fibre secara tradisional sering digunakan untuk keset, matras olahraga, bahan penyekat dan lain-lain.
Bristle fibre dan matres fibre dapat dicampur dengan lateks dan bahan kimiawi yang lain untuk membuat serat sabut kelapa berkaret rubberized coir yang
banyak digunakan untuk perlengkapan rumah tangga, penyaring, penyekat dan lain- lain. Serat sabut kelapa ini bersaing dengan berbagai jenis serat nabati yang lain,
juga dengan serat sintetis, produk-produk turunan minyak bumi nylon, polyurethane dan lain-lain. Persaingan ini hampir disemua bidang penggunaannya.
2.1.3. Proses Produksi Serat Sabut Kelapa
Proses produksi serat sabut kelapa di mulai dengan tahap persiapan. Pada tahap persiapan sabut kelapa yang utuh dipotong membujur menjadi sekitar lima
bagian, kemudian bagian ujungnya yang keras dipotong. Sabut tersebut kemudian direndam selama sekitar tiga hari sehingga bagian gabusnya membusuk dan
mudah terpisah dari seratnya. Setelah itu kemudian ditiriskan. Sabut yang telah ditiriskan tersebut kemudian dilunakan. Pelunakan sabut secara tradisional
dilakukan dengan manual, yaitu dengan cara sabut dipukul menggunakan palu sehingga sabut kelapa menjadi terurai. Pada tahap ini sudah dihasilkan hasil
samping berupa butiran gabus. Secara modern, pelunakan sabut dilakukan dengan menggunakan mesin pemukul yang disebut mesin double cruiser atau hammer
mill
3
. Setelah dilakukan pelunakan kemudian sabut kelapa dimasukkan ke dalam
mesin pemisah serat untuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Komponen utama mesin pemisah serat atau defifibring machine adalah silinder yang
permukaannya dipenuhi dengan gigi-gigi dari besi yang berputar untuk memukul dan ”menggaruk” sabut sehingga bagian serat terpisah. Pada tahap ini dihasilkan
3
www.bi.go.idsipuklmindserat_kelapasosek.htmsosek. 2005. Pola Pembiayaan Serabut Kelapa.
butiran-butiran gabus sebagai hasil samping. Serat-serat yang telah dipisahkan dari gabusnya tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mesin sortasi untuk
memisahkan bagian serat halus dan kasar. Mesin sortasi atau pengayak refaulting screen adalah berupa saringan berbentuk cone yang berputar dengan tenaga
penggerak motor. Sortasi dan pengayakan juga dilakukan pada butiran gabus dengan menggunakan ayakan atau saringan yang dilakukan secara manual
sehingga dihasilkan butiran-butiran halus gabus
4
. Tahap pembersihan dilakukan untuk memisahkan bagian gabus yang masih
menempel pada bagian serat halus yang telah terpisah dari bagian serat kasar. Tahap ini dilakukan secara manual. Setelah bersih kemudian dilakukan proses
pengeringan dengan cara penjemuran atau dengan menggunakan mesin pengering. Serat sabut kelapa yang sudah bersih dan kering kemudian di pak dengan
menggunakan alat press. Ukuran kemasan yang digunakan adalah sekitar 90 X 110 X 45 cm. Secara tradisional pemadatan serat dilakukan secara manual dengan
cara diinjak sehingga dapat dihasilkan bobot setiap kemasan sekitar 40 kilogram. Sementara apabila dilakukan pemadatan dengan mesin press maka bobot setiap
kemasan mencapai sekitar 100 kilogram
4
. Mutu serat sabut kelapa atau coconut fibre ditentukan oleh warna,
persentase kotoran, keadaan air, dan proporsi antara bobot serat panjang dan serat pendek. Spesifikasi mutu produk serat yang diekspor oleh salah satu perusahaan
eksportir di Jakarta adalah kadar air kurang dari 10 persen, kandungan gabus kurang dari lima persen, panjang serat 2 – 10 cm 30 persen, panjang serat 10 –
25 cm 70 persen, ukuran bale 70 x 70 x 50 cm, dan bobot per bale adalah 50 kilogram
4
.
4
ibid
2.2. Tinjauan Empiris Hasil Penelitian Terdahulu 2.2.1. Penelitian mengenai Sabut Kelapa
Sudirman 2003 dalam penelitiannya yang berjudul strategi pengembangan usaha pengolahan sabut kelapa dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat
Kasus Desa Muntai, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis menyatakan bahwa usaha sabut kelapa yang dikembangkan di Desa Muntai sangat berpotensi. Begitu
pula menurut hasil penelitian Nuraida 2003, mengenai prospek pengembangan serat sabut kelapa di CV. Rahmat Kurnia.
Potensi tersebut menurut Sudirman 2003 dilihat dari analisis keuangannya. Berdasarkan hasil analisis keuangan diketahui ternyata dengan modal sebesar Rp
100,50 juta dengan kapasitas produksi 500 Kg bahan baku kulit kelapa, maka pengusaha sabut kelapa akan menghasilkan produksi berupa serat sabut kelapa
dan gabus. Keuntungan bersih yang diterima pengusaha sabut kelapa adalah sebesar Rp 5,13 juta per bulan. Menurut Nuraida 2003 apabila dilihat dari aspek
keuangannya, pengelolaan usaha yang baik dan terarah dapat memberikan dampak usaha yang cukup likuid, solvable dan profitable. Hal ini berarti mencerminkan
bahwa usaha serat sabut kelapa merupakan usaha yang memiliki prospek cerah dan wajar untuk dikembangkan.
Cerahnya prospek dari usaha ini karena terdapat hal lain yang mendukung, seperti peluang pasar yang masih memungkinkan, baik didalam negeri maupun
diluar negeri, bahan baku yang mudah diperoleh dan terjamin kontinuitasnya serta teknologi proses yang sederhana. Namun walaupun usaha ini masih memiliki
prospek yang cerah masih terdapat beberapa kendala yang perlu dihadapi oleh CV. Rahmat Kurnia, salah satunya adalah modal. Oleh karena itu CV. Rahmat Kurnia
meminjam modal kepada perbankan. Dari bantuan permodalan tersebut, dampak positif dari usaha yang dikembangkan oleh CV. Rahmat Kurnia ini terlihat secara