Latar Belakang Kebijakan Pengelolaan Rumpon yang Berkelanjutan di Barat Daya Perairan Pelabuhanratu

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan statistik perikanan tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, 2008, bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia yaitu sebesar 97,02. Hal ini dibuktikan dari 555.950 unit jumlah kapal perikanan yang menangkap ikan di laut, 539.380 unit merupakan kapal yang berukuran 10 GT Gross Tonage. Nelayan skala kecil ini pada umumnya melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan dengan berbagai keterbatasan, antara lain: modal, ilmu pengetahuan, sarana dan ruang gerak. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil tangkapan mereka yang berimbas pada pendapatannya yang rendah. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan skala kecil, salah satu alternatif untuk menyelesaikan keterbatasan tersebut adalah penangkapan ikan berbasis rumpon. Menurut Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: 30MEN2004 tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon yang merupakan pengganti Keputusan Menteri Pertanian Nomor:51Kpts1997 dinyatakan bahwa rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dirancang atau dibuat dengan struktur tertentu sehingga dapat ditempatkan secara tetap atau sementara pada perairan laut. Monintja 1993 menyatakan bahwa rumpon dipasang di perairan pada daerah penangkapan fishing ground tertentu, agar ikan-ikan tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon sehingga mudah ditangkap dengan alat penangkap ikan. Ikan-ikan kecil berkumpul di sekitar rumpon karena terdapat lumut dan plankton yang menempel pada atraktor rumpon. Ikan-ikan kecil ini mengundang ikan-ikan lebih besar pemangsanya dan demikian seterusnya hingga ikan potensial seperti cakalang, tuna, tenggiri, dan lainnya berada di sekitar rumpon yang dipasang di laut. Kegiatan penangkapan ikan berbasis rumpon, mempunyai kelebihan dibandingkan kegiatan penangkapan ikan lainnya, yaitu: a mengurangi biaya operasional penangkapan terutama bahan bakar minyak 2 BBM yang merupakan komponen utama biaya operasional, b mempersingkat hari operasi penangkapan fishing trip, c mempunyai kepastian daerah operasi penangkapan fishing ground, dan d meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan Imron dan Baskoro, 2006. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Naamin 1987, dengan adanya rumpon sangat dirasakan manfaatnya oleh nelayan karena dapat menghemat 50-60 bahan bakar minyak BBM yang merupakan komponen pembiayaan terbesar dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan penelitian Monintja, Baskoro dan Purbayanto 1989, bahwa pemanfaatan rumpon yang mengunakan alat tangkap pancing untuk penangkapan ikan Madidihang Thunnus albacores yang merupakan salah satu jenis ikan tuna di perairan Pelabuhanratu dinilai dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha penangkapan ikan bagi nelayan. Menurut Subani 1958, kelompok ikan yang berasosiasi dengan rumpon adalah ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Kelompok ikan pelagis kecil berupa ikan layang Decapterus ruselli, Decapterus macrosoma, Decapterus kurroidea, siro Sardinella sirm, lemuru Sardinella lemuru, tembang Sardinella fimbriata , Sardinella brachiosoma, Sardinella gibbosa, bentong Selar crumenopthalmus , dan selar Selaroide leptolepis. Sedangkan kelompok ikan pelagis besar yang berasosiasi di sekitar rumpon berupa cakalang Katsuwonus pelamis , tuna madidihang Thunnus albacores, tuna albakor Thunnus allalunga , tuna sirip biru Thunnus obesus, dan tongkolEuthynnus affinis dan Auxix spp .. Pada umumnya ikan pelagis kecil diperoleh dengan menggunakan rumpon laut dangkal dan ikan pelagis besar ditemukan pada rumpon perairan dalam. Oleh karena itu jenis rumpon yang digunakan sebagai tempat mengumpulkan ikan tergantung pada ikan target yang akan ditangkap. Salah satu daerah penyebaran ikan pelagis besar dari jenis cakalang dan tuna yang merukan jenis ikan nilai ekonomis penting banyak terdapat di perairan Selatan Jawa Martosubroto dan Malik, 1989. Hal ini diketahui dari banyaknya kapal penangkap tuna dan cakalang yang bersifat ruaya jauh yang mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Pelabuhanratu, Provinsi Jawa Barat dengan daerah penangkapan ikan pada umumnya di perairan Samudera Hindia. Namun berdasarkan data produksi ikan yang didaratkan di 3 PPN tersebut setiap tahunnya berfluktuasi yang cukup besar yang disebabkan oleh ketidakpastian daerah penangkapan ikan dan waktu penangkapan ikan yang dipengaruhi oleh musim yang menimbulkan ketidakpastian produktifitas penangkapan sehingga pendapatan nelayan juga tidak pasti. Oleh karena itu, dengan adanya penangkapan ikan berbasis rumpon akan dapat mengurangi faktor ketidakpastian daerah penangkapan ikan di Selatan Perairan Pelabuhanratu sehingga dapat meminimalisir ketidakpastian pendapatan nelayan. Sejak tahun 2004, usaha penangkapan ikan berbasis rumpon telah mulai dikembangkan oleh nelayan di perairan Pelabuhanratu khususnya di perairan Teluk Pelabuhanratu. Saat itu, produktitivitas hasil tangkapan nelayan yang ikut memanfaatkan rumpon jauh lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkan, sehingga terjadi kecemburuan sosial yang mengakibatkan potensi konflik. Konflik yang timbul berkaitan dengan penggunaan daerah penangkapan , alat tangkap dan jenis dan jumlah ikan yang ditangkap. Selain antar nelayan, konflik juga terjadi antara nelayan rumpon dengan pengguna alur pelayaran karena lokasi rumpon juga digunakan sebagai alur pelayaran sehingga sering terjadi kerusakan rumpon. Berdasarkan hasil mufakat antar nelayan dan instansi pembina dan instansi lainnya yang terkait, pemasangan rumpon dipindahkan ke Barat Daya perairan Pelabuhanratu. Saat ini, rumpon yang terpasang di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dengan jenis rumpon laut dalam berjumlah 22 unit dengan melibatkan 22 kelompok nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Pelabuhanratu. Terkait dengan itu, agar pengelolaan rumpon yang dipasang dan dimanfaatkan dapat berkelanjutan di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, perlu dikaji secara mendalam tentang status keberlanjutannya saat ini sebagai dasar dalam menentukan kebijakan yang akan diterapkan. Kebijakan tersebut dapat mengakomodir pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengusahaan rumpon dan melindungi semua dimensikomponen pengelolaan rumpon ekologi, ekonomi, teknologi, sosial sehingga pengelolaan rumpon lebih dapat diandalkan, dapat menjamin keberlangsungan usaha perikanan tangkap di laut yang berbasis rumpon. Hal ini sangat penting karena keberlanjutan rumpon berkaitan dengan keberlanjutan usaha penangkapan ikan di perairan 4 Pelabuhanratu Jawa Barat, sehingga penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan secara ekonomi dapat memberikan nilai manfaat bagi masyarakat luas khususnya nelayan tanpa mengurangi kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan di perairan. Selain itu, keberadaan rumpon secara sosial dan teknologi dapat diterima oleh nelayan dan masyarakat lainnya yang terkait dalam usaha di lokasi tersebut. Keterkaitan rumpon dengan dimensi pengelolaannya ekologi, ekonomi, teknologi dan sosial disajikan pada pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 Keterkaitan Rumpon dengan Dimensi Ekologi, Ekonomi,Teknologi dan Sosial

1.2 Perumusan Masalah