commit to user
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. LAPORAN KEUANGAN
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu yang
merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomi suatu perusahaan Syafri, 2002 : 105.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi Kuswadi, 2004 : 13-14.
3. Pengguna Laporan Keuangan
1 Pemilik Perusahaan 2 Manajemen Perusahaan
3 Investor 4 Kreditur atau Banker
5 Pemerintah dan Regulator 6 Bagi lembaga pemerintahan lainnya, bisa menjadi bahan penyusunan
data dan statistik
commit to user
7 Analisis, akademis, Pusat Data Bisnis
4. Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut: 1 Neraca
Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal
perusahaan tertentu yang bertujuan menunjukkan posisi keuangannya.
2 Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi adalah laporan yang sistematis tentang penghasilan,
biaya, laba rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. 3 Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal adalah laporan yang sistematis tentang peningkatan atau penurunan kekayaan perusahaan dalam periode
tertentu. 4 Laporan Arus Kas cash flow
Laporan arus kas adalah laporan yang melaporkan penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan menurut
aktivitas operasi, investasi dan pendanaan serta berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas.
5 Catatan atas Laporan keuangan Catatan atas laporan keuangan adalah penjelasan naratif atau rincian dari
jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan.
commit to user
5. Analisis Laporan Keuangan
Menurut Leopold A. Bernstein, dalam Yulia Purwanti 2005 analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam
rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan untuk
menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang Dwi Prastowo dan Rifka
Juliaty, 2002:52.
Tujuan analisis laporan keuangan menurut Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty 2002:53 dalam Yulia Purwanti 2005 antara lain:
1. Sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau merger.
2. Sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan di masa datang.
3. Sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi atau masalah lainnya.
4. Sebagai alat evaluasi terhadap manajemen. Tehnik analisis laporan keuangan dikategorikan menjadi dua metode,
yaitu Dwi Prastowo:54 dalam Yulia Purwanti 2005: 1. Metode analisis horizontal, adalah metode analisis yang dilakukan
dengan cara membandingkan laporan keuangan oleh beberapa periode sehingga dapat diketahui perkembangan dan
commit to user
kecenderungannya. Metode ini terdiri dari empat analisis, antara lain:
a. Analisis komparatif comparative financial statement analysis Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah neraca, laporan
laba rugi atau laporan arus kas yang berurutan dari satu periode ke periode berikutnya.
b. Analisis trend Adalah suatu metode atau tehnik analisa untuk mengetahui
tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. Sebuah alat yang berguna
untuk perbandingan tren jangka panjang adalah tren angka indeks. Analisis ini memerlukan tahun dasar yang menjadi
rujukan untuk semua pos yang biasanya diberi angka indeks 100. Karena tahun dasar menjadi rujukan untuk semua
perbandingan, pilihan terbaik adalah tahun dimana kondisi bisnis normal.
c. Analisis arus kas cash flow analysis Adalah suatu analisa untuk sebab-sebab berubahnya jumlah
uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu. Analisis ini
terutama digunakan sebagai alat untuk mangevaluasi sumber dana penggunaan dana. Analisis arus kas menyediakan
pandangan tentang bagaimana perusahaan memperoleh
commit to user
pendanaannya dan menggunakan sumber dananya. Walaupun analisis sederhana laporan arus kas memberikan banyak
informasi tentang sumber dan penggunaan dana, penting untuk menganalisis arus kas secara lebih rinci.
d. Analisis perubahan laba kotor gross profit analysis Adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan
laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang
dibudgetkan untuk periode tersebut. 2. Metode analisis vertikal, adalah metode analisis yang dilakukan
dengan cara menganalisis laporan keuangan pada periode tertentu. Metode ini terdiri dari tiga analisis, antara lain:
a. Analisis common – size Adalah suatu metode analisis untuk mengetahui prosentase
investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktiva dan untuk mengetahui struktur modal dengan komposisi anggaran
yang dihubungkan dengan jumlah penjualan. Analisis common size menekankan pada 2 faktor, yaitu:
1 Sumber pendanaan, termasuk distribusi pendanaan antara kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar dan ekuitas.
2 Komposisi aktiva, termasuk jumlah untuk masing-masing aktiva lancar dan aktiva tidak lancar.
commit to user
b. Analisis impas break – even Adalah analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus
dicapai oleh perusahaan agar perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi belum memperoleh keuntungan yang
diharapkan. Dengan analisa break-even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai
tingkat penjualan. c. Analisis ratio
Analisis ratio adalah suatu cara untuk menganalisis laporan keuangan yang mengungkapkan hubungan matematik antara
suatu jumlah dengan jumlah lainnya atau perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya.
B. RASIO KEUANGAN
Beberapa studi telah menguji penggunaan informasi analisis keuangan dengan menggunakan rasio keuangan yang dihitung dari informasi yang
terdapat dalam laporan keuangan, untuk menggambarkan hubungan antara rasio keuangan dengan perubahan kondisi ekonomi pada suatu negara. Pada
umumnya analisis terhadap rasio merupakan langkah awal dalam analisis
keuangan guna menilai prestasi dan kondisi keuangan pada perusahaan.
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari perbandingan antara satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan
yang relevan dan signifikan. Misalnya antara hutang dan modal, antara kas dan
commit to user
total asset, antara harga pokok produksi dengan total penjualan, dan sebagainya.
Menurut Kuswadi 2004:187 dalam Nur Fitriyani 2008 analisa rasio dapat digunakan untuk menilai:
a. Kemampuan laba profitability ratio b. Kemampuan likuiditas liquidity ratio
c. Aktivitas activity ratio d. Efisiensi dan efektivitas penggunaan dana dan biaya
Menurut Agus Sartono 2001, 115 rasio keuangan yang sering digunakan adalah:
a. Rasio Likuiditas Menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan
kewajiban jangka pendeknya. Beberapa rasio likuiditas ini adalah sebagai berikut:
1 Rasio Lancar = 2 Rasio Cepat =
3 Rasio Kas atas Hutang Lancar = b. Solvabilitas
Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan di
likuidasi. Rasio Solvabilitas antara lain:
commit to user
1 Debt to Equity Ratio = 2 Debt Ratio =
3 TIE = c. Profitabilitas
Menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan dan sebagainya. 1 Net Profit Margin =
2 Asset turn over = 3 Return on Equity =
4 Return on Asset = 5 Basic Earning Power =
d. Rasio Aktivitas Menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam
menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya.
Rasio ini antara lain:
1 Inventory Turnover =
commit to user
2 Receivable Turnover =
3 Total Assets Turnover =
4 Fixed Asset Turn Over =
5 DSO =
Sedangkan Altman menggunakan rasio-rasio tertentu untuk prediksi kebangkrutan perusahaan, yaitu:
a. Modal Kerja total aktiva Working Capital Total Assets b. Laba ditahan total aktiva Retained Earning Total Assets
c. Laba sebelum bunga dan pajak total aktiva EBIT Total Assets d. Harga pasar ekuitas total utang Market Value Equity Book Value
of Total Debt e. Penjualan total aktiva Sales Total Assets
C. KEBANGKRUTAN
Manajemen cukup sering mengalami kegagalan dalam membesarkan perusahaan, akibatnya prospek perusahaan tidak terlihat jelas. Perusahaan
menjadi tidak sehat bahkan berkelanjutan mengalami krisis yang berkepanjangan akhirnya akan mengarah pada kebangkrutan. Kebangkrutan
bankruptcy biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
commit to user
menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Supardi, 2003 : 79 dalam Aprilia Nugraheni 2005.
Menurut Martin 1995 dalam Supardi Mastuti 2003, kebangkrutan didefinisikan ke dalam beberapa pengertian yaitu:
1. Economic Distress, berarti perusahaan kehilangan uang atau pendapatan sehingga tidak mampu menutup biaya sendiri karena
tingkat laba yang lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dan arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan
terjadi bila arus kas perusahaan sebenarnya jauh di bawah arus kas yang diharapkan atau tingkat pendapatan atas biaya historis dan
investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan yang dikeluarkan untuk biaya investasi.
2. Financial Distress, berarti kesulitan dana untuk menutup kewajiban perusahaan atau kesulitan likuiditas yang di awali
dengan kesulitan ringan sampai pada kesulitan yang lebih serius, yaitu jika hutang lebih besar dibandingkan asset. Definisi financial
distress yang lebih pasti sulit dirumuskan tetapi terjadi dari kesulitan ringan sampai berat.
Menurut Suwarsono tahun 1996 dalam Aprilia Nugraheni,2005 Adnan dan Taufiq, 2001:187 ada beberapa tanda atau indikator manajerial dan
operasional yang muncul ketika perusahaan akan mengalami kebangkrutan yaitu:
commit to user
1 Indikator dari lingkungan bisnis Pertumbuhan ekonomi dan aktivitas ekonomi pembentuknya
memberikan indikasi bagi manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan ekspansi usaha. Pertumbuhan ekonomi yang rendah menjadi
indikator yang cukup penting pada lemahnya peluang bisnis. Tersedianya kredit dan aktivitas pasar modal dapat digunakan sebagai indikator
mudah atau sulitnya, mahal atau murahnya dana yang diperlukan. Meningkatnya populasi bisnis dapat digunakan sebagai indikator
meningkatnya persaingan dan semakin berkuranganya laba potensi yang dijanjikan karena adanya perubahan struktur pasar.
2 Indikator internal Sinyal kegagalan yang dapat ditemukan pada variabel internal dapat
dijumpai pada setiap tahapan daur kehidupan organisasi, awal pertumbuhan, pertengahan dan kedewasaan. Untuk disebut sebagai
perusahaan yang sakit manajemen tidak perlu menunggu munculnya semua indikator. Adanya beberapa indikator sudah cukup tanda tidak
sehatnya suatu perusahaan. Tidak berbeda dengan indikator yang berasal dari lingkungan bisnis, permasalahan akan menjadi lebih kompleks jika
terjadi interaksi antar indikator. 3 Indikator kombinasi
Seringkali perusahaan yang sakit disebabkan oleh interaksi atau kombinasi antara ancaman yang datang dari lingkungan bisnis dan
commit to user
kelemahan yang berasal dari variabel internal yang mengakibatkan perusahaan berkemungkinan mengalami kebangkrutan.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBANGKRUTAN
Dalam Darsono dan Ashari 2005 dalam Daulat Sihombing 2008, secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa
berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasional
perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.
Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi:
1. Manajemen yang tidak efisien mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar
kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.
2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang- hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar mengakibatkan biaya
bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabakan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga merugikan
karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.
3. Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan
commit to user
ini mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutan perusahaan. Kecurangan dapat berupa manajemen
yang korup atau memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.
Sedangkan, faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan adalah sebagai berikut:
1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah
sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan
dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan
bahan baku pada satu supplier sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.
3. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang diberikan
kepada debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan
penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi
commit to user
perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor agar
dapat melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan. 4. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat
fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik
dan juga membina hubungan baik dengan kreditor. 5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu
memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan
menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi kepada
pelanggan. 6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi
oleh perusahaan. Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dibagi menjadi dua Arnab
Bhattacharjee dan Jie Han, 2010 yaitu: 1. Makro Ekonomi
a. Nilai Tukar Kurs Kurs merupakan nilai tukar mata uang suatu negara terhadap
mata uang negara lain. Mata uang internasional yang selalu dijadikan standar mata uang negara-negara di dunia adalah Dollar
Amerika USD. Salah satu alasannya, adalah karena USD
commit to user
memiliki nilai tukar yang relatif konstan terhadap mata uang manapun.
Nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal digunakan dalam
sehari-hari seperti misalnya berapa rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu Dollar Amerika, sedangkan nilai tukar riil
adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan
harga-harga di luar negeri. b. Tingkat Suku Bunga
Menurut Nopirin 1996, Suku Bunga adalah biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan
merupakan imbalan bagi pemberi atas investasinya. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1 Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara
umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
2 Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga
nominal dikurangi laju inflasi.
commit to user
2. Mikro Ekonomi a. Profitabilitas
Rasio profitabilitas, digunakan untuk mengukur seberapa efektif pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan
keuntungan. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, asset, dan modal
saham tertentu. Ada tiga rasio profitabilitas yaitu: 1 Profit Margin on Sales, dihitung dengan cara membagi laba
setelah pajak dengan penjualan. Profit margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
pada tingkat penjualan tertentu. 2 Return on Total Assets, perbandingan antara laba setelah pajak
dengan total aktiva guna guna mengukur tingkat pengembalian investasi total. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu. 3 Return on Net Worth, perbandingan antara laba setelah pajak
dengan modal sendiri guna mengukur tingkat keuntungan investasi pemilik modal sendiri. Rasio ini mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu.
b. Struktur Modal Menurut Martono dan Agus Harjito 2005 : 5, struktur
modal capital struktur adalah perbandingan atau imbangan
commit to user
pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri.
Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal dari modal saham, laba ditahan dan cadangan.
Menurut Warsono 1998 struktur modal perusahaan secara umum terdiri dari 2 dua komponen, yaitu:
1. Hutang jangka panjang long term debt, yaitu hutang yang masa jatuh tempo pelunasannya lebih dari sepuluh tahun.
Komponen terdiri dari: hutang hipotik, dan obligasi. 2. Modal sendiri equity, yaitu terdiri dari saham preferen,
saham biasa dan laba ditahan. c. Aliran Kas Cashflow
Aliran kas atau sering disebut cash flow merupakan tabel yang menunjukkan besarnya penerimaan kas serta pengeluaran kas
pada suatu periode misalnya satu tahun. Apabila perusahaan mengalami defisit terus menerus, maka
saldo kas semakin lama akan menjadi semakin kecil. Dalam keadaan semacam ini, manajemen perusahaan harus menentukan
kebijakan pembelanjaan yang tepat, sehingga perusahaan dapat terhindar dari keadaan kekurangan uang kas.
Melalui aliran kas ini manajemen perusahaan akan dapat mengetahui kapan perusahaan tersebut mempunyai saldo kas yang
cukup besar serta kapan perusahaan tersebut kekurangan uang kas.
commit to user
Dengan diketahuinya keadaan ini perusahaan akan dapat menyiapkan diri lebih dini sehingga tidak terjebak di dalam
kesulitan keuangan.
E. PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau
kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya potensi kebangkrutan. Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam
keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri biasanya diartikan sebagai suatu keadaan
atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan
ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat dicapai yaitu profit,
sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan
mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada
kebangkrutan.
commit to user
Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi:
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam
memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan
pembayaran kembali pokok dan bunga. 3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab
mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk
mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dalam antitrust regulation.
5. Auditor. Prediksi financial distress dapat menjdi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung fee akuntan dan pengacara
dan biaya tidak langsung kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan. Sehingga dengan adanya model prediksi financial
distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan
commit to user
otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
F. PENGUKURAN FINANCIAL DISTRESS
Sangat sulit untuk mendefinisikan secara obyektif tahap permulaan adanya kondisi financial distress, sehingga dilakukan pengukuran financial distress
oleh beberapa peneliti: 1. Edward I. Altman 1968
Pada tahun 1968 Altman meniliti manfaat laporan keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Dalam penelitian dengan metode multiple
discriminant analysis MDA tersebut, Altman menemukan formula yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan dengan
istilah yang sangat terkenal yaitu Z-score. Z-score adalah skor yang ditentukan dari lima rasio keuangan yang masing-masing dikalikan dengan
bobot tertentu dan akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan
perusahaan dengan rumus sebagai berikut:
+
+ +
+ Di mana:
= working capitaltotal assets
= retained earningtotal assets
= earning before interest and taxtotal assets
= market value of equitybook value of debt
commit to user
= salestotal assets
Apabila Z-score lebih tinggi dari 2,99; maka perusahaan tersebut termasuk dalam sektor perusahaan non-bankrupt, jika Z-score kurang dari
1,81 termasuk perusahaan yang mempunyai kemungkinan bangkrut dan jika Z-score antara 1,81 – 2,99 didefinisikan sebagai zone of ignorance
atau grey area. Jika perusahaan tidak go public maka nilai pasar saham tidak bisa dihitung sehingga Altman menggunakan nilai buku saham biasa
dan saham preferen untuk mengganti nilai pasar saham market value of equity dan kemudian mengembangkan model diskriminan
kebangkrutannya menjadi:
+
+ +
+ Nilai Z kritis yang ditemukan yaitu 1,2; jika Z-score kurang dari 1,2
maka termasuk perusahaan yang mempunyai kemungkinan bangkrut, jika Z-score antara 1,2 – 2,90 termasuk dalam zone of ignorance. Sedangkan
jika Z-score lebih dari 2,90 maka termasuk dalam perusahaan non- bankrupt. Model tersebut kemudian dapat digunakan untuk perusahaan
yang go public dan tidak go public Hanafi, 2004. 2. Richard Taffler 1983
Sejalan dengan Altman, Taffler 1983 menggunakan model diskriminan dalam pengukuran financial distress, dengan menggunakan Z-
score dengan elemen yang berbeda sebagai berikut:
+
+ +
+
commit to user
Di mana: =
profit before tax current liabilities =
current assets total liabilities =
current liabilities total assets =
no‐credit interval = Di
mana: CA
current assets CL
current liabilities PBT
profit before tax adalah faktor yang mengukur profitabilitas,
adalah faktor yang mengukur posisi modal kerja,
mengukur risiko keuangan, dan mengukur likuiditas. Jika Z-score negatif maka perusahaan mempunyai
resiko kebangkrutan, sedangakan jika Z-score positif mengindikasikan perusahaan tidak beresiko bangkrut Agarwal Taffler,2002.
Model ini banyak digunakan di Inggris untuk mengetahui kesehatan keuangan perusahaan, dan pertama kali dikembangkan tahun 1977 untuk
menganalisa industri manufaktur dan konstruksi.
G. PENELITIAN TERDAHULU
Studi mengenai kebangkrutan perusahaan pertama kali dikemukakan oleh Beaver 1966 di Amerika Serikat yang menggunakan 29 rasio keuangan
perusahaan pada lima tahun sebelum kebangkrutan. Sampel yang digunakan
commit to user
sebanyak 79 perusahaan gagal dan 79 perusahaan sehat. Tujuan penelitiannya yaitu mengetahui apakah rasio-rasio keuangan terpilih bisa digunakan untuk
mendeteksi kebangkrutan dan berapa lama kebangkrutan tersebut terjadi sejak rasio-rasio keuangan mengalami penurunan atau menjadi tidak sehat. Beaver
membuat enam kelompok rasio, yaitu: cash flow ratios, net income rasio, debt- to-total asset rasio, liquid asset-to-current ratios, turn over ratios dan liquid
asset-to-total asset ratios. Dari keenam kelompok rasio tersebut, Beaver mengemukakan bahwa rasio dari aliran kas cash flows terhadap kewajiban
total total debt merupakan prediktor yang baik untuk menentukan tingkat kebangkrutan sebuah perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi 2003 disebutkan bahwa rasio financial leverage yaitu variabel hutang lancar dibagi
dengan total aktiva CLTA. Koefisien dalam variabel ini bertanda negatif, artinya variabel CLTA memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress
suatu perusahaan. McCue 1991 mendefinisikan financial distress sebagai arus kas negatif
sedangkan Hofer 1980 dan Whitaker 1999 mendefinisikan financial distress sebagai perubahan harga ekuitas.
Berdasarkan penelitian Yuliani 2010 bahwa rasio keuangan profit margin, ROA, net working capital to assets ratio, CFTS, dan CFTL merupakan
variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap peluang terjadinya financial distress.
commit to user
Penelitian yang dilakukan oleh Hofer 1980 dan Whitaker 1999 mendefinisikan financial distress sebagai suatu kondisi perusahaan mengalami
laba bersih net income negatif selama beberapa tahun. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Luciana 2004 mendefinisikan kondisi financial distress
sebagai suatu kondisi dimana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di
merger. Platt dan Platt 2002 dan Almilia dan Kristijadi 2003 menggunakan
rasio keuangan yang berasal dari informasi dan di dalam neraca dan laporan rugi laba. Almilia mengembangkannya dengan menambahkan informasi dari
laporan arus kas untuk memprediksi kondisi financial distress menggunakan analisis multinomial logit. Atmini dan Wiryana 2005 menggunakan laba dan
arus kas sebagai indikator kondisi financial distress suatu perusahaan. Altman 1968 merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan
analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dengan menggunakan analisis diskriminan, fungsi diskriminan
akhir yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan memasukkan rasio-rasio keuangan berikut: working capitaltotal assets,
retained earningstotal assets, earning before interest and taxestotal assets, market value equitybook value of total debt, salestotal assets. Secara umum
disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan tersebut bisa digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan, dengan pendekatan multivariate.
commit to user
Hasil penelitian dari Sesilia 2009 menunjukkan variabel working capitaltotal asset, retained earningtotal asset, Current Ratio, Quick Ratio,
dan rata-rata umur persediaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kebangkrutan. Sedangkan EBITtotal assets, rata-rata umur piutang, ROA,
dan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kebangkrutan. Cheng et.al 2006, melakukan penelitian dengan menggunakan 21
variabel. Hasil penelitian menunjukkan signifikan negatif pada variabel ROA dan positif pada variabel cash flow adequacy ratio terhadap financial distress.
Platt dan Platt 2002 melakukan penelitian terhadap 24 perusahaan yang mengalami financial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami
financial distress, dengan menggunakan model logit mereka berusaha untuk menentukan rasio keuangan yang paling dominan untuk memprediksi adanya
financial distress. Temuan dari penelitian ini adalah: Variabel EBITDAsales, current assetscurrent liabilities dan cash flow growth rate memiliki hubungan
negatif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan
mengalami financial distress. Sedangkan variabel net fixed assetstotal assets, long-term debtequity dan notes payabletotal assets, memiliki hubungan
positif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Atmini 2005 juga meneliti mengenai manfaat laba dan arus kas untuk
memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan Textile Mill Products dan Apparel And Other Textile Products. Hasil dari penelitian ini membuktikan
commit to user
bahwa model laba merupakan model yang lebih baik daripada model arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress.
Penelitian yang dilakukan oleh Luciana dan Meliza 2003 memberikan bukti bahwa rasio net incometotal assets,shareholder equitytotal assets,
retained earningtotal asset, dan total debttotal assets dapat digunakan untuk memprediksi probabilitas perusahaan yang mengalami kondisi financial
distress. Penelitian yang dilakukan oleh Arnab Bhattacharjee dan Jie Han 2010
menguji faktor mikro ekonomi dan makro ekonomi terhadap financial distress pada perusahaan bursa efek di China selama periode transisi ekonomi 1995-
2006. Hasilnya mengindikasikan bahwa variabel makro ekonomi dan faktor institute berdampak pada financial distress. Variabel mikro ekonomi yang
diteliti oleh Jie Han 2010 menggunakan ukuran perusahaanprofitabilitas, struktur financial, dan cash flow sedangkan variabel makro ekonomi dalam
penelitian ini menggunakan siklus bisnis, tingkat suku bunga dan kurs.
H. KERANGKA PEMIKIRAN
Untuk menggambarkan penelitian yang dilakukan yaitu pengaruh Kurs, Tingkat Suku Bunga, Return On Asset ROA, Debt to Total Asset DTA dan
Cashflow terhadap financial distress dan non financial distress maka dapat dilihat pada bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:
commit to user
Variabel Independen Variabel Dependen
GAMBAR II.I Distress
Non Distress
Kurs
Tingkat Suku Bunga
ROA
DTA
Cashflow
Kurs Tingkat
Suku Bunga ROA
DTA Cashflow
Kinerja Altman
commit to user
Dari kerangka pemikiran teoritis di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Financial distress adalah kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan dan terancam bangkrut. Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor makro
ekonomi Kurs dan Tingkat Suku Bunga dan faktor mikro ekonomi ROA, Debt to Total Asset, dan Cashflow.
2. Penelitian ini menguji pengaruh Kurs, Tingkat Suku Bunga, ROA, Debt to Total Asset, dan Cashflow terhadap perusahaan yang mengalami financial
distress dan non financial distress. Sedangkan perusahaan yang distress dan non distress diukur dengan metode Altman Z-Score. Kurs, Tingkat
Suku Bunga, ROA, Debt to Total Asset, dan Cashflow merupakan variabel independen sedangkan financial distress dan non financial distress
merupakan variabel dependen.
I. HIPOTESIS
Penelitian yang dilakukan oleh Arnab Bhattacharjee dan Jie Han 2010 di Cina dengan menggunakan analisis regresi menunjukkan bahwa variabel
makro ekonomi siklus bisnis, tingkat suku bunga dan kurs dan mikro ekonomi profitabilitas, struktur financial, dan cash flow berpengaruh
signifikan terhadap financial ditress. Berdasarkan studi empiris tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut: H
1
= Kurs mempunyai pengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009.
commit to user
H
2
= Kurs mempunyai pengaruh terhadap non financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2007-2009. H
3
= Tingkat Suku Bunga mempunyai pengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2007-2009. H
4
= Tingkat Suku Bunga mempunyai pengaruh terhadap non financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2007-2009. H
5
= Return On Asset mempunyai pengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2007-2009. H
6
= Return On Asset mempunyai pengaruh terhadap non financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2007-2009. H
7
= Debt to Total Asset mempunyai pengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2007-2009. H
8
= Debt to Total Asset mempunyai pengaruh terhadap non financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2007-2009.
commit to user
H
9
= Cashflow mempunyai pengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2007-2009. H
10
= Cashflow mempunyai pengaruh terhadap non financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2007-2009.
commit to user
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Populasi adalah sekumpulan objek yang memiliki kesamaan karakteristik dan ciri-ciri dalam satu atau beberapa hal dan membentuk
masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2007 sampai 2009. Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak
diselidiki dan dianggap mewakili keseluruhan populasi jumlahnya lebih sedikit daripada jumlah populasi. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode purposive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan kesesuaian karakteristik dengan kriteria
sampel yang ditentukan agar diperoleh sampel yang representatif. Kriteria
tersebut adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009.
2. Perusahaan-perusahaan tersebut telah menyampaikan laporan keuangannya secara rutin dan mempunyai data keuangan yang
lengkap sesuai yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 3. Memiliki komponen-komponen indikator perhitungan yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
commit to user
B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh faktor makro ekonomi Kurs dan Tingkat Suku Bunga dan faktor mikro ekonomi Return On Asset,
Debt to Total Asset dan cash flow terhadap financial distress dan non financial distress.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder, yaitu data atau informasi dilakukan pihak lain berupa bahan
tulisan yang menunjang dan berhubungan dengan penelitian ini, melalui data kurun waktu time series periode 2007-2009.
Data sekunder diperoleh dari JSX Monthly Statistic dan Indonesian Capital Market Directory ICMD yang dikeluarkan oleh Bursa Efek
Indonesia, sedangkan data mengenai tingkat suku bunga dan kurs diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang dikeluarkan Bank Indonesia
dan dari publikasi penerbitan seperti: Laporan Keuangan Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, serta sumber lainnya.
C. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel independen Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel makro ekonomi seperti kurs dan tingkat suku bunga
sedangkan variabel mikro ekonomi seperti Retun On Asset, Debt to Total Asset, dan cashflow. Kategori variabel-variabel tersebut adalah:
commit to user
a. Makro Ekonomi 1 Kurs
Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Menurunnya
kurs dapat meningkatkan biaya impor bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan oleh perusahaan sehingga dapat meningkatkan biaya
produksi. Apabila biaya produksi meningkat, maka pengeluaran kas
untuk anggaran pembelian bahan baku dan pembelian aktiva tetap akan semakin besar sehingga kemungkinan perusahaan akan
mengalami financial distress juga akan semakin besar. Kurs yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs rupiah terhadap USD
dollar di Bank Indonesia yang terdapat pada data laporan tahunan. 2 Tingkat suku bunga
Secara umum semakin rendah tingkat bunga maka akan semakin besar intensitas aliran dana sehingga semakin besar tingkat
pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonomi.
Jika tingkat bunga tinggi maka perusahaan akan semakin sulit untuk membayar kewajiban hutang kepada debitor, sehingga
menyebabkan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan yang dapat menyebabkan distress. Suku bunga yang digunakan dalam
commit to user
penelitian ini adalah suku bunga pemerintah di Bank Indonesia yang terdapat pada data laporan tahunan.
b. Mikro Ekonomi 1 Profitabilitas
Pada penelitian ini profitabilitas diukur dengan salah satu rasio keuangan yaitu Return On Asset ROA. Return On Asset ROA
merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Return On Asset ROA digunakan untuk mengetahui besarnya laba bersih yang dapat
diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya. ROA diukur dengan rumus berikut:
ROA = Tinggi rendahnya Return On Asset ROA tergantung pada
pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Return On Asset ROA yang
rendah disebabkan oleh banyaknya asset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan terlalu banyak, dan lain-
lain. Jika Return On Assets ROA rendah berarti pengelolan asset perusahaan oleh manajemen tidak efisien sehingga dapat
menyebabkan perusahaan mengalami financial distress.
commit to user
2 Struktur Modal Pada penelitian ini struktur modal diukur dengan Debt to Total
Asset, rasio yang mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Karena semua hutang mengandung risiko maka
semakin besar prosentasenya semakin besar pula risiko yang ditanggung perusahaan.
Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang, tanpa disadari secara berangsur-angsur, akan menimbulkan
kewajiban yang semakin berat bagi perusahaan saat harus melunasi membayar kembali hutang tersebut. Jika perusahaan tidak dapat
melunasi kewajiban akan menyebabkan terjadinya financial distress. Debt to Total Asset dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Debt to Total Asset = 100
3 Aliran Kas Cashflow Aliran kas atau sering disebut cash flow merupakan tabel yang
menunjukkan besarnya penerimaan kas serta pengeluaran kas pada suatu periode misalnya satu tahunan. Menurut Eugene F. Brigham
untuk menghitung free cash flow dapat digunakan rumus berikut: Arus kas bersih Arus kas operasi – Beban Bunga 1‐
Tarif pajak Arus kas operasi Laba operasi 1‐Tarif pajak
Penyusutan
commit to user
Apabila perusahaan mengalami defisit terus menerus, maka saldo kas semakin lama akan menjadi semakin kecil. Sampai dengan
saat tertentu saldo kas akan habis dan jika periode tersebut pengeluaran kas masih tetap lebih besar daripada penerimaan kas,
saldo kas perusahaan akan menjadi negatif atau minus. Dalam keadaan semacam ini artinya terdapat kewajiban
keuangan yang harus dipenuhi oleh perusahaan, namun pada kenyataannya perusahaan yang bersangkutan tidak dapat lagi
memenuhi kewajiban keuangan tersebut. Sehingga perusahaan mengalami kesulitan keuangan, dan akan mengakibatkan terjadinya
financial distress.
2. Variabel dependen Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress dan non financial distress. Financial distress
adalah kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Sedangkan non financial distress adalah kondisi
perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan dan tidak terancam bangkrut.
Variabel dependen dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan metode Altman Z-Score. Z-Score merupakan skor yang ditentukan dari
hitungan standar dikalikan rasio-rasio keuangan yang akan menunjukkan
commit to user
tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Rumus yang telah diformulasikan Altman adalah sebagai berikut:
Rasio-rasio tersebut terdiri dari: 1 Working CapitalTotal Asset
Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dari total aktiva dan posisi modal kerja. Jika dikaitkan dengan indikator-indikator kebangkrutan seperti yang
disebutkan diatas, maka indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan
adalah indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal harta kekayaan menurun,
penambahan utang yang tidak terkendali dan beberapa indikator lainnya.
2 Reatined EarningsTotal Asset Laba ditahan terhadap total harta Retained Earnings to
Total Asset digunakan untuk mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap
rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal
= +
+ +
+
commit to user
tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, yang kecuali
labanya sangat besar pada masa awal berdirinya. 3 Earning Before Interest and TaxesTotal Asset
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari aktiva yang digunakan. Beberapa indikator
yang dapat digunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang
dagang, rugi terus menerus dalam beberapa kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun.
4 Market Value Of EquityBook Value Of Total Debt Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang market
value of equitybook value of total debt digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya
sebelum jumlah hutang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit.
5 SalesTotal Asset Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktivitas
perusahaan. Rasio ini mendeteksi kemampuan dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu
periode tertentu. Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai rasio yang mengukur modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk
menghasilkan revenue.
commit to user
D. METODE ANALISIS DATA
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah model yang dibentuk oleh variabel yang mempunyai atau mendekati distribusi
normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan model Kolmogrov-Smirnov pengujian dua arah two-tailed
test. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi yang diperoleh dengan taraf signifikansi yang sudah ditentukannya yaitu 0,05.
Apabila nilai signifikansi p-value lebih besar dari taraf signifikansi yaitu 0,05 maka data berdistribusi normal.
Jika data berdistribusi tidak normal maka akan digunakan metode trimming, yaitu membuang data yang bersifat outliers tersebut. Selain itu,
dapat dilakukan transformasi data dengan menggunakan bentuk log sehingga nilai transformasi tersebut dapat memenuhi data yang
ditentukan.
2. Uji Asumsi Klasik