BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kebutuhan akan pangan sangat penting bagi kehidupan, sehingga ketersediaan akan pangan harus diperhatikan baik oleh individu masing-masing maupun maupun
oleh pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negara. Dengan terwujudnya kebutuhan pangan yang baik bagi masyarakat dapat mewujudkan
masyarakat yang sejahtera dan juga dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Jika kebutuhan pangan mengalami permasalahan dimana suatu negara
tidak dapat menjamin ketahanan pangan yang ada di dalam negaranya, maka yang akan terjadi adalah meningkatnya penurunan kualitas gizi masyarakat karena
kekurangan asupan gizi yang diperoleh dari pangan sehingga dapat menimbulkan bencana kelaparan dan dapat dijadikan salah satu faktor pendukung runtuhnya
keberadaan suatu bangsa karena bukan hanya perang yang dapat meruntuhkan suatu negara tetapi kelaparan masal di masyarakat pun dapat dijadikan faktor penghancur di
suatu negara, ini dapat dicontohkan seperti yang terjadi di negara-negara Afrika yang memang masih tergolong miskin dan juga maraknya perang saudara yang terjadi
akibat konflik intern. Pemerintah dalam memandang kebutuhan pangan bagi masyarakat harus
dijadikan prioritas utama dalam mendukung usaha pembangunan bangsa. Oleh sebab itu kebutuhan pangan bagi masyarakat sangat penting diperhatikan sehingga
1
pemerintah harus dapat menjaga pasokan maupun ketersediaan pangan tersebut bagi masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah dan miskin karena memang
negara Indonesia masih memliki penduduk yang dominan di bawah garis kemiskinan. Mengenai tugas pemerintah dalam mengurusi pangan terhadap masyarakat
tercantum pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 dan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam pasal 1 Undang-
Undang tersebut disebutkan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan,
perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, danatau pembuatan makanan atau minuman. Masih menurut pasal 1
tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yangtercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Oleh karenanya pangan yang dihasilkan oleh produksi dalam negeri harus cukup menutupi kebutuhan bagi
masyarakat dimana di sini harus adanya asas keadilan yaitu seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati produksi pangan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya
dan juga pangan yang disediakan oleh pemerintah harus memiliki kualitas bahan
pangan yang baik pula sehingga dapat meningkatkan kualitas gizi bagi masyarakat banyak dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Dalam memenuhi kebutuhan pangan warga miskin, pemerintah telah mengeluarkan program raskin. Penyaluran RASKIN Beras untuk Rumah Tangga
Miskin sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah
tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus OPK, kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN
diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat social safety net melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Melalui sebuah kajian
ilmiah, penamaan RASKIN menjadi nama program diharapkan akan menjadi lebih tepat sasaran dan mencapai tujuan RASKINdikutip dari www.bulog.co.id .
Pelaksanaan program ketahanan di Kota Bandung dijalankan oleh Unit Kerja Bagian Ketahanan Pangan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung
dan sesuai dengan tugas yang diebannya berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2007 adalah melaksanakan penanganan dan penyaluran
pangan terhadap masyarakat miskin rawan pangan dan juga melaksanakan program raskin di Kota Bandung. Masyarakat miskin yang mendapatkan jatah beras miskin
dapat disebut RTSPM Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat yang telah dicatat oleh BPS Badan Pusat Statistik.
Dalam menjalankan penyaluran raskin di Kota Bandung, ternyata masih ada beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa oknum petugas penyalur
raskin itu sendiri, seperti yang diberitakan dalam situs Pikiran Rakyat pada Rabu 23052012 yaitu Masih ada daerah di Kota Bandung yang menjual beras miskin
raskin dengan harga lebih besar dari yang ditetapkan, yaitu Rp 1.000 per kilogram. Hal itu dikeluhkan oleh warga. Salah seorang warga RW 2, Kelurahan Palasari, Kec.
Cibiru, Kota Bandung, Urip 36, mengeluhkan tentang harga raskin di wilayahnya yang harus ditebus dengan harga Rp 3.000 per kilogram.Setiap bulan, petugas RT
atau RW keliling ke rumah warga untuk menanyakan apakah ada yang ingin membeli raskin, kemudian ditawarkan dengan harga Rp 3.000 per kilo. Kalau sedang ada uang,
kami membeli, kalau tidak ada uang ya tidak membeli, ucap Urip kepada PRLM, Selasa 2252012.dikutip dari :www.Pikiran Rakyat.com. selanjutnya seperti yang
diberitakan dalam situs Tribun Jabar bahwa beras miskin raskin kembali dijual kepada masyarakat yang seharusnya digratiskian karena sudah dibayar APBD Kota
Bandung. Kali ini yang menjual raskin di RW 07 Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astanaanyar dengan harga Rp 3.000kg. Warga berdatangan membawa kupon raskin
dengan tulisan Rp 3.000 sebanyak 3 kg. Ma Odah 60 mendapat kupon satu malah merasa senang mendapat 3kg beras hanya dibeli Rp 3000 karena sebelumnya 3kg
dibeli 7.500dikutip dari www.Tribun
Jabar.com. sehingga dengan munculnya beberapa penyimpangan yang terjadi di wilayah Kota Bandung dalam hal penyaluran
raskin membuktikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung belum terlaksana dengan baik sehingga dimungkinkan bahwa di daerah
Kecamatan Ujung Berung pun mengalami hal yang sama seperti di Kelurahan Pasanggrahan mengemukakan bahwa hasil beras raskin ada perbaikan dari segi
kualitas, namun dari segi kuantitas belum mencapai hasil yang baik. Ditambah penduduk miskin bertambah dan permintaan beras raskin pun bertambah. Sehingga
beberapa permasalahan diatas disebabkan oleh kurang baiknya penerapan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal penerapan pengawasan yang
baik dapat dijalankan dengan empat tahap yaitu penerapan standar, mengukur kinerja pengawasan, membandingkan kinerja sesuai dengan standar dan adanya tindakan
perbaikan.
Berangkat dari beberapa permasalahan tersebut penelitian ini memfokuskan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam hal ini
adalah Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung. dalam hal ini, penulis tertarik melakukan penelitian tentang Pengawasan Pemerintah Kota Bandung dalam
pendistribusian beras miskin untuk mencapai penyaluran raskin yang efektif di masyarakat Kecamatan Ujung Berung Kota Bandung. Adapun judul yang akan
diangkat oleh penulis adalah: “Pengawasan Pemerintah Kota Bandung dalam Penyaluran Raskin di Kecamatan Ujung Berung Kota Bandung.”
1.2 Identifikasi Masalah