Setelah itu, pelet bioplastik ± 20 g dibuat menjadi lembaran film ketebalan rata-rata 450-500 µm menggunakan alat hydraulic hot press. Suhu dan
tekanan yang digunakan pada alat hydraulic hot press adalah 140ºC dan 200 kgcm
2
, sedangakan lamanya waktu pengepresan ± 15 menit. Hasil dalam bentuk lembaran kemudian dipotong sesuai pengujian fisik dan mekanik bioplastik.
Parameter yang diamati adalah morfologi permukaan plastik ASTM E 2015 1991, gugus fungsional, kecepatan alir ASTM D 1238 1991, densitas ASTM
D 1505 1991, sifat mekanik ASTM D 882-10 1991, permeabilitas terhadap uap air dan oksigen ASTM F 1249 1991 Lampiran 2.
Biodegradabilitas bioplastik diuji secara kualitatif ASTM G-21-70 dan kuantitatif burial testpenguburan Lampiran 2. Metode kualitatif adalah
melihat tumbuhnya koloni-koloni kapang pada permukaan plastik, sedangkan metode kuantitatif adalah menguji tingkat biodegradasi plastik dengan
menghitung persentase penurunan sifat mekanik kuat tarik dan perpanjangan putus setelah dikubur dalam periode waktu 14, 28, 42, dan 56 hari.
Rancangan percobaan pada tahap ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri dari dua faktor, yaitu konsentrasi MA pada compatibilizer
LLDPE-g-MA atau HDPE-g-MA yang digunakan dengan tiga taraf 2,5, 5, 7,5 faktor A dan konsentrasi perbandingan TPS : LLDPEHDPE dengan
empat taraf 0:100; 20:80; 30:70; 40:60 faktor B dengan 2 ulangan. Apabila terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test
DMRT pada jenjang nyata 5. Model umum rancangan percobaan yang digunakan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:
Y
ijk
= μ + C
i
+ D
j
+ CD
ij
+ ε
ijk
Y
ijk
= nilai pengamatan akibat pengaruh konsentrasi MA pada compatibilizer taraf ke-i dan perbandingan TPSLLDPE atau TPSHDPE taraf ke-j
pada ulangan ke-k k = 1, 2
= rata-rata umum C
i
= pengaruh konsentrasi MA pada compatibilizer pada taraf ke-i
i = 2,5, 5, 7,5 D
i
= pengaruh perbandingan TPSLLDPE atau TPSHDPE pada taraf ke-j j= 0100, 2080, 3070, 4060
CD
ij
= pengaruh konsentrasi MA pada compatibilizer pada taraf ke-i dan perbandingan TPSLLDPE atau TPSHDPE ke-j
ijk
= galat percobaan
3.3.4. Pengujian Bioplastik pada Berbagai Suhu Penyimpanan
Setelah didapatkan bioplastik terpilih, bioplastik diuji pada berbagai suhu penyimpanan antara lain suhu kamar 20-25ºC; RH 55, suhu dingin 5-10ºC;
RH 76 dan suhu beku -5- -10ºC; RH 50. Parameter bioplastikyang diamati adalah kuat tarik, perpanjangan putus, permeabilitas dan morfologi permukaan
plastik. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 5 hari, kecuali morfologi permukaan diamati awal hari ke-0 dan akhir hari ke-5 untuk melihat apakah
terjadi perubahan morfologi bioplastik. Rancangan percobaan pada tahap ini menggunakan rancangan acak lengkap
RAL dengan 2 ulangan. Apabila terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test DMRT pada jenjang nyata 5. Model umum
rancangan percobaan yang digunakan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:
Y
ij
= μ + E
i
+ ε
ij
Y
ij
= nilai pengamatan suhu penyimpanan ke-i dan ulangan ke-j j = 1, 2
= rata-rata umum E
i
= pengaruh suhu penyimpanan ke-i i = suhu ruang, suhu dingin, suhu
beku
ij
= galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
3.4. Analisis Nilai Tambah Tapioka
Nilai tambah adalah salah satu kriteria dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Keunggulan kompetitif produk agroindustri dapat
diciptakan dengan menerapkan konsep peningkatan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Peluang peningkatan nilai tambah tapioka dengan melakukan
diversifikasi produk menjadi kemasan bioplastik adalah sangat besar. Penghitungan nilai tambah salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Hayami dan Kawagoe 1993 disajikan dalam Tabel 3.1. Pengukuran nilai tambah dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang
diakibatkan oleh pengolahan tapioka menjadi kemasan bioplastik. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokan menjadi
dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja,
sedangkan faktor pasar yang berpengaruh ialah harga output, upah kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja.
Tabel 3.1. Model perhitungan nilai tambah
No Variabel
Perhitungan
I Output, input, harga
1. Hasil produksi output kgproduksi 2. Input bahan baku kgproduksi
3. Input tenaga kerja HOKproduksi 4. Faktor konversi
5. Koefisien tenaga kerja 6. Harga produk Output Rpkg
7. Upah rata-rata RpHOK a
b c
d = a : b e = c : b
f g
II Penerimaan, pendapatan dan nilai tambah
1. Harga input bahan baku Rpkg 2. Sumbangan input lain Rpkg
3. Nilai produk output Rpkg 4. Nilai tambah Rpkg
5. Ratio nilai tambah 6. Pendapatan tenaga kerja RpKg
7. Bagian tenaga kerja 8. Keuntungan RpKg
9. Tingkat keuntungan h
i j = d x f
k
= j – h – i
l = k : j m
= e x g n
= m : k o
= k – m
p = o : k
III Balas jasa untuk faktor produksi
Marjin keuntungan Pendapatan tenaga kerja
Sumbangan input lain Keuntungan perusahaan
q = j-h
r = m : q
s = i : q
t = o : q
Sumber : Hayami dan Kawagoe, 1993
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Tapioka
Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui kondisi awal bahan baku sebelum dilakukan proses lebih lanjut. Karakteristik tapioka yang dianalisis
adalah kadar air, kadar abu, kasar protein , kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar pati, kristalinitas, Water Holding Capacity, bentuk dan ukuran granula Tabel
4.1. Tabel 4.1 Karakteristik tapioka
Komponen Nilai
Kadar air Kadar abu bk
Kadar protein bk Kadar lemak bk
Kadar karbohidrat by difference Kadar pati bk
Kristalinitas Water Holding Capacity
Bentuk Granula Ukuran Granula µm
10,61 1,44
1,05 0,17
86,73 85,15
31,45
0,13 Oval dan bulat
10-30 Kadar air merupakan komponen penting dalam bahan yang dapat
mempengaruhi kualitas bahan itu sendiri atau produk yang dihasilkan. Kadar air tapioka hasil pengamatan adalah 10,61 Tabel 4.1. Kadar air tersebut adalah
kadar air yang aman selama penyimpanan Labuza 1982. Berdasarkan standar SNI 01-3451-1994 kadar air maksimum tapioka adalah 15. Kadar air bahan
yang berlebihan pada pembuatan pati termoplastik akan memunculkan gelembung dalam campuran polimer yang dihasilkan. Selain itu, kadar air yang berlebihan
akan menyebabkan rendahnya interaksi antara pati dan polimer LLDPEHDPE pada bioplastik. Kadar abu tapioka adalah 1,44. Secara kuantitatif, nilai kadar
abu pada tapioka yang dihasilkan berasal dari mineral-mineral dalam umbi segarnya.
Kadar protein pada tapioka merupakan protein kasar. Kadar protein hasil penelitian adalah 1,05. Ubi kayu dikenal memiliki kadar protein yang rendah
yaitu 1-4 IIAT 1990. Kadar protein tapioka sendiri sekitar 0,5-0,7 Grace
1977, 1,1 Makfoeld 1982 dan 0,5 Depkes 1990. Kadar protein ini relatif rendah karena protein larut dalam air dan ikut terbuang dalam air atau ampas
selama proses. Keberadaan protein sebagai komponen non-pati dapat mempengaruhi sifat fungsional dari pati itu sendiri. Protein dapat menyelimuti
granula pati membentuk kompleks dengan amilosa sehingga dapat menghambat pengembangan dan menyebabkan pati menjadi sulit tergelatinisasi Kilara 2006.
Kadar lemak yang dianalisis merupakan kadar lemak kasar. Kadar lemak hasil penelitian adalah 0,17. Adanya lemak dalam tapioka akan menghambat
granula untuk mengikat air. Lemak akan membentuk lapisan yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Kadar karbohidrat yang didapat merupakan
karbohidrat kasar. Kadar karbohidrat tapioka hasil penelitian adalah 86,73. Pati merupakan komponen utama karbohidrat dan sangat penting untuk
menentukan syarat mutu suatu bahan. Semakin baik proses ekstraksi yang dilakukan, kadar pati yang dihasilkan akan semakin tinggi karena jumlah
komponen non-karbohidrat lain akan semakin rendah. Menurut Luallen 2004, pati merupakan karbohidrat murni. Kadar pati hasil penelitian adalah 85,15.
Kadar pati seharusnya sebanding atau mendekati nilai karbohidrat, karena sebagian besar komponen karbohidrat yang terdapat dalam tapioka adalah pati dan
komponen non karbohidrat yang relatif sangat rendah. Pati merupakan komponen terbanyak dalam tapioka dan bersifat penting karena pati mempunyai sifat-sifat
fungsional yang kompleks yang berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. Kadar pati bahan yang tinggi akan menghasilkan fleksibilitas film
yang tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan visual hasil pemotretan menggunakan
mikroskop cahaya terpolarisasi pada pembesaran 400 kali menunjukkan bahwa bentuk granula adalah oval sampai bulat dengan ukuran kerkisar antara 10-30 µm.
Menurut Moorthy 2004, ukuran granula tapioka menunjukkan variasi yang besar yaitu sekitar 5-
40 μm dengan bentuk bulat dan oval. Sriroth et al. 1999 melaporkan bahwa ukuran granula pati dari singkong yaitu sekitar 8-
22 μm. Swinkels 1985 dalam Yu 2009 juga menyatakan bahwa diameter tapioka berkisar antara 4-
35 μm. Perbedaan ukuran granula dapat dipengaruhi oleh kondisi dan waktu panen ubi kayu.
Ukuran granula pati akan mempengaruhi ketahanan terhadap panas, sifat mekanik dan tingkat biodegradabilitasnya Nizakar et al. 2005.