Seleksi Induk Perlakuan Penyuntikan Pemijahan Analisis Statistik

7 masing campuranperlakuan kemudian dimasukkan ke dalam botol dan disimpan di dalam lemari pendingin. Tabel 3. Komposisi larutan stok masing-masing spawnprim Spawnprim Stok AI ml Stok AD ml Stok LHRHa ml Akuabides ml Volume Total ml A 0,75 8 Stok AD 1 1,25 10 B 0,75 8 Stok AD 1 0,5 0,75 10 C 0,75 7 Stok AD 2 1,0 1,25 10 D 0,75 7 Stok AD 2 1,5 0,75 10

2.5 Seleksi Induk

Induk matang gonad yang digunakan berumur sekitar 5 bulan dan dipilih sebanyak 30 ekor. Induk betina matang gonad memiliki perut yang membesar dan lembek, dengan lubang genital berwarna kemerahan dan menonjol. Sedangkan induk jantan memiliki tubuh yang lebih ramping dan lubang genital yang tidak terlalu menonjol. Selanjutnya induk dipisahkan ke dalam masing-masing akuarium perlakuan dan diberok selama kurang lebih 24 jam.

2.6 Perlakuan

Penelitian terdiri dari 4 perlakuan spawnprim dan 2 kontrol Tabel 4 dengan masing-masing 5 kali ulangan. Dosis suntik yang digunakan yaitu 0,5 mlkg bobot induk. Tabel 4. Dosis masing-masing komponen perlakuan dan kontrol Perlakuan Dosis AI Dosis AD Dosis LHRHa Spawnprim A 150 ppm 10 mgml 0 µgml Spawnprim B 150 ppm 10 mgml 5 µgml Spawnprim C 150 ppm 10 mgml 10 µgml Spawnprim D 150 ppm 10 mgml 15 µgml Kontrol positif ovaprim - - - Kontrol negatif larutan fisiologis - - -

2.7 Penyuntikan

Induk betina hasil seleksi diukur bobot dan panjangnya untuk menentukan jumlah larutan yang disuntikkan ke tubuh ikan berdasarkan dosis suntik 0,5 mlkg. Setelah diketahui jumlah larutan suntik, masing-masing induk betina disuntik 8 secara intramuscular menggunakan alat suntik syringe ukuran 1 ml. Induk betina yang telah disuntik selanjutnya dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium perlakuan untuk diamati ovulasinya 6 jam kemudian.

2.8 Pemijahan

Pengamatan induk betina dilakukan 6 jam setelah penyuntikan dengan cara mengurut perut ke arah genital. Induk betina yang telah ovulasi ditandai dengan keluarnya telur berwarna kuning kehijauan secara lancar. Induk betina yang belum ovulasi diamati kemudian setiap interval waktu 3 jam. Induk yang ovulasi kemudian diurut dan telurnya ditampung dalam mangkok untuk dihitung. Untuk pembuahan menggunakan sperma, diambil sejumlah telur kemudian dipisahkan ke dalam mangkok lainnya. Selanjutnya sperma diurut dari induk jantan dan dicampur dengan larutan fisiologis NaCl 0,9. Sperma dicampurkan ke dalam mangkok berisi telur untuk pembuahan lalu diaduk menggunakan bulu ayam. Telur yang sudah bercampur dengan sperma kemudian ditebar pada akuarium penetasan.

2.9 Pengamatan

Parameter pengamatan meliputi keberhasilan dan lama waktu ovulasi, jumlah telur yang diovulasi ovulated eggs, tingkat ovulasi ovulation rate, derajat pembuahan fertilization rate, derajat penetasan hatching rate dan tingkat kelangsungan hidup survival rate.

2.9.1 Keberhasilan dan Lama Waktu Ovulasi

Keberhasilan ovulasi ditandai dengan keluarnya telur dengan lancar ketika dilakukan stripping pada induk betina perlakuan. Stripping dilakukan pada tiap- tiap ulangan mulai jam ke-6 setelah penyuntikan, jika belum ovulasi maka stripping dilanjutkan setiap interval 3 jam berikutnya. Waktu ovulasi tiap-tiap ulangan kemudian dicatat. 9

2.9.2 Jumlah Telur yang Diovulasikan

Induk yang telah ovulasi kemudian diambil telurnya dengan cara stripping hingga tidak mengeluarkan telur lagi. Jumlah total telur yang dikeluarkan ditampung dalam mangkok untuk kemudian dihitung.

2.9.3 Tingkat Ovulasi

Tingkat ovulasi merupakan perbandingan jumlah telur yang diovulasikan dengan jumlah telur di dalam gonad. Sampel induk diambil untuk dilakukan pembedahan gonad. Sebelumnya sampel induk tersebut ditimbang dan dicatat bobot tubuhnya. Telur yang terdapat di dalam gonad lalu dihitung jumlah totalnya. Penghitungan jumlah telur berikutnya dilakukan dengan metode konversi terhadap bobot tubuh induk sampel. Berikut ini rumus perhitungan tingkat ovulasi: Tingkat Ovulasi = gonad didalam telur seluruh jumlah an diovulasik yang telur jumlah x 100

2.9.4 Derajat Pembuahan Fertilization Rate

Telur yang telah dicampur sperma pada akuarium penetasan kemudian diamati warnanya pada jam ke-12 setelah pencampuran dengan sperma. Telur yang berhasil dibuahi tampak bening kekuning-kuningan, sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih susu. Selanjutnya derajat pembuahan dihitung dengan rumus: Fertilization Rate FR = sampel telur jumlah dibuahi telur jumlah x 100

2.9.5 Derajat Penetasan Hatching Rate

Pengamatan terhadap jumlah telur yang menetas pada akuarium penetasan dilakukan 48-72 jam setelah pembuahan. Penghitungan jumlah telur yang menetas dilakukan dengan cara menghitung jumlah sampel awal telur yang dibuahi dikurangi jumlah telur dibuahi yang tidak menetas. 10 Selanjutnya derajat penetasan dihitung dengan rumus: HR = dibuahi telur jumlah menetas telur jumlah x 100

2.9.6 Tingkat Kelangsungan Hidup Survival Rate

Kandungan kuning telur pada larva umumnya habis pada hari ke-4, sehingga penentuan tingkat kelangsungan hidup larva dilakukan pada tersebut. Larva yang masih hidup dihitung jumlahnya dan dibandingkan dengan jumlah awal larva pada hari pertama. Tingkat kelangsungan hidup pada hari ke-4 dihitung dengan rumus: Survival Rate SR= awal larva jumlah hidup larva jumlah x 100

2.9.7 Kualitas Air

Pengamatan kualitas air meliputi suhu, DO, pH, TAN Total Amoniak Nitrogen dan kesadahan.

2.10 Analisis Statistik

Data yang didapat kemudian disajikan secara deskriptif untuk analisa ragam ANOVA dan uji lanjut Duncan menggunakan SPSS 11.5 for Windows.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Tingkat Keberhasilan dan Lama Waktu Ovulasi

Penyuntikan menggunakan spawnprim A, B, C dan D, dengan dosis 0,5 mlkg ternyata mampu merangsang terjadinya ovulasi pada waktu yang sama, yaitu jam ke-6 Tabel 5. Hasil ini menyamai pencapaian kontrol positif ovaprim pada penggunaan dosis yang sama dengan perlakuan, yang juga mampu merangsang terjadinya ovulasi pada jam ke-6. Tingkat keberhasilan ovulasi pada seluruh perlakuan mencapai persentase sebesar 100 dan tidak berbeda nyata dengan ovaprim. Sedangkan pada perlakuan menggunakan larutan fisiologis sebagai kontrol negatif dengan dosis yang sama, ternyata tidak didapati adanya ovulasi pada semua ulangan Tabel 5. Tabel 5. Tingkat keberhasilan dan lama waktu ovulasi Perlakuan n=5 Tingkat Keberhasilan Ovulasi Rata-Rata Waktu Ovulasi jam Spawnprim A 100 ns 6 Spawnprim B 100 ns 6 Spawnprim C 100 ns 6 Spawnprim D 100 ns 6 Kontrol Positif Ovaprim 100 ns 6 Kontrol Negatif Larutan Fisiologis NaCl 0,9 - - Keterangan: ns = non signifikan

3.1.2 Tingkat Ovulasi

Dari sejumlah telur yang diovulasikan oleh induk kemudian dibandingkan dengan jumlah total telur di dalam gonad. Hasil penghitungan telur dalam gonad masing-masing perlakuan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari perbandingan tersebut didapat tingkat ovulasi dimana nilai terbesar dihasilkan oleh kontrol ovaprim yaitu sebesar 29,44 ± 6,80, berbeda nyata dengan