Pelepasan N ke Dalam Tanah dan Serapan N Tanaman

Gambar 12. Bobot Kering Tanaman dari Stadia Pembentukan Anakan Sampai Stadia Pengisian Bulir nyata meningkatkan bobot kering tanaman 63,78 g per pot dibandingkan dengan pemberian kompos 8 bulan 38,49 g per pot dan cenderung lebih tinggi daripada kompos 4 bulan 53,01 g per pot. Beberapa peneliti juga melaporkan hasil yang sama dari percobaannya di lapang, yaitu pemberian jerami segar ke dalam tanah sawah meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil padi dibandingkan dengan pemberian kompos jerami IRRI, 1976; Oh, 1979. Menurut Oh 1979, pengaruh jerami segar yang lebih tinggi daripada pengaruh kompos tersebut berasal dari hubungan antara pertumbuhan tanaman dan dekomposisi jerami segar. Lebih lanjut Oh 1979 mengatakan bahwa jerami padi yang diberikan ke dalam tanah menyediakan substrat yang cukup untuk meningkatkan populasi jasad renik tanah pada stadia awal pertumbuhan dan mengons ervasi hara tanah untuk digunakan oleh tanaman pada stadia pertumbuhan generatif dari tanaman padi.

4.3.3. Pelepasan N ke Dalam Tanah dan Serapan N Tanaman

Pada stadia pembentukan anakan atau 26 HST, perlakuan pemberian bahan organik dan atau urea tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman padi. Secara umum serapan N cenderung meningkat dengan pemberian bahan organik 10 20 30 40 50 60 70 80 26 49 75 Hari Setelah Tanam HST Bobot Kering Tanaman g pot -1 Kontrol Ko Jerami Jo Kompos 4 bln J4 Kompos 8 bln J8 Jerami + Urea JoU Kompos 4 bln + urea J4U Kompos 8 bln + urea J8U Urea U dan atau urea dibandingkan tanpa bahan organik atau urea K o . Persentase N yang diserap dari bahan organik dan atau urea efisie nsi N pupuk yang tertinggi diperoleh pada perlakuan urea U, diikuti oleh jerami segar J o dan terendah diperoleh dari kompos 8 bulan J 8 . Pada stadia ini tanaman padi cenderung lebih banyak mengambil N dari tanah daripada N yang diserap dari pupuk, kecuali pada J o Tabel 6. Hal ini karena sistem perakaran tanaman belum berkembang ekspansif dan karena pembebasan N, terutama N-NH 4 + , dari bahan organik dan atau urea berlangsung lambat sehingga tanah masih mampu menyediakan N yang dibutuhkan oleh tanama n padi. Keadaan ini menyebabkan efisiensi serapan N pupuk oleh tanaman relatif rendah. Tabel 6. Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk Jerami Padi, Kompos dan Urea, Tanah, dan 15 N-ZA pada Stadia Pembentukan Anakan Serapan Nitrogen mg N per pot Perlakuan N-tanah a 15 N b N-pupuk c Total Serapan N mgpot Efisiensi N Pupuk K o 52,75 7,28 60,03 J o 27,54 3,87 34,45 65,86 9,99 J 4 39,85 5,48 20,6 5 65,98 5,99 J 8 29,51 4,09 8,11 41,66 2,35 J o U 32,17 4,56 26,94 63,67 7,81 J 4 U 40,58 5,56 16,85 62,99 4,88 J 8 U 51 6,99 28,56 86,54 8,28 U 41,31 5,60 28,43 75,35 12,36 BNJ 41,19 tn 5,67 tn 29,90 tn 65,74 tn 6,49 tn KK 37,01 36,88 45,78 35,61 45,71 tn = tidak nyata a N dalam tanaman yang berasal dari tanah b N dalam tanaman yang berasal dari 15 N-ZA c N dalam tanaman yang berasal dari jerami segar atau kompos atau campuran jerami segar atau kompos dengan urea Pada stadia awal pembentukan malai 49 HST, pemberian bahan organik dan atau urea berpengaruh sangat nyata pada serapan N. Total serapan N tertinggi dijumpai pada perlakuan dengan jerami segar J o dan terendah pada perlakuan kompos 8 bulan J 8 . Tetapi persentase N yang diserap tanaman dari N yang diberikan ke dalam tanah, tertinggi terjadi pada pemberian urea, diikuti oleh pemberian jerami segar J o , masing-masing sebesar 71,05 dan 62,85, keduanya tidak berbeda nyata Tabel 7, tetapi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tingginya efisiensi N yang diserap dari urea terjadi karena urea cepat terhidrolisis dalam tanah sehingga lebih mudah tersedia bagi tanaman padi. Tabel 6 dan 7 memperlihatkan bahwa serapan N yang diperoleh dari bahan organik dan atau urea N-pupuk meningkat cukup besar dengan bertambahnya umur tanaman padi. Hal ini berkaitan dengan sistem peraka ran tanaman yang telah berkembang ekspansif dan bertambah lebat. Selain itu juga karena kebutuhan tanaman terhadap N juga semakin meningkat. Pada saat yang sama, ketersediaan N-NH 4 + yang dilepaskan dari bahan organik atau urea cukup besar untuk memenuhi kebutuhan N tanaman Gambar 8. Tabel 7. Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk Jerami Padi, Kompos Padi dan Urea, Tanah, dan 15 N-ZA pada Stadia Awal Pembentukan Malai Serapan Nitrogen mg N per pot Perlakuan N-tanah 15 N N-pupuk Total Serapan N mgpot Efisiensi N Pupuk K o 182,32 a 17,78 200,10 a J o 94,05 bc 9,12 216,83 a 319,55 b 62,85 ae J 4 95,76 bc 9,34 128,86 bc 236,69 ab 37,35 bc J 8 74,15 b 7,23 115,51 bc 196,87 a 33,48 bc J o U 103,77 bc 10,12 160,69 ac 274,57 ab 46,58 ce J 4 U 131,98 c 12,86 130,32 bc 275,17 ab 37,78 bc J 8 U 116,84 bc 11,4 122,02 bc 250,27 ab 35,35 bc U 123,93 cd 12,09 163,42 ac 299,43 ab 71,05 a BNJ 48,09 sn 5,01 tn 71,63 sn 106,57 sn 20,91 sn KK 14,74 15,76 17,08 14,68 16,17 Untuk kolom tertentu, nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 uji Tukey; sn = sangat nyata nyata pada taraf 1; tn = tidak nyata Pada 75 HST atau pada stadia pengisian bulir padi, pemberian bahan organik dan atau urea berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman padi Tabel Lampiran 7, 8, 9, dan 10. Hal ini konsisten dengan hasil sebelumnya. Pada stadia ini total serapan N tertinggi juga terjadi pada perlakuan pemberian urea 709,91 mg per pot atau 54,75 dari N yang diberikan ke dalam tanah, diikuti oleh jerami segar J o 611,18 mg per pot atau 53,75 dari N yang diberikan ke dalam tanah. Total serapan N terendah terjadi pada perlakuan J 8 352,17 mg pot -1 atau 20,65 dari N yang diberikan ke dalam tanah Tabel 8. Rendahnya serapan N pada perlakuan J 8 selama masa pertumbuhan tanaman padi sejalan dengan rendahnya pelepasan N oleh kompos 8 bulan J 8 , sebagaimana diperlihatkan oleh hasil percobaan inkubasi di laboratorium tanpa ditanami tanaman padi Gambar 8. Total serapan N tanaman pada perlakuan urea dan J o tidak berbeda nyata tetapi keduanya nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan total serapan N pada perlakuan lainnya. Bila dibandingkan dengan stadia sebelumnya, yaitu stadia awal pembentukan malai 49 HST, persentase N yang diserap dari bahan organik dan atau urea pada stadia ini cenderung menurun, kecuali pada perlakuan J 4 U, dan J 8 U yang cenderung meningkat. Peningkatan efisiensi serapan N pada kedua perlakuan tersebut diduga karena pengaruh pemberian urea yang kedua, pada 49 HST. Pada stadia ini ketersediaan N dan suplai N bagi tanaman padi meningkat karena terjadi peningkatan N dalam tanah yang berasal dari urea. Secara umum, kompos 4 dan 8 bulan J 4 dan J 8 menunjukkan laju mineralisasi N yang lebih rendah sehingga secara tidak langsung juga menyebabkan terjadinya serapan N oleh tanaman yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pemberian jerami segar J o . Tabel 6, 7, dan 8 menunjukkan bahwa dengan semakin lama jerami padi dikomposkan 8 bulan, bila diberikan ke dalam tanah sawah akan memberikan efisiensi pemanfaatan N oleh tanaman yang semakin rendah. Tetapi pemberian urea bersama-sama dengan kompos akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan N oleh tanaman padi. Total serapan N oleh tanaman terus meningkat sejak 26 HST sampai 75 HST, walaupun sejak 49 HST sampai panen konsentrasi N -NH 4 + dalam tanah tetap rendah Gambar 11. Total nitrogen yang diserap tanaman sebagian besar, kira-kira 56,5 berasal dari tanah Tabel 8. Watanabe dan Inubushi 1986 serta Witt et a l. 2000 menyatakan bahwa setelah N dalam tanah dalam bentuk N-NH 4 + dari hasil mineralisasi N-organik tanah menjadi sangat berkurang karena diserap oleh tanaman, maka N dari biomassa jasad renik dapat menjadi sumber N yang penting bagi tanaman padi. Selanjutnya menurut Shibara dan Inubushi 1997 dan Shibara et al. 1998 tanaman padi dapat menyerap N yang dilepaskan dari biomassa jasad renik, di mana pemberian jerami padi ke dalam 58 Tabel 8. Total Serapan Nitrogen oleh Tanaman Padi dan Serapan N yang Berasal dari Pupuk Jerami Padi, Kompos dan Urea, Tanah, dan 15 N-ZA pada Stadia Pengisian Bulir Padi Serapan Nitrogen mg N per pot Jerami Gabah Perlakuan 15 N N-tanah N-pupuk 15 N N-tanah N-pupuk Total Serapan Nitrogen mg N pot Efisiensi N pupuk Kontrol K 30,97 abd 207,39 af - 21,40 ac 148,80 ab - 408,56 a Jerami Padi J o 25,45 abd 168,54 adg 150,81 a 21,42 ac 148,68 ab 96,43 a 611,18 bc 53,75 a Kompos Jerami 4 bulan J 4 20,12 b 133,99 bg 58,76 b 15,49 ac 109,18 ab 87,37 ab 424,92 ae 31,77 b Kompos Jerami 8 bulan J 8 22,17 ab 147,90 bcdef 54,51 b 10,86 ab 76,24 b 40,48 bc 352,17 a 20,65 c Jerami Padi dan Urea J o U 30,33 abd 200,68 ae 121,49 a 19,68 abd 139,34 ab 74,75 ac 586,28 c 42,66 bde Kompos Jerami 4 bulan dan Urea J 4 U 20,47 abd 135,96 bd 96,99 ab 19,01 abc 131,38 ab 120,75 a 524,57 ce 47,34 aef Kompos Jerami 8 bulan dan Urea J 8 U 29,57 abd 196,65 ac 118,76 ab 20,02 abc 139,47 ab 81,34 ac 585,80 c 43,50 de Urea U 34,09 cd 227,67 a 143,06 a 24,60 cd 171,27 a 108,88 a 709,91 b 54,77 af BNJ 11,63 sn 60,68 sn 60,20 sn 11,60 n 89,64 n 56,40 sn 103,06 sn 11,05 sn KK 15,43 12,09 20,30 21,51 23,82 23,21 6,93 9,42 Untuk kolom tertentu, nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf nyata5 Uji Tukey sn = sangat nyatanyata pada taraf nyata 1 tanah memberikan sumbangan yang lebih tinggi pada pembentukan C-biomassa dan N-biomassa daripada pemberian Sesbania rostrata , Eichornia crassipes, dan kotoran sapi Howlader et al., 2002. Gambar 13 memperlihatkan hubungan yang erat antara N yang dilepaskan dan serapan N tanaman pada 75 HST R 2 = 0,91. Sampai batas tertentu, serapan N tanaman makin meningkat dengan meningkatnya N yang dilepaskan ke dalam tanah. Hal ini secara tidak langsung juga meningkatkan y = -4.9485x 2 + 3.1871x + 0.1312 R 2 = 0.91 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 N yang Dilepaskan dalam Tanah g pot -1 Serapan N g pot -1 Gambar 13. Hubungan Antara N yang Dilepaskan Dalam Tanah dan Serapan N Tanaman pada 75 HST Stadia Pengisian Bulir jumlah anakan dan bobot kering tanaman padi Gambar 14 dan 15. Gambar 14 dan 15 memperlihatkan hubungan yang erat antara serapan N tanaman dengan jumlah anakan per pot r = 0,913 dan bobot kering tanaman padi r = 0,966 pada 75 HST stadia pengisian bulir padi. Gambar 16 juga menunjukkan hubungan yang erat antara N yang diserap dari pupuk dan bobot kering tanaman pada stadia pe ngisian bulir padi r = 0,924. Gambar 17 memperlihatkan total akumulasi N dalam jerami segar meningkat cepat setelah stadia pembentukan anakan sampai stadia pengisian bulir dan kemudian menurun sampai saat panen. Menurut Guindo et al. 1994, status total akumulasi N tanaman padi setelah stadia pengisian bulir tergantung pada kemampuan tanaman padi menunda penuaan daun dan memperpanjang y = 0.0354x + 4.7944 r = 0.913 5 10 15 20 25 30 35 200 400 600 800 Serapan N Tanaman mg pot -1 Jumlah Anakan per pot Gambar 14. Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Jumlah Anakan pada 75 HST Stadia Pengisian Bulir y = 0.0885x + 9.3939 r = 0.966 10 20 30 40 50 60 70 80 100 200 300 400 500 600 700 800 Serapan N Tanaman mg pot -1 Bobot Kering Tanaman g pot -1 Gambar 15. Hubungan Antara Serapan N Tanaman Padi dan Bobot Kering Tanaman Padi pada 75 HST Stadia Pengisian Bulir y = 0.1766x + 23.453 r = 0.924 10 20 30 40 50 60 70 80 50 100 150 200 250 300 Serapan N pupuk mg N pot -1 Bobot Kering Tanaman mg pot -1 Gambar 16. Hubungan Antara Serapan N dari Pupuk Jerami Padi, Kompos dan atau Urea dan Bobot Kering Tanaman pada 75 HST Stadia Pengisian Bulir 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 26 49 75 99 Hari Setelah Tanam Total Akumulasi N dalam Jerami Padi g po t-1 Kontrol Ko Jerami Jo Kompos 4 bln J4 Kompos 8 bln J8 Jerami + Urea JoU Kompos 4 bln + urea J4U Kompos 8 bln + urea J8U Urea U Gambar 17. Akumulasi N yang Diserap Dalam Jerami Padi pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi fotosintesis. Tanaka 1976 menunjukkan bahwa fotosintesis yang aktif akan memacu serapan dan metabolisme N. Tanaman padi yang terhindar dari naungan proses penuaan daunnya akan tertunda dan proses fotosintesis dipacu. Selain itu, Bashir et al. 1997 menyatakan bahwa menurunnya akumulasi N pada saat panen masak karena hilangnya N dari sistem tanah-tanaman dalam bentuk gas NH 3 sebagai akibat penuaan daun secara alami yang terjadi saat tanaman mendekati panen masak. Lepasnya ammonia dari tanaman diduga berkaitan dengan tingginya konsentrasi NH 4 + dalam jaringan tanaman. Hal ini terjadi sebagai akibat asimilasi NH 4 + yang tidak efisien. Amonium NH 4 + bersifat racun bagi jaringan tanaman dan tidak disimpan dalam bentuk ion NH 4 + oleh tanaman. 4.3.4. Fluks Gas N 2 O dari Tanah dalam Kondisi Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea Hasil pengamatan fluks gas N 2 O selama masa inkubasi bahan organik jerami segar dan kompos sampai stadia awal pembentukan malai 49 HST pada percobaan pot di rumah kaca disajikan pada Gambar 18. Hasil sidik ragam menunjukkan bahw a pemberian jerami segar, kompos dan atau urea berpengaruh sangat nyata terhadap fluks gas N 2 O pada – 20 HST atau satu hari setelah dilakukan pencampuran bahan organik dan setelah penggenangan tanah Tabel Lampiran 11. Perlakuan yang dicobakan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap fluks gas N 2 O pada -7 HST sampai stadia awal pembentukan malai 49 HST. Selama masa inkubasi bahan organik pada -21 HST sampai 0 HST saat tanam, tanah dalam pot percobaan tidak ditanami padi. Tanaman padi umur 14 hari baru ditanam pada 0 HST. Gambar 18 menunjukkan adanya variasi fluks gas N 2 O dari tanah yang diberi perlakuan bahan organik dan atau urea. Pada -20 HST, fluks gas N 2 O yang tertinggi terjadi pada pot percobaan dengan perlakuan J o U yaitu sebesar 4,32 mg N-N 2 O m -2 jam -1 . Data ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, fluks gas N 2 O terendah terjadi pada pot percobaan tanpa pemberian bahan organik dan atau urea K o yaitu sebesar 0,30 mg N-N 2 O m -2 jam -1 , tetapi data ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan J o , J 4 , J 8 , J 4 U, dan J 8 U Tabel 10. Selama masa inkubasi bahan organik pada -21 HST sampai 0 HST, jumlah N dari bahan organik yang diberikan ke dalam tanah untuk perlakuan J o , J 4 , dan J 8 sebesar 46 mg N kg -1 , sedangkan pada perlakuan J o U, J 4 U, dan J 8 U sebesar 23 mg N kg -1 . Pada – 20 HST, perlakuan 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 -20 -14 -7 26 49 Hari Setelah Tanam Fluks Gas N 2 O mg N-N 2 O m -2 jam - 1 Kontrol Ko Jerami Jo Kompos 4 bln J4 Kompos 8 bln J8 Jerami + Urea JoU Kompos 4 bln + urea J4U Kompos 8 bln + urea J8U Urea U Gambar 18. Fluks Gas N 2 O dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea J o U, J 4 U da n J 8 U memperlihatkan fluks gas N 2 O lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan J o , J 4 , dan J 8 , padahal jumlah N yang diberikan pada perlakuan J o U, J 4 U dan J 8 U setengah dari jumlah N yang diberikan pada perlakuan J o , J 4 , dan J 8 . Hal ini diduga karena pemberian jerami segar atau kompos dalam jumlah yang lebih besar 46 mg N kg -1 merangsang aktivitas jasad renik tanah. Pada waktu bersamaan, meningkatnya aktivitas jasad renik tanah juga meningkatkan konsumsi O 2 oleh jasad renik tanah sehingga menyebabkan kondisi tanah semakin anaerob dan mendorong hilangnya N dalam bentuk N 2 daripada N 2 O. Keadaan ini mengakibatkan penurunan fluks gas N 2 O pada pot dengan perlakuan J o , J 4 , dan J 8 . Sebagaimana dikemukakan oleh Azam et a l. 2002 bahwa peningkatan aktivitas jasad renik tanah, termasuk di dalamnya bakteri denitrifikasi, secara tidak langsung menyebabkan kondisi semakin anaerob karena peningkatan kebutuhan O 2 untuk respirasi jasad renik tanah. Secara umum fluks gas N 2 O pada sebagian besar pot dengan perlakuan bahan organik pada awal inkubasi -20 HST jauh lebih tinggi dibandingkan dengan fluks gas N 2 O pada minggu berikutnya. Hal ini terjadi karena penurunan fluks gas N 2 O yang berlangsung cepat selama satu minggu, terutama pada pot percobaan dengan perlakuan jerami segar J o dan campuran jerami segar atau kompos dengan urea J o U, J 4 U dan J 8 U. Pada awal perubahan kondisi tanah dari keadaan aerob menjadi anaerob menyebabkan fluks gas N 2 O yang tinggi karena terjadi pr oses reduksi N-NO 3 - yang ada dalam tanah menjadi gas N 2 O. Azam et al. 2002 juga menyatakan bahwa tingginya fluks gas N 2 O terjadi selama beberapa jam pertama setelah penggenangan tanah, terutama pada tanah yang menerima bahan organik dibandingkan dengan tanah tanpa pemberian bahan organik K o . Meningkatnya kembali fluks gas N 2 O pada -14 HST diduga karena peningkatan suhu di rumah kaca sehingga menyebabkan meningkatnya penguapan air genangan dalam pot percobaan, sehingga ketebalan air genangan berkurang dalam pot percobaan. Keadaan ini menjadikan lapisan tanah yang bersifat aerob bertambah tebal, sehingga meningkatkan proses nitrifikasi yang menghasilkan N- NO 3 - , yang selanjutnya berdifusi ke lapisan reduksi di bawahnya. Nitrat dalam lapisan reduksi selanjutnya terdenitrifikasi menghasilkan gas N 2 O Thind dan Rowell, 2000. Selanjutnya Engler dan Patrick 1974 menyatakan bahwa dalam tanah-tanah tergenang yang digunakan untuk budidaya padi sawah, nitrifikasi hanya terjadi pada lapisan tipis tanah permukaan yang mengandung O 2 yang berasal dari air genangan. Oleh karena itu, kedalaman dan luas permukaan tanah yang aerob dapat memengaruhi laju nitrifikasi. Penurunan fluks gas N 2 O secara drastis pada 0 HST saat tanam sampai 49 HST stadia awal pembentukan malai terjadi karena kondisi tanah telah menjadi lebih reduktif dan konsentrasi nitrat dalam tanah telah menjadi sangat berkurang sejak 26 HST stadia pembentukan anakan. Setelah 26 HST konsentrasi nitrat tidak terdeteksi Tabel 9. Meningkatnya kondisi anaerob dalam tanah tersebut mengarah pada meningkatnya reduksi N 2 O menjadi N 2 yang akhirnya menurunkan fluks gas N 2 O. Menurut Smith dan Patrick 1983 fluks gas N 2 O hanya terjadi bila ada N-NO 3 - dan bila potensial redoks tetap di atas +200 mV. Fluks gas N 2 O cepat berkurang sampai sangat rendah bila potensial redoks berkurang di bawah +200 mV. Hal ini tidak berarti bahwa pada potensial redoks di bawah +200 mV tidak terjadi proses denitrifikasi, tetapi nitrogen lebih banyak hilang sebagai gas N 2 yang merupakan hasil akhir dari proses denitrifikasi. Tabel 9. Konsentrasi N-NH 4 + dan N-NO 3 - mg kg -1 Dalam Tanah Tergenang pada Setiap Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi Stadia Pembentukan Anakan 26 HST Stadia Awal Pembentukan Malai 49 HST Stadia Pengisian Bulir 75 HST Perlakuan N-NH 4 + N-NO 3 - N-NH 4 + N-NO 3 - N-NH 4 + N-NO 3 - K o 15,37 0,25 5,37 2,64 J o 28,82 0,21 8,56 4,51 J 4 27,11 0,23 7,81 3,13 J 8 26,42 0,09 6,65 1,10 J o U 29,63 0,07 7,04 5,91 J 4 U 30,91 0,03 5,60 3,17 J 8 U 31,25 0,02 6,78 3,20 U 34,30 0,06 6,16 6,37 Hasil dari percobaan ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh Lettey et al. 1981 bahwa dissimilatory reduktase nitrat berkembang dengan cepat pada kondisi anaerob dan reduktase N 2 O berkembang hanya beberapa saat setelah awal kondisi anaerob. Nommik 1956 juga mengamati bahwa penurunan N 2 O dan peningkatan N 2 terjadi secara cepat dalam waktu singkat pada kondisi tanah yang lebih anaerob atau reduktif. Selanjutnya Rolston, Hoffman dan Toy 1978 juga menyatakan bahwa nisbah N 2 N 2 O umumnya rendah pada awal proses denirifikasi dan kemudian menjadi lebih besar dengan berlanjutnya proses denitrifikasi tersebut. Mereka menyatakan bahwa fluks gas N 2 enam kali lebih besar daripada fluks gas N 2 O, dan dalam kasus-kasus tertentu dapat menjadi 20 kali lebih besar daripada fluks gas N 2 O yang dihasilkan pada kondisi sangat anaerob. Karena gas N 2 O merupakan hasil antara dari proses denitrifikasi, maka laju fluks N 2 O yang rendah tersebut tidak mencerminkan total kehilangan N akibat denitrifikasi. Sejak tanam bibit 0 HST sampai pertumbuhan padi mencapai stadia awal pembentukan malai 49 HST, fluks gas N 2 O sangat rendah. Tanaman padi dapat menyalurkan O 2 dari udara ke akar-akarnya melalui aerenchym. Sebagian dari O 2 ini dilepaskan ke dalam tanah Frenzel et al., 1992 dan dapat mendukung terjadinya proses nitrifikasi serta proses aerob lainnya di daerah perakaran rhizosfer. Nitrat yang terbentuk sebagai hasil dari proses nitrifikasi segera direduksi bila berdifusi ke dalam tanah yang bersifat reduktif yang ada di sekitar perakaran padi. Namun adanya asimilasi N-NH 4 + , yang merupakan substrat bagi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi, oleh tanaman padi menyebabkan ketersediaan N-NH 4 + dalam tanah menjadi berkurang sehingga tingkat nitrifikasi dalam lingkungan rhizosfer menjadi sangat berkurang Tabel 9. Akibatnya fluks gas N 2 O atau denitrifikasi N juga menjadi sangat berkurang Gambar 18. Menurut Kakuda et al. 2000 tanaman padi dapat menurunkan kehilangan N dari sistem tanah-tanaman. Penurunan denitrifikasi N tersebut disebabkan oleh adanya persaingan antara akar-akar tanaman dan bakteri denitrifikasi terhadap N tersedia. Fluks gas N 2 O selama masa inkubasi bahan organik pada awal penggenangan tanah sampai stadia awal pembentukan malai berkisar dari 4,32 mg N-N 2 O m -2 jam -1 sampai 0,03 mg N-N 2 O m -2 jam -1 , dan fluks gas N 2 O pada tanah yang tidak diberi perlakuan K o berkisar dari 0,30 mg N-N 2 O m -2 jam -1 sampai 0,06 mg N-N 2 O m -2 jam -1 . Rata -rata fluks gas N 2 O dari pot percobaan yang diberi perlakuan berkisar dari 0,04 sampai 0,85 mg N-N 2 O m -2 jam -1 , dan rata-rata fluks gas N 2 O yang tertinggi Tabel 10 terjadi pada pot percobaan dengan perlakuan kombinasi jerami segar dan urea J o U. Pemberian jerami segar dan urea meningkatkan fluks gas N 2 O sebesar 4,1 kali lebih besar daripada tanah yang tidak diberi bahan organik jerami segar atau kompos dan urea K o . Selain itu, fluks gas N 2 O pada perlakuan J o U nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Data pada Tabel 10 memperlihatkan nilai pendugaan total nitrogen yang hilang dari tanah tergenang sebagai gas N 2 O akibat pemberian jerami segar, kompos dan atau urea. Dalam percobaan ini pendugaan jumlah total nitrogen yang hilang dari tanah sebagai gas N 2 O dilakukan dengan menghitung luas kurva fluks gas N 2 O dengan waktu. Total emisi gas N 2 O yang tertinggi selama masa inkubasi bahan organik sampai stadia awal pembentukan malai, terjadi pada pot percobaan dengan perlakuan kombinasi jerami segar dengan urea J o U yaitu sebesar 0,54 g N -N 2 O m -2 . Total emisi gas N 2 O terendah terjadi pada pot percobaan tanpa pemberian bahan organik maupun urea K o yaitu sebesar 0,23 g N-N 2 O m -2 . Karena pengambilan contoh gas dan pengukuran gas N 2 O pada pot percobaan dengan perlakuan urea dilakukan sebelum pemberian urea ke dalam tanah, maka tidak Tabel 10. Nilai Rata -rata Fluks Gas N 2 O dan Pendugaan Total Nitrogen yang Hilang Sebagai Gas N 2 O dari Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea Jumlah N yang Diberikan Fluks Gas N 2 O pada Minggu 0 Rata-rata fluks gas N 2 O Total Emisi Gas N 2 O Perlakuan kg N ha -1 mg N-N 2 O m -2 jam -1 g N -N 2 O m -2 K o 0,30 a 0,21 0,23 J o 92 1,55 a 0,32 0,24 J 4 92 0,74 a 0,33 0,31 J 8 92 0,59 a 0,31 0,32 J o U 92 4,32 b 0,85 0,54 J 4 U 92 1,83 a 0,40 0,30 J 8 U 92 1,73 a 0,42 0,32 U 92 0,04 0,05 Pengambilan contoh udara dan pengukuran gas N 2 O pada pot percobaan dengan perlakuan urea U dilakukan sebelum pemberian urea ke dalam tanah. relevan untuk menghitung dan membandingkan emisi gas dari nitrogen urea yang diberikan ke dalam tanah dengan perlakuan lainnya. Tingginya emisi gas N 2 O dari perlakuan J o U dibandingkan dengan perlakuan lainnya diduga karena adanya kandungan karbon sebagai C-organik dari jerami segar relatif cukup besar yaitu sebesar 19,05 g per pot atau 2 - 3 kali lebih besar dibandingkan dengan kompos Tabel 3. Secara umum data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pemberian jerami segar, kompos, dan urea atau campuran jerami segar atau kompos dengan urea meningkatkan emisi gas N 2 O dalam tanah tergenang. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah meningkatkan suplai karbon C yang dapat dioksidasi dan meningkatkan aktivitas jasad renik tanah. Bahan organik merupakan sumber energi bagi bakteri denitrifikasi yang sebagian besar merupakan bakteri heterotrofik. Bahan organik juga dapat merangsang respirasi jasad renik tanah sehingga menurunkan ketersediaan O 2 dalam atmosfer tanah Tiedje, 1988 dan Azam et al., 2002. Peningkatan aktivitas jasad renik karena pemberian bahan organik telah ditunjukkan penelitian sebelumnya oleh Aulakh et al. 2000 dan Aulakh dan Doran 2002 dimana produksi CO 2 dari tanah yang diberi pupuk kandang, jerami, atau pupuk hijau relatif lebih tinggi selama masa awal penggenangan tanah. Hal ini terjadi bersamaan dengan tingginya tingkat denitrifikasi dalam tanah. Rendahnya N yang hilang dalam bentuk gas N-N 2 O Tabel 11 menunjukkan bahwa penambahan bahan organik atau urea ke dalam tanah tergenang secara terus-menerus selama masa pertumbuhan tanaman padi bukan merupakan sumber pencemaran gas N 2 O yang membahayakan lingkungan. 4.3.5. Aktivitas Enzim Nitrogenase dalam Tanah Tergenang Akibat Pemberian Jerami Padi, Kompos dan atau Urea Aktivitas nitrogenase yang berperan dalam penambatan N 2 udara diukur dengan pendekatan metode reduksi asetilen C 2 H 2 atau acetylene reduction activity ARA. Menurut Wada et al. 1978 bahwa aktivitas enzim nitrogenase di daerah perakaran rhizosfer tanaman padi lebih tinggi daripada aktivitas enzim nitrogenase pada lapisan tanah permukaan atau dalam air genangan. Hal ini menekankan arti pentingnya penambatan N 2 di lingkungan perakaran tanaman padi. Berdasarkan hal tersebut maka pada percobaan ini, pengukuran aktivitas enzim nitrogenase atau ARA dilakukan di daerah perakaran tanaman padi. Pengukur an ARA di daerah perakaran tanaman padi dilakukan pada tiga stadia pertumbuhan, yaitu pada stadia pembentukan anakan atau 26 HST, awal pembentukan malai atau 49 HST, dan saat panen atau 99 HST. Karena koefisien keragaman hasil pengukuran ARA di daerah pe rakaran tanaman padi sangat tinggi, maka data ARA ditransformasi dengan log 10 agar sebaran data menjadi normal. Hasil transformasi data ARA disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Nilai Acetylene Reduction Activity ARA di Daerah Perakaran Tanaman Padi nmol C 2 H 4 g -1 BK akar jam -1 pada Tiga Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi Perlakuan Stadia Pembentukan Anakan 26 HST Stadia Awal Pembentukan Malai 49 HST Panen 99 HST K o 1,70 a 2,479 1,020 J o 1,991 ab 4,189 0,617 J 4 2,176 b 3,702 0,829 J 8 1,976 ab 3,838 0,997 J o U 2,071 b 4,014 1,121 J 4 U 2,104 b 3,592 1,022 J 8 U 2,060 b 3,873 1,203 U 1,956 ab 3,568 0,989 BNJ 0,37 n 2,27 tn 39,20 tn KK 6,45 21,91 39,20 Tabel 11 memperlihatkan nilai ARA di daerah perakaran tanaman padi akibat pemberian jerami segar, kompos dan atau urea pada tiga stadia pertumbuhan tanaman padi. Perlakuan pemberian jerami segar, kompos dan atau urea berpengaruh sangat nyata pada nilai ARA di daerah perakaran tanaman padi pada stadia pembentukan anakan 26 HST, akan tetapi pada 49 HST dan 99 HST pemberian jerami segar, kompos, atau urea tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ARA. Secara umum, aktivitas enzim nitrogenase meningkat dari 26 HST sampai 49 HST dan kemudian menurun cukup tajam pada saat panen 99 HST. Aktivitas enzim nitrogenase yang lebih tinggi pada 49 HST dibandingkan stadia pertumbuhan lainnya yang diamati diduga karena pada stadia pertumbuhan antara stadia pembentukan anakan 26 HST sampai pembentukan malai, pertumbuhan tanaman padi sangat aktif menyerap N-NH 4 + dalam jumlah yang relatif lebih besar bila dibandingkan pada stadia pertumbuhan lainnya sehingga N tersedia bagi tanaman padi pada stadia pembentukan malai menjadi jauh berkurang Tabel 9 dan Gambar 10. Menurunnya N-NH 4 + dalam tanah terutama di daerah perakaran tanaman padi merangsang aktivitas enzim nitrogenase dari jasad renik penambat N 2 yang ada di daerah perakaran. Pada saat awal pembentukan malai, N-NH 4 + tersedia dalam tanah semakin berkurang. Berkurangnya konsentrasi N-NH 4 + tersedia dalam tanah dan adanya pertumbuhan tanaman yang aktif pada stadia awal pembentukan malai mendorong produksi eksudat akar dan metabolisme jasad renik penambat N di daerah perakaran tanaman padi. Selain itu, diduga karena adanya peningkatan suplai hasil-hasil fotosintesis fotosintat ke akar dan transpor N 2 udara ke akar-akar tanaman melalui aerenhyma pada semua perlakuan dengan bahan organik. Peningkatan aktivitas nitrogenase pada 49 HST tersebut mencerminkan peningkatan penambatan N udara oleh jasad renik penambat N yang hidup bebas di daerah perakaran tanaman padi. Nitrogen yang ditambat dari udara oleh jasad renik penambat N ini merupakan sumber N biomassa dalam tanah. Nitrogen biomassa ini dapat menjadi sumber N yang penting bagi tanaman padi setelah kandungan N-NH 4 + dari mineralisasi N-organik tanah sudah sangat terkuras. Tanaman padi dapat menyerap N yang dilepaskan dari biomassa jasad renik tanah selama masa pertumbuhannya. Hal ini sejalan dengan data pada Tabel 9 yang menunjukkan serapan N oleh tanaman padi terutama banyak yang berasal dari tanah. Secara umum, pemberian jerami segar, kompos dan kombinasinya dengan urea meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase sampai stadia awal pembentukan malai. Hal ini ditunjukkan dalam Tabel 11 dimana nilai ARA pada kontrol K o relatif lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil dari percobaan ini didukung oleh hasil percobaan di lapang yang dilakukan oleh Sisworo dan Rasjid 1988. Sedikitnya ketersediaan sumber karbon dan energi pada tanah tanpa pemberian bahan organik dan atau urea K o tampaknya menjadi faktor pembatas bagi aktivitas penambatan N 2 oleh bakteri penambat N yang hidup bebas atau yang berasosiasi dengan akar tanaman padi seperti dikemukakan oleh Nugroho dan Kuwatsuka 1990. Energi untuk penambatan N 2 secara biologi berasal dari oksidasi sumber C-organik, seperti glukosa atau dari cahaya dalam hal bakteri diazothrop fotosintetik. Pengamatan pada 49 HST Tabel 11 menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase di daerah perakaran padi cenderung lebih tinggi pada tanah yang diberi jerami segar dibandingkan dengan yang diberi kompos J 4 dan J 8 . Demikian pula terhadap tanah yang diberi jerami segar dan urea J o U. Hal ini diduga karena pada stadia pertumbuhan ini konsentrasi N-NH 4 + telah sangat terkuras, dan tersedianya sumber energi berupa jerami segar bagi bakteri penambat N. Tersedianya sumber energi dari bahan jerami segar tersebut meningkatkan aktivitas dan merangsang respirasi jasad renik tanah, sehingga semakin me ngurangi ketersediaan O 2 dalam tanah di sekitar perakaran. Hal ini meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase karena enzim ini bersifat peka terhadap O 2 Giller dan Wilson, 1991.

V. PEMBAHASAN UMUM

Pengelolaan suplai N bagi tanaman padi dalam tanah tergenang merupakan suatu kondisi awal yang penting untuk memperbaiki efisiensi penggunaan N, mengurangi kehilangan N, dan akhirnya untuk mendapatkan hasil padi yang tinggi. Berbeda dengan pupuk mineral, residu tanaman atau bahan organik yang diberikan ke dalam tanah harus mengalami mineralisasi lebih dulu sebelum N yang terkandung di dalamnya menjadi tersedia bagi tanaman padi. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi transformasi bahan organik yang diberikan ke dalam tanah dalam usaha mengelola suplai N bagi tanaman padi dan memperbaiki efisiensi penggunaan N dalam tanah tergenang. Ketersediaan N bagi tanaman dikendalikan oleh dua proses yang saling berlawanan, yaitu mineralisasi dan imobilisasi. Jumlah dan laju imobilisasi dan mineralisasi N dipengaruhi oleh : 1 kondisi lingkungan seperti suhu, reaksi tanah, kelembaban dan aerasi tanah; 2 kerentanan bahan organik terhadap dekomposisi oleh jasad renik; dan 3 sifat mikroflora dan mikrofauna yang ada dalam tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jerami padi memberikan pengaruh yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kompos jerami 4 dan 8 bulan dalam hal : 1 penyediaan N dalam tanah, 2 peningkatan aktivitas enzim nitrogenase dalam menambat N 2 , 3 peningkatan serapan N dan efisiensi penggunaan N oleh tanaman, 4 peningkatan bobot kering tanaman dan jumlah anakan, dan 5 penurunan emisi gas N 2 O. Serapan N tanaman padi terutama dipengaruhi oleh ketersediaan N mineral dalam tanah sebagaimana yang ditunjukkan oleh dinamika N-NH 4 + dalam tanah. Hal ini ditunjukkan oleh percobaan rumah kaca yang memperlihatkan hubungan yang erat antara N-NH 4 + yang dilepaskan ke dalam tanah dan serapan N tanaman padi Gambar 12. Selanjutnya serapan N oleh tanaman tersebut berpengaruh pada peningkatan jumlah anakan dan bobot kering tanaman, seperti ditunjukkan pada Gambar 14 dan 15. Serapan N yang lebih tinggi pada perlakuan pemberian jerami dibandingkan dengan pemberian kompos jerami 4 dan 8 bulan karena :