DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PACAR KUKU TERHADAP ISOLAT KLINIS Streptococcus β hemolyticus DARI PENDERITA TONSILO FARINGITIS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PACAR KUKU (Lawsonia inermis L.) TERHADAP ISOLAT KLINIS Streptococcus β hemolyticus
DARI PENDERITA TONSILO-FARINGITIS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Hermanu Adi G0007085
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta 2010
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: Daya Antibakteri Ekstrak Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L.) terhadap Isolat Klinis Streptococcus β Hemolyticus dari Penderita
Tonsilo-Faringitis
Hermanu Adi, G.0007085
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Kamis, 9 Desember 2010
Pembimbing Utama Penguji Utama
Tri Nugraha Susilawati, dr., MMed. Marwoto, dr., MSc., SpMK. NIP: 19801103 200604 2001 NIP: 19590203 198601 1004
Pembimbing Pendamping Anggota Penguji
Maryani, dr., MSi. Sarwastuti Hendradewi, dr., SpTHT-KL., Msi Med. NIP: 19661120 199702 2001 NIP: 19651121 201001 2001
Tim Skripsi
Tri Nugraha Susilawati, dr., MMed. NIP: 19801103 200604 2001
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta 9 Desember 2010
Nama : Hermanu Adi NIM : G0007085
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v ABSTRAK
Hermanu Adi, G0007085, 2010. Daya Antibakteri Ekstrak Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L.) terhadap Isolat Klinik Streptococcus β Hemolyticus dari Penderita Tonsilo-Faringitis. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Latar Belakang: Ekstrak Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L.) mengandung lawsone, 1,4-napthoquinone, flavonoid, dan tanin yang diduga mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku terhadap pertumbuhan
Streptococcus β Hemolyticus dari pasien tonsilofaringitis di Rumah Sakit Moewardi, Surakarta.
Metode: Besar sampel sebanyak 12 biakan Streptococcus β Hemolyticus yang diperoleh dari usap tenggorok penderita tonsilofaringitis diinokulasikan dengan kapas lidi steril pada agar darah untuk uji resistensi. Disk aquadest sebagai kontrol negatif, ekstrak daun pacar kuku dengan kadar 25%, 50%, 75%, 100%, dan disk antibiotik ceftriaxone sebagai kontrol positif diletakkan pada inokulasi, kemudian diukur zona hambatan yang terjadi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun pacar kuku pada kadar 50%, 75%, dan 100% memiliki daya antibakteri. Tetapi, daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku lebih lemah dari antibiotik ceftriaxone [p(sig.) < 0,05] Simpulan: Ekstrak daun pacar kuku terbukti dapat menghambat pertumbuhan
Streptococcus β hemolyticus secara in vitro.
Kata kunci: Ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L.) – Antibakteri –
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ABSTRACT
Hermanu Adi, G0007085, 2010. (Antibacterial) Effect of Henna’s Leaf Extract on Clinical Isolates of Streptococcus B Hemolyticus Obtained from Tonsilopharyngitis Patients at Moewardi Hospital, Surakarta.
Background: Henna’s leaf extract contains antibacterial substances such as lawsone, 1,4-naphthoquinone, flavonoid and tannin. This research aims to evaluate antibacterial effect of henna’s leaf extract on Streptococcus B hemolyticus from tonsiopharyngitis patients at Moewardi Hospital, Surakarta. Method: Twelve specimens obtained from throat swab were identified as Streptococcus B hemolyticus and were inoculated on blood agar plate for further antimicrobial resistance testing. Discs of filter paper containing henna’s leaf extract in the concentration of 25%, 50%, 75%, and 100% were used in this experiment together with discs containing aquadest and ceftriaxone as negative and positive control, respectively. The diameters of inhibition zone around the discs were measured and data were analyzed using Kruskal Wallis continued by Mann Whitney.
Results: The study revealed antibacterial effect of henna’s leaf extract in the concentration of 50%, 75%, and 100%. However, this antibacterial effect is significantly weaker than ceftriaxon [p(sig.) < 0,05]
Conclusion: Henna’s leaf extract is proven to has in vitro antibacterial effect in Streptococcus β hemolyticus.
Keywords : Henna’s Leaf Extract (Lawsonia inermis L.) – Antibacterial –
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Daya Antibakteri Ekstrak Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L.) terhadap Isolat Klinik Streptococcus β Hemolyticus dari Penderita Tonsilo-faringitis”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW.
Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan laporan ini. Maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. DR. A. A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. Muthmainah, dr., MKes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3. Tri Nugraha Susilawati, dr., MMed., selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi bagi penulis.
4. Maryani, dr., MSi. selaku Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi bagi penulis.
5. Marwoto, dr., MSc., SpMK. selaku Penguji Utama yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Sarwastuti Hendradewi, dr., SpTHT-KL., MSiMed. selaku Anggota Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Ayah, ibu, dan adikku atas dukungan, semangat dan cinta kasih yang tak habis-habisnya kalian berikan.
8. Seluruh Staf Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik serta sumbang saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua.
Surakarta, Desember 2010
(7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user DAFTAR ISI
PRAKATA... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah………... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian………... 4
BAB II. LANDASAN TEORI... 5
A. Tinjauan Pustaka... 5
1. Pacar kuku ...………... 5
a. Klasifikasi... 5
b. Nama lokal... 5
c. Deskripsi tanaman... 5
d. Etnofarmakologi... 6
e. Kandungan dan kegunaan... 6
2. Streptococcus β hemolyticus.……….………... 9
a. Morfologi dan identifikasi... 9
b. Struktur antigen... 11
c. Toksin dan enzim... 12
d. Patogenesis manifestasi klinik... 12
e. Pengobatan... 13
3. Tonsilo-faringitis akut ...……….………... 13
a. Etiologi... 13
b. Gejala klinis... 13
(8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
B. Kerangka Pemikiran... 15
C. Hipotesis... 16
BAB III. METODE PENELITIAN... 17
A. Jenis Penelitian... 17
B. Lokasi Penelitian ……….... 17
C. Subjek Penelitian... 17
D. Teknik Sampling... 18
E. Identifikasi Variabel... 18
1. Variabel Bebas... 18
2. Variabel Terikat... 18
3. Variabel Luar... 18
F. Definisi Operasional Variabel………... 18
1. Ekstrak Daun Pacar Kuku... 18
2. Hambatan Pertumbuhan Bakteri... 18
3. Variabel Luar... 19
G. Rancangan Penelitian... 20
H. Instrumen dan Bahan Penelitian... 21
I. Cara Kerja... 22
1. Persiapan Awal... 22
2. Pengambilan Spesimen... 22
3. Pengulturan Spesimen dan Uji Hemolise... 22
4. Pemeriksaan Mikroskopik... 22
5. Uji Katalase... 23
6. Persiapan Ekstrak Daun Pacar Kuku... 23
7. Persiapan Disk Kertas Saring Ekstrak Daun Pacar Kuku... 23
8. Pembuatan Suspensi Bakteri... 23
9. Pelaksanaan Uji Bakteri... 23
J. Teknik Analisis Data………... 24
(9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V. PEMBAHASAN………... 30
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN... 34
A. Simpulan………... 34
B. Saran………... 34
DAFTAR PUSTAKA……….... 35 LAMPIRAN
(10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sebaran Responden Menurut Umur
Tabel 2 Diameter Zona Hambat (mm) terhadap Streptococcus β hemolyticus (Sampel) dan Pola Kepekaannya pada Beberapa Antibiotik
Tabel 3 Diameter Zona Hambat (mm) terhadap Pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus pada Pemberian Ekstrak Daun Pacar Kuku dan Kelompok Kontrol.
(11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proporsi Pasien Tonsilitis/ Faringitis Streptococcus β hemolyticus dengan Non Streptococcus β hemolyticus.
Gambar 2. Pola Resistensi Sampel terhadap Beberapa Antibiotik
Gambar 3. Perbandingan Rata Hitung Diameter Daya Hambat (mm) Berbagai Kelompok Perlakuan Utama
(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Daun Pacar Kuku
Lampiran 2. Bahan dan Cara Kerja Ekstraksi Maserasi
Lampiran 3. Surat Izin Pembuatan Ekstrak dari Farmasi Fakultas MIPA UNS
Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Laboratorium Mikrobiologi
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Sampel
Lampiran 6. Foto Hasil Pengamatan Zona Hambatan Pertumbuhan terhadap Streptococcus β Hemolyticus 18-24 Jam Setelah Perlakuan
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Zona Hambatan Pertumbuhan pada
Streptococcus β Hemolyticus (mm) 18-24 Jam Setelah Perlakuan
Lampiran 8. Uji Statistik Normalitas dan Homogenitas Lampiran 9. Uji Statistik Kruskall Wallis
Lampiran 10. Uji Statistik Mann Whitney
Lampiran 11. Uji Statistik Wilcoxon Signed Ranks Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian
(13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PACAR KUKU (Lawsonia inermis L.) TERHADAP ISOLAT KLINIS Streptococcus β hemolyticus
DARI PENDERITA TONSILO-FARINGITIS
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Hermanu Adi G0007085
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta 2010
(15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Streptococcus sp. adalah salah satu patogen yang paling sering menginfeksi manusia (Brooks et al., 2002). Tidak ada alat tubuh atau jaringan dalam tubuh manusia yang betul-betul kebal terhadap infeksi Streptococcus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit epidemik antara lain scarlet fever, erisipelas, faringitis, febris puerpuralis, rheumatic fever, dan bermacam-macam penyakit lainnya (Warsa, 1994).
Radang kerongkongan (faringitis) merupakan suatu penyakit yang hampir semua orang pernah merasakannya (Warsa, 1994). Nyeri kerongkongan merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat adanya kelainan atau peradangan di daerah kerongkongan (faring). Infeksi Streptococcus β hemolyticus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%) (Rusmarjono dan Soepardi, 2008).
Penanganan tonsilo-faringitis akut harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi, misalnya otitis media akut, abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septikemia, dan lain sebagainya (Rusmarjono dan Soepardi, 2008). Penderita faringitis Streptococcus yang berat juga memiliki kemungkinan lebih besar terkena demam rematik. Penyakit ini merupakan sequel paling berbahaya infeksi Streptococcus hemolitik, karena merusak otot dan katup jantung (Brooks et al., 2002). Serangan pertama dari jantung rematik hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada jantung, tetapi kerusakan terus bertambah pada serangan-serangan berikutnya (Warsa, 1994). Angka kematian setelah serangan pertama sekitar 1-2%. Penyakit jantung rematik persisten dengan kardiomegali, gagal jantung, dan perikarditis mempunyai prognosis yang buruk (Massie et al., 2001).
(16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2 Selama hampir lima dekade, penisilin telah menjadi obat pilihan untuk mengobati faringitis Streptococcus, sedangkan pasien dengan alergi penisilin disarankan mendapat pengobatan dengan eritromisin (antibiotik golongan makrolid) (Hayes; Williamson, 2001). Umumnya Streptococcus β hemolyticus masih sensitif terhadap antibiotik penisilin (Albrich et al., 2004). Namun, penelitian-penelitian yang dilakukan lebih dari 40 tahun belakangan ini melaporkan bahwa penisilin V memiliki angka kegagalan 5 sampai 15 persen dalam pengobatan klinis faringitis Streptococcus (Pichero, 1996). Strain Streptococcus β hemolyticus yang resisten terhadap antibiotik makrolid juga telah banyak dilaporkan. (Albrich et al., 2004). Mendorong produk alternatif pengganti yang lebih poten, murah, memiliki efek samping yang kecil, dan tersedia secara kontinu sehingga resistensi bisa diatasi.
Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir ini meningkat, bahkan beberapa bahan alam telah diproduksi di pabrik dalam skala besar. Pacar kuku (Lawsonia inermis Linn.) adalah salah satu tanaman yang memiliki sifat menyembuhkan dan sekarang menjadi subyek penelitian yang luas, salah satunya adalah untuk dikembangkan sebagai agen antimikroba yang baru (Azaizeh et al., 2003).
Kandungan utama pada pacar kuku, yaitu Lawsone (2-hydroxy -1,4-napthoquinone) memiliki struktur kimia yang hampir sama dengan struktur kimia yang terkandung dalam antibiotik nanomycin dan golongan anthracyclin (daunomycin dan adriamycin) yang memiliki struktur kimia 5-hydroxy-1,4-napthoquinone. Senyawa yang serupa dengan Lawsone juga digunakan untuk menghambat efek patogen pada infeksi nosokomial saluran kencing (Bhuvaneswari et al., 2002). Lawsone juga dikatakan memiliki aktivitas tuberkulostatis (Tripathi et al., 1958). Mekanisme daya antibakteri lawsone diperkirakan karena adanya hidroksil-hidroksil bebas dari Lawsone yang dapat menempel pada lokasi enzim bakteri dan membuat bakteri tersebut menjadi tidak aktif (Al-Rubiay K. K. et al., 2008).
(17)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain Lawsone, kandungan lain dari ekstrak daun pacar kuku juga dapat berperan sebagai antibakteri. Quinone (1,4-napthoquinone) mempunyai daya penghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan menghambat secara kompetitif transpor elektron bakteri (Ryu; Kim, 1992). Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Safithri, 2005). Tanin mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik (Ajizah A., 2004).
Djamil M. S. (2009) melaporkan bahwa daun pacar kuku terbukti ampuh melawan bakteri Streptococcus sanguinis, menurunkan konsentrasi plak gigi, tidak bersifat toksik pada manusia, dan menyembuhkan ginggivitis. Pacar kuku juga telah diamati ampuh terhadap Streptococcus mutans yang sering mengakibatkan karies gigi (Ibrahim E. P., 2008). Penelitian lain yang dilakukan oleh Muhammad H. S. dan Muhammad S. (2005) menunjukkan bahwa ekstrak air daun pacar kuku kadar 80% dapat menghambat Streptococcusdengan diameter hambat rata-rata 23 mm. Habbal et al. (2007) menyebutkan bahwa jamu-jamuan yang dibuat dengan cara merebus daun pacar kuku telah lama digunakan sebagai obat kumur pada sakit kerongkongan di India.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan bukti-bukti empiris, penulis menemukan adanya indikasi pacar kuku mempunyai daya antibakteri. Untuk itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang daya antibakteri ekstrak daun Lawsonia inermis L. terhadap bakteri Streptococcus β hemolyticus secara In vitro.
(18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4 B. Perumusan Masalah
Apakah ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L.) mempunyai daya antibakteri terhadap Streptococcus β hemolyticus secara In vitro?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L.) mempunyai daya antibakteri terhadap Streptococcus β hemolyticus.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L.) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus β hemolyticus secara In vitro. 2. Manfaat aplikatif
a. Memberikan masukan kepada pihak farmasi untuk pengembangan sediaan obat herbal, khususnya untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh Streptococcusβ hemolyticus.
b. Memberikan masukan kepada peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai efek antibakteri pacar kuku, khususnya dengan metode uji daya antibakteri dan ekstraksi yang berbeda.
c. Memberikan masukan kepada klinisi untuk penggunaan obat herbal komplementer, khususnya untuk obat kumur pada faringitis.
(19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pacar kuku (Lawsonia inermis L.) 1. Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Myrtales Family : Lythraceae Genus : Lawsonia
Species : Lawsonia inermis (USDA, 2010)
2. Nama Lokal
Amharic (hina); Arabic (yoranna, hinná, hena, henna); Burmese (dan); English (mignonette tree, henna tree, camphire, Egyptian privet, Zanzibar bark); Filipino (cinamomo); French (jalousie, fleurs, henné, réséda de France); Hindi (mehndi); Indonesian (inai, pacar kuku); Javanese (pacar kuku); Lao (Sino-Tibetan) (kaaw); Malay (inai, pacar kuku, hinna); Sanskrit (mendika, ragangi, raktgarbha); Somali (erip); Spanish (resedá, henna); Tamil (maruthani, marithondi); Thai (thian daeng, thian khaao, thian king); nama dagang (henna, mendhi); Vietnamese (nhuôm móng tay, lâ mòn) (Orwa, 2009).
3. Deskripsi tanaman
Pacar kuku (Lawsonia inermis) merupakan jenis tanaman yang termasuk dalam famili Lytraceae berupa tanaman perdu bercabang banyak atau pohon kecil bertinggi 1-4 meter (Cahyani et al., 2001).
(20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6 Tanaman ini banyak tumbuh di Asia, Timur Tengah, dan bagian utara Afrika. Tanaman ini tumbuh di luar ruangan tanpa naungan pada temperatur yang lebih tinggi dari 11˚ C. Tanaman ini tumbuh lebih baik di daerah kering daripada daerah basah atau lembab (Habbal et al., 2005). Batangnya berkayu, bentuk bulat, berduri, dan berwarna putih kotor. Daunnya tunggal, duduk berhadapan, bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 1,5-5 cm, lebar 1-3 cm, dan berwarna hijau. Bunganya majemuk, bentuk mafai, benang sari delapan, putik satu, bulat, putih, mahkota bentuk ginjal, dan warnanya kuning kemerahan. Buahnya kotak, beruang dua, diameter lebih kurang 7,5 mm, dan warnanya hitam. Bijinya kecil, segitiga, dan berwarna coklat kehitaman. Akarnya tunggang dan berwarna kuning muda (Orwa, 2009).
4. Etnofarmakologi
Suku Indian Amerika telah menggunakan tumbuh-tumbuhan yang mengandung napthoquinone dalam terapi sejumlah penyakit termasuk kanker (Pinto, 1977; Kapadia, 1997). Daun-daun henna telah digunakan sebagai obat kumur dalam sakit kerongkongan (Chopra, 1958). Orang Mesir kuno dilaporkan telah dapat mengolah bunga pacar kuku menjadi minyak dan salep untuk melemaskan lengan. Dalam kebudayaan Islam pemakaian pacar kuku terdapat dalam buku “Pengobatan Nabi” yang merupakan praktek pengobatan pada Nabi Muhammad (Habbal et al., 2007)
5. Kandungan dan kegunaan
Menurut analisis fitokimia, serbuk daun pacar kuku mengandung sekitar 0,5-1,5% lawsone (2-hydroxy-1,4-napthoquinone). Senyawa ini merupakan senyawa fenol dan termasuk dalam golongan protein yang memiliki kemampuan mewarnai dengan baik (Harborn, 1996). Pacar
(21)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kuku juga mengandung mannite, tannic acid, mucilage, gallic acid, dan napthoquinone (Saadabi, 2007).
Efek fitofarmaka dari napthoquinone telah dideskripsikan sebagai anti inflamasi, bakterisidal, fungisidal, virusidal, trypanosidal, anti Plasmodium falciparum, anti malaria, anti Schistosoma mansoni, dan anti kanker (Habbal et al., 2007). Ekstrak ethanol dan air pada daun Lawsonia inermis menunjukkan efek analgesik, antipiretik, dan efek anti inflamasi pada tikus (Ali et al., 1995).
1,4-napthoquinone (quinone) mengandung vitamin K endogen atau yang disebut ubiquinone yang dapat menghambat secara kompetitif transpor elektron pada metabolisme bakteri (Ryu; Kim, 1992). Aktivitas antibakterial pada napthoquinone alami yang dibuat menjadi alkanin dan shikonin sintetis telah diinvestigasi (Riffel, 2002). Pada umumnya senyawa tersebut aktif melawan bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Enterococcus faecium, dan Baccilus subtilis, tetapi mereka tidak aktif melawan bakteri gram negatif (Papageorgiu, 1999).
Habbal et al. (2007) melaporkan, bahwa secara in vitro ekstrak segar dan kering dari daun dan biji pacar kuku lokal Oman diuji melawan 3 jenis bakteri standar dan 11 jenis bakteri yang didapat dari isolat pasien-pasien yang mendatangi klinik rumah sakit. Hasilnya adalah semua daun pacar kuku segar dan kering juga bijinya memiliki aktivitas antibakterial melawan semua mikroorganisme yang diuji tersebut. Pada penelitian lain, Muhammad H. S. dan Muhammad S. (2005) melaporkan bahwa ekstrak air dan chloroform daun pacar kuku yang dipanaskan dengan suhu 50˚C dan diencerkan dengan kadar 10%, 30%, 60%, dan 80% mulai menghambat pertumbuhan Streptococcus pada kadar 30% dengan diameter hambatan rata-rata 9 mm. Sedangkan kadar terbesar didapat pada kadar 80% dengan diameter hambat rata-rata 23 mm.
(22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8 Terdapat laporan-laporan dari aktivitas tuberkulostatis pada Lawsonia inermis yang melibatkan lawsone (2-hydroxy -1,4-napthoquinone) yang dikenal menjadi unsur utama dari ramuannya (Tripathi et al., 1958). Aktivitas anti mikroba lawsone kemungkinan dikarenakan banyaknya hidroksil bebas yang mempunyai kemampuan untuk menyatukan dengan karbohidrat dan protein dalam dinding sel bakteri. Hidroksil-hidroksil bebas tersebut menempel pada lokasi enzim dan membuatnya tidak aktif (Al-Rubiay K. K. et al., 2008).
Lawsone, agen antimikroba dalam henna, sangat larut dalam air, larut sebagian dalam 70% etil alkohol dan tahan panas. Pendemonstrasian penelitian chromatography memunculkan senyawa fenol dalam bahan (Malekzadeh, 1968). Senyawa serupa digunakan untuk menghambat efek patogen pada infeksi nosokomial saluran kencing umum seperti pada Escheria coli, Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus pada konsentrasi tertentu (Bhuvaneswari et al., 2002).
Habbal et al. (2007) mengatakan bahwa aktivitas antimikroba pada pacar kuku lebih banyak ditemukan dalam daun daripada dalam biji. Ini disebabkan karena adanya quinone dalam daun pacar kuku yang didapat dari proses perendaman. Biji pacar kuku hanya mempunyai aktivitas antibakterial terbatas dan pada konsentrasi yang lebih tinggi.
Vijaya (1995) melaporkan bahwa bahan-bahan tertentu seperti flavonoid, quinone (1,4-napthoquinone), dan fenol sederhana terdapat lebih banyak pada daun yang kering, karena itu, daun yang kering memiliki aktivitas yang lebih kuat atas Shigella sonnei daripada daun yang segar, yang ditunjukkan lebih efektif pada konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena efek pengeringan tumbuhan menyebabkan bahan-bahan aktif menjadi lebih terkonsentrasi daripada daun-daun yang masih hijau, di mana air dan kandungan utama seperti klorofil juga lainnya masih ada.
(23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Safithri, 2005). Tanin mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik (Ajizah A., 2004). Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba berupa senyawa fenolik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik (Pamungkas R. N., 2009).
Menurut Malakzadeh (1968) ekstrak daun pacar kuku yang telah diautoclave pada 14 psi selama 15 menit lebih memiliki aktivitas antimikroba daripada ekstrak mentah (tanpa diautoclave). Hal ini dimungkinkan karena perekat lebih banyak terbentuk dengan menggunakan air panas daripada air dingin.
2. Streptococcus β hemolyticus a. Morfologi dan Identifikasi
Streptococcus terdiri dari kokus yang tersusun dalam bentuk rantai (Warsa, 1993). Kokus tunggal berbentuk bulat atau bulat telur dan berdiameter 0,5-1 µm. Kokus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu panjang rantai. Anggota-anggota rantai sering tampak sebagai diplokokus, dan bentuknya kadang-kadang menyerupai batang. Panjang rantai sangat bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan (Brooks et al., 2002). Streptococcus patogen jika ditanam dalam pembenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Bakteri ini tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik (Warsa, 1993). Streptococcus merupakan bakteri yang nonmotile dan strain yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic
(24)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10 acid dan M type spesific protein (Warsa, 1993). Streptococcus bersifat gram positif, namun pada biakan tua dan bakteri yang mati, bakteri ini menjadi gram negatif (Brooks et al., 2002; Warsa, 1993). Keadaan dimana bakteri dari gram positif menjadi gram negatif terjadi bila bakteri dieramkan semalam (Brooks et al., 2002).
Umumnya Streptococcus bersifat anaerob fakultatif, hanya beberapa jenis yang bersifat anaerob obligat. Pada umumnya tekanan O2 harus dikurangi, kecuali untuk enterokokus. Pada perbenihan biasa,
pertumbuhannya kurang subur jika ke dalamnya tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4-7,6. Suhu optimum untuk pertumbuhan 370C, pertumbuhannya cepat berkurang pada 400C (Warsa, 2003).
Kebutuhan makanan bervariasi untuk setiap species. Kuman yang patogen bagi manusia paling banyak memerlukan faktor-faktor pertumbuhan. Pertumbuhan Streptococcus cenderung menjadi kurang subur pada perbenihan padat atau dalam kaldu, kecuali yang diperkaya dengan darah atau cairan jaringan. Pertumbuhan dan hemolisis dibantu oleh pengeraman dalam C02 10% (Brooks et al., 2002).
Varian strain Streptococcus yang sama dapat menunjukkan bentuk koloni yang berbeda. Hal ini amat nyata di antara strain golongan A, yang membentuk koloni suram atau mengkilat. Koloni yang suram terdiri atas organisme yang menghasilkan banyak protein M. Organisme ini cenderung virulen dan relatif kebal terhadap fagositosis oleh leukosit manusia. Koloni yang mengkilat cenderung menghasilkan sedikit protein M dan sering tidak virulen (Brooks et al., 2002). Tes katalase negatif untuk streptokokus, ini dapat membedakan dengan stafilokokus di mana tes katalase positif (Khan, 2009; Madigan, 2000; Warsa, 1993).
(25)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan sifat hemolitiknya pada lempeng agar darah, kuman ini dibagi dalam:
1) Hemolisis tipe alfa, membentuk warna kehijau-hijauan dan hemolisis sebagian ini di sekeliling koloninya, bila disimpan dalam peti es yang paling luar akan berubah menjadi tidak berwarna.
2) Hemolisis tipe beta, membentuk zona bening di sekeliling koloninya, tak ada sel darah merah yang masih utuh, zona tidak bertambah lebar setelah disimpan dalam peti es.
3) Hemolisis tipe gamma, tidak menyebabkan hemolisis. (Warsa, 1993)
b. Struktur Antigen
Streptococcus β hemolyticus grup A memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan dengan Pneumococcus. Struktur yang dimiliki antara lain kabohidrat C, protein M, substansi T, dan nukleoprotein (Todar, 2008).
Karbohidrat C disusun dari polimer bercabang dari L-rhamnose dan N-acetyl-D-glucosamine. Hal tersebut mungkin memiliki suatu peranan dalam meningkatkan kapasitas invasif. Protein R dan substansi T digunakan sebagai penanda epidemiologis dan tidak memiliki peranan virulensi (Khan, 2009).
Protein M, yang merupakan faktor virulensi utama pada Streptococcus, adalah sebuah makromolekul yang tergabung dalam fimbria yang ikut menyusun dinding sel. Protein M mengikat fibrinogen host dan menghalangi pengikatan komplemen pada peptidoglikan. Ini menyebabkan selamatnya organisme dengan jalan menghambat fagositosis. Strain-strain yang mengandung protein M yang berlimpah resisten terhadap fagositosis, berkembang cepat pada jaringan manusia, dan memulai proses penyakit. Setelah infeksi akut, antibodi tipe spesifik berkembang melawan aktivitas protein M dalam beberapa khasus (Khan, 2009).
(26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12 Nukleoprotein, ekstraksi Streptococcus dengan basa lemah menghasilkan campuran protein dan zat-zat lain dengan spesifitas serologik yang rendah, dan dinamakan zat P. Zat ini mungkin merupakan sebagian besar badan sel Streptococcus (Brooks et al., 2002).
c. Toksin dan Enzim
Lebih dari 20 produk ekstraselular yang antigenik termasuk dalam grup A. Patogenitas dari Streptococcus sp. grup A ini ditentukan oleh adanya toksin eritrogenik, streptolisin, enzim streptokinase (fibrinolisin), streptodornase (deoksiribonuklease), diphosphopyridine nucleotidase dan hialuronidase (Brooks et al., 2002)
d. Patogenesis manifestasi klinik
1) Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi lokal Streptococcus β Hemolytic grup A:
a) Radang faring b) Impetigo (Khan, 2009).
2) Penyakit yang diakibatkan oleh invasi Streptococcus β Hemolytic grup A:
a) Erisipelas
b) Demam puerperalis c) Sepsis
(Brooks et al., 2002) 3) Endokarditis infektif:
a) Endokarditis akut b) Endokarditis subakut (Warsa, 1993)
4) Infeksi Streptococcus grup A fulminan dan sindroma syok toksik Streptococcus (Brooks et al., 2002).
(27)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 5) Penyakit pascastreptokokus:
a) Glomerulonefritis akut (Brooks et al., 2002) b) Demam reumatik (Bauman, 2007).
e. Pengobatan
Penisilin oral masih menjadi obat pilihan dalam banyak situasi klinis dalam mengobati Streptococcus beta hemolytic, meskipun cephalosporin (relatif lebih mahal) dan mungkin amoxicillin-potassium clavulanate mempunyai tingkat penyembuhan klinis yang lebih superior. Terapi alternatif harus digunakan pada pasien dengan alergi penisilin atau kegagalan terapi dengan penisilin. Pasien-pasien yang tidak merespon terhadap pengobatan awal sebaiknya diberikan antimikroba yang dapat menghambat atau membunuh mikroba yang memproduksi penisilinase (seperti amoxicillin-potassium clavulanate, cephalosporin, atau makrolid) (Hayes; Williamson, 2001).
f. Mekanisme Resistensi Streptococcus terhadap Antibiotik
Streptococcus mempunyai barier alami terhadap obat golongan aminoglikosida (Sudarmono, 1993). Karena terjadinya perubahan permeabilitas antibiotik tidak dapat mencapai lokasi target yang dikehendaki. Keadaan ini berhubungan dengan penurunan permeabilitas dinding mikroorganisme terhadap antibiotik. Perubahan permeabilitas berhubungan dengan perubahan reseptor permukaan sel sehingga antibiotik kehilangan kemampuan untuk melakukan transportasi aktif guna melewati membran sel, dan akhirnya terjadi perubahan struktur dinding sel yang tidak spesifik. Mekanisme ini juga dimiliki gram negatif. Bakteri gram negatif mempunyai lapisan lipid pada membran luar dinding sel, membran luar tersebut terdiri dari protein porin yang berbentuk saluran, penuh berisi air. Perubahan yang terjadi pada porin akan menyebabkan penurunan permeabilitas terhadap antibiotik tertentu, misalnya golongan beta laktam (Hadinegoro, 1999).
(28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14 3. Tonsilo-Faringitis Akut
a. Etiologi
Tonsilo-faringitis akut paling sering disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus grup A, meskipun Staphylococcus, Pneumococcus, dan H. Influenza juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang Streptococcus non hemolitikus atau Streptococcus viridans ditemukan dalam biakan, biasanya pada kasus-kasus berat (Adams, 1994).
b. Gejala Klinis
Pada faringitis bakterial jarang disertai batuk, bisa disertai nyeri kepala dan muntah (Rusmarjono dan Soepardi, 2008). Duapuluh persen dari infeksi ini tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) (Brooks et al., 2002).
Gejala yang sering ditemukan adalah suhu tubuh naik sampai mencapai 40˚C, rasa lesu, rasa nyeri di sendi, odinofagi, tidak nafsu makan (anorexia), rasa nyeri di telinga (otalgia) (Efiaty dan Nurbaiti, 1997).
Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis, terlihat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau berupa membran. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak-anak (Efiaty dan Nurbaiti, 1997).
c. Terapi
Umumnya terapi pada faringitis atau tonsilitis adalah antibiotika atau sulfonamida, antipiretika, dan obat kumur atau obat hisap yang mengandung desinfektan (Efiaty dan Nurbaiti, 1997). Jika ditemukan Streptococcus grup A, segera diobati dengan penisilin atau eritromisin selama 10 hari (Ballenger, 1994).
Pengguanaan irigasi hangat pada tenggorokan, perawatan penunjang yaitu pemberian cairan yang adekuat, diet ringan, dan aspirin jika diperlukan masih penting dalam mempercepat penyembuhan, walaupun kenyataannya perbaikan terjadi setelah pemberian antibiotik (Adams, 1994).
(29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user B. Kerangka Pemikiran
Ekstrak daun pacar kuku
(Lawsonia inermis Linn.)
Lawsone
Streptococcus β Hemolyticus
Hambatan pertumbuhan bakteri Streptococcus β
Hemolyticus Keterangan:
: menjadi : mempengaruhi : mengandung Variabel luar tak terkendali:
1. Umur tanaman 2. Asal tanaman 3. Musim
Variabel luar terkendali: Proses ekstraksi Flavonoid Tanin Hidroksil-hidroksil bebasnya menempel pada lokasi enzim bakteri dan membuatnya tidak aktif
Membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang
mengganggu integritas membran sel bakteri
(1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas
membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi
material genetic
Menghambat transpor elektron pada bakteri secara kompetitif 1,4-napthoquinone
(30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16 C. Hipotesis
Ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis Linn.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus β hemolyticus secara in vitro.
(31)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium menggunakan rancangan the post test only with control group design.
B.Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
C.Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah bakteri Streptococcus β hemolyticus yang diperoleh dari sekret faring atau tonsil penderita tonsilo-faringitis akut di Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Besar sampel sebanyak 12 biakan Streptococcus β hemolyticus.
Sampel bakteri Streptococcus β hemolyticus didapatkan setelah melalui beberapa langkah identifikasi. Pertama, swab sekret faring atau tonsil penderita tonsilo-faringitis dicelupkan ke dalam media kaldu pepton darah dan diinkubasi dengan suhu 37˚C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, osche kolong dicelupkan ke kaldu pepton darah kemudian celupan diinokulasikan ke dalam media agar darah dan kembali diinkubasi dengan suhu 37˚C selama 24 jam. Dalam media agar darah akan menunjukkan koloni bakteri dengan zona bening di sekitarnya yang menunjukkan tipe β hemolitik. Kemudian diambil satu koloni untuk dilakukan pengecatan gram, Streptococcus akan tercat sebagai coccus berantai berwarna ungu. Diambil lagi satu koloni bakteri dari media agar darah untuk dilakukan uji katalase, Streptococcus akan menunjukkan hasil negatif yang akan membedakannya dengan Staphylococcus.
(32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18 1. Kriteria inklusi untuk pengambilan swab faring adalah:
1. Penderita tonsilo-faringitis akut dengan gejala klinik: 1) Demam
2) Sakit menelan
3) Batuk minimal atau tidak ada 4) Faring hiperemis
5) Terdapat atau tidak terdapat eksudat di faring dan tonsil.
2. Pasien yang kooperatif dan bersedia diambil swab pada faringnya dengan menandatangani suatu pernyataan (informed consent).
2. Kriteria eksklusi untuk pengambilan swab faring adalah: a. Penderita memiliki riwayat penyakit sistemik
b. Menderita penyakit kelainan darah seperti hemofilia
D.Teknik Sampling
Pengambilan sampel untuk penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling, terdapat 12 sampel yang didapat dari awal bulan Juni sampai akhir bulan Juli 2010. Sampel diambil dari swab tonsil atau faring penderita tonsilo-faringitis yang datang ke Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi.
E.Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : Ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis Linn.). 2. Variabel terikat: Hambatan pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus. 3. Variabel luar :
a. Variabel terkendali : Proses ekstraksi.
b. Variabel tak terkendali : Umur tanaman, asal tanaman, dan musim.
(33)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user F. Definisi Operasional Variabel
1. Ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis Linn.)
Ekstrak daun pacar kuku yang digunakan berasal dari hasil ekstraksi daun pacar kuku (Lawsonia inermis Linn.) dengan metode maserasi di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA UNS. Ekstrak ini diencerkan dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% menggunakan larutan etanol 70%, dengan memakai perbandingan massa ekstrak daun pacar kuku (gr) tiap ml aquadest. Skala pengukuran variabel ini menggunakan skala rasio.
2. Hambatan pertumbuhan bakteri
Pertumbuhan bakteri dapat dilihat dari penambahan jumlah koloni pada media agar. Hambatan pertumbuhan bakteri itu diartikan baik dalam arti membunuh maupun membuat bakteri menjadi dorman. Hambatan ini dapat dilihat dari zona hambatan yang terbentuk pada pertumbuhan koloni Streptococcus β hemolyticus pada media agar darah plate yang diberi disk saring ekstrak daun pacar kuku. Sebagai kontrol positif adalah disk antibiotik Ceftriaxone 10 µg. Disk antibiotik Ceftriaxone 10 µg dipilih sebagai kontrol positif karena didapatkan paling sensitif setelah dibandingkan sensitivitasnya dengan beberapa antibiotik lainnya yang sering digunakan dalam pengobatan tonsilo-faringitis di pelayanan klinik (Eritromisin 10 µg, Penisilin 10 µg, dan Amoxicillin 10 µg). Skala pengukuran variabel ini adalah skala rasio.
3. Variabel Luar
a. Proses pengekstraksian merupakan variabel yang dapat dikendalikan. Faktor pengekstraksian ini dapat dikendalikan dengan proses maserasi sama.
b. Umur daun, asal tanaman, dan musim merupakan varibel-variabel yang tidak dapat dikendalikan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kandungan yang ada dalam daun pacar kuku.
(34)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20 G.Rancangan Penelitian
Keteranan:
Cakram Kosong (Kontrol Negatif)
Ekstrak Etanol Pacar Kuku
Cakram
Suspensi Bakteri Streptococcus β Hemolyticus Standar Mc
Farland 0,5
Agar darah, 37˚C, inkubasi 24 jam
Ukur Diameter Zona Hambatan
50 % 75% 100%
Cakram Cakram
Spesimen Swab Tonsil/Faring dalam Kaldu Pepton Darah
Pengecatan Gram (Mikroskopik)
Agar darah, 37˚C, 24 jam (kultur & tes hemolise)
Tes katalase
Keterangan:
: Kontrol negatif
: Kontrol positif (Ceftriaxone dipilih setelah diadakan uji sensitivitas) : Kelompok perlakuan
: Media pembenihan 25 %
Cakram
Cakram Antibiotik Ceftriaxone (Kontrol Positif)
(35)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user H.Instrumen dan Bahan Penelitian
1. Alat untuk kultur dan uji spesimen serta pemeriksaan uji aktivitas antibakteri:
a. Object glass b. Lampu spiritus c. Osche kolong steril d. Kapas alkohol e. Osche jarum f. Kapas lidi steril g. Jangka sorong h. Mikroskop i. Inkubator
2. Bahan untuk kultur dan uji spesimen:
a. Spesimen swab faring dari penderita faringitis b. Pewarna gram
c. Larutan aquadest d. Larutan NaCl 0,9% e. H2O2 3%
f. Media agar darah g. Kaldu pepton darah h. Disk kertas saring i. Agar Mc Conkey
3. Bahan untuk pemeriksaan uji aktivitas antibakteri:
a. Biakan bakteri Streptococcus β hemolyticus dari kultur spesimen dalam pembenihan agar darah 37˚C dalam waktu 24 jam.
b. Standart 0,5 McFarland c. Media agar darah plate
d. Ekstrak daun pacar kuku dalam disk kertas saring dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%
e. Disk antimikroba Eritromisin 10 µg, Penisilin 10 µg, Amoxicillin 10 µg, dan Ceftriaxone 10 µg.
(36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22 I. Cara Kerja
1. Persiapan Awal
Alat-alat yang akan digunakan secara steril dicuci bersih, kemudian dikeringkan dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
2. Pengambilan spesimen
Spesimen diambil dari swab tonsil atau faring penderita tonsilo-faringitis yang berkunjung ke Rumah Sakit Dokter Moewardi, hasil swab kemudian dicelupkan ke media transpor kaldu pepton darah, lalu diinkubasi selama 18-24 jam dalam suhu 37 oC.
3. Pengulturan spesimen dan uji hemolise
Spesimen dari kaldu pepton darah kemudian dikultur dalam agar darah dengan menggoreskan osche kolong yang telah dicelupkan ke dalam kaldu pepton darah, kemudian dieramkan pada inkubator 37˚C selama 24 jam. Setelah itu dilihat koloni yang tumbuh dan zona hemolisanya. Streptococcus β hemolyticus akan menunjukkan zona hemolisa yang jernih di sekitar koloni (Warsa, 1993).
4. Pemeriksaan mikroskopik
Setelah bakteri ditanam dalam agar darah, beberapa koloni bakteri diambil untuk dijadikan preparat pengecatan gram. Kemudian preparat dicat dengan metode pewarnaan gram, Streptococcus pada pembenihan yang baru akan berwarna ungu, kokus, berdiameter 0,5-1µm, dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif. Streptokokus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih (Warsa, 1993).
(37)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 5. Uji katalase
Streptococcus tidak menghasilkan katalase (Khan, 2009). Jadi dalam percobaan katalase Streptococcustidak menghasilkan gelembung gas. Ini akan membedakannya dengan Staphylococcus.
6. Persiapan Ekstrak daun pacar kuku
Ekstrak daun pacar kuku didapatkan dengan cara merendam serbuk daun pacar kuku selama 24 jam pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Hasil rendaman disaring dengan kain flanel steril. Kemudian diuapkan sampai terbentuk massa ekstrak. Sebelum digunakan, ekstrak diperiksa sterilitasnya dengan menggunakan media agar darah plate dan Mc Conkey. Kemudian diinkubasi dalam waktu 24 jam dengan suhu 37˚C. Bila tidak ditemukan pertumbuhan kuman, maka ekstrak dinyatakan steril dan siap untuk digunakan. Ekstrak yang telah siap digunakan diencerkan dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan menambahkan larutan aquadest steril. Pengenceran ini dengan perbandingan massa ekstrak daun pacar kuku (gr) tiap ml pelarut aquadest steril.
7. Persiapan disk kertas saring ekstrak daun pacar kuku
Disk kertas saring ditetesi dengan ekstrak daun pacar kuku hingga jenuh dalam konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%, kemudian dibiarkan selama 10 menit dalam cawan petri steril dan diulang sekali lagi.
8. Pembuatan Suspensi Bakteri
Beberapa oshe bakteri diambil dari biakan agar darah, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi kaldu pepton, dan dikocok sampai homogen. Kemudian dibandingkan dengan suspensi Mc Farland 0,5. Bakteri diambil dengan kapas lidi steril, digoreskan dengan merata pada media agar darah di seluruh permukaan media. 9. Pelaksanaan Uji Bakteri
Pertama, pada media agar darah plate yang telah dioleskan mikroorganisme dibiarkan dahulu lima menit supaya mengering.
(38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24 Masing-masing agar darah yang telah diolesi mikroorganisme diberikan empat disk perlakuan dan dua disk kontrol. Kelompok perlakuan terdiri dari disk ekstrak daun pacar kuku 25%, disk ekstrak daun pacar kuku 50%, disk ekstrak daun pacar kuku 75%, dan disk ekstrak daun pacar kuku 100%. Sedangkan kelompok kontrol terdiri dari disk aquadest sebagai kontrol negatif dan disk antibiotik Ceftriaxone 10 µg sebagai kontrol positif. Selain itu, dalam agar darah tersebut juga diletakkan tiga disk antibiotik lain untuk tes resistensi. Jadi, total ada sembilan perlakuan yang akan diberikan pada satu media pembenihan agar darah. Disk-disk tersebut diletakkan pada permukaan media pembenihan. Disk ditekan dengan menggunakan pinset pada permukaan lempengan sehingga terdapat kontak yang baik antara disk dengan lempengan agar darah. Disk tidak perlu ditekan kuat-kuat karena dapat melukai permukaan agar. Disk-disk tersebut ditempatkan dengan jarak terpencar pada media plate agar tersebut dan dicatat jenis antimikrobanya. Kemudian dimasukkan dalam inkubator pada suhu 37˚C selama 24 jam. Pengujian senyawa antibakteri dilakukan setelah pengeraman dengan mengukur diameter zona hambatan yang terjadi dengan jangka sorong dalam satuan milimeter (mm).
J. Analisis Data
Karena data dalam penelitian ini tidak homogen, maka data tidak dapat diolah dengan uji parametrik Anova. Untuk itu, uji kemaknaan pada penelitian ini menggunakan uji Kruskal Wallis dengan SPSS 16.0 for Windows. Kruskall Wallis merupakan uji nonparametrik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif lebih dari dua sampel berskala rasio, yaitu untuk membandingkan antara lima perlakuan, empat kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol, yaitu disk ekstrak daun pacar kuku 25%, 50%, 75%, 100%, dan kontrol positif disk antibiotik Ceftriaxone. Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.
(39)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari data formulir partisipasi pasien, sebaran umur pasien yang sekret tonsil/ faring-nya menjadi sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Sebaran Responden Menurut Umur
Umur (tahun) Frekuensi (orang) Presentase (%)
0-5 0 0%
6-12 6 50%
13-21 3 25%
22-59 3 25%
≥60 0 0%
Dari data tersebut Streptococcus β hemolyticus didapatkan paling banyak pada rentang usia antara 6-12 tahun.
Sampel penelitian didapat dari 37 spesimen usap tonsil atau faring pasien tonsilo-faringitis di Poliklinik THT Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, 12 sampel menunjukkan positif Streptococcus β hemolyticus setelah diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
32%
68%
strepto beta hemolyticus non strepto beta hemolyticus
Gambar 1. Proporsi Pasien Tonsilitis/Faringitis Streptococcus β hemolyticus dengan Non Streptococcus β hemolyticus.
(40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26 Perbandingan pola kepekaan antara pemberian disk antibiotik ceftriaxone dengan antibiotik amoxicillin, penisilin, dan eritromisin terhadap pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus dapat dilihat dari tabel dan gambar berikut.
Tabel 2. Diameter Zona Hambat (mm) terhadap Streptococcus β hemolyticus (sampel) dan Pola Kepekaannya pada Beberapa Antibiotik
Sampel
Zona Hambatan (mm) E (Eritromisin) P (Penisilin) AML (Amoxicillin) CRO (Ceftriaxone)
A 10 R 10 R 11 R 24 S
B 18 S 15 I 26 S 21 S
C 9 R 12 R 24 S 22 S
D 0 R 18 I 24 S 28 S
E 0 R 12 R 20 S 26 S
F 0 R 12 R 24 S 21 S
G 0 R 13 R 25 S 28 S
H 9 R 14 R 28 S 29 S
I 20 S 20 I 20 S 21 S
J 8 R 16 I 21 S 26 S
K 9 R 15 I 23 S 25 S
L 8 R 18 I 22 S 25 S
Jumlah 2(S) - 10(R) 6(I) – 6(R) 11(S) – 1(R) 12 (S) 16 ,67 % 83 ,33 % 50 ,00 % 50 ,00 % 91 ,67 % 8, 33 % 10 0% 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00%
Eritromisin Penisilin Amoxicillin Ceftriaxone
Sensitif Resisten Intermediet
(41)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perbandingan daya hambat (mm) antara perlakuan ekstrak pacar kuku 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan kelompok kontrol dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 3. Diameter Zona Hambat (mm) terhadap Pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus pada Pemberian Ekstrak Daun Pacar Kuku dan Kelompok Kontrol.
Sampel Zona Hambatan (mm)
Aq 25% 50% 75% 100% CRO
A 0 0 12 23 17 24
B 0 0 13 15 18 21
C 0 0 9 17 20 22
D 0 0 9 23 18 28
E 0 0 13 18 16 26
F 0 0 9 17 19 21
G 0 0 13 16 19 28
H 0 0 10 18 15 29
I 0 0 11 22 21 21
J 0 0 11 20 18 26
K 0 0 9 18 19 25
L 0 0 14 20 20 25
Mean 0 0 11,1 18,9 18,3 24,6
Perbandingan rerata hitung diameter daya hambat dari tiap kelompok perlakuan utama terhadap pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus dapat dilihat dari grafik berikut:
(42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28 0 0 11,1 18,9 18,3 24,6 0 5 10 15 20 25 disk aquadest pacar kuku 25% pacar kuku 50% pacar kuku 75% pacar kuku 100% Ceftriaxone
Gambar 3. Perbandingan Rerata Hitung Diameter Daya Hambat (mm) Berbagai Kelompok Perlakuan Utama
Pada gambar 3 di atas terlihat bahwa semakin tinggi kadar konsentrasi ekstrak daun pacar kuku yang digunakan, maka rerata hitung diameter zona hambatan yang terbentuk semakin besar pula, kecuali pada konsentrasi 100% rerata hitungnya sedikit lebih rendah dari konsentrasi 75%.
Dari tabel 3 dan gambar 3 di atas juga dapat dilihat bahwa pada kontrol negatif disk aquadest tidak memiliki daya hambat (0 mm), ekstrak daun pacar kuku 25% (0 mm), ekstrak daun pacar kuku 50% (11,1 mm), ekstrak daun pacar kuku 75% (18,9 mm), ekstrak daun pacar kuku 100% (18,3 mm), dan kontrol positif antibiotik Ceftriaxone memberikan rata-rata daya hambat 24 mm.
Analisis Data A. Kruskall Wallis
Semua data yang diperoleh dianalisis pada α = 0,05. Hasil perhitungan dapat dilihat di lampiran 8 dan 9.
1. Tes normalitas
Hasil tes normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan distribusi data dari kontrol positif, ekstrak 25%, ekstrak 50%, ekstrak 75%, maupun 100% memiliki p value > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data normal.
(43)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 2. Tes homogenitas varians
Hasil analisis menunjukkan Levene Test hitung p value sebesar 0,000, p value < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data tidak homogen. Karena data tidak homogen, pengujian hipotesis dilakukan dengan statistik nonparametrik yaitu uji Kruskall Wallis.
3. Uji Kruskall Wallis
Hasil uji Kruskall Wallis menunjukkan p value sebesar 0,000, p value < 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelima perlakuan.
Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan daya hambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus yang signifikan antara kelima perlakuan, maka dilanjutkan uji Mann Whitney sehingga dapat ditentukan perbandingan antar masing-masing perlakuan.
B. Uji Mann Whitney
Uji statistik dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan membandingkan antar masing-masing perlakuan, nilai signifikansi α = 0,05. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 10:
1. Nilai p < 0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata hitung diameter zona hambatan yang bermakna antara:
a. Kontrol positif dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 25%, 50%, 75%, dan 100%.
b. Daun pacar kuku kadar 25% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 50%, 75%, dan 100%.
c. Daun pacar kuku kadar 50% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 75% dan 100%.
2. Nilai p > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata hitung diameter zona hambatan yang bermakna antara ekstrak daun pacar kuku kadar 75% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 100%.
(44)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30 BAB V
PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa spesimen yang mengandung Streptococcus β hemolyticus paling banyak ditemukan pada penderita tonsilo-faringitis rentang usia 6-12 tahun (50%), hal ini menunjukkan bahwa yang paling banyak mengalami tonsilo-faringitis karena Streptococcus β hemolyticus adalah anak usia sekolah. Oleh karena itu, penggunaan bahan-bahan alami dengan efek samping yang minimal diharapkan dapat digunakan pada anak-anak.
Berdasarkan data pada penelitian ini ternyata angka kejadian tonsilo-faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus terhitung masih cukup banyak, dari 37 spesimen yang diidentifikasi ternyata 12 spesimen didapatkan bakteri Streptococcus β hemolyticus. Dapat dilihat dari gambar 1 bahwa spesimen yang mengandung Streptococcus β hemolyticus pada penelitian ini adalah 32% dari seluruh spesimen. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Streptococcus β hemolyticus masih menjadi penyebab utama terjadinya tonsilo-faringitis bakterial.
Menurut etnofarmakologi, daun pacar telah lama digunakan sebagai obat kumur dalam sakit kerongkongan di India (Chopra, 1958), selain itu hingga saat ini daun pacar kuku sering digunakan sebagai bahan pewarna kulit, rambut, dan hiasan pada tangan (Habbal et al., 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa daun pacar kuku cukup aman digunakan secara topikal. Penggunaan obat kumur ekstrak daun pacar kuku diharapkan dapat menjadi obat komplementer untuk pengobatan jangka panjang yang aman
Pemberian antibiotik Eritromisin, Penisilin, Amoxicillin, dan Ceftriaxone terhadap semua sampel bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri Streptococcus β hemolyticus terhadap berbagai jenis antibiotik sekaligus menentukan antibiotik yang dijadikan kontrol positif (tabel 2 dan gambar 2). Pemberian antibiotik Eritromisin memberikan reaksi yang resisten pada pengukuran diameter zona hambat sebesar 83,33% sampel, padahal hingga saat
(45)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini antibiotik Eritromisin masih banyak digunakan dalam praktek klinis khususnya untuk pasien yang alergi dengan antibiotik golongan Penisilin.
Begitu juga dengan pemberian antibiotik Penisilin, bakteri isolat klinis pada penelitian ini 50% sampel memberikan reaksi resisten, sedangkan 50% lainnya hanya memberikan reaksi intermediet. Meskipun pada praktek klinik Penisilin masih dijadikan untuk pengobatan pertama mengatasi tonsilo-faringitis bakterial, tetapi pada penelitian ini menunjukkan bahwa Penisilin sudah tidak poten lagi menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus isolat klinis.
Antibiotik Amoxicillin masih memberikan reaksi yang cukup poten pada penelitian ini. Hanya 8,33% sampel resisten terhadap antibiotik Amoxicillin sedangkan 91,67% lainnya masih sensitif. Antibiotik Amoxicillin terbukti masih poten untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus meskipun sudah terjadi resistensi.
Pada pemberian antibiotik Ceftriaxone pada bakteri Streptococcus β hemolyticus isolat klinis pada penelitian ini menunjukkan 100% sensitif. Karena hanya antibiotik Ceftriaxone yang sensitif seluruhnya, antibiotik Ceftriaxone dipilih menjadi kontrol positif pada penelitian ini.
Hasil pengukuran diameter daya hambatan terhadap Streptococcus β hemolyticus yang terbentuk karena pemberian keempat konsentrasi ekstrak daun pacar kuku dan kelompok kontrol disajikan dalam tabel 3 dan gambar 3. Rerata hitung diameter zona hambat kontrol positif, yaitu disk antibiotik Ceftriaxone (24,6 mm) lebih besar dari ekstrak daun pacar kuku konsentrasi 50%, 75%, dan 100%.
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun pacar kuku yang digunakan, semakin besar pula rerata hitung diameter daya hambat yang dibentuk. Peningkatan rerata hitung diameter daya hambatan sebanding dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak daun pacar kuku, menunjukkan adanya hubungan dosis respon. Temuan ini memperkuat kesimpulan kausal antara pemberian ekstrak daun pacar kuku dengan hambatan pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus.
(46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32 Peningkatan dosis respon hanya berlaku sampai pada konsentrasi optimum. Pada ekstrak daun pacar kuku konsentrasi 100% diameter hambatannya sedikit lebih rendah dari 75% mungkin dikarenakan pada konsentrasi 100% sudah melebihi konsentrasi optimum efek daya hambat ekstrak daun pacar kuku.
Setelah dilakukan analis statistik uji Kruskal Wallis (lampiran 9) untuk membandingkan kelima rerata hitung diameter zona hambatan kelompok perlakuan utama, yaitu kontrol positif antibiotik ceftriaxone, ekstrak daun pacar kuku 25%, 50%, 75%, dan 100%, didapatkan bahwa ada perbedaan rerata hitung diameter zona hambat yang bermakna (p<0,05) antara kelima kelompok perlakuan tersebut.
Analisis dilanjutkan dengan melakukan perbandingan multiple rerata hitung diameter zona hambat antar masing-masing perlakuan utama (lampiran 10). Dengan uji Mann Whitney (α = 0,05) tampak adanya perbedaan yang bermakna antara kontrol positif antibiotik Ceftriaxone dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 25%, 50%, 75%, dan 100%; antara ekstrak daun pacar kuku kadar 25% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 50%, 75%, 100%; dan antara ekstrak daun pacar kuku 50% dengan 75%, dan 100%. Sedangkan perbedaan tidak bermakna ditemukan pada ekstrak daun pacar kuku kadar 75% dengan 100%, kedua ekstrak tersebut memiliki rata-rata zona hambatan yang hampir sama.
Berdasarkan pada hasil analisis tersebut, ekstrak daun pacar kuku memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus. Tetapi pemberian ekstrak daun pacar kuku yang melampaui dosis optimum 75%, seperti pada konsentrasi 100% tidak memberikan efek yang lebih baik.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad H. S. dan Muhammad S. dari Departemen Ilmu Biologi Universitas Usmanu Danfodiyo Nigeria (2005), bahwa ekstrak air daun pacar kuku mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus sp. hingga diameter 23 mm pada konsentrasi 80%.
Data pada lampiran 7 menunjukkan rerata hitung diameter daya hambat ekstrak daun pacar kuku 75% (18,9 mm) dan 100% (18,3 mm) melebihi rerata hitung diameter disk antibiotik Eritromisin (7,6 mm) dan Penisilin (14,6 mm).
(47)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Namun jika dibandingkan dengan antibiotik Ceftriaxone sebagai kontrol positif (24,6 mm) ternyata keempat konsentrasi ekstrak daun pacar kuku masih belum efektif untuk digunakan dalam terapi alternatif tonsilo-faringitis Streptococcus β hemolyticus, karena keempat konsentrasi ekstrak daun pacar kuku menghasilkan rerata hitung diameter hambat yang belummampu mendekati atau melebihi rerata hitung diameter hambatan antibiotik kontrol positif.
Melihat bahwa daun-daun henna telah lama digunakan sebagai obat kumur dalam sakit kerongkongan di India (Chopra, 1958) dan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun pacar kuku terbukti dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus, maka bagi penduduk yang telah menggunakan daun-daun pacar kuku untuk mengobati sakit tenggorokan dapat melanjutkan penggunaannya.
Kelemahan dari skripsi ini adalah ekstrak daun pacar kuku yang digunakan hanya berasal dari satu daerah saja. Hal ini dikarenakan keterbatasan dari peneliti dalam mencari ekstrak daun pacar kuku dari berbagai daerah. Hendaknya penelitian dilakukan dengan menggunakan ekstrak daun pacar kuku dari berbagai daerah agar dapat diketahui efek antibakterinya dengan lebih bermakna.
(48)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34 BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku terhadap isolat klinik Streptococcus β hemolyticus dari penderita tonsilo-faringitis, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak daun pacar kuku terbukti dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus β Hemolyitcus secara In vitro.
2. Rata-rata daya hambat ekstrak daun pacar kuku pada kadar 25% (0 mm), kadar 50% (11,1 mm), kadar 75% (18,9 mm), dan kadar 100% (18,3 mm).
3. Daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku kadar 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap Streptococcus β hemolyticus lebih rendah [p (sig.) < 0,05] jika dibandingkan dengan disk antibiotik Ceftriaxone.
B. SARAN
Setelah dilakukan penelitian tentang daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L.) terhadap isolat klinik Streptococcus β hemolyticus dari penderita tonsilo-faringitis, maka peneliti menganjurkan: 1. Kepada peneliti untuk:
a. Menentukan Minimal Inhibitory Concentration (MIC) dari ekstrak daun pacar kuku.
b. Melakukan uji preklinis mengenai toksisitas ekstrak daun pacar kuku secara In vivo sehingga dapat diketahui lethal dose 50 (LD50), efek toksik, dan dosis amannya.
c. Mencari preparasi dan dosis yang tepat untuk penggunaan lebih lanjut daun pacar kuku sebagai antibakteri.
2. Karena terbukti dapat membunuh bakteri, maka bagi masyarakat yang telah lama menggunakan daun-daun pacar kuku sebagai obat sakit tenggorokan dapat melanjutkan penggunaannya.
(1)
Hasil analisis menunjukkan Levene Test hitung p value sebesar 0,000, p value < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data tidak homogen. Karena data tidak homogen, pengujian hipotesis dilakukan dengan statistik nonparametrik yaitu uji Kruskall Wallis.
3. Uji Kruskall Wallis
Hasil uji Kruskall Wallis menunjukkan p value sebesar 0,000, p value < 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelima perlakuan.
Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan daya hambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus yang signifikan antara kelima perlakuan, maka dilanjutkan uji Mann Whitney sehingga dapat ditentukan perbandingan antar masing-masing perlakuan.
B. Uji Mann Whitney
Uji statistik dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan membandingkan antar masing-masing perlakuan, nilai signifikansi α = 0,05. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 10:
1. Nilai p < 0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata hitung diameter zona hambatan yang bermakna antara:
a. Kontrol positif dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 25%, 50%, 75%, dan 100%.
b. Daun pacar kuku kadar 25% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 50%, 75%, dan 100%.
c. Daun pacar kuku kadar 50% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 75% dan 100%.
2. Nilai p > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata hitung diameter zona hambatan yang bermakna antara ekstrak daun pacar kuku kadar 75% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 100%.
(2)
BAB V PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa spesimen yang mengandung Streptococcus β hemolyticus paling banyak ditemukan pada penderita tonsilo-faringitis rentang usia 6-12 tahun (50%), hal ini menunjukkan bahwa yang paling banyak mengalami tonsilo-faringitis karena Streptococcus β hemolyticus adalah anak usia sekolah. Oleh karena itu, penggunaan bahan-bahan alami dengan efek samping yang minimal diharapkan dapat digunakan pada anak-anak.
Berdasarkan data pada penelitian ini ternyata angka kejadian tonsilo-faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus terhitung masih cukup banyak, dari 37 spesimen yang diidentifikasi ternyata 12 spesimen didapatkan bakteri Streptococcus β hemolyticus. Dapat dilihat dari gambar 1 bahwa spesimen yang mengandung Streptococcus β hemolyticus pada penelitian ini adalah 32% dari seluruh spesimen. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Streptococcus β hemolyticus masih menjadi penyebab utama terjadinya tonsilo-faringitis bakterial.
Menurut etnofarmakologi, daun pacar telah lama digunakan sebagai obat kumur dalam sakit kerongkongan di India (Chopra, 1958), selain itu hingga saat ini daun pacar kuku sering digunakan sebagai bahan pewarna kulit, rambut, dan hiasan pada tangan (Habbal et al., 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa daun pacar kuku cukup aman digunakan secara topikal. Penggunaan obat kumur ekstrak daun pacar kuku diharapkan dapat menjadi obat komplementer untuk pengobatan jangka panjang yang aman
Pemberian antibiotik Eritromisin, Penisilin, Amoxicillin, dan Ceftriaxone terhadap semua sampel bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri Streptococcus β hemolyticus terhadap berbagai jenis antibiotik sekaligus menentukan antibiotik yang dijadikan kontrol positif (tabel 2 dan gambar 2). Pemberian antibiotik Eritromisin memberikan reaksi yang resisten pada pengukuran diameter zona hambat sebesar 83,33% sampel, padahal hingga saat
(3)
untuk pasien yang alergi dengan antibiotik golongan Penisilin.
Begitu juga dengan pemberian antibiotik Penisilin, bakteri isolat klinis pada penelitian ini 50% sampel memberikan reaksi resisten, sedangkan 50% lainnya hanya memberikan reaksi intermediet. Meskipun pada praktek klinik Penisilin masih dijadikan untuk pengobatan pertama mengatasi tonsilo-faringitis bakterial, tetapi pada penelitian ini menunjukkan bahwa Penisilin sudah tidak poten lagi menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus isolat klinis.
Antibiotik Amoxicillin masih memberikan reaksi yang cukup poten pada penelitian ini. Hanya 8,33% sampel resisten terhadap antibiotik Amoxicillin sedangkan 91,67% lainnya masih sensitif. Antibiotik Amoxicillin terbukti masih poten untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus meskipun sudah terjadi resistensi.
Pada pemberian antibiotik Ceftriaxone pada bakteri Streptococcus β hemolyticus isolat klinis pada penelitian ini menunjukkan 100% sensitif. Karena hanya antibiotik Ceftriaxone yang sensitif seluruhnya, antibiotik Ceftriaxone dipilih menjadi kontrol positif pada penelitian ini.
Hasil pengukuran diameter daya hambatan terhadap Streptococcus β hemolyticus yang terbentuk karena pemberian keempat konsentrasi ekstrak daun pacar kuku dan kelompok kontrol disajikan dalam tabel 3 dan gambar 3. Rerata hitung diameter zona hambat kontrol positif, yaitu disk antibiotik Ceftriaxone (24,6 mm) lebih besar dari ekstrak daun pacar kuku konsentrasi 50%, 75%, dan 100%.
Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun pacar kuku yang digunakan, semakin besar pula rerata hitung diameter daya hambat yang dibentuk. Peningkatan rerata hitung diameter daya hambatan sebanding dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak daun pacar kuku, menunjukkan adanya hubungan dosis respon. Temuan ini memperkuat kesimpulan kausal antara pemberian ekstrak daun pacar kuku dengan hambatan pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus.
(4)
Peningkatan dosis respon hanya berlaku sampai pada konsentrasi optimum. Pada ekstrak daun pacar kuku konsentrasi 100% diameter hambatannya sedikit lebih rendah dari 75% mungkin dikarenakan pada konsentrasi 100% sudah melebihi konsentrasi optimum efek daya hambat ekstrak daun pacar kuku.
Setelah dilakukan analis statistik uji Kruskal Wallis (lampiran 9) untuk membandingkan kelima rerata hitung diameter zona hambatan kelompok perlakuan utama, yaitu kontrol positif antibiotik ceftriaxone, ekstrak daun pacar kuku 25%, 50%, 75%, dan 100%, didapatkan bahwa ada perbedaan rerata hitung diameter zona hambat yang bermakna (p<0,05) antara kelima kelompok perlakuan tersebut.
Analisis dilanjutkan dengan melakukan perbandingan multiple rerata hitung diameter zona hambat antar masing-masing perlakuan utama (lampiran 10). Dengan uji Mann Whitney (α = 0,05) tampak adanya perbedaan yang bermakna antara kontrol positif antibiotik Ceftriaxone dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 25%, 50%, 75%, dan 100%; antara ekstrak daun pacar kuku kadar 25% dengan ekstrak daun pacar kuku kadar 50%, 75%, 100%; dan antara ekstrak daun pacar kuku 50% dengan 75%, dan 100%. Sedangkan perbedaan tidak bermakna ditemukan pada ekstrak daun pacar kuku kadar 75% dengan 100%, kedua ekstrak tersebut memiliki rata-rata zona hambatan yang hampir sama.
Berdasarkan pada hasil analisis tersebut, ekstrak daun pacar kuku memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus. Tetapi pemberian ekstrak daun pacar kuku yang melampaui dosis optimum 75%, seperti pada konsentrasi 100% tidak memberikan efek yang lebih baik.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad H. S. dan Muhammad S. dari Departemen Ilmu Biologi Universitas Usmanu Danfodiyo Nigeria (2005), bahwa ekstrak air daun pacar kuku mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus sp. hingga diameter 23 mm pada konsentrasi 80%.
Data pada lampiran 7 menunjukkan rerata hitung diameter daya hambat ekstrak daun pacar kuku 75% (18,9 mm) dan 100% (18,3 mm) melebihi rerata
(5)
(24,6 mm) ternyata keempat konsentrasi ekstrak daun pacar kuku masih belum efektif untuk digunakan dalam terapi alternatif tonsilo-faringitis Streptococcus β hemolyticus, karena keempat konsentrasi ekstrak daun pacar kuku menghasilkan rerata hitung diameter hambat yang belum mampu mendekati atau melebihi rerata hitung diameter hambatan antibiotik kontrol positif.
Melihat bahwa daun-daun henna telah lama digunakan sebagai obat kumur dalam sakit kerongkongan di India (Chopra, 1958) dan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun pacar kuku terbukti dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus, maka bagi penduduk yang telah menggunakan daun-daun pacar kuku untuk mengobati sakit tenggorokan dapat melanjutkan penggunaannya.
Kelemahan dari skripsi ini adalah ekstrak daun pacar kuku yang digunakan hanya berasal dari satu daerah saja. Hal ini dikarenakan keterbatasan dari peneliti dalam mencari ekstrak daun pacar kuku dari berbagai daerah. Hendaknya penelitian dilakukan dengan menggunakan ekstrak daun pacar kuku dari berbagai daerah agar dapat diketahui efek antibakterinya dengan lebih bermakna.
(6)
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku terhadap isolat klinik Streptococcus β hemolyticus dari penderita tonsilo-faringitis, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak daun pacar kuku terbukti dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus β Hemolyitcus secara In vitro.
2. Rata-rata daya hambat ekstrak daun pacar kuku pada kadar 25% (0 mm), kadar 50% (11,1 mm), kadar 75% (18,9 mm), dan kadar 100% (18,3 mm).
3. Daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku kadar 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap Streptococcus β hemolyticus lebih rendah [p (sig.) < 0,05] jika dibandingkan dengan disk antibiotik Ceftriaxone.
B. SARAN
Setelah dilakukan penelitian tentang daya antibakteri ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L.) terhadap isolat klinik Streptococcus β hemolyticus dari penderita tonsilo-faringitis, maka peneliti menganjurkan: 1. Kepada peneliti untuk:
a. Menentukan Minimal Inhibitory Concentration (MIC) dari ekstrak daun pacar kuku.
b. Melakukan uji preklinis mengenai toksisitas ekstrak daun pacar kuku secara In vivo sehingga dapat diketahui lethal dose 50 (LD50), efek toksik, dan dosis amannya.
c. Mencari preparasi dan dosis yang tepat untuk penggunaan lebih lanjut daun pacar kuku sebagai antibakteri.
2. Karena terbukti dapat membunuh bakteri, maka bagi masyarakat yang telah lama menggunakan daun-daun pacar kuku sebagai obat sakit