Pengaruh Serangan Kutulilin Pinus (Pineus boerneri) Terhadap Kualitas Getah Tusam (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese)

(1)

PENGARUH SERANGAN KUTULILIN PINUS (

Pineus boerneri

) TERHADAP

KUALITAS GETAH TUSAM (

Pinus merkusii

Jungh, at de Vriese)

GUNAWAN ADI SAPUTRA HUTABARAT

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENGARUH SERANGAN KUTULILIN PINUS (

Pineus boerneri

) TERHADAP

KUALITAS GETAH TUSAM (

Pinus merkusii

Jungh, at de Vriese)

GUNAWAN ADI SAPUTRA HUTABARAT

E44080020

Sripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan

Institiut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Serangan Kutulilin (Pineus boerneri) Pinus Terhadap Kualitas Getah Tusam (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Gunawan Adi Saputra Hutabarat


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Serangan Kutulilin Pinus (Pineus boerneri) Terhadap Kualitas Getah Tusam (Pinus merkusii Jungh, at

de Vriese)

Nama : Gunawan Adi Saputra Hutabarat NRP : E44080020

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS NIP. 19471209 197403 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, IPB

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009


(5)

SUMMARY

GUNAWAN ADI SAPUTRA HUTABARAT, E44080020. The Effect of Pine Woolly Adelgide (Pineus boerneri) Attack on the Quality of Pine latex (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese). Under academic supervision of Dr. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS.

Pine (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese) is one type of Indonesia native plant which grows fast and produces lumber and resin. Pine wood is a type of trade timber in Indonesia and its latex can be processed as rosin and turpentine. Since 1997, in Indonesia P. merkusii has been attacked by Pineus boerneri (Pine Woolly Adelgide) which can cause damage and even death of the plant. This research has purpose to know the effect of P. boerneri on the quality of P. merkusii latex. The sample trees were determined by purposive sampling and with five replications for each attack criterion (no attack, mild, moderate and severe). The latex was obtained by tapping directly with “Koakan” method. The harvesting of latex every three days for three times the collection. The parameters observed are color, water content, dirt level, acid number and base number of the latex. The result of this research shows that the Pine Woolly Adelgide attacks can affect the color, dirt level, water content, acid number and base number of the latex. The mild, moderate and severe attack levels of Pine Woolly Adelgide can make the dirt level of the latex become higher than normal one, while the color, moisture content, acid number and base number of the latex are only affected by moderate and severe attacks of Pine Woolly Adelgide.

Keywords: Pine Woolly Adelgide, latex color, dirt level, water content, acid and base number.


(6)

Kutulilin Pinus (Pineus boerneri) Terhadap Kualitas Getah Tusam (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS.

Pinus (Pinus merkusii jungh, at de Vriese) adalah salah satu jenis tanaman asli Indonesia, tanaman cepat tumbuh dan menghasilkan kayu dan getah. Kayu pinus merupakan salah satu jenis kayu perdangangan Indonesia dan getahnya dapat diolah sebagai gondorukem dan terpentin. Mulai tahun 1997 di Indonesia, P. merkusii mendapat serangan Pineus boerneri (kutulilin pinus) yang dapat menyebabkan kerusakan bahkan kematian tanaman. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh serangan P. boerneri terhadap kualitas getah P. merkusii. Pohon contoh ditentukan secara purposive sampling dengan lima kali ulangan untuk tiap-tiap kriteria serangan. Pohon contoh yang tidak terserang adalah pohon sehat dan tidak ditemukan gejala dan tanda serangan. Pohon terserang ringan jika kerusakan belum mencapai 15% dari bagian pucuk, sedangkan terserang sedang jika kerusakan mencapai 30%, daun sudah menguning dan sebagian berwarna cokelat. Pohon terserang berat jika kerusakan mencapai lebih dari 50%, pucuk sudah menguning serta daun berwarna cokelat.

Penyadapan getah dilakukan dengan metode koakan. Pemungutan getah dilakukan setiap tiga hari sekali selama tiga kali pemungutan. Parameter yang akan diamati adalah warna, kadar air, kadar kotor, bilangan asam dan bilangan basa getah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan kutulilin pinus dapat mempengaruhi warna, kadar kotoran, kadar air, bilangan asam dan bilangan basa getah. Serangan ringan, sedang dan berat kutulilin pinus dapat menjadikan kadar kotor getah menjadi lebih tinggi dari pada getah normal, sedangkan warna, kadar air, bilangan asam dan bilangan basa hanya dipengaruhi oleh serangan sedang dan berat dari kutulilin pinus. Kata kunci : Kutulilin pinus, Warna getah, Kadar kotor, Kadar air, Bilangan asam


(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan bagi Tuhan karena berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Serangan Kutulilin Pinus (Pineus boerneri) Terhadap Kualitas Getah Tusam (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese). Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Insititut Pertanian Bogor.

Skripsi ini mengemukakan upaya penulis dalam mencari pengaruh serangan kutulilin pinus terhadap kualitas getah tusam. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi awal dalam mempelajari pengaruh serangan kutulilin pinus terhadap kualitas getah tusam agar dapat memunculkan pertimbangan pencegahan yang tepat guna mengatasi penyebaran kutulilin pinus pada tegakkan pinus. Penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam perlindungan tanaman terhadap serangan hama perusak. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang ikut membantu secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyelesaian karya ilmiah ini.

Bogor, Januari 2013


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirhan di Sibolga, Sumatera Utara pada tanggal 19 Juli 1990 sebagai anak keenam dari enam bersaudara pasangan Togap Hutabarat dan Rusmia Hutagalung. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Katolik Sibolga dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Silvikultur, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Tree Grower Community (TGC), panitia Natal Civa IPB pada tahun 2009, panitia retreat Komkes IPB pada tahun 2009, panitia Belantara Silvikultur pada tahun 2010, dan sebagai wakil kordinator di Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB pada tahun 2010-2011. Penulis juga pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Sancang dan Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan dan melakukan Praktek Kerja Profesi di PT. Surya Hutani Jaya Kaltim.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Serangan Kutulilin Pinus (Pineus boerneri) Terhadap Kualitas Getah Tusam (Pinus merkusii Jungh, at de Vriese) dibimbing oleh Dr. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS.


(9)

iii

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur atas kasih dan berkat Tuhan yang telah memberikan kemampuan dan pengetahuan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi, yaitu:

1. Bapak (Alm Togap Hutabarat) dan Mama (Alm Rusmia Hutagalung) yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang serta saudara-saudariku (Juwita, Nenni, Liska, Sutan dan Arinta) yang selalu mendoakan penulis.

2. Dr. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS dan Ir. Andi Sukendro, M.Si atas kesediaanya meluangkan waktu sebagai dosen penguji dan ketua sidang.

4. Adm KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Jawa Barat beserta jajarannya yang telah menyediakan tempat dan fasilitas penelitian.

5. Sahabat-sahabat kontrakan Lapet (Amudi, Bolas, Chastro, Christian dan Exas) yang sudah memberi dukungan kepada penulis, terima kasih atas kehadiran teman-teman dalam hidupku.

6. Cheanty, Desri, dan Herlina yang telah memberi semangat dan mendukung penulis.

7. Sahabat-sahabat Komkes tercinta (Zega, Rio, Ruth, Sankiki, Tiur, Debora, Ester, Riko, Ria, Hisar, Heny, Fitrina dan lain-lain) dan teman-teman PMK (Tini, Puyun, Liber, Leo, Gio, dan lain-lain) yang telah mendukung penulis.

8. Teman-teman silvikultur dan seluruh staf Departemen Silvikultur yang telah memberi dukungan kepada penulis.

9. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Bogor, Januari 2013


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 2

1.3Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1Pinus (Pinus merkusii Jungh. At de Vriese) 2.1.1 Penyebaran dan Klasifikasi ... 3

2.1.2 Manfaat Pinus ... 4

2.2Kutulilin Pinus (Pineus boerneri) 2.2.1 Klasifikasi dan Penyebaran ... 6

2.2.2 Morfologi ... 9

2.2.3 Serangan Kutulilin Pinus ... 10

III. METODE PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu ... 12

3.2Alat dan Bahan ... 12


(11)

v

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Warna ... 18

4.2Kadar Kotor ... 20

4.3Kadar Air ... 21

4.4Bilangan Asam ... 22

4.5Bilangan Basa ... 24

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1Simpulan ... 28

5.2Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Kriteria atau kategori srangan kutulilin pinus ... 13

2. Standar mutu getah tusam ... 17

3. tally sheet rekapitulasi data ... 17

4. Hasil rekapitulasi data ... 18


(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Morfologi Kutulilin pinus ... 9 2. Getah yang dihasilkan tusam normal, terserang

ringan, sedang dan berat ... 18 3. Grafik perbandingan nilai kadar kotor serangan

kutulilin pinus ... 20 4. Grafik perbandingan nilai kadar air serangan

kutulilin pinus ... 22 5. Grafik perbandingan nilai bilangan asam serangan

kutulilin pinus ... 23 6. Grafik perbandingan nilai bilangan basa serangan


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Jadwal pelaksanaan penelitian ... 34 2. Hasil olah data ... 34


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pinus (Pinus merkusii jungh, at de Vriese) adalah salah satu jenis tanaman endemik Indonesia. Pinus termasuk ke dalam famili Pinaceae memiliki tajuk yang lebat dan berbentuk kerucut. Pohon ini tumbuh secara alami di Sumatera bagian utara yaitu Aceh, Sumatera Utara dan Pengunungan Kerinci. Penyebaran pinus yang tumbuh secara alami di Aceh terdapat di Pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Penyebaran pinus di Kerinci dapat dijumpai pada kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), sedangkan penyebaran pinus secara alami di Sumatera Utara dapat dijumpai pada Cagar Alam dalam Wilayah Pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Pinus memiliki beberapa manfaat baik secara ekologis maupun ekonomi dan juga sosial. Secara ekologi, pinus banyak digunakan dalam kegiatan penghijauan dan reboisasi. Pinus memiliki tajuk yang relatif rapat sehingga dapat menjaga kelembaban tanah. Secara ekonomi dan sosial, pinus dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Hutan tanaman pinus di Pulau Jawa yang dikelola oleh Perum Perhutani menjadi sumber pendapatan perusahaan ialah sebagai penghasil kayu dan getah. Kayu pohon pinus merupakan salah satu jenis kayu perdagangan Indonesia. Kayu pinus dapat digunakan sebagai bahan bangunan, perabotan rumahtangga, bahan bakar dan lain-lain. Sedangkan getah P. merkusii banyak dimanfaatkan untuk keperluan industri ialah industri batik, kertas dan lain-lain. Getah pinus dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem dan terpentin merupakan hasil hutan yang sedang dikembangkan di Pulau Jawa. Produk gondorukem dan terpentin umumnya dipasarkan ke Singapura, Jepang, India, USA, Kanada, dan Nigeria. Gondorukem digunakan untuk membuat sabun, resin dan cat, sedangkan terpentin dapat digunakan untuk pembuatan obat-obatan, parfum, dan desinfektan.

Pohon pinus akan menghasilkan getah secara produktif jika pertumbuhannya baik. Pertumbuhan pinus didukung oleh faktor abiotik maupun


(16)

biotik. Faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan pinus adalah iklim, tanah, curah hujan dan ketinggian tempat tumbuh. Faktor biotik yang sering menjadi permasalahan dalam pertumbuhan pohon adalah adanya gangguan hama dan penyakit. Jenis hama yang telah lama diketahui menyerang pinus yaitu Melionia basalis, Cryptothelea variagata, Nesodiprion biremis yang menyerang daun pinus, Coptotermes curvignathus, C. travians, Dioryctria rubella menyerang bagian batang dan akar. Jenis-jenis ini merupakan jenis-jenis hama yang dikatagorikan belum membahayakan bagi tegakan pinus. Serangan penyakit tanaman pinus adalah Fusarium sp, Pythium sp, dan Rhizoctonia sp. Serangan penyakit tersebut sering dikenal dengan dengan istilah lodoh dan banyak menyerang tanaman yang masih berada di persemaian.

Sejak tahun 1997 P. merkusii di Indonesia telah mendapat serangan Pineus boerneri. P. boerneri disebut dengan istilah kutulilin pinus karena kutu ini mengeluarkan benang-benang halus berwarna putih dan menyelimuti bagian tanaman terserang. Lapisan putih tersebut merupakan tempat berlindung kutulilin pinus. Menurut Rachmatsjah (2012), serangga kutulilin pinus pertama kali dilaporkan menyerang tanaman pinus di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara pada tahun 1997 dan berlanjut sampai sekarang.

Hama ini merusak pohon pinus dengan cara menghisap cairan pohon. Gejala yang dapat dilihat pada pohon yang terserang adalah daun menjadi kuning selanjutnya berubah menjadi coklat bahkan menyebabkan kematian pucuk, diduga dapat menurunkan kualitas atau mutu getah.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh serangan kutulilin pinus (P. boerneri) terhadapkualitas getah P. merkusii.

1.3Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan menyediakan data dan informasi mengenai dampak serangan kutulilin terhadap kualitas getah P. merkusii digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan hutan terutama usaha pengendalian serangan kutulilin pinus agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar.


(17)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pinus (Pinus merkusiiJungh. at de Vriese)

2.1.1 Penyebaran dan Klasifikasi

Pinus merkusii Jungh, at de Vriese ( tusam) merupakan jenis pohon asli di Indonesia. Tusam telah banyak ditanam diberbagai daerah di Indonesia dan memberikan hasil yang cukup memuaskan, dapat tumbuh dengan baik di Sumatera dan Jawa, di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara. Tusam di Sumatera bagian Utara tumbuh secara alami, sedangkan di Jawa merupakan hutan tanaman. Penyebaran tusam di Sumatera bagian Utara terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera barat dan Jambi (pengunungan Kerinci). Menurut Butarbutar (1998), penyebaran tusam di Sumatera dalam bentuk hutan alam dikelompokkan menjadi tiga strain yaitu:

1. Strain Aceh, penyebaran tusam dimulai dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Menyebar ke Selatan hingga bukit barisan.

2. Strain Tapanuli, penyebaran dimulai dari daerah Tapanuli ke selatan danau Toba. Tumbuh secara alami di Dolok Tusam dan Dolok Pardomuan. Di pegunungan Dolok Saut, tusam dapat tumbuh pada ketinggian 1000-1500 m dpl yang tumbuh secara heterogen dengan pohon berdaun lebar. Hutan tanaman dalam skala kecil pernah dibuat oleh masyarakat di Kecamatan Pangaribuan dan Kecamatan Sipahutar (keduanya masuk dalam Kabupaten Tapanuli Utara) dengan menggunakan bibit/anakan alam yang diambil secara cabutan, dan sekarang hampir habis karena pengusahaan oleh rakyat dialihkan menjadi tanaman kopi (Suhaendi, 2005).

3. Strain Kerinci, penyebarannya terdapat di sekitar pengunungan Kerinci. Tumbuh secara alami diantara Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tusam dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1500-2000 m dpl.

Pohon pinus di Pulau Jawa dibudidayakan oleh Perum Perhutani, tumbuh pada ketinggian 200-2000 mdpl. P. merkusii termasuk ke dalam famili Pinaceae dan ordo Coniferales. Klasifikasi tusam adalah sebagai berikut:


(18)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Gymnospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Coniferales Family : Pinaceae Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii Jungh, at de Vriese.

P. merkusii atau tusam memiliki tinggi pohon 20-40 m dengan panjang batang bebas cabang 2-23 m dan tidak berbanir. Kulit luar kasar berwarna cokelat kelabu hingga cokelat tua. Menurut Martawijaya (1998), struktur kayu pinus tidak berpori serta memiliki berat jenis (BJ) rata-rata 0,55 dengan kelas kuat II sampai III dan kelas awet IV.

Pohon pinus memiliki warna teras yang sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua di mana terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem. Pinus juga memiliki tekstur yang agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata. Ciri anatomi kayu pinus tidak berpori tapi mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Permukaan radial dan tangensial pinus mempunyai corak yang disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya, sehingga terkesan ada pola dekoratif. Riap tumbuh pada pinus agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang lintang kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat (Pandit dan Ramdan 2002).

2.1.2 Manfaat Pinus

P. merkusii memiliki banyak manfaat baik secara ekologis, ekonomi, dan sosial. Secara ekologis, pinus berfungsi sebagai tanaman pelindung tanah. Tanaman pinus merupakan tanaman intoleran dan memiliki tajuk yang rapat, sehingga lantai tanah tetap dalam keadaan basah. Selain itu, tanaman pinus biasanya akan mengugurkan daun yang sudah tua sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah dan terurai membentuk organik baru pada lapisan atas tanah. Kondisi ini dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan. Tanaman pinus sangat cocok untuk kegiatan rehabilitasi lahan kritis, tahan


(19)

5

kebakaran, dan dapat dibudidayakan di tanah yang tidak subur (Senjaya dan Surakusumah 2010).

Pada tahun 70-an, pinus ditanam di Pulau Jawa dan dimanfaatkan untuk kegiatan reboisasi. Menurut Listyandari A (2009), pinus dapat digunakan untuk reboisasi karena pinus memiliki fungsi sebagai pelindung tanah. Selain batang, getah, ranting, dan cabang, buah tusam dapat juga digunakan sebagai bahan bakar. Menurut Suryatmojo (2006), pinus juga memiliki manfaat sebagai penyedia jasa lingkungan misalnya mengatur tata air, penyerap karbon, penghasil oksigen, jasa wisata alam, satwa, biodiversitas, dan sebagainya.

Secara ekonomi dan sosial, pinus menghasilkan kayu dan getah. Kayu pinus dapat diolah menjadi perabotan rumahtangga, korek api, industri pulp, dan mebel serta bahan bahan bangunan. Ranting atau cabang yang tua dapat digunakan sebagai kayu bakar. Salah satu industri pengelohan kayu pinus untuk pembuatan perabotan rumahtangga terdapat di Cibadak, Jawa Barat. Getah pinus dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan gondorukem dan terpentin yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Hillis (1987) menyatakan bahwa getah yang dihasilkan P. merkusii digolongkan sebagai oleoresin. Oleoresin adalah getah yang keluar apabila saluran resin pada kayu tersayat dan keluar dari rongga-rongga jaringan kayu. Getah pinus terdapat pada saluran interseluler sel yang terbentuk oleh suatu mekanisme baik secara lysigenous (sel pada jaringan kayu hancur dan meninggalkan celah) maupun schizogenous (sel memisahkan diri) atau schizolysigenous.

Produksi getah pinus dipengaruhi oleh kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat, pemberian stimulasi dan metode sadapan. Menurut Sumadiwangsa (2003), pohon pinus sudah dapat disadap getahnya jika telah berumur 10 tahun. Produksi getah pohon pinus sangat bervariasi yaitu dari 0-200 g per pohon per panen. Pohon tua dapat menghasilkan 30-60 kg getah, 20-40 kg resin murni dan 7-14 kg terpentin per tahun. Semakin tua umur pohon, maka produksi getah pinus juga akan semakin bertambah. Tegakan P. merkusii yang berumur tua cenderung menghasilkan getah yang lebih banyak daripada yang berumur muda (Listyandari AK, 2009). Namun jika


(20)

diameter pohon muda sama dengan diameter pohon tua, maka pohon muda tersebut cenderung menghasilkan getah yang lebih banyak.

Gondorukem merupakan bahan yang digunakan untuk membuat sabun, resin dan cat. Terpentin sebagai hasil sampingan gondorukem memiliki aroma yang harum dan khas. Menurut Sumadiwangsa dan Gusamailina, (2006), pengujian resin dapat dilakukan dengan menganalisis kadar air, warna, titik lunak, titik leleh, bilangan asam, bilangan iod, berat jenis, bau, persen transmisi, kadar abu, dan kadar kotoran. Terpentin dapat digunakan untuk pembuatan obat-obatan, parfum, dan desinfektan. Selain itu, terpentin juga dapat digunakan sebagai bahan campuran minyak urut karena aroma yang dihasilkan tersebut.

Harga perdagangan gondorukem dan terpentin dibedakan dalam beberapa mutu atau kualitas. Saat ini di Indonesia telah membuat standar mengenai mutu atau kualitas gondorukem. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia pengelompokan getah dibedakan menjadi mutu I dan mutu II. Faktor yang menentukan kualitas gondorukem adalah warna dan kotoran. Penentuan kualitas terpentin dilakukan berdasarkan warna, kandungan kotoran, dan aroma khas terpentin. Pada dasarnya faktor utama yang mempengaruhi kualitas gondorukem maupun terpentin adalah kualitas getah yang dihasilkan pohon pinus. Gondorukem maupun terpentin yang berkualitas baik akan diperoleh jika getah yang digunakan juga merupakan getah yang tergolong baik.

2.2Kutulilin Pinus (P. boerneri) 2.3.1Klasifikasi dan Penyebaran

Hama merupakan semua binatang yang merusak hutan, hasil hutan dan secara ekonomi menimbulkan kerugian. Hama dapat merusak atau menggangu hutan dan hasil hutan melalui aktivitasnya seperti mencari tempat untuk berlindung, makan dan berkembangbiak. Yunasfi (2007), menyatakan bahwa apabila serangga dan hewan menggunakan pohon sebagai makanan atau tempat tinggal maka kerusakan yang disebabkan oleh hama tersebut akan menimbulkan kerugian secara ekonomis.

Secara umum hama tanaman merupakan kelompok serangga. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dunia binatang didominasi oleh serangga. Menurut Schowalter (2006), serangga merupakan organisme hidup yang terbesar


(21)

7

jumlah jenisnya yaitu sekitar 75%. Serangga pada umumnya merupakan pemakan tumbuhan. Selain mendominasi dunia binatang, serangga juga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi. Ukuran populasi serangga dapat meningkat dengan cepat karena serangga mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya dan perkembangbiakan yang cepat. Serangga akan menjadi hama jika populasi serangga tersebut meningkat hingga melampaui batas ambang ekonomi. Bagian-bagian pohon yang sering menjadi makanan utama bagi serangga yaitu daun, pucuk, batang, kulit batang, bunga, buah, ranting, akar dan cairan batang.

Hama dapat menyerang berbagai macam bagian pohon dan dapat pula menyerang satu macam bagian pohon (Susniahti N, Sumeno dan Sudarjat, 2005) Berdasarkan bagian pohon yang diserang, hama hutan terbagi atas hama akar hama daun, hama batang, hama pucuk dan cabang, hama bunga, dan hama buah. Selain menghambat pertumbuhan tanaman, hama juga dapat menyebabkan penurunan produksi dan kualitas produk akhir yang dihasilkan.

Permasalahan hama yang sering dialami adalah adanya hama baru yang datang dari luar Indonesia (eksotik) yang dapat menyerang tanaman lokal. Hama tesebut dapat ditularkan melalui tanaman yang diimpor, angin ataupun sengaja dilakukan oleh manusia. Salah satu hama yang datang dari luar Indonesia adalah hama kutulilin pinus (P. boerneri).

Laporan serangan hama kutulilin ini (P. boerneri) pertama kali terjadi di India pada tahun 1970. Serangan kutulilin di Afrika, Australia, Eropa, Selandia Baru, serta Amerika Utara dan Selatan menyebabkan kerusakan bahkan kematian tanaman (FAO, 2007). Menurut McClure, 1982, adelgidae P. boerneri mungkin diperkenalkan dari Jepang dan menyerang jenis pinus yang sama di Amerika Utara.

Penyebaran kutulilin pinus ini telah sampai ke Indonesia dan menyerang pohon P. merkusii (tusam). Hama ini dilaporkan menyerang Hutan Tanaman pinus di Pulau Jawa yang saat ini menjadi permasalahan karena sudah menyerang hampir 6000 ha tanaman pinus. Penelitian Iriando pada tahun 2011 menunjukkan bahwa kutulilin pinus telah menyerang hutan P. merkusii di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada berbagai tingkat serangan


(22)

yaitu serangan ringan hingga berat. Menurut Rachmatsjah (2012), sebaran kutulilin pinus terbatas hanya menyerang tanaman pinus yang tumbuh pada ketinggian di atas 900 m dpl dengan suhu antara 16-22 0C dan kelembaban antara 80-90%.

Penyebaran kutulilin pinus dapat terjadi melalui angin, serangga lain, burung maupun manusia (Sukopramono, 2010). Kutulilin pinus berkembang biak secara aseksual (parthenogenesis) bila kehidupan hanya pada satu inang, dimana betina dapat memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi oleh pejantan. Bila kehidupan pada inang kedua, maka P. boerneri akan berkembang secara seksual (Carter dalam Rachmatsjah, 2012). Cara reproduksi tersebut dapat menyebabkan pertambahan populasi dan penyebaran hama kutulilin pinus secara cepat pada tegakan pinus yang tumbuh serangam (monokultur).

Berdasarkan penelitian Rachmatsjah (2012), kutulilin yang menyerang P. merkusii di Indonesia adalah Pineus boerneri Annand termasuk dalam ordo Hemiptera dan family Adelgidae. Hal ini ditandai oleh adanya kelenjar lilin di kepala yang menyebar tidak beraturan, pada kosa terdapat tonjolan dan empat pasang spirakel pada abdomen (Annand, 1928). Berdasarkan identifikasi yang dilakukan Wikispecies tahun 2011, kutulilin pinus diklasifikasikan sebagai berikut :

Superregnum : Eukaryota Regnum : Animalia Subregnum : Eumetazoa Phylum : Arthropoda Subphylum : Hexapoda Class : Insecta

Superordo : Condylognatha Ordo : Hemiptera Subordo : Stemorrhyncha Superfamilia : Phylloxeroidea Familia : Adelgidae Genus : Pineus


(23)

9

Tungkai

Stilet

Rambut Spirakel

Ovipositor

2.3.2 Morfologi kutulilin Pinus (P. boerneri)

Struktur tubuh kutulilin pinus lunak dan berukuran kecil di mana ukuran panjang tubuh antara 0,45-0,85 ± 0,033 mm dengan lebar 0,40-0,75 ± 0,027 mm, berbentuk bulat telur, berwarna kuning kecoklatan dan tidak bersayap (Rachmatsjah, 2012). Untuk melindungi dirinya dari musuh alami, kutulilin pinus mengeluarkan benang-benang halus berwarna putih dari bagian dorsal yang menutupi tubuh kutulilin pinus sehingga bagian tanaman terserang diselimuti oleh lapisan putih. P. boerneri merupakan kutu yang mempunyai dua inang, di mana kehidupan pada inang pertama dan pada inang kedua bila berlanjut maka akan terjadi secara seksual dan aseksual dengan siklus dua tahun. Bila kehidupan hanya pada satu inang maka berlangsung secara aseksual atau partenogenetik (Havill dan Foottit (2007). P. merkusii merupakan inang kedua dari P. boerneri pada kondisi ini serangga akan berkembang secara partenogenetik (Carter 1971). Morfologi kutulilin pinus disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Morfologi kutulilin pinus (Sumber Rachmatsjah 2012)

Hama kutulilin pinus merupakan hama yang memiliki pergerakan yang tidak aktif yaitu hama yang menetap pada suatu tempat dan tidak berpindah-pindah. Kutu ini tinggal di bagian pucuk atau ketiak daun tusam (Eko, 2010). Menurut Rachmatsjah (2012), kutulilin betina memiliki ovipositor, rostum yang panjang, empat pasang spirakel pada abdomen. Menurut Carter (1971), hama


(24)

kutulilin merupakan hama yang memiliki siklus hidup yang kompleks. Pada umumnya pertumbuhan kutulilin akan meningkat pada musim kemarau. Pada musim hujan pertumbuhan kutulilin akan tertekan karena air hujan dapat mencuci benang-benang yang dikeluarkan hama sebagai tempat berlindung dan berkembang biak. Menurut McClure (1990), P. boerneri akan menyebabkan kulit kayu menjadi keriput yang digunakan sebagai tempat perlindungan baik dari cuaca buruk maupun musuh alaminya.

2.3.3Serangan kutulilin Pinus (P. boerneri)

Hama kutulilin pinus di Indonesia dapat menyerang tusam mulai dari persemaian sampai dewasa (Rachmatsjah, 2012). Kutulilin mengganggu pertumbuhan tanaman tusam dengan cara menghisap cairan pohon, khususnya pada bagian pucuk. Daun tusam yang terserang kutulilin akan telihat tanda-tanda seperti tepung putih berupa bintik-bintik. Lapisan putih tersebut merupakan benang-benang yang dikeluarkan sebagai tempat perlindungan hama. Saat daun tanaman terserang, akan terjadi perubahan warna daun menjadi kuning hingga cokelat, mengering dan akhirnya pucuk menjadi mati serta pertumbuhan cabang menjadi tidak normal (Iriando S, 2011).

Serangan yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada tegakan pinus. Akibat serangan yang ditimbulkan adalah adanya kelainan bentuk dan kehilangan pertumbuhan pohon tersebut karena hama menghisap cairan dari pohon. Menurut Chilima dan Leather, (2001), serangan kutulilin menyebabkan kematian pucuk secara perlahan, menyebabkan distorsi cabang, pertumbuhan menjadi terhambat, daun menjadi cokelat dan mati, tajuk menipis, dan menyebabkan kematian pada pohon.

Menurut McClure (1982), kutulilin pinus di Amerika Utara menyerang tanaman pinus pada umur 3 tahun hingga dewasa dengan cara menghisap cairan buah dan dapat juga menghambat proses fotosintesis tanaman. Selain P. boerneri, pohon pinus juga dapat terserang P. resinosa. Dampak serangan yang ditimbulkan oleh P. resinosa dan P. boerneri pada P. edalrica adalah relatif sama, hal ini dilaporkan oleh Mendel and Liphschitz pada tahun1988. Selain itu, serangan P. boerneri juga menunjukkan dampak yang sama dengan serangan Adelges piceae pada tanaman Abies balsamea (Hain, 1988). Hasil penelitian yang membandingkan biomassa tanaman


(25)

11

pinus yang terserang dengan yang tidak terserang oleh P. boerneri dan M. resinosae menunjukkan bahwa hama tersebut dapat mengurangi biomassa tanaman. Selain itu, akibat serangan cabang menjadi terdistorsi dan retak sehingga mengakibatkan keluarnya getah sebagai respon (McClure, 1989).

Wilson dalam Rachmatsjah (2012), juga menyebutkan bahwa selain P. boerneri, P strobi juga merupakan hama yang berbahaya baik di persemaian maupun tegakan dan pada tanaman hias. Hama ini menyerang pohon dan menyebabkan daun menjadi layu dan pertumbuhannya terhenti.


(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tegakan pinus KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor selama bulan September hingga Oktober 2012.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah meteran, tambang, kadukul, parang, talang seng, wadah penampung getah, paku dan palu, tally sheet, gelas ukur 250 cc, saringan, alat tulis, gelas, Erlenmeyer, timbangan dan pengaduk. Bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah tegakan pohon P. merkusii yang terkena serangan kutulilin, data serangan P. boerneri pada tegakan P. merkusii di KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, alkohol, phenolphthalein, kalium hidroksida dan toluol teknis atau pelarut sejenis. 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara bertahap terdiri dari tiga tahap yaitu pengambilan data sekunder, melakukan survey dan pengambilan data primer, pengolahan dan analisa data serta pembuatan laporan.

Pengambilan Data Sekunder

Data sekunder adalah data mengenai adanya serangan kutulilin pinus pada tegakan pohon pinus meliputi luas dan letak tegakan yang terserang kutulilin pinus, kelas umur tegakan, kondisi pohon terserang dan lain-lain yang sangat perlu untuk dijadikan dasar dalam pembuktian lebih lanjut. Data sekunder diperoleh melalui wawancara dengan petugas lapangan dan menghimpun data mengenai serangan kutulilin pinus pada tegakan P. merkusii baik dari kantor pusat maupun unit KPH.

Survey

Survey ditujukan untuk melihat secara langsung kondisi serangan di lapangan. Selanjutnya untuk mendapatkan data primer, pertama-tama dilakukan survey di lapangan dan menentukan pohon contoh pada berbagai tingkat serangan untuk mendapatkan getah pinus yang akan diuji lebih lanjut di laboratorium.


(27)

13

Pohon contoh yang dibutuhkan untuk tiap-tiap kriteria serangan (tidak terserang, terserang ringan, sedang dan berat) adalah lima pohon contoh. Pohon contoh akan diambil secara langsung atau purposive sampling pada petak-petak tegakan yang berasal dari kelas bonita, umur, diameter dan tinggi pohon yang sama. Tabel 1 menyajikan kriteria atau kategori serangan kutulilin pinus pada tusam.

Tabel 1. Kriteria atau Kategori Serangan Kutulilin Pinus

No. Keadaan Pohon Kriteria serangan 1. Pohon sehat, tidak ditemui adanya gejala dan tanda-tanda

serangan, tidak ada lapisan lilin,pohon berwarna hijau segar

Tidak terserang 2. Serangan belum mencapai 15% dari bagian pucuk, dan

sebagian daun mulai menguning, terdapat lapisan lilin merata pada pucuk dari bagian terserang

Serangan ringan

3. Bagian pohon terserang sudah mencapai 30% dari bagian pucuk tanaman, daun mulai menguning dan sebagian berwarna kecoklatan, lapisan lilin sudah memenuhi bagian tajuk

Serangan sedang

4. Serangan sudah mencapai lebih dari 50% dari bagian pucuk, pucuk sudah mengering daun berwarna coklat, lapisan lilin sudah mencapai bagian batang

Serangan berat

Sumber: Rachmatsjah, 2012 Pengambilan Data Primer

Data primer meliputi penyadapan getah di lapangan dan pengujian mutu getah di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas kehutanan IPB. Penyadapan dilakukan dengan menggunakan metode koakan dengan cara sebagai berikut:

1. Pembersihan kulit batang yang akan disadap dengan ketentuan tebal 3 mm, lebar 20 cm dan tinggi 70 cm. Bagian batang yang dibersihkan berada pada ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah.

2. Pembuatan rencana sadap dengan membuat mal sadap pada koakan dengan lebar 10 cm dan tinggi 60 cm.

3. Pembuatan luka sadap dengan kadukul dengan ukuran 10 x 10 cm dan kedalaman 2-3 cm.

4. Pemasangan talang sadap pada tepi bawah koakan dan penampung getah. Pemungutan getah dilakukan sebanyak tiga kali setiap tiga hari selama sembilan hari setelah pembuatan koakan. Pemungutan getah pertama dilakukan pada hari ketiga setelah koakan, pemungutan kedua pada hari keenam dan


(28)

pemungutan ketiga pada hari kesembilan. Parameter yang diamati adalah warna getah, kadar air, kadar kotor, bilangan asam dan bilangan basa getah maupun gondorukem.

Warna

Prosedur penentuan warna getah pinus dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Getah hasil sadapan dipisahkan dari air dan kotoran kemudian diaduk hingga merata.

b. Warna getah dicocokkan dengan standar mutu menurut SNI.

c. Jika getah mudah diaduk dan penampakan warnanya seperti contoh standar mutu A, maka getah tersebut ditetapkan sebagai mutu A.

d. Jika getah tidak mudah diaduk dan penampakan warnanya sama dengan standar mutu B atau lebih jelek dari standar mutu A, maka getah tersebut ditetapkan sebagai mutu B.

Kadar Kotor

Prosedur pengujian uji kadar kotor dilakukan sebagai berikut:

a. Timbang contoh getah tusam sebanyak 1 Kg (AA) pada wadah yang telah diketahui beratnya.

b. Tambahkan toluol teknis atau pelarut sejenis sebanyak 3 liter dan dilakukan pengadukan hingga getah tersebut larut.

c. Timbang saringan 200 mesh (BB) dan melakukan penyaringan serta menampung cairan filtrasi pada ember lain.

d. Menimbang saringan dan kotoran (CC) kemudian menghitung kadar kotor dengan menggunakan rumus:

Kadar kotor

e. Nilai kadar kotor dicocokkan dengan SNI. Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan sebagai berikut:

a. Larutan filtrasi pada pengujian kadar kotoran getah dibiarkan selama 30 menit hingga terjadi pemisahan antara air dan larutan getah. Kemudian


(29)

15

larutan getah dituangkan pada wadah lain dan air kedalam gelas ukur 250 cc dengan menggunakan corong plastik.

b. Air dibiarkan mengendap dan larutan air pada gelas ukur dibaca (D) c. Menghitung kadar air dengan menggunakan rumus:

Kadar air

d. Nilai kadar air dicocokkan dengan SNI. Bilangan Asam

Pengujian bilangan asam dilakukan untuk memprediksikan kualitas gondorukem yang dihasilkan dari olahan getah yang digunakan. Prosedur yang digunakan untuk mengetahui bilangan asam getah adalah sebagai berikut:

1. Timbang contoh uji sebanyak 4 gram dalam Erlenmeyer 300 ml yang sudah diketahui beratnya.

2. Dalam Erlenmeyer lain didihkan 100 ml alkohol, selama suhunya masih diatas 70 oC netralkan dengan larutan kalium hidroksida 0,5 N dan tambah indikator phenolphthalein sebanyak 0,5 ml.

3. Tuang alkohol yang telah dinetralkan ke dalam contoh uji.

4. Dalam keadaan yang masih panas titrasi dengan kalium hidroksida 0,5 N. Titik akhir titrasi dicapai apabila penambahan 1 tetes basa menghasilkan sedikit perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda yang jelas dan dapat bertahan selama ± 15 detik.

5. Perhitungan bilangan asam dilakukan dengan rumus: Bilangan asam

Keterangan :

V = volume kalium hidroksida 0,5 N, dinyatakan dalam milliliter N = normalitas kalium hidroksida

W = berat contoh uji, dinyatakan dalam gram 56,1 = berat molekul KOH

Bilangan Basa

Pengujian bilangan basa dilakukan untuk memprediksikan kualitas gondorukem yang dihasilkan dari olahan getah yang digunakan Prosedur yang digunakan untuk mengetahui bilangan penyabunan getah adalah:


(30)

1. Timbang contoh uji sebanyak 4 gram dalam Erlenmeyer 300 ml yang sudah diketahui beratnya.

2. Tambah 50 ml alkohol netral dan 50 ml larutan kalium hidroksida 0,5 N kemudian didihkan selama ± 1 jam dibawah kondensor refluk sambil dikocok berulang kali.

3. Pada saat larutan masih panas titrasi kelebihan kalium hidroksida dengan menggunakan larutan standar asam khlorida 0,5 N dan tambahkan indikator phenolphthalein 0,5 ml.

4. Titrasi berakhir pada saat hilangnya warna merah muda.

5. Buat penentapan blangko yang terdiri dari 50 ml alkohol netral dan 50 ml larutan kalium hidroksida 0,5 N yang sama dalam waktu yang sama. 6. Perhitungan bilangan penyabunan dengan menggunakan rumus:

Bilangan penyabunan

Keterangan :

V1 = volume asam khlorida 0,5 N yang dibutuhkan untuk contoh uji, dinyatakan dalam milliliter

V2 = volume asam khlorida yang dibutuhkan dalam blangko, dinyatakan dalam milliliter.

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengujian dan perhitungan data diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel dan SPSS 16.0 sedangkan analisa data dilakukan secara statistik dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada pengamatan mutu getah akan diamati pengaruh tingkat serangan kutulilin pinus terhadap kadar air, warna, kadar kotor, bilangan asam dan bilangan basa getah. Kemudian dibandingkan dengan standar mutu getah menurut SNI dan nilai tengah parameter selanjutnya akan diuji dengan Uji Duncan. Standar mutu getah menurut SNI disajikan pada Tabel 2. Data yang telah diolah dan dianalisis akan dikumpulkan ke dalam Tally Sheet yang disajikan pada Tabel 3 dan selanjutnya melakukan pembuatan laporan.


(31)

17

Tabel 2. Standar Mutu Getah Tusam No Karakteristik Satuan

Mutu

A B

1 Kadar air % ≤ 3 > 3 2 Kadar kotoran % ≤ 2,0 2,1 – 5,0

3 Warna - Putih Putih sampai keruh kecoklat-coklatan Sumber: Standar Nasional Indonesia ( SNI 01-5009.4-2001)

Tabel 3. Tally Sheet Rekapitulasi Data Tingkat

Kerusakan

Warna Rata-rata

Kadar air Kadar kotor Bilangan asam Bilangan basa Berat

Sedang Ringan Normal


(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rekapitulasi data hasil pengujian mutu getah disajikan pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Hasil Rekapitulasi Data Pengujian Mutu Getah

Tingkat

Kerusakan Warna

Rata-rata Kadar kotor

(%)

Kadar air (%)

Bilangan asam (mg KOH/g)

Bilangan basa (mg KOH/g) Normal Puttih 1.50-1.79 0.60-1.16 171.95-180.64 159.74-162.13 Ringan Putih 1.90-2.19 0.96-1.32 172.65-178.96 160.17-163.39 Sedang Keruh 2.56-2.69 3.04-3.28 189.76-193.26 200.28-205.61 Berat Cokelat 2.58-3.15 3.08-3.24 206.03-223.00 199.01-208.13

4.1Warna

Warna yang dimiliki oleh getah tusam tidak terserang kutulilin pinus (normal/kontrol) adalah putih. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-5009.4-2001), warna tersebut menunjukkan bahwa getah tergolong dalam kategori baik yaitu mutu A. Warna yang dihasilkan getah terserang ringan, sedang hingga berat adalah putih, keruh dan cokelat (Tabel 4). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-5009.4-2001) menunjukkan bahwa getah terserang ringan tergolong dalam kategori A, sedangkan getah terserang sedang dan berat tergolong dalam kategori B.

Gambar 2. Getah yang dihasilkan tusam normal, terserang ringan, sedang dan berat.


(33)

19

Berdasarkan tampilan warna getah pada berbagai tingkat serangan, menunjukkan bahwa serangan ringan kutulilin pinus masih belum mempengaruhi mutu getah pinus. Hal ini terbukti dari perbandingan warna yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan warna getah normal (tidak terserang), sedangkan tampilan warna getah tusam terserang sedang relatif sama dengan warna getah tusam terserang berat namun berbeda dengan warna getah tidak terserang kutulilin pinus (Gambar 2). Warna tersebut menunjukkan bahwa serangan sedang hingga berat kutulilin pinus telah mempengaruhi mutu warna getah. Selain warna, berdasarkan kemudahan diaduk juga menunjukkan bahwa getah terserang ringan juga tergolong dalam kategori A, sedangkan getah terserang sedang dan berat tergolong ke dalam kategori B. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia ( SNI 01-5009.4-2001), getah yang mudah diaduk tergolong ke dalam mutu A dan getah yang tidak mudah diaduk tergolong dalam mutu B.

Serangan sedang dan berat menyebabkan penurunan mutu getah karena warna yang dihasilkan getah tusam menjadi lebih gelap. Perubahan warna getah tersebut dapat terjadi karena terganggunya pertumbuhan pinus akibat serangan kutulilin. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kutulilin pinus menghisap cairan tanaman, serta dapat juga mengeluarkan racun yang dapat merusak sel tanaman. Getah pinus terdapat pada interseluler sel, maka akibat adanya racun yang dikeluarkan kutu dapat menyebabkan sel tanaman menjadi rusak sehingga mempengaruhi kualitas getah yang dihasilkan dari sel tersebut baik warna, kadar air, kadar kotor, bilangan asam serta basa. Menurut Sukopramono (2010), dari sifat biologisnya kutu dapat merusak tanaman dengan cara menghisap cairan serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya kholorosis, kerdil, malformasi (perkembangan abnormal) daun, daun muda dan buah rontok serta kematian.

Warna getah mempengaruhi kualitas warna gondorukem yang dihasilkan. Menurut Lubis MA (2011), warna gondorukem tergantung dari kualitas sumber bahan dan metode pembuatannya. Getah yang memiliki warna gelap (kualitas B) jika diolah akan menghasilkan gondorukem yang berwarna gelap. Berdasarkan standar pengujian gondorukem, warna gondorukem yang gelap umumnya memiliki titik lunak yang rendah. Titik lunak merupakan syarat khusus dalam


(34)

penentuan kualitas gondorukem yang dihasilkan. Semakin tinggi titik lunak yang dihasilkan maka semakin baik pula kualitas gondorukem (FAO, 1995).

4.2Kadar Kotor

Kadar kotor adalah benda lain yang tercampur dalam getah yang tidak larut dalam toloul atau pelarut yang dinyatakan dalam persen (%). Kotoran yang biasanya terdapat pada getah adalah ranting ataupun daun. Hasil pengujian kadar kotor getah yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa getah tusam yang tidak terserang memiliki kadar kotor sekitar 1,50% - 1,86%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-5009.4-2001), nilai kadar kotor tergolong ke dalam kategori A. Hasil Pengujian kadar kotor getah yang dihasilkan oleh tanaman tusam terserang ringan, sedang dan berat adalah sekitar 1,90% - 2,42%, 2,56% - 2,76%, dan 2.58% - 3.15%. Hal ini menunjukkan bahwa serangan kutulilin pinus dari mulai serangan ringan sampai berat akan mempengaruhi mutu getah menjadi kategori B. Perbandingan nilai kadar kotor pada masing-masing serangan kutulilin pinus disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik perbandingan nilai kadar kotor serangan kutulilin pinus

Grafik menunjukkan bahwa serangan kutulilin pinus mempengaruhi kadar kotor getah. Hal ini terbukti karena mulai dari serangan ringan sampai berat kutulilin pinus telah menyebabkan terjadinya perubahan nilai kadar getah menjadi lebih tinggi dari nilai kadar kotor getah normal.

Menurut Artiyanto (2006), kualitas getah dipengaruhi oleh kotoran yang terdapat dalam getah seperti daun, ranting dan lain-lain. Saat pengambilan sampel

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Normal Ringan Sedang Berat

R a ta -r a ta K a da r K o to r serangan


(35)

21

getah banyak terdapat daun ataupun ranting yang jatuh di sekitar pohon terserang hama kutulilin pinus. Ranting dan daun tersebut juga ikut tertampung pada wadah pengumpul getah yang menyebabkan getah menjadi kotor. Hal ini terjadi karena serangan kutulilin pinus menyebabkan gugurnya daun ataupun ranting tusam. Dari hasil pengamatan, serangan kutulilin dapat meyebabkan gugurnya daun pinus dari tingkat serangan ringan. Watson (2007) menyatakan serangan kutulilin pinus dapat menyebabkan gugurnya daun secara premature dan terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Selain warna getah, kadar kotor juga memiliki pengaruh terhadap warna gondorukem yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar kotor getah, maka gondorukem yang dihasilkan juga semakin tidak jernih. Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia, gondorukem yang memiliki kadar kotor yang tinggi pada umumnya memiliki titik lunak yang rendah. Hal ini akan mempengaruhi kualitas gondorukem yang dihasilkan.

4.2Kadar Air

Kadar air adalah jumlah air yang terdapat dalam getah yang terikat secara emulsi maupun terlarut dalam getah. Hasil pengujian getah pinus yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa kadar air getah pinus yang tidak terserang adalah sekitar 0,64% - 1,16%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, getah tersebut tergolong ke dalam mutu A karena nilai kadar air yang dimiliki lebih kecil dari tiga.

Kadar air getah terserang ringan adalah sekitar 0,96% - 1,32%. Nilai kadar air getah terserang ringan tersebut menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan kadar air getah tusam normal. Berdasarkan standar mutu getah tusam, getah terserang ringan dan normal masih tergolong kategori baik atau A. Kadar air getah tusam terserang sedang adalah antara 3.04% - 3.28% dan berat antara 3.08% - 3.24%. Berdasarkan standar getah tusam, getah tersebut tergolong dalam kategori B. Perbandingan nilai kadar air pada masing-masing serangan kutulilin pinus disajikan pada Gambar 4.


(36)

Gambar 4. Grafik perbandingan nilai kadar air serangan kutulilin pinus

Grafik menunjukkan bahwa serangan kutulilin juga dapat mempengaruhi kadar air getah. Hal ini terbukti karena serangan kutulilin pinus menyebabkan perubahan nilai kadar air getah menjadi lebih tinggi dari pada nilai kadar air getah tusam normal (tidak terserang). Pada serangan ringan telah terjadi peningkatan nilai kadar air, namun peningkatan nilai kadar air getah oleh tusam terserang ringan tersebut masih belum dapat mempengaruhi kualitas getah karena getah masih tergolong ke dalam mutu A.

4.2 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah banyaknya kalium hidroksida dalam miligram untuk menetralkan satu gram lemak yang terkandung dalam suatu senyawa getah. Hasil pengujian getah pinus yang dilakukan di laboratorium menghasilkan nilai bilangan asam getah pinus yang tidak terserang antara 171,95 - 180,64 mg KOH/g, terserang ringan antara 172.65 - 178.96 mg KOH/g, terserang sedang adalah antara 189.76 - 193.26 mg KOH/g, sedangkan terserang berat adalah antara 206.03 - 223.00 mg KOH/g. Berdasarkan nilai-nilai bilangan asam tersebut menunjukkan bahwa serangan ringan kutulilin pinus tidak berpengaruh terhadap kualitas bilangan asam getah, sedangkan serangan sedang dan berat kutulilin pinus berpengaruh terhadap kualitas getah. Hal ini terbukti hasil pengujian bilangan asam getah terserang ringan relatif sama dengan bilangan asam getah normal, sedangkan nilai bilangan asam getah terserang sedang dan berat relatif berbeda dengan bilangan asam getah normal.

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500

Normal Ringan Sedang Berat

R at a -r at a K ada r A ir Serangan


(37)

23

Bilangan asam getah dapat mempengaruhi kualitas gondorukem. Menurut Lubis MA (2011), semakin tinggi nilai bilangan asam, maka semakin buruk kualitas gondorukem yang dihasilkan. Bilangan asam getah dapat mempengaruhi kualitas gondorukem karena saat getah diolah menjadi gondorukem menyebabkan terpisahnya terpentin dari gondorukem. Terpisahnya terpentin dari gondorukem tersebut meyebabkan bilangan asam getah tidak sama dengan bilangan asam gondorukem. Setelah dilakukan pengujian bilangan asam gondorukem tersebut, ternyata terjadi perbedaan bilangan asam getah dengan bilangan asam gondorukem.

Perubahan dan pengurangan bilangan asam tersebut diperkirakan sebesar 10 mg KOH/g, sehingga serangan ringan masih belum dapat menyebabkan penurunan kualitas getah ataupun gondorukem. Hal ini terbukti karena nilai bilangan asam gondorukem dengan menggunakan getah terserang ringan sebagai bahan bakunya adalah antara 162.65 - 168.96 mg KOH/g dan tergolong ke dalam kualitas baik. Menurut Coppen dan Hone (1995) dalam Retno (2002), produk gondorukem yang berkualitas baik umumnya memiliki bilangan asam berkisar antara 160-170 mg KOH/g. Bilangan asam gondorukem dengan menggunakan getah terserang sedang dan berat masing-masing adalah antara 179.76 - 183.26 mg KOH/g dan 196.03 - 213.00 mg KOH/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa serangan sedang dan berat ternyata telah menyebabkan penurunan kualitas getah ataupun gondorukem. Perbandingan nilai bilangan asam pada masing-masing serangan kutulilin pinus disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik perbandingan nilai bilangan asam serangan kutulilin pinus 0.000 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000

Normal Ringan Sedang Berat

R at a -r at a B il an ga n A sa m Serangan


(38)

Grafik menunjukkan perbandingan nilai bilangan asam antara getah normal dan terserang ringan tidak jauh berbeda, sedangkan serangan sedang dan berat memiliki nilai bilangan asam yang lebih besar dari pada nilai bilangan asam getah normal. Perbedaan nilai tersebut menunjukkan bahwa serangan ringan belum mempengaruhi kualitas getah, sedangkan serangan sedang dan berat kutulilin pinus telah mempengaruhi kualitas getah tusam.

4.2 Bilangan Basa

Bilangan basa adalah banyaknya kalium hidroksida dalam milligram untuk menyabunkan satu gram lemak baik asam lemak bebas maupun terikat yang terkandung dalam suatu senyawa getah. Berdasarkan pengujian getah pinus yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa bilangan basa getah pinus yang tidak terserang adalah antara 159.74 - 162.13 mg KOH/g, terserang ringan antara 160.17 - 163.39 mg KOH/g, terserang sedang adalah antara 200.28 - 205.61 mg KOH/g, sedangkan bilangan basa getah terserang berat adalah 199.01 - 208.13 mg KOH/g.

Bilangan basa getah tusam terserang ringan tidak jauh berbeda dengan bilangan basa getah normal, demikian pula serangan kutulilin sedang tidak jauh berbeda dengan serangan berat. Berdasarkan nilai-nilai bilangan basa tersebut menunjukkan bahwa kutulilin pinus berpengaruh pada mutu getah saat tusam terserang sedang hingga berat. Bilangan basa getah dapat mempengaruhi kualitas gondorukem. Sama halnya dengan bilangan asam, bilangan basa getah dapat mempengaruhi kualitas gondorukem karena saat getah diolah menjadi gondorukem menyebabkan terpisahnya terpentin dari gondorukem. Terpisahnya terpentin dari gondorukem tersebut meyebabkan bilangan basa getah tidak sama dengan bilangan basa gondorukem.

Setelah dilakukan pengujian bilangan basa gondorukem, ternyata terjadi perbedaan bilangan basa getah dengan bilangan basa gondorukem. Perubahan dan penambahan bilangan asam tersebut diperkirakan sebesar 10mg KOH/g, sehingga serangan ringan masih belum dapat menyebabkan penurunan kualitas getah ataupun gondorukem. Hal ini terbukti karena nilai bilangan basa gondorukem dengan menggunakan getah terserang ringan sebagai bahan baku masih tergolong berkualitas baik yaitu antara170.17 - 173.39 mg KOH/g.


(39)

25

Produk gondorukem yang berkualitas baik umumnya memiliki bilangan asam berkisar antara 170-200 mg KOH/g. Bilangan basa gondorukem dengan menggunakan getah terserang sedang dan berat masing-masing antara 210.28 - 215.61 mg KOH/g dan 209.01 - 218.13 mg KOH/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa serangan sedang dan berat ternyata telah menyebabkan penurunan kualitas getah ataupun gondorukem. Perbandingan nilai bilangan basa pada masing-masing serangan kutulilin pinus disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik perbandingan nilai bilangan basa serangan kutulilin pinus

Grafik menunjukkan perbandingan nilai bilangan basa antara getah normal dan terserang ringan tidak jauh berbeda, tetapi meningkat pada serangan sedang dan berat. Perbedaan nilai tersebut menunjukkan bahwa serangan ringan belum mempengaruhi kualitas getah, sedangkan serangan sedang dan berat kutulilin pinus telah mempengaruhi kualitas getah tusam.

Berdasarkan hasil analisis data rata-rata kadar kotor, kadar air, bilangan asam, dan bilangan basa getah pada masing-masing kategori serangan menunjukkan nilai P-value < Alpha (5%) (Lampiran 2). Hal ini mengartikan bahwa pengaruh serangan memberikan hasil yang berbeda nyata pada masing-masing parameter tersebut sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil rekapitulasi uji lanjut Duncan serangan kutulilin pinus terhadap mutu getah dapat dilihat pada Tabel 9.

0.000 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000

Normal Ringan Sedang Berat

R at a -r at a B il an ga n B as a Serangan


(40)

Tabel 9. Rataan dan Uji Lanjut Duncan Masing-Masing Parameter Perlakuan Rataan dan Standar Deviasi Parameter

Kadar kotoran Kadar air Bilangan Asam Bilangan Basa Normal 1.72 ± 0.19c 0.88 ± 0.26 b 175.64 ± 4.49c 160.63 ± 1.30 b Ringan 2.17 ± 0.26b 1.11 ± 0.19 b 175.83 ± 3.16 c 162.13 ± 1.72 b Sedang 2.67 ± 0.10a 3.12 ± 0.14 a 192.00 ± 1.94 b 203.46 ± 2.81 a Berat 2.80 ± 0.31 a 3.19 ± 0.09 a 216.22 ± 8.98 a 202.66 ± 4.82 a

Keterangan : Huruf yang sama untuk baris yang berbeda pada masing-masing parameter menandakan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% untuk parameter yang bersangkutan.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, pengaruh serangan ringan hingga berat terhadap kadar kotor berbeda nyata dengan tusam tidak terserang (kontrol), dimana serangan sedang dan berat lebih berpengaruh terhadap kadar kotor getah. Akan tetapi tidak terjadi perbedaan pengaruh antara serangan sedang dengan serangan berat. Pengaruh serangan ringan terhadap kadar air dan bilangan basa tidak berbeda nyata dengan tusam tidak terserang, sedangkan pengaruh serangan sedang dan berat menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tusam tidak terserang (kontrol).

Selain itu, hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan pengaruh serangan sedang dan berat kutulilin pinus terhadap bilangan asammemiliki perbedaan yang nyata dengan tidak terserang (kontrol), sedangkan serangan ringan tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Jika dibandingkan antara pengaruh serangan sedang terhadap bilangan asam dengan serangan berat terlihat perbedaan yang nyata. Serangan berat memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kualitas bilangan asam getah daripada serangan sedang.

Berdasarkan uji lanjut Duncan menunjukkan, bahwa secara umum serangan sedang dan berat pada umumnya tidak memiliki perbedaan, sedangkan serangan ringan menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata dengan serangan sedang dan berat. Hal ini terjadi karena serangan ringan pada umumnya belum menimbulkan kerusakan yang cukup parah, sehingga tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan tusam sedangkan serangan sedang dan berat pada umumnya menyebabkan kerusakan parah pada tanaman. Berdasarkan penelitian Irdiando (2011) menunjukkan bahwa fase nimfa dan imago lebih banyak terdapat pada pohon yang terserang sedang dan berat dari pada terserang ringan. Perbedaan


(41)

27

jumlah nimfa dan imago tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan pengaruh kerusakan antara serangan ringan dengan serangan sedang dan berat oleh kutulilin pinus.

Serangan kutulilin pinus berpengaruh terhadap produksi dan mutu getah tusam karena kutu tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang parah bahkan kematian pohon. Menurut Chilima dan Leather, 2001 serangan kutulilin pinus menyebabkan tusam mengalami kerusakan yang sangat parah seperti distorsi terutama pada bagian cabang yang terserang, pertumbuhan bagian titik tumbuh terhenti (die back), pucuk menjadi lebih kecil dan kadang-kadang dapat menyebabkan kematian pohon.


(42)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1.Simpulan

1. Serangan ringan kutulilin pinus belum mempengaruhi secara nyata terhadap kualitas getah karena warna, kadar air, bilangan basa dan bilangan asam getah relatif sama dengan getah tusam normal.

2. Serangan sedang dan berat kutulilin pinus cukup berpengaruh terhadap kualitas getah yang mengakibatkan warna menjadi lebih gelap serta meningkatkan nilai kadar air, kadar kotor maupun bilangan basa dan bilangan asam.

5.2. Saran

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara penanggulangan hama kutulilin pinus secara silvikultur dan pencarian musuh alami kutulilin pinus sehingga serangan dapat dihindari.

2. Dilakukan penelitian tentang pengaruh serangan kutulilin pinus terhadap pertumbuhan dan sifat fisik kayu tusam.


(43)

29

DAFTAR PUSTAKA

Artiyanto D. 2006. Analisi Biaya Pengolahan Gondorukem dan Terpentin Di PGT. Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Annand PN. 1928. A Constribution Toward a Monograph of the Adelginae (Phylloxeridae) of North America. Stanford University Press: California. Butarbutar T, Rusli M.S, Pidin M. 1998. Evaluasi pertumbuhan tanaman pinus

merkusii di Aceh Tengah. Buletin Penelitian Kehutanan 13 (4): 329-358 BPK Pematang Siantar. Balitbang Kehutanan.

Carter. 1971. Conifer wooly aphid (Adelgidae) in Britain. Forestry Commission Bulletin No. 42, HerMayesty s Stationary Office, London.

Chilima C.Z, Leather R.S. 2001. Within-Tree and Seasonal Distribution of Pine Wooly Aphid Pineus boerneri on Pinus kesiya Tree. Agriculture and Forest Entomology, Vol. 3 ISSUE 2 : 139-145.

Eko. 2010. Hama kutulilin. http://hama-kutu-lilin%20bahan%20skripsi.html. [20 Okt 2011].

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. Overview of Forest Pest. Rome: Italy.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Gum Naval Stores :Terpentine and Rosin from Pine Rosin. Non Wood Forest Product 2. Food And Agiculture Organization of The United States.

Havill N.P, Foottit R.G. 2007. Biology and Evolution of Adelgidae. The Annual Report Resarch of Entomology, 25: 325-349.

Hain F.P. 1988. The balsam woodly adelgid in North America. In Berryman, A.A, ed. Dynamics of Forest Insect Populations: Patterns, Causes, Implications. Plenum, New York.

Hillis W.E. 1987. Heartwood and Tree Exudates. Springer Series in Wood Science. Berlin : Springer-Verlag.

Iriando S. 2011. Penyebaran serangan kutulilin (Pineus boerneri) pada tegakan (Pinus merkusii) (studi kasus di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Listyandari A.K. 2009. Pengelolaan tegakan pinus di Taman Nasional Gunung Merapi (Studi Kasus Penyadapan Getah Pinus oleh Masyarakat Desa gargomulyo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lubis M.A. 2011. Pengaruh dan Tekanan Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Gondorukem Terhidrogenasi (Hydrogenated Rosin) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(44)

Martawijaya A.L, Kartasujana K, Kadir, Prawira S.A. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Bogor.

McCLURE M.S. 1982. Distribution and damage of two Pineus species (Homoptera: Adelgidae) on red pine in New England. Ann. Entomol. Soc. Am. 75: 150-157.

McCLURE M.S. 1989. Importance of weather to the distribution and abudance of introduced forest insects. Agric. For. Meteorol. 47: 291-302.

McCLURE M.S. 1990. Cohabitation ang host species effects on the population growth of Matsucoccus resinosae (Homoptera: Margarodidae) anf Pineus boerneri (Homoptera: Adelgidae) on red pine. Environ. Entomol. 19: 672-676.

Mendel Z, Liphschitz N. 1988. Unseasonable latewood and encrusted pits are cause of drying in Pinus halepensis and P. eIdarica infested with Matsucoccus josephi. J. Exp. Bot. 39 951-959.

Pandit I.K, Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat kayu Sebagai Bahan Baku. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rachmatsjah O. 2012. Bionomi kutulilin Pineus boerneri Annand (Hemiptera : Adelgidae) di Hutan Tanaman Pinus di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Retno U.S, Muslina. 2002. Pengaruh Penambahan Asam Maleat dan Fumarat Terhadap Rendemen dan Kualitas Gondorukem Modifikasi. [Tesis]. Bogor : Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian. Schowalter T.D. 2006. Insect Ecologi: An ecosystem approach. Tokyo:

Academic Press.

Senjaya Y.A, Surakusumah W. 2010. Potensi Ekstrak Daun sebagai Bioherbisisda Penghambat Perkecambahan Echinochloa colonum L. dan Amaranthus viridis. Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

[SNI] Standar Nasional Indonesia, Getah Tusam (SNI 01-5009.4-2001).

Suhaendi H. 2005. Kajian konservasi Pinus merkusii strain Tapanuli di Sumatera. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan 2(1): 45-57.

Sukopamono. 2010. Kutu Putih pada Tanaman Pepaya.

http://wordpress.com/2010/06/29/kutu-putih-pada-tanamanpepaya [12 Nov 2012].

Sumadiwangsa S. 2003. Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu. Disampaikan pada Lokakarya Perhutanan Rakyat di Kabupaten Garut. 29 Oktober 2003. Sumadiwangsa, Gusmailina. 2006. Teknologi budidaya, pemanfaatan, dan

pengembangan hasil hutan bukan kayu. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Suryatmojo. 2006. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada: Jogyakarta.


(45)

31

Watson G.W. 2007. Associate Insect Biosystematist. Plant Pest Diagnostict Center. California Departement of Food and Agriculture SucramentoUSA.http://www.cafa.ca.you/phpps/ppa/Entomology/EntBios/ G.Watson/Watson.htm. [23 Nov 2011].

Wikispecies. 2011. Pineus boerneri. Species.wikimedia.org/pineus_boerneri. [15 Jan 2013].

Yunasfi. 2007. Permasalahan hama, penyakit dan gulma dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri dan usaha pengendaliannya [skripsi]. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(46)

(47)

33

Lampiran 1. Jadwal pelaksanaan penelitian

No Kegiatan

Bulan

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Minggu ke Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyadapan dan pemungutan getah

2 Penimbangan dan analisis mutu getah

3 Analisis data dan penyusunan skripsi

Lampiran 2. Hasil olah data

Model linier nya adalah sebagai berikut :

Yij = nilai pengamatan perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j

μ = rataan umum

= pengaruh perlakuan ke -i

εij = pengaruh acak yang menyebar normal

Hipotesis:

H0 : 1 = 2= ... = 11= 0 (Perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang

diamati)

H1 : sedikitnya ada satu i dimana i≠ 0

Hasil Anova untuk masing-masing respon: A. Variabel: Kadar kotor

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 3 2.20463333 0.73487778 14.01 0.0015* Error 8 0.41973333 0.05246667 Corrected Total 11 2.62436667 Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang

berbeda nyata pada parameter kadar kotor.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 3 2.20463333 0.73487778 14.01 0.0015 R-Square Coeff Var Root MSE Kadar kotor Mean


(48)

B. Variabel: Kadar air

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 3 14.08053333 4.69351111 141.94 <.0001* Error 8 0.26453333 0.03306667 Corrected Total 11 14.34506667 Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang

berbeda nyata pada parameter kadar air.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 3 14.08053333 4.69351111 141.94 <.0001 C. Variabel: Bilangan asam

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 3 3295.670500 1098.556833 38.34 <.0001*

Error 8 229.241267 28.655158

Corrected Total 11 3524.911767 Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang

berbeda nyata pada parameter bilangan asam.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 3 3295.670500 1098.556833 38.34 <.0001 D. Variable: Bilangan penyabunan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 3 5215.145667 1738.381889 194.09 <.0001*

Error 8 71.652333 8.956542

Corrected Total 11 5286.798000 Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang

berbeda nyata pada parameter bilangan basa.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 3 5215.145667 1738.381889 194.09 <.0001 R-Square Coeff Var Root MSE Kadar air Mean

0.981559 8.770535 0.181842 2.073333

R-Square Coeff Var Root MSE Bilangan asam Mean 0.934965 2.818557 5.353051 189.9217

R-Square Coeff Var Root MSE Bilangan basa Mean


(49)

35

Hasil Uji Lanjut Duncan untuk masing-masing parameter: A. Kadar kotor

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8 Error Mean Square 0.052467

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 2.7967 3 Berat

A

A 2.6700 3 Sedang

B 2.1700 3 Ringan

C 1.7167 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

B. Kadar air

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8 Error Mean Square 0.033067

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 3.1867 3 Berat

A

A 3.1200 3 Sedang

B 1.1067 3 Ringan

B

B 0.8800 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

C. Bilangan asam

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8 Error Mean Square 28.65516

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 216.220 3 Berat

Number of Means 2 3 4 Critical Range .4313 .4494 .4596

Number of Means 2 3 4 Critical Range .3424 .3568 .3648

Number of Means 2 3 4 Critical Range 10.08 10.50 10.74


(50)

B 192.000 3 Sedang

C 175.827 3 Ringan

C

C 175.640 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

D. Bilangan basa

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8 Error Mean Square 8.956542

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 203.457 3 Sedang

A

A 202.660 3 Berat

B 162.130 3 Ringan

B

B 160.633 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Rangkuman tabel rataan dan uji lanjut Duncan masing-masing parameter

Keterangan: Huruf yang sama untuk baris yang berbeda pada masing-masing parameter menandakan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% untuk parameter yang bersangkutan.

Number of Means 2 3 4 Critical Range 5.635 5.872 6.005

Perlakuan

Rataan dan Standar Deviasi Parameter

Kadar Kotoran Kadar Air Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Normal 1.72 ± 0.19 c 0.88 ± 0.26 b 175.64 ± 4.49 c 160.63 ± 1.30 b Ringan 2.17 ± 0.26 b 1.11 ± 0.19 b 175.83 ± 3.16 c 162.13 ± 1.72 b Sedang 2.67 ± 0.10 a 3.12 ± 0.14 a 192.00 ± 1.94 b 203.46 ± 2.81 a Berat 2.80 ± 0.31 a 3.19 ± 0.09 a 216.22 ± 8.98 a 202.66 ± 4.82 a


(1)

Watson G.W. 2007. Associate Insect Biosystematist. Plant Pest Diagnostict

Center.

California

Departement

of

Food

and

Agriculture

SucramentoUSA.http://www.cafa.ca.you/phpps/ppa/Entomology/EntBios/

G.Watson/Watson.htm. [23 Nov 2011].

Wikispecies. 2011. Pineus boerneri. Species.wikimedia.org/pineus_boerneri. [15

Jan 2013].

Yunasfi. 2007. Permasalahan hama, penyakit dan gulma dalam pembangunan

Hutan Tanaman Industri dan usaha pengendaliannya [skripsi]. Medan:

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(2)

(3)

Lampiran 1.

Jadwal pelaksanaan penelitian

No Kegiatan

Bulan

Bulan ke-1 Bulan ke-2

Minggu ke Minggu ke

1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyadapan dan pemungutan getah

2 Penimbangan dan analisis mutu getah

3 Analisis data dan penyusunan skripsi

Lampiran 2.

Hasil olah data

Model linier nya adalah sebagai berikut :

Y

ij

= nilai pengamatan perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j

μ

= rataan umum

= pengaruh perlakuan ke -i

ε

ij

= pengaruh acak yang menyebar normal

Hipotesis:

H0 :

1

=

2

= ... =

11

= 0 (Perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang

diamati)

H1 : sedikitnya ada satu i dimana

i

≠ 0

Hasil Anova untuk masing-masing respon:

A.

Variabel: Kadar kotor

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 2.20463333 0.73487778 14.01 0.0015*

Error 8 0.41973333 0.05246667

Corrected Total 11 2.62436667

Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata pada parameter kadar kotor.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 3 2.20463333 0.73487778 14.01 0.0015

R-Square Coeff Var Root MSE Kadar kotor Mean


(4)

B.

Variabel: Kadar air

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 14.08053333 4.69351111 141.94 <.0001*

Error 8 0.26453333 0.03306667

Corrected Total 11 14.34506667

Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata pada parameter kadar air.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 3 14.08053333 4.69351111 141.94 <.0001

C.

Variabel: Bilangan asam

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 3295.670500 1098.556833 38.34 <.0001*

Error 8 229.241267 28.655158

Corrected Total 11 3524.911767

Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata pada parameter bilangan asam.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 3 3295.670500 1098.556833 38.34 <.0001

D.

Variable: Bilangan penyabunan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 5215.145667 1738.381889 194.09 <.0001*

Error 8 71.652333 8.956542

Corrected Total 11 5286.798000

Keterangan: * P-value < Alpha (5%), artinya perbedaan perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata pada parameter bilangan basa.

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

Perlakuan 3 5215.145667 1738.381889 194.09 <.0001

R-Square Coeff Var Root MSE Kadar air Mean

0.981559 8.770535 0.181842 2.073333

R-Square Coeff Var Root MSE Bilangan asam Mean

0.934965 2.818557 5.353051 189.9217

R-Square Coeff Var Root MSE Bilangan basa Mean


(5)

Hasil Uji Lanjut

Duncan

untuk masing-masing parameter:

A.

Kadar kotor

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8

Error Mean Square 0.052467

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 2.7967 3 Berat

A

A 2.6700 3 Sedang

B 2.1700 3 Ringan

C 1.7167 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

B.

Kadar air

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8

Error Mean Square 0.033067

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 3.1867 3 Berat

A

A 3.1200 3 Sedang

B 1.1067 3 Ringan

B

B 0.8800 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

C.

Bilangan asam

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8

Error Mean Square 28.65516

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 216.220 3 Berat

Number of Means 2 3 4

Critical Range .4313 .4494 .4596

Number of Means 2 3 4

Critical Range .3424 .3568 .3648

Number of Means 2 3 4


(6)

B 192.000 3 Sedang

C 175.827 3 Ringan

C

C 175.640 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

D.

Bilangan basa

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 8

Error Mean Square 8.956542

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 203.457 3 Sedang

A

A 202.660 3 Berat

B 162.130 3 Ringan

B

B 160.633 3 Normal

Keterangan: Huruf yang sama menandakan antar perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Rangkuman tabel rataan dan uji lanjut

Duncan

masing-masing paramete

r

Keterangan: Huruf yang sama untuk baris yang berbeda pada masing-masing parameter menandakan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% untuk parameter yang bersangkutan.

Number of Means 2 3 4

Critical Range 5.635 5.872 6.005

Perlakuan

Rataan dan Standar Deviasi Parameter

Kadar Kotoran Kadar Air Bilangan Asam Bilangan Penyabunan

Normal 1.72 ± 0.19 c 0.88 ± 0.26 b 175.64 ± 4.49 c 160.63 ± 1.30 b

Ringan 2.17 ± 0.26 b 1.11 ± 0.19 b 175.83 ± 3.16 c 162.13 ± 1.72 b

Sedang 2.67 ± 0.10 a 3.12 ± 0.14 a 192.00 ± 1.94 b 203.46 ± 2.81 a