1
BAB I PENDAHULUAN
6.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu komponen yang penting dalam suatu negara. Negara yang maju adalah negara yang sistem pendidikannya mampu
menghasilkan sumber daya manusia yang berpotensi tinggi dalam menghadapi era globalisasi dengan berbagai kecanggihan teknologi yang ditawarkan di dunia
internasional. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. Hal
tersebut termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kurikulum, kemampuan peserta didik, sarana prasarana, iklim pembelajaran, sumber belajar
dan sebagainya. Salah satu sumber belajar adalah guru. Guru merupakan garda terdepan dalam proses pelaksanaan pendidikan sehingga guru menjadi salah satu
faktor penting dalam suatu pembelajaran. Seorang guru dapat menentukan suasana pembelajaran di dalam kelas. Keterampilan seorang guru dalam mengajar
merupakan faktor penting penentu kualitas pembelajaran yang dapat mempengaruhi peningkatan belajar dan perkembangan motivasi belajar peserta
didik Baumert
et al
., 2010. Oleh karena itu diperlukan pendidik-pendidik profesional yang dapat menghasilkan generasi yang cerdas dan berkarakter.
Pendidik merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sehingga tidak mungkin dapat dikenakan kepada
sembarang orang yang dipandang oleh masyarakat umum sebagai pendidik
.
Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Pasal 7 Ayat 1 menegaskan bahwa profesi guru merupakan profesi yang dilaksanakan
berdasarkan bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Guru profesional
dituntut untuk memiliki tiga kemampuan Suyanto Jihad, 2013: 5 sebagai berikut.
1. Kemampuan kognitif, yaitu guru harus menguasai materi, metode, media, dan
mampu merencanakan dan mengembangkan kegiatan pembelajaran. 2.
Kemampuan afektif, yaitu guru harus memiliki akhlak yang luhur terjaga perilakunya sehingga guru akan mampu menjadi model yang bisa diteladani
oleh peserta didiknya. 3.
Kemampuan psikomotorik, yaitu guru harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengiplementasikan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan
sehari-hari. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 pasal 3
menyebutkan bahwa seorang guru wajib memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran sedangkan kompetensi profesional merupakan kemampuan guru
dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan yang diampunya. Pengetahuan tentang materi diperlukan oleh seorang guru, namun tidak cukup
untuk menimbulkan pengajaran yang efektif Melani
et al
., 2013: 47. Untuk itu, bukan hanya materi yang kuat yang diperlukan sebagai seorang guru, bagaimana
strategi seorang guru untuk mengajarkan materi tersebut juga merupakan hal yang penting. Selanjutnya, Loughran
et al
. 2001 mengungkapkan bahwa perpaduan antara kompetensi profesional
content knowledge
dan kompetensi pedagogik
pedagogical knowledge
disebut sebagai
Pedagogical Content Knowledge
PCK. Turnuklu
et al
. 2012: 440 menegaskan bahwa PCK merupakan pengetahuan dasar alami untuk mengubah materi pelajaran yang diberikan
menjadi bentuk yang dapat dipahami peserta didik. Perpaduan antara pedagogik guru dan pemahaman materi merupakan dasar PCK dari seorang guru, sehingga
PCK guru dapat mempengaruhi bagaimana cara terbaik seorang guru mengajar dan akan membuat peserta didik dapat memahami ilmu yang diajarkan Loughran
et al
., 2001: 290. Guru profesional diharapkan memiliki pengetahuan dan kemampuan PCK yang kuat Adedoyin, 2011: 277.
Inti sari dari pengajaran itu sendiri adalah bagaimana guru mengatur dan membuat konsep pengajaran untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
tentang apa yang diajarkannya. Hal ini menjadi ladang penelitian dalam rangka memperbaiki pendidikan, khususnya dari faktor pendidik. Loughran
et al
. 2012 mencoba memotret PCK guru secara eksplisit melalui
CoRe Content
Representation
.
CoRe
merupakan format PCK yang berhasil dikembangkan oleh
Loughran
et al
. melalui studi dialog, workshop dan observasi selama beberapa tahun terhadap guru-guru sehingga dapat menggambarkan bagaimana seorang
guru di dalam membelajarkan peserta didiknya. PCK guru dapat berkembang seiring dengan pengalaman guru dalam
mengajar. Namun keadaan di lapangan tidak semua guru dapat berkembang seiring dengan pengalamannya mengajar. Walaupun guru tersebut telah lama
mengajar, strategi mengajar yang digunakan selalu sama untuk semua konsep yang diajarkan dan urutan penyajian konsep yang diajarkan masih terkait dengan
urutan penyajian dalam buku paket belum dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi peserta didik. Penilaian untuk mengukur pemahaman peserta didik masih
terpaku pada teknik tes di akhir pembelajaran. Soal-soal yang diberikan relatif sama dari waktu ke waktu. Belum terdapat soal-soal yang lebih menantang yang
mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Anwar 2014 menyebutkan bahwa seorang guru dengan tingkat PCK yang
tinggi memiliki kemampuan untuk mengaitkan pentingnya konsep ke dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan kemampuan guru tersebut diharapkan
peserta didik juga dapat menggunakan konsep yang diajarkan guru dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan peserta didik dalam merumuskan,
mengaplikasikan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks di dunia nyata disebut sebagai literasi matematika. Alena Marie 2010: 1941
menyatakan bahwa literasi matematika berarti memahami matematika. Dengan memahami matematika, kita dapat memahami dunia di sekeliling kita. Oleh
karena itu,literasi matematika perlu ditekankan. Untuk mengembangkan literasi
matematis peserta didik diperlukan guru kompeten yang profesional. Ini menyatakan bahwa seorang guru yang profesional hendaknya mampu
memasukkan unsur literasi matematis ke dalam pembelajaran yang dilakukan. Pada kenyataannya, kualitas literasi matematika peserta didik di Indonesia
masih tergolong rendah berdasarkan hasil dari studi
Programme for International Student Asesment
PISA tahun 2012. PISA merupakan sebuah program yang diselenggarakan oleh
Organization for Economic Cooperation and Development
OECD yang berfokus pada penilaian literasi matematika. Hasil dari PISA 2012 menunjukkan bahwa pencapaian literasi matematika peserta didik di Indonesia
menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara dengan skor yang diperoleh adalah 375.
Guru dengan PCK yang kuat bukan hanya dituntut untuk mengintegrasikan literasi matematika ke dalam pembelajaran, guru juga harus memiliki pengetahuan
tentang kurikulum. An, Kulm, dan Wu dalam Turnuklu Yesildere 2007: 2 mengungkapkan bahwa komponen PCK meliputi pengetahuan tentang konten,
pengetahuan tentang kurikulum, dan pengetahuan tentang mengajar. Oleh karena itu, selain memahami tentang konten dan strategi mengajar yang baik, seorang
guru juga harus memiliki pengetahuan tentang kurikulum yang digunakan. Dalam kurikulum di Indonesia, salah satu hal yang diutamakan adalah pengintegrasian
pendidikan karakter ke dalam pembelajaran. Profesi guru sebagai pendidik meliputi membimbing, membina, mengasuh, ataupun mengajar. Guru profesional
harus memiliki kemampuan dalam mengiplementasikan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki kemampuan untuk menanamkan nilai-nilai
dasar pengembangan karakter sehingga dapat membentuk generasi yang berpotensi dan berakhlak mulia Suyanto Jihad, 2013: 5.
Pendidikan karakter sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan ke dalam setiap
mata pelajaran, termasuk pelajaran matematika. Karakter yang dapat dikembangkan dalam pelajaran matematika diantaranya adalah karakter kreatif
dan rasa ingn tahu. Hal ini disebutkan pula dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada peserta didik untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, kreatif, dan
kemampuan bekerjasama Depdiknas, 2006: 345. Karakter kreatif dan rasa ingin tahu juga dibutuhkan dalam mengembangkan literasi matematika peserta didik
Lange, 2006: 16. Soal-soal literasi matematika merupakan soal-soal non rutin yang dibuat lebih menantang dan membutuhkan penafsiran lebih dalam.
Rendahnya literasi matematika menurut studi PISA dapat disebabkan oleh kurangnya sikap kreatif dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap tipe soal yang
seperti itu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, peserta didik cenderung lebih suka soal-soal rutin yang strategi pemecahannya sudah tersirat secara langsung.
Peserta didik juga cenderung melihat jawaban dari temannya yang lain jika mendapatkan soal yang dianggap sulit.
Berdasarkan beberapa ulasan tersebut, peneliti memandang perlu adanya upaya mengkaji dengan seksama bagaimana PCK guru, literasi matematika dan
karakter peserta didik.
6.2 Identifikasi Masalah