Persiapan wadah Penyediaan larva ikan patin Penyediaan hormon tiroksin Penyediaan rGH

II. BAHAN DAN METODE

2. 1 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan patin Lampiran 1, yaitu: a. Kontrol : media tidak diberi larutan hormon b. Perlakuan T : perendaman larva ikan patin dengan hormon tiroksin 0,1 mgL c. Perlakuan GT : perendaman larva ikan patin dengan hormon tiroksin 0,1 mgL dan hormon rGH 10 mgL d. Perlakuan G : perendaman larva ikan patin dengan hormon rGH 10 mgL

2.2 Persiapan wadah

Akuarium berukuran 20x20x25 cm sebanyak 21 unit dimasukkan ke dalam akuarium berukuran 150x70x25 cm yang diberi thermostat sebanyak 2 buah, kemudian akuarium yang berukuran besar ditutupi dengan plastik hitam di bagian luarnya. Hal ini dilakukan agar suhu setiap akuarium sama dan stabil. Sumber air yang digunakan berasal dari tandon penampungan air yang berada di Departemen Budidaya Perairan. Air yang digunakan sebelumnya ditampung di tandon dan diendapkan selama 1 hari, serta diberi aerasi kuat, dan thermostat. Akuarium diisi air sebanyak 6 liter atau dengan tinggi air 15 cm. Agar suhu air di dalam akuarium tetap stabil, maka pada akuarium besar dipasangi thermostat dengan daya 50 Watt sebanyak 2 unit dengan kisaran suhu 30-31 o C. Setiap akuarium kecil diberi aerasi yang berasal dari aerator 2 titik sebanyak 2 unit Lampiran 2.

2.3 Penyediaan larva ikan patin

Telur ikan patin Siam diperoleh dari petani ikan patin di Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, yang diperoleh dari pemijahan secara kawin suntik. Telur yang berhasil dibuahi selanjutnya dibawa ke kampus, kemudian disimpan dalam akuarium penetasan telur. Larva ikan yang baru menetas atau berumur 0 hari lalu diberi perlakuan perendaman hormon.

2.4 Penyediaan hormon tiroksin

Thyrax levothyroxine sodium dengan dosis 0,1 mg per tablet diambil sebanyak 5 tablet, lalu dilarutkan dalam 5 L air sehingga diperoleh dosis 0,1 mgL. Selanjutnya hormon dimasukkan ke dalam wadah 200 mL untuk perlakuan Lampiran 3.

2.5 Penyediaan rGH

Produksi protein rGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL 21. Klon bakteri E. coli yang mengandung pCold-lElGH dikultur awal dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37 o C selama 18 jam. Setelah itu dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1 dari kultur awal, dan dimasukkan ke dalam 100 mL media 2xYT cair baru dan diinkubasi lagi pada suhu 15 o C selama 30 menit, ditambahkan IPTG 1 mM sebanyak 1 mL, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15 o C selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer TE per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 20 menit, disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit dan kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri sebanyak 200 mg dalam tabung mikro ditambahkan sebanyak 500 µL larutan lisozim 10 mg dalam 1 mL bufer TE, diinkubasi pada suhu 37 o C selama 20 menit, lalu disentrifiugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit, supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi inclusion body. Pelet rGH dicuci dengan PBS sebanyak 1 kali, dan disimpan pada suhu -80 C hingga akan digunakan.

2.6 Penebaran dan pemeliharaan larva