Pengaruh Retribusi Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah (Survei Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota Di Jawa Barat)

(1)

(2)

INFLUENCE OF LOCAL RETRIBUTION AND GENERAL

ALLOCATION FUND TO REGIONAL EXPENSE

(Survey on the Local Government District/City in West Java)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Mengikuti Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Jenjang S-1

ASEP LALAN HADIAT 21108100

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(3)

(4)

ii

Kekayaan daerah yang di pisahkan serta lain-lain PAD yang Sah. Sedangkan Dana Perimbangan terdiri dari: Bagi hasil pajak, Bagi hasil bukan pajak/Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

Retribusi adalah pungutan daerah atas pembayaran ijin dan jasa tertentu yang khusus disediakan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Tujuan dari pemungutan retribusi adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah dan memenuhi Belanja Daerah, akan tetapi di sebagian daerah retribusi tidak bisa memenuhi belanja daerah maka dari itu dana perimbangan yang berasal dari pusat yang berupa dana alokasi umum diharapkan dapat menambah pendapatan daerah sehingga belanja daerah dapat terpenuhi.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota seluruh Provinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Retribusi Daerah dan Dana alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat baik secara parsial maupun simultan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriftif dan verifikatif

Hasil penelitian ini menunjukan secara parsial Retribusi Daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat. Dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja daerah pada kabupaten dan kota di provinsi Jawa Barat. Selain itu secara simultan baik retribusi daerah maupun dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah di Jawa Barat.


(5)

i

areas and other revenue to Legal. While the Fund Balance consists of: tax revenue, non-tax revenue-sharing/Natural Resources, the General Allocation Fund and Special Allocation Fund.

Local Retribution are the levies for the payment of certain permits and special services provided by local government for personal gain or loss. The purpose of collecting user charges is to increase revenue and meet the regional expenditure, but in some areas levy can’t meet the expenditures of the fund balance from the center of the general allocation fund is expected to increase revenues so that expenditures can be met.

The research was conducted at the district / city throughout the province of West Java. The purpose of this study was to determine how much influence the allocation of Local Retribution and General Allocation Fund Regional Expense Against the regencies / cities in West Java, either partially or simultaneously. The method used in this research is descriptive analysis method and verifikatif

The results of this study indicate partial Retribution has a significant effect on the local expense districts and cities in West Java province. And affect the General Allocation Fund expenditures in the counties and cities in West Java province. Additionally simultaneously both levies and general fund allocations significant effect on local spending in West Java.


(6)

iii Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyanyang, karena berkat rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penelitian ini yang berjudul : “Pengaruh Retribusi Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah”. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh program studi Strata 1 pada Program Studi Akuntansi FE di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Meskipun penulis telah berusaha sebaik mungkin, namun terbatasnya pengetahuan, kemampuan yang dimiliki, Penulis menyadari dalam Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari isi maupun pembahasannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun akan senantiasa diterima penulis sebagai masukan yang berarti. Sehingga dalam penyusunan karya tulis lainnya penulis dapat menyusun dengan lebih baik.

Penulis tidak bisa memungkiri bahwa dalam menyusun penelitian ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat Ibu Ony Widilestariningtyas, SE.,MSi, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga dalam


(7)

iv

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto,Msc, Selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia Bandung.

2. Prof. Dr.Hj. Umi Narimawati, Dra.,S.E., M.Si., Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.

3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.

4. Lilis Puspitawati, SE., M.Si selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.

5. Ely Suhayati, SE., Ak., M.Si selaku Dosen Wali AK 2 Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.

6. Bapak Ayub dan Ibu E.maryati , yang selalu memberikan do’a, dukungan baik moral maupun materil, dan kasih sayangnya yang tidak akan pernah bisa terbalaskan sampai kapanpun.

7. Ujang Heryana dan Irmayanti yang dengan tulus dan ikhlas tidak pernah berhenti untuk memberikan curahaan kasih sayang, do’a, motivasi dan semuanya yang tidak akan pernah bisa terbalaskan sampai kapanpun.

8. .Untuk Temen - temen Dewi yulianti, Iman Rahmat Gunawan, Slamet effendi, Imam mulya, Saefulloh, Mutaqin yuniatmoko, Genda Taufik Munggaran, Putri


(8)

v

Marlina, Cahya Hari dan teman-teman 4AK2 lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan yang paling spesial penulis buat Delita Annisa Rahmah yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan do’a nya kepada penulis.

Akhirul kalam, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan, khusunya bagi penulis dan semoga do’a, dorongan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Amien Ya Robbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bandung, Juli 2012 Penulis,

Asep Lalan Hadiat


(9)

vi SURAT PERNYATAAN

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 11

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 11

1.2.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Praktis ... 13


(10)

vii

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka ... 16

2.1.1 Retribusi Daerah ... 16

2.1.1.1 Pengertian Retribusi Daerah ... 16

2.1.1.2 Jenis-jenis Retribusi ... 17

2.1.1.3 Penetapan Tarif Retribusi ... 18

2.1.1.4 Cara Perhitungan Retribusi ... 19

2.1.2 Dana Alokasi Umum ... 19

2.1.2.1 Pengertian Dana Alokasi Umum ... 19

2.1.2.2 Rumusan Dana Alokasi Umum ... 20

2.1.2.3 Cara Menghitung Dana Alokasi Umum ... 20

2.1.3 Belanja Daerah ... 21

2.1.3.1 Pengertian Belanja Daerah ... 21

2.1.3.2 Jenis-jenis Belanja Daerah ... 22

2.1.3.3 Cara Penghitungan Belanja Daerah ... 29

2.1.4 Penelitian Terdahulu ... 30

2.2 Kerangka Pemikiran ... 38


(11)

viii

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian ... 44

3.1 Metode Penelitian ... 44

3.2.1 Desain Penelitian ... 46

3.2.2 Operasionalisasi Variabel ... 51

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data ... 53

3.2.3.1 Sumber Data ... 53

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data ... 54

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 57

3.2.5.1 Rancangan Analisis ... 57

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum ... 69

4.1.1 Sejarah Jawa Barat ... 69

4.1.2 Gambaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat ... 73

4.2 Analisis Deskriptif ... 94


(12)

ix

4.3.1 Hasil Estimasi Model Regresi ... 106

4.3.2 Pengaruh Retribusi Daerah Terhadap Belanja Daerah ... 114

4.3.3 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah ... 118

4.3.4 Pengaruh Retribusi Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 127

5.2 Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 131

LAMPIRAN-lAMPIRAN ... 133


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004) dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004) merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah ( reformasi pemerintahan daerah dan reformasi pengelolaan keuangan daerah di Indonesia). Misi utama dan kedua undang-undang tersebut adalah desentralisasi fiskal, yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang lebih rendah. (Mardiasmo,2004)

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta lebih teknis telah terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1


(14)

(satu) Tahun Anggaran terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (Abdul Halim, 2002).

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah menyusun anggaran yang kemudian dijadikan pedoman dalam menjalankan berbagai aktivitasnya. Anggaran pemerintah adalah jenis rencana yang menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah untuk suatu jangka waktu tertentu (Ghozali, 1993). Anggaran dalam Pemerintah Daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintahan Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar dkk, 2008). APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (Darise, 2008).

Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan RI antara lain adalah:

1. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaanDesentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.


(15)

3. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yangmenyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. 4. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk

mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.

5. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.

6. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah.

7. Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan yang dimaksud sebelumnya. (Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004).

Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam organisasi sektor publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program. Dengan sumber daya yang terbatas, Pemerintah Daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum (Kawedar dkk, 2008). Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimasi


(16)

kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan harapan konsumen (Bastian, 2006). Dengan demikian, Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja daerah dengan baik karena belanja daerah merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Untuk dapat meningkatkan pengalokasian belanja daerah, maka perlu diketahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pengalokasian belanja daerah, seperti pajak daerah, retribusi daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) (Wawan Sobari, 2011).

Dalam mengelola keuangannya, Pemerintah Daerah harus dapat menerapkan asas kemandirian daerah dengan mengoptimalkan penerimaan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan Pemerintah Daerah yang berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Kawedar, 2008).

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 sumber PAD yang terbesar. Setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang berbeda-beda tergantung dari kebijakan Pemerintah Daerah setempat. Untuk daerah dengan kondisi perekonomian yang memadai, akan dapat diperoleh retribusi yang cukup besar. Tetapi untuk daerah tertinggal, Pemerintah Daerah hanya dapat memungut retribusi dalam jumlah yang terbatas. Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan


(17)

ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan (Darwanto dan Yulia Yustikasari, 2007).

Selama tahun 2009-2010 ini di kabupaten dan kota yang ada di jawa barat terjadi beberapa fenomena diantaranya terjadi penuruna penerimaan retribusi daerah, peningkatan dana alokasi umum dan penurunan belanja daerah yang akan di jabarkan pada tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1

Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten/Kota Seluruh Provinsi Jawa Barat

Entitas Retribusi Daerah Dana Alokasi Umum Belanja Daerah

2009 2010 2009 2010 2009 2010

Kab.Bogor 116,502,385 109,038,900 1,111,979,562 1,115,703,641 2,179,663,902 2,516,354,090 Kab.Sukabumi 46,766,680 38,182,682 855,787,030 871,927,274 1,274,679,474 1,549,051,028 Kab.Cianjur 18,871,003 20,365,066 840,775,052 877,993,919 1,239,254,879 1,365,280,450 Kab.Bandung 40,870,885 44,480,441 1,080,215,507 1,086,282,210 1,784,086,645 2,093,853,549 Kab.Garut 83,603,048 13,810,845 1,012,043,617 1,031,869,766 1,478,599,869 1,493,759,225 Kab.Tasikmalaya 14,216,585 14,916,203 801,713,443 805,517,712 1,253,770,095 1,181,368,302 Kab.Ciamis 35,167,494 34,776,196 858,175,531 867,400,720 1,204,047,696 1,297,816,893 Kab.Kuningan 43,489,127 51,528,244 664,974,237 660,391,147 887,113,727 1,119,712,126 Kab.Cirebon 77,114,207 22,610,770 856,714,078 867,300,289 1,212,197,559 1,366,526,480 Kab.Majalengka 28,769,971 34,324,898 642,722,208 709,991,581 928,141,677 1,144,015,938 Kab. Sumedang 56,704,036 7,456,551 629,006,913 634,169,767 951,691,409 1,016,429,659 Kab.Indramayu 9,043,680 12,807,153 706,774,342 735,774,342 1,193,170,644 1,307,191,109 Kab.Subang 8,483,828 9,737,065 666,926,184 666,116,693 1,073,813,703 1,110,508,203 Kab.Purwakarta 27,045,160 27,486,640 454,475,242 579,513,867 745,221,563 979,822,814 Kab. Karawang 13,926,361 16,916,991 722,098,972 714,360,098 1,274,964,852 1,478,725,477 Kab.Bdg barat 9,030,553 11,493,107 566,578,129 584,624,959 782,782,450 991,421,527 Kab.Bekasi 75,669,251 71,252,806 618,237,958 536,786,256 1,910,725,522 1,791,205,526 Kota Bogor 37,078,652 36,122,583 439,246,348 426,093,607 776,876,996 960,407,758 Kota Bandung 68,912,741 89,909,377 989,233,620 912,571,834 2,240,739,995 2,461,711,591 Kota Cirebon 9,406,121 11,332,707 365,486,549 371,527,285 620,625,958 681,527,570 Kota Bekasi 69,771,348 32,804,003 630,392,977 647,082,121 1,501,555,212 1,748,528,532 Kota Depok 34,337,346 30,778,670 456,936,537 461,602,957 955,814,987 1,105,462,086 Kota Cimahi 47,616,491 10,284,678 339,000,335 333,439,320 541,071,977 614,148,269 Kota Tasikmalaya 9,795,560 9,776,426 431,419,690 426,764,264 687,947,281 901,584,460 Kota Sukabumi 6,656,601 5,950,438 287,525,695 289,801,514 557,821,518 500,384,788 Kota Banjar 19,241,399 21,141,593 209,610,505 217,383,597 395,759,400 319,154,802 Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2012


(18)

Belanja adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran (Abdul Halim, 2002). Kepmendagri No, 29/2002 menyatakan bahwa basis akuntansi yang digunakan untuk mengakui pendapatan dan belanja adalah basis kas modifikasian. Belanja daerah merupakan pengalokasian dana yang harus dilakukan secara efektif dan efisien, dimana belanja daerah dapat menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan kewenangan daerah. Maka dari itu apabila belanja daerah menurun dapat disebabkan karena kurang efektif dan efisiennya pendapatan daerah.Apalagi dengan adanya otonomi daerah pemerintah dituntut untuk mengelola keuangan daerah secara baik dan efektif.

Berdasar kan Tabel 1.1 diatas pada tahun 2009-2010 terdapat beberapa fenomena yang terjadi di Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat diantaranya terjadi fenomena penurunan Belanja Daerah yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bekasi, selain di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tasikmalaya fenomena penuruna Belanja Daerah juga terjadi di Kota Sukabumi dan Kota Banjar. Akibat dari penurunan belanja daerah akan menghambat pembangunan & keterbatasan Angaran. Maka dari itu untuk mencari solusinya yaitu seluruh pimpinan SKPD untuk aktif mencari sumber dana alternatif yang tersedia di Pemerintah Pusat dan Provinsi baik berupa Dana Alokasi Khusus (DAK), dana stimulus, bantuan luar negeri maupun bantuan Fiskal (Ansar Ahmad, 2012).

Belanja Daerah diharapkan bertambah dan meningkat, Penambahan ini meliputi total belanja tidak langsung dan total belanja langsung yang pe-ngalokasiannya tersebar di 29 Satuan Kerja Perangkat Daerah, hal tersebut


(19)

diupa-yakan untuk mengakomodir seoptimal mungkin upaya-upaya yang bertujuan me-nanggulangi kemiskinan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Jos-rizal Zain, 2012).

Kebutuhan Belanja Daerah dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Peningkatan Belanja Pemerintah ini digunakan untuk membiayai pembangunan di berbagai bidang dan sektor, baik pembangunan fisik dan non fisik. Tingginya belanja daerah ini perlu di imbangi dengan peningkatan penerimaan keuangan daerah termasuk dari Retribusi Daerah (Andra Eka Saputra,Ade Fatma Lubis dan Idhar Yahya,2008).

Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Berdasarkan Tabel 1.1 diatas realisasi penerimaan retribusi daerah tahun 2009 dan 2010 di Jawa Barat terjadi penurunan retribusi daerah diantaranya terjadi di Kabupaten/Kota. Seperti Kab.Bogor, Kab.Sukabumi, Kab.Garut, Kab.Ciamis, Kab.Cirebon, Kab.Sumedang dan Kab.Bekasi. Selain di kabupaten pada tahun 2009 dan 2010 di Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya juga mengalami penurunan retribusi daerah.

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah agar pemerintah dapat menangani kepentingan daerah, maka dari penerimaan sektor


(20)

retribusi daerah diharapkan dapat mendukung sumber pembiayaan daerah dalam menyelenggarakan belanja daerah, sehingga akan meningkatkan dan memeratakan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat di daerahnya (Rochmat Soemitro,2012)

Hasil penerimaan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut. Dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang hampir tidak ada jenis pungutan Retribusi baru yang dapat dipungut oleh Daerah. Oleh karena itu, hampir semua pungutan baru yang ditetapkan oleh Daerah memberikan dampak yang kurang baik terhadap iklim investasi (Hary Suganda,2010).

Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan (Kesit Bambang Prakosa, 2004).

Berdasarkan Tabel 1.1 realisasi tahun 2009 dan 2010 di atas, di Jawa Barat terjadi peningkatan dana alokasi umum diantaranya terjadi di Kabupaten/Kota. Seperti di Kab.Bogor, Kab.Sukabumi, Kab.Cianjur, Kab.Bandung, Kab.Garut, Kab.Tasikmalaya, Kab.Ciamis, Kab.Cirebon, Kab.Majalengka, Kab.Sumedang, Kab.Indramayu, Kab.Purwakarta dan Kab.Bandung Barat. Selain di kabupaten,


(21)

pada tahun 2009 dan 2010 di Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Sukabumi dan Kota Banjar juga mengalami peningkatan dana alokasi umum. Peningkatan dana alokasi umum ini disebabkan karena kapasitas fiskal di daerah tersebut rendah (Badan Pusat Statistik,2012). Kapasitas fiskal adalah sejumlah pendapatan yang dapat dihasilkan oleh suatu Negara/Daerah. (Robert Simanjuntak, 2002).

Berlakunya Undang-undang No. 25 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, membawa perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme pengelolaan pemerintahan daerah. UU ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda (Pemerintah Daerah), Pempus (Pemerintah Pusat) akan mentransferkan dana perimbangan kepada Pemda. Dana Perimbangan tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum (Kesit Bambang Prakosa, 2004)

DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antara daerah dan disisi lain juga sebagai sumber pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih di prioritaskan pada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal tinggi justru akan mendapatkan jumlah DAU yang lebih kecil, sehingga diharapkan dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah (Priyono Hari Adi, 2008).

Transfer dana dari pusat dalam bentuk DAU telah melahirkan banyak persoalan, dimulai dari formulasi penghitungannya yang tidak disetujui banyak pihak, sampai transparansi penggunaannya. Saat ini sebesar 99,9% DAU dipakai


(22)

untuk mencukupi penggajian aparatur di daerah, dengan kondisi demikian maka alokasi untuk pelayanan publik akan terabaikan (Sinoeng N. Rachmadi, 1996). Idealnya diharapkan konsep desentralisasi berupa perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, mampu memperbaiki dan meningkatkan pembangunan daerah melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih baik (Lestari Karolina Sebayang, 2006). kemandirian daerah dalam bidang keuangan yang merupakan modal utama daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah akan semakin nyata sehingga dengan demikian tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat akan semakin kecil.(Andra Eka Saputra,Ade Fatma Lubis dan Idhar Yahya, 2008). Sedangkan menurut Siti Atikoh (2008), DAU masih belum bisa mengatasi masalah fiscal imbalances antar daerah di Indonesia.

Ketika kapasitas fiskal daerah menjadi semakin tinggi maka DAU yang diterima akan menjadi semakin kecil. Hal inilah yang kemungkinan dihindari, daerah lebih memilih tidak mengalami peningkatan fiskal daripada mendapat potongan DAU dalam jumlah yang besar (Priyono Hari Adi (2008).

Berdasarkan uraian diatas Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Pengaruh Retribusi Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Seluruh Provinsi Jawa Barat ”.


(23)

1.2 Identifikasi Masalah & Rumusa Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uaraian latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Hasil penerimaan Retribusi belum meningkat terjadi di Kab.Bogor, Kab.Sukabumi, Kab.Garut, Kab.Ciamis, Kab.Cirebon, Kab.Sumedang dan Kab.Bekasi, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya.

2. Hasil penerimaan Dana Alokasi Umum meningkat terjadi di Kab.Bogor, Kab.Sukabumi, Kab.Cianjur, Kab.Bandung, Kab.Garut, Kab.Tasikmalaya, Kab.Ciamis, Kab.Cirebon, Kab.Majalengka, Kab.Sumedang, Kab.Indramayu, Kab.Purwakarta, Kab.Bandung Barat, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Sukabumi dan Kota Banjar. Peningkatan dana alokasi umum ini disebabkan karena kapasitas fiskal di daerah tersebut rendah

3. Hasil pengeluaran Belanja Daerah belum meningkat terjadi di Kab.Tasikmalaya, Kab.Bekasi, Kota Sukabumi dan Kota Banjar.


(24)

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan beberapa masalah yang akan diteliti dan akan dibahas, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan retribusi daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

2. Bagaimana perubahan dana alokasi umum pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

3. Bagaimana perubahan belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

4. Bagaimana pengaruh retribusi daerah dan dana alokasi umum secara bersama-sama terhadap belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

5. Bagaimana pengaruh retribusi daerah terhadap belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

6. Bagaimana pengaruh dana alokasi umum terhadap belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

1.3 Maksud & Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penulis mengadakan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan mengumpulkan data atau keterangan, serta informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas oleh penulis yaitu untuk mengetahui pengaruh retribusi daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja daerah.


(25)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perubahan retribusi daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

2. Mengetahui perubahan dana alokasi umum pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

3. Mengetahui perubahan belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

4. Mengetahui besarnya pengaruh retribusi daerah dan dana alokasi umum secara bersama-sama terhadap belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

5. Mengetahui besarnya pengaruh retribusi daerah terhadap belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

6. Mengetahui besarnya pengaruh dana alokasi umum terhadap belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

1. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan pendapatan retribusi daerah.

2. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam upaya


(26)

meningkatkan kemandirian daerah/meningkatkan kapasitas fiskal sehingga daerah tidak terlalu bergantung terhadap penerimaan dana alokasi umum yang diberikan oleh pemerintah pusat.

3. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam upaya pengeluaran daerah berupa belanja daerah agar lebih efektif dan efisien

1.4.2 Kegunaan Akademis 1. Bagi Peneliti

Peneliti dapat membandingkan pengaruh retribusi daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja daerah, serta mengetahui kelemahan dan keungulannya baik secara simultan maupun secara parsial.

2. Bagi pengembangan ilmu akuntansi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan umumnya bagi ilmu akuntansi sektor publik, khususnya mengenai retribusi daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja daerah.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk Penelitian selanjutnya diharapkan jumlah populasi dan sampel dapat lebih diperluas sehingga hasilnya akan menjadi lebih baik dan juga dapat menambah variable-variabel lain yang dapat mempengaruhi belanja daerah.


(27)

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Pemda Jawa Barat, dan pengambilan data dilakukan di Badan Pusat Statistik Jawa Barat, yang beralamat di jalan PHH Mustopa No. 43 Bandung 40124, Telp. /Fax: (022)7272595, 7201696/7213572, E-mail: bps3200@bps.go.id

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012.

Tabel 1.2 Jadwal Penelitian

Tahap Prosedur

Bulan

April 2012

Mei 2012

Juni 2012

Juli 2012

Agust 2012

I

Tahap Persiapan :

1.Membuat outline dan proposal UP 2.Bimbingan dengan dosen pembimbing 3.Mengambil formulir penyusunan UP 4.Menentukan tempat penelitian

II

Tahap Pelaksanaan :

1.Mengajukan outline dan proposal Up 2.Meminta surat pengantar ke perusahaan 3.Penelitian di Pemda Jawa Barat 4.Penyusunan skripsi

III

Tahap Pelaporan :

1.Menyiapkan draft skripsi 2.Sidang akhir skripsi

3.Penyempurnaan laporan skripsi 4.Penggandaan skripsi


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Dalam melakukan suatu penelitian kita perlu memaparkan tentang apa yang kita teliti hal tersebut dapat memudahkan dan menjelaskan lebih rinci tentang variable yang akan kita teliti.

2.1.1 Retribusi daerah

2.1.1.1 Pengertian Retribusi daerah

Retribusi berdasarkan UU no.34/2000, sebagai berikut :

“Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan ol eh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.”

Retribusi Daerah menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010), sebagai berikut :

“Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”


(29)

Menurut Sugianto (2007), yang dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah :

“Retribusi Daerah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

2.1.1.2 Jenis-jenis Retribusi Daerah

Jenis-jenis Retribusi Daerah Menurut Badriyyah Djula (2007), dibedakan atas tiga jenis yaitu :

(1) retribusi jasa dan usaha, (2) retribusi jasa umum,

(3) retribusi perijinan tertentu.

Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Retribusi Jasa dan Usaha.

Retribusi jasa usaha adalah retribusi atau jasa yang disediakan oleh pemerintah dengan menganut prinsip komersil. Jenisnya meliputi retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir atau pertokoan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penitipan anak, retribusi penginapan, retribusi penyedotan khusus, retribusi tempat rekreasi, retribusi penyeberangan di atas air dan retribusi pengelolaan limbah cair serta retribusi penjualan produk usaha daerah.

(2)Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis meliputi; retribusi pelayanan kesehatan dan kebersihan, retribusi pasar, retribusi pengganti alat cetak peta.


(30)

(3) Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang di maksud untuk pembinaan, pengaturan, dan pengendalian serta pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana atau realitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan, menjaga kelestarian lingkungan meliputi retribusi izin penggunaan tanah, retribusi penjualan minuman beralkohol, retribusi izin trayek, retribusi izin pengambilan hasil hutan.

2.1.1.3 Penetapan Tarif Retribusi

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 21 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 8-10 prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah ditentukan sebagai berikut:

(1) Tarif retribusi jasa umum (2) Tarif retribusi jasa usaha

(3) Tarif retribusi perizinan tertentu

Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.

2. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.

3. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penegakan hukum, penatausahaan, danbiaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.


(31)

2.1.1.4 Cara Perhitungan Retribusi

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut:

Sumber: Undang-Undang No.34 Tahun 2000

2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

2.1.2.1 Pengertian Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, sebagai berikut :

“Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

Dana Alokasi Umum (DAU) menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Dana Alokasi Umum (DAU) adalah Dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”


(32)

Dana Alokasi Umum (DAU) menurut Kesit Bambang Prakosa (2004), sebagai berikut :

Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan.”

2.1.2.2 Rumusan Dana Alokasi Umum (DAU)

Rumusan DAU menurut Adrian T.P Panggabean et.al, (1999), dapat di rumuskan sebagai berikut:

a. Rumusan alokasi DAU harus sederhana. Rumusan tidak boleh terlalu kompleks sehingga sulit dimengerti orang, namun tidak boleh pula terlalu sederhana, sehinggga menimbulkan perdebatan dan kemungkinan ketidak adilan.

b. Rumusan sebaiknya tidak memanfaatkan sejumlah besar variable, dimana jumlah variable yang dipakai menjadi relatifterlalu besar, dibandingkan dengan jumlah dana yang ingin dialokasikan.

c. Formula perlu ditelaah ulang setiap tiga tahun, untuk mencerminkan perubahan yang cukup mendasar dalam indicator-indikator obyektif yang mendasari rumusan.

2.1.2.3 Cara Menghitung Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut Kesit Bambang Prakosa (2004), Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut:

a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan


(33)

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Adapun rumus Penghitungan Dana Alokasi Umum Menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar Sumber: UU No.33 Tahun 2004

2.1.3 Belanja Daerah

2.1.3.1 Pengertian Belanja Daerah

Belanja Daerah menurut Iyandri (2009), sebagai berikut :

“Belanja Daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana.”

Belanja Daerah menurut IASC Framework, dalam Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau deplesi asset, atau terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana.”

Belanja Daerah menurut Ainur Rofiq KKD (2007), sebagai berikut :

“Belanja Daerah Merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.”


(34)

Belanja Daerah menurut Deddi Nordiawan, Iswayudi sondi Putra, Maulidah Rahmawati (2007), sebagai berikut :

“Belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas umumNegara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.”

Belanja Daerah menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

Belanja adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran.

Belanja Daerah menurut Mardiasmo (2002), Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran, biasanya satu tahun.

2.1.3.2 Jenis-jenis Belanja daerah

Belanja daerah menurut Abdul Halim (2002), Secara umum Belanja dalam APBD dikelompokan menjadi lima kelompok, yaitu:

(1) Belanja Administrasi Umum

(2) Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik (3) Belanja Transfer

(4) Belanja Tak Tersangka (5) Belanja Modal

Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut: (1). Belanja Administrasi Umum

Belanja Administrasi Umum menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Administrasi Umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas dan pelayanan publik.”


(35)

Kelompok belanja administrasi umum terdiri atas empat jenis, yaitu: 1. Belanja Pegawai

2. Belanja Barang

3. Belanja Perjalanan Dinas 4. Belanja Pemeliharaan

Selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut:

Belanja Pegawai menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Pegawai merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.”

Menurut Abdul Halim (2002), Belanja pegawai terdiri dari :

a. Biaya gaji dan tunjangan, yaitu biayayang dikeluarkan untuk pembayaran gaji dan tunjangan bagi pegawai serta dewan. Contohnya gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan.

b. Biaya perawatan dan pengobatan, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pengeluaran kesehatan pegawai dan dewan yang ditanggung pemerintah daerah. Contohnya biaya perawatan dan pengobatan lokal, biaya pengobatan lanjutan dalam daerah, dan biaya lanjutan luar daerah.

c. Biaya pengembangan sumber daya manusia, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Contohnya biaya beasiswa bantuan tugas belajar ikatan dinas, biaya kursus keterampilan dan job training, dan biaya riset dan studi (penulisan karya ilmiah).

Belanja Barang menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Barang merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk peyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik.”


(36)

Menurut Abdul Halim (2002), Belanja Barang terdiri atas:

a. Biaya bahan habis pakai, contohnya biaya alat listrik dan elektronik, biaya alat tulis, dan biaya gas.

b. Biaya jasa kantor, yaitu biaya yang berhubungan dengan pelayanan serta penunjang administrasi kantor. Contohnya biaya surat dan faks dan biaya pengiriman.

c. Biaya cetak dan pengadaan, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mencetak dan pengadaan. Contohnya barang cetakan dan fotokopi.

d. Biaya langganan, yaitu pengeluaran yang dibayar setelah manfaatnya dinikmati selama satu periode. Contohnya biaya listrik, biaya telepon, dan biaya air.

e. Biaya pakaian dinas, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan pakaian dinas pegawai dan dewan. Contohnya biaya pakaian dinas, biaya pakaian upacara, dan biaya polisi/mentri/agen pamong praja.

Belanja Perjalanan Dinas menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“ Belanja Perjalanan Dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.”

Menurut Abdul Halim (2002), Biaya Perjalanan Dinas terdiri atas :

a. Biaya perjalanan dinas, yaitu pengeluaran perjalanan pegawai atau dewan yang menjalankan tugas. Contohnya biaya perjalanan dinas dalam daerah dan perjalanan dinas luar daerah.

b. Biaya perjalanan pindah, yaitu pengeluaran perjalanan bagi pegawai yang pindah. Contohnya biaya perjalanan pindah dalam daerah dan biaya perjalanan pindah luar daerah.

c. Biaya pemulangan pegawai yang gugur, dipensiunkan, dan cuti besar. Contohnya biaya pemulangan dipensiun dalam daerah, biaya pemulangan dipensiun luar daaerah, dan biaya pemulanganpegawai yang gugur.


(37)

Belanja Pemeliharaan menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Pemeliharaan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.”

Menurut Abdul Halim (2002), Biaya pemeliharaan terdiri atas:

a. Biaya pemeliharaan gedung kantor. Contohnya biaya pemeliharaan pintu dan jendela, biaya pemeliharaan atap, dan biaya pemeliharaan lantai.

b. Biaya pemeliharaan rumah dinas dan asrama. Contohnya sama dengan butir a diatas.

c. Biaya pemeliharaan meubelair, yaitu pengeluaran yang terkait dengan pemeliharaan meubelair kantor. Contohnya biaya pemeliharaan meja, biaya pemeliharaan kursi, dan biaya pemeliharaan lemari.

d. Biaya pemeliharaan perlengkapan kantor, yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan barang kantor yang apabila dioperasikan memerlukan operator. Contohnya biaya pemeliharaan AC, biaya pemeliharaan sound system, dan biaya pemeliharaan OHP.

e. Biaya pemeliharaan peralatan kantor, yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan barang kantor yang apabila dioperasikan tidak memerlukan operator. Contohnya biaya pemeliharaan computer, biaya pemeliharaan mesin ketik, dan biaya pemeliharaan mesin fotokopi.

f. Biaya pemeliharaan mesin emplasment kantor. Contohnya biaya pemeliharaan pagar, biaya pemeliharaan taman, dan biaya pemeliharaan halaman parkir.

(2.) Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik

Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik menurut Abdul Halim (2002:69), sebagai berikut :

“Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik merupakan semua pengeluaran pemerintah daeah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik.”


(38)

Kelompok belanja ini meliputi: 1. Belanja Pegawai

2. Belanja Barang 3. Belanja Perjalanan 4. Belanja Pemeliharaan

Belanja Pegawai menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Pegawai (kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik) merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/personel yang berhubungan langsung dengan suatu aktivitas atau dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.”

Menurut Abdul Halim (2002), Belanja pegawai ini meliputi:

a. Honorarium, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran honor personel/orang yang secara langsung melaksanakan suatu kegiatan atau aktivitas. Contohnya honor bulanan, honor harian, dan honor proyek.

b. Upah lembur, yaitu pengeluaran untuk pemberian upah pada pegawai karena kerja diluar jam kerja.

c. Upah, yaitu pengeluaran untuk pemberian upah pada pegawai harian, yang meliputi upah harian tetap dan upah harian lepas.

d. Uang paket, yaitu pengeluaran yang digunakan untuk anggota dan pimpinan dewan pada kegiatan siding dewan.

e. Insentif, yaitu pengeluaran guna pemberian uang perangsang atau insentif orang/personel yang bekerja untuk suatu kegiatan.

Belanja Barang menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja barang (kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik). Merupakan pengeluaran pemerintah daerahuntuk penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.”


(39)

Menurut Abdul Halim (2002), Belanja barang ini terdiri atas :

a. Biaya sewa, yaitu pengeluaran untuk sewa tempat guna pelaksanaan suatu aktivitas. Contohnya biaya sewa gedung, biaya sewa pelabuhan, dan biaya sewa tempat pelelangan dan penjualan

b. Biaya bahan percontohan, yang hewan dan tanaman.

Belanja Barang menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Barang (kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik) merupakan pengeluaran pemerintah daaerah untuk biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik.” Biaya ini antara lain meliputi biaya perjalanan dinas dalam daerah dan biaya perjalanan dinas luar daerah.

Belanja Pemeliharaan menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Pemeliharaan (kelompok Belanja Operasi dan Pemeliharaan Sarana, dan Prasarana Publik) merupakan pengeluaran pemerintah daaerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan pelayanan publik.”

Menurut Abdul Halim (2002), Biaya pemeliharaan ini terdiri atas :

a. Biaya pemeliharaan gedung pelayanan umum. Contohnya biaya biaya pemeliharaan gedung olah raga, biaya pemeliharaan wisma, biaya pemeliharaan gedung rumah sakit.

b. Biaya pemeliharaan jalan dan jembatan. Contohnya biaya pemeliharaan jembatan timbang, biaya pemeliharaan jalan daerah propinsi, dan biaya pemeliharaan jembatan.

c. Biaya pemeliharaan kendaraan. Contohnya biaya pengujian kendaraan, biaya reparasi dan penggantian suku cadang, dan biaya pembelian ban.

d. Biaya pemeliharaan peralatan operasional, contohnya biaya pemeliharaan bengkel, biaya pemeliharaan peralatan pertanian, biaya pemeliharaan peralatan kesehatan.

e. Biaya pemeliharaan mesin. Contohnya biaya pemeliharaan mesin cetak, biaya pemeliharaan mesin pengeboran, dan biaya pemeliharaan mesin pabrik.


(40)

f. Biaya pemeliharaan perengkapan operasional. Contohnya biaya pemeliharaan perlengkapan kesehatan, biaya perlengkapan pendidikan, dan biaya pemeliharaan perlengkapan pertanian.

g. Biaya pemeliharaan sungai dan saluran/kanal.

h. Biaya pemeliharaan museum. Contohnya biaya pemeliharaan museum perjuangan, biaya pemeliharaan museum peninggalan purbakala, dan biaya pemeliharaan museum budaya.

i. Biaya pemeliharaan terminal. Contohnya biaya pemeliharaan terminal bus/truk, biaya pemeliharaan terminal peti kemas, dan biaya pemeliharaan terminal laut. j. Biaya pemeliharaan kebun dan ternak. Contohnya biaya pemeliharaan kebun,

biaya pemeliharaan ternak, dan biaya pemeliharaan kolam.

k. Biaya pemeliharaan taman. Contohnya biaya pemeliharaan taman rekreasi. l. Biaya pemeliharaan emplasment. Contohnya biaya pemeliharaan emplasment

rumah sakit dan biaya pemeliharaan emplasment bangunan.

(3). Belanja Transfer

Belanja Transfer menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut.”

Menurut Abdul Halim (2002), kelompok belanja ini terdiri atas pembayaran : 1. Angsuran Pinjaman

2. Dana Bantuan 3. Dana Cadangan

(4.) Belanja Tak Tersangka

Belanja Tak Tersangka menurut Abdul Halim (2002), sebagai berikut :

“Belanja Tak Tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa.”


(41)

(5). Belanja Modal

Belanja Modal menurut Abdul Halim (2002),sebagai berikut :

“Belaja Modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan.”

Menurut Abdul Halim (2002), Belanja modal dibagi menjadi:

1. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. Contohnya belanja publik: pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian mobil ambulan. 2. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati

oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Contohnya belanja aparatur: pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas.

2.1.3.3 Cara Penghitungan Belanja Daerah

Menurut Mardiasmo, (2002) Belanja daerah dalam APBD terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung, yang didefinisikan sebagai berikut ini :

Sumber: Mardiasmo Tahun 2002

Sumber: Mardiasmo Tahun 2002

Keterangan:

BTL = Belanja Tidak Langsung BL = Belanja Langsung BP = Belanja Pegawai BB = Belanja Bunga

Belanja Tidak Langsung

(BTL) = BP + BB + BS + BH + BBS + BBH + BK+ BTT

Belanja Langsung (BL) = BP + BBJ + BM


(42)

BS = Belanja Subsidi BH = Belanja Hibah

BBS = Belanja Bantuan Sosial BBH = Belanja Bagi Hasil BK = Bantuan Keuangan BTT = Belanja Tidak Terduga BM = Belanja Modal

BBJ = Belanja Barang dan Jasa

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Tahun Judul Penelitian Kesimpulan Persamaan Perbedaan 1. Kesit

Bambang Prakosa1 (ISSN: 1410

– 2420)

2004 Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli daerah terhadap Prediksi Belanja daerah (Studi Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY

Belanja Daerah

dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari Pemerintah

Pusat. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukan bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah.

Variabel independen Tentang DAU Variabel dependen Belanja Daerah Tidak meneliti PAD

2 Andra Eka Saputra, Ade Fatma Lubis, Idhar Yahya (ISSN 1907-428X)

2008 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dan Pengaruhnya Terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Tenggara Retribusi daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap total belanja daerah di Kabupaten Aceh Tenggara atau hipotesis 3 diterima.

Variabel dependen Belanja Daerah Tidak meneliti kemampuan keuangan daerah dan pengaruhnya

3. Mutiara Maimunah (ISSN 1693-8224) (K-ASPP 04)

2006 Flypaper Effect Pada dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/ Kota di Pulau Sumatra

hasil pengujian dari hipotesis alternatif pertama dan kedua adalah diterima, artinya besarnya nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah (pengaruh positif). . Variabel independen DAU Variabel dependen Belanja Daerah Flaypaper Effect, PAD Lokasi di Kabupaten/ Kota di Pulau Sumatra.


(43)

4. Diah Ayu K. & Arif Rahman ( JAAI Vol.11 No. 1, Juni 2007: 67–80)

2007 Flypaper Effect Pada dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/ Kota di Indonesia

1. Melalui regresi berganda, diketahui bahwa PAD dan DAU secara bersamasama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah.

2. Melalui uji t, diketahui bahwa P value t

hitung yang diperoleh masing-masing variabel independen yaitu PAD dan DAU, signifikan terhadap belanja daerah. Variabel independen Tentang DAU Variabel dependen Belanja Daerah Tidak terdapat Flypaper Effect, PAD,

5 Mutiara Maimunah Dan Rusdi Akbar (JRAI, Volume 11 No.1, Januari 2008:37-51)

2008 Flypaper Effect Pada dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/ Kota di Pulau Sumatra

Dari nilai t statistik tampak bahwa DAU berpengaruh signifikan positif terhadap BD yaitu sebesar 4,499 pada alpha 5% (lampiran 1). Variabel independen DAU Variabel dependen Belanja Daerah Flaypaper Effect, PAD Lokasi di Kabupaten/ Kota di Pulau Sumatra.

6 Philippa Venning ISSN 1608-7143 OECD Journal on Budgeting Volume 2009/1 © OECD 2009

2009 Impact of Budget Support

on

Accountabilities at the Local Level in Indonesia

In reality, an average of less than 10% of regional revenue comes from regional taxes and service fees.30 Most of the regional

governments’ revenue comes from the central government and is designed to reduce regional wealth disparities. This “balancing fund” is made up of three parts: i) shared revenue which includes property and income taxes

imposed by the central government and revenue from natural resources; ii) a general

allocation grant (not earmarked); and iii)

Dana Alokasi Umum

Anggaran dan


(44)

special allocation grants (earmarked to finance areas of national priority) (World Bank, 2007, p. 119). The domestic accountability structures applying to grants are canvassed below, to help understand the local conditions

into which budget support would be provided.

Despite significant reforms, the World Bank states that, in practice, the regional

budget process is not yet transparent or

accountable. 7 Badriyyah

Djula (ISSN 1693-9034 Volume 4 No,3 3 sept 2007)

2007 Pengelolaan retribusi dan hubungannya dengan aspek-aspek penerimaan pemerintah daerah Terdapat hubungan positif dan signifikan antara PAD dan retribusi daerah di Kabupaten Bone Bolango

Retribusi Daerah

Pendapatan Asli daerah

8 Omo Aregbeyen dan Taofik Mohammed Ibrahim (European Journal of Social Sciences ISSN 1450-2267 Vol.27 No.3 (2012), pp. 374-380 © EuroJournals Publishing, Inc. 2012

2012 Testing the Revenue and Expenditure Nexus in Nigeria: An Application of the Bound Test Approach

The relationship between government expenditure and revenue can be categorized under three main

contending hypotheses. The first hypothesis implies that taxation and spending decisions are made

concurrently by the fiscal authorities. This also means that there is bi-directional

relationship between government expenditures and revenues. This hypothesis is regarded as the fiscal

synchronization

hypothesis. The second is the tax-and spend

Belanja daerah

Pendapatan daerah


(45)

hypothesis. This hypothesis infers a unidirectional

causality that runs from revenue to expenditure. In other words, since government revenue causes

changes in government expenditure, government can reduce the size of its expenditure by

controlling

the tax revenue collected by government. The third hypothesis is the so-called spend-and-tax hypothesis. This hypothesis implies causality that runs from government expenditure to tax revenue.

Expressed differently, government spending leads to changes in tax revenue.

9 Muhammad Riduansyah (Makara Sosial Humaniora, Vol 7. No.2 Desember 2003

2003 Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD dan APBN Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Untuk kontribusi komponen retribusi daerah terhadap total penerimaan APBD dalam kurun waktu tahun

anggaran 1993/1994-- terlihat bahwa kontribusi komponen pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh terhadap penerimaan APBD Pemerintah daerah Kota Bogor. Retribusi dan Belanja daerah Pajak Daerah dan Otonomi Daerah

Tabel 2.1 diatas menunjukan persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Berikut adalah penjelasan lebih jelas dari table diatas :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kesit Bambang Prakosa (2004) bertujuan untuk a) mengetahui Dana Alokasi Umum, b) mengetahui Belanja Daerah, c) mengetahui


(46)

pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah di Kabupaten/Kota di Jawa Tengan dan DIY. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus , dimana data yang dibutuhkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder di peroleh dari data realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi jawa barat. Sedangkan data primer di peroleh dari literature-literatur, buku-buku dan teori-teori yang ada di jurnal dan internet. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengan dan DIY oleh Kesit Bambang Prakosa menunjukan Secara empiris penelitian ini membuktikan bahwa besarnya Belanja Daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari Pemerintah Pusat. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukan bahwa DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Andra Eka Saputra, Ade Fatma Lubis dan Idhar Yahya (2008) bertujuan untuk a) mengetahui retribusi daearah b) mengetahui belanja daerah c) untuk mengetahui pengaruh retribusi daerah terhadap belanja daerah di Kabupaten Aceh Tenggara. dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Andra Eka Saputra, dkk (2008), Hasil uji hipotesis dengan menggunakan regresi log linear dengan tingkat signifikan yang di syaratkan sebesar 5%. dengan demikian berarti retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap total belanja daerah di kabupaten Aceh Tenggara.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Maimunah (2006) bertujuan untuk a) mengetahui Dana Alokasi Umum, b) mengetahui Belanja Daerah, c) mengetahui


(47)

pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah di Kabupaten/Kota di Pulau Sumatra. Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Maimunah ini menggunakan alat analisis yaitu regresi sederhana (simple regression) dan regresi berganda (multiple regression). Hasil analisis adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan. Regersi sederhana dan berganda yang dipakai untuk memenuhi tujuan penelitian dalam membuktikan hipotesis. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Maimunah menyatakan DAU berpengaruh positif terhadap BDditerima.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Diah Ayu K dan Arif Rahman (2007) bertujuan untuk a) mengetahui Dana Alokasi Umum, b) mengetahui Belanja Daerah, c) mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan alat analisis yaitu regresi berganda (multiple regression). Dari hasil penelitian menyatakan bahwa variable DAU berpengaruh signifikan terhadap Belanja.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Maimunah dan Rusdi akbar (2008) bertujuan untuk a) mengetahui Dana Alokasi Umum, b) mengetahui Belanja Daerah, c) mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatra. Dari hasil penelitian tersebut dapat terlihat. Dari nilai t statistik tampak bahwa DAU berpengaruh signifikan positif terhadap BD yaitu sebesar 4,499 pada alpha 5%.


(48)

6. Penelitian yang dilakukan oleh Philippa Venning (2009) In reality, an average of less than 10% of regional revenue comes from regional taxes and service fees.30 Most of the regional governments’ revenue comes from the central government and is designed to reduce regional wealth disparities. This “balancing fund” is made up of three parts: i) shared revenue which includes property and income taxes imposed by the central government and revenue from natural resources; ii) a general allocation grant (not earmarked); and iii) special allocation grants (earmarked to finance areas of national priority) (World Bank, 2007, p. 119). The domestic accountability structures applying to grants are canvassed below, to help understand the local conditions into which budget support would be provided. Despite significant reforms, the World Bank states that, in practice, the regional budget process is not yet transparent or accountable.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Badriyyah Djula (2007) bertujuan untuk mengetahui tentang pengelolaan Retribusi daerah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut Retribusi memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap Aspek-aspek penerimaan daerah.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Omo Aregbeyen dan Taofik Mohammed Ibrahim (2012) The relationship between government expenditure and revenue can be categorized under three maincontending hypotheses. The first hypothesis implies that taxation and spending decisions are made concurrently by the fiscal authorities. This also means that there is bi-directional relationship between


(49)

government expenditures and revenues. This hypothesis is regarded as the fiscal synchronization hypothesis. The second is the tax-and spend hypothesis. This hypothesis infers a unidirectionalcausality that runs from revenue to expenditure. In other words, since government revenue causes changes in government expenditure, government can reduce the size of its expenditure by controlling the tax revenue collected by government. The third hypothesis is the so-called spend-and-tax hypothesis. This hypothesis implies causality that runs from government expenditure to tax revenue. Expressed differently, government spending leads to changes in tax revenue.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Riduansyah (2003) bertujuan untuk mengetahui tentang Retribusi daerah di Kota Bogor, Berdasarkan hasil penelitian tersebut untuk komponen retribusi daerah terhadap total penerimaan APBD dalam kurun waktu tahun anggaran 1993/1994--2000 berkisar antara 8,36%-- 23,05%, dengan rata-rata kontribusi per tahunnya sebesar 15,61 % dengan pertumbuhan per tahun 5,08%. Kontribusi retribusi terbesar terhadap total penerimaan APBD diberikan oleh retribusi pasar dan retribusi terminal. Retribusi berpengaruh terhadap Belanja Daerah.


(50)

2.2 Kerangka Pemikiran

Berawal dari Pengelolaan Keuangan Negara, yang bersumber dari APBN yang di berlakukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk pemerataan keuangan daerah pemerintah pusat memberikan DAU kepada Pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah diantaranya untuk membiayai belanja daerah.

Dengan munculnya otonomi daerah maka daerah di berikan kewenangan untuk mengelola keuangan daerahnya sesuai dengan undang-undang. Dengan adanya otonomi daerah maka dapat mendorong daerah untuk melakukan proses pembangunan daerahnya. Untuk membiayai pembangunan tersebut pemerintah daerah mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat yang berupa DAU, selain dari DAU pemerintah daerah dapat memperoleh pendapatan daerahnya, diantaranya dari retribusi daerah dari penerimaan retribusi daerah tersebut daerah dapat memenuhi belanja daerahnya.


(51)

Kesit Bambang Prakosa (2004)

Andra Eka Saputra, dkk (2008)

Gambar 2.1 kerangka Pemikiran

PKN

(Pengelolaan Keuangan Negara)

DAU

(Dana alokasi Umum)

Daerah Pusat

Otonomi Daerah

Pendapatan

Retribusi Daerah Belanja Daerah


(52)

2.2.1 Retribusi Daerah dengan Belanja Daerah

Andra Eka Saputra, dkk (2008), Hasil uji hipotesis dengan menggunakan regresi log linear dengan tingkat signifikan yang di syaratkan sebesar 5%. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa logretri mempunyai t-hitung 2,555 dengan Sig.t = 0,016 pada α = 0,05 dan df = n-k =32-1 =31 diperoleh t-Tabel 1,697. Hasil tersebut menunjukan bahwa retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap total belanja daerah karena t-hitung (2,555) > t-Tabel (1,697) atau Sig. t (0,016) < α (0,05). Dari tabel diperoleh koefisien estimasi retribusi daerah adalah 0,378, dengan demikian berarti retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap total belanja daerah di kabupaten Aceh Tenggara. Hal ini dapat dilihat dari P-value 0,016 yang masih lebih kecil dari tingkat probabilitas yang disyaratkan sebesar 5% atau 0,05.

Hasil dari penelitian ini mendukung hasil penelitian Kusumayono (2004), yang menyatakan bahwa retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran daerah. selain itu penelitian yang dilakukan oleh Dickson & Yu (2000), tentang struktur pendapatan melalui pajak yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah.

2.2.2 Dana Alokasi Umum Dengan Belanja Daerah

Kesit Bambang Prakosa (2004), Secara empiris penelitian ini membuktikan bahwa besarnya Belanja Daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari Pemerintah Pusat. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukan bahwa DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Dalam model prediksi BJD, daya


(53)

prediksi DAU terhadap BJD tetap lebih tinggi dibanding daya prediksi PAD. Hal ini menunnjukkan telah terjadi flypapereffect..

Holzt-eakin et al (1985) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pempus dengan belanja Pemerintah daerah.

Sukriy dan Halim, (2004), Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Pulau Jawa dan Bali sebelumnya telah diteliti dan menghasilkan analisis bahwa ketika tidak digunakan tanpa lag, pengaruh PAD terhadap Belanja daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan digunakan lag, pengaruh DAU terhadap Belanja daerah justru lebih kuat dari pada PAD

Mutiara maimunah (2006), Dari nilai t statistic tampak bahwa DAU berpengaruh signifikan positif terhadap BD yaitu sebesar 4,499 pada alpha 5% (lampiran 1). Hal ini bermakna bahwa semakin besar DAU maka semakin besar pula BD. Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan DAU berpengaruh positif terhadap BD diterima, dan ini konsisten dengan pandangan Holtz-Eakin et al (1994) dan Sukriy dan Halim (2004).

Diah Ayu K & Arief Rahman (2007), Nilai t hitung untuk DAU pada derajat

kepercayaan 5% (α = 0,05) yaitu 84,01529564, sedangkan P Value t hitungnya yaitu 0. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai P value untuk PAD lebih kecil daripada derajat kepercayaannya (0<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara individual DAU juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja daerah.


(54)

Dari kerangka pemikiran diatas dapat diambil kerangka penelitian. Menurut Sugiono (2010) :

“Pola pikir yang menunjukan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan

digunakan.”

Paradigma penelitian ini sebagai berikut :

Andra Eka Saputra, dkk (2008)

Kesit Bambang Prakosa (2004)

Gambar 2.2

Skema Paradigma Penelitian

2.3 HIPOTESIS

Menurut Sugiyono (2008), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.

Retribusi Daerah (X1)

Belanja Daerah (Y)

Dana Alokasi Umum (X2)


(55)

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, penulis mencoba merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian dibawah:

H1: Perubahan Retribusi Daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengalami penurunan.

H2: Perubahan Dana Alokasi Umum pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengalami peningkatan.

H3: Perubahan Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengalami peningkatan

H4: Retribusi Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh secara bersama-sama terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

H5: Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

H6: Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.


(56)

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Dalam Penelitian ini penulis mengambil judul penelitian yaitu, Pengaruh Retribusi Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variable-variabel independen yaitu Pengaruh Retribusi Daerah (X1) dan Dana Alokasi Umum (X2) terhadap Belanja

Daerah (Y). Adapun pengertian dari Objek Penelitian Menurut Husein Umar (2005:303), menerangkan bahwa :

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi obyek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu. Objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Belanja Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.

3.2 Metode penelitian

Metode Penelitan menurut Umi Narimawati (2010:29) adalah sebagai berikut :

“Metode Penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu.”


(57)

Metode Penelitian menurut Sugiono (2011) adalah sebagai berikut:

“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriftif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Terdapat empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada kegiatan ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.

Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2011) adalah sebagai berikut:

“Metode dekskriftif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan

yang berlaku umum atau generalisasi.”

Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan rumusan masalah ke satu, dua dan tiga. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan.


(58)

Sedangkan menurut Mashuri (2009) pengertian metode verifikatif adalah sebagai berikut:

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan

untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa

dengan kehidupan.”

Sedangkan verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu regresi berganda.

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam proses penelitian.

Menurut Nazir (2005) desain penelitian adalah:

“Semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan

penelitian.”

Sedangkan desain penelitian menurut Husein Umar (2000) adalah:

“Rencana dan struktur penyelidikan yang dibuat sedemikian rupa agar

diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian”.

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa, desain penelitian merupakan semua proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu.


(59)

Menurut Sugiyono (2008) penjelasan proses penelitian dapat disimpulkan seperti teori sebagai berikut :

Proses penelitian meliputi: 1. Sumber masalah

2. Rumusan masalah

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4. Pengajuan hipotesis

5. Metode penelitian

6. Menyusun instrument penelitian 7. Kesimpulan.

Berdasarkan proses penelitian yang dijelaskan di atas, maka desain pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber Masalah

Membuat identifikasi masalah berdasarkan latar belakang penelitian sehingga mendapatkan judul sesuai dengan masalah yang ditemukan. Identifikasi masalah diperoleh dari adanya fenomena yang terjadi di Pemda Jawa Barat

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

a. Bagaimana pelaksanaan retribusi daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

b. Bagaimana pelaksanaan dana alokasi umum pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

c. Bagaimana pelaksanaan belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat.


(60)

d. Bagaimana besarnya pengaruh retribusi daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja daerah pada Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Jawa Barat baik secara simultan maupun parsial.

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis) maka, peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual) maka jawaban itu disebut hipotesis. Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah Pengaruh Retribusi daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja daerah.

5. Metode penelitian

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode descriptive analysis dan verifikatif. Metode descriptive analysis digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, kedua, dan ketiga. Sedangkan metode verifikatif


(61)

digunakan untuk menjawab rumusan masalahkeempat.

6. Menyusun instrumen penelitian

Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen pada penelitian ini berbentuk data yang didapatkan dari Pemda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Setelah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu.

Menurut Nur Indiantoro (1999) Unit analisis merupakan tingkat agregasi data yang dianalisis dalam penelitian, yang ditentukan berdasarkan rumusan masalah atau pertanyaan penelitian mempengaruhi proses pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Srudi Cross Sectional yaitu studi untuk mengetahui hubungan komparatif beberapa subyek yang diteliti. Selanjutnya peneliti menganalisis dan mengambil sampel untuk melakukan penelitian mengenai:

1. Retribusi Daerah yang diperoleh dari Pemda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

2. Dana Alokasi Umum yang diperoleh dari Pemda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

3. Belanja Daerah yang diperoleh dari Pemda dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.


(1)

Objek Penelitian menurut (Husein

Umar ,2005:303)

Objek Penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang

menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian

dilakukan.

Metode Penelitian menurut (umi

narimawati ,2008:127)

Metode Penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk


(2)

Metode Penelitian

Metode Deskriftif Metode Verifikatif

Regresi

Asumsi Kelasik: 1. Uji Normalitas

2. Uji Multikolienieritas 3. Uji Heteroskedastisitas 4. Uji Autokorelasi


(3)

Correlati ons

1.000 .563

. .000

0 49

.563 1.000

.000 .

49 0

Correlation

Signif icance (2-t ailed) df

Correlation

Signif icance (2-t ailed) df

Belanja

Retribusi Control Variables

DAU

Belanja Retribusi

Tabel 4.16

Koefisien Korelasi Parsial Retribusi daerah Dengan Belanja daerah

Ketika DAU tidak Berubah maka korelasi parsial antara Retribusi Daerah dengan Belanja Daerah adalah 0.563

(0.563) 2 x 100% = 31.7%

31.7% Retribusi Daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.

Sesuai dengan teori penghubung yang dikemukakan oleh Andra Eka Saputra, dkk (2008), yang menyatakan bahwa Retribusi Daerah Berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.


(4)

Tabel 4.17

Koefisien Korelasi Parsial Dana Alokasi Umum Dengan Belanja Daerah

Correlati ons

1.000 .760 . .000

0 49

.760 1.000

.000 .

49 0

Correlation

Signif icance (2-t ailed) df

Correlation

Signif icance (2-t ailed) df

Belanja

DAU Control Variables

Retribusi

Belanja DAU

Ketika Retribusi tidak Berubah maka korelasi parsial antara DAU dengan Belanja Daerah adalah 0.760

(0.760) 2 x 100% = 57.8%

57.8% Retribusi Daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.

Sesuai dengan teori penghubung yang dikemukakan oleh Kesit Bambang Prakosa yang menyatakan bahwa DAU Berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.


(5)

Tabel 4.19

Koefisien Korelasi Berganda dan Koefisien Determinasi

Model Summaryb

.880a .775 .766 247564184 1.570

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

St d. Error of the Estimate

Durbin-Wat son Predictors: (Constant), DAU, Retribusi

a.

Dependent Variable: Belanja b.

(retribusi daerah dan dana alokasi umum) memiliki hubungan yang sangat kuat/sangat erat dengan belanja daerah. Hal ini terlihat dari nilai korelasi berganda (R) sebesar 0,880 berada diantara 0,80 hingga 1,00 yang termasuk dalan kriteria korelasi yang sangat kuat.

pengaruh retribusi daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja daerah pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat diperoleh koefisien determinasi sebesar 0,775 yaitu nilai R-Square pada tabel 4.19. Artinya kedua variabel bebas yang terdiri dari retribusi daerah dan dana alokasi umum secara simultan mampu menerangkan perubahan yang terjadi pada belanja daerah sebesar 77,5 persen.

Sisanya pengaruh faktor-faktor lain yang tidak diteliti adalah sebesar 22,5%, yaitu merupakan pengaruh faktor lain diluar retribusi daerah dan dana alokasi.


(6)

SEKIAN

&


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Lain-lain Pendapatan terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara)

1 39 84

Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten / Kota Di Sumatera Utara

13 65 83

Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Upaya Pajak Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 37 110

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana ALokasi Umum terhadap Belanja Modal (Survei pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat)

0 4 1

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Dana Perimbangan Terhadap Belanaj Daerah (Pada 9 Pemerintah Kota Provinsi Jawa Barat)

0 6 1

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah (Survei pada Pemerintah Kota Bandung)

0 2 1

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal Di Kabupaten Sumedang

2 35 118

Pengaruh Retribusi Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah (Survei Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota Di Jawa Barat)

0 20 164

Analisis Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintahan Kota Bandung)

2 24 129