2.1.2. Deskripsi botani
P. merkusii merupakan jenis pohon daun jarum yang memiliki ketinggian
pohon mencapai 60 m sampai dengan 70 m dengan besar diameter 100 cm. Batang berbentuk bulat dan lurus, kulit berwarna coklat tua, kasar beralur dalam
dan menyerpih dalam kepingan panjang. Kayu bertekstur halus, bila diraba licin dan mengandung damar resin, permukaan mengkilap warna kuning muda, serat
halus Dirjen Kehutanan 1976. Struktur kayu pinus tidak berpori dengan parenkim melingkari saluran damar, memiliki berat jenis BJ rata-rata 0,55
terendah 0,40 dan tertinggi 0,75 dengan kelas kuat II sampai III dan kelas awet IV. Kayu pinus dilaporakan sebagai jenis kayu mempunyai sifat mudah dipotong
dan dibelah tetapi sulit untuk digergaji dan diserut karena banyak mengandung damar Martawijaya 1989.
Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum pada panggkalnya diselimuti sarung
tipis dengan panjang 0,5 cm Steenis 2003. Kulit pohon berwarna abu-abu muda, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan
dengan panjang 16-25 cm. Pohon pinus termasuk dalam tipe pohon berumah satu dengan bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas.
Bunga jantan berbentuk strobili dengan panjang 2-4 cm terletak terutama di bagian bawah tajuk, sedangakan strobili betina banyak terdapat di sepertiga
bagian atas tajuk terutama di ujung dahan. Strobili jantan dan betina dapat ditemukan sepanjang tahun. Puncak pembungaan di Indonesia Maret dan berakhir
Juni. Penyerbukan oleh angin. Perkembangan menjadi buah selama 11-15 bulan. Di Indonesia puncak pembuahan bulan Mei-Juli, bervariasi menurut pohon
maupun antar tegakan. Pohon mulai menghasilkan benih setelah umur 10-15 tahun. Benih disebarkan angin Hidayat dan Hansen 2001.
Pohon pinus memiliki buah berbentuk kerucut, silindris dengan panjang 5- 10 cm dan lebar 2-4 cm. Lebar setelah terbuka lebih dari 10 cm. Benih pinus
memiliki sayap yang dihasilkan dari dasar setiap sisik buah. Setiap sisik menghasilkan 2 benih dengan panjang sayap 22-30 mm dan lebar 5-8 mm. Sayap
melekat pada benih dengan penjepit yang berhubungan dengan jaringan higroskopis di dasar sayap, sehingga benih tetap melekat saat disebar angin
selama sayap kering, tetapi segera lepas bila kelembaban benih meningkat. Dalam satu strobili buah umumnya terdapat 35-40 benih per kerucut dengan jumlah benih
50.000-60.000 benih per kg. Hidayat dan Hansen 2001. Kayu pinus memiliki ciri warna teras yang sukar dibedakan dengan
gubalnya, kecuali pada pohon berumur tua, terasnya berwarna kuning kemerahan, sedangkan gubalnya berwarna putih krem. Pinus merupakan pohon yang tidak
berpori namun mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Permukaan radial dan tangensial pinus
mempunyai corak yang disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya, sehingga terkesan ada pola dekoratif. Riap tumbuh pada pinus agak jelas
terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang lintang kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat Pandit dan Ramdan 2002.
Sebagian besar batang pinus ± 90-95 terdiri atas sel trakeida yang berbentuk panjang dan langsing dengan ujung-ujung yang tertutup serta
mempunyai dinding sel yang tebal. Sel trakeida mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai saluran cairan pohon yang dihisap oleh akar menuju daun, dan sebagai
pemberi kekuatan mekanis agar batang pinus bisa tegak dan dapat menahan tajuknya. Panshin dan Zeeuw 1970. Sementara sisanya sebanyak ± 5 – 10
terdiri atas sel berdinding tipis yaitu sel parenkim aksial dan sel parenkim jari-jari. Kedua macam sel ini berfungsi sebagai gudang bahan makanan cadangan pati
dan sekaligus mendistribusikannya kepada jaringan yang membutuhkannya. Bagi kayu yang mempunyai saluran damar seperti pada kayu pinus, maka sebagian dari
sel-sel parenkim ini baik sel parenkim aksial maupun sel parenkim jari-jari yang mengelilingi membatasi saluran damar tersebut dapat berdifferensiasi dan
menjadi sel epithel. Sel epithel berfungsi untuk menghasilkan getah resin yang bersifat antiseptik bila terjadi pelukaan atau serangan hama atau penyakit pada
pohon pinus tersebut Panshin dan Zeeuw 1970; Esau 1977.
2.1.3. Teknik silvikultur