dan Tianren, 1997. Reaksi tanah pH tanah sawah alkalin dikendalikan oleh kesetimbangan kimia dari sistem CaCO
3
-CO
2
dalam tanah-tanah berkapur Ponnamperuma, 1977; Qixiao dan Tianren, 1997, sistem Na
2
CO
3
-CO
2
untuk tanah sodik Ponnamperuma, 1977. Biasanya nilai pH menurun karena adanya
akumulasi CO
2
selama penggenangan. Penurunan pH tanah-tanah alkalin dan peningkatan pH tanah-tanah masam tersebut menguntungkan pertumbuhan
tanaman. Akibat penggenangan, kekuatan ion ionic strength dalam larutan tanah
meningkat, kemudian menurun. Dalam tanah-tanah masam atau agak masam, reduksi feri dan mungkin mangani yang tidak larut menjadi bentuk yang lebih
larut menyebabkan peningkatan kekuatan ion. Dalam tanah netral sampai alkalin, Ca
2+
dan Mg
2+
juga menyebabkan peningkatan kekuatan ion. Bahan organik meningkatkan kelarutan Fe, Ca dan Mg. Jika tanah yang awalnya banyak
mengandung N-NO
3 -
, kekuatan ion dalam tanah dapat berkurang dengan penggenangan karena hilangnya NO
3 -
akibat denitrifikasi Mikkelsen, 1987. Proses reduksi tanah yang terjadi dalam tanah tergenang merupakan proses
biokimia, dan jasad renik bertanggung jawab pada perubahan-perubahan transformasi yang terjadi di dalam tanah. Proses reduksi tidak terjadi pada tanah
yang steril. Tanaman padi juga memengaruhi tingkat reduksi tanah karena adanya sekresi O
2
dari akar-akar tanaman padi.
2.2. Pengaruh Penggenangan terhadap Tanaman Padi
Padi merupakan tanaman yang unik karena dapat bertahan hidup dan bereproduksi di bawah kondisi lahan kering, tergenang dan air dalam. Walaupun
medium berair aquatik cocok untuk pertumbuhan dan hasil tanaman padi, tetapi pertumbuhan akar memerlukan suplai O
2
dan melepaskan CO
2
selama respirasi. Hal ini dapat dilakukan oleh tanaman padi karena adanya sistem saluran pembawa
udara aerenchyma yang mampu mengalirkan O
2
dari daun ke korteks akar, sehingga akar -akar tanaman padi dapat mengaerasi tanah tanpa mengambil O
2
dari tanah.
2.3. Transformasi Nitrogen dalam Tanah Tergenang
Nitrogen N merupakan unsur hara pembatas pertumbuhan tanaman dalam tanah-tanah tergenang, baik tana h-tanah tergenang tersebut merupakan
lahan basah alami ataupun pada lahan basah pertanian seperti tanah sawah Gambrell dan Patrick, 1978. Transformasi N dalam tanah tergenang melibatkan
berbagai proses mikrobiologi, dan beberapa proses tersebut menyebabkan hara N menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Ion ammonium merupakan bentuk utama
dari N yang dimineralisasi dalam sebagian besar tanah tergenang. Gambar 2 menggambarkan interaksi kompleks yang ada dalam tanah-tanah tergenang yang
menyebabkan unsur hara N hilang dari tanah. Kehilangan N dapat terjadi dalam lapisan tanah yang teroksidasi dan tereduksi, dari air genangan, terbawa oleh
aliran permukaan, pencucian, serapan N oleh tanaman dan karena mekanisme lainnya.
Nitrogen mengalami beberapa transformasi fisikokimia dan biologi dalam tanah. Transformasi fisikokimia meliputi terperangkapnya fiksasi NH
4 +
dalam kisi-kisi minerali liat dan volatilisasi NH
3
. Transformasi N secara biologi meliputi mineralisasi-imobilisasi, fiksasi N
2
atmosfer secara biologi, nitrifikasi- denitrifikasi, dan serapan tanaman.
Sistem budidaya padi yang melibatkan penggenangan secara terus - menerus dan berkala memengaruhi perilaku N tanah dan N yang diberikan ke
dalam tanah. Kondisi khusus yang terjadi di bawah lingkungan tanah tergenang mempercepat proses amonifikasi dan menekan nitrifikasi bila tidak ada O
2
. Dengan penggenangan, N-NH
4 +
terakumulasi dalam tanah dan N -NO
3 -
hilang. Sumber-sumber pupuk N untuk tanaman padi dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu sisa-sisa tanaman pupuk organik dan pupuk N mineral. Sebelum N yang terkandung dalam sisa-sisa tanaman menjadi tersedia bagi
tanaman, sisa tanaman yang diberikan ke dalam tanah harus mengalami dekomposisi atau degradasi secara biologi lebih dulu. Urea mengalami hidrolisis
enzimatik dan diubah menjadi N -NH
4 +
Kirk dan Olk, 2000: NH
2
CONH
2
+ 3H
2
O 2NH
4 +
+ HCO
3 -
+ OH
-
Kehilangan NH
3
lewat daun Air hujan
Pupuk N
[CONH
2 2
, NH
4 2
SO
4
] N
2
+ O
2
atm NH
3
daun busuk
alga bakteri
AIR
Lapisan
N
2
N-org NH
4 +
NO
3 -
aliran
tanah oksida tif
fungi
keluar
TANAH
Lapisan tanah
residu tanam an
r
eduktif
NH
4 +
NO
3 -
N
2
+ N
2
O
bakteri
N
2
N-org Tapak bajak
NH
4 +
NO
3 -
Lapisan tanah teroksidasi
Fraksi Pencucian
Gambar 2. Skema Transformasi Nitrogen dalam Ekosistem Tanah Sawah Tergenang Sumber: Mikkelsen, 1987.
2.3.1. Pergerakan Nitrogen dalam Tanah Tergenang
Pergerakan N dalam tanah berperan penting dalam menentukan bentuk kimia dan kete rsediaannya bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Mikkelsen
1987 dua proses penting yang terlibat dalam pergerakan atau pengangkutan N adalah 1 pergerakan bahan-bahan terlarut dalam larutan tanah karena aliran
massa, dan 2 difusi molekul atau ion karena adanya gradien konsentrasi. Proses- proses ini memengaruhi difusi molekul dari bahan terlarut, seperti NH
4 +
, NO
2 -
, NO
3 -
, urea dan gas-gas termasuk O
2
, NH
3
, N
2
dan N
2
O Rolston et al., 1990. Dalam tanah-tanah tergenang, pergerakan N terlarut dari lapis an tanah
tereduksi anaerob ke lapisan permukaan yang aerob terjadi terutama melalui difusi dan dipengaruhi oleh gradien konsentrasi, sumber N, dan konsentrasi dalam
lapisan anaerob Reddy dan Patrick, 1984. Difusi ammonium dapat menyebabkan terjadinya pergerakan ammonium terlarut dari tanah ke air
genangan, bahkan bila bahan pupuk dimasukkan ke dalam tanah deep-placed. Nitrat yang ada dalam air genangan, dalam lapisan aerob, atau yang ada di
lapisan oksidatif di sekitar akar padi segera berdifusi ke dalam lapisan anaerob yang terletak di bawahnya. Nitrogen-nitrat yang berdifusi ke dalam lapisan
anaerob tampaknya hilang melalui denitrifikasi; sedangkan N-NH
4 +
yang berdifusi dari lapisan tanah aerob ke dalam air genangan rentan terhadap nitrifikasi dan
volatilisasi ammonia Savant dan De Datta, 1982. Pergerakan N-NH
4 +
dari tapak-tapak pertukaran ke dalam larutan dapat terjadi sebagai akibat dari adanya serapan tanaman, imobilisasi N yang
membentuk jaringan tubuh jasad renik, nitrifikasi dan volatilisasi.
2.3.2. Mineralisasi dan Imobilisasi Nitrogen
Ketersediaan N bagi tanaman sebagian besar dikendalikan oleh besarnya pengaruh dua proses di dalam tanah yang saling berlawanan, yaitu mineralisasi
dan imobilisasi N. Mineralisasi N merupakan salah satu dari berbagai proses dalam siklus N di alam yang paling penting. Mineralisasi N adalah transformasi
biologi dari N yang terikat secara organik menjadi N-mineral N-NH
4 +
dan N- NO
3 -
selama proses dekomposisi Gambrell dan Patrick, 1978, dan dimulai dengan aminisasi dan amonifikasi, berturut-turut adalah konversi mikrobiologi
dari N-organik menjadi R-NH
2
dan menjadi N-NH
4 +
Mikkelsen et al., 1995, dan selanjutnya menjadi N-NO
3 -
melalui proses nitrifikasi. Tahap aminisasi dan amonifikasi berlangsung dengan bantuan jasad renik heterotrof, sedangkan
nitrifikasi terjadi karena peranan bakteri ototrof. Pada kondisi tergenang, mineralisasi berhenti pada pembentukan N-NH
4 +
karena kondisi oksidatif yang diperlukan untuk nitrifikasi terhalang dengan adanya air yang tergenang.
Imobilisasi N merupakan proses kebalikan dari mineralisasi N, dan didefinisikan sebagai konversi N-mineral menjadi bentuk N-organik dalam jaringan tubuh jasad
renik Soil Science Society of America, 1987. Imobilisasi sintesis dan mineralisasi atau pelepasan N dari senyawa organik dalam tanah terjadi karena
aktivitas jasad renik yang mengarah pada pertukaran secara terus -menerus antara bentuk-bentuk N-organik dan mineral Mikkelsen, 1987. Mineralisasi dan
imobilisasi merupakan proses yang berlawanan yang terjadi secara serentak dan terus-menerus dan sangat memengaruhi ketersediaan N bagi tanaman dan
konversi N dalam tanah dalam bentuk organik atau terfiksasi. Konsentrasi N- NH
4 +
dapat meningkat atau menurun tergantung pada dominasi relatif kedua proses tersebut. Proses amonifikasi, yang melibatkan hidrolisis enzimatik dan
deaminasi N organik tanah menjadi ammonium, terjadi secara bersamaan dengan proses assimilatory dari imobilisasi N oleh mikrorganisme tanah.
Pembebasan N -NH
4 +
ke dalam tanah tergenang tergantung pada kebutuhan N populasi jasad renik tanah, nisbah CN dari sisa-sisa tanaman yang
terdekomposisi Mikkelsen, 1987, komposisi kimia bahan organik dan beberapa faktor lingkungan. Komponen organik dalam sisa-sisa tanaman umumnya dibagi
menjadi enam kategori, yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, fraksi larut air meliputi gula sederhana, asam amino, dan asam-asam alifatik, komponen larut
dalam eter dan alkohol, dan protein Nagarajah, 1997. Lignin merupakan komponen organik dari sisa-sisa tanaman yang paling tahan terhadap pelapukan.
Secara agronomi, N yang dimineralisasi sangat penting dan merupakan 50-80 dari N-total yang diasimilasi oleh tanaman padi Mikkelsen et al, 1995.
Untuk mencapai penggunaan N tanah yang efisien da lam bentuk N terfiksasi secara biologi, sisa-sisa tanaman, dan pupuk, maka perlu
dipertimbangkan aspek laju-waktu proses mineralisasi relatif terhadap kebutuhan N tanaman padi. Dalam jangka pendek, suplai N untuk tanaman padi diatur oleh
laju mineralisasi N-organik menjadi N-NH
4 +
. Senyawa N-organik, terutama protein dan turunannya mengalami pelapukan secara anaerob menghasilkan
bentuk-bentuk yang lebih sederhana, seperti asam amino Nagarajah, 1997. Nitrogen-asam amino lebih rentan terhadap mineralisasi daripada fraksi N tanah
lainnya Mikkelsen, 1987. Deaminasi senyawa N yang lebih sederhana
menghasilkan pelepasan N-NH
4 +
yang merupakan bentuk akhir dari senyawa N dan bersifat stabil dalam lapisan tereduksi. Dalam tanah tergenang, laju
mineralisasi N sisa-sisa tanaman yang diberikan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh nisbah LN-nya Becker et al., 1994.
Suplai N melalui mineralisasi bahan organik tanah telah diteliti oleh Stanford dan Smith 1972. Mereka melakukan percobaan di laboratorium untuk
menentukan besarnya N yang dimineralisasi atau dilepaskan dari bahan organik tanah. Smith et al. 1977 juga telah melakukan percobaan di lapang dengan
mengukur jumlah N mineral dalam pot-pot yang berisi tanah tanpa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa potensi
mineralisasi N tanah di lapang sesuai dengan hasil pengukuran dari percobaan laboratorium. Percobaan ini menunjukkan bahwa sebagian dari N dalam tanah
berasal dari proses mineralisasi senyawa N yang mudah dimineralisasi, dan sisanya diasumsikan sebagai bentuk senyawa N yang tidak tersedia dan tetap
berada dalam bahan organik tanah yang relatif stabil.
2.3.3. Nitrogen terlarut dan dapat dipertukarkan
Nitrogen terlarut dan dapat dipertukarkan N-tersedia merupakan fraksi N yang sangat penting sebagai nutrisi tanaman. Sumber utama dari N-tersedia
berasal dari pupuk dan N hasil mineralisasi. Nitrogen-NH
4 +
yang dibebaskan selama pelapukan sisa-sisa tanaman, dengan cepat dijerap pada kompleks
pertukaran kation dan berada dalam keseimbangan dengan N-NH
4 +
dalam larutan tanah. Proporsi relatif dari kedua bentuk N tersebut sebagian besar diatur oleh
kapasitas pertukaran kation KTK tanah Mikkelsen, 1987; Ando et al., 1996 dan sifat dari kompleks pertukaran kation Nagarajah, 1997. Beberapa dari N-
NH
4 +
juga berada dalam bentuk tidak dapat dipertukarkan terperangkap dalam kisi-kisi mineral liat. Proses ini terjadi dalam tanah yang banyak mengandung
mineral liat 2:1 seperti vermikulit dan illit. Setelah beberapa hari penggenangan, konsentrasi N-NH
4 +
dapat dipertukarkan dalam tanah dapat meningkat karena mineralisasi bahan organik
tanah dan pelepasan N-NH
4 +
yang terfiksasi dalam kisi mineral liat. Menurut Mikkelsen 1987 pemberian jerami padi akan menurunkan tingkat N tersedia
karena imobilisasi, segera setelah diberikan ke dalam tanah. Tetapi setelah
periode waktu tertentu N yang terimobilisasi tersebut akan dilepaskan kembali melalui mineralisasi sehingga menjadi tersedia bagi tanaman padi.
2.3.4. Penambatan Fiksas i N
2
Secara Biologi
Dalam sistem pertanian subsisten di banyak bagian dari Asia tropis, usaha tani padi sawah telah dilakukan secara terus menerus selama berabad-abad
tanpa pemberian pupuk N tanpa memperlihatkan penurunan konsentrasi N tanah yang nyata. Di antara proses-proses yang turut menyumbang suplai N di lahan
sawah, penambatan N
2
secara biologi dianggap sebagai faktor penting dalam mempertahankan kesuburan N tanah. Data neraca N dari beberapa percobaan
jangka panjang di lapang menunjukkan bahwa sumbangan penambatan N secara biologi ke dalam tanah selama musim pertanaman padi sawah berkisar dari 19
sampai 38 kg N ha
-1
di Jepang, dan 30 sampai 52 kg N ha
-1
di Philipina. Sumbangan N ini terutama berasal dari jasad renik asli indigenous yang bersifat
asosiatif dan penambat N
2
yang hidup bebas, yang meliputi bakteri heterotrof dan fototrof serta cyanobakteri alga hijau-biru yang ada dalam sistem tanah-
tanaman-air genangan lahan sawah Kundu dan Ladha, 1995. Sumber unsur hara N terbesar adalah N
2
udara yang merupakan 80 dari atmosfer bumi. Akan tetapi sebagian besar organisme hanya dapat menggunakan
N yang bersenyawa dengan atom-atom lainnya untuk membentuk suatu ion seperti NH
4 +
atau NO
3 -
. Bentuk N sebagai N
2
tidak dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar tanaman karena adanya ikatan rangkap tiga yang membuatnya
menjadi molekul yang bersifat inert Deacon, 2003. Gas N
2
ini sangat stabil dan tersedia melimpah bagi organisme yang mampu memanfaatkannya. Penambatan
atau fiksasi N
2
secara biologi dapat mengkonversikan gas N
2
menjadi N organik melalui aktivitas organisme tertentu, baik aerob maupun anaerob, yang memiliki
enzim nitrogenase. Dengan demikian penambatan N
2
secara biologi menjadi sumber N utama bagi lahan sawah dalam system pertanian padi sawah yang
bersifat tradisional dan subsisten. Nitrogenase merupakan enzim yang sangat sensitif terhadap O
2
Bergesen, 1980. Ekosistem sawah sangat cocok untuk proses fiksasi N
2
karena tegangan O
2
dalam ekosistem sawah rendah. Fiksasi N
2
dapat terjadi dalam air genangan, lapisan tanah aerob, lapisan tanah anaerob, rhizosfer tanaman yang oksidatif, pada
permukaan daun dan batang tanaman Reddy dan Graetz, 1988. Fiksasi N
2
pada kondisi sawah dapat dilakukan oleh bakteri non-simbiotik alga hijau-biru, dan
pada kondisi lahan kering dilakukan oleh bakteri simbiotik dari genus Rhizobium, atau oleh aktinomisetes. Roger dan Watanabe 1986 mengklasifikasikan
organisme penambat N
2
secara ekologi menjadi : 1 tiga kelompok jasad renik autotrof yang terdiri dari bakteri fotosintetik, alga hijau biru yang hidup bebas
non-simbiotik, dan Anabaena azollae sp. yang berasosiasi dengan tanaman paku air Azolla, dan 2 tiga kelompok jasad renik heterotrof yang terdiri dari bakteri
penambat N
2
dalam tanah aerob, anaerob fakultatif dan anaerob obligat yang hidup bebas, bakteri penambat N
2
yang berasosiasi dengan akar-akar tanaman padi, dan organisme yang bersimbiose dengan legum Rhizobium. Sampai saat
ini hanya tanaman legum yang mampu menambat N
2
dan pupuk hijau Azolla yang digunakan sebagai sumber N bagi tanaman padi melalui penambatan N
2
secara biologi Mikkelsen et al., 1995.
Menurut Kundu dan Ladha 1995 tanah yang sangat reduktif yang tercipta karena penggenangan secara terus -menerus selama masa pertumbuhan
tanaman padi dan pelumpuran yang intens memberikan pengaruh yang kurang baik bagi bakteri penambat N asli indigenous dalam tanah sawah. Oleh karena
itu, sistem yang dapat mendorong atau meningkatkan penambatan N
2
akan sangat membantu mempertahankan kesuburan N pada tanah-tanah sawah Ladha dan
Kundu, 1997. Selain pemberian pupuk hijau dari tanaman yang mampu menambat N
2
seperti Sesbania dan Azolla, pemberian sisa tanaman dengan nisbah CN yang besar seperti halnya jerami padi juga dapat meningkatkan penambatan
N
2
. Jerami padi merupakan sumber energi yang baik bagi bakteri heterotrof, dan pengembalian jerami padi ke dalam lahan sawah secara nyata dapat meningkatkan
fiksasi N
2
oleh bakteri heterotrof maupun fototrof Matsuguchi, 1979; Ventura et al., 1986; Adachi et al., 1997. Roger dan Ladha 1990 juga menyatakan bahwa
pemberian jerami ke dalam tanah dapat memberikan N sebesar 2-4 kg N untuk setiap ton jerami. Hal ini menurut Ponnamperuma 1984 karena pemberian
jerami padi dan N mineral meningkatkan populasi bakteri aerob penambat N
2
. Selain itu Greenland 1997 menyatakan bahwa aktivitas bakteri penambat N
2
dan alga hijau-biru ditentukan oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Aktivitas
mereka sebagian besar tergantung pada ketersediaan fosfor P dalam tanah sawah tetapi konsentrasi N yang tinggi dalam tanah sawah cenderung menghambat
fiksasi N
2
. 2.3.5.
Volatilisasi Amonia
Volatilisasi ammonia NH
3
merupakan mekanisme kehilangan N yang penting dalam sistem pertanaman yang dipupuk. Menurut Mikkelsen 1987
faktor-faktor dominan yang memengaruhi volatilisasi NH
3
adalah pH tanah dan pe - log konsentrasi elektron, tekanan parsial CO
2
p CO
2
dan kimia karbonat, sifat pertukaran kation dan aktivitas jasad renik. Selain itu, kecepatan angin,
konsentrasi NH
3
terlarut dan tekanan parsial NH
3
dalam air dan udara, suhu udara dan radiasi langsung juga memengaruhi volatilisasi NH
3
. Menurut Zhenghu dan Honglang 2000 laju volatilisasi ammonia berkorelasi positif dengan pH tanah,
kandungan CaCO
3
, dan garam total, tetapi berorelasi negatif dengan kandungan bahan organik, KTK, dan kandungan liat. Dari ketiga faktor yang berkorelasi
negatif, KTK merupakan faktor yang korelasinya sangat tinggi dengan volatilisasi ammonia, sedangkan faktor pH tanah merupakan faktor yang dominan di antara
ketiga faktor yang berkorelasi positif. Menurut Zhenghu dan Honglang 2000 bahan organik berpengaruh secara tidak langsung pada penurunan volatilisasi
ammonia melalui pengaruhnya terhadap penurunan pH tanah dan meningkatnya KTK tanah karena adanya pembentukan berbagai asam-asam organik dan humus
selama proses dekomposisi bahan organik. Amonia yang dihasilkan dalam sistem karbonat aquatik melibatkan reaksi berikut Mikkelsen et al., 1978:
NH
4 +
+ OH
-
NH
3 aq
+ H
2
O NH
4 +
+ HCO
3 -
NH
3 aq
+ H
2
O + CO
2
2NH
4 +
+ CO
3 2-
2NH
3 aq
+ H
2
O + CO
2
Volatilisasi ammonia terjadi bila pH air genangan meningkat di atas pH 7,5 Greenland, 1997. Hilangnya gas CO
2
yang meningkat karena meningkatnya suhu air genangan pada siang hari dapat menyebabkan pH meningkat. Akan
tetapi penyebab utama peningkatan pH dalam air genangan tanah sawah adalah pertumbuhan alga atau adanya proses biologi yang berlawanan yaitu fotosintesis
dan respirasi Greenland, 1997. Respirasi dan fotosintesis menyebabkan
perubahan tekanan parsial CO
2
dalam air genangan, dan sistem karbonat ini sangat menentukan pH air. Nilai pH air genangan ditentukan oleh konsentrasi CO
2
dalam air Manahan, 1994. Sistem karbonat atau sistem CO
2
- HCO
3 -
- CO
3 2-
dalam air digambarkan oleh reaksi berikut dan konstanta kesetimbangannya Manahan,
1994: CO
2
+ H
2
O HCO
3 -
+ H
+
K
1
= 4,45 x 10
-7
pK
1
= 6,35 HCO
3 -
CO
3 2-
+ H
+
K
2
= 4,69 x 10
-11
pK
2
= 10,33 Dari persamaan di atas, bila fotosintesis aktif maka akan terjadi penurunan
konsentrasi CO
2
dalam sistem dan hal ini menyebabkan persentase fraksi mol asam karbonat meningkat, akibatnya pH sistem meningkat. Tingkat perubahan
pH yang disebabkan oleh jasad renik ditentukan oleh jumlah, jenis dan aktivitas organisme yang ada. Korelasi antara pH air dan sistem asam karbonat bersifat
kompleks dan tidak dapat digambarkan secara lengkap tanpa mempertimbangkan sejumlah variabel. Dengan memperhatikan reaksi biokimia dari jasad renik
aquatik, reaksi yang paling sederhana adalah : fotosintesis
n CO
2
+ n H
2
O CH
2
On + n O
2
respirasi Setiap hari terjadi fluktuasi pH dalam air genangan dari 7,5 – 9,5 dan nilai pH
maksimum terjadi kira-kira pada pukul 14.00 dan menurun sepanjang sore hari. Pola perubahan pH ini sesuai dengan siklus fotosintesis dan respirasi dari jasad
renik aquatik Mikkelsen, 1987. Amonia dan bentuk ionnya NH
4 +
merupakan hasil dekomposisi bahan organik tanah dan sisa-sisa tanaman yang terjadi dalam perairan alami.
Penggunaan pupuk N pada lahan sawah juga menyebabkan konsentrasi garam N- NH
4 +
terlarut meningkat. Pupuk ammonium dalam air dapat berdisosiasi langsung, atau seperti urea terdekomposisi melalui hidrolisis katalitik
menghasilkan ion-ion NH
4 +
. Ion-ion NH
4 +
, yang memiliki ikatan sangat lemah dengan molekul air, dominan dalam air dengan pH di atas 7,2. Dengan
meningkatnya konsentrasi ion hidroksil OH
-
dalam air, maka terjadi peningkatan perubahan ion NH
4 +
menjadi NH
3
yang dapat menghilang dari air dalam bentuk gas Mikkelsen et al., 1978. Ventura dan Yoshida 1977 mengukur volatilisasi
NH
3
dari sumber N yang berbeda pada tanah liat tergenang, dan menyatakan bahwa kehilangan NH
3
pada dasarnya terjadi selama sembilan hari pertama setelah pemberian pupuk N. Kehilangan tersebut kecil bila pH tanah di bawah
7,4. Percobaan lapang yang mereka lakukan menunjukkan bahwa kehilangan N setelah pemberian 100 kg Nha dengan cara disebar adalah sebesar 3,8 untuk
ammonium sulfat ZA dan 8,2 dengan pemberian urea. Menurut Vlek dan Stumpe 1978 volatilisasi NH
3
dari tanah yang dipupuk urea lebih besar daripada tanah yang dipupuk ammonium sulfat. Hal ini terjadi karena hidrolisis urea dalam
tanah mendorong terciptanya lingkungan yang ideal untuk volatilisasi, yaitu alkalinitas dan pH yang tinggi. Volatilisasi ammonia berkurang 50 bila pupuk
dimasukkan ke dalam tanah.
2.3.6. Nitrifikasi dan Denitrifikasi
Oksidasi biologi dari N-NH
4 +
menjadi N-NO
3 -
nitrifikasi menghasilkan konversi atau perubahan kation NH
4 +
yang relatif tidak mobil menjadi bentuk anion NO
3 -
yang lebih mobil, yang pada gilirannya anion ini rentan terhadap denitrifikasi. Menurut Kakuda et al. 1999, denitrifikasi merupakan proses utama
kehilangan N dalam tanah sawah. Tanah tergenang merupakan lingkungan yang ideal untuk denitrifikasi karena lingkungan tanah tergenang memiliki suatu
lapisan permukaan teroksidasi yang tipis yang di bawahnya adalah lapisan tereduksi yang tebal. Lapisan tanah teroksidasi mendukung proses nitrifikasi dan
lapisan tanah tereduksi merupakan lapisan tanah yang kekurangan oksigen dan menyediakan bahan organik yang mudah didekomposisi untuk mendukung proses
reduksi bentuk-bentuk N teroksidasi denitrifikasi. Adanya lapisan zona aerob dan anaerob dalam tanah tergenang, begitu juga dalam rhizosfer karena adanya
bagian tanaman padi yang mengangkut O
2
ke rhizosfer, memudahkan terjadinya reaksi nitrifikasi-denitrifikasi. Sebagaimana diketahui bahwa akar-akar tanaman
tersebar dalam tanah permukaan dan tanah di bawah perm ukaan subsurface. Reaksi ini tampaknya terjadi secara serentak. Denitrifikasi dalam rhizosfer
dipengaruhi oleh metabolisme tanaman dan lingkungan tanah Kakuda et al., 1999. Hal ini didukung oleh adanya suplai C dari akar Mahmood et al., 1997.
Eksudat senyawa organik oleh akar-akar yang hidup merangsang respirasi bakteri Klemedtsson et al., 1987. Denitrifikasi tergantung pada senyawa organik yang
berasal dari akar bila suplai C dari tanah terbatas Prade dan Trolldenier, 1990. Namun demikian, pertumbuhan tanaman padi juga berpengaruh terhadap
kehilangan N melalui denitrifikasi, yaitu bahwa serapan N oleh tanaman dapat mengurangi jumlah N yang hilang melalui denitrifikasi.
Ion nitrat NO
3 -
merupakan ion bermuatan negatif sehingga tidak dapat dijerap oleh partikel tanah yang bermuatan negatif dan selanjutnya menjadi sangat
mobil dalam larutan. Bila ion nitrat tidak segera diasimilasi oleh tanaman atau jasad renik assimilatory nitrate reduction, atau hilang melalui pencucian, maka
ion nitrat berpotensi mengalami dissimilatory nitrogenous oxide reduction, suatu istilah yang mengacu pada beberapa jalur mekanisme reduksi nitrat Wiebe et al.,
1981, yang paling umum adalah reduksi nitrat menjadi ammonia dan denitrifikasi. Jasad renik yang bertanggung jawab pada proses denitrifikasi dalam
tanah adalah bakteri heterotrof. Jasad renik ini membutuhkan oksida-oksida N sebagai penerima elektron terakhir dan C-organik sebagai donor elektron, serta
kondisi anaerob. Denitrifikasi adalah proses reduksi bentuk-bentuk N mineral teroksidasi menjadi gas nitrogen, terutama N
2
O dan N
2
, yang dilakukan oleh jasad renik dalam kondisi anaerob, dimana nitrat NO
3 -
bertindak sebagai penerima elektron terakhir atau NO
3 -
direduksi. Proses ini menyebabkan N-NO
3 -
hilang karena dikonversi menjadi gas N
2
O dan N
2.
Jalur pembentukan gas-gas tersebut digambarkan sebagai berikut Firestone, 1982; Ostrom et al., 2000 :
Denitrifikasi : 2 NO
3 -
2 NO
2 -
2 NO N
2
O N
2
Nitrifikasi : O
2
2 NH
4 +
2 NH
2
OH 2 NOH 2 NO 2 NO
2
jalur 1 N
2
O jalur 2 NO
2
Nitrifikasi – Denitrifikasi : O
2
2 NH
4 +
2 NH
2
OH 2 NOH 2 NO 2 NO
2
N
2
O jalur 3
Sifat anaerob tanah tergenang menyebabkan ketidakstabilan NO
3 -
, NO
2
, dan N
2
O yang berperan sebagai penerima elektron terakhir dalam respirasi anaerob berbagai jasad renik heterotrof. Hal ini menyebabkan hilangnya N dari
ekosistem sawah dalam bentuk N
2
dan N
2
O. Di-nitrogen N
2
merupakan produk denitrifikasi yang paling akhir. Peningkatan konsentrasi N
2
O sebagai gas rumah kaca dalam atmosfer dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lapisan ozon stratosfer sehingga berpengaruh
terhadap perubahan iklim global Intergovermental Panel on Climate ChangeIPCC, 1994. Terdapat dua mekanisme pembentukan gas N
2
O selama nitrifikasi, yaitu sebagai hasil reduksi NO
2 -
pada kondisi anaerob oleh bakteri nitrifikasi tertentu dan hasil dari berbagai reaksi antara dalam oksidasi NH
4 +
Ritchie dan Nicholas, 1972. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi terjadi melalui suatu “pool” nitrat
Gambar 3, dimana nitrat yang terbentuk dalam zona aerob berdifusi ke zona anaerob dan direduksi menjadi N
2
O dan N
2
. Hasil penelitian Russow et al. 2000 dengan menggunakan pelacak
15
N-NO
3 -
menunjukkan bahwa NO
3 -
merupakan pool utama pembentukan N
2
O pada kondisi jenuh air melalui proses denitrifikasi. Penelitian Russow et al. 1996 dengan metode aliran gas
15
N juga menunjukkan bahwa sekitar 60 dari nitrat tanah direduksi menjadi N
2.
Sebaliknya nitrit berada dalam dua pool yang terpisah karena kecepatan transformasinya lebih tinggi
daripada kecepatan difusinya Russow et al., 2000. Kehilangan N dari pupuk N yang diberikan ke dalam tanah melalui
denitrifikasi bervariasi dari 0 sampai 70 Mikkelsen, 1987. Dengan demikian upaya mengendalikan kehilangan N karena denitrifikasi dapat memperbaiki
efisiensi penggunaan pupuk N oleh tanaman padi sawah. Beberapa praktek pengelolaan tanah dan tanaman untuk mengendalikan kehilangan N karena
denitrifikasi telah banyak dilakukan misalnya dengan penempatan pupuk N pada lapisan tanah tereduksi, penggunaan bahan penghambat inhibitor nitrifikasi dan
urease.
NO N
2
O N
2
atmosfer tanah
Zona Aerob Zona Anaerob
BOT NH
4 +
NH
4 +
N
2
N
2
O JALUR NITRIFIKASI
JALUR DENITRIFIKASI
NO
2 -
NO
2 -
pool nitrit
BOT = Bahan organik tanah NO
3 -
pool nitrat
Gambar 3. Model Pasangan Proses Nitrifikasi – Denitrifikasi yang
Menggambarkan Mekanisme Kedua Proses Tersebut dengan Penekanan Khusus pada Pembentukan N
2
O dan N
2
Sumber : Russow et al., 2000.
2.3.7. Kehilangan Nitrogen dari Tanaman
Kehilangan N juga dapat terjadi melalui bagian atas tanaman setahun dan tahunan, termas uk tanaman padi. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
banyak N yang hilang dari permukaan daun berkaitan dengan penguapan air transpirasi Stutte dan Weiland, 1978; Weiland dan Stutte, 1979; da Silva dan
Stutte, 1981. da Silva dan Stutte 1981 menyata kan bahwa laju kehilangan N berkurang selama periode antara pembentukan anakan tillering dan 1-3 minggu
setelah awal pembentukan malai panicle initiation, selanjutnya meningkat sampai pada stadia pengisian bulir heading . Umumnya daun yang berkembang
penuh matured leaf menunjukkan laju kehilangan N yang lebih tinggi daripada daun yang lebih tua. Namun konsentrasi N dalam larutan hara tidak memengaruhi
laju kehilangan N per satuan luas daun dari daun yang berkembang penuh. Sebaliknya pada daun-daun yang lebih tua dari tanaman yang disuplai dengan
takaran N tinggi 80 ppm, laju kehilangan N lebih tinggi daripada yang
ditumbuhkan pada medium dengan takaran N rendah 20 ppm. Glutamin sintetase dianggap sebagai jalur mekanisme utama dari asimilasi ammonia dan
peningkatan penambatan kembali NH
3
yang dilepaskan selama fotorespirasi. Nitrogen yang dilepaskan melalui daun-daun tanaman selama fotorespirasi berupa
NH
3
dan amin. Dengan mengkuantifikasikan pengaruh fisiologi terhadap kehilangan N dapat membantu menentukan waktu aplikasi dan jumlah pupuk N
yang diperlukan untuk produksi padi yang optimum.
2.4. Siklus Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah
Tanaman padi biasanya memerlukan waktu 3-6 bulan dari perkecambahan sampai stadia pematangan, tergantung pada varietas dan lingkungan dimana
tanaman padi tersebut ditumbuhkan. Menurut Yoshida 1981 secara agronomi pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga stadia, yaitu vegetatif, reproduktif
dan proses pematangan ripening . Stadia vegetatif menunjuk pada suatu masa dari perkecambahan sampai inisiasi pembentukan malai initiation of panicle
primordial, yang sebagian besar dicirikan oleh pembentukan anakan tiller formation Mikkelsen et al., 1995; stadia reproduktif adalah suatu masa dari
inisiasi pembentukan malai sampai pembungaan, pada stadia ini jumlah bakal bulir padi spikelet dan potensi ukurannya sebagian besar ditentukan oleh nutrisi
tanaman dan faktor -faktor lingkungan Mikkelsen et al., 1995; dan proses pematangan ripening adalah dari pembungaan sampai matang grain maturity
Gambar 4. Persentase bulir yang matang dan ukuran bulir ditentukan selama stadia perkembangan ini. Varietas padi yang berumur 120 hari bila ditanam di
lingkungan tropika, menghabiskan waktu 60 hari untuk masa vegetatif, 30 hari untuk masa reproduktif, dan 30 hari untuk masa pemasakan.
Stadia vegetatif dicirikan dengan pembentukan anakan yang aktif, peningkatan tinggi tanaman secara perlahan, dan munculnya daun pada interval
yang teratur. Semua hal tersebut berkaitan dengan peningkatan luas daun yang menerima cahaya. Stadia reproduktif dicirikan dengan pemanjangan tangkai culm
elongation, yang meningkatkan tinggi tanaman; penurunan jumlah anakan, munculnya daun bendera daun terakhir, pembungaan, pembentukan bulir padi
booting, dan pengisian bulir padi.
Jumlah Pertumbuhan
Jumlah Anakan Tinggi Tanaman
Anakan yang tidak Efektif
Jumlah malai panicle
Bobot bulir
0 20 60 90 120 Hari setelah Perkecambahan
P e
r k
e c
a m
b a
h a
n
T a
n a
m P
e m
b e
n t
u k
a n
a n
a k
a n
A w
a l
m u
n c
u ln
y a
m a
la i
P e
m b
e n
t uk
a n
b u
li r
p a
d i
b o
o t
in g
P e
n g
is ia
n b
u li
r p
a d
i h
e a
d in
g
M a
s a
k p
a n
e n
Vegetatif Reproduktif
Proses pema- tangan
Gambar 4. Siklus Pertumbuhan Varietas Tanaman Padi Berumur 120 Hari Sumber: Yoshida, 1981
2.5. Peranan dan Fungsi Nitrogen dalam Tanaman Padi