9. Jasa-jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 29,958
Tabel 15 lanjutan
SPT Jenis
Tanah Deskripsi
Luas Ha
8 Aluvial
Lembah dan punggung sungai dibelakang dataran banjir dari sungai yang bermeander dengan
banyak alur-alur drainase, bahan induk sedimen homogen tidak dibedakan, warna coklat terang,
kekuningan sampai kuning kekelabuan sampai kedalaman 50 cm, struktur belum berkembang,
tekstur tanah lempung berpasir halus, solum agak dalam. Kemiringan 5, ketinggian tempat 3-30
m dpl 18,796 6.66
9 Asosiasi Aluvial
Regosol Beting pantai, cekungan muda, dataran banjir
bermeander dari rawa belakang, bahan induk sedimen kasar masam tidak dibedakan homogen,
warna kuning coklat kelabu pada kedalaman 50 cm, ada pengaruh reduksi sedikit tetapi belum
masuk pada kategori hydromorfik, tekstur tanah lempung berpasir kasar, struktur belum
berkembang. Kemiringan 5, ketinggian tempat 2-10 m dpl
9,840 3.49
Jumlah 282,061 100.00
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Bangka Barat 2007
Kondisi Perairan Laut
Secara umum jika dilihat dari letak Kabupaten Bangka Barat di antara pulau-pulau sekitarnya tampak bahwa perairan laut Kabupaten Bangka Barat
terdiri atas perairan yang merupakan selat antara Sumatera dan Pulau Bangka, perairan laut lepas yang merupakan bagian dari laut Natuna dan perairan teluk
Teluk Kelabat. Perbedaan kondisi ini menyebabkan perbedaan karakteristik masing-masing perairan tersebut.
Perairan selat umumnya dicirikan oleh aliran arus yang kuat dan pola arus menyerupai perairan laut lepas. Kecepatan arusnya sangat dipengaruhi oleh
bentuk bentuk geometri selat, musim, topografi perairan dan kondisi batas lainnya Pond Pickard 1983, diacu dalam Nurhayati 2007. Secara umum sirkulasi pola
arus di perairan selat sebagian besar tergantung pada kondisi lokal, walaupun proses fisika oseonografi sudah menjadi hal yang umum. Selat Bangka yang
terletak di bagian timur Sumatera merupakan perairan yang dicirikan sebagai perairan sambungan antara estuari lokal dan laut lepas yaitu Laut Jawa.
Hal ini menjadikan bentuk geometri perairan Selat Bangka terkesan unik. Kondisi geografis perairan dapat menyebabkan massa air Selat Bangka menjadi
lebih tawar, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya sejumlah besar masukan air sungai ke perairan ini. Disamping itu selat ini areanya cukup panjang dan arus
pasutnya juga sangat kuat, seperti halnya di daerah selat pada umumnya Nurhayati 2007.
Perairan sebelah utara dan sebagian sebelah barat yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna merupakan perairan terbuka. Karakteristik perairannya lebih
dipengaruhi oleh perairan Laut Natuna, dimana pola arus lebih dipengaruhi oleh faktor musim.
Perairan yang merupakan teluk adalah Teluk Kelabat dan Teluk Kampa. Menurut LIPI 2006, Teluk Kelabat merupakan perairan semi tertutup dan
memiliki potensi bagi pengembangan kota tepi pantai water front city. Sistem arus yang berkembang terutama dipengaruhi oleh pasang surut disamping oleh
musim dan topografi perairan, sedangkan karakteristik massa air di dalam Teluk sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar, massa air dari sungai dan
penyinaran matahari. Sedangkan Teluk Kampa lebih terbuka dibandingkan dengan Teluk Kelabat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak
Hasil overlay tumpang susun peta-peta tematik memperlihatkan bahwa lahan yang sesuai untuk budidaya tambak di Desa Pesisir Kabupaten Bangka
Barat hanya tergolong kedalam kelas cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3. Lahan dengan tingkat kesesuaian cukup sesuai S2 seluas ± 4,210 Ha 1.87 ,
sesuai marginal S3 seluas ± 21,830 Ha 9.70 dan selebihnya tidak sesuai N seluas ± 198,960 Ha 88.43 seperti disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Luasan dan persentase kelas kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Desa Pesisir Kabupaten Bangka Barat
Kelas Kesesuaian Lahan Luas Ha
S2 4,210 1.87
S3 21,830 9.70
N 198,960 88.43
Total 225,000 100.00
Sumber: Hasil analisis
Kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 tersebar di Desa Bakit, Kacung, Kapit, Kayu Arang, Limbung, Mancung, Penyampak, Ranggi, Semulut dan
Simpang Tiga. Faktor pembatas kelas kesesuaian cukup sesuai S2 adalah tekstur, ketebalan solum media budidaya, cuaca bulan kering dan elevasi
ketersediaan air laut. Kelas kesesuaian marginal S3 tersebar di Desa Air Lintang, Air Nyatoh,
Bakit, Belo Laut, Jebus, Kacung, Kapit, Kayu Arang, Kundi, Pelangas, Penyampak, Peradong, Pusuk, Rambat, Rukam, Semulut, Simpang Gong,
Simpang Tiga, Sinar Surya, Sungai Buluh, Tanjung Niur, Tebing, Tugang dan Tuik. Faktor pembatas kelas kesesuaian marginal S3 adalah ketebalan solum.
Kelas tidak sesuai N tersebar di keseluruhan Desa Pesisir Kabupaten Bangka Barat. Adapun desa pesisir yang sama sekali tidak mempunyai lokasi
yang sesuai untuk budidaya tambak adalah Desa Air Belo, Air Gantang, Air Limau, Air Putih, Benteng Kota, Cupat, Kelabat, Ketap, Sungai Baru, Tanjung,
Teluk Limau dan Tumbak Petar. Kelas tidak sesuai ini sebagian besar karena faktor pembatas elevasi, tekstur tanah, tebal solum dan slopelereng.
Perbaikan kesesuaian lahan untuk pembatas tekstur dan ketebalan solum, dapat dilakukan dengan menggunakan plastik polyetilene sebagai media budidaya
atau membangun bak-bak permanen. Pembatas yang berupa bulan kering dapat diatasi dengan pembuatan sumur air tawar untuk mengatasi tingginya salinitas
akibat kurangnya curah hujan, atau dengan penggantian air laut pada saat salinitas media budidaya terlalu tinggi. Pembatas elevasi dan lereng dapat diatasi dengan
membangun saluran atau penggunaan pompa untuk mengalirkan air laut ke media budidaya. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk budidaya tambak secara lengkap
disajikan pada Lampiran 21 dan sebarannya disajikan pada Gambar 10. Di lapangan tidak semua lokasi yang sesuai untuk budidaya tambak seperti
yang ditampilkan pada Gambar 10 dapat dimanfaatkan untuk budidaya tambak. Faktor-faktor seperti penggunaan lahan terutama permukiman, status hutan,
green belt area dan sempadan sungai harus menjadi bahan pertimbangan.
Menurut Keppres 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, green belt area
mangrove yang tidak boleh ditebang adalah selebar 130 dikalikan tunggang pasut dan sempadan sungai selebar 100 m di kiri dan kanan sungai, agar
kegiatan budidaya yang dilakukan dapat berkelanjutan. Peta kawasan hutan SK Menteri Kehutanan Nomor: 357Menhut-II2004 tanggal 1 Oktober 2004 tentang
Penunjukkan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung seluas ± 657.510 Hektar disajikan pada Lampiran 7.
Setelah memperhatikan Peta Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan
Hutan Produksi, Peta Penggunaan Lahan, green belt area dan sempadan sungai maka dari lokasi yang sesuai untuk budidaya tambak seluas ± 26,040 Ha, lokasi
yang tersedia untuk budidaya tambak hanya seluas ± 1,960 Ha S2 dan ± 1,530 Ha S3 sisanya tidak dapat dimanfaatkan karena merupakan kawasan hutan
hutan konservasi, lindung maupun hutan produksi, permukiman, geen belt area maupun sempadan sungai. Hasil luasan akhir setelah memperhatikan status
kawasan hutan, peta penggunaan lahan, green belt area dan sempadan sungai disajikan pada Tabel 17.
Teluk Kampa Teluk
Kelabat Laut Natuna
Selat Bangka
N
Kilometer 10
10 Amini A 156070244
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB 2009
PETA KESESUAIAN LAHAN AKTUAL BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN BANGKA BARAT
5 2 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0
5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0
5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0
5 8 0 0 0 0 9
7 8
9 7 8 0
0 0 9
8 9 8
0 0 0 0
9 8
2 9 8
2 0 0 0
KABUPATEN BANGKA
Legenda : N
S2 S3
Sungai
Sumber: Hasil Analisis Data:
Peta Administrasi Kab. Babar skala 1:50.000 Bappeda 2005 Peta kontur skala 1:25.000 Bappeda Babel 2005
Data Iklim BMG 2007 Data Pasut Dishidros 2007
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Tabel 17 Luasan dan persentase kelas kesesuaian lahan aktual setelah
memperhatikan status kawasan hutan, penggunaan lahan, green belt area
dan sempadan sungai
No Kesesuaian
Aktual Pembatas Luas
Lokasi 1 S2
Fisik wilayah
1,960 0.87
Bakit, Kacung, Kapit, Kayu Arang, Mancung, Ranggi, Semulut, Simpang Tiga
2 S3 Fisik
wilayah 1,530
0.68 Air Nyatoh, Bakit, Jebus, Kacung, Kayu Arang,
Penyampak, Peradong, Sinar Surya, Tanjung Niur, Tugang
3 N Fisik
wilayah 198,960
88.42 Keseluruhan desa
pesisir
Gambar 10 Peta kesesuaian lahan aktual untuk budidaya tambak di Kabupaten
Bangka Barat
Tabel 17 lanjutan
No Kesesuaian
Aktual Pembatas Luas
Lokasi 4 N
HK 1,580
0.70 Bakit, Kacung, Rukam, Semulut, Simpang Tiga,
Sinar Surya, Tebing, Tuik 5 N
HL 3,470
1.54 Air Lintang, Air Nyatoh, Bakit, Belo Laut, Jebus,
Pelangas, Peradong, Rambat, Rukam, Semulut, Simpang Gong, Sinar Surya, Sungai Buluh, Tebing
6 N HP
16,410 7.29
Air Lintang, Air Nyatoh, Bakit, Belo Laut, Jebus, Kacung, Kapit, Kayu Arang, Limbung, Pelangas,
Penyampak, Peradong, Rambat, Ranggi, Rukam, Semulut, Simpang Tiga, Sinar Surya, Sungai Buluh,
Tanjung Niur, Tebing
7 N
Permukiman 30
0.01 Jebus, Kayu Arang
8 N Green belt
320 0.14
Bakit, Belo Laut, Kundi, Peradong, Pusuk, Rambat, Sungai Buluh
9 N Sempadan
sungai 740
0.33 Air Nyatoh, Jebus, Kacung, Kayu Arang, Kundi,
Mancung, Penyampak, Peradong, Ranggi 225,000
100.00
Sumber: Hasil analisis
Peta sebaran lokasi yang tersedia untuk budidaya tambak setelah memperhatikan status kawasan, peta penggunaan lahan, green belt area dan
sempadan sungai yang merupakan lokasi yang dapat diarahkan untuk kegiatan budidaya tambak disajikan pada Gambar 11.
Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Kerapu di Karamba Jaring Apung
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian perairan dari garis pantai hingga sejauh 4 mil, lokasi yang sesuai untuk budidaya kerapu dalam KJA adalah di
sekitar perairan Teluk Kelabat sebelah luar, sepanjang perairan dari Desa Air Putih sampai Desa Ketap, dan di sepanjang perairan dari desa Simpang Tiga
sampai Desa Tanjung, selebihnya tidak sesuai N. Peta kesesuaian perairan budidaya kerapu dalam karamba jaring apung disajikan pada Gambar 12.
Perairan yang tidak sesuai untuk budidaya kerapu dalam KJA N tersebar di perairan sebelah selatan dari Desa Sinar Surya sampai Desa Simpang Tiga,
perairan sebelah barat dari Desa Tanjung sampai Desa Air Putih, perairan sebelah utara dari Desa Ketap sampai Desa Tel. Limau dan perairan Teluk
Kelabat sebelah dalam. Pembatas pada kelas N sebagian besar adalah arus, kedalaman, salinitas dan dissolve oksigen.
Teluk Kampa Teluk
Kelabat Laut Natuna
Selat Bangka
N
Kilometer 10
10 Amini A 156070244
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB 2009
Legenda :
Sumber: Hasil Analisis Data:
Peta Kesesuaian Lahan Aktual Budidaya Tambak Peta Penggunaan Lahan skala 1:100.000 Bappeda Babar 2005
Peta Penunjukkan Kawasan Hutan 1: 250.000 Dinas Kehutanan Babel 2008
PETA LOKASI YANG SESUAI DAN TERSEDIA UNTUK BUDIDAYA TAMBAK DI KABUPATEN BANGKA BARAT
5 2 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0
5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0
5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0
5 8 0 0 0 0 9
7 6
9 7 6 0
0 0 9
7 8
9 7 8 0
0 0 9
8 9 8
0 0 0 0
9 8
2 9 8
2 0 0 0
KABUPATEN BANGKA
Area Penggunaan Lain APL Hutan Konservasi HK
Hutan Lindung HL Hutan Produksi HP
Buffer Green belt area Buffer Sungai
Permukiman
S2 S3
Kesesuaian untuk Tambak :
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Perbaikan kelas kesesuaian perairan aktual yang didapatkan dari hasil analisis hampir bisa dikatakan tidak mungkin kecuali dissolve oksigen yang bisa
diatasi dengan pemakaian blower atau aerator, namun hal ini memerlukan modal yang besar. Sulitnya perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian perairan
pada budidaya laut dikarenakan perairan laut merupakan area yang sangat luas yang saling terhubungan dengan peraian di sekitarnya, berbeda dengan daerah
daratan yang dapat dilakukan perbaikan pada daerah tertentu yang kita inginkan. Gambar 11 Peta Lokasi yang sesuai dan tersedia untuk budidaya tambak di
Kabupaten Bangka Barat
Hal ini telah dibahas oleh Mustafa et al. 2007, yang dalam penelitiannya hanya membagi ordo kelas kesesuaian S untuk budidaya laut ke dalam dua kelas,
karena menurutnya usaha untuk memperbaiki kelas kesesuaian lahan pada budidaya laut sangat sulit.
5 2 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0
5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0
5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0
5 8 0 0 0 0 9
7 6
9 7 6 0
0 0 9
7 8
9 7 8 0
0 0 9
8 9 8
0 0 0 0
9 8
2 9 8
2 0 0 0
KABUPATEN BANGKA
PETA KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA KERAPU DALAM KJA DI KABUPATEN BANGKA BARAT
Legenda : Amini A 156070244
Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB 2009
10 10
Kilometer
N
Selat Bangka Laut Natuna
Teluk Kelabat
Teluk Kampa
Desa Non Pesisir Desa Pesisir
N S
Kesesuaian untuk budidaya KJA :
Sumber: Hasil Analisis Data:
Peta Administrasi Kab. Babar skala 1:50.000 Bappeda 2005 Peta Batimetri skala 1:200.000 Dishidros 2005
Data LIPI 2003 dan 2007 Data Survey 2008
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Gambar 12 Peta kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu dalam
karamba jaring apung di Kabupaten Bangka Barat
Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian perairan dari garis pantai hingga sejauh 4 mil, lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah di sekitar
perairan Teluk Kelabat sebelah dalam dan luar, sepanjang perairan dari Desa Teluk Limau sampai Desa Air Gantang dan sepanjang perairan dari Desa Air
Putih sampai Desa Tanjung, selebihnya tidak sesuai N. Sebaran lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut disajikan pada Gambar 13.
Kelas kesesuaian N terdapat di seluruh perairan Kabupaten Bangka Barat sebelah selatan yaitu seluruh perairan di sekitar Kecamatan Tempilang, perairan di
sekitar Desa Simpang Tiga dan Kundi Kecamatan Simpang Teritip, Desa Kacung Kecamatan Kelapa, serta perairan di sekitar Desa Belo Laut dan Sungai
Baru Kecamatan Muntok. Pembatas utama pada perairan sebelah selatan Kabupaten Bangka Barat ini adalah kecepatan arus.
Arus memegang peranan penting dalam kegiatan budidaya rumput laut yaitu agar rumput laut terbebas dari partikel-partikel endapan yang menempel ke
ke thallus rumput laut yang akan menghalangi proses fotosintesis. Oleh karena itu perairan yang kecepatan arusnya relatif rendah seperti pada perairan Bangka Barat
sebelah selatan, biasanya tidak cocok untuk budidaya rumput laut. Menurut Aslan 1998, arus yang baik akan membawa nutrisi bagi rumput laut, membersihkannya
dari kotoranendapan yang menempel, sehingga rumput laut dapat tumbuh dengan baik karena dapat menyerap nutrisi dari air dan proses fotosintesa tidak terganggu.
Perairan Teluk Kelabat dan perairan di sekitar Desa Rambat dan Air Putih yang lebih dekat ke pantai merupakan perairan dengan kedalaman kurang dari 5
m, sehingga lebih sesuai untuk budidaya dengan metode lepas dasar, sedangkan untuk lokasi lainnya seperti perairan Muntok yang lebih mengarah ke laut,
perairan sekitar desa Ketap, Sungai Buluh dan Teluk Kelabat bagian luar yang mengarah ke laut lepas lebih cocok menggunakan metode apung karena
kedalaman perairan rata-rata di atas 5 m misalnya dengan menggunakan metode jaring apung, jalur atau long line.
5 2 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0
5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0
5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0
5 8 0 0 0 0 9
7 6
9 7 6 0
0 0 9
7 8
9 7 8 0
0 0 9
8 9 8
0 0 0 0
9 8
2 9 8
2 0 0 0
Kesesuaian untuk budidaya Rumput Laut : S
N Desa Pesisir
Desa Non Pesisir
Teluk Kampa Teluk
Kelabat Laut Natuna
Selat Bangka
N
Kilometer 10
10 Amini A 156070244
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB 2009
Legenda :
PETA KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN BANGKA BARAT
KABUPATEN BANGKA
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Sumber: Hasil Analisis Data:
Peta Administrasi Kab. Babar skala 1:50.000 Bappeda Babar 2005 Peta Batimetri skala 1:200.000 Dishidros 2005
Data LIPI 2003 dan 2007 Data Survey 2008
Ikhtisar Analisis Kesesuaian Lokasi untuk Budidaya Perikanan
Kegiatan budidaya perikanan laut KJA dan rumput laut yang dilakukan di perairan Kabupaten Bangka Barat harus memperhatikan kondisi pemanfaatan
ruang existing perairan dan rencana alokasi pemanfaatan ruang yang tercantum di dalam RTRW Kabupaten Bangka Barat. Kondisi pemanfaatan ruang existing
perairan Bangka Barat yang dapat menjadi pembatas bagi kegiatan budidaya laut adalah Pelabuhan Tanjung Kalian pelabuhan penyeberangan dan Pelabuhan
Gambar 13
Peta kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut di Kabupaten Bangka Barat
Muntok pelabuhan umum. Adapun rencana pemanfaatan ruang yang harus diperhatikan adalah area yang dialokasikan sebagai daerah wisata pantai dan
rencana pelabuhan di Tanjung Ular untuk mendukung kegiatan Kawasan Industri dan Pelabuhan Terpadu KIPT seperti terlihat pada Rencana Struktur Ruang Peta
RTRW Kabupaten Bangka Barat pada Gambar 14. .
Menurut Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan No. 20 dan 65 Tahun 1992 tentang Batas-batas Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Pangkal Balam, Muntok, Belinyu dan Sungai Selan, daerah lingkungan kerja perairan Pelabuhan Muntok
adalah radius 5 mil dari Tanjung Kalian koordinat 02 05’ 0” LS dan 105 08’ 0” BT. Dengan demikian pada radius 5 mil dari koordinat tersebut tidak boleh
dilakukan kegiatan lain selain untuk kepentingan pelabuhan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kesesuain lokasi
untuk budidaya laut adalah keterlindungan dari gelombang. Karena dalam penelitian ini tidak tersedia data gelombang, maka penilaian keterlindungan hanya
dilakukan dengan melihat posisi perairan pada peta administrasi Kabupaten Bangka Barat dan pada saat survey di lapangan. Pada Gambar 15 disajikan lokasi-
Gambar 14 Rencana Struktur Ruang dalam RTRW Kabupaten Bangka Barat Tahun 2008 belum diperdakan
lokasi yang tersedia untuk kegiatan budidaya perikanan lautpantai setelah memperhatikan daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan dan aspek
keterlindungan dari gelombang. Di lokasi yang sesuai untuk budidaya kerapu namun kurang terlindung,
seperti perairan sebelah barat dan selatan Kabupaten Bangka Barat Gambar 15 operasional budidaya tidak dapat dilakukan selama 1 tahun penuh, sehingga harus
diperhatikan pemilihan umurukuran benih yang disesuaikan dengan masa pemeliharaan maksimal 9 bulan Februari-Oktober dan pemberian pakan yang
cukup. Dengan demikian ikan sudah siap dipanen sebelum bulan Nopember, mengingat besarnya gelombang laut pada bulan Nopember-Januari terutama untuk
perairan sebelah barat. Adapun pada bulan Februari-Oktober budidaya masih dapat dilakukan seperti yang dilakukan di Kabupaten Bangka Tengah. Menurut
Kordi 2001, benih kerapu tikus dapat dipindahkan ke karamba pembesaran setelah benih mencapai ukuran 75-100 gr dan setelah 5-6 bulan ikan akan
mencapai ukuran konsumsi dengan berat 500-800gr. Pemanfatan lokasi pesisir baik di daratan maupun laut harus memperhatikan
kaidah daya dukung lingkungan sehingga tercipta pengelolaan budidaya perikanan lautpantai yang berkelanjutan sustainable. Daerah daratan yang digunakan
untuk budidaya tambak sebaiknya pada daerah lautnya tidak digunakan untuk budidaya laut rumput laut KJA, karena selain mempengaruhi biota budidaya
laut, juga akan menurunkan kualitas daya dukung lingkungan perairan. Perairan yang sesuai untuk budidaya perikanan laut yang juga
dialokasikan sebagai daerah pariwisata pantai harus mendapatkan perhatian. Keberadaan budidaya perikanan laut dapat menjadi daya tarik untuk wisatawan,
sehingga berakibat positif untuk kegiatan pariwisata namun dapat berakibat negatif untuk budidaya perikanan jika pengelolaannya tidak tepat. Limbah dari
kegiatan pariwisata baik dari darat maupun aktivitas kapalperahu merupakan faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas perairan.
Perairan di sebelah selatan Kabupaten Bangka Barat yang dilalui oleh alur pelayaran juga merupakan lokasi yang perlu mendapatkan perhatian. Perlu kajian
lebih lanjut apakah limbah kegiatan pelayaran berpengaruh terhadap kegiatan budidaya, apabila akan dikembangkan kegiatan budidaya di lokasi tersebut.
PETA LOKASI YANG TERSEDIA UNTUK BUDIDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BANGKA BARAT
Î Î
Î
5 2 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0
5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0
5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0
5 8 0 0 0 0 9
7 6
9 7 6 0
0 0 9
7 8
9 7 8 0
0 0 9
8 9 8
0 0 0 0
9 8
2 9 8
2 0 0 0
Budidaya Laut : Rumput Laut
KJA Legenda :
Budidaya PantaiTambak : S3
S2
Buffer Pelabuhan Sungai
Wisata Pelabuhan
Î
APL HK
HL HP
Permukiman Amini A 156070244
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB 2009
10 10
Kilometer
N
Selat Bangka Laut Natuna
Teluk Kelabat
Teluk Kampa
KABUPATEN BANGKA
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Sumber: Hasil Analisis Data:
Peta Administrasi Kab. Babar skala 1:50.000 Bappeda Babar 2005 Peta Batimetri skala 1:200.000 Dishidros 2005
Data LIPI 2003 dan 2007 Data Survey 2008
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Perikanan
Analisis kelayakan usaha budidaya perikanan dalam penelitian ini dilakukan untuk menilai kelayakan usaha budidaya tambak udang vannamei, budidaya
ikan kerapu bebek dalam KJA dan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii. Kriteria kelayakan dinilai dari tiga indikator yaitu Net Present Value NPV, Net
Benefit Cost Ratio BC ratio dan Internal Rate of Return IRR.
Gambar 15 Lokasi budidaya perikanan lautpantai yang tersedia di Kabupaten Bangka Barat
Kelayakan Usaha Budidaya Tambak
Dalam melakukan analisis kelayakan usaha untuk budidaya tambak udang vannamei, ada beberapa acuan yang digunakan yaitu:
1. Budidaya dilakukan pada tambak seluas 1 Ha dengan sistem budidaya semi
intensif, satu siklus usaha selama 4 bulan, tingkat kelolosan hidup Survival RateSR
udang sampai dengan panen adalah 80, dan rasio konversi pakan Feed Conversion RateFCR sebesar 1:1.3.
2. Benur yang digunakan adalah post larva yang berumur 14 hari PL 14
dengan harga Rp50.00ekor. 3.
Harga panen adalah Rp40,000,-kg dengan ukuran size 60. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha yang dilakukan Lampiran 22,
dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya tambak udang vannamei di Kabupaten Bangka Barat layak dilakukan karena dari tiga kriteria yang digunakan dalam
penilaian kelayakan usaha NPV, net BC ratio dan IRR semua kriteria tersebut terpenuhi dimana NPV 0, net BC ratio 1 dan IRR discount rate sosial
diskon faktor. Pada Tabel 18, terlihat bahwa dari total dana yang diinvestasikan dengan tingkat diskonto 15, maka nilai uang yang diterima selama masa
investasi NPV adalah sebesar Rp27,091,562 dengan net BC ratio 1.23 dan IRR sebesar 24.43.
Tabel 18 Kriteria kelayakan usaha budidaya tambak udang vannamei di
Kabupaten Bangka Barat
No Kriteria Kelayakan Nilai
1 NPV pada DF 15 Rp
27,091,562 2 Net BC ratio pada DF 15
1.23 3 IRR
24.43 Nilai net BC ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa
penambahan satu satuan biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari satu satuan manfaat yang diperoleh. Dalam analisis ini setiap Rp1.00 yang diinvestasikan
akan memberikan manfaat bersih tambahan sebesar Rp1.23. Sedangkan nilai IRR menunjukkan bahwa dalam analisis ini usaha tambak akan mendapatkan nilai
NPV sama dengan nol pada saat suku bunga bernilai 24.43, nilai IRR ini juga
menunjukkan bahwa modal yang dimiliki lebih baik diinvestasikan untuk usaha
Sumber: Hasil analisis
budidaya tambak daripada disimpan di Bank karena manfaat yang diperoleh akan lebih besar yaitu lebih besar dari suku bunga tabungan deposito yang tertinggi
Tahun 2008 sebesar 10.96. Hasil penghitungan biaya selama satu tahun 3 siklus produksi
menunjukkan bahwa sebagian besar biaya yang digunakan adalah pada biaya variabel yaitu sebesar 55.96 seperti terlihat pada Tabel 19. Rincian lengkap
biaya dan penerimaan disajikan pada Lampiran 23. Tabel 19. Gambaran biaya usaha budidaya tambak selama 1 tahunHa 3 siklus
produksi No Uraian
Jumlah Persentase
1 Biaya Investasi
47,200,000 37.98
2 Biaya Variabel
69,555,000 55.96
3 Biaya Tetap
7,533,333 6.06
4 Penerimaan 120,000,000
Sumber: Hasil analisis
Kelayakan Usaha Budidaya Kerapu dalam KJA
Dalam melakukan analisis kelayakan usaha untuk budidaya kerapu di dalam karamba jaring apung KJA, ada beberapa acuan yang digunakan yaitu:
1. Budidaya dilakukan pada karamba jaring apung dengan ukuran 8 x 8 m
sebanyak satu unit, satu siklus usaha selama 9 bulan yaitu dari bulan Februari sampai dengan Oktober perairan relatif lebih tenang, SR kerapu
sampai dengan panen adalah 50, dan FCR sebesar 1:12. 2.
Benih yang digunakan adalah benih kerapu bebek panjang 7 cm dengan harga Rp17,500.00ekor.
3. Panen dilakukan pada saat berat 300-500 gr karena harganya relatif tinggi
pada berat tersebut. Harga yang digunakan adalah harga untuk ukuran 300-
400 grekor yaitu Rp350,000.00kg dalam keadaan hidup.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha yang dilakukan Lampiran 24, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya kerapu dalam karamba jaring apung di
Kabupaten Bangka Barat layak diusahakan karena kriteria kelayakan usaha NPV 0
, net BC ratio 1 dan IRR discount rate sosial diskon faktor, sehingga memenuhi keputusan untuk dapat dilaksanakan. Tabel 20 menunjukkan bahwa
nilai NPV Rp113,963,435, berarti bahwa selama masa investasi yang dilakukan
5 tahun dengan faktor diskonto 15, maka uang yang diterima adalah sebesar Rp113,963,435 pada akhir masa investasi.
Tabel 20 Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Kerapu Tikus di Kabupaten Bangka Barat
No Kriteria Kelayakan
Nilai
1 NPV
pada DF 15 Rp
113,963,435 2
Net BC ratio pada DF 15
1.88 3
IRR 48.24
Sumber: Hasil analisis
Nilai net BC ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu satuan biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari satu satuan
manfaat yang diperoleh. Dalam analisis ini setiap Rp1.00 yang diinvestasikan akan memberikan manfaat bersih tambahan sebesar Rp1.88. Sedangkan nilai IRR
menunjukkan bahwa dalam analisis ini usaha budidaya rumput laut akan mendapatkan nilai NPV sama dengan nol pada saat suku bunga 48.24. Nilai IRR
ini juga menunjukkan bahwa modal yang dimiliki lebih baik diinvestasikan untuk usaha budidaya kerapu dalam KJA daripada disimpan di Bank karena nilai
48.24 lebih besar dari pada suku bunga tabungan deposito bunga deposito tertinggi pada tahun 2008 sebesar 10.96 sehingga manfaat yang diperoleh akan
lebih besar dari pada uang tersebut di depositokan di Bank. Seperti halnya pada budidaya tambak yang diuraikan di atas, pada budidaya
kerapu dalam karamba jaring apung biaya terbesar adalah biaya variabel yaitu sebesar 66.24 Tabel 21. Rincian lengkap biaya dan penerimaan disajikan pada
Lampiran 25. Tabel 21 Gambaran biaya usaha budidaya Kerapu Tikus di Kabupaten Bangka
Barat No Uraian
Jumlah Persentase
1 Biaya Investasi
37,148,000 26.63
2 Biaya Variabel
92,410,900 66.24
3 Biaya Tetap
9,942,600 7.13
4 Penerimaan 175,000,000
Sumber: Hasil analisis
Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut
Beberapa acuan yang digunakan dalam analisis kelayakan usaha untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dengan metode jalur diuraikan sebagai
berikut: 1.
Budidaya dilakukan pada rakit dengan metode jalur dimana rakit terdiri dari 1 jalur dengan 8 petak, sehingga luas 1 rakit adalah 5 x 56 meter, pada
ujung kiri-kanan setiap petak terdapat bambu untuk merentangkan tali jalur dan tali ris.
2. Bibit yang digunakan untuk setiap titik seberat 100 gr dengan harga
Rp5,000.00 kg. 3.
Panen dilakukan setelah dua bulan tanam dengan berat 1,000.00 gr per titik,
sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen sebanyak 6 kali panen.
4. Rumput laut dijual dalam keadaan kering ± 18 bobot basah dengan harga
Rp13,000.00 kg.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha yang dilakukan Lampiran 26, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Bangka Barat
layak diusahakan karena kriteria kelayakan usaha NPV 0, net BC ratio 1 dan IRR
diskon faktor, sehingga memenuhi keputusan untuk dapat dilaksanakan. Tabel 22 menunjukkan bahwa nilai NPV Rp6,606,947, berarti bahwa selama masa
investasi 5 tahun dengan faktor diskonto 15, maka uang yang diterima adalah
sebesar Rp6,606,947 pada akhir masa investasi. Tabel 22 Kriteria kelayakan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Bangka
Barat
No Kriteria Kelayakan
Nilai
1 NPV pada DF 15 Rp
6,606,947 2 Net BC ratio pada DF 15
1.23 3 IRR
24.49
Sumber: Hasil analisis
Nilai net BC ratio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu satuan biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari satu satuan
manfaat yang diperoleh. Dalam analisis ini setiap Rp1.00 yang diinvestasikan akan memberikan manfaat bersih tambahan sebesar Rp1.23. Sedangkan nilai IRR
menunjukkan bahwa dalam analisis ini usaha budidaya rumput laut akan mendapatkan nilai NPV sama dengan nol pada saat suku bunga 24.49. Nilai
IRR ini juga mengindikasikan bahwa modal yang dimiliki lebih baik
diinvestasikan untuk usaha budidaya rumput laut daripada disimpan di Bank karena nilai 24.49 lebih besar dari pada suku bunga tabungan deposito bunga
deposito tertinggi pada tahun 2008 sebesar 10.96 sehingga manfaat yang diperoleh akan lebih besar dari pada uang tersebut di depositokan di Bank.
Seperti halnya pada budidaya tambak dan kerapu, pada budidaya rumput laut biaya terbesar adalah biaya variabel yaitu sebesar 49.29 Tabel 23. Rincian
lengkap biaya dan penerimaan disajikan pada Lampiran 27. Tabel 23 Gambaran biaya usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Bangka
Barat No Uraian
Jumlah Persentase
1 Biaya Investasi
12,715,900 40.19
2 Biaya Variabel
15,597,000 49.29
3 Biaya Tetap
3,329,467 10.52
4 Penerimaan 29,343,600
Berdasarkan informasi dari pembudidaya di Kabupaten Bangka Tengah, pembudidayaan rumput laut ini relatif mudah dan pertumbuhan nya sangat cepat.
Setelah 25 hari pemeliharaan bibit dapat segera dipanen untuk ditanam kembali dengan berat pada masing-masing titik mencapai 500 gr dari berat awal 100gr.
Dari pembudidaya tambak di Kota Pangkalpinang juga diperoleh informasi bahwa rumput laut yang mereka gunakan sebagai penjaga kualitas air tambak juga
mengalami pertumbuhan yang baik sekali walaupun tanpa perlakuan seperti layaknya rumput laut untuk budidaya. Sehingga diduga pembudidayaan rumput
laut di Kabupaten Bangka Barat juga relatif mudah dilakukan, selain itu biaya juga dapat dikurangi dari item penyediaan sarana kapalperahu untuk nelayan-
nelayan yang sebelumnya sudah memiliki kapalperahu untuk melaut.
Penentuan Desa-Desa Prioritas untuk Mengembangkan Budidaya Perikanan
Penelitian ini antara lain dimaksudkan untuk menentukan desa-desa yang diprioritaskan dalam pengembangan budidaya perikanan lautpantai di Kabupaten
Bangka Barat. Oleh karena itu dilakukan pengelompokan desa-desa pesisir di
Sumber: Hasil analisis
Kabupaten Bangka Barat berdasarkan faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan budidaya perikanan lautpantai di Kabupaten Bangka Barat.
Pengelompokan ini juga dijadikan dasar sebagai unit analisis dalam pengelolaan budidaya perikanan lautpantai analisis SWOT.
Untuk mencapai maksud tersebut, langkah pertama adalah mencari variabel- variabel yang dianggap berperan dalam pengembangan budidaya perikanan
lautpantai di Kabupaten Bangka Barat. Berdasarkan ketersediaan data, ada tiga variabel yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan pengelompokan desa-
desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat yaitu aktivitas pesisir persentase jumlah nelayan pada suatu desa, aksesibilitas rasio jalan yang dapat dilalui kendaraan
roda empat per luas lahan dan aktivitas tambang luas penutupan lahan tambang per luas lahan di suatu desa. Data lengkapnya disajikan pada Lampiran 28-30.
Analisis FaktorPCA
Hasil Analisis FaktorPCA dari 3 variabel di atas yang merupakan variasi dari faktor-faktor yang dianggap berperan dalam pengembangan budidaya
perikanan di desa-desa pesisir Kabupaten Bangka Barat dapat direpresentasikan dengan 2 faktor penciri utama seperti terlihat pada faktor loading pada Tabel 24
di bawah ini. Tabel 24 Faktor Loading hasil Analisis Faktor PCA yang menunjukkan penciri
dari masing-masing Faktor Utama Factor Loadings
Variable Factor 1
Factor 2 aktiv pesisir
0.009243 -0.985442
aktiv tambang -0.841113
-0.149206 aksesibilitas
-0.832598 0.170220
Keterangan: warna merah merupakan penciri dari masing-masing faktor utama factor Loading. Sumber: hasil analisis
Pada Tabel 24 tampak bahwa yang menjadi penciri faktor 1 adalah Aktvitas Pertambangan Tambang dan Aksesibilitas rasio jalanlahan dan penciri
faktor 2 adalah Aktivitas Pesisir Nelayan. Masing-masing faktor utama tersebut dapat menjelaskan :
- Faktor 1 : menggambarkan variasi aksesibilitas dan aktivitas pertambangan
antar desa, yang dibangun oleh rasio jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat per luas lahan dan persentase luas penutupan
lahan tambang per luas lahan, karena bertanda negatif semakin besar skor suatu desa pada faktor ini semakin kecil tingkat
aksesibilitas dan aktivitas pertambangan di desa tersebut. -
Faktor 2
: menggambarkan variasi aktivitas pesisir antar desa, karena bertanda negatif, semakin besar skor pada faktor ini semakin kecil
aktivitas pesisir di desa tersebut. Kedua faktor utama tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar
80.77 , yang merupakan persentase akumulatif varian dari eigenvalue yang nilainya lebih dari 1. Angka ini menunjukkan suatu deskripsi yang cukup baik
karena nilai persentase akumulatifnya berada di atas 70 Simamora 2005. Nilai eigenvalue dan total varian hasil Analisis Faktor disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 Nilai eigenvalue dan persentase total varian eigenvalue yang lebih dari 1
Eigenvalues extraction: principal components Value
Eigenvalues total variance
cumulative eigenvalue cumulative
1 1.402464 46.748800 1.402464
46.748800 2 1.020646 34.021530
2.423110 80.770330
Sumber: hasil analisis
Analisis Kelompok Cluster
Analisis FaktorPCA antara lain menghasilkan faktor skor yang selanjutnya digunakan dalam analisis kelompok cluster analysis. Pada faktor loading Tabel
24 terlihat bahwa penciri Faktor 1 dan Faktor 2 bertanda negatif, sehingga untuk mempermudah proses analisis berikutnya nilai faktor 1 dan 2 dikalikan dengan -1.
Berdasarkan 2 faktor utama di atas selanjutnya dengan menggunakan Teknik Tree-Clustering
desa-desa di Kabupaten Bangka Barat dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok seperti disajikan pada Gambar 16 di bawah ini:
Gambar 16 Pengelompokan desa-desa di Kabupaten Bangka Barat dengan teknik Tree- Clustering
Dari gambar di atas terlihat bahwa pada posisi ketakmiripan mendekati 80 desa-desa di Kabupaten Bangka Barat dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok. Selain dengan melihat Tree-Diagram dari metode Tree-Clustering, pengelompokan juga didasarkan atas grafik amalgamation schedule seperti
tampak pada Gambar 17 terlihat bahwa peningkatan grafik yang tajam terjadi pada saat pengelompokan dibagi ke dalam 3 kelas yaitu tahap 28, 32 dan 36.
Gambar 17 Grafik amalgamation schedule yang menunjukkan peningkatan drastis pada koefisien linkage distance pada tahap ke 28-32-36 tiga cluster
Hasil pengelompokan desa-desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat dengan Tree
-clustering disajikan pada Tabel 26: Tabel 26 Pengelompokan Desa-desa di Kabupaten Bangka Barat dengan teknik
Tree-Clustering
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3 Air Nyatoh
Air Gantang Air Belo
Sinar Surya Air Putih
Air Lintang Air Limau
Tebing Bakit
Benteng Kuta Belo Laut
Tugang Kayu Arang
Cupat Kacung
Tuik Kundi Kapit
Limbung Tumbak
Petar Rambat Kelabat
Mancung Simpang Gung
Ketap Pelangas
Tanjung Niur Sungai Baru
Penyampak Teluk Limau
Tanjung Peradong
Jebus Ranggi Rukam
Pusuk Semulut
Sungai Buluh Simpang Tiga
Sumber: hasil analisis
Analisis Diskriminan
Pengelompokan desa-desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat ke dalam 3 kelompok hasil Analisis Kelompok cluster analysis selanjutnya diperiksa
ketepatan pengelompokannya dengan menggunakan Analisis Diskriminan. Dengan melihat classification matrix hasil Analisis Diskriminan dapat diketahui
ketepatan pengelompokan yang sudah dilakukan pada cluster analysis. Hasil pengelompokan desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat setelah dilakukan
Analisis Diskriminan disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Pengelompokan desa pesisir hasil Analisis Diskriminan
Desa Cluster 1 Desa Cluster 2
Desa Cluster 3 Air Nyatoh
Air Gantang Air Belo
Pusuk Air Putih
Air Lintang Air Limau
Ranggi Bakit
Benteng Kuta Belo Laut
Rukam Kayu Arang
Cupat Jebus
Semulut Kundi Kapit Kacung
Simpang Tiga
Rambat Kelabat Limbung Sinar Surya
Simpang Gung Ketap
Mancung Sungai Buluh
Tanjung Niur Sungai Baru
Pelangas Tebing
Teluk Limau Tanjung
Penyampak Tugang
Peradong Tuik
Tumbak Petar
Sumber: Hasil analisis
Selanjutnya dengan menggunakan Analisis Korelasi disajikan hubungan antara variabel Faktor 1 dan 2 dengan skor fungsi klasifikasi dari analisis
diskriminan masing-masing kelompok G1, G2 dan G3. Faktor 1 menunjukkan tingkat aksesibilitas dan aktivitas pertambangan, dan Faktor 2 menunjukkan
aktivitas pesisir. Dengan demikian korelasi antara variabel dan fungsi skor klasifikasi adalah penciri dari masing-masing cluster. Pada tingkat kepercayaan
95 p 0.050 dihasilkan penciri dari ke-3 cluster G1, G2 dan G3 seperti ditunjukkan pada Tabel 28.
Tabel 28 Matriks korelasi antara variabel faktor penciri utama dengan skor fungsi klasifikasi
Variable correlations
Marked correlations are significant at p .050 N=39
G1 G2
G3 Faktor 1
-0.23 0.94
-0.84 Faktor 2
0.97 -0.34
-0.54
.
Dengan memperhatikan koefisien korelasi yang nyata pada taraf p 0.05 dan pengkategorian yang dikelomppokkan ke dalam: sangat tinggi
≥ 0.7; tinggi 0.7 rendah -0.7 , sangat rendah
≤ -0.7 maka disusunlah pengelompokan desa pesisir dengan pencirinya seperti tertera pada Tabel 29:
Tabel 29 Matriks pengelompokan desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat berdasarkan pencirinya analisis diskriminan
Variabel Cluster
1 Cluster
2 Cluster
3
Aksesibilitas dan aktivitas pertambangan
Faktor 1 Sangat tinggi
Sangat rendah
Aktivitas pesisir
Faktor 2 Sangat tinggi
Rendah Rendah
Berdasarkan Tabel 29 dapat disimpulkan bahwa cluster 1 merupakan desa pesisir yang berpotensi untuk pengembangan budidaya perikanan lautpantai dari
sisi ketersediaan tenaga kerja, cluster 2 berpotensi dari sisi ketersediaan aksesibilitas akan tetapi mempunyai tantangan dengan tingginya aktivitas
pertambangan dan rendahnya aktivitas pesisir adapun cluster 3 relatif lebih berat untuk pengembangan budidaya perikanan karena dicirikan oleh rendahnya
aktivitas pesisir tenaga kerja dan rendahnya aksesibilitas sehingga apabila
Sumber: Hasil analisis Keterangan:
warna merah menunjukkan variabel faktor 1 dan 2 berkorelasi nyata
p .050
dengan fungsi skor klasifikasi cluster G1, G2 dan G3
hendak mengembangkan budidaya perikanan lautpantai pada desa pesisir yang termasuk ke dalam cluster 3 perlu dibarengi dengan memperbaiki aksesibilitas ke
lokasi kegiatan. Hasil pengelompokan desa pesisir menjadi 3 kelompok ini selanjutnya dijadikan sebagai masukan dalam Analisis SWOT. Sebaran cluster
kelompok Desa pesisir hasil analisis cluster dan diskriminan disajikan pada Gambar 18.
5 2 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0
5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0
5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0
5 8 0 0 0 0 9
7 6
9 7 6 0
0 0 9
7 8
9 7 8 0
0 0 9
8 9 8
0 0 0 0
9 8
2 9 8
2 0 0 0
Sumber: Hasil Analisis Data:
Peta Administrasi Kab. Babar skala 1:50.000 Bappeda 2005 Peta Penggunaan Lahan 2007
Data Penduduk 2007
Cluster Kelompok Desa : Desa Non Pesisir
Teluk Kampa Teluk
Kelabat Laut Natuna
Selat Bangka
N
Kilometer 10
10 Amini A 156070244
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB 2009
Legenda :
PETA SEBARAN CLUSTER DESA PESISIR DI KABUPATEN BANGKA BARAT
KABUPATEN BANGKA
Desa Cluster 1 Desa Cluster 2
Desa Cluster 3
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Gambar 18 Sebaran cluster kelompok desa pesisisir berdasarkan hasil analisis cluster dan diskriminan
Dengan memperhatikan Analisis Kesesuaian Lokasi yang telah dilakukan, dapat dirangkum lokasi-lokasi yang sesuai dan tersedia untuk budidaya lautpantai
di masing-masing desa pesisir pada setiap cluster. Lokasi-lokasi tersebut disajikan Pada Tabel 30. Berdasarkan Tabel 30 diketahui bahwa kecuali Desa Air Putih,
Air Gantang, Kapit, Tanjung, Limbung dan Tumbak Petar, desa-desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat dari ke tiga cluster memiliki lokasi yang sesuai dan
tersedia untuk budidaya pantailaut. Sebaran lokasi yang diprioritaskan untuk pengembangan budidaya perikanan disajikan pada Gambar 19.
Tabel. 30. Lokasi yang sesuai dan tersedia untuk budidaya lautpantai di masing- masing desa pesisir pada setiap cluster desa
No Desa Cluster Tambak
Ha KJA
Rumput Laut
1 Ds. Air Nyatoh
1 270
+ -
2 Ds. Air Putih
1 -
- -
3 Ds. Bakit
1 430
- +
4 Ds. Kayu Arang
1 1,890
- -
5 Ds. Kundi
1 10
+ -
6 Ds. Rambat
1 -
+ -
7 Ds. Simpang Gong
1 -
+ -
8 Ds. Tanjung Niur
1 10
- -
9 Ds. Teluk Limau
1 -
+ +
10 Ds. Air Gantang
2 -
- -
11 Ds. Air Lintang
2 -
+ -
12 Ds. Benteng Kota
2 -
+ -
13 Ds. Cupat
2 -
+ -
14 Ds. Kapit
2 -
- -
15 Ds. Kelabat
2 -
- +
16 Ds. Ketap
2 -
+ -
17 Ds. Sungai Baru
2 -
+ -
18 Ds. Tanjung
2 -
- -
19 Ds. Air Belo
3 -
+ -
20 Ds. Air Limau
3 -
+ -
21 Ds. Belo Laut
3 -
+ -
22 Ds. Jebus
3 340
+ -
23 Ds. Kacung
3 80
- -
24 Ds. Limbung
3 -
- -
25 Ds. Mancung
3 30
- -
26 Ds. Pelangas
3 -
+ -
27 Ds. Penyampak
3 190
- -
28 Ds. Peradong
3 30
+ -
29 Ds. Pusuk
3 -
- +
30 Ds. Ranggi
3 170
- -
31 Ds. Rukam
3 -
- +
32 Ds. Semulut
3 10
- +
33 Ds. Simpang Tiga
3 10
+ -
34 Ds. Sinar Surya
3 20
- -
35 Ds. Sungai Buluh
3 -
+ -
36 Ds. Tebing
3 -
- +
37 Ds. Tugang
3 10
- -
38 Ds. Tuik
3 -
- +
39 Ds. Tumbak Petar
3 -
- -
3,500
Keterangan: + : tersedia - : tidak tersedia
5 2 0 0 0 0
5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0
5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0
5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0
5 8 0 0 0 0 9
7 6
9 7 6 0
0 0 9
7 8
9 7 8 0
0 0 9
8 9 8
0 0 0 0
9 8
2 9 8
2 0 0 0
Prioritas 1 Prioritas 2
Prioritas 3 Tidak tersedia
KABUPATEN BANGKA
PETA DESA -DESA PRIORITAS UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BANGKA BARAT
Legenda : Amini A 156070244
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB 2009
10 10
Kilometer
N
Selat Bangka Laut Natuna
Teluk Kelabat
Teluk Kampa
Desa Non Pesisir Prioritas Pengembangan :
Sumber: Hasil Analisis Data:
Peta Administrasi Kab. Babar skala 1:50.000 Bappeda Babar 2005 Peta Lahan yang tersedia untuk Budidaya Perikanan
Cluster Desa
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Arahan Pengelolaan Budidaya Perikanan LautPantai Di Kabupaten Bangka Barat Analisis SWOT
Hasil akhir dari penelitian ini adalah masukan bagi Pemda Kabupaten Bangka Barat dalam menyusun strategi pengelolaan budidaya perikanan
khususnya budidaya perikanan lautpantai. Untuk memenuhi tujuan tersebut dilakukan analisis SWOT yang diharapkan dapat merangkum faktor – faktor
Gambar 19
Peta desa-desa prioritas untuk pengembangan budidaya perikanan lautpantai di Kabupaten Bangka Barat
internal dan eksternal yang berpengaruh dalam pengelolaan budidaya perikanan lautpantai di Kabupaten Bangka Barat.
Faktor-faktor tersebut dikelompokkan ke dalam aspek teknis-ekologis, sosial-ekonomi-budaya, politik, hukum dan kelembagaan seperti penelitian yang
dilakukan oleh Taher et al. 2002 tentang “Analisis Kesesuaian Lahan dan Strategi Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Balikpapan” yang
menjelaskan bahwa perumusan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir hendaklah memperhatikan aspek-aspek yang disebutkan di atas yang merupakan dimensi
pembangunan berkelanjutan. Faktor internal dan eksternal dalam penelitian ini berasal dari analisis yang
telah dilakukan sebelumnya yaitu Analsis Kesesuaian Lokasi, Analisis Kelayakan Usaha dan Analisis Penentuan Desa Prioritas untuk Pengembangan Budidaya
Perikanan serta masukan dari stakeholder di Kabupaten Bangka Barat hasil wawancara. Faktor internal dan eksternal yang telah teridentifikasi ini merupakan
input dalam menyusun formula strategi untuk pengelolaan budidaya perikanan di Kabupaten Bangka Barat, khususnya budidaya perikanan lautpantai.
Cluster 1
Berdasarkan data hasil analisis dan hasil wawancara dapat disusun faktor internal dan eksternal yang berperan dalam pengelolaan budidaya perikanan di
desa-desa yang termasuk ke dalam cluster 1 di Kabupaten Bangka Barat seperti tertera pada Tabel 31. Faktor internal dan eksternal tersebut selanjutnya
dikelompokkan dengan memberi bobot untuk masing-masing faktor sesuai dengan besarnya pengaruh masing-masing faktor terhadap pengelolaan budidaya
perikanan lautpantai di Kabupaten Bangka Barat seperti tampak pada Tabel 32. Proses pemberian bobot pada cluster 1 disajikan pada Lampiran 31.
Hasil analisis faktor internal dilihat dari total skor menunjukkan bahwa pada aspek kekuatan faktor yang paling berpengaruh pada cluster 1 adalah
tingginya aktivitas pesisir 0.62 kemudian kelayakan secara finansial 0.58 dan lokasi yang sesuai serta belum dimanfaatkan 0.46. Pada aspek kelemahan faktor
yang paling berpengaruh adalah tingginya biaya 0.31 dan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap budidaya perikanan lautpantai 0.31.
Tabel 31 Identifikasi faktor internal dan eksternal pengelolaan budidaya perikanan pada cluster 1
Aspek Internal Eksternal
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
Teknis ekologis
Lokasi : mempunyai
lokasi yang sesuai untuk budidaya
lautpantai dan belum dimanfaatkan
2
Kelayakan: layak
diusahakan secara ekonomi NPV,BC
ratio dan IRR
4
Ketersediaan benih: tidak tersedia benih
lokal
1
Modal : tingginya
biaya budidaya laut
4
Tekanan : tekanan
terhadap sumberdaya
1
Sosial, ekonomi,
budaya
Aktivitas pesisir: tingginya aktivitas
pesisir
3
Pemahaman: rendahnya
pemahaman thd budidaya laut
1
Kesempatan kerja :
Peningkatan lapangan kerja dan
berusaha bagi masyarakat
1
PAD: potensi
peningkatan PAD bagi pemerintah
1
Pasar: tersedianya
pasar
1
Konflik: resiko
konflik pemanfaatan
ruang
1
Politik, hukum,
kelembagaan
RTRW: belum
terakomodasinya alokasi pemanfaatan
ruang untuk budidaya lautpantai dalam
RTRW
1
Program: belum ada
program dan perda yang mendukung
budidaya perikanan lautpantai di tingkat
daerah
1
Peraturan: UU
No.22 Th 1999 ttg Pemerintahan
Daerah
1
32 Th 2004
Keterangan :
1
Hasil wawancara dengan stakeholders
2
Hasil Analisis Kesesuaian LahanLokasi
4
Hasil Analisis Finansial
3
Hasil Analisis Tipologi Wilayah
Hasil analisis faktor eksternal menunjukkan bahwa pada aspek peluang yang paling berpengaruh adalah ketersediaan pasar 0.8 dan peluang kesempatan
kerja 0.6 sedangkan pada aspek ancaman kedua faktor yang diidentifikasi sebagai ancaman resiko konflik pemanfaatan ruang dan tekanan terhadap
sumberdaya mempunyai pengaruh yang sama 0.4. Berdasarkan pembobotan dan pemberian rating dari masing-masing faktor
internal dan eksternal di atas kemudian dilakukan formulasi strategi dengan membuat strategi silang dari ke empat faktor tersebut sehingga dihasilkan strategi
SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT .
Tabel 32 Pemberian bobot untuk setiap unsur dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada cluster 1
Unsur SWOT Bobot
Rating Total
skor Kode
Faktor Internal Kekuatan
Lokasi
: mempunyai lokasi yang sesuai untuk budidaya lautpantai dan belum dimanfaatkan
2
0.15 3 0.46 S1
Kelayakan: layak diusahakan secara ekonomi NPV,BC
ratio dan IRR
4
0.19 3 0.58 S2
Aktivitas dominan: tingginya aktivitas pesisir
3
0.15 4 0.62 S3
Kelemahan Ketersediaan benih:
tidak tersedia benih lokal
1
0.08 2 0.15 W1
Modal
: tingginya biaya budidaya laut
4
0.15 2 0.31 W2
Pemahaman: rendahnya pemahaman thd budidaya laut
1
0.15 2 0.31 W3 RTRW:
belum terakomodasinya alokasi pemanfaatan ruang untuk budidaya lautpantai dalam RTRW
1
0.04 2 0.08 W4
Program: belum ada program dan perda yang mendukung
budidaya perikanan lautpantai di tingkat daerah
1
0.08 1 0.08 W5 TOTAL