commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Negara Amerika Serikat merupakan negara maju yang dikenal sebagai pusat perekonomian di dunia. Amerika Serikat pun mencatat sejarah kelam
dalam perekonomian karena mengalami krisis ekonomi pada tahun 2008 yang diawali dengan kebangkrutan Leman Brothers yang merupakan salah satu
perusahaan investasi atau bank keuangan senior dan terbesar keempat di Amerika Serikat. Krisis tersebut terus merambat ke sektor riil dan non-
keuangan di seluruh dunia. Krisis keuangan di Amerika Serikat pada awal dan pertengahan tahun 2008 telah menyebabkan menurunnya daya beli
masyarakat Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di seluruh dunia.
Krisis global berdampak dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009
merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya
lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan
memicu terjadinya krisis ekonomi.
commit to user
Indonesia merupakan negara yang masih sangat bergantung dengan aliran dana dari investor asing, dengan adanya krisis global ini secara
otomatis para investor asing tersebut menarik dananya dari Indonesia. Hal ini berakibat jatuhnya nilai mata uang kita. Aliran dana asing yang tadinya akan
digunakan untuk pembangunan ekonomi dan untuk menjalankan perusahaan- perusahaan hilang, banyak perusahaan yang tidak berdaya, yang pada
ujungnya negara kembalilah yang harus menanggung hutang perbankan dan perusahaan swasta. Berdasarkan kondisi ini banyak perusahaan di Indonesia
yang mengalami krisis keuangan, sehingga dapat menimbulkan potensi kebangkrutan.
Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan
merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat
berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan
keputusan, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Foster 1986 dalam Luciana
menyatakan empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu:
1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu.
commit to user
2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan.
3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan. 4. Untuk mengkaji hubungan empiris antara rasio keuangan dan estimasi
atau prediksi variabel tertentu seperti kebangkrutan atau financial distress.
Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat maka dilakukan penelitian mengenai manfaat laporan keuangan. Salah satu bentuk
penelitian mengenai manfaat laporan keuangan untuk tujuan memprediksikan kinerja suatu perusahaan seperti kebangkrutan dan financial distress.
Penurunan kinerja keuangan yang sering disebut sebagai financial distress dapat dialami oleh berbagai perusahaan besar ataupun kecil dari berbagai
sektor industri Shcuppe, 2005. Dalam siklus hidup perusahaan, penurunan kinerja keuangan dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal
Francis Desai, 2005. Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis
kelemahan dan kekuatan di bidang financial sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa datang. Rasio
keuangan dapat memberikan indikasi mengenai perusahaan, memiliki kas yang cukup atau tidak untuk untuk memenuhi kewajiban financial-nya,
besarnya piutang yang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik dan struktur modal yang sehat
commit to user
sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai.
Kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan bisa bervariasi antara kesulitan likuiditas, yaitu perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban
sementara waktu, sampai dengan kesulitan solvabilitas yaitu kewajiban financial perusahaan sudah melebihi kekayaannya. Apabila prospek
perusahaan dirasa tidak memberikan harapan, maka likuidasi terpaksa ditempuh.
Sebelum kebangkrutan terjadi, perusahaan mengalami financial distress yaitu kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan terancam
bangkrut. Pada umumnya kemungkinan terjadi financial distress semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang.
Banyak model atau teknik yang dapat digunakan dalam memprediksi tentang potensi kebangkrutan. Rasio keuangan merupakan salah satu
informasi yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kinerja perusahaan. Salah satu teknis yang digunakan dalam analisis kebangkrutan
perusahaan adalah dengan menggunakan analisis diskriminan yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan, dan menggunakan
model yang dinilai Z Z-Score. Z-Score adalah skor yang ditentukan dari tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Penelitian tentang studi prediksi kebangkrutan pertama kali dilakukan oleh Beaver 1966 yang menggunakan dua rasio keuangan pada lima tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan. Dalam studinya, Beaver membuat enam
commit to user
kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analisis yaitu menghubungkan tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio yang mana yang
paling baik digunakan sebagai prediktor. Rasio keuangan tersebut terdiri dari cash flow ratios net income ratios, debt to total assets to content debt ratio,
turn over ratios liquid assets to total assets ratio. Dari 6 kelompok rasio tersebut, Beaver menemukan bahwa rasio dari aliran kas terhadap kewajiban
total merupakan prediktor yang paling baik untuk menentukan tingkat kebangkrutan perusahaan. Dalam studi ini Beaver menemukan bahwa rasio
keuangan terbukti sangat berguna untuk prediksi kebangkrutan dan dapat digunakan untuk membedakan secara akurat perusahaan yang akan bangkrut
dan yang tidak. Platt dan Platt 2002 melakukan penelitian terhadap 24 perusahaan
yang mengalami financial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami financial distress, dengan menggunakan model logit mereka berusaha untuk
menentukan rasio keuangan yang paling dominan untuk memprediksi adanya financial distress. Temuan dari penelitian ini adalah: Variabel EBITDAsales,
current assetscurrent liabilities dan cash flow growth rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami
financial distress. Semakin besar rasio ini, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Sedangkan variabel net fixed
assetstotal assets, long-term debtequity dan notes payabletotal assets, memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan perusahaan akan
mengalami financial distress.
commit to user
Penelitian yang dilakukan oleh Luciana dan Meliza 2003 memberikan bukti bahwa rasio net incometotal assets,shareholder equitytotal assets,
retained earningtotal asset, dan total debttotal assets dapat digunakan untuk memprediksi probabilitas perusahaan yang mengalami kondisi financial
distress. Penelitian yang dilakukan oleh Arnab Bhattacharjee dan Jie Han 2010
menguji faktor mikro ekonomi dan makro ekonomi terhadap financial distress pada perusahaan bursa efek di China selama periode transisi ekonomi
1995-2006. Hasilnya mengindikasikan bahwa variabel makro ekonomi dan faktor institute berdampak pada financial distress. Variabel mikro ekonomi
yang diteliti oleh Jie Han 2010 menggunakan ukuran perusahaanprofitabilitas, struktur financial, dan cash flow sedangkan variabel
makro ekonomi dalam penelitian ini menggunakan siklus bisnis, tingkat suku bunga dan kurs.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH INDIKATOR MAKRO DAN MIKRO TERHADAP PREDIKSI
KEBANGKRUTAN Studi kasus pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009”
commit to user
B. PERUMUSAN MASALAH