BAHAN DAN METODE Kealergenikan Serbuk Sari Indonesia pada Manusia

3. BAHAN DAN METODE

Kegiatan penelitian ini meliputi penangkapan serbuk sari dengan alat penangkap, identifikasi serbuk sari dengan mikroskop cahaya dan scanning electron microscope SEM, penentuan jenis serbuk sari dan pengumpulan serbuk sari, membuat ekstrak alergen serbuk sari untuk mengetahui kealergenikannya baik pada orang dengan riwayat alergi maupun tanpa riwayat alergi dengan cara uji tusuk kulit, serta melihat profil bobot molekul BM alergen serbuk sari yang diuji dengan analisis sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis SDS-PAGE. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2005 sampai dengan Mei 2008. Penangkapan serbuk sari dilakukan sesuai dengan kemungkinan serbuk sari sebagai alergen di daerah Darmaga Bogor, Lebak Bulus Cilandak, Ragunan Pasar Minggu dan Ciganjur Jagakarsa di Jakarta Selatan Lampiran 1,2. Untuk mengetahui sebaran serbuk sari, penelitian pendahuluan dilakukan di daerah Darmaga Bogor dan Lebak Bulus Cilandak di Jakarta Selatan. Penelitian pendahuluan pada tahun 2005 dengan pemasangan alat penangkap serbuk sari pasif di Darmaga Bogor didasarkan atas serbuk sari suku Poaceae seperti alang- alang, jagung dan padi. Alat dipasang selama 6 hari antara tanggal 30 Maret sampai 4 April 2005 serta antara 9 Juni sampai 12 Juni 2005. Sedangkan penelitian awal di daerah Lebak Bulus Cilandak, Jakarta Selatan dilakukan untuk mengetahui serbuk sari apa yang tertangkap di daerah tersebut dengan menggunakan Burkard volumetric spore trap selama 1 tahun, dari 1 Januari sampai 31 Desember 2006. Penangkapan serbuk sari dilanjutkan pada tahun 2007 dengan memilih Kecamatan Pasar Minggu berdasarkan kejadian kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas ISPA termasuk rinitis paling tinggi di area tersebut DKK DKI Jakarta 2006, dan juga dari Peta Peruntukan Tanah yang dikeluarkan Dinas Tata Kota Jakarta tahun 2005, Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan memiliki area penghijauan yang sangat luas. Di wilayah ini diketahui berbagai tanaman seperti tanjung, pinus, akasia, cempaka, dadap merah, jagung, pisang, kelapa sawit, kelapa genjah, rambutan, jambu, mangga, alang-alang, dan rumput gajah. Berdasarkan data tersebut diatas, maka ditentukan area penelitian adalah daerah Pasar Minggu dan sekitarnya. Penangkapan serbuk sari dilakukan pada bulan Januari 2007 sampai Mei 2007 dengan gelas objek yang dioles perekat silikon dan digantung pada batang bambu di Taman Margasatwa Ragunan Pasar Minggu dan Kebun Bibit Dinas Pertamanan Ciganjur Jagakarsa Lampiran 1,2. Serbuk sari diidentifikasi menggunakan mikroskop cahaya di Laboratorim Anatomi Tumbuhan Departemen Biologi IPB Baranangsiang, Laboratorium Biologi Tumbuhan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati Bioteknologi PPSHB IPB dan Laboratorium Morfologi Anatomi dan Sitologi Tumbuhan, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong. Pengamatan ultrastruktur serbuk sari dengan SEM dilakukan di Laboratorium Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong. Pembuatan ekstrak alergen serbuk sari untuk uji tusuk kulit dilakukan di Laboratorium Kelompok Penelitian Rekayasa Protein Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Uji klinis dengan cara uji tusuk kulit dilakukan di Poli Alergi Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM, Poli Alergi Imunologi RS Pondok Indah, Klinik Bulog dan Klinik Alergi Imunologi Sisingamangaraja, Jakarta. Analisis SDS-PAGE untuk penentuan BM dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PPSHB IPB. Penangkapan, Identifikasi, dan Pengumpulan Serbuk Sari Penangkapan serbuk sari pada penelitian ini menggunakan tiga jenis alat. Jenis alat yang pertama berupa alat penangkap serbuk sari pasif yang dibuat dari papan tripleks yang diberi atap kecil agar terlindung dari hujan, digunakan untuk menangkap serbuk sari alang-alang, jagung dan padi. Papan untuk menangkap serbuk sari alang-alang dan jagung berukuran 60x40 cm, sedangkan papan untuk serbuk sari padi berukuran 80x20 cm. Pada setiap alat penangkap, ditempel pita transparan “Melinex” sepanjang 20 cm dengan double tape di kedua ujungnya, kemudian diatas pita “Melinex” diberi perekat silikon. Pita “Melinex” ditempel sebanyak tiga baris di bagian depan dan tiga baris di bagian belakang papan. Alat penangkap ini dipasang di areal yang banyak alang-alang, ladang jagung dan persawahan di Darmaga Gambar 2. Setelah beberapa hari, pita “Melinex” diangkat dari papan tripleks dan digunting sepanjang gelas objek berukuran 7,5x2,5 cm. Serbuk sari yang menempel di pita “Melinex” diletakkan di atas gelas objek dalam posisi terbalik, kemudian sediaan diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Gambar 2 Alat penangkap serbuk sari yang dipasang di Darmaga: a. di ladang jagung dan b. di sawah Jenis alat penangkap kedua berupa alat Burkard volumetric spore trap Gambar 3 yang terdiri dari bagian luar dan bagian dalam dengan drum yang dapat berputar dengan mekanisme pengaturan waktu 7 hari terus-menerus. Gambar 3 Alat Burkard volumetric spore trap yang dipasang di Lebak Bulus a b Bagian luar Bagian dalam letak drum Drum ini dilengkapi dengan pita transparan “Melinex” yang diolesi perekat silikon Gambar 4 dan yang diletakkan di sekelilingnya, dilengkapi juga dengan sebuah pompa vakum yang dapat menarik udara sebanyak 10 liter per menit, sehingga dapat menarik serbuk sari maupun spora dari udara melalui celah, yang kemudian akan membentur dan melekat pada pita “Melinex”. Alat ini dapat digunakan dalam segala cuaca, dan dipasang di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Gambar 4 Drum yang dilengkapi pita transparan “Melinex” dan perekat silikon Jenis alat penangkap ketiga menggunakan gelas objek yang dioles perekat silikon, kemudian dijepit dengan penjepit kertas dan digantung pada tiang dari bambu Gambar 5a dan 5b. Alat penangkap pasif ini tidak dapat digunakan bila hujan, hanya bisa bila cuaca tidak hujan dan ada angin. Diharapkan serbuk sari yang beterbangan akan menempel pada gelas objek yang tergantung Gambar 5c. Alat ini dipasang pagi hari sekitar pukul 07.00 dan diangkat sore hari sekitar pukul 17.00. Alat ini dipasang di Taman Margasatwa Ragunan Pasar Minggu dan Kebun Bibit Ciganjur Jagakarsa, Jakarta Selatan. Serbuk sari yang berhasil tertangkap oleh alat penangkap di empat lokasi, kemudian diidentifikasi guna mengetahui spesies tumbuhannya. Identifikasi serbuk sari yang tertangkap diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya, tanpa pulasan atau diwarnai dengan zat warna safranin. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan serbuk sari yang tertangkap dengan serbuk sari kontrol yang diambil dari bunga yang diketahui. Drum Perekat silikon Pita transparan “Melinex” Gambar 5 Alat penangkap a dan b dengan gelas objek berperekat silikon c yang dipasang di Pasar Minggu dan Jagakarsa, Jakarta Selatan Struktur permukaan serbuk sari diamati dengan menggunakan SEM tipe JEOL JSM-5310LV. Dari serbuk sari yang tertangkap tidak semuanya ditindak lanjuti untuk pengujian alergi. Serbuk sari yang dilanjutkan untuk uji klinis dengan cara uji tusuk kulit ada 7 jenis, yaitu akasia, alang-alang, kelapa genjah, kelapa sawit, pinus, jagung dan padi. Setelah ditentukan jenis serbuk sari yang akan dipakai untuk uji tusuk kulit, selanjutnya dilakukan pengumpulan serbuk sari mengikuti metode Ching Ching 1964. Semua jenis serbuk sari diambil dan dikumpulkan langsung dari bunganya sekitar pukul 8 pagi. Bunga kelapa beserta serbuk sarinya berdasarkan modifikasi Santos 1995 dikeringkan di ruang bersuhu 19°C selama 2 hari. Semua serbuk sari diayak dengan saringan bertingkat, sehingga serbuk sari terpisah dari bagian bunga lainnya, kemudian disimpan pada suhu –20°C dan siap di ekstraksi untuk pembuatan alergen. Pembuatan Alergen Setiap serbuk sari yang akan diekstrak dimasukkan dalam cryotube Corning, lalu direndam semalam dalam tabung cryofab yang berisi nitrogen cair. Hari berikutnya, berat serbuk sari ditimbang dengan timbangan analitik dan ditumbuk halus dengan mortar, lalu disuspensi dalam 10 wv etanol 96, dikocok menggunakan stirrer selama 30 menit pada suhu ruang. Suspensi serbuk sari dipindahkan ke dalam eppendorf 1,5 ml, disentrifugasi menggunakan refrigerated microcentrifuge dengan kecepatan 14.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 o C. Supernatan berisi etanol 96 dengan kandungan lemak terlarut, a b c dibuang, endapan dikeringkan di atas tisu. Selanjutnya disuspensi dalam 5 wv NaCl 0,5 M, dengan menggunakan vortex pada suhu ruang selama 30 menit untuk melarutkan protein. Setelah itu ekstrak protein didialisis dalam phosphat buffer saline PBS menggunakan membran dialisis semalam pada suhu 4ºC untuk menghilangkan mikromolekul non-protein. Konsentrasi protein diukur dengan metode Lowry 1951 dan untuk uji tusuk kulit konsentrasi disamakan pada 0,2 mgml Ong 2005. Kemudian disaring dengan filter membran syringe steril 0,22 µm dan siap dipakai untuk uji tusuk kulit. Ekstraktan dari setiap jenis serbuk sari yang digunakan sebagai alergen untuk uji tusuk kulit disimpan pada suhu 4ºC. Analisis SDS-PAGE Protein Serbuk Sari Ekstrak serbuk sari yang dipakai untuk uji tusuk kulit, diukur BM proteinnya dengan analisis sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis SDS-PAGE. Elektroforesis merupakan teknik pemisahan komponen-komponen protein dengan pengaruh arus listrik dalam medan listrik, sehingga terjadi laju perpindahan. Gel yang digunakan terbuat dari tris-HCl, SDS, bis-akrilamida, amonium persulfat, dan temed mengikuti metode Laemmli 1970 yang dimodifikasi. Resolving running gel yang digunakan dengan konsentrasi 12 akrilamid, dan stacking gel 4 akrilamid. Pulasan pita protein dilakukan dengan pewarnaan coomassie brilliant blue CBB dan perak nitrat silver staining. Marker BM yang digunakan adalah standar protein dengan BM rendah atau low molecular weight LMW. Sampel didenaturasi dengan pemanasan dan penambahan b-mercapto-ethanol. Pada saat running, besar voltase yang dipakai 75 volt dengan kuat arus 40 mili Amper mA, lama running 3 jam. Setelah proses running selesai, dilakukan pewarnaan dengan melarutkan gel dalam larutan pewarna. Kemudian didiamkan semalam dan keesokan harinya dilakukan proses destaining. Etika Penelitian Berdasarkan Deklarasi Helsinki tentang etik penelitian yang menggunakan uji klinis pada manusia, semua peserta penelitian harus mendapat penjelasan yang cukup Lampiran 3 dan menyatakan persetujuannya secara tertulis informed consent untuk diikutsertakan dalam penelitian Lampiran 4. Data peserta penelitian dilaporkan secara anonim. Pada penelitian ini, potensi masalah etik terletak pada penggunaan bahan alergen yang belum dibakukan untuk uji tusuk kulit. Kajian etik telah dilakukan dan disetujui oleh Panitia Tetap Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2007 dengan Surat Keputusan No: 359aPT02.FKETIK20 Lampiran 5. Uji Klinis Uji klinis dilakukan dengan cara uji tusuk kulit untuk mengetahui sensitivitas seseorang terhadap alergen tertentu. Uji tusuk kulit mengikuti metode Rusznak dan Davies 1998 dilakukan di lengan bawah bagian dalam, batas-batas tempat penetesan alergen yang akan diuji ditandai dengan tinta. Alergen maupun kontrol diteteskan sebanyak 1 tetes di setiap batas tersebut, lalu ditusuk dengan jarum khusus Gambar 6a, 6b. Puncak respons uji tusuk kulit terjadi antara 10-15 menit setelah penusukan alergen Gambar 6c. Dalam praktik, uji tusuk kulit ditunggu 15 menit, kemudian dikeringkan dengan tisu dan diamati. Gambar 6 Uji Tusuk Kulit: a. Jarum uji tusuk kulit, b. Cara uji tusuk kulit, c. Hasil uji tusuk kulit Reaksi uji tusuk kulit terhadap alergen dianggap positif bila terbentuk bentol berukuran 3 milimeter mm atau lebih dengan catatan tidak terjadi reaksi pada kontrol negatif. Hasil positif berarti ada alergen yang bereaksi dengan IgE spesifik pada permukaan sel mast kulit. Reaksi positif dapat terjadi pada seseorang tanpa gejala klinis. Interpretasi tes kulit positif tergantung dari riwayat pasien dan gejala klinis yang dipacu pajanan dengan alergen. Evaluasi sulit dilakukan pada mereka yang tidak menyadari terhadap pajanan rendah. Derajat sensitivitas dapat dikategorikan berdasarkan diameter bentol: positif 1 +1: 3-5 mm, +2: 6-10 mm, +3: 11-20 mm, dan + 4: 20 mm Gambar 6c. a b c Pemilihan dan jumlah sampel pasien untuk uji tusuk kulit diambil berdasarkan pada urutan kedatangan pasien yang sudah terdiagnosis asma dan rinitis alergi kelompok riwayat alergi, mereka yang kontrol antara bulan Oktober-November 2007 ke Rumah Sakit RS atau Klinik yang sudah ditentukan untuk penelitian, yaitu 1.Poliklinik Alergi Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam IPD Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia FKUI - RS Dr. Cipto Mangunkusumo RSCM, 2.Poliklinik Alergi Imunologi RS Pondok Indah, 3.Klinik Bulog, dan 4.Klinik Alergi Imunologi Sisingamangaraja, Jakarta. Kriteria kelompok riwayat alergi yang ikut penelitian adalah pasien yang sudah terdiagnosis asma, rinitis alergi atau keduanya, berusia 19-55 tahun, jenis kelamin tidak dibedakan, perempuan tidak hamil, bebas obat antihistamin dan steroid yang dapat mengganggu penilaian uji tusuk kulit dalam 7 hari sebelum dilakukan uji tusuk kulit, dan bersedia ikut serta dalam penelitian. Selain itu diikutsertakan juga kelompok tanpa riwayat alergi dengan kriteria umur, jenis kelamin, tidak hamil, tidak makan obat seperti kelompok pasien alergi. Banyaknya sampel dari masing-masing kelompok 69 orang. Pada kelompok riwayat alergi umurnya berkisar antara 20-52 tahun, dan sebagian besar 74 adalah perempuan, sedangkan kelompok tanpa riwayat alergi antara 19-54 tahun dengan banyaknya laki-laki 37 dan perempuan 32 orang. Alergen serbuk sari yang dipakai berasal dari alang-alang, akasia, kelapa sawit, kelapa genjah, jagung, padi dan pinus. Sebagai alergen pembanding digunakan alergen komersial ekstrak serbuk sari campuran 12 jenis rumput yang terdiri dari serbuk sari; 1. Bent grass Agrostos sp, 2. Bermuda grass Cynodon dactylon, 3. Bromus Bromus sp, 4. Cocksfoot grass Dactylis glomerata, 5. Meadow fescue Festuca elatior, 6. Meadow grass Poa pratensis, 7. Oat grass Arrhenatherum elatius, 8. Rye grass Lolium perenne, 9. Sweet vernal grass Anthoxanthum odoratum, 10. Timothy grass Phleum pratense, 11. Wild oat Avena fatua, dan 12. Yorkshire fog Holcus lanatus. Selain itu dipakai 2 jenis alergen tungau debu rumah, yaitu Dermatophagoides pteronyssinus Der.p dan Dermatophagoides farinae Der.f yang merupakan pencetus alergi terbesar di seluruh dunia. Sebagai kontrol positif digunakan histamin zat penyebab alergi pada semua orang, sedangkan untuk kontrol negatif dipakai phosphat buffer saline PBS yang berfungsi sebagai pelarut dan tidak menimbulkan reaksi positif pada uji tusuk kulit.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN