TINJAUAN PUSTAKA Citra Juwitasari, SH., M.Par NIDN. 9908419705

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bagian ini menguraikan beberapa kajian pustaka yang merupakan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, konsep serta teori.

2.1 Tinjauan Pustaka penelitian terdahulu.

Penelitian mengenai Peran perempuan dalam pembangunan pariwisata oleh I Nyoman Darma Putra 2013, hal 2-5 dengan judul Peran perempuan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan: kisah empat pahlawan kuliner Bali. Dalam penelitian ini menekankan bahwa aspek budaya bali yaitu makan khas bali yang telah terbukti berkembang dan menjadi salah satu pendukung penting daya tarik pariwisata pulau bali. Secara spesifik artikel ini menelusuri perana perempuan bali yang kreatif dan inovatif dalam mengangkat makanan khas bali kepada masyarakat luas, khususnya pada wisatawan nusantara ataupun mancanegara. Peran wanita bali dalam mengembangan kuliner bali dalam konteks pembangunan wisata berkelanjutan atau resiprokalitas pembangunan pariwisata dengan pengembangan kuliner bali dengan melihat peran perempuan sebagi agensinya. Subyek penelitian ditekankan pada perempuan yang telah berhasil mengembangkan kuliner bali ke dunia luas. Kriteria pemilihan mereka bukan semata karena usahanya yang sukses tapi juga kreativitas mereka yang berhasil membuat citra kuliner bali terangkat dan sustainable dalam kehidupan sekarang dan dimasa 8 yang akan datang. Dalam dunia pariwisata perempuan mendapatkan peluang besar untuk bisa bekerja disektor ini. Sifat pekerjaannya pun masih berkaitan erat dengan dunia dan karakteristik pekerjaan perempuan di dunia. Sejumlah perempuan bali juga memainkan peranan penting dalam perkembangan pariwisata bukan saja sebagai pekerja tetapi sebagi pionir dan pengusaha pariwisata sukses. Penelitian ini memiliki relevansi yang sama yaitu mengkaji peranan perempuan dalam industri parwisata. Penelitian berikutnya berjudul The involvement of women in the tourism industri of Bali, Indonesia oleh Judie Cukier, Joanne Norris dan Geoffrey wall dalam The journal of development studies. Kajian mengenai keterlibatan perempuan bali dalam industri pariwisata yang menunjukkan adanya posisi gap antara perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan peluang untuk terlibat dalam industri pariwisata. Penelitian ini juga menekannkan perbedaan pada pengaruh perempuan dan laki-laki sebagai pekerja dalam industri pariwisata. Bentuk isu utama dalam penelitian gender sesungguhnya adalah bagaimana kontrol kekuasaan dan keadilan yang tidak semata- mata tergantung pada gender namun juga dipengaruhi oleh umur, ras, kelas, status dan pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pariwisata sebagai sektor industri jasa mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja khususnya di Bali. Tenaga kerja pariwisata merupakan orang-orang yang bergerak dari sektor tradisional yaitu pertanian dan perikanan menuju sektor jasa yang membeuka peluang besar bagi laki- laki ataupun 9 perempuan untuk terlibat di didalamnya. Namun posisi perempuan dalam industri pariwisata ditempatkan pada posisi dan pekerjaan yang sama dengan perempuan namun mereka dibayar dengan upah lebih rendah daripada laki-laki. Survey dalam penelitian ini dilakukan di daerah kedewatan dan wilayah pantai yaitu sanur dan kuta, bekerja di kios dan sebagai resepsionis hotel. Aktivitas pekerjaan yang mereka lakukan tidak berbeda dengan apa yang mereka lakukan dalam kehidupan tradisional sehari-hari misalnya menyapa wisatawan dengan cara tradisional sama seperti yang dilakukan juga di kios-kios. Hubungan antara laki – laki dan perempuan sebagai pekerja dalam industri pariwisata berimplikasi jangka panjang hal ini terlihat dari perempuan yang bekerja di pariwisata masih memegang peranan dalam keluarga dan kehidupan beragama. Perempuan yang bekerja lebih memilih membeli sarana upacara keagamaan dari pada yang tidak bekerja. Hal ini sangat jelas merefleksikan bahwa sikap perempuan berubah dipengaruhi faktor kesejahteraan ekonomi, pemanfaatan waktu ataupun kombinasi dari kedua hal ini. Hasil penelitian dengan melakukan wawancara kepada wanita 26 dan laki-laki 24 bekerja sebagai resepsionis hotel. Mengutip hasil survey UNDP 1992 yang menemukan bahwa proporsi pekerja hotel adalah 3:1. Pekerja laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Walapun latar belakang pendidikan perempuan sebanyak sarjana 58 dan laki-laki sarjana 29. Di kedewatan prempuan yang bekerja di kios sebanyak 46 dan laki-laki hanya 14, dominasi pekerja wanita yang sudah menikah dan mempunyai anak masih kecil dengan pertimbangan kemudahan anak mereka bisa 10 ikut bekerja sehingga pekerjaan ini dianggap ideal bagi mereka. Pemilik kios kebanyakan adalah orang –orang diluar bali kepemilikan kios lebih besar laki-laki 51 daripada perempuan 9 yang kenyataannya adalah perempuan bali. Barang-barang yang dijajakan juga berbeda pedagang laki-laki lebih banyak menjual jam dan kacamata sedangkan perempuan menjual gelang. Disebutkan juga sedikit perempuan bali yang bekerja sebagai pemandu wisata pada tahun 1990 pemandu wisata resmi perempuan hanya sekita 7. Hal ini sangat jelas menggambarkan perbedaan tipe pekerjaan di industri pariwisata dipengaruhi oleh gender. Andalusian women and their participation in rural tourist trade , sebuah penelitian oleh Maria Jose pardos Velasco yang mengkaji hubungan gender dalam aktivitas rural tourism di andalusia spanyol. Wawancara mendalam ditujukan kepada perempuan yang terlibat langsung dalam rural toruism di wilayah ini. Tiga hal utama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan perempuan dalam memilih aktivitas baru akibat terlalu seringnya terjadi perpindahan dalam perdagangan, alternatif pekerjaan yang dilakukan sehubungan dengan pariwisata ataupun tidak seperti, pemandu wisata dan pengerajin, ketiga bagaimana menyeimbangan pekerjaan dan peranan mereka sebagai istri dan ibu untuk keluarga. Hasil penelitian adalah perempuan di andalusiana yang terlibat di dalam rural tourism memiliki perbedaan dengan perempuan di spanyol utara dan timur walaupun aktivitas mereka sama. 11 Bansal dan Kumar 2011:1 menyatakan terdapat empat aspek berlaku umum dalam literatur mengenai pemberdayaan perempuan. Pertama untuk diberdayakan seseorang seharusnya tidak berdaya. Hal ini relevan ketika kita berbicara tentang pemberdayaan perempuan, misalnya, dalam suatu kelompok ada ketidak berdayaan dibandingkan dengan pria. Kedua pemberdayaan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga. Sebaliknya orang-orang yang akan diberdayakan harus mengklaim hal itu. Untuk mencapai pemberdayaan perempuan hal yang harus dicapai adalah dengan memfasilitasi perempuan untuk memberdayakan diri mereka sendiri. Ketiga, definisi pemberdayaan biasanya meliputi seseorang yang membuat keputusan mengenai hal- hal yang yang penting dalam hidup mereka dan mampu membawa mereka keluar dari kesulitan. Hal ini bisa saja dilakukan secara individu ataupun kolektif, tetapi beberapa bukti menyebutkan bahwa sementara ini perjuangan perempuan untuk pemberdayaan cenderung menjadi upaya kolektif, sementara pemberdayaan yang berorientasi pada intervensi pembangunan sering lebih fokus pada tingkat individu. Akhirnya pemberdayaan adalah proses yang berkelanjutan dan bukan produk Menurut PBB sekitar 1,3 miliar orang hidup dalam kemiskinan dan 70 persennya adalah perempuan. Perempuan bekerja untuk menopang kehidupan, bercocok tanam, memasak, mengurus anak, merawat orang tua, menjaga rumah, mengangkut air dilakukan oleh perempuan tanpa mendapatkan bayaran dan dianggap berstatus rendah. Perempuan hanya menghasilkan 10 persen dari pendapatan dunia. Apabila wanita bekerja, pekerjaan mereka mungkin terbatas pada satu jenis pekerjaan 12 yang dianggap cocok untuk wanita yaitu selalu dibayar rendah dan status posisi rendah. Didunia kepemilikan Perempuan terhadap bangunan dinyatakan kurang dari 1 persen. Sekitar dua pertiga perempuan di dunia diperkirakan tidak bisa membaca atau menulis dan tidak bersekolah Bangsal dan Kumar 2011:1. Perempuan sering dipandang sebagai warga negara kelas 2 terpinggirkan pada suatu kegiatan dan sangat terbatas dalam mendapatkan hak istimewa. Beberapa wanita berjuang untuk mendapatkan hak-hak bahkan hak yang paling mendasar. Salah satu tantangan terbesarnya adalah mencegah wanita untuk mendapatkan status yang sama dengan laki-laki dalam hal mencari nafkah hal ini terjadi khususnya di masyarakat pedesaan dan sangat tidak adil bagi perempuan. Degradasi lingkungan, eksploitasi budaya adalah berbagai bentuk dampak negatif dari perkembangan pariwisata, namun pemberdayaan perempuan dalam industri pariwisata merupakan salah satu hal yang berdampak positif. Pekerjaan yang paling umum untuk wanita di bidang pariwisata adalah pekerjaan dengan keterampilan rendah, posisi bergaji rendah yang sebenarnya memperkuat keberadaan stereotip gender. Kabir 2000 menyatakan apabila dikaitkan dengan kebudayaan dan komitmen dengan masyarakat, perempuan pada umumnya dibatasi oleh norma-norma, kepercayaan, adat istiadat dan nilai-nilai melalui masyarakat yang membedakan antara perempuan dan laki-laki Bansal dan Kumar 2011:2. Konsep pemberdayaan mencakup pengertian community development pembangunan masyarakat dan community based development pebangunan yang 13 bertumpu pada masyarakat, dan tahap selanjutnya muncul istiah community driven development pembangunan yang digerakkkan oleh masyarakat. Pemberdayaan di dalam proses pembangunan harus memuat dua strategi dasar yang memadukan dua tujuan sekaligus, yaitu pertumbuhan dan pemerataan. Dalam arus kontekstual, arah pemberdayaan hanya efektif apabila ditopang oleh tiga hal yaitu: 1. Pemihakan kepada yang lemah dan pemberdayaan mereka; 2. Pemantapan otonomi dan pendelegasian pemenang dalam pengelolaan hidup; dan 3. Moderisasi melalui penajaman dan pemantapan arah perubahan setruktur sosial ekinomi dan budaya yang bersumber pada peran masyarakat lokal. Suardana, mengidentifikasikan peran perempuan di sektor pariwisata sebagai salah satu usaha pemberdayaan perempuan akan sangat bermanfaat untuk pembinaan pariwisata Bali di masa yang akan datang karena beberapa alasan sebagai berikut: 1. Untuk memberikan kepastian bahwa pembangunan pariwisata perdesaan yang ditawarkan harus melihat proses. Keputusan kebijakan tentang pengembangan pariwisata masa depan merupakan cerminan dan peran dari pendapat para pelaku pariwisata, termasuk didalamnya adalah perempuandan kelompok ini benar-benar mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya atas kebijakan pengembangan pariwisata di Indonesia pada umumnya dan Bali pada khususnya. Pola pembangunan ini disebut dengan pola pemberdayaan masyarakat. 14 2. Untuk memberikan jaminan hak-hak perempuan terakomodasi secara baik, dalam setiap kepentingan pariwisata. 3. Untuk meyakinkan terlaksannya manajemen yang baik terhadap aset-aset pariwisata di Indonesia, seperti misalnya sumber alam, karena pariwisata memang didasarkan pada keberadaan sumber alam tersebut. 4. Untuk meyakinkan bahwa pariwisata memberikan keuntungan secara ekonomis, sosial dan budaya terhadap semua pelaku pariwisata stakeholders termasuk didalamnya adalah wanita. Scheyvens 200:236 dalam Suardhana menyatakan ada empat dimensi yang perlu dibahas untuk menentukan apakah perempuan sudah diberdayakan dalam kegiatan parwisata, di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Keempat dimensi tersebut meliputi pemberdayaan yang dilihat dari sudut ekonomi, sosial, psikologi serta politik.

2.2 Perempuan Bali

Dalam adat bali perempuan ditempatkan sebagai subordinasi karena pengertian yang keliru terhadap konsep purusa dan pradana. Konsep puusa dan oradana ada pada setiap laki -laki dan perempuan. Purusa adalah jiwa dan pradana adalah raga. Akan tetatpi relaisasinya purusa adalah jiwa sedangkan pradana adalah benda. Perempuan dalam theologi hindu merupakan suatu bagian yang sama besar, sama kuat, sama menentukan dan perwujudannya yang utuh seperti laki – laki. Perempuan Bali 15 memeliki kesetaraan dengan laki-laki sebagai dasar kebahagiaan rumah tangga Puspa, 2012 Terdapat dua hal yang dapat menggambarkan perempuan Bali, pertama semangat kerja yang hebat, kedua kedudukan terhadap warisan yang lemah. Perempuan Bali adalah perempuan yang kawin dengan laki-laki bali yang sama-sama beragama hindu dan akibat perkawinan tersebut mereka menjadi karma istri pada banjar dan desa adat. Perempuan bali memiliki watak kerja keras dan mau belajat untuk menjaga tradisi yang ada. Perempuan Bali adalah perempuan etnis bali ataupun bukan etnis bali yang bersedia menikah dengan laki laki bali beragama hindu dimana kehidupan kesehariannya mengikuti adat dan tradisi hindu Bali. Perempuan Bali dalam penelitian ini adalah perempuan Bali yang berkecimpung di industri pariwisata khsusnya industri spa khususnya therapis spa.

2.3. Industri SPA

Industri spa berkembang sangat dinamis, berubah-ubah, dan sangat sulit untuk di kategorisasikan. Hal ini membutuhkan berbagai macam ahli yang profesional termasuk para dokter, terapis, intrusktur spiritual serta fitnes trainer. Menentukan originalitas kategori spa sangat sulit dilakukan mengingat masing-masing negara di belahan dunia manapun memiliki cara-cara relaksasi dengan air yang berbeda-beda. Sejarah spa pada awalnya terbentuk sejak jaman romawi yunani kuno. Pemandian ini pada awalnya dibuat khusus hanya untuk para raja dan ratu di jaman itu ketertarikan 16 prosesi mandi inilah yang menyebabkan ritual pemandian khusus ini berkembang di masyarakat sehingga tebentuk pemandian khusus untuk masyarakat dan sering kali di gunakan dalam skala besar teruma oleh prajurit-prajurit setelah berperang Williams,2007:4 Di Eropa pada abad 18 dan 19 spa berkembang dengan ditemukan pertama kali di belgia sehingga disebut spa belgium. Trend spa pada masa ini lebih kepada sistem pengobatan dengan air yang dilakukan secara profesional dengan penambahan fasilitas-fasilitas restoran, kasino, teater dan hiburan lainnya. Banyaknya sumber mata air mengakibatkan perkembangan spa semakin meningkat ditambah kunjungan orang-orang yang ingin beristirahat dan relaksasi. Spa berasal dari bahasa latin ‘sparsa” dari “spagere” “sanus per aqua” “solus per aqua” atau sehat dengan air Wiiliams 2007:5. Industri spa pertama kali di perkenalkan oleh Jeffrey joseph di Amerika. Dia adalah orang pertama yang secara khusus menjual program “spa vacation” pada tahun 1987 semenjak itu spa telah masuk pada dunia industri dan berkembang Cohen dan Bodeker, 2008:68 Di tahun 1987 an industri spa berkembang dimasing masing belahan dunia dengan pelayanan dan produk yang berbeda-beda namun masih minim diketahui antar negara satu dengan yang lainnya. Kepopuleran air dalam konsep spa masih menjadi dasar perkembangan industri spa di era ini. akan tetapi, pada era millenium spa industri berkembang pesat dan memperluas konsepnya dengan gaya-gaya spa 17 yang muncul karena kebutuhan hidup, gaya hidup, fashion, perjalanan wisata dan kegiatan bisnis. Pada era millenium spa industri mulai berkolaborasi dengan para ahli kesehatan yang profesional. Di masa sekarang ini perkembangan spa dipengaruhi oleh trend demografi peminat spa, teknologi, ekonomi, isu lingkungan, politik dan dampak-dampak perkembangan spa. Cohen dan Bodeker 2008 69-80 Di Bali khususnya perkembangan spa sudah tidak bisa diragukan keberadaannya. Hampir dimasing-masing hotel berbintang memiliki fasilita spa, dan trend spa bali ini memperkenalkan kepada wisatawan spa dengan produk alami Bali dan perawatan serta pijatan ala bali. Spa di bali banyak ditemukan di kabupaten badung bagian selatan, menurut Rahyuda et al 2014: 110, spa di Bali dapat dikategorikan melalui definisi dan standar bentuk pelayanan spa . Spa diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu Hotelresort spa, day spa, salon spa, retreat spa Tabel 1. Klasifikasi hotelresort spa di Kabupaten Badung selatan Klasifikasi Resort spahotel spa Spa resort Spa Chain Spa Amenities Definisi Spa yang ada di dalam resor hotel yang memberikan pelayanan dan fasilitas spa yang mewah Spa yang ada di dalam hotel chain Yang mempunyai hubungan dlam kepemilikan an cara pengelolannya dengan perusahaan lainnya contoh: hotel sheraton Spa yang berlokasi di hotel namun kepemilikan dan pengelolaannya di kelola oleh pengelola di luar managemen hotel Lokasi spa Resor, pegunungan, daerah rural dan kepulauan Kota dan wilayah pariwisata Kota dan destinasi pariwisata 18 spa fasilitas Swiming pool dan wahana air lainnya Kolam berenang Kolam berenang Perawatan spa Spa, kebugaran dan kegiatan kesehatan Pelayanan spa dan kebugaran Pelayanan spa saja Minimum ruang perawatan spa 8 ruang interior dan ruang exterior 6 ruang interior 4 ruang interior Standar akomodasi Bintang 5 4 Bintang 5 Bintang 3 4 Sumber : Rahyuda et al 2014: 111 Tabel 2. Bentuk dan kegiatan yang diklasifikasikan sebagai day spa Day Spa Bentuk dan kegiatan Definisi Kegiatan pelayanan spa yang tidak berlokasi di hotel dan tidak menyediakan fasilitas akomodasi Lokasi Spa Pemukiman, perumahan, dan daerah pertokoan Spa fasilitas Menyediakan perawatan yang tidak terkait dengan kebugaran atau fitness dan kesehatan atau welness Perawatan Spa yang ditawarkan Lebih pada pelaksanaan kegiatan relaksasi Minimun ruang perawatan spa Mempunyai ruangan yang di bagi dengan pembatas ruangan dan dapat menampung lebih dari 12 orang Sumber: rahyuda et al 2014:112 Tabel 3. bentuk dan kegiatan yang diklasifikasikan sebagai salon spa Salon spa Bentuk dan kegiatan Definisi Kegiatan pelayanan spa yang juga memberikan pelayanan kecantikan seperti kecantikan dan perawatan wajah dan rambut. Lokasi Spa Pemukiman, perumahan, dan daerah pertokoan Spa fasilitas Menyediakan perawatan yang tidak terkait dengan kebugaran atau fitness dan kesehatan atau welness Perawatan Spa yang ditawarkan Lebih pada pelaksanaan kegiatan relaksasi dan kecantikan Minimun ruang perawatan spa Memiliki sedikit ruangan untuk kegiatan spa, dan menyediakan ruangan yang cukup luas untuk kegiatan salon. Sumber : Rahyuda et al 2014: 113 19

2.4 QOL

QOL mengacu pada kesejahteraan hidup suatu individu yang termasuk di dalamnya adalah aspek emosi, sosial dan fisik kehidupan seseorang. QOL merefleksikan perbedaan, gap antara harapan dan keinginan individu dalam pengalaman yang mereka rasakan. Nigade, Bhola 2014 Sejarah QOL adalah pergerakan dari indikator-indikator sosial yang dimulai pada akhir tahun 60an di Eropa. QOL dapat diukur pada level individu, keluarga, masyarakat dan komunitas tertentu. Penelitian - penelitian mengenai QOL telah banyak dilakukan dalam bidang studi kesehatan, pendidikan namun sedikit qol dikaitkan dengan QOL suatu kelompok masyarakat tertentu. Lane 1996 dalam Noll 2002:10 mendefinisikan QOL sebagai sebuah proses yang didalamnya terdapat elemen objective dan subyektif. QOL merupakan hubungan antara kedua elemen tersebut yang mana subyektif elemen terdiri dari perasaan bahwa hidup sejahtera, secara individu mengalami perkembangan kehidupan yang baik sedangkan elemen objektif lebih menekankan kepada kondisi hidup seseorang di lingkungannnya. QOL juga dapat didefinisikan sebagai kondisi baik kehidupan seseorang secara objective dan subyektif mengarah kepada kehidupan yang positif dan sejahtera. Schalock 1996 dalam Li dan Yang 2012:373 mendefiniskan QOL sebagai konstruk yang multidimensional dan interaktif dari bernagai aspek kehidupan manusia dan lingkungan tempat tinggalnya. QOL dapat diukur secara subjektif dan 20 objektif, Subjektif QOL meliputi kebahagiaan, kesejahteraan subjektif dan kepuasan. Fokus subyektif QOL adalah pengalaman pribadi seseorang dan persepsi terhadap kualitas hidupnya. Objektif QOL meliputi kualitas hidup sosial, ekonomi dan faktor kesehatan, konsep pengukuran QOL secara subjektif dan objektif digambarkan pada gambar 1 sebagai berikut yang diperoleh dari rangkuman pemikiran para ahli. Sumber:Genc 2012:151 dalam Hand Book of Tourism and Quality of life research

2.5 Teori Fungsionalis Struktural

Harding 1987 dalam Saptari dan Holzer 1997:63 menyatakan pendekatan atau analisis studi perempuan disebutkan memiliki tiga unsur yang merupakan sumbangan utama bagi studi perempuan yaitu: a. Sumber-sumber empiris dan teoritis yang terutama memperhatikan pengalaman perempuan QOL OBJEKTIF 1. aspek ekonomi GDP, Tingkat kemiskinan 2. Indikator sosial jumlah pengangguran, pendidikan rata- rata 3. harapan hidup 4. angka melek huruf SUBJEKTIF 1. kepuasan hidup secara keseluruhan 2. kepuasan terhadap pekerjaan 3. rasa aman 4. kesejahteraan sosial 5. kesejahteraan dalam kelarga 6. kepuasan materi 7. status sosial 21 b. tujuan baru dalam ilmu sosial yaitu mempunyai kegunaan bagi kaum perempuan dan c. bentuk hubungan antara peneliti dan subjek yang diteliti yang baru keduanya harus disejajarkan dan menjadi bagian dari sasaran analisis. Tokoh utama aliran ini adalah Talcott Parson dengan pandangannya adalah setiap masyarakat berfungsi hanya untuk mempertahan kelangsungan hidupnya apabila keteraturan sosial sosial order bisa dipertahankan. Setiap masyarakat agar dapt mempertahankan empat funngsi yang dijalankan oleh empat sub sistem yang berbeda. Pertama, Fungsi menyesuaikan diri dengan lingkungan disebut fungsi adaptasi. Fungsi ini dijalankan oleh subsistem ekonomi. Kedua, fungsi mencapai tujuan. Masyarakat mempunyai tujuan yang terumuskan dan menjadi arah segala kegiatan. Fungsi ini dijalankan oleh sub-sistem politik. Ketiga, fungsi intergrasi yang dijalankan oleh subsistem hukum dan agama, yaitu bahwa setiap unsur dalam masyarakat harus terjalin dan tidak berlawanan. Keempat fungsi mempertahankan pola. Artinya bentuk hubungan sosial yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut harus dipertahankan melalui aturan dan nilai. Subsistem yangbertanggung jawab menjalankan fungsi ini adalah keluarga dan pendididkan Saptari dan Holzer,1997:64-65 . Keluarga memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas masyarakat fungsi keempat karena dalam konsep keluarga proses sosialisasi 22 berlangsung dan pean nilai sosial yang berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan sistem sosial yang diajarkan pada anggotanya. Dalam keluarga inlah posisi perempuan ditempatkan. Karena setiap sistem itu secara potensial mempunyai ketegangan dan ketidakseimbangan, terciotalah struktur internal yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan fungsional setiap sistem tersebut. Struktur internal ini, antara lain, terwujud dalam segregasi peran atas dasar jenis kelamin yang muncul dua peranan: a peranan instrumental yang mengharuskan hubungan antara keluarga dan masyarakat yang lebih luas yang dijalankan oleh laki – laki b peranan ekspresif yang mengurus struktur internal dan fungsi-fungsi dalam keluarga yang dijalankan oleh perempuan Saptari dan Holzer 1997:65.

2.6 Teori Bottom Up Spilover

Andrews and Withey, 1976; Campbell et al., 1976; Diener, 1984 dalam Lee dkk 2005 :2 menyatakan bahwa Teori Bottom up spillover adalah sebuah model yang menghubungkan antara aspek kehidupan individu dengan kualitas hidupnya. Teori ini meyatakan bahwa kualitas hidup individu memeiliki pengaruh terhadap kualitas hidup secara menyeluruh. Techatassanasoontorn, Tanvisuth 2008:8 Teori- teori spillover dalam kualitas hidup memiliki dua pandangan yaitu Bottom- up vertikal dan spillover Horizontal. Teori bottom-up spillover menunjukkan 23 hubunganantara kepuasan dalam berbagai aspek kehidupan dan kepuasan kehidupan secara global. Secara khusus, teori membangun dua pemahaman:1 kepuasan hidup secara menyeluruh merupakan fungsi dari kepuasan dalam berbagai aspek kehidupan misalnya , keluarga , kesehatan , pekerjaan, pendidikan , dan 2 Kepuasan dalam aspek kehidupan tertentu adalah fungsi dari berbagai peristiwa dan pengalaman yang dirasakan terkait dengan aspek kehidupan tersebut. Pada dasarnya, teori Spillover Bottom- up terkait dengan peristiwa dan pengalaman yang mempengaruhi masing- masing aspek kehidupan serta menyebar secara vertikal untuk menentukan kepuasan hidup tertinggi yaitu kepuasan hidup secara meyeluruh. Teori Horizontal Spillover menunjukkan bahwa kepuasan dan ketidak puasan dalam kehidupan seseorang terhadap salah satu aspek kehidupan akan mempengaruhi aspek kehidupan lainnya Sebagai contoh, pengalaman dalam memanfaatkan waktu luang dengan baik akan mempengaruhi aspek kehidupan kerja seseorang dimana level stress menjadi turun. Hierarki Maslow 1970 secara teoritis menjelaskan tentang efek dari spillover horisontal. Tujuh kebutuhan manusia dari kebutuhan tertinggi hingga rendah meliputi kebutuhan biologis misalnya,makanan,air,oksigen, kebutuhan keamanan fisik dan keamanan psikologis, kebutuhan sosial misalnya,relasi,persahabatan,keluarga, kebutuhan harga diri misalnya,kebutuhan keberhasilan,prestasi, pengakuan,penghormatan Kebutuhan kognitif misalnya, perlu untuk pengetahuan, makna, estetika misalnya,apresiasi 24 keindahan,keseimbangan,bentuk, dan aktualisasi diri misalnya,perlu untuk kreativitas ,ekspresi diri, integritas. Techatassanasoontorn, Tanvisuth 2008:9. Moleong 2013 teori dapat memberikan gambaran bahwa pandangan atau paradigmanya dapat menyusun konsep-konsep untuk meramalkan fenomena- fenomena yang diamati. Dari segi fungsi teori dapat mensistematiskan penemuan- penemuan penelitian, mendorong pembentukan hipotesis, membuat ramalah-ramalan terhadap fenomena serta memberikan penjelasan terkait penelitian. Teori Fungsional struktural dan teori bottom up spilover adalah dua teori yang memiliki pengaruh terhadap penelitian ini karena teori-teori ini dapat memberikan padanga peranan perempuan dalam industri pariwisata spa serta aspek aspek yang dapat memepengaruhi kualitas hidup perempuan Bali pada khsusunya di industri pariwisata spa. 25 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perempuan Bali khususnya bagi mereka yang bekerja di Spa pada negara-negara tertentu. Latar belakangnya karena semakin banyak perempuan yang memilih bekerja keluar negeri khususnya sebagai terapis. Kajian penelitian ini juga terfokus pada kualitas hidup perempuan Bali yang secara langsung akan diungkapka melalui pendapat para terapis tersebut yang dituangkan dalam bentuk tulisan ini. manfaat penelitian ini adalah untuk mengungkapkan perempuan bali yang bekerja menjadi terapis dari segi kehidupan ekonomi dan sosial yang mereka jalanani diluar negeri dan setelah mereka datang kembali kekelurganya. Kualitas hidup yang mereka rasakan akan diungkap dari beberapa faktor seperti ekonomi, kesehatan dan pandangan mereka terhadap image perempuan Bali yang pada kenyataannya berdampak negatif bagi perkembangan industri pariwisata spa di Bali pada khususnya. 26

BAB IV METODE PENELITIAN