirnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang kemudian disusul dengan beberapa ketentuan pelaksanaan adalah merupakan babak baru bagi perkembangan perusahaan asuransi di Indonesia, selain memberi

1

Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.


(19)

kepastian hukum, perundang-undangan tersebut juga secara umum telah menegaskan posisi dan peranan usaha asuransi dalam pembangunan nasional khususnya dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan tidak luput pula dari berbagai risiko, yang dapat mengganggu hasil pembangunan yang telah dicapai. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan hadirnya perusahaan asuransi yang tangguh sebagai pengalihan risiko kerugian yang dapat timbul karena adanya berbagai macam kejadian yang tak terduga. Kebutuhan akan jasa perusahaan asuransi juga merupakan salah satu sarana finansial dalam tata kehidupan ekonomi rumah tangga baik dalam menghadapi risiko finansial yang timbul sebagai akibat dari risiko yang paling mendasar, yaitu risiko alamiah datangnya kematian, maupun dalam menghadapi berbagai risiko atas harta benda yang dimiliki. Kebutuhan akan hadirnya perusahaan asuransi juga dirasakan oleh dunia usaha mengingat disatu pihak terdapat berbagai risiko yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat menggangu kesinambungan kegiatan usahanya.

Perjanjian asuransi diatur dalam KUH Dagang secara terpisah-pisah yaitu pada Buku Bab IX yang mengatur tentang Ketentuan Umum Asuransi,

Pengertian perjanjian asuransi terdapat pada Pasal 246 KUH Dagang. Ada beberapa pengertian mengenai definisi asuransi antara lain :

1. Definisi asuransi diatur pada Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUH Dagang) Republik Indonesia.

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena


(20)

suatu peristiwa yang tidak tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur, yaitu:

a. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.

b. Pihak penanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tidak tertentu.

c. Suatu peristiwa (accident) yang tidak tertentu (tidak diketahui sebelumnya). d. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena

peristiwa yang tak tertentu.

2. Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack:

Asuransi adalah alat sosial untuk mengurangi risiko, dengan menggabungkan sejumlah yang memadai unit-unit yang terkena risiko, sehingga kerugian-kerugian individual mereka secara kolektif dapat diramalkan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung.

3. Definisi asuransi menurut Prof. Willet:

Asuransi adalah alat sosial untuk mengumpulkan dana guna mengatasi kerugian modal yang tidak tentu, yang dilakukan melalui pemindahan risiko dari banyak individu kepada seseorang atau sekelompok orang.

4. Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green:

Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan menggombinasikan dalam satu pengelolaan sejumlah objek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu.

5. Defenisi asuransi menurut C. Arthur William JR dan Richard M. Heins, yang mendefenisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :

a. asuransi adalah suatu pengamanan terhadap kerugan finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung

b. asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial.

6. Defenisi asuransi menurut Molengraaff

Asuransi kerugian ialah persetujuan dengan mana satu pihak,penanggung mengikatkan dir terhadap yang lain, tertanggung-untuk mengganti kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung,karena terjadinya suatu peristiwa yang telah ditunjuk dan yang belum tentu serta kebetulan,dengan mana tertanggung berjanji untuk membayar premi.2

Ketentuan dalam Pasal 246 KUH Dagang tentang definisi asuransi, ternyata unsur-unsur dalam definisi tersebut hanya untuk satu jenis asuransi saja, yaitu asuransi

2

Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko, PT. Salemba Emban Patria, Jakarta, 2003, hlm. 73-74.


(21)

kerugian, sedangkan asuransi jiwa belum tercakup dalam definisi tersebut. Maka dengan dikeluarkannya UU No.2 Tahun 1992, telah menyempurnakan definisi asuransi dalam Pasal 1 ayat (1) berbunyi :

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan“.

Usaha perasuransian dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha Perasuransian mencakup asuransi kerugian dan asuransi sejumlah uang termasuk antara lain asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh kalimat “penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan“. “Istilah Asuransi dan pertanggungan. berasal dari Bahasa Belanda yaitu “Assurantie“ atau “Verzekering“ dan dalam Bahasa Inggris yaitu “Insurance “.3

“Asuransi yang dalam Bahasa Belanda disebut Verzekering atau Assurantie, disebut dengan pertanggungan, sedangkan terhadap pihak penanggung disebut

3

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan Pokok – pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa, Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, 1980, hlm. 6.


(22)

sebagai Verzekeraar yaitu orang menerima risiko dan terhadap tertanggung disebut dengan Verzekerde yaitu orang mengalihkan risiko yang ada padanya”.4

Ruang lingkup usaha perusahaan perasuransian diatur pada Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam

bidang asuransi kerugian termasuk Reasuransi.

2. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam

bidang asuransi jiwa dan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri dan usaha asuritas, serta menjadi pendiri dan pengurus dana pensiunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dana pensiunan yang berlaku.

3. Perusahaan Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha

pertanggungan ulang.5

Sedangkan bentuk hukum usaha perusahaan perasuransian diatur pada Pasal 7 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah sebagai berikut :

1. Usaha Perasuransian hanya dapat dilakukan oleh Badan Hukum yang

berbentuk:

a) Perusahaan Perseroan (Persero); b) Koperasi;

c) Perseroan Terbatas;

d) Usaha Bersama (Mutual),

2. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), usaha konsultan aktuaria dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perorangan.

3. Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama

(Mutual) diatur lebih lanjut dengan Undang – Undang.6

Pertanggungan dapat dibedakan, yaitu :

a) Pertanggungan secara premi, seorang penanggung yang berdiri sendiri

mengadakan perjanjian pertanggungan dengan tertanggung secara tersendiri.

b) Pertanggungan saling menanggung, beberapa orang yang menghadapi

bahaya yang sama saling mengikatkan dirinya untuk sama-sama

4

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung ; Citra Aditia Bakti, 2006, hlm. 7.

5

Ibid, hlm. 276. 6


(23)

menanggung kerugian yang diderita oleh salah seorang dari mereka. Masing-masing dari mereka menyetorkan sejumlah uang sebagai premi baik sekaligus, maupun secara periodik menurut yang mereka perjanjikan.7

“Polis dalam perjanjian pertanggungan tetap mempunyai arti yang besar bagi pihak tertanggung, sebab polis merupakan bukti yang sempurna atas apa yang diperjanjikan antara tertanggung dengan penanggung, dan tanpa polis pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas”.8

Polis sebagai dokumen yang merupakan alat bukti tidak hanya bagi para pihak saja, tetapi juga bagi pihak ketiga yaitu pihak tertunjuk atau keluarga tertanggung sebagai ahli waris. Undang-undang menentukan bahwa perjanjian asuransi harus ditutup dengan suatu akte, hal ini ditegaskan dalam Pasal 255 KUH Dagang yang berbunyi sebagai berikut : “Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akte yang dinamakan polis”. Polis berfungsi sebagai alat bukti tentang besarnya ganti rugi yang akan diterima oleh tertanggung atau pihak lain yang berkepentingan pada saat terjadinya klaim.

Tanggung jawab atas kerugian pihak lain timbul karena adanya kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan menimbulkan kerugian harta atau personil pihak lain tersebut, baik yang disengaja maupun tidak. Tanggung jawab ini timbul dapat dikatakan sebagai penjabaran dari ungkapan norma kehidupan masyarakat, yaitu

7

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit, hlm. 10-11. 8


(24)

“siapa yang berbuat, dialah yang bertanggung jawab” Tanggung jawab ini disebut juga tanggung jawab yang sah.

Dalam dunia bisnis perasuransian, khususnya dalam hal penutupan asuransi, adalah suatu hal yang prinsip bahwa risiko yang ditutup itu perlu/harus disebarkan agar supaya risiko tersebut tidak akan membebani dirinya sendiri melampaui batas kemampuan daya pikulnya sendiri.

Prinsip tersebut dikenal dengan istilah “prinsip penyebaran risiko” atau “spreading of risk principle”. Dengan penyebaran tersebut berarti sebagian daripada risiko yang ditutupnya itu akan dipikul sendiri sedangkan yang sebagian lagi akan dibagikan kepada perusahaan-perusahaan asuransi lain untuk ikut memikulnya. Untuk penyebaran risiko tersebut terdapat 2 (dua) cara, yaitu : Ko-Asuransi dan Re-Asuransi.

Suatu risiko adakalanya demikian besar sehingga tidak dapat ditanggung sendiri oleh satu perusahaan asuransi saja, sehingga perusahaan asuransi tersebut memerlukan dukungan dari perusahaan-perusahaan asuransi lainnya (ko-asuransi).

Koasuransi adalah asuransi bersama, sedangkan reasuransi adalah asuransi kembali. Kedua-duanya adalah merupakan cara dalam “spreading of risk principle” atau penyebaran risiko. Yang adakalanya kedua sistem tersebut dipakai secara bersamaan, sebagai suatu gabungan kombinasi cara yang perlu dipakai sekaligus.


(25)

Perusahaan asuransi telah memikirkan suatu cara koasuransi lebih dulu sebelum menjalankan reasuransi. Dan apabila koasuransi itu telah dilakukan, maka perusahaan asuransi tersebut hanya akan memikirkan reasuransi untuk bagian yang ditutupnya sendiri itu, yang dalam hal terjadi suatu klaim maka hal itu tidak akan terlalu membebaninya, terutama dalam hal mengusahakan dana untuk pembayaran klaim tersebut sebelum “recovery” dari reinsurer telah diperoleh.

Cara koasuransi ada 2 (dua) macam pula, yaitu koasuransi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan asuransi dengan menggunakan 1 (satu) polis saja. Dan koasuransi yang dilakukan dengan menggunakan polisnya masing-masing untuk sebesar bagian yang ditutupnya, yang dalam hal ini dikenal dengan penutupan koasuransi secara polis berjalan bersama (run in conjunction).

PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) didirikan sebagai realisasi komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekspor non-migas nasional. ASEI yang merupakan badan usaha milik Negara (BUMN) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah RI, didirikan pada tanggal 30 November 1985 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982, tentang Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa

Saat krisis mendera perbankan dan sektor riil, ASEI melakukan terobosan usaha dengan masuk kebisnis asuransi kerugian umum lainnya. Termasuk penjamin seperti surety bonds dan custom bonds.


(26)

”Tujuan PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) adalah turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan Nasional pada umumnya dan membantu kelancaran program peningkatan ekspor nonmigas pada khususnya.”9

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan suatu persoalan yang harus dicari penyelesaiannya, maka permasalahan yang akan dibahas adalah :

1. Bagaimanakah pembagian (share) antara para pihak penanggung dalam masalah

pertanggung jawaban renteng ?

2. Apakah polis sebagai dokumen perjanjian asuransi dengan tertanggung dapat

diberlakukan terhadap pihak ketiga ?

3. Bagaimana wewenang kantor cabang dalam penutupan asuransi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan thesis ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagian masing-masing yang menjadi tanggung jawab para

penanggung dalam maslah pertanggungjawaban renteng;

2. Untuk mengetahui polis sebagai dokumen perjanjian asuransi dengan tertanggung

berlaku juga terhadap pihak ketiga;

3. Untuk mengetahui wewenang kantor cabang dalam menutup asuransi.

9


(27)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran, manfaat dan kontribusi dibidang ilmu hukum baik secara teoretis maupun praktis

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang keperdataan khususnya memperkaya hasanah pengetahuan dalam ruang lingkup hukum asuransi.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi hukum maupun pihak terkait. Juga diharapkan mampu menjawab berbagai pertanyaan penting lainnya seputar dunia perasuransian di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.

Penelitian dengan judul “Pertanggung Jawaban Renteng dalam Perjanjian Asuransi pada PT. (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia terhadap pihak ketiga”, belum pernah ditemukan judul atau penelitiannya. Dengan demikian berarti penelitian ini adalah asli, untuk itu penulis dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.


(28)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

“Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui”.10.

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodelogi aktivitas penelitian dan imajinitas sosial sangat ditentukan oleh teori”.11.

“Teori sebagai perangkat proposisi yang terintekrasi secara sintaktis yaitu

mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk

meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”.12

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.

10

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80. 11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 6. 12

Snelbecker, dalam Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 34-35.


(29)

Salah satu cara penanggulangan risiko melalui pembiayaan adalah dengan mengasuransikan suatu risiko kepada perusahaan asuransi. Cara ini dianggap sebagai metode yang paling penting dalam upaya menanggulangi risiko.

Asuransi artinya transaksi pertanggungan yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung. Penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat/kapan terjadinya. Sebagai kontra prestasinya si tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian persen dari nilai pertanggungan , yang biasa disebut premi.

Menurut teori pengalihan risiko (Risk Transfer Theory), tujuan diadakannya perjanjian asuransi adalah karena tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan yang miliknya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan dia akan menderita kerugian, secara ekonomis, kerugian material akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang dan juga ahli warisnya.

Sumber hukum asuransi adalah :

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata);

2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUH Dagang);

3. Yurisprudensi;


(30)

Aspek hukum dalam perjanjian asuransi adalah :

1. Hukum perjanjian;

2. Perjanjian atau persetujuan; 3. Perikatan;

4. Hakekatnya Suatu perjanjian; 5. Syarat sahnya suatu perjanjian; 6. Perjanjian asuransi;

7. Sifat perjanjian asuransi;

8. Terjadinya dan pembuktian adanya perjanjian asuransi; 9. Polis;

10.Pengertian sepakat dalam perjanjian asuransi; 11.Arbitrase

Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUH Dagang. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka disamping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam kitab Undang-undang hukum Dagang. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan isi Pasal tersebut, ada 4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu dan kausa yang halal. Syarat yang diatur dalam KUH Dagang adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251 KUH Dagang, yakni ;


(31)

1. Kesepakatan (consensus)

Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi :

a. Benda yang menjadi objek asuransi; b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi;

c. Evenemen (adalah peristiwa terhadap mana benda itu dipertanggungkan)

dan anti kerugian;

d. Syarat-syarat khusus asuransi;

e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis. 2. Kewenangan (authority)

Kedua pihak tertanggung dan penanggung berwenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh Undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada dibawah perwalian (Trusteeship), atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili Perusahaan Asuransi berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.


(32)

3. Objek tertentu (fixed object)

Objek tertentu dalam Perjanjian Asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan. Dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada Perjanjian Asuransi Kerugian.

4. Kausa yang halal (legal cause)

Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang Undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Contoh asuransi yang berkausa tidak halal adalah mengasuransikan benda yang dilarang Undang-undang untuk diperdagangkan, mengasuransikan benda, tetapi tertanggung tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya spekulasi yang sama dengan perjudian. Asuransi bukan perjudian.

Dalam perasuransian ada beberapa prinsip utama yang penting untuk diketahui, karena prinsip–prinsip ini yang menjadi dasar menjalankan usaha perasuransian yaitu :

I. Itikad terbaik (Utmost Good Faith)

Penanggung mempunyai keterbatasan untuk dapat memeriksa barang pertanggungan. Hal yang ingin diketahui oleh penanggung hanya diketahui oleh tertanggung. Jika tertanggung tidak memberikan keterangan secara lengkap, maka penanggung akan memikul risiko yang salah atau keliru, sehingga menimbulkan suatu risiko yang sangat besar bagi penanggung bilamana suatu risiko yang tak tentu itu benar-benar terjadi.13

13


(33)

“Sudah seharusnya kepercayaan dari pihak penanggung diimbangi oleh tertanggung dengan itikad baik, yaitu dengan memberitahukan semua data dan keterangan yang diketahuinya mengenai barang yang akan ditutup asuransinya”.14 Oleh karena itu perjanjian pertanggungan, sepanjang menyangkut semua pihak yang berkepentingan secara hukum dianggap sebagai sebuah perjanjian atas dasar itikad baik. Tertanggung harus memberikan semua keterangan yang seyogianya diketahuinya akan mempengaruhi risiko, meskipun ia tidak diminta secara khusus untuk memberikan keterangan yang dimaksud. “Penanggung pertama maupun penanggung kedua (penanggung ulang / Reasuransi) harus beritikad baik, jika tidak, maka perjanjian dapat dibatalkan”.15.

II. Kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest)

“Perlu diperhatikan ketentuan yang mengatakan bahwa tiap-tiap pertanggungan supaya berlaku sah haruslah mempunyai kepentingan sebagai dasarnya, dengan sanksi bahwa pertanggungan itu batal jika kepentingan tidak ada”.16.

Berdasarkan isi Pasal 250 KUH Dagang kepentingan harus sudah ada pada saat diadakannya pertanggungan. Ini berarti bahwa apabila saat membuat perjanjian pertanggungan, tertanggung tidak mempunyai kepentingan jika dikemudian hari terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka penanggung tidak berkewajiban membayar ganti kerugian. Apabila lenyapnya benda yang

14

Radiks Purba, Mengenal Asuransi Angkatan Darat dan Udara, Djembatan, Jakarta 1997, hlm.23

15

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pertanggungan Jilid 6, Penerbit Djembatan, Jakarta, 1990, hlm. 92

16


(34)

dipertanggungkan seperti diuraikan diatas, pihak tertanggung yang berkepentingan akan mendapatkan ganti kerugian dari penanggung. Tetapi hak itu hanya sampai jumlah nilai kepentingannya.

III. Jaminan atas Ganti Rugi (Indemnity)

Prinsip keseimbangan atau prinsip indemnitas adalah prinsip ganti rugi. Isi daripada prinsip indemnitas adalah keseimbangan, seimbang antara jumlah ganti kerugian dengan kerugian yang benar–benar diderita oeh tertanggung, keseimbangan antara jumlah pertanggungan dengan nilai sebenarnya dari benda pertanggungan.

“Prinsip ini berlaku bagi asuransi kerugian tetapi tidak berlaku bagi asuransi jiwa, sebab pada asuransi jiwa prestasi penanggung adalah membayar sejumlah uang

seperti yang ditetapkan pada saat perjanjian ditutup”.17. Tujuan prinsip

keseimbangan ini adalah memulihkan kembali tertanggung dalam keadaan seperti sediakala setelah terjadinya peristiwa yang dipertanggungkan itu. Jadi perjanjian itu adalah perjanjian penggantian kerugian.

IV. Kepercayaan (Trustful)

Dalam asuransi diperlukan kepercayaan dari penanggung, karena apabila tidak ada kepercayaan terhadap penanggung maka bisnis asuransi akan gagal, dilain pihak penanggung dituntut percaya atas objek pertanggungan, karena tidak mungkin penanggung akan memeriksa begitu banyak jenis objek tanggungan.

17


(35)

Pada umumnya penanggung mempersilahkan tertanggung menghitung segala objek pertanggungan.

Jenis-jenis asuransi didalam praktek yang diatur didalam KUH Dagang, adalah :

a. Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran;

b. Asuransi kecelakaan;

c. Asuransi terhadap kerugian perusahaan;

d. Asuransi atas pertanggung jawaban seorang pada kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atas bawahannya; e. Asuransi kredit, asuransi ini sekarang banyak dikenal didalam praktek yang

maksudnya menanggung kerugian yang timbul atau diderita berhubung debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank;

f. Asuransi atas kerugian yang diderita suatu perusahaan (Bedrijfsvezekering);

g. Asuransi wajib kecelakaan penumpang yang diatur di dalam UU No. 33

Tahun 1964;

h. Asuransi atas kecelakaan lalu lintas jalan, yang diatur didalam UU No. 34

Tahun 1964; i. Dan lain – lain.18

“Yang termasuk asuransi kerugian diantaranya adalah asuransi muatan kapal, rangka kapal, penerbangan, kebakaran, kontraktor, pemasangan mesin, mesin, uang dalam khazanah dan uang dalam perjalanan, kendaraan bermotor, kecelakaan diri, tanggung gugat, biaya masuk rumah sakit, satelit”.19

Produk asuransi kerugian, dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Asuransi kebakaran

b. Asuransi pengangkutan barang :

1) Pengangkutan Darat;

2) Pengangkutan Laut;

3) Pengangkutan Udara;

4) Pengangkutan Terpadu.

18

Djoko Prakoso, Hukum Asuransi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 6 19

H. Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk – bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2005, hlm. 14 - 15


(36)

c. Asuransi Kapal 1) Kapal Laut (Hull ); 2) Kapal Udara (Aviation);

d. Asuransi Engineering

1) Contractor’s All Risk Insurance; 2) Erection’s All Risk Insurance;

3) Machinery Breakdown all Risk Insurance;

4) Electronic Equipment All Risk Insurance; 5) Deteroration As Stock All Risk Insurance. e. Asuransi Varia ( aneka ) :

1) Asuransi Kendaraan Bermotor;

2) Asuransi Kebongkaran;

3) Asuransi Pesawat Televisi.

Perjanjian asuransi merupakan dasar hubungan hukum yng mengikat antara pihak tertanggung dan penanggung. Hubungan hukum yang mengikat tersebut akan menimbulkan suatu perikatan. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutannya itu.20

“Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang sisinya di satu pihak hak, sedangkan dipihak lain adalah kewajiban, tidak dapat dipisahkan karena tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”.21

20

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta. 1987, hlm. 1. 21

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 41


(37)

“Perjanjian asuransi (Contract Of Indemnity) berlangsung antara dua pihak yang berkepentingan, yaitu antara Penanggung (Insurer, Underwriter) dengan yang tertanggung (Assured)”.22

Isi Pasal 225 ayat (1) KUH Dagang bahwa perjanjian pertanggungan harus dibuat dengan sebuah akte yang disebut dengan “polis”.23. Namun tidak diartikan bahwa polis didalam perjanjian pertanggungan itu merupakan suatu syarat untuk adanya perjanjian pertanggungan yang dimaksud.

Pasal 255 KUH Dagang menerangkan bahwa fungsi polis sebagai alat bukti yang kuat dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan. Sehingga dari ketentuan Pasal ini, seakan-akan polislah sebagai satu-satunya alat bukti untuk membuktikan adanya perjanjian asuransi. Pasal ini harus dihubungkan dengan Pasal 257 KUH Dagang jo. Pasal 258 KUH Dagang.

Pasal 257 KUH Dagang menerangkan lebih lanjut, yaitu :

1. Perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup, hak-hak dan kewajiban-kewajiban bertimpal balik dari sipenanggungdan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani;

2. Ditutupnya perjanjian menerbitkan kewajiban bagi si penanggung untuk

menandatangani polis tersebut, dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkan pada si tertanggung.24

22

Radiks Purba, Asuransi Angkatan Laut, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 1 23

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.cit, hlm. 693; Polis adalah surat perjanjian antara orang yang masuk asuransi dan perseroan asuransi. Sedangkan Polis Asuransi adalah kontrak tyertulis antara maskapai asuransi dengan pihak yang dijamin yang menurut persyaratan dan ketentuan perjanjian.

24

R. Subekti , dkk, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Kepailitan, Op.cit, hlm. 76.


(38)

Polis mempunyai kedudukan yang penting dalam perjanjian asuransi, karena memiliki beberapa fungsi penting sebagai berikut :

a. Sebagai bukti, berlaku bagi penanggung dan tertanggung tentang hak dan

kewajiban dalam perjanjian pertanggungan; b. Sebagai surat yang berharga untuk pihak ketiga;

c. Sebagai alat bukti tentang besarnya ganti rugi saat terjadinya klaim;

d. Sebagai alat bukti tentang lokasi atau tempat objek yang dipertanggungkan; e. Sebagai jaminan bagi penanggung dalam memberikan pinjaman kepada tertanggung.

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.

“Asuransi atau pertanggungan, selalu mengandung pengertian adanya suatu risiko/risk”. Risiko terjadi belum pasti karena masih tergantung pada suatu peristiwa yang belum pasti. Pengertian asuransi selalu didukung dengan pengertian risiko, seperti pendapat para sarjana dibawah ini :

a. James L. Athearn mengatakan bahwa “When a family risk manager evaluates the

risks associated with family exposures to lose, ... “(yang intinya kurang lebih :

asuransi itu adalah satu institut yang direncanakan guna menangani risiko ...).25

b. Robert I. Mehr & Emerson Cammack mengatakan bahwa “Insurance is

purchased to offset the risk resulting from perils which expose a person to loss. ...


(39)

“(yang intinya kurang lebih : suatu pemindahan risiko iru lazim disebut sebagai asuransi).26

c. David L. Bickelhaupt mengatakan bahwa “A logical basis for such understanding

is the concept of risk, ... (yang intinya kurang lebih : fondasi dari suatu asuransi itu tidak lainadalah masalah risiko...).27

d. Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa “pertanggungan mempunyai

tujuan pertama-tama ialah mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa....”.28

Dari pendapat para sarjana tersebut tergambar dengan jelas sesungguhnya asuransi itu adalah suatu usaha guna menanggulangi adanya risiko. Dari pengertian tersebut dapat pula diketahui bahwa secara luas siapapun pasti mempunyai risiko.

Prinsip hukum dalam kontrak asuransi membantu menjelaskan pemikiran tentang dasar-dasar kontrak asuransi. Pemahaman karakteristik prinsip-prinsip itu akan membantu konsumen asuransi dalam membaca kontrak asuransi serta mendalami konsepsi hukum yang melatarbelakangi kontrak asuransi pada umumnya.

Prinsip-prinsip hukum dalam kontrak asuransi adalah sebagai berikut : 1. Personal Nature

Kontrak asuransi bersifat pribadi (Personal) dan mengikuti pribadi itu, bukan mengikuti harta yang diasuransikan. Itu berarti bahwa yang diasuransikan itu adalah kerugian yang diderita oleh orang, bukan kerugian harta itu sendiri.

26

Robert I. Mehr and Emerson Cammack, Principles of Insurance, Home Wood Illinois Richard D Irwin lnc, 1980, p.16

27

David L. Bickelhaupt, General Insurance, Home Wood Illinois Richard D Irwin lnc, 1979, p. 5.

28


(40)

2. Conditional Nature

Kewajiban untuk melaksanakan isi kontrak baru timbul apabila pihak kedua memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak. Jadi, kontrak asuransi bersyarat, berarti penanggung hanya berkewajiban membayar santunan bila syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak terpenuhi.

3. Strict Compliance Nature

Kontrak asuransi bersifat adhesi, artinya kontrak dirumuskan oleh penanggung. Sedangkan pihak tertanggung tidak mempunyai kesempatan untuk merumuskan isinya dan menentukan kalimat atau kata-katanya. Tidak ada tawar-menawar, pihak tertanggung tinggal menerima atau menolaknya.

4. Indemnity Nature

Kebanyakan kontrak asuransi kerugian dan kontrak asuransi kesehatan merupakan kontrak indemnity atau “kontrak penggantian kerugian”. Penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang nyata diderita tertanggung, dan tidak lebih besar daripada kerugian itu.

5. Insurable Interest

Sangat erat hubungannya dengan konsep indemnity adalah perlunya unsur

insurable interest dalam setiap kontrak asuransi. Insurable interest adalah hak

atau adanya hubungan dengan persoalan pokok dalam kontrak, seperti menderita kerugian finansial sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian, atau kehancuran suatu harta. Tanpa insurable interest, suatu kontrak akan merupakan kontrak taruhan atau kontrak perjudian.

Pada asuransi kerugian, syarat insurable interest harus dapat dipenuhi pada waktu terjadi kerugian. Sedangkan pada asuransi jiwa, persyaratan itu hanya diperlukan pada saat pembuatan kontrak. Liability (tanggungjawab) menciptakan banyak

insurable interest.

6. Hak Subrogasi (Subrigation Rights)

Pada umumnya, seseorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggungjawab atas kerusakan/kerugian itu. Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung

7. Konsep Penyembunyian (Concealment Concept)

Kontrak asuransi seharusnya dibuat berdasarkan ihtikat baik (utmost good faith). Karena itu kedua belah pihak tidak akan mempraktekkan penyembunyaian (concealment) fakta pokok resiko yang diketahuinya.

8. Konsep Representasi (Representations Concept)

Representation adalah suatu pernyataan yang dibuat tertanggung kepada

penanggung pada waktu atau sebelum pembuatan kontrak. 9. Konsep Jaminan (Warranties Concept)

Dalam banyak hal, tertanggung itulah satu-satunya orang yang mengetahui fakta-fakta resiko. Perusahaan asuransi memasukkan informasi yang diberikan tertanggung kedalam perjanjian asuransi, maka informasi itu dinamakan

warranties.29

29


(41)

Produk asuransi merupakan produk yang tak berwujud yaitu berupa janji yang dituangkan dalam sebuah surat perjanjian (kontrak) asuransi yang biasa disebut polis. Jadi, asuransi pada dasarnya tergantung atas prinsip hukum dari kontrak.

2. Konsepsi

”Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud”.30

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalah dan kerangka konsep teoretisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian. ”Konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, menentukan antara variable-variable yang lain, menentukan adanya hubungan empiris”.31

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut : a. Pertanggungjawaban

“Pertanggungjawaban merupakan suatu kewajiban untuk menebus pembalasan dendam dari seseorang yang terhadapnya telah dilakukan suatu tindakan kerugian

30

Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 107-108.

31

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utara, Jakarta, 1997, hlm. 21.


(42)

(injury) baik oleh orang yang disebut pertama itu sendiri maupun oleh suatu yang ada dibawah kekuasaannya”.32

“Tanggungjawab ialah kewajiban, wewenang, dan hal yang melekat pada suatu kedudukan”.33

Tanggungjawab adalah kewajiban yang dibebankan oleh hukum (Undang-undang) kepada subjek hukum untuk melakukan sesuatu.

b. Tanggungjawab Renteng

Tanggungjawab renteng adalah suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antar beberapa orang berpiutang, jika didalam persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi diantara beberapa orang berpiutang tadi.34

“Istilah tanggung-menanggung atau tanggung renteng dalam bahasa Indonesia sebetulnya hanya “hoofdelijkheld” mengenai pihak berwajib, akan tetapi penulis akan memakai istilah itu juga bagi “hoofdelijkheld” mengenai pihak berhak”.35 “Hoofdelijke Verbintenis” adalah perikatan tanggung-menanggung, perikatan tanggung renteng, suatu perikatan dimana beberapa orang bertanggungjawab secara tanggung-menanggung kepada kreditur atau sebaliknya”.36

“Asuransi tanggung gugat adalah jenis asuransi yang mempertanggungkan kerugian materil akibat tanggungjawab hukum kepada pihak lain”.37

32

Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1982, hlm. 80. 33

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hlm. 619. 34

Pasal 1278 KUH Perdata 35

R Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Jakarta, 2000, hlm. 70.

36

J. C. T. Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm.65. 37

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Panduan Agen Asuransi Umum, AAUI, Jakarta, 2004, hlm. 169.


(43)

c. Asuransi Tanggung Gugat

“Adalah menjamin atau melindungi tertanggung dari beban yang disebabkan adanya tanggungjawab hukum atau tanggung gugat dari pihak ketiga baik yang bersifat badaniah (bodily injury), maupun yang bersifat kebendaan (property

damage) yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati”.38

d. Perjanjian

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.39

e. Perjanjian Asuransi

“Perjanjian asuransi adalah suatu perjanjian konsensial artinya dapat diadakan sah hanya berdasarkan persesuaian kehendak (kata sepakat) antara pihak-pihak tanpa perlu terikat pada suatu bentuk”.40

f. Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.41

g. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

“BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan”.42

38

Wibowo Wirosudiro, Pengetahuan Asuransi Kerugian, Lembaga Pendidikan Asuransi Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 108.

39

Pasal 1313 KUH Perdata. 40

Djoko Prakoso, Iketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta 2004, hlm. 28.

41

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 42


(44)

h. PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI)

“PT. ASEI adalah salah satu badan usaha milik Negara (BUMN) yang menunjang ekspor non-migas dan asuransi kerugian”.43

i. Asuransi

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembeyaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.44

j. Premi

“Premi adalah pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagai imbalan jasa atas pengalihan risiko kepada penanggung”.45

k. Risiko

“Risiko adalah ketidaktentuan atau uncertainty yang mungkin melahirkan kerugian (loss)”.46

l. Objek Asuransi

“Objek Asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggungjawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi atau berkurang nilainya”.47

43

Supardjono, Perasuransian di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hlm. 250.

44

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 45

Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko, Op.cit, hlm. 127. 46

Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 4. 47


(45)

m. Tertanggung

“Tertanggung adalah orang atau badan usaha yang mempertanggungjawabkan harta bendanya atau asuransi jieanya kepada penanggung”.48

n. Penanggung

“Penanggung adalah perusahaan asuransi yang menerima pertanggungan harta benda atau pertanggungan jiwa dari tertanggung”.49

o. Perusahaan Asuransi

”Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, agen asuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi dan perusahaan konsultan aktuaris”.50

p. Polis

“Suatu tanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akte yang dinamakan polis”.51

”Polis adalah akte mengenai perjanjian asuransi”.52

”Polis asuransi adalah dokumen yang memuat kontrak antara pihak yang ditanggung dengan perusahaan asuransinya”.53

48

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Op.cit, hlm. 83. 49

Ibid, hlm. 83 50

Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 51

Pasal 255 KUH Dagang. 52

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Op.cit, hlm. 85. 53


(46)

q. Klausul

“Klausul adalah butir-butir perjanjian yang ditetapkan pada polis (ada yang dicetak langsung dalam polis dan ada juga yang dicetak tersendiri dan dilampirkan pada polis)”.54

r. Endorsemen

“Endorsemen adalah surat tambahan yang merupakan bagian dariu polis yang

dibuat tersendiri dengan menyatakan perubahan isi perjanjian yang tercantum pada polis”.55

s. Perusahaan Reasuransi

“Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa”..56

t. Coinsurance (ko-asuransi)

“Ko-asuransi adalah suatu bentuk penutupan asuransi dimana penanggungnya lebih dari satu perusahaan”.57

u. Klaim (Claim)

“Claim merupakan tuntutan yang diajukan tertanggung kepada perusahaan asuransi atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat hilang atau rusaknya suatu benda yang dipertanggungkan”.58

54

Ibid, hlm. 85 55

Ibid, hlm. 85 56

Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 57

Safri, Ayat, Kamus Praktis Asuransi, Erlangga, Jakarta, 1996, hlm. 76. 58


(47)

v. Pihak Ketiga (Third Party Liability)

“Pihak Ketiga adalah 1 (satu) orang lain yang tidak ikut serta”.59

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ronald Dworkin menyebut metode penelitian normative juga sebagai penelitian doctrinal ( doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is

decided by the judge through judicial process.

“Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.”60

Kemudian dari semua data yang didapat akan dianalisis secara kualitatif, yang bertujuan untuk mengungkapkan permasalahan dan memahami dari kebenaran data yang ada. Semua data, fakta dan keterangan yang diperoleh berdasarkan langkah penelitian tersebut kemudian diolah dan dianalisis, serta dirangkumkan secara keseluruhan untuk dituangkan kedalam tulisan ini.

59

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, 2002, hlm. 871

60 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990, hlm. 11


(48)

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah metode pendekatan penelitian ‘yurudis normatif, yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas. “Penelitan hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder”.61

3. Metode Pengumpulan Data

Sebagai penelitian hukum normatif, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library

research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran

konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telahaan penelitian ini. Jadi penelitian ini dilakukan dengan batasan penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka saja yaitu berupa data sekunder.

“Data sekunder yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunaka berupa norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku, makalah dan hasil penelitian di bidang hukum”.62

61

Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 13.

62

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 122


(49)

Bahan utama dari penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa :

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat, berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa buku-buku hasil penulisan, jurnal, makalah, artikel, surat kabar, internet yang berkaitan dengan objek penulisan ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum dan jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Studi Dokumen, untuk mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya

dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan Hukum Perasuransian yang selanjutnya digunakan sebagai kerangka teoritis untuk penelitian dilapangan.


(50)

2. Wawancara, dilakukan dengan pedoman wawancara informan yang telah ditetapkan dengan memilih model wawancara langsung (tatap muka), yang terlebih dahulu dibuat pedoman wawacara dengan sistematika berdasarkan pokok bahasan, kepada Pejabat PT. Asuransi Ekspor Indonesia Cabang Medan.

5. Analisis Data

Data sekunder yang telah dianalisis dengan pengolahan data yang meliputi kegiatan analisa data menggunakan metode analisis kualitatif dengan logika deduksi, yaitu berfikir dari hal umum menuju spesifik, atau pemikiran dimulai dari hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus yang menggunakan perangkat normatif yang interpretasi dan kontruksi hukum, sehingga analisis data diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.


(51)

BAB II

PEMBAGIAN/SHARE ANTARA PARA PIHAK PENANGGUNG DALAM PERTANGGUNGJAWABAN RENTENG

A. Pertanggungjawaban Renteng

Isi Pasal 1278 KUH Perdata adalah : Suatu perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa orang yang berpiutang, jika didalam perjanjian secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang. sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi antara orang yang berpiutang tadi.

Pertanggungjawaban renteng sering juga disebut pertanggungan saling menanggung. Dari sudut ekonomi, pertanggungan kerugian itu besar sekali artinya bagi perusahaan-perusahaan yang mempunyai resiko besar. Dapat dikatakan, bahwa perusahaan besar tidak dapat lancar dilaksanakan tanpa adanya lembaga pertanggungan karena tujuan utama pertanggungan itu adalah untuk mengalihkan resiko tertanggung kepada penanggung. Untuk tujuan ini, mula-mula ada lembaga hukum yang disebut pertanggungan saling menanggung (ondonderlinge verzekering) sebagai yang diatur dalam Pasal 286 KUH Dagang. Pertanggungan ini berbentuk suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok orang atau pengusaha-pengusaha. yang sama-sama diancam oleh satu jenis bahaya yang sama. Mereka membagi-bagi resiko yang mereka hadapi bersama-sama itu dengan cara bersama-sama mengikatkan diri Fadilla Agustina : Pertanggungjawaban Renteng Dalam Perjanjian Asuransi Pada PT. (Persero)


(52)

untuk memikul kerugian yang timbul karena bahaya yang sama itu, yang menimpa salah seorang dari anggota atau pemimpin dari kelompok tersebut. Memikul kerugian secara bersama-sama itu dilakukan dengan cara :

a. Kerugian yang diderita dalam satu jangka waktu tertentu (3 bulan, 6 bulan atau 12 bulan), dibagi sama rata antara anggotanya.

b. Masing-masing anggota membayar uang premi tiap-tiap tahun, dengan mana kerugian yang timbul dapat diganti.

Pertanggungan semacam ini tidak diatur dalam KUH Dagang, hanya disinggung saja, yaitu dalam Pasal 286 KUH Dagang.

Isi Pasal 286 KUH Dagang adalah : “Suatu perikatan adalah tanggung-menanggung-tanpa memedulikan prestasi dapat atau tidak dapat dibagi, jika setiap debitor berkewajiban menyerahkan (atau setiap kreditor berhak atas) seluruh prestasi, dan dengan pembayaran oleh salahsatu debitor atau penerimaan oleh suatu kreditor perikatan hapus untuk semua pihak.”63

“Tanggung Renteng Aktif adalah perikatan tanggung renteng yang pihaknya terdiri dari beberapa orang kreditor itu dinamakan perikatan tanggung renteng aktif . Hak pilih adalah pada debitur.”64

“Tanggung Renteng Pasif adalah terjadinya suatu perikatan tanggung-menangggu di antara orang-orang yang berhutang, yang mewajibkan mereka melakukan suatu hal yang sama.”65

63

Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2007, hlm. 397.

64

Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman. SH, (et al), Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, hlm. 49-50.

65

Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman. SH, Aneka Hukum Bisnis , Alumni, Bandung 2005, hlm. 15.


(53)

“Pertanggungan saling menanggung ini berbeda dengan pertanggungan yang diatur dalam KUH Dagang. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut :

1. Bahwa anggota tidak perlu mengeluarkan uang, yang dalam

pertanggungan biasa merupakan keuntungan penanggung, yang dimasukkan dalam perhitungan uang premi, dan harus dibayar oleh tertanggung.

2. Bahwa sifat kepribadiannya sangat kuat, sehingga masing-masing anggota itu saling mengenal, yang berakibat bahwa dalam bidang pengawasan lebih terjamin daripada pertanggungan biasa, misalnya mengenai “pemberitaan” dan mengenai perhitungan yang dimajukan oleh masing-masing anggota.”66

Pasal 286 ayat 1 KUH Dagang berbunyi sebagai berikut “pertanggungan saling menanggung diatur menurut perjanjian-perjanjian dan reglemen-reglemen yang bersangkutan dan apabila kurang lengkap, menurut asas-asas hukum pada umumnya”.

“Dalam hukum perjanjian ada suatu aturan,bahwa tiada perikatan dianggap tanggung menanggung, kecuali hal itu dinyatakan (diperjanjikan) secara tegas, ataupun ditetapkan oleh Undang-Undang.”67

Jenis pertanggungan saling menanggung ini lama kelamaan didesak oleh pertanggungan jenis pertanggungan premi dimana seorang penanggung yang berdiri sendiri mengadakan perjanjian pertanggungan dengan beberapa orang penanggung, yang masing-masing berdiri sendiri pula. Dalam sistematik pengaturan hukum pertanggungan dalam KUH Dagang, pertanggungan saling menanggung atau pertanggungjawaban renteng itu termasuk jenis pertanggungan kerugian. Dalam pertanggungan jenis ini seorang penanggung mengadakan perjanjian dengan beberapa orang penanggung, hal ini dapat ditinjau dari dua sudut :

66

HMN Purwosutjipto, SH, Op.cit, hlm. 116 67


(54)

1. Dari sudut yuridis, perjanjian itu harus ditinjau sendiri-sendiri, antara penanggung dengan tertanggung.

2. Dari sudut ekonomi, maka seorang penanggung yang mengadakan perjanjian dengan beberapa orang penanggung itu mempunyai arti sebagai pembagian risiko atau untuk menghilangkan ataupun mengurangi risiko yang diderita.

Sebagai contoh dapat dikemukakan suatu bentuk penutupan asuransi atas pekerjaan konstruksi pada Cambridge Hotel (PT MEDAN GLOBAL TOWN SQUARE) yang terletak di Jl. S Parman Medan, Sumatera Utara. Polis yang digunakan adalah polis Contractor All Riks (Polis Risiko Pekerjaan Konstruksi). Dalam polis ini terdapat 2 risiko kerugian yang dijamin oleh perusahaan asuransi yaitu resiko kerugian akibat rusaknya fisik bangunan yang sedang dikerjakan (Material Damage), serta kerugian yang timbul kepada pihak ketiga (Third Party

Liability) yang berada didalam lingkungan proyek konstruksi tersebut.

Untuk risiko Material Damage nilai kerugian yang dijamin dibatasi untuk tiap-tiap tahapan pekerjaan, misal :

1. Pekerjaan Penimbunan = Rp. 10.000.000.000,00

2. Pekerjaan Pemadatan Tanah = Rp. 15.000.000.000,00 3. Pekerjaan Penggalian Tanah = Rp. 4.000.000.000,00 4. Pekerjaan Struktur Bangunan = Rp. 220.000.000.000,00 5. Pekerjaan Mesin dan Listrik = Rp. 150.000.000.000,00 --- + Total Nilai Pertanggungan = Rp. 399.000.000.000,00


(55)

Untuk Third Party Liabilty nilai kerugian maksimal yang dijamin dibatas untuk tiap-tiap kerugian yang timbul terhadap :

1. Luka-luka pada orang = Rp. 100.000.000,00 (per kecelakaan)

2. Rusaknya hak milik = Rp. 1.000.000.000,00

Tertanggung telah menentukan bahwa asuransi yang menutup kondisi diatas adalah PT Asuransi Bintang, hal ini didasarkan pertimbangan internal Tertanggung.

Sesuai kapasitas yang dimiliki oleh PT. Asuransi Bintang, maka kemampuan maksimal yang dapat ditutup adalah sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Total Nilai Pertanggungan, maka sisa sebesar 70% (tujuh puluh persen), ditawarkan kepada perusahaan-perusahaan asuransi lainnya dalam bentuk Lembar Penyertaan Penutupan (Placing Slip). Perusahaan asuransi yang mendapatkan Placing Slip akan memberikan konfirmasi mengenai kesediaannya untuk ikut berpartisipasi dalam penutupan tersebut dan masuk sebagai anggota dari Panel Koasuransi (gabungan beberapa asuransi dalam menutup satu objek asuransi atas timbulnya kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa/petaka). Dalam contoh diatas, konfirmasi yang didapat PT Asuransi Bintang selaku Pemimpin Panel Koasuransi (Leader) adalah :

Tabel 1. Konfirmasi Yang Didapat PT Asuransi Bintang Selaku Pemimpin Panel Koasuransi (Leader)

No Nama Asuransi Bagian

(Share)

Status dalam Panel Koasuransi

1. PT Asuransi Bintang 30% Leader

2. PT Asuransi Ekspor Indonesia 20% Member

3. PT Asuransi Ramayana 15% Member

4. PT Asuransi Tripakarta 10% Member

5. PT Asuransi Dayin Mitra 10% Member

6. PT Asuransi Wahana Tata 10% Member

7. PT Asuransi Mega 5% Member


(56)

Dengan telah dipenuhinya komposisi Panel Koasuransi sebesar 100%, maka secara langsung segala hal yang terkait dengan pertangungjawaban atas penerimaan premi dan pertanggungjawaban kewajiban pembayaran klaim adalah bersifat renteng sesuai dengan bagian (share) yang disepakati oleh anggota dari Panel Koasuransi.

Karena pertanggungan saling menanggung itu termasuk jenis pertanggungan kerugian, maka ada beberapa pedoman yang memerlukan perhatian :

1. Pertanggungan kerugian itu adalah suatu perjanjian timbal balik, dengan mana penanggungan berkewajiban untuk mengganti kerugian, sedangkan tertanggung berkewajiban untuk membayar uang premi, jadi tidak mungkin ada pertanggungan kerugian tanpa premi.

2. Ganti kerugian dalam pertanggungan kerugian harus merupakan uang dan tidak boleh berwujud benda atau jasa. Pertanggungan yang memberikan ganti kerugian berwujud benda atau jasa bukanlah pertanggungan kerugian.

3. Perjanjian pertanggungan kerugian itu bersifat konsensual murni, artinya pertanggungan terbentuk, bila setelah ada persetujuan kehendak dari para pihak (Pasal 257 ayat 1 KUH Dagang)

4. Pertanggungan kerugian itu dikuasai oleh asas “Indemnitas” atau asas “keseimbangan”, menurut asas mana, orang yang berkepentingan tidak boleh mendapat keuntungan dari perjanjian pertanggungan itu, tetapi dia hanya dapat memperoleh ganti kerugian sebesar kerugian yang benar-benar diderita oleh tertanggung.68

B. Reasuransi dan Koasuransi

Reasuransi adalah merupakan bagian dari pada asuransi. “Reasuransi merupakan teknik bagi suatu perusaaan asuransi yang mendapatkan asuransi terhadap kerugian/malapetaka yang luar biasa”69

68

HMN Purwosutjipto, SH, Op.cit, hlm. 117. 69


(57)

Keberadaannya itu timbul karena adanya asuransi, dengan perkataan lain tidak akan ada reasuransi kalau asuransi itu sendiri tidak ada. Walaupun demikian reasuransi itu merupakan suatu hal yang sangat penting bahkan sangat vital dalam kehidupan asuransi, sampai-sampai dikatakan bahwa reasuransi itu adalah jantungnya perusahaan asuransi. Demikian pentingya reasuransi itu sehingga apabila reasuransi itu tidak dijalankan maka perusahaan asuransi yang bersangkutan tidak akan mampu mempertahankan hidupnya, dan lambat laun akan mengalami kebangkrutan. Dalam dunia bisnis perasuransian, khususnya dalam penutupan asuransi adalah suatu hal yang prinsip bahwa resiko yang ditutup itu perlu atau harus disebarkan agar supaya resiko tersebut tidak akan membebani dirinya sendiri melampaui batas kemampuan daya pikulnya sendiri. Prinsip tersebut dikenal dengan istilah “Prinsip penyebaran risiko” atau “Spreading of Risk Principle”. Dengan penyebaran tersebut maka berarti sebagian daripada risiko yang ditutupnya/dijamin itu akan dipikul sendiri sedangkan sebagian lagi akan dibagikan kepada perusahaan-perusahaan asuransi lain untuk ikut memikulnya. Untuk penyebaran risiko tersebut terdapat 2 (dua) cara, yaitu : Koasuransi dan Reasuransi. Koasuransi adalah asuransi bersama, sedangkan Reasuransi adalah asuransi kembali. Risiko bermacam-macam yang besar dan ada yang kecil, resiko yang besarlah yang memerlukan reasuransi, karena risiko yang tersebut besarnya melebihi jumlah batas kemampuan (daya pikul) sendiri perusahaan asuransi.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, mendefenisikan usaha reasuransi sabagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi


(58)

ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi. Kegiatan usaha asuransi dan reasuransi merupakan kegiatan usaha yang bersambungan. Persambungan tersebut dapat dilihat pada kedudukan penanggung. Pada perusahaan Asuransi, penanggung menerima pengalihan risiko dari tertanggung, pada perusahaan Reasuransi, penanggung ulang menerima pengalihan risiko dari penanggung, jadi kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam reasuransi. Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung ulang didasarkan pada perjanjian.

Reasuransi (asuransi ulang) adalah perjanjian antara penanggung (insurer) dan penanggung ulang (reinsure), berdasarkan perjanjian tersebut penanggung ulang menerima premi dari penanggung yang jumlahnya ditetapkan lebih dulu, dan penanggung ulang bersedia untuk membayar ganti kerugian kepada penanggung, bilamana dia membayar ganti kerugian kepada tertanggung sebagai akibat asuransi yang dibuat antara penanggung dan tertanggung, ini berarti bahwa dalam perjanjian reasuransi penanggung mengasuransikan lagi risiko yang menjadi tanggungannya itu kepada penanggung ulang, jadi terdapat asuransi berurutan dan bertingkat.70

Reasuransi adalah proses asuransi kembali atau asuransi ulang, sedangkan koasuransi adalah merupakan proses asuransi secara bersama-sama. Keduanya adalah merupakan dalam penyebaran risiko (Spreading Of Risk)

Fungsi, manfaat dan kegunaan yang dapat diperoleh dari ko asuransi yaitu : 1. Menaikkan kapasitas kemampuan untuk menutup resiko atas suatu objek

pertanggungan (akseptasi) perusahaan asuransi. 2. Menunjang stabilitas keuangan perusahaan asuransi 3. Sebagai alat untuk menyebarkan risiko

70


(1)

profesional dibidangnya, sehingga putusan atas nilai klaim yang dibayarkan adalah sudah melalui perhitungan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mengetahui apakah luasnya penjaminan yang dicover dalam suatu polis, termasuk atas tanggung jawab pihak ketiga, maka perlu diperhatikan/dinyatakan secara jelas adanya bagian yang terkait dengan Tanggung Jawab Kepada Pihak ketiga /Third Party Liability. Dengan dinyatakan adanya bagian bagian/section ini maka jelaslah suatu polis mengcover tanggung jawab kerugian atas pihak ketiga. 3. Dalam melakukan suatu penutupan risiko atas suatu objek pertanggungan, maka

Kantor Cabang pada PT Asuransi Ekspor Indonesia harus memperhatikan batasan-batasan yang telah digariskan oleh Management. Batasan tersebut dinyatakan dalam suatu nilai yang bersifat material. Jika nilai material yang hendak dicover melebihi kapasitas/batasannya, maka diharapkan pihak Kantor Cabang untuk meminta persetujuan tertulis kepada Kantor Pusat. Persetujuan ini secara legal akan melindungi Kantor Cabang atas kesalahan prosedur penutupan dan menghindari kesulitan yang timbul jika terjadi suatu kerugian dari pihak Tertanggung (dalam proses pembayaran klaim).


(2)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Abbas, Salim. Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.

Ali, Hasymi, A. Bidang Usaha Asuransi. Jakarta: Balai Aksara, 1981. ____________. Dasar – dasar Asuransi. Jakarta: Balai Aksara, 1981. ____________. Pengantar Asuransi,Jakarta, Bumi Aksara 2002

Ali, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Ilmu, 2001. Ayat, Safri. Kamus Praktis Asuransi. Jakarta: Erlangga,1996.

Badrulzaman, Darus, Mariam. Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Alumni, 1978. _____________, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 2005

Badrulzaman,Darus,Mariam, Sjahdeini,Remy,Sutan, Soeoraptomo,Heru, Djamil,Faturrahman, Soenandar,Taryana, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001

Bambang, Sunggono. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo, 1997. Darmawi, Herman, Drs. Manajemen Asuransi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000. David L. Bickelhaupt. General Insurance. Home Wood Illinois Richard D Irwin lnc,

1979.

Djojosoendarso, Soeisno. Prinsip-prinsip Manajemen Resiko. Jakarta: Salemba Emban Patria, 2003.

Endang, Sastrawidjaya, Suparman, M. Asuransi, Perlindungi Tertanggung, Asuransi

Deposito, Usaha Perasuransian. Bandung: Alumni, Cet. I, 1993.

Faisal Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persda 1999


(3)

Gunanto, H. Asuransi Kebakaran di Indonesia. Jakarta: Tira Pusaka, 1948.

Hartono,Rejeki,Sri, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi,Jakarta, Sinar Grafindo, 2008.

Irawan,Bagus, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan Perusahaan Dan Asuransi, Bandung, Alumni, 2007

Ismantoro,Kuat, Asuransi Syari’ah ,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009 James L. Athearm. Risk and Insurance. West Publishing, Co, 1977.

Kie, Thong,Tan, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utara, 1997.

Lubis, Solly, M, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Muhammad, Abdulkadir. Pengantar Hukum Pertanggungan. Jakarta: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.

__________________, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung Citra Aditia Bakti, 2006 __________________, Hukum Perjanjian, Bandung, Alimni, 2006

Muis, Abdul, H. Hukum Asuransi dan Bentuk – bentuk Perasuransian. _______________. Bunga Rampai Hukum Dagang.

Nasution, Bismar. Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003.

Pound, Roscoe, Pengantar Filsafat Hukum, Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1982. Prakoso, Djoko, dkk. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Bina Aksara, Jakarta,


(4)

Prakoso, Djoko, Murtika, Iketut. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Prihartono, Wahyu, M. Manajemen Pemasaran dan Tata Usaha Asuransi, Pengantar

Asuransi II. Yogyakarta: Kanisius, Cet. I, 2001.

Prodjodikoro Wirjono, R. Asas-asas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju, 2000.

Purba, Radiks. Asuransi Angkatan Laut. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

____________. Memahami Asuransi di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Purwosutjipto, N.M.H, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia ( Hukum

Pertanggungan Jilid 6). Jakarta: Djembatan, 1990.

Prihantoro,Wahyu,M, Aneka Produk Asuransi dan Karakteristiknya,

Yogyakarta,Kanisius, 2004

Robert I. Mehr and Emerson Cammack. Principles of Insurance Home Wood Illinois Richard D Irwin lnc, 1980.

Salim, Abbas, Asuransi Dan Manajemen Risiko, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998

Saliman,R.Abdul, Hermansyah, Jalis,Ahmad, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan

Teori dan Contoh Kasus ,Jakarta, Kencana,2005

Sastrawidjaja,Suparman,Man, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung Alumni,2003.

Sastrawidjaja,Suparman,Man, Endang.SU, Hukum Asuransi, Bandung, Alumni,2004 Sanapiah, Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Raja Grafindo

Persada,1999

Simanjuntak, Pangaribuan, Emmy. Beberapa Aspek Hukum Dagang Di Indonesia. Jakarta: Bina Cipta, 1997.

____________. Hukum Pertanggungan (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian,

Kebakaran dan Jiwa) Yogyakarta, 1980.


(5)

Snelbecker, dalam Lexy J. Moleony, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Rajawali Press, 1995.

Subekti, R . Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 1987

Sunarmi. Makalah Asuransi Deposito Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap

Nasabah Perbankan. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

1999.

Supardjono. Perasuransian di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.

Widjaya, Gunawan, Muljadi, Kartini, Penanggungan Utang Dan Perikatan

Tanggung Menanggung, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2003

Wirosudiro, Wibowo. Pengetahuan Asuransi Kerugian. Jakarta: Lembaga Pendidikan Asuransi P Indonesia,1986.

B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.


(6)

C. Artikel dan Majalah

Welcome to a Better Millenium, PT. Asuransi Ekspor Indonesia, 2007

A Pioneer In Export Credit Insurance In Indonesia, PT Asuransi Ekspor Indonesia,

2000

Logo Baru Semangat Baru, PT Asuransi Ekspor Indonesia, 2002

The Tick Mark – Shaped Growt, PT Asuransi Ekspor Indonesia, 2004 Together in Harmony, PT Asuransi Ekspor Indonesia, 2005

Together to Serve Better, PT Asuransi Ekspor Indonesia, 2006

Focus Today, For Future’s Excellence, PT Asuransi Ekspor Indonesia, 2007

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia. Panduan Agen Asuransi Umum, Jakarta: AAUI, 2004.

Yayasan Dharma Bumiputra. Dasar-dasar Underwriting. Jakarta, 1995.