Penebaran dan pemeliharaan larva Pemberian pakan Pengamatan perkembangan larva

2.4 Penyediaan hormon tiroksin

Thyrax levothyroxine sodium dengan dosis 0,1 mg per tablet diambil sebanyak 5 tablet, lalu dilarutkan dalam 5 L air sehingga diperoleh dosis 0,1 mgL. Selanjutnya hormon dimasukkan ke dalam wadah 200 mL untuk perlakuan Lampiran 3.

2.5 Penyediaan rGH

Produksi protein rGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL 21. Klon bakteri E. coli yang mengandung pCold-lElGH dikultur awal dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37 o C selama 18 jam. Setelah itu dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1 dari kultur awal, dan dimasukkan ke dalam 100 mL media 2xYT cair baru dan diinkubasi lagi pada suhu 15 o C selama 30 menit, ditambahkan IPTG 1 mM sebanyak 1 mL, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15 o C selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer TE per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 20 menit, disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit dan kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri sebanyak 200 mg dalam tabung mikro ditambahkan sebanyak 500 µL larutan lisozim 10 mg dalam 1 mL bufer TE, diinkubasi pada suhu 37 o C selama 20 menit, lalu disentrifiugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit, supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi inclusion body. Pelet rGH dicuci dengan PBS sebanyak 1 kali, dan disimpan pada suhu -80 C hingga akan digunakan.

2.6 Penebaran dan pemeliharaan larva

a. Perendaman hormon tiroksin Larva yang baru menetas diambil sebanyak 240 ekor, lalu direndam dalam larutan hormon tiroksin berkadar 0,1 mgL dalam wadah yang diisi 200 mL air dengan saringan teh. Dosis tiroksin diambil berdasarkan penelitian Roger 1997. Lama perendaman adalah 1 jam. Setelah perendaman, larva dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan larva yang berukuran 20x20x25 cm 3 . Larva ini dipelihara selama 12 hari Lampiran 4. b. Perendaman hormon rGH Larva sebanyak 240 ekor yang baru menetas dimasukkan ke dalam media yang mengandung protein rGH dengan dosis 10 mgL dan 0,01 BSA bovine serum albumin selama 1 jam. Pada saat perendaman tidak dilakukan kejutan salinitas. Hal ini karena ukuran larva yang masih kecil serta belum defenitif sehingga diduga larva ikan akan mati. Selanjutnya larva dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan larva. Larva dipelihara selama 12 hari Lampiran 4. c. Perendaman hormon tiroksin dan rGH Larva ikan patin Siam yang baru menetas dimasukkan ke dalam media yang mengandung protein rGH dengan dosis 10 mgL dan 0,01 BSA, serta ditambahkan hormon T4 dengan dosis 0,1 mgL. Larva direndam selama 1 jam. Setelah itu, larva dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan larva, dan dipelihara selama 12 hari Lampiran 4.

2.7 Pemberian pakan

Pemberian pakan berupa naupli Artemia dilakukan pada larva ikan patin umur 48 jam setelah menetas atau menjelang kuning telur habis. Pemberian pakan dilakukan setiap 2-3 jam. Setelah larva berumur 4 hari pakan yang diberikan dicampur dengan cacing sutera Limnodrilus sp. yang sebelumnya dilakukan pencacahan, dan diberikan secara at satiation, setiap 3-4 jam. Pada umur 4 hari larva ikan diberi cacing sutera saja.

2.8 Pengamatan perkembangan larva

Perkembangan larva yang diamati berupa volume, dan laju penyerapan kuning telur. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil lima ekor larva dari tiap-tiap perlakuan dan diamati pada jam ke- 0, 4, 8, 12, dan seterusnya sampai kuning telur habis dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer. Hasil pengukuran dikonversi dalam satuan milimeter dengan cara mengalibarasi mikroskop tersebut menggunakan mikrometer objektif. Hasil konversi ini kemudian menghitung volume, dan laju penyerapan kuning telur. Perhitungan volume, dan laju penyerapan kuning telur menggunakan rumus Blaxter dan Hempel dalam Nacario 1983, yaitu: a. Volume kuning telur larva V: V= π6LH 2 dengan V : volume kuning telur mm 3 L : diameter kuning telur memanjang mm, dan H : diameter kuning telur memendek mm b. Laju penyerapan kuning telur LPK LPK = ln V - lnV t t x 100 dengan LPK : laju penyerapan kuning telur jam V : volume kuning telur awal periode sampling mm 3 V t : volume kuning telur akhir periode sampling mm 3 , dan t : periode sampling jam

2.9 Pertumbuhan larva