Fisika

(1)

II. VEKTOR

1. SKALAR dan VEKTOR

Besaran-besaran Fisika ditinjau dari pengaruh arah terhadap besaran

tersebut dapat dikelompokkan menjadi :

a. Skalar : besaran yang cukup dinyatakan besarnya saja (tidak

ter-gantung pada arah). Misalnya : massa, waktu, energi dsb.

b. Vektor : besaran yang tergantung pada arah. Misalnya : kecepatan,

gaya, momentum dsb.

Tugas 1.

Sebutkan besaran-besaran Fisika yang termasuk skalar dan yang

termasuk vektor !

2. NOTASI VEKTOR.

2.1. Notasi Geometris.

2.1.a.

Penamaan sebuah vektor :

dalam cetakan : dengan huruf tebal :

a, B, d.

dalam tulisan tangan : dengan tanda

atau

diatas huruf : a ,

B, d.

2.1.b.Penggambaran vektor :

vektor digambar dengan anak panah :

B

a

d

panjang anak panah : besar vektor.

arah anak panah : arah vektor

2.2. Notasi Analitis

Notasi analitis digunakan untuk menganalisa vektor tanpa

menggunakan gambar. Sebuah vektor a dapat dinyatakan dalam

komponen-komponennya sebagai berikut :


(2)

5

z

y

k

a

y

I

j

y

a

x

a

x

x

a

y

: besar komponen vektor a dalam arah sumbu y

a

x

: besar komponen vektor a dalam arah sumbu x

Dalam koordinat kartesian :

vektor arah /vektor satuan : adalah vektor yang besarnya 1 dan

arahnya sesuai dengan yang didefinisikan. Misalnya dalam koordinat

kartesian : i, j, k. yang masing masing menyatakan vektor dengan

arah sejajar sumbu x, sumbu y dan sumbu z.

Sehingga vektor a dapat ditulis :

a = a

x

i + a

y

j

dan besar vektor a adalah :

a =

a

x 2

+ a

y 2

3. OPERASI VEKTOR

3.1. Operasi penjumlahan

A

B

A + B = ?

Tanda + dalam penjumlahan vektor mempunyai arti

dilanjutkan

.

Jadi A + B mempunyai arti vektor A dilanjutkan oleh vektor B.

B

A


(3)

6

Dalam operasi penjumlahan berlaku :

a. Hukum komutatif

B

A

A + B = B + A

A

B

b. Hukum Asosiatif

B

(A + B) + C = A + (B + C)

A

C

Opersai pengurangan dapat dijabarkan dari opersai penjumlahan

dengan menyatakan negatif dari suatu vektor.

A -A

B

B - A = B + (-A)

B

B-A

-A

Vektor secara analitis dapat dinyatakan dalam bentuk :

A = Ax i + Ay j + Az k dan

B = Bx i + By j + Bz k

maka opersasi penjumlahan/pengurangan dapat dilakukan dengan

cara menjumlah/mengurangi komponen-komponennya yang searah.

A + B = (Ax + Bx) i + (Ay + By) j + (Az + Bz) k

A - B = (Ax - Bx) i + (Ay - By) j + (Az - Bz) k


(4)

7

3.2.1. Perkalian vektor dengan skalar

Contoh perkalian besaran vektor dengan skalar dalam fisika : F

= ma, p = mv, dsb dimana m : skalar dan a,v : vektor.

Bila misal A dan B adalah vektor dan k adalah skalar maka,

B = k A

Besar vektor B adalah k kali besar vektor A sedangkan arah

vektor B sama dengan arah vektor A bila k positip dan

berla-wanan bila k negatip. Contoh : F = qE, q adalah muatan listrik

dapat bermuatan positip atau negatip sehingga arah F

tergantung tanda muatan tersebut.

3.2.2. Perkalian vektor dengan vektor.

a.

Perkalian dot (titik)

Contoh dalam Fisika perkalian dot ini adalah : W = F . s,

P = F . v,

= B . A.

Hasil dari perkalian ini berupa skalar.

A

B

Bila C adalah skalar maka

C = A . B = A B cos

atau dalam notasi vektor

C = A . B = Ax Bx + Ay By + Az Bz

Bagaimana sifat komutatif dan distributuf dari perkalian dot

b. Perkalian cross (silang)

Contoh dalam Fisika perkalian silang adalah :

= r x F,

F = q v x B, dsb

Hasil dari perkalian ini berupa vektor.

Bila C merupakan besar vektor C, maka


(5)

8

C = A x B = A B sin

atau dalam notasi vektor diperoleh :

A x B = (AyBz - Az By) i + (AzBx - AxBz) j + (AxBy - AyBx) k

Karena hasil yang diperoleh berupa vektor maka arah dari

vektor tersebut dapat dicari dengan arah maju sekrup yang

diputar dari vektor pertama ke vektor kedua.

k

j

i

i x j = k

j x j = 1 . 1 cos 90 = 0

k x j = - I dsb

Bagaimana sifat komutatif dan distributif dari perkalian cross


(6)

Mekanika

9

III. KINEMATIKA PARTIKEL

Kinematika

adalah bagian dari mekanika yang mempelajari

tentang gerak tanpa memperhatikan apa/siapa yang menggerakkan

benda tersebut. Bila gaya penggerak ikut diperhatikan maka apa

yang dipelajari merupakan bagian dari

dinamika.

Partikel

adalah benda dengan ukuran yang sangat kecil.

Partikel merupakan suatu pendekatan/model dari benda yang

diamati. Pendekatan benda sebagai partikel dapat dilakukan bila

benda melakukan gerak

translasi

murni.

Gerak disebut gerak translasi bila selama bergerak sumbu

kerangka acuan yang melekat pada benda (x’,y’,z’) selalu sejajar

dengan keranggka acuannya sendiri (x,y,z).

y

x

1. PERGESERAN, KECEPATAN dan PERCEPATAN

1.1. Pergeseran

Posisi dari suatu partikel di dalam suatu sistem koordinat dapat

dinyatakan dengan

vektor posisi

r = x i + y j.

y

(x,y)

r = x i + y j

x


(7)

Mekanika

10

Partikel bergerak dari pisisi pertama r

1

ke posisi kedua r

2

melalui

lintasan sembarang (tidak harus lurus). Pergeseran merupakan

suatu vektor yang menyatakan perpindahan partikel dari posisi

pertama ke posisi kedua melalui garis lurus. Pergeseran

didefinisikan :

r = r

2

- r

1

y

A

r

r

1

B

r

2

x

1.2. Kecepatan

Pertikel bergerak dengan suatu lintasan tertentu. Pada sat t

1

partikel pada posisi r

1

dan pada t

1

partikel pada posisi r

1

.

Kecepatan adalah pergeseran partikel per satuan waktu.

1.2.1. Kecepatan rata-rata.

v

rata-rata

=

r

2

- r

1

t

2

- t

1

1.2.2. Kecepatan sesaat.

Bila selang waktu pengukuran

t mendekati harga nol maka

diperoleh kecepatan sesaat.

v

s

= lim

x/

t

t

0

v

s

= dr/dt

Dalam 2 dimensi r dapat dinyatakan sebagai r = x i + y j maka

diperoleh kecepatan

v = dr/dt

v = dx/dt i + dy/dt j

= v

x

i + v

y

j


(8)

Mekanika

11

Dalam 1 dimensi dimana gerak dari pertikel hanya dalam satu

arah saja (misal- kan dalam arah sumbu x) maka v

y

= 0.

Maka percepatan partikel dalam 1 dimensi (sumbu x) adalah

v = v

x

i

1.3. Percepatan

Selama pergeseran tersebut kecepatan pertakel dapat mengalami

perubahan. Perubahan kecepatan per satuan waktu disebut

percepatan.

1.3.1. Percepatan rata-rata

Percepatan rata-rata adalah perubahan kecepatan dalam selang

waktu

t.

ar =

v v

2

- v

1

t t

2

- t

1

1.3.2. Percepatan sesaat

Bila selang waktu

t mendekati nol maka diperoleh harga sesaat

dari percepatan.

a

s

= lim

v/

t

t

0

a

s

= dv/dt.

Dalam 2 dimensi v dapat dinyatakan sebagai v = vx i + vy j

maka diperoleh percepatan

a = dv/dt

= dv

x

/dt i + dv

y

/dt j

= a

x

i + a

y

j


(9)

Mekanika

12

Dalam 1 dimensi dimana gerak dari pertikel hanya dalam satu

arah saja (misal- kan dalam arah sumbu x) maka a

y

= 0.

Maka percepatan partikel dalam 1 dimensi (sumbu x) adalah

a = a

x

i

Apabila partikel bergerak dengan percepatan konstan, maka a

r

=

a

s

= a.

2. GERAK DALAM SATU DIMENSI dengan PERCEPATAN

KONSTAN

2.1. Gerak dalam arah sumbu x.

Gerak satu dimensi berarti partikel bergerak dalam satu arah

saja, misalkan dalam arah sumbu x.

pergeseran

: r = x i

kecepatan

: v = v

x

i

percepatan

: a = a

x

I

Karena arah gerak sudah ditentukan maka dalam perumusan

tentang gerak partikel hanya menyangkut tentang besarnya saja.

Percepatan konstan :

a

r

= a

s

= a.

a = v

2

- v

1

t

2

- t

1

a = v

x

- v

o

t

Diperoleh persamaan v

x

= v

o

+ at (*)

at menyatakan pertambahan kecepatan pada selang waktu

tersebut.

Percepatan konstan = perubahan v konstan.

Dari statistik dapat diperoleh v

r

= (v

o

+ v )/2.

Bila v

r

t menyatakan pertambahan posisi dalam selang waktu t,

maka posisi partikel menjadi

x = x

o

+ v

r

t

Dengan mensubstitusikan v

r

= (v

o

+ v )/2 diperoleh

x = x

o

+ 1/2 (v

o

+ v ) t (**)


(10)

Mekanika

13

Bila persamaan (*) disubstitusikan ke (**) diperoleh :

x = x

o

+ 1/2 (v

o

+ v

o

+ at) t

x = x

o

+ v

o

t

+1/2 at

2

(***)

dan bila t = (v

x

- v

o

)/a yang disubstitusikan diperoleh

x = x

o

+ 1/2 (v

o

+ v

x

)t

x = x

o

+ 1/2 (v

o

+ v

x

) (v

x

- v

o

)/a

v

x 2

= v

o2

+ 2a (x - x

o

)

(****)

Dari pembahasan di atas diperoleh 4 buah persamaan yang

menghubungkan 4 buah variabel dari kinematika (x, v, a, t).

Sehingga

permasalahan

tentang

gerak

partikel

dapat

diselesaikan dengan menggunakan 4 buah persamaan berikut :

(1) v

x

= v

o

+ at

tanpa : x

(2) x = x

o

+ 1/2 (v

o

+ v ) t

tanpa : a

(3) x = x

o

+ v

o

t

+1/2 at

2

tanpa : v

(4) v

x 2

= v

o2

+ 2a (x - x

o

)

tanpa : t

2.2. Gerak dalam arah sumbu y.

Gerak dalam arah sumbu y dapat diperoleh langsung dengan

mengambil persamaan yang sudah diperoleh pada 2.a.

(1) v

y

= v

o

+ a

y

t

(2) y = y

o

+ 1/2 (v

o

+ v

y

) t

(3) y = y

o

+ v

o

t

+1/2 a

y

t

2

(4) v

y 2

= v

o2

+ 2a

y

(y - y

o

)

Gerak jatuh bebas

Gerak jatuh bebas adalah kondisi khusus dari gerak dalam arah

sumbu y.

v

o

= 0, y

o

= 0 dan a

y

= g. (karena arah gerak selalu ke bawah,

maka arah ke bawah diberi tanda positip) diperoleh persamaan :

(1) v

y

= gt

(2) y = 1/2 v

y

t

(3) y = 1/2 gt

2

(4) v

y 2

= 2gy


(11)

Mekanika

14

3. GERAK DUA DIMENSI

Gerak dua dimensi dapat diuraikan ke komponen geraknya dalam

sumbu x dan sumbu y.

komponen gerak dalam sumbu x

komponen gerak dalam sumbu y

(1x) v

x

= v

xo

+ at

(2x) x = x

o

+ 1/2 (v

xo

+ v ) t

(3x) x = x

o

+ v

xo

t

+1/2 at

2

(4x) v

x 2

= v

o2

+ 2a (x - x

o

)

(1y) v

y

= v

y o

+ a

y

t

(2y) y = y

o

+ 1/2 (v

y o

+ v

y

) t

(3y) y = y

o

+ v

y o

t

+1/2 a

y

t

2

(4y) v

y 2

= v

o2

+ 2a

y

(y - y

o

)

3.1. Gerak Peluru

Gerak peluru merupakan gerak dalam 2 dimensi (bidang).

y

v

y

v

v

x

v

y0

v

0

v

x0

x

Posisi awal peluru terletak di pusat koordinat, jadi x

0

= 0 dan y

0

=

0.

Peluru mempunyai kecepatan awal v

0

. Kecepatan awal peluru ini

dapat diuraikan menjadi komponen-komponennya :

v

x0

= v

0

cos

v

y0

= v

0

sin

Setelah peluru melayang diudara, pada peluru hanya bekerja


(12)

Mekanika

15

a

y

= -g

a

x

= 0

Sehingga untuk gerak peluru persamaan geraknya :

komponen gerak dalam sumbu x

komponen gerak dalam sumbu y

(1x) v

x

= v

0

cos

(3x) x = v

0

cos

t

(1y) v

y

= v

0

sin

- gt

(2y) y = 1/2 (v

0

sin

+ v

y

) t

(3y) y = v

0

sin

t

+1/2 a

y

t

2

(4y) v

y 2

= (v

0

sin

)

2

+ 2gy

Besar kecepatan partikel pada saat t adalah :

_______________

v =

v

x 2

+ v

y 2

Arah kecepatan terhadap sumbu x : tg

= v

y

/ v

x

Dengan mensubstitusikan t dari persemaan (3x) ke persamaan (3y)

akan diperoleh :

y = v

0

sin

t

- 1/2 gt

2

y = (tg

) x

- [g/(2 v

02

cos

2

)] x

2

y = Ax - Bx

2

Dari persamaan tersebut tampak bahwa lintasan peluru berupa

lintasan parabolik.

3.2. Gerak Melingkar

Pada gerak melingkar beraturan partikel bergerak dengan besar

kecepatan konstan, tetapi arah percepatan tidak konstan. Partikel

akan bergerak dipercepat.

P

r

v v

c

v

v

r


(13)

Mekanika

16

P’

v’

Pada saat t partikel di P dan pada saat t +

t di P’. Kecepatan di P

adalah v dan kecepatan di P’ adalah v’ yang besarnya sama

dengan v tetapi rahnya berbeda. Panjang lintasan yang ditempuh

dalam waktu

t adalah busur PP’ yang sama dengan v

t.

CPP’ sebangun dengan

OQQ’. Bila dibuat pendekatan panjang

tali busur PP’ sama dengan panjang busur PP’ maka,

v v

t

v r

v v

2

t

r

Untuk

t



0 diperoleh harga eksak

a = lim

v/

t = v

2

/r

t



0

yang merupakan besar kecepatan yang dialami oleh partikel.

Sedang arahnya sama dengan arah

v, yaitu menuju ke pusat

kelengkungan. Karena menuju ke pusat, percepatan ini disebut

percepatan centripetal.

u

y = r sin

x = r cos

u

r

y r

x

u

dan u

r

adalah vektor satuan dalam arah tangensial dan radial.

Kecepatan partikel v dapat dinyatakan dalam koordinat polar

sebagai


(14)

Mekanika

17

Bila besar dan arah v berubah maka dv/dt adalah :

dv/dt = a = v du

/dt + u

dv/dt

a = a

T

u

- a

R

u

r

a

R

: percepatan radial = percepatan centripetal = v

2

/r

a

T

: percepatan tangensial

4. KECEPATAN DAN PERCEPATAN RELATIF

Bila suatu partikel bergerak dalam suatu kerangka (S’) dan

kerangka tersebut juga bergerak terhadap kerangka diam (S) yang

lain, maka partikel tersebut kecepatan dan percepatannya

tergantung pada kerangka mana dilihat.

y

y’

u

S’

A=A’

x’


(15)

Mekanika

18

x

y

y’

r

u

r’

A

ut

A’

x’

S

t = t

x

Pada saat t =0 partikel di titik A menurut kerangka S dan dititik A’

menurut kerangka S’, dimana kedua titik tersebut berimpit. Bila

kerangka S’ bergerak dengan kecepatan konstan u sejajar sumbu x

maka pada saat t = t titik A bergeser sejauh ut. Dan apab

ila titik A’

bergerak dalam kerangka S’ sejauh r’ maka posisi partikel dilihat

oleh kerangka S adalah r, dimana

r = r’ + ut

maka

dr/dt = dr’/dt + u

v = v’ + u

Jadi kecepatan partikel relatif terhadap kerangka S, yaitu v,

merupakan jumlah vekt

or kecepatan v’ yaitu kecepatan partikel

terhadap kerangka S’ dan u yaitu kecepatan kerangka S’ terhadap

S.

Karena u konstan maka dv/dt = dv’/dt atau a = a’, dalam kerangka

yang bergerak relatif terhadap kerangka lain dengan kecepatan

konstan, percepatannya akan nampak sama.


(16)

19 IV. DINAMIKA PARTIKEL

1. HUKUM-HUKUM GERAK.

1.1 Apa yang membuat benda bergerak ?

Aristotle (384-322 B.C) :

gaya, tarik atau dorong, diperlukan untuk menjaga sesuatu bergerak.

Galileo Galilei (awal 1600-an) :

benda bergerak mempunyai “kuantitas gerak” secara intrinsik.

Issac Newton (1665 - 1666) :

Hukum Newton mengandung 3 konsep : massa, gaya, momentum

massa : mengukur kuantitas bahan dari suatu benda. gaya : tarikan atau dorongan.

momentum : kuantitas gerak

“Kuantitas gerak” atau momentum diukur dari perkalian massa benda dengan kecepatannya :

p = m v

Hukum I : Benda yang bergerak cenderung untuk tetap bergerak, atau tetap diam jika diam.

Hukum II : Laju perubahan momentum suatu benda sama dengan gaya total yang bekerja pada benda tersebut.

F = dp/dt

bila massa m konstan, F = d(mv)/dt

m dv/dt

karena dv/dt = a (percepatan), maka F = ma


(17)

20 Hukum III : Untuk setiap aksi selalu terdapat rekasi yang sama besar

dan berlawanan. 1.2. Hukum pertama Newton dan Inersia.

Hukum pertama Newton lebih presisi dibanding dengan apa yang diusulkan Galileo. Tanpa adanya gaya luar, sebuah benda yang bergerak akan tetap terjaga bergerak. Dengan kata lain kecepatannya tidak akan berubah baik besar maupun arah. Ketahanan sebuah benda untuk merubah gerakan disebut inersia. Hukum pertama Newton ekivalen dengan mengatakan sebuah benda mempunyai inersia.

1.3. Hukum kedua Newton.

Persamaan F = ma dapat diterjemahkan dalam 2 pernyataan.

฀ Bila sebuah benda dengan massa m mendapat percepatan a, maka gaya sebesar ma bekerja pada benda tersebut.

฀ Bila sebuah benda bermassa m mendapat gaya F, maka benda tersebut akan dipercepat sebesar F/m

1.4. Gaya gravitasi : massa dan berat.

Dari hukum kedua Newton bahwa massa mengukur ketahanan benda untuk berubah gerakannya, yaitu inersianya. Massa adalah sifat intrinsik dari suatu benda, tidak tergantung ketinggian maupun keadaan yang lain.

Berat merupakan gaya yang diperlukan benda untuk melakukan gerak jatuh bebas. Untuk gerak jatuh bebas a = g = percepatan gravitasi setempat.

F = m a w = m g

Berat tergantung pada lokasi terhadap bumi.

1.5. Hukum ketiga Newton.

Hukum ketiga Newton menyatakan adanya pasangan gaya aksi-reaksi. Pasangan gaya aksi-rekasi :


(18)

21  bekerja pada benda yang berbeda

 sama besar

 berlawanan arah

Fdt : gaya oleh dinding pada tali

Ftd : gaya oleh tali pada dinding

wt : gaya tarik bumi pada tali Ftb : gaya oleh tali pada balok Fbt : gaya oleh balok pada tali

w : gaya tarik bumi pada balok

w’ : gaya tarik balok pada bumi w’ : gaya tarik tali pada bumi

Merupakan pasangan gaya aksi - reaksi :

w dan w’, wt dan wt’, Fbt dan Ftb, Fdt dan Ftd.

2. PEMAKAIAN HUKUM NEWTON

Hukum kedua Newton , F = m a, merupakan bagian yang penting di dalam menyelesaikan masalah-masalah mekanika. Ada beberapa langkah yang berguna untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah mekanika.

a. Identifikasi obyek/benda yang menjadi pusat perhatian.

yang menjadi pusat perhatian : balok

m


(19)

22 b. Gambar gaya-gaya yang bekerja pada obyek/benda tersebut secara vektor.

N

F

w

c. Pilih sistem koordinat pada obyek/benda tersebut dan proyeksikan gaya- gaya yang bekerja pada sumbu koordinat.

y

N

F sin  F

F cos x

w = mg

d. Tulis hukum keduan Newton dalam F = ma, dan jumlahkan F total yang bekerja pada obyek/benda tersebut secara vektor.

komponen x

Fx = m ax

F cos = m ax Komponen y

Fy = m ay

F sin + N - mg = m ay

e. Selesaikan permasalahannya secara simbolik (dengan notasi simbol, misal m, a, F dsb).

Dari dua persamaan dalam komponen x dan komponen y tersebut variabel yang ditanyakan dapat dicari.

f. Masukkan nilai tiap-tiap variabel ke dalam persamaan yang sudah diperoleh.


(20)

23 3. GESEKAN

Gaya gesek adalah gaya yang terjadi antara 2 permukaan yang bergerak relatif berlawanan.

adhesi permukaan

Tinjau sebuah balok yang terletak pada bidang datar yang kasar.

diam F = 0

F1 diam F = 0 fs F1 fs = F1

F2 diam F = 0 fs F1 fs = F2

F3 diam F = 0 fs F1 fs = F3


(21)

24 Gaya gesek yang terjadi selama benda diam disebut gaya gesek statik. Gaya gesek statik maksimum adalah gaya terkecil yang dibutuhkan agar benda mulai bergerak. Gaya gesek statik maksimum :

a. Tidak tergantung luas daerah kontak.

b. sebanding dengan gaya normal. Gaya normal muncul akibat deformasi elastik benda-benda yang bersinggungan.

f

s

s

N

s

= koefisien gesek statis

Bila F3 diperbesar sedikit saja, benda akan bergerak.

mulai bergerak F = m a F1 F4 fk < F4

fk

Gaya gesek yang terjadi selama benda sedang bergerak disebut gaya gesek kinetik.

f

k

=

k

N

k

= koefisien gesek kinetik

3. DINAMIKA GERAK MELINGKAR

Suatu partikel yang bergerak melingkar dengan besar kecepatan konstan, partikel tersebut mengalami percepatan (centripetal) sebesar

a = v2/r


(22)

25 Dari hukum ke-2 Newton, bahwa apabila sebuah benda bergerak dipercepat maka pada benda tersebut bekerja gaya. Maka pada kasus benda bergerak melingkar, pada benda tersebut bekerja gaya yang arahnya juga ke pusat. Gaya-gaya tersebut disebut gaya centripetal.

Contoh : sebuah balok yang diputar vertikal dengan tali.

pada posisi di A gaya yang menuju ke pusat adalah tegangan tali T dan berat balok w, jadi Fc = T + w

T w

T

w

Pada posisi di bawah, gaya yang menuju ke pusat adalah tegangan tali T dan berat balok w (arah menjauhi pusat). Jadi Fc = T - w

Bagaimana gaya cintripetalnya bila balok balok berapa pada posisi di samping.


(23)

V. USAHA, TENAGA dan DAYA 1. USAHA

1.1. Usaha Oleh Gaya Konstan

Usaha yang dilakukan oleh sebuah gaya F yang konstan adalah perkalian antara komponen gaya dalam arah pergeseran dengan pergeserannya d.

F

d W = F cos  d

Usaha secara fisis merupakan skalar sehingga didalam menuliskan definisi di atas dalam notasi vektor :

W = F . d

Satuan dari usaha adalah N.m yang didalam sistem SI diberi nama Joule. 1 Joule = 107 erg

1 ft.lb = 1,356 joule (sistem Inggris) 1 kWh = 3,6 x 106 joule ( elektrik) 1 eV = 1,60 x 10-19 Joule ( fisika atom)

Tidak semua gaya yang bekerja pada suatu benda harus melakukan usaha.

฀ Gaya centripetal, arahnya selalu tegak lurus lintasannya, maka usaha oleh gaya centripetal selalu nol.

v


(24)

฀ Gaya normal, arahnya selalu tegak lurus bidang dimana benda bergeser, maka usaha oleh gaya normal selalu nol.

N

d

1.2. Usaha Oleh Gaya Yang Tidak Konstan

Ada kalanya gaya yang bekerja pada suatu benda tidak konstan, misalnya gaya oleh pegas ( fungsi x).

Misalkan gaya yang bekerja merupakan fungsi x, F(x). F(x)

x

Untuk medapatkan gaya yang mendekati konstan, maka dibuat pergeseran x yang cukup kecil. Pada pergeseran tersebut usaha yang dilakukan

W = F(x) x

Apabila dilihat pada gambar dibawah ini, W merupakan luasan dari segi empat tersebut.


(25)

F(x)

x x1 x x2

Usaha total yang dilakukan gaya se panjang pergeseran menjadi W =  F(x) x

Merupakan luas total dibawah kurva F(x). Dan terlihat masih terdapat error pada penjumlahan tersebut. Untuk menghindari tersebut maka dibuat x sekecil mungkin mungkin, x  0.

W = lim  F(x) x

x  0.

x2 W =  F(x) dx x1

Untuk kasus 2 dimensi atau 3 dimensi persamaan di atas dapat diubah menjadi :

x2 W =  F . dr x1

2. TENAGA KINETIK.

Untuk kasus 1 dimensi dan gaya yang bekerja pada sebuah benda dengan massa m konstan maka usaha yang dilakukan oleh gaya tersebut :

x2 W =  F . dx x1


(26)

x2

W =  m dv/dt dx x1

x2

W =  m dx/dt dv x1

v2 W =  m v dv v1

W = 1/2 mv22 - 1/2 m v12

bila 1/2 mv2 didefinisikan sebagai energi kinetik, K, maka W = K2 - K1

W = K

Persamaan yang terakhir ini disebut teorema Usaha - Tenaga. 3. DAYA.

Daya didefinisikan sebagai laju kerja yang dilakukan. Jika jumlah kerja W dilakukan dalam waktu t, maka daya rata-rata :

P =W/t

Dengan pendekatan t  0 diperoleh harga daya sesaat.. P = lim W/t

t  0 P = dW/dt

Satuan daya adalah joule/dt yang dalam sistem SI disebut watt. Daya dapat dinyatakan dalam gaya yang bekerja dan kecepatannya.

W = F . r P = lim W/t t  0

P = lim F r/t t  0


(27)

P = F dr/dt P = F . v


(28)

31

VI. KEKEKALAN TENAGA

1. GAYA KONSERVATIF DAN GAYA NON KONSERVATIF

Gaya konservatif adalah gaya yang dapat menerima kembali usaha

yang telah dilakukan. Misalnya :

Gaya gravitasi. Orang yang sedang memanjat tebing, ada usaha

untuk melawan gaya luar yaitu gaya gravitasi. Bila pemanjat tersebut

tergelincir, gaya gravitasi memberikan kembali usaha yang telah

dilakukan padanya, sehinggga orang tersebut jatuh bebas.

h

h

Bila ketingggian yang dipanjat adalah h maka usaha yang dilakukan :

W = F d cos

=

-

mg h

Setelah tergelincir usaha yang diperoleh kembali :

W = F d cos

= mg h

Saat tiba kembali ke titik asal, usaha total yang telah dialkukan :

W =

-

mgh

+

mgh


(29)

32

Jadi , “

bila total usaha yang dilakukan oleh sebuah gaya yang bekerja

pada sebuah benda yang bergerak dalam lintasan tertutup besarnya

nol, maka gaya tersebut adalah konservatif

”. Secara matematis dapat

ditulis :

F . dr = 0

Sedangkan gaya

-

gaya yang tidak memenuhi kondisi tersebut

dinamakan gaya non konservatif. Misalnya gaya gesek. Untuk gaya

-gaya non konservatif usaha yang dilakukan tidak tak tergantung pada

lintasan.

2. TENAGA POTENSIAL

Usaha yang dilakukan untuk melawan gaya konservatif “disimpan”,

dan usaha tersebut dapat diperoleh kembali dalam bentuk tenaga

kinetik. Usaha yang tersimpan tersebut dsb tenaga potensial.

Didefinisikan tenaga potensial sebagai usaha yang dilakukan oleh

gaya konservatif.

U

AB

=

-

W =

-

F . dr

tanda negatip menyatakan “tenaga yang tersimpan”. Yang terukur

tersebut adalah beda tenaga potensial. Untuk menyatakan tenaga

potensial diperlukan suatu referensi dimana tenaga potensial di

tempat tersebut adalah nol, U = 0.

Dari teorema Usaha

-

Tenaga : W =

K

U

=

-

K

U

+

K = 0

Dan karena U hanya tergantung pada posisi partikel saja maka,

U

+

K = konstan = E (tenaga mekanik)

Tenaga mekanis total partikel selama gerak selalu konstan.

Pernyataan ini juga sering disebut hukum kekekalan tenaga mekanik

untuk gaya

-

gaya konservatif.


(30)

33

2.1. Tenaga Potensial Gravitasi.

Benda bermassa m dipindahkan dari dasar

ke suatu ketinggian h. Gaya konservatif

pada benda tersebut adalah F =

-

mg. j dan

pergeserannya h j maka dari persamaan

tenaga potensial :

h

2

U

AB

=

-

F . dr

h

1

h

2

U

AB

=

-

-

mg j . dy j

h

1

h

2

U

AB

=

mg dy

h

1

U

AB

= mgh

2

-

mgh

1

Bila U

A

= 0 untuk h

1

= 0, tenaga potensial gravitasi di B pada

ketinggian h dapat ditentukan :

U = mgh

U

mgh


(31)

34

2.2. Tenaga Potensial Pegas

x

Pegas ditekan/diregangkan pada jarak x dari titik kesetimbangan.

Gaya pemulih pada pegas F =

-

kx, maka tenaga potensial pegas

x

2

U =

-

(

-

kx) dx

x

1

x

2

U =

kx dx

x

1

U = 1/2 k x

22

- ½ k x

1 2

Pada titik kesetimbangan , x

1

= 0 dan U

1

= 0 maka U pada jarak x

adalah

U = 1/2 k x

22

U


(32)

35

3. KEKEKALAN TENAGA

Bila dalam suatu benda bekerja beberapa gaya, maka dari

teorema Usaha dan tenaga dapat ditulis :

W

1

+

W

2

+

...

+

W

n

=

K

Untuk semua gaya bersifat konserfatif :

W

c

=

-

U

K

+

U = 0

E = 0

Tenaga mekanik sistem konstan. Tenaga dalam sistem kekal.

Bila terdapat gaya yang tak

-

konservatif, misal oleh gaya gesek,

W

f

+

W

c

=

K

K

+

U = W

f

E = W

f

Bila tenaga yang “hilang” dalam gesekan berubah menjadi tenaga

internal, yaitu naiknya temperatur bahan, W

f

= - U

int

, maka

E + U

int

, = 0

Sehingga jika hanya gaya konservatif dan gaya gesek yang bekerja

pada sistem, tidak ada perubahan tenaga mekanik dan tenaga

internal sistem, hilangnya tenaga mekanis sama dengan tenaga

internal yang diperoleh. Tenaga total sistem kekal.


(33)

36

Bila terdapat gaya tak-konservatif lain selain gaya gasek maka,

W

f

+

W

c

+

W

nc

=

K

dimana :

W

c

= -



U

W

f

= - U

int

,

W

nc

= - (perubahan tenaga bentuk lain)

maka

K

+

U

+

U

int

, + (perubahan tenaga bentuk lain) = 0

Tenaga dapat beralih ragam dari satu bentuk ke bentuk lain tetapi

tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan; tenaga total sistem selalu

konstan.


(34)

Mekanika

37 VII. MOMENTUM LINEAR DAN TUMBUKAN

1. PUSAT MASSA

Dalam gerak translasi, tiap titik pada benda mengalami pergeseran yang sama dengan titik lainnya sepanjang waktu, sehingga gerak dari salah satu partikel dapat menggambarkan gerak seluruh benda. Tetapi, walaupun di dalam geraknya, benda juga berotasi atau bervibrasi, akan ada satu titik pada benda yang bergerak serupa dengan gerak partikel, titik tersebut disebut pusat massa.

m1 m2 mn

x1

x2

xn

Misalkan terdapat n buah partikel dengan massa masing-masing, m1, m2, ..., mn, sepanjang garis lurus dengan jarak dari titik asal masing-masing x1, x2, ..., xn didefinisikan mempunyai koordinat pusat massa :

m1x1 + m2x2 + ... + mn xn m1 + m2, + ... + mn

 mixi

 mi

 mixi M

Dengan cara yang sama bila partikel terdistribusi dalam 3 dimensi (ruang), koordinat pusat massanya adalah

 mixi M

 miyi M

 mizi M

Untuk benda pejal, misalkan bola, silinder dsb, dianggap benda tersebut tersusun atas partikel-partikel yang terdistribusi secara kontinu. Bila benda terbagi menjadi n buah elemen dengan massa masing-masing m dan untuk


(35)

Mekanika

38

 mixi  x dm  x dm  mi  dm M

 miyi  y dm  y dm

 mi  dm M

 mizi  z dm  z dm

 mi  dm M 2. GERAK PUSAT MASSA

Terdapat sekumpulan partikel dengan massa masing-masing : m1, m2 , ... , mn dengan massa total M. Dari teori pusat massa diperoleh :

M rpm = m1r1 + m2r2 + ... + mn rn

dengan rpm adalah pusat massa susunan partikel tersebut.

Bila persamaan tersebut dideferensialkan terhadap waktu t, diperoleh M drpm /dt= m1 dr1/dt + m2 dr2/dt + ... + mn drn/dt M vpm = m1v1 + m2v2 + ... + mn vn

Bila dideferensialkan sekali lagi, diperoleh

M dvpm /dt= m1 dv1/dt + m2 dv2/dt + ... + mn dvn/dt M apm = m1 a1 + m2 a2 + ... + mn an

Menurut hukum Newton, F = m a, maka F1 = m1 a1, F2 = m2 a2 dst.

F

1

F

2

F

n

M a

pm

= F

1

+ F

2

+ ... + F

n

Jadi massa total dikalikan percepatan pusat massa sama dengan jumlah vektor semua gaya yang bekerja pada sekelompok partikel tersebut. Karena gaya


(36)

Mekanika

internal selalu muncul berpasangan (saling meniadakan), maka tinggal gaya eksternal saja

M apm = Feks

Pusat massa suatu sistem partikel bergerak seolah-olah dengan seluruh sistem dipusatkan di pusat massa itu dan semua gaya eksternal bekerja di titik tersebut.

3. MOMENTUM LINEAR

Untuk sebuah partikel dengan massa m dan bergerak dengan kecepatan v, didefinikan mempunyai momentum :

p = m v.

Untuk n buah partikel, yang masing, masing dengan momentum p1, p2 , ... , pn, secara kesuluruhan mempunyai momentum P,

P = p1 + p2 + ... + pn

P = m1v1 + m2v2 + ... + mn vn P = M vpm

“Momentum total sistem partikel sama dengan perkalian massa total sistem partikel dengan kecepatan pusat massanya”.

dP/dt = d(Mvpm)/dt = M dvpm/dt dP/dt = M apm Jadi

Feks = dP/dt

4. KEKEKALAN MOMENTUM LINEAR

Jika jumlah semua gaya eksternal sama dengan nol maka, dP/dt = 0


(37)

Mekanika

40 P = konstan

Bila momentul total sistem P = p1 + p2 + ... + pn, maka

p1 + p2 + ... + pn = konstanta = P0

Momentum masing-masing partikel dapat berubah, tetapi momentum sistem tetap konstan.

5. SISTEM DENGAN MASSA BERUBAH

t

t +

t

M

M M -

M

v

u

v +

v

Sebuah sistem bermassa M dengan pusat massa bergerak dengan kecepatan v. Pada sistem bekerja gaya eksternal Feks.

Selang waktu t sistem melepaskan massaM yang pusat massanya bergerak dengan kecepatan u terhadap pengamat dan massa sistem berubah menjadi M - M dan kecepatannya menjadi v + v.

Dari hukum Newton,

Feks = dP/dt

Feks P/t = (Pf -Pi)/ t dengan Pi adalah momentum mula-mula = M v, dan

Pf adalah momentum akhir = (M - M) (v + v) + M u Feks  [{(M - M) (v + v) + M u} - M.v ] /t Feks = M v/t + [ u - (v + v) ] M/t

Untuk v 0,

v/t  dv/dt

M/t  - dM/dt

v  0

maka Feks = M dv/dt + v dM/dt - u dM/dt atau

Feks = d(Mv)/dt - u dM/dt atau


(38)

Mekanika

M dv/dt = Feks + (u - v) dM/dt

dimana (u - v) merupakan kecepatan relatif massa yang ditolakkan terhadap benda utamanya.

M dv/dt = Feks + vrel dM/dt

Untuk kasus roket, vrel dM/dt merupakan daya dorong roket. 6. IMPULS dan MOMENTUM

Dalam suatu tumbukan, misalnya bola yang dihantam tongkat pemukul, tongkat bersentuhan dengan bola hanya dalam waktu yang sangat singkat, sedangkan pada waktu tersebut tongkat memberikan gaya yang sangat besar pada bola. Gaya yang cukup besar dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat ini disebut gaya impulsif.

v

v’

Perubahan gaya impulsif terhadap waktu ketika terjadi tumbukan :

F(t)

Fr

t

t

Tampak bahwa gaya impulsif tersebut tidak konstan. Dari hukum ke-2 Newton diperoleh


(39)

Mekanika

42 tf pf

 F dt =  dp ti pi tf

I =  F dt = p = Impuls ti

Dilihat dari grafik tersebut, impuls dapat dicari dengan menghitung luas daerah di bawah kurva F(t) (yang diarsir). Bila dibuat pendekatan bahwa gaya tersebut konstan, yaitu dari harga rata-ratanya, Fr , maka

I = Fr t = p Fr = I /t =p/t

“ Impuls dari sebuah gaya sama dengan perubahan momentum partikel “. 7. KEKEKALAN MOMENTUM DALAM TUMBUKAN

F12 F21

m1 m1 m2

Dua buah partikel saling bertumbukan. Pada saat bertumbukan kedua partikel saling memberikan gaya (aksi-reaksi), F12 pada partikel 1 oleh partikel 2 dan F21 pada partikel 2 oleh partikel 1.

Perubahan momentum pada partikel 1 : tf

p1=  F12 dt = Fr12 t ti

Perubahan momentum pada partikel : tf

p2 =  F21 dt = Fr21 t ti

Karena F21 = - F12 maka Fr21 = - Fr12 oleh karena itu p1 = - p2


(40)

Mekanika

43 Momentum total sistem : P = p1 + p2 dan perubahan momentum total sistem :

P = p1 + p2 = 0

“Jika tidak ada gaya eksternal yang bekerja, maka tumbukan tidak

mengubah momentum total sistem”.

Catatan : selama tumbukan gaya eksternal (gaya grvitasi, gaya gesek) sangat kecil dibandingkan dengan gaya impulsif, sehingga gaya eksternal tersebut dapat diabaikan.

8. TUMBUKAN SATU DIMENSI

Tumbukan biasanya dibedakan dari kekal-tidaknya tenaga kinetik selama proses. Bila tenaga kinetiknya kekal, tumbukannya bersifat elstik. Sedangkan bila tenaga kinetiknya tidak kekal tumbukannya tidak elastik. Dalam kondisi setelah tumbukan kedua benda menempel dan bergerak bersama-sama, tumbukannya tidak elastik sempurna.

8.1. Tumbukan elastik

sebelum sesudah

m1 m2 m1 m2

v1 v2 v’1 v’2

Dari kekekalan momentum :

m1 v1 + m2 v2 = m1v’1 + m2v’2 Dari kekekalan tenaga kinetik :

1/2 m1 v12 + 1/2m2 v22 = 1/2m1v’12 + 1/2 m2v2’2 Dan diperoleh : v1 - v2 = v’2 - v’1

8.2. Tumbukan tidak elastik Dari kekekalan momentum :

m1 v1 + m2 v2 = m1v’1 + m2v’2

Kekekalan tenaga mekanik tidak berlaku, berkurang/bertambahnya tenaga mekanik ini berubah/berasal dari tenaga potensial deformasi (perubahan bentuk).


(41)

Mekanika

44 Dari persamaan ketiga tumbukan elastis dapat dimodifikasi menjadi :

v1 - v2 v’1 - v’2 e : koefisien elastisitas,

e = 1 untuk tumbukan elastis

0 < e < 1 untuk tumbukan tidak elastis

e = 0 untuk tumbukan tidak elastis sempurna 8.3. Tumbukan tidak elastis sempurna.

Pada tumbukan ini setelah tumbukan kedua benda bersatu dan bergerak bersama-sama. Dari kekekalan momentum :

m1 v1 + m2 v2 = (m1 + m2)v’

9. TUMBUKAN DUA DIMENSI

y

v’

2

m

2

2

m

1

v

1

1

x

v’

1

Dari kekekalan momentum , untuk komponen gerak dalam arah x : m1 v1 = m1v’1 cos 1+ m2v’2 cos 2

untuk komponen gerak dalam komponen y : 0 = m1v’1 sin 1- m2v’2 sin 2


(42)

Mekanika

45 Bila dianggap tumbukannya lenting :

1/2 m1 v12 + 1/2m2 v22 = 1/2m1v’12 + 1/2 m2v2’2

Bila keadaan awal diketahui, masih ada 4 besaran yang tidak diketahui, tetapi persaamannya hanya 3, oleh karena itu slah satu besaran keadaan akhir harus diberikan.


(43)

Mekanika

46 VIII. R O T A S I

1. GERAK ROTASI

Sebuah benda tegar bergerak rotasi murni jika setiap partikel pada benda tersebut bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus yang disebut sumbu rotasi.

2. KECEPATAN SUDUT DAN PERCEPATAN SUDUT

y

P

r

O

x

Gambar di atas memperlihatkan sebuah benda pejal yang melakukan gerak rotasi murni dengan sumbu tetap (sumbu z) yang tegak lurus bidang xy. Setiap partikel mengalami gerak rotasi terhadap titik O. Oleh karena itu untuk menyatakan posisi titik P lebih baik digunakan kordinat polar (r,). Dalam keadaan ini, r tetap konstan dan yang berubah adalah .

Bila partikel bergerak dari  = 0 rad ke titik P partkel telah menempuh lintasan sejauh panjang busur s, dimana :


(44)

Mekanika

s = r 

atau  = s/r

dimana  dalam radian ( 2 rad = 360o atau 1 rad  57,3o )

Q t2

P t1

Partkel bergerak dari P ke Q dalam selang waktu t (= t2 - t1) telang menyapu sudut  (=2 - 1), maka kecepatan sudut rata-rata partikel adalah :

2 - 1  t2 - t1 t kecepatan sudut sesaat adalah

 = lim /t = d/dt t0

Catatan : setiap partikel pada benda tersebut akan mempunyai kecepatan sudut yang sama.

Jika kecepatan sudut sesaat dari benda tersebut berubah dari 1 ke 2 dalam selang waktu t, maka percepatan sudut rata-rata dari benda tersebut adalah

2 - 1  t2 - t1 t

dan percepatan sudut sesaatnya adalah :

 = lim / t = d/dt t0

Untuk rotasi dengan sumbu tetap, setiap patikel pada benda pejal tersebut mempunyai kecepatan sudut yang sama dan percepatan sudut yang sama. Jadi

 dan  merupakan karakteristik keseluruhan benda pejal tersebut.

Arah dari  dapat dicari dengan aturan arah maju sekrup putar kanan. dan arah

 sama dengan arah d/dt yang sama dengan arah  bila dipercepat dan berlawanan dengan arah  bila diperlambat.


(45)

Mekanika

48 Untuk mendapatkan persamaan gerak rotasi, kita mengambil langsung persamaan gerak yang sudah diperoleh pada gerak translasi :

(1).  = o + t

(2).  = o + 1/2 ( + o )t (3).  = o + ot + 1/2 t2 (4). 2 = o2 + 2 ( - o)

4. HUBUNGAN ANTARA KINEMATIKA LINEAR DAN KINEMATIKA ROTASI DARI PARTIKEL YANG BERGERAK MELINGKAR.

Panjang lintasan yang telah ditempuh partikel adalah s dan sudut yang telah disapu . Jari-jari lintasan partikel adalah r yang berharga konstan.

s =  r

bila dideferensialkan terhadap t, diperoleh : ds/dt = d/dt . r Kecepatan linear partikel : v =  r bila dideferensialkan sekali lagi terhadap t :

dv/dt = d/dt . r

Percepatan tangensial partkel : at =  r

Pada saat tersebut partikel bergerak melingkar maka partikel juga mendapat percepatan centripetal (radial)


(46)

Mekanika

a

a

r

a

r

= v

2

/r

ar = 2r

Percepatan total partikel : a =  ar2+ at2 5. TORSI PADA SEBUAH PARTIKEL.

y

F

F sin

r

x

r sin

Torsi oleh gaya F pada sebuah partikel didefinisikan  = r x F Besarnya torsi

 = r F sin rumusan ini dapat diubah menjadi

 = r (F sin) = r F

atau  = F (r sin) = F r

dimana F adalah : komponen F yang tegak lurus r dan

r adalah : komponen r yang tegak lurus F

6. MOMENTUM SUDUT PADA SEBUAH PARTIKEL

y


(47)

Mekanika

50

p

p sin

r

x

r sin

Momentum sudut pada sebuah partikel didefinisikan l = r x p, dengan p = mv

Besarnya momentum sudut

l = r p sin  rumusan ini dapat diubah menjadi

l = r (p sin) = r p

atau l = p (r sin) = p r

dimana p adalah : komponen p yang tegak lurus r dan

r adalah : komponen r yang tegak lurus p

Dari definisi momentum sudut l = r x p, bila dideferensialkan doperoleh : dl/dt = d (r x p)/dt

dl/dt = (r x dp/dt) + (dr/dt x p) dl/dt = (r x F) + (v x mv) diperoleh

dl/dt =  dp/dt = F

“Laju perubahan momentum sudut terhadap waktu sebesar torsi yang

bekerja pada partikel tersebut”


(48)

Mekanika

Sebuah benda melakukan gerak rotasi terhadap sumbu tetap. Bila kita perhatikan n buah partikel pada benda tersebut energi kinetik dari n buah partikel tersebut adalah :

K = 1/2 m1v12 + 1/2 m2v22 + ... + 1/2 mnvn2 karena v = r, maka

K = 1/2 m12r12 + 1/2 m22r22 + ... + 1/2 mn2rn2 K = 1/2 (  m1r12 ) 2

Energi kinetik rotasi benda :

K = 1/2 I 2 K = 1/2 mv2

dimana I =  miri2 adalah momen kelembaman rotasi atau momen inersia sistem partikel tersebut. Momen inersia ini tergantung pada :

a. distribusi/bentuk massa/benda tersebut. b. sumbu rotasi.

Untuk benda-benda kontinu momen inersia dapat dicari dari :

I =

r

2

dm

dm

r

Untuk benda-benda tertentu momen inersianya dapat dilihat dalam tabel. Bila sumbu putar bergeser sejauh h dari sumbu putar yang melalui pusat massa, maka momen inersianya menjadi :


(49)

Mekanika

52 dimana :

Ipm adalah momen inersia dengan sumbu yang melalui pusat massa. M adalah massa total benda.

8. DINAMIKA ROTASI BENDA TEGAR

Sebuah benda berotasi dengan sumbu putar adalah sumbu z. Sebuah gaya F bekerja pada salah satu partikel di titik P pada benda tersebut. Torsi yang bekerja pada partikel tersebut adalah :

 = r x F

Arah torsi  searah dengan sumbu z.

Setelah selang waktu dt partikel telah berputar menempuh sudut d dan jarak yang ditempuh partikel ds, dimana

ds = r d

Usaha yang dilakukan gaya F untuk gerak rotasi ini dW = F . ds

dW = F cos  ds dW = (F cos ) (r d)

dW =  d dW = F . ds

Laju usaha yang dilakukan (daya) adalah : dW/dt =  d/dt


(50)

Mekanika

Untuk benda yang benar-benar tegar, tidak ada disipasi tenaga, sehingga laju dilakukannya usaha pada benda tegar tersebut sama dengan laju pertambahan tenaga kinetik rotasinya.

dW/dt = dK/dt

dW/dt = d(1/2 I 2)/dt   = 1/2 I d2/dt   = I d/dt   = I

 = I  F = m a

9. MENGGELINDING

Misalkan sebuah silinder menggelinding pada bidang datar. Pusat massa silinder bergerak dalam garis lurus, sedang titik-titik yang lain lintasannya sangat komplek (cycloid).

Bila jari-jari silinder R, saat silinder telah berputar sejauh , pusat massa telah bergeser sejauh s = R. Oleh karena kecepatan dan percepatan linear dari pusat massa dapat dinyatakan :

vpm = R apm = R

P’

2 v

pm

Q

v

pm

P

Relatif terhadap permukaan dimana silinder menggelinding, pusat massa mempunya kecepatan vpm dan titik P’ mempunyai kecepatan 2vpm dan kecepatan titik P adalah 0, sehingga titik P dapat dipandang sebagai sumbu putar sesaat silinder yang sedang menggelinding.


(51)

Mekanika

54 Energi kinetik silinder yang menggeklinding tersebut adalah :

K = 1/2 IP 2

= 1/2 ( Ipm + MR2) 2 = 1/2 Ipm2 + 1/2 MR22 K = 1/2 Ipm2 + 1/2 Mvpm2

Tampak pada ruas kanan, suku pertama menyatakan energi kinetik rotasi murni dengan sumbu melalui pusat massa, dan suku kedua menyatakan energi kinetik gerak translasi murni dengan kecepatan pusat massanya. Jadi gerak menggelinding dapat dipandang sebagai gabungan gerak rotasi murni dan gerak translasi murni.


(52)

10. OSILASI

Jika suatu gaya bervariasi terhadap waktu, maka kecepatan dan percepatan pada benda tersebut juga bervariasi terhadap waktu. Suatu kasus kusus gaya tersebut berbanding lurus dengan pergeserannya dari titik setimbang. Jika gaya ini selalu bekerja mengarah ke titik setimbangnya, maka gerak bolak-balik berurutan/berulang akan terjadi pada benda tersebut. Gerak ini merupakan suatu contoh apa yang disebut gerak periodik atau gerak osilasi.

Gerak periodik ini apabila merupakan fungsi sinus/cosinus sering disebut sebagai gerak harmonik. Dan bila melalui lintasan yang sama disebut osilasi/vibrasi/getaran.

1. OSILATOR HARMONIK SEDERHANA

Sebuah benda bermassa m yang diikatkan pada pegas ideal dengan konstanta gaya k dan bebas bergerak di atas permukaan horizontal yang licin (tanpa gesekan), merupakan contoh osilator harmonik sederhana.

F = - kx

x F = 0

F = - kx

x


(53)

Gaya pemulih pada balok oleh pegas , F = - kx, gaya ini selalu menuju ke titik setimbang (x = 0).

Dari hukum Newton, F = ma diperoleh : F = m d2x

dt2 - kx = m d2x

dt2

d2x + k x = 0 (Persamaan defferensial) dt2 m

Persamaan tersebut dikenal sebagai persamaan gerak osilator harmonik sederhana. Penyelesaian dari PD tersebut dapat dilakukan dengan cara :

d2x = - k x dt2 m

x(t) adalah sebuah fungsi x yang turunan keduanya adalah negatif dari fungsi tersebut dikalikan konstanta k/m. Fungsi yang memenuhi kondisi ini misalnya, x = A cos t atau x = A cos t.

Penyelesaian dari PD tersebut adalah : x = A cos ( t + )

Buktikan dengan cara mensubstisusikan ke PD. 1.1. Arti fisis 

Jika dalam selang waktu 2 / maka waktu t menjadi t + 2 / dan x = A cos (  {t +2/} + )

= A cos (  t + 2 + ) = A cos (  t + )

Tampak bahwa fungsi tersebut berulang kembali setelah selang waktu 2/ oleh karena itu, 2/ adalah periode osilasinya (T)

T = 2/

Untuk kasus massa yang diletakkan diujung pegas tersebut di atas, 2 = k/m, maka periodenya :

T = 2 m/k


(54)

1.2. Arti fisis A

Simpangan dari osilator harmonik tersebut adalah : x = A cos ( t + )

harga maksimum dari A cos ( t + ) adalah 1, maka harga maksimum dari x adalah A, maka A mempunyai arti sebagai simpangan maksimum atau Amplitudo.

Sedangkan ( t + ) disebut fase gerak dan  adalah konstanta phase.


(55)

Thermodinamika

1

I. TEMPERATUR

1. TEMPERATUR.

Temperatur adalah ukuran panas-dinginnya dari suatu benda. Panas-dinginnya suatu benda berkaitan dengan energi termis yang terkandung dalam benda tersebut. Makin besar energi termisnya, makin besar temperaturnya.

dingin panas

1.1. Kontak termal.

Dua buah benda dikatakan dalam keadaan kontak termal bila energi termal dapat bertukar diantara kedua benda tanpa adanya usaha yang dilakukan.

es

es


(56)

Thermodinamika

2

1.2. Kesetimbangan thermal

Yaitu situasi yang mana dua benda yang dalam keadaan kontak thermal menukarkan energi termal dalam jumlah yang sama. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan thermal tergantung sifat benda tersebut. Pada saat kesetimbangan thermal ke dua benda mempunyai temperatur yang sama.

1.3. Hukum ke-nol Thermodinamika

“Jika benda A dan B masing-masing dalam keadaan setimbang thermal dengan benda ke tiga C, maka benda A dan B dalam keadaan setimbang thermal terhadap satu sama

lain”.

Benda ketiga C ini nanti yang akan kita sebut thermometer. Dua benda A dan B yang dalam kesetimbangan thermal mempunyai tempertur yang sama.


(57)

Thermodinamika

3

B A

2. TERMOMETER

Mengukur temperatur sebuah benda secara kuantitatif dengan menggunakan termometer. Termometer ini terbuat dari bahan yang bersifat termometrik (sifat fisiknya bervariasi terhadap temperatur).

฀ volume cairan ฀ panjang kawat ฀ hambatan kawat

฀ volume gas pada tekanan konstan ฀ tekanan gas pada volume konstan ฀ warna pijar dsb.

2.1. Thermometer gas volume konstan.

Sifat termometrik dari termometer ini adalah tekanan gas yang bervariasi terhadap temperatur pada volume konstan.

T = aP + b


(58)

Thermodinamika

4

Dari eksperimen ternyata untuk semua gas mempunyai nilai b yang sama (pada tekanan nol mempunyai temperatur yang sama, yaitu pada temperatur -273,15 oC

P

gas 1

gas 2

gas 3

T( oC)

-273,15 0

1954, dibuat ketentuan referensi temperatur yaitu titik tripel air, yaitu air, uap air dan es dapat berada dalam kesetimbangan, yaitu pada temperatur 0,01 oC dan tekanan 0,61 kPa. Titik tripel air pada skala baru menjadi 273,16 K.


(59)

Thermodinamika

5

a = 273,16 K/ P3

maka

T = (273,16 K/ P3) P

pada tekanan rendah dan temperatur tinggi gas real dapat dipandang sebagai gas ideal, maka

T = 273,16 K lim P/ P3 (Temperatur gas ideal )

P3 0

2.2. Skala Temperatur Celcius dan Fahrenheit.

Pergeseran skala Celcius dengan temperatur absolut kelvin T sebesar 273,15 , maka

Tc = T - 273,15

Oleh karena itu titik beku air (273,15 K) berhubungan dengan 0,00 C dan titik didih air (373,15 K) berhubungan dengan 100,00 C


(60)

Thermodinamika

6

100 skala 180 skala

0 titik beku air 32

CELCIUS FAHRENHEIT

Hubungan antara skala celcius dan skala Fahrenheit : TF = 9/5 TC + 32

2.3. Termometer yang lain.

฀ Termometer hambatan platina : perubahan hambatan 0,3 % setiap 1 K. Dapat digunakan pada rentang : 14 K - 900 K dan dapat dikalibrasi untuk  0,0003 K pada titik triple air.

฀ Termokopel : Sambungan dari dua logam/alloy yang berbeda. Dapat mengukur pada rentang -180 C sampai 1500 C tergantung pada logamnya.

฀ Thermistor : dari bahan semikonduktor. Rentang temperatur yang terukur -50 C sampai 100 C dengan ketelitian 0,001 C

3. PEMUAIAN ZAT PADAT.

Zat padat secara mikroskopis dapat dipandang sebagai model atom-atom yang dihubungkan dengan pegas.


(61)

Thermodinamika

7

Pegas-pegas tersebut bergetar dengan amplitudo (berkaitan dengan jarak antar atom) tertentu. Bila temperaturnya dinaikkan maka amplitudonya juga berubah akibatnya jarak antar atom juga berubah. Sehingga secara keseluruhan dimensi dari zat padat tersebut berubah. Untuk perubahan 1 dimensi diperoleh hubungan :

L = Lo (1 +  T)

dimana Lo : panjang mula-mula

: koefisien muai linear ( /Co)

T : perubahan temperatur (C)

Koefisien muai linear () dari beberapa zat padat :

Bahan (x 10-6 /Co) Bahan (x 10-6 /Co)

Aluminium 23 Kuningan 19

Tembaga 17 Timbal 29

Gelas (biasa) 9 Gelas (pirex) 3,2


(62)

Thermodinamika

8

Untuk pemuaian 2 dimensi :

A = Ao (1 + 2T) Untuk pemuaian 3 dimensi :


(63)

II. KALOR

Sudah dijelaskan pada bab sebelumnya apabila dua buah benda yang berbeda temperaturnya saling berkontak termal, temperatur benda yang lebih panas berkurang sedangkan temperatur benda yang lebih dingin bertambah. Ada sesuatu yang berpindah dalam kasus ini, apa ?

Kalorik, suatu materi yang tak terlihat, yang mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur rendah.

Benyamin Thomson/Count Rumford (1753-1814) dengan eksperimen-nya, dia mengebor logam, teramati bahwa mata bor menjadi panas dan didinginkan dengan air (sampai airnya mendidih), tentunya dari teori “kalorik”, kalorik tersebut lama kelamaan akan habis dan ternyata bila proses tersebut berlanjut terus kalorik tersebut tidak habis, jadi teori kalorik tidak tepat. Jadi kalor bukan materi.

kalor

T1 T2 T1>T2

1. KALOR dan ENERGI TERMAL

Ada suatu perbedaan antara kalor (heat) dan energi dalam dari suatu bahan. Kalor hanya digunakan bila menjelaskan perpindahan energi dari satu tempat ke yang lain.

Kalor adalah energi yang dipindahkan akibat adanya perbedaan temperatur.. Sedangkan energi dalam (termis) adalah energi karena temperaturnya.


(64)

Thermodinamika

9

1.1. Satuan Kalor.

Satuan kalor adalah kalori dimana, 1 kalori adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur 1 gr air dari 14,5 C menjadi 15,5 C.

Dalam sistem British, 1 Btu (British Thermal Unit) adalah kalor untuk menaikkan temperatur 1 lb air dari 63 F menjadi 64 F.

1 kal = 4,186 J = 3,968 x 10-3 Btu 1 J = 0,2389 kal = 9,478 x 10-4 Btu 1 Btu = 1055 J = 252,0 kal

1.2. Kesetaraan Mekanik dari Kalor.

Dai konsep energi mekanik diperoleh bahwa bila gesekan terjadi pada sistem mekanis, ada energi mekanis yang hilang. Dan dari eksperimen diperoleh bahwa energi yang hilang tersebut berubah menjadi energi termal.

Dari eksperimen yang dilakukan oleh Joule (aktif penelitian pada tahun 1837-1847) diperoleh kesetaraan mekanis dari kalor :

1 kal = 4,186 joule

3. KAPASITAS KALOR dan KALOR JENIS

Kapasitas kalor (C) : jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur dari suatu sampel bahan sebesar 1 Co.


(65)

Thermodinamika

10

Q = C T

Kapasitas panas dari beberapa benda sebanding dengan massanya, maka lebih mudah bila didefinisikan kalor jenis, c :

Kalor jenis, c : jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur dari 1 gr massa bahan sebesar 1 Co.

Q = m c T

T2

Bila harga c tidak konstan : Q =  m c dT T1

Catatan : untuk gas kalor jenis biasanya dinyatakan untuk satu mol bahan, dsb kalor jenis molar,

Q = n c T

Kalor jenis beberapa bahan pada 25 C.

Bahan c (kal/gr. Co) Bahan c (kal/gr. Co) Aluminium 0,215 Kuningan 0,092

Tembaga 0,0924 Kayu 0,41

Emas 0,0308 Glas 0,200

Besi 0,107 Es (-5 C) 0,50

Timbal 0,0305 Alkohol 0,58

Perak 0,056 Air Raksa 0,033

Silikon 0,056 Air (15 C) 1,00


(66)

Thermodinamika

11

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.

Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah Q = m L

dimana L adalah kalor laten.

4. PERPINDAHAN KALOR

Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal.

Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.

4.1. Konduksi

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi.


(67)

Thermodinamika

12

Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudi yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas.

T2 T1 T1

Aliran kalor A

x

Bila T2 dan T1 dipertahankan terus besarnya, maka kesetimbangan termal tidak akan pernah

tercapai, dan dalam keadaan mantap/tunak (stedy state), kalor yang mengalir persatuan waktu sebanding dengan luas penampang A, sebanding dengan perbedaan temperatur T dan berbanding terbalik dengan lebar bidang x


(68)

Thermodinamika

13

Untuk penampang berupa bidang datar :

T1 T2

L

H = - k A (T1 - T2 ) / L

k adalah kondutivitas termal.

Konduktivitas termal untuk beberapa bahan :

Bahan k (W/m.Co) Bahan k (W/m.Co)

Aluminium 238 Asbestos 0,08

Tembaga 397 Concrete 0,8

Emas 314 Gelas 0,8

Besi 79,5 Karet 0,2

Timbal 34,7 air 0,6

Perak 427 kayu 0,08

udara 0,0234

Untuk susunan beberapa bahan dengan ketebalan L1, L2,, ... dan konduktivitas

masing-masing k1, k2,, ... adalah :


(69)

Thermodinamika

14

 (L1/k1)

k1 k2

T1 L1 L2 T2

Bagaimana dengan bidang yang berbentuk silinder ?

4.2. Konveksi

Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (natural convection) dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (forced convection).

Besarnya konveksi tergantung pada :

a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A). b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (T).


(70)

Thermodinamika

15

c. koefisien konveksi (h), yang tergantung pada : # viscositas fluida

# kecepatan fluida

# perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida # kapasitas panas fluida

# rapat massa fluida

# bentuk permukaan kontak

Konveksi : H = h x A x T

4.3. Radiasi

Pada proses radiasi, energi termis diubah menjadi energi radiasi. Energi ini termuat dalam gelombang elektromagnetik, khususnya daerah inframerah (700 nm - 100 m). Saat gelombang elektromagnetik tersebut berinteraksi dengan materi energi radiasi berubah menjadi energi termal.

Untuk benda hitam, radiasi termal yang dipancarkan per satuan waktu per satuan luas pada temperatur T kelvin adalah :

E = e T4.

dimana  : konstanta Boltzmann : 5,67 x 10-8 W/ m2 K4. e : emitansi (0  e  1)


(71)

Thermodinamika


(72)

Thermodinamika

16

III. THERMODINAMIKA

1. GAS IDEAL

Definisi mikroskopik gas ideal :

a. Suatu gas yang terdiri dari partikel-partikel yang dinamakan molekul.

b. Molekul-molekul bergerak secara serampangan dan memenuhi hukum-hukum gerak Newton.

c. Jumlah seluruh molekul adalah besar

d. Volume molekuladalah pecahan kecil yang dapat diabaikan dari volume yang ditempati oleh gas tersebut.

e. Tidak ada gaya yang cukup besar yang beraksi pada molekul tersebut kecuali selama tumbukan.

f. Tumbukannya eleastik (sempurna) dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Jumlah gas di dalam suatu volume tertentu biasanya dinyatakan dalam mol. Misalkan suatu gas ideal ditempatkan dalam suatu wadah (container) yang berbentuk silinder

฀ Hukum Boyle : Bila gas dijaga dalam temperatur konstan, tekanannya ber-banding terbalik dengan volume.

฀ Hukum Charles & Gay-Lussac : Jika tekanan gas dijaga konstan, volume berbanding lurus dengan temperatur.


(73)

Thermodinamika

17

Kesimpulan tersebut dapat dirangkaum sebagai persamaan keadaan gas ideal :

pV = nRT

R : konstanta gas universal = 8,31 J/mol .K

= 0,0821 Lt . atm/mol.K

2. KALOR dan USAHA

Kalor dan usaha sama-sama berdimensi tenaga (energi). Kalor merupakan tenaga yang dipindahkan (ditransferkan) dari suatu benda ke benda lain karena adanya perbedaan temperatur. Dan bila transfer tenaga tersebut tidak terkait dengan perbedaan temperatur, disebut usaha (work).

dy

F


(74)

Thermodinamika

18

Mula-mula gas ideal menempati ruang dengan volume V dan tekanan p. Bila piston mempunyai luas penampang A maka gaya dorong gas pada piston F = pA.

Dimisalkan gas diekspansikan (memuai) secara quasistatik, (secara pelan-pelan sehingga setiap saat terjadi kesetimbangan), piston naik sejauh dy, maka usaha yang dilakukan gas pada piston :

dW = F dy = p A dy A dy adalah pertambahan volume gas,

dW = p dV

Bila volume dan tekanan mula-mula Vi dan pi dan volume dan tekanan akhir Vf dan pf , maka

usaha total yang dilakukan gas : Vf

W =  p dV Vi

P


(75)

Thermodinamika

19

pf f

V

Vi Vf

Kerja yang dilakukan gas pada saat ekspansi dari keadaan awal ke keadaan akhir adalah luas dibawah kurva dalam diagram pV.

P

P

P

p

i

i

p

i

i

i

p

f

f

p

f

f

p

f

f f

V

V

V

V

i

V

f

V

i

V

f

V

i

V

f

Tampak bahwa usaha yang dilakukan dalam setiap proses tidak sama, walaupun mempunyai keadaan awal dan keadaan akhir yang sama.

“Usaha yang dilakukan oleh sebuah sistem bukan hanya tergan-tung pada keadaan awal dan akhir, tetapi juga tergantung pada proses perantara antara keadaan awal dan keadaan akhir”.


(76)

Thermodinamika

20

“kalor yang dipindahkan masuk atau keluar dari sebuah sistemtergantung pada proses perantara di antara keadaan awal dan keadaan akhir”.

3. HUKUM PERTAMA THERMODINAMIKA

Suatu proses dari keadaan awal i ke keadaan akhir f, untuk setiap keadaan perantara (lintasan) yang berbeda memberikan Q dan W yang berbeda, tetapi mempunyai harga Q - W yang sama. Q - W hanya tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir saja.

Q - W ini dalam termodinamika disebut perubahan tenga internal (U = Uf - Ui ),

sehingga :

U = Q - W

yang dikenal sebagai hukum pertama termodinamika, yang merupakan hukum kekekalan energi.

Untuk perubahan infinitisimal :

dU = dQ - dW


(77)

Thermodinamika

21

Secara mikroskopis, temperatur dari gas dapat diukur dari tenaga kinetik translasi rata-rata dari molekul gas tersebut, Untuk molekul yang terdiri satu atom, momoatomik, seperti He, Ne, gas mulia yang lain, tenaga yang diterimanya seluruhnya digunakan untuk menaikkan tenaga kinetik translasinya,oleh karena itu total tenaga internalnya :

U = 3/2 NkT = 3/2 nRT Tampak bahwa U hanya merupakan fungsi T saja.

p

f

f’ T +

T

i

T

V

Untuk suatu proses volume konstan (i -> f ), usaha yang diakukan gas : W =

p dV = 0, maka menurut hukum pertama termodinamika,

Q = U = 3/2 n R T n cv T = 3/2 n R T


(78)

Thermodinamika

22

Seluruh kalor yang diterimanya, digunakan untuk menaikkan tenaga internal sistem. cv adalah kalor jenis molar gas untuk volume konstan.

Untuk suatu proses volume konstan (i -> f’ ), usaha yang dilakukan gas W =

p dV = p V, maka menurut hukum pertama termodinamika

U = Q - W

= n cp T - p V

Karena kedua proses tersebut mempunyai temperatur awal dan akhir yang sama maka U kedua proses sama.

n cv T = n cp T - p V

Dari pV = nRT diperoleh p V = n R T , maka n cv T = n cp T - n R T

cp - cv = R

Karena cv = 3/2 R, maka cp = 5/2 R, perbandingan antara kuantitas tersebut

 = cp / cv = 5/3

Untuk gas diatomik dan poliatomik dapat diperoleh dengan cara yang sama : gas diatomik ( U = 5/2 nRT) :  = 7/5


(79)

Thermodinamika

23

5. PROSES-PROSES DALAM TERMODINAMIKA 5.1. Proses Isokoris (volume konstan)

Bila volume konstan, p/T = konstan,

pi/ Ti = pf/Tf

p f

i

V

Pada proses ini V = 0, maka usaha yang dilakukan W = 0, sehingga

Q = U = n cv T

5.2. Proses Isobaris (tekanan konstan)

Bila tekanan konstan, V/T = konstan, Vi/ Ti = Vf/Tf


(1)

z = 0 ini terhadap sembarang titik pada benda tegar tersebut.

F

1

F

2

r

1

O

Torsi terhadap titik O adalah :

o = (r1 x F1) + (r2 x F2) + ... + (rn x Fn)

Torsi terhadap titik O’ adalah :

o’ = (r1- r’) x F1+ (r2 - r’) x F2 + ... + (rn - r’) x Fn

o’ = {(r1 x F1) + (r2 x F2) + ... + (rn x Fn) } –r’ x (F1+ F2+ … + Fn)

Jika sistem dalam keadaan seimbang,  F = 0 maka

o = o’

Torsi terhadap titik sembarang adalah sama.

3. PUSAT GRAVITASI

Bila kita perhatikan benda tegar, salah satu gaya yang perlu diperhatikan adalah berat benda, yaitu gaya gravitasi yang bekerja pada benda tersebut. Untuk menghitung torsi dari gaya berat tersebut, gaya berat dapat dipertimbangkan terkonsentrasi pada sebuah titik yang disebut pusat gravitasi.

Perhatikan benda berbentuk sembarang pada bidang xy. Benda kita bagi-bagi menjadi partikel-partikel dengan massa m1, m2, …yang mempunyai

koordinat (x1, y1) , (x2, y2) ,…pusat massanya dapat dinyatakan sebagai

m1x1 + m2x2 + m3x3 + …


(2)

y

m1g

pg m2g

x

W = Mg

Setiap partikel memberikan kontribusi torsi terhadap titik pusat dan ini sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh gaya tunggal, yaitu gaya berat dikalikan dengan lengan gayanya. Titik dimana gaya berat bekerja disebut pusat gravitasi.

(m1g1 + m2g2 + m3g3 + …) xpg = m1g1x1 + m2g2x2 + m3g3x3 + …

Bila diasumsikan g homogen maka, pusat gravitasi : m1x1 + m2x2 + m3x3 + …

m1 + m2 + m3 + …

Bila gravitasi homogen, pusat gravitasi berimpit dengan pusat massa.

4. SISTEM KESEIMBANGAN

Di dalam menyelesaikan suatu sistem keseimbangan di bawah pengaruh beberapa gaya, ada beberapa prosedur yang perlu diikuti.

a. Tentukan objek/benda yang menjadi pusat perhatian dari sistem keseimbangan.

b. Gambar gaya gaya eksternal yang bekerja pada obyek tersebut.

c. Pilih koordinat yang sesuai, gambar komponen-komponen gaya dalam koordinat yang telah dipilih tersebut.

d. Terapkan sistem keseimbangan untuk setiap komponen gaya.

e. Pilih titik tertentu untuk menghitung torsi dari gaya-gaya yang ada terhadap titik tersebut. Pemilihan titik tersebut sembarang, tetapi harus memudahkan penyelesaian.


(3)

5. ELASTISITAS

Dalam pembahasan sebelumnya, benda yang mendapatkan gaya diidealkan sebagai benda tegar, tidak mengalami perubahan bentuk bila mendapat gaya. Sesungguhnya benda mengalami perubahan bentuk saat mendapatkan gaya. Pada bagian ini akan dibahas tentang hubungan perubahan bentuk tersebut dengan gaya yang menyebabkannya.

5.1. Tekanan

F F F F F

F

F F

F F

F

F F

F

Gambar di atas melukiskan suatu batang yang mempunyai penampang serbasama ditarik dengan gaya F pada kedua sisinya. Batang dalam keadaan tertarik. Bila dibuat irisan di batang (gambar b) yang tidak dekat ujung batang, maka pada irisan tadi terdapat tarikan dengan gaya F yang merata di penampang batang (sistem dalam keadaan seimbang). Dari sini dapat didefinisikan tegangan di irirsan tersebut sebagai perbandingan antara gaya F dengan luas penampang A.

Tegangan : S = F/A ( N/m2 = Pascal) Tegangan tersebut disebut tegangan tarik.

Bila irisan tadi dibuat sembarang (membentuk sudut), maka luasannya menjadi A’ dan dan gaya F tadi bisa diurakan menjadi dua komponen, yaitu F (tegak


(4)

lurus/normal terhadap A’ dan F  (sejajar/tangensial terhadap A’). Maka

tegangan dapat diurakan menjadi : Tegangan normal = F / A’

Tegangan tangensial (geser) = F/A’

Demikian juga sebaliknya, bila gaya pada balok mengarah ke balok. Tegangannya disebut tegangan tekan.

5.2. Regangan

Bila gaya diberikan pada balok tersebut memberikan tegangan tarik, maka balok tersebut juga mengalami perubahan bentuk yang disebut regangan.

Lo

L

F F

L

Regangan tarik = L - Lo = L Lo Lo

Regangan tekan dapat didefinisikan dengan cara sama, dengan L sebagai pengurangan panjang.

Bila gaya yang diberikan memberikan tegangan geser maka perubahan bentuk pada balok menjadi :

x

b b’ c c’


(5)

a,a’ d,d’

Regangan geser = x/h = tg   ( karena x << h)

Regangan dikarenakan tekanan hidrostatis disebit regangan volume : Regangan volume = V

V

5.3. Elastisitas dan Plastisitas

Hubungan antara tegangan dan regangan menyatakan elstisitas bahan tersebut. Grafik tegangan sebagai fungsi regangan suatu logam dapat digambarkan sebagi berikut :

T

e c

g b d

a a n

g a : batas proporsional

a b : batas elastik n o - b : sifat elastik

b - d : sifat plastik d : titik patah O

Regangan

Bagian pertama (O - a) tegangan sebanding dengan regangan, a adalah batas proporsional tersebut. Dari a sampai b tidak sebanding lagi, tetapi bila beban diambil, kurva akan kembali ke titik a lagi. Titik a sampai b masih bersifat elastik dan b adalah batas elastik. Bila beban di ambil setelah melewati b, misal di c, kurva tidak kembali ke b tetepi kembali melellui garis tipis. Sehingga panjang tanpa tegangan menjadi lebih besar dari semula. Bila beban ditambah terus sampai patah di d, d disebut titik patah. Bila b sampai d cukup besar, bahan tersebut bersifat ulet, tetapi kalau sangat pendek disebut rapuh.

5.4. Modulus Elastik

Perbandingan antara tegangan dan regangan disebut modulus elastik bahan. 5.4.a. Modulus Young


(6)

Bila kita perhatikan tegangan dan regangan tarik/tekan, sampai batas proporsional, perbandingan tegangan dan regangan disebut : modulus Young, Y :

Tegangan tarik Tegangan tekan

Y = =

Regangan tarik Regangan tekan F / A’

Y =

L / Lo 5.4.b. Modulus Geser

Didefinisikan sebagi perbandingan tegangan geser dan regangan geser. Tegangan geser

S =

Regangan geser

F/A’ h F/ F/A

S = = =

x / h A x tg 

Modulus geser disebut juga modulus puntir, dan hanya terjadi pada zat padat. 5.4.c. Modulus Bulk (Balok)

Modulus ini menghubungkan tekanan hidrostatik dengan perubahan volumenya.

dp dp

B = - = - Vo

dV/Vo dV

Kebalikan dari modulus Bulk adalah kompresibilitas