Pembahasan Hasil dan Pembahasan

127 Tabel 18 Korelasi antar faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, 2006 Faktor Penentu X 1 Perekayasaan Kelembagaan X 2 Kemampuan Bisnis X 3 Kebijakan Publik X 1 Perekayasaan Kelembagaan 1,000 0,651 0,334 X 2 Kemampuan Bisnis 0,651 1,000 0,197 X 3 Kebijakan Publik 0,334 0,197 1,000

5.3.2 Pembahasan

Program PEMP yang secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro LKM, penggalangan partisipasi masyarakat, dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan, ternyata dapat diterima dan berkembang dengan baik di kedua kabupaten lokasi penelitian. Hal ini dapat dilihat dari tetap eksisnya program tersebut dibandingkan dengan program sejenis yang pernah ada. Hasil penelitian menunjukan, bahwa kemampuan berbisnis individu secara nyata paling berpengaruh terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap. Meningkatnya pengalaman dan pengetahuan nelayan, serta meningkatnya keberanian untuk mencoba usaha baru sebagai penyebab signifikannya pengaruh kemampuan berbisnis individu terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap. Walaupun secara umum, masyarakat perikanan melakukan kegiatan usaha perikanan secara turun-temurun atau mencoba, dan bukan karena proses pembentukan, namun apabila ada pembinaan yang tepat sesuai kebutuhan dan berbasis lokal dapat menimbulkan keberanian untuk berkreasi mencoba dan mengembangkan usaha baru . Berdasarkan potensi dasar yang dimiliki masyarakat perikanan, kesadaran, dan nilai-nilai berbisnis dalam 128 dirinya, maka peningkatan kemampuan berbisnis dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1 membangun penguasaan keterampilan dasar teknologi yang berkaitan dengan perikanan; 2 membangun keterampilan dan manajerial usaha; 3 meningkatkan praktek dan pengalaman usaha; dan 4 mengembangkan jiwa dan praktek kewirausahaan secara terus menerus ke depan. Perekayasaan kelembagaan seperti pembentukan dan penguatan kelembagaan Koperasi LEPP-M3, LKM Swamitra Mina, dan organisasi nelayan yang dimaksud dalam penelitian ini pada dasarnya adalah produk turunan dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP. Dari hasil penelitian, program ini ditengarai memberikan dampak positif terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap setelah mengalami rekayasa kelembagaan, berupa pembentukan, penguatan, dan pengembangan kelembagaan, serta kemitraan. Hal ini dapat dilihat dari: 1 semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti aturan-aturan dan kesepakatan yang dibuat mengikuti pedoman umum program dan persyaratan-persyaratan lainnya, 2 semakin besarnya pemupukan modal usaha yang dihimpun oleh koperasi. Hal ini digambarkan dengan meningkatnya kepercayaan lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainya terhadap koperasi melalui unit usaha Lembaga Keuangan Mikronya, dalam bentuk pemberian tambahan pinjaman modal 3 semakin banyak masyarakat sasaran di wilayah pesisir yang dapat dijangkau. Bertambahnya kemampuan modal koperasi dan tersedianya skim kredit dengan persyaratan sesuai dengan kondisi nelayan, maka akses masyarakat terhadap modal semakin besar. 4 meningkatnya kepercayaan lembaga lain, seperti perbankan dan investor, 5 bertambah luasnya jaringan usaha. Sebagai contoh, pendapatan peserta program di Indramayu mengalami peningkatan pendapatan 57,32 - 72,46 dari pendapatan sebelumnya. Peserta lembaga-lembaga baru ini juga semakin bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 2001 hanya menjangkau 172 pemanfaat 57 diantara sektor penangkapan ikan, maka pada tahun 2006 sudah mencapai 986 pemanfaat 495 diantaranya penangkapan ikan. 129 Di sisi lain, hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan publik perikanan berpengaruh nyata terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap. Hal ini diduga karena pendekatan pengelolaan program-program pemberdayaan masyarakat terutama untuk nelayan yang selama ini bersifat sentralistik sudah mulai terdistribusi ke daerah sejalan dengan berjalanya otonomi daerah. Pemerintah Daerah sudah dilibatkan pada tahap pelaksanaan program melalui alokasi dana dari Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah sebetulnya harus lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya, dan menghindari tragedi milik bersama. Tanggung jawab ini harus dilaksanakan secara seimbang dengan tanggung jawab memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat. Karena kedua tanggung jawab harus dilakukan secara bersama maka sudah saatnya pemerintah daerah memikirkan dan mencoba melembagakan prinsip ko-manajemen . Dalam hubungan ini, definisi pemerintah dalam konsep ko-manajemen adalah pemerintah daerah propinsi dan kabupatenkota. Sementara nelayan dan stakeholder lain adalah mereka yang tinggal di daerah itu yang merupakan mitra bagi pemerintah. Di beberapa daerah, ko-manajemen bisa dikembangkan dengan mudah karena adanya kelembagaan dan pranata lokal yang mendukung. Apapun daerahnya, tugas pemerintah daerah, dengan dibantu oleh pemerintah pusat, melakukan identifikasi dan karakterisasi kelembagaan sosial yang mungkin dijadikan basis pengembangan ko-manajemen. Alternatif lain, pemerintah harus dapat membagi wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat secara langsung atau melalui organisasi masyarakat atau lembagsa sosial masyarakat LSM yang ada di setiap daerah. Model-model PEMP, barangkali merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kebuntuan yang ada. Dari hasil penelitian Tabel 18 menunjukan bahwa kemampuan berbisnis individu nelayan sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka meningkatkan keragaan pempangunan perikanan tangkap. Namun hal ini perlu didukung oleh kebijakan keberpihakan pemerintah dalam bentuk program atau kegiatan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan berbisnis, di samping penyediaan peluang usaha dan modal, baik modal kerja maupun investasi. Untuk memperkuat 130 kebijakan publik, maka kedua unsur penting tersebut perlu dikemas dalam suatu kelembagaan yang memadai yaitu yang bersifat menaungi dan mengakomodasi semua kepentingan stakeholders . Walaupun seperti digambarkan bahwa tingkat pengaruh yang paling tinggi adalah kemampuan berbisnis individu, kemudian kebijakan publik, dan rekayasa kelembagaan, namun pada pelaksanaanya harus dilakukan secara bersama-sama. Hal ini digambarkan bahwa disamping semua berbeda nyata, ketiganya juga berhubungan. Berkaitan dengan tingkat ketergantungan daerah terhadap sektor perikanan, ternyata hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara dua daerah kajian. Kabupaten Indramayu yang memiliki ketergantungan terhadap perikanan lebih tinggi dibandingkan kabupaten Cirebon, ternyata keragaan perikanan tangkapnya juga dipengaruhi oleh variabel perekayasaan kelembagaan, sama seperti kondisi perikanan tangkap di Cirebon. Lemahnya akses permodalan pada masyarakat perikanan diduga merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan perikanan. Perekayasaan kelembagaan merupakan energi baru atas kemandegan sistem yang ada. Adanya sokongan pendanaan ke dalam kelembagaan baru tersebut, akan mempercepat proses pemberdayaan masyarakat sehingga kesadaran untuk berproduksi dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik.

5.4 Kesimpulan

1 Sekitar 53-58 responden, baik di Cirebon maupun Indramayu memberikan penilaian baik 4 dan 5 skala Likert terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap PEMP. 2 Sekitar 30-35 responden baik di Cirebon maupun Indramayu memberikan penilaian baik 4 skala Likert terhadap kebijakan publik. 3 Sekitar 40-50 responden baik di Cirebon maupun Indramayu memberikan penilaian baik 4-5 skala Likert terhadap perekayasaan kelembagaan.