PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VI SD XAVERIUS 3 BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VI SD XAVERIUS 3

BANDAR LAMPUNG

Oleh

ANASTASIA WURYANTI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan tentang rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung melalui metode sosiodrama.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas(PTK) melalui siklus – siklus tindakan. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) observasi, dan (d) refleksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui metode sosiodrama hasil pembelajaran keterampilan berbicara mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari hasil yang diperoleh pada siklus I nilai rata – rata tes keterampilan berbicara siswa 70,5 dengan persentase ketuntasan 47,5%. Pada siklus II nilai rata – rata tes keterampilan berbicara siswa 77,125 dengan persentase ketuntasan 77,5 %. Peningkatan rata – rata dari siklus I ke siklus II adalah 6,62 dan peningkatan persentasenya adalah 30 %.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pem-bangunan suatu bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik dapat diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam hal ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Undang-Undang Sistem Pendidikan nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar ( Depdiknas, 2003)

Dalam dunia pendidikan sering dikatakan bahwa pada umumnya bahasa merupakan alat komunikasi yang umum bagi masyarakat. Tidak ada masyarakat di manapun mereka tinggal yang tidak memiliki dan menggunakan bahasa.

Berbicara sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa yang berfungsi untuk menyampaikan informasi secara lisan (Brown dalam Saddhono,dkk. 2012: 57) Keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa lisan yang amat fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah, berbicara mempunyai peranan penting yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran.


(3)

Menurut Saddhono, (2012:37) bahwa tujuan utama berbicara adalah terjadinya suatu komunikasi. Secara praktis, kegiatan komunikasi tersebut terjadi dalam setiap proses pembelajaran karena di dalamnya akan selalu terdapat interaksi melalui kegiatan menyimak dan berbicara.Hasil observasi awal di SD Xaverius 3 Bandar Lampung diperoleh data bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VI pada kompetensi dasar berbicara dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat, guru masih menggunakan metode yang konvensional sehingga pembelajaran jarang melibatkan serta mengaktifkan siswa.

Studi dokumentasi hasil belajar bahasa Indonesia menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa kelas VI C masih rendah. Berdasarkan hasil pra penelitian rendahnya keterampilan berbicara siswa disebabkan karena siswa tidak terbiasa berbicara dengan pelafalan dan intonasi yang benar, siswa terlihat terbata-bata dan terpotong-potong saat berbicara, siswa kurang antusias dalam meningkatkan keterampilan berbicara, metode sosiodrama jarang digunakan pada saat pembelajaran.

Rendahnya keterampilan berbicara juga disebabkan karena beberapa faktor misalnya seperti pembelajaran masih berpusat pada guru, siswa kurang terlibat secara langsung, guru tidak menggunakan media, ketidaktepatan guru dalam memilih metode, guru hanya menjelaskan teori, dan pembelajaran kurang menyenangkan. Adapun rendahnya nilai keterampilan berbicara kelas VI C dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.


(4)

Tabel 1.1 Tingkat Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VI C SD Xaverius 3 Bandar Lampung

No.

Tingkat Keterampilan

Berbicara Jumlah Siswa

Presentase (%)

1 Tinggi 2 siswa 5%

2 Sedang 8 siswa 20%

3 Rendah 30 siswa 75%

Jumlah 40 siswa 100%

Berdasarkan hasil penilaian pada tabel di atas, perlu adanya upaya peningkatan pembelajaran pada aspek berbicara bagi siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung melalui berbagai cara, salah satunya adalah pemilihan metode mengajar.

Dalam dunia pendidikan, kita banyak mengenal berbagai macam ragam metode pengajaran salah satunya metode sosiodarma dan bermain peran. Guru dituntut agar menguasai metode-metode pengajaran sehingga selain tercapainya tujuan, siswa dapat menerima, mencerna, paham dan mengerti pelajaran yang diajarkan. Guru merupakan 3 unsur yang dapat menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial (Warsidi dan Farika, 2008:58)

Metode sosiodrama mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran di sekolah dasar. Melalui metode sosiodrama secara langsung membantu siswa dalam membentuk dan mengembangkan karakter yang dimiliki siswa. Proses interaksi antar siswa dengan guru dalam kegiatan pembelajaran dengan metode sosiodrama akan lebih aktif, komunikasi berjalan dua arah dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru.


(5)

Dengan demikian, siswa tidak hanya menerima penjelasan materi secara teoritis tetapi juga ikut mengamati dan menganalisa masalah yang sedang diperankan yang merupakan ilustrasi dari materi yang akan disampaikan. Hal ini jelas sangat berbeda ketika siswa mengikuti proses pembelajaran dengan metode konvensional. Kesan yang muncul ketika siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan metode konvensional adalah siswa menjadi objek dari materi yang disampaikan oleh guru.

Sedangkan metode sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan sebagai subjek dan mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang masalah yang dihadapi.

Penulis mempunyai keyakinan bahwa metode sosiodrama dapat membantu menumbuhkan semangat belajar siswa, kekreatifan, kerja sama, serta dapat menarik perhatian siswa untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, timbul berbagai masalah yang dapat diiden-tifikasikan sebagai berikut:

1.2.1 Kurangnya antusias siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar lampung dalam meningkatkan keterampilan berbicara.

1.2.2 Metode sosiodrama kurang sering digunakan antara guru dengan murid

1.2.3 Guru kurang tepat dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang aktif dan menyenangkan .


(6)

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah meningkatkan keterampilan berbicara melalui metode sosiodrama pada siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung?”

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1.4.1 Untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama pada siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung.

1.4.2 Untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan

berbicara melalui metode sosiodrama di kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Siswa :

Dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara

b. Guru :

Metode sosiodrama dijadikan salah satu alternatif pembelajaran bahasa Indonesia di SD Xaverius 3 Bandar Lampung


(7)

c. Sekolah :

Merupakan bahan masukan dalam rangka memeperbaiki dan meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia khususnya, dan mata pelajaran lain pada umumnya

d. Peneliti :

Dapat dijadikan bahan masukan untuk melakukan tindakan penelitian yang selanjutnya.


(8)

KAJIAN PUSTAKA

2.1Belajar

Belajar adalah sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan (Roestiyah, 2012: 3).

Menurut Sardiman, (2011: 21) “belajar adalah berubah” dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Fathurrohman, 2011: 5). Perubahan sebagai hasil dari belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk, seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan serta kemampuan.

Dari beberapa definisi tentang belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar itu sesungguhnya adalah sebuah “perubahan” yang terjadi pada diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Perubahan itu ada yang bisa diamati secara langsung seperti misalnya dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca, dari tidak bisa menulis menjadi bisa menulis, dan dari tidak bisa berhitung menjadi bisa berhitung.


(9)

Ada pula perubahan yang tidak dapat diamati secara langsung namun akan terasa perubahannya setelah proses belajar itu berlangsung selama beberapa saat misalnya perubahan sikap dan tingkah laku siswa.

Hal yang terpenting dalam belajar adalah proses, bukan hasil yang diperoleh. Hasil dari belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain seperti orang tua dan guru hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik.

Untuk dapat belajar dengan baik, siswa membutuhkan suasana yang wajar tanpa tekanan, membutuhkan bimbingan dan bantuan guru, serta kesempatan untuk berkomunikasi baik dengan guru, teman, maupun dengan lingkungan.

2.2 Pembelajaran

Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan peserta didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik maka kepentingan belajar anak didik terpenuhi. Peserta didik merupakan subyek belajar yang memasuki atmosfir suasana belajar yang diciptakan guru.

Menurut Dick dan Carey (dalam Rusman, 2012: 132) pembelajaran adalah perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik atau siswa.

Menurut Joyce & Well (dalam Rusman, 2012: 133) pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang


(10)

bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lainnya.

Jadi menurut peneliti, di dalam proses pembelajaran ada hubungan yang sangat erat antara pendidik dengan anak didik. Seorang pendidik harus berusaha semaksimal mungkin membuat proses pembelajaran menjadi suatu proses kegiatan yang menarik bagi siswa dan membuat siswa menjadi antusias dan tertarik. Pembelajaran konvensional masih menempatkan anak didik sebagai obyek pembelajaran dan guru sebagai subyeknya. Guru menjadi faktor yang sangat dominan dalam keseluruhan proses pembelajaran sehingga anak didik kedudukannya dalam proses pembelajaran menjadi kurang bermakna.

Dengan metode pembelajaran yang baru, kegiatan belajar mengajar menempatkan kedudukan murid dan guru menjadi setara. Anak didik merupakan subyek pembelajaran dan menjadi inti dari setiap kegiatan pembelajaran.

Dalam kegiatan pembelajaran harus ada interaksi yang baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, antara siswa dengan bahan pembelajaran, bahkan antara siswa dengan dirinya sendiri, namun tetap dalam kerangka untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

2.3 Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.


(11)

Menurut Damiyati dan Mudjiono (2009) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelumnya belajar, dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.

Dari definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang.

Menurut Sadirman, (2011: 42) faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor – faktor yang berasal dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar individu.

Faktor – faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. a. Faktor fisiologis

Faktor – faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.

b. Faktor psikologis

Faktor – faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.


(12)

Faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.

a. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman – teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa :

- Lingkungan sosial masyarakat

Kondisi lingkungan sosial masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

- Lingkungan sosial keluarga

Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar, ketegangan keluarga, sifat – sifat orang tua, demografi keluarga ( letak rumah ), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.

b. Lingkungan non sosial

Faktor – faktor yang termasuk lingkungan non sosial yaitu : - Lingkungan alamiah

Lingkungan alamiah meliputi kondisi udara segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu terlalui silau / kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.

- Faktor instrumental

Perangkat instrumental yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti : gedung sekolah, alat – alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya.


(13)

buku panduan, silabus dan lain sebagainya. - Faktor materi pelajaran

Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

2.4Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

2.4.1 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD bagi siswa adalah untuk mengembangkan keterampilan berbahasa Indonesia.Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan keterampilan kebutuhan, dan minatnya, sedangkan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa Indonesia siswa, serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswa. BSNP (2006).

Selain itu, tujuan umum pembelajaran sebuah Bahasa adalah memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Dengan pembelajaran Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual


(14)

dan kesusasteraan merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut.

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.

Dengan pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosioanal dan sosial.

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, budi pekerti, serta menigkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah

budaya dan intelektual manusia Indonesia (KTSP 2006)


(15)

Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai berikut: (1). Sarana pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa

(2). Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya

(3). Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

(4). Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah,

(5). Sarana pengembangan penalaran, dan

(6). Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan Indonesia (Kurikulum KTSP, 2006)

Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar diharapkan mampu mengembangkan dan mengarahkan siswa dengan segala potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu guru dapat mendorong siswa untuk berpikir secara kritis.

Keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, terkait dengan kemampuan guru, baik sebagai perancang pembelajaran maupun sebagai pelaksana di lapangan. Selain itu, guru dituntut mampu melakukan pembaharuan khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu dengan merancang pembelajaran berdasarkan pengalaman belajar siswa sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna.


(16)

Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat

pembelajaran Bahasa dan Sastra yang menyatakan bahwa belajar bahasa Indonesia adalah belajar menggunakan bahasa yang baik dan benar. Selain itu, pembelajaran bahasa adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran keterampilan. Selain pembelajaran keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis),

Pembelajaran bahasa dan sastra juga menghargai sastra dan mampu mengapresiasikan suatu karya sastra. Pada intinya, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan kepada usaha pengembangan keterampilan berbahasa siswa (Mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis) dan pengapresiasian karya sastra dan penciptaan karya sastra.

Secara umum Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terdiri atas 2 bidang besar, yaitu bidang bahasa dan bidang sastra. Pada pembelajaran bahasa, siswa diharapkan dapat menguasai semua keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Selain itu, pembelajaran bahasa juga berhubungan dengan ilmu-ilmu kebahasaan. Pada ilmu kebahasaan, siswa diharapkan mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar, baik dari penggunaan dan penulisan kata yang baku, penggunaan dan penulisan kalimat yang baku, maupun penggunaan dan penulisan kalimat efektif. Selain itu, ilmu kebahasaan juga berhubungan dengan pelafalan fonem sampai kata, penggunaan atau pembentukan kata, pembentukan kalimat, dan pembentukan paragraf. Selain keterampilan berbahasa, aspek yang ada dalam pembelajaran bahasa meliputi:


(17)

2. Morfologi, berhubungan dengan pembentukan kata 3. Sintaksis, berhubungan dengan pembentukan kalimat

4. Analisis Wacana, berhubungan dengan pembentukan wacana, baik paragraf maupun artikel.

2.5 Pembelajaran Keterampilan Berbicara 2.5.1 Hakikat Berbicara

Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Pengertian secara khusus banyak dikemukakan para pakar. Tarigan (dalam Saddhono, 2012: 34) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Berbicara adalah sarana untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak.

Konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi mencakup sembilan hal, antara lain:

1. Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal 2. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi

3. Berbicara adalah ekspresi kreatif 4. Berbicara adalah tingkah laku

5. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari 6. Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman 7. Bernicara adalah sarana memperlancar cakrawala


(18)

8. Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat. (Tarigan, 2008 : 34) 9. Berbicara adalah pancaran pribadi

2.5.2 Tujuan Berbicara

Menurut Saddhono, (2012: 37) tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, dan kemauan secara efektif, seyogyanya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.

Dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya, dan dapat dimanfaatkan untuk mengontrol diri apakah sudah mempunyai kesanggupan mengucapkan bunyi-bunyi dengan tepat, mengungkapkan fakta-fakta dengan spontan, dan menerapkan kaidah-kaidah bahasa yang benar secara otomatis.

Saddhono juga menyatakan, bahwa tujuan berbicara adalah sebagai berikut: a. Mendorong berbicara untuk memberi semangat, membangkitkan

kegairahan, serta menunjukkan rasa hormat, dan pengabdian.

b. Meyakinkan: pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan atau sikap mental kepada para pendengarnya.

c. Berbuat/ bertindak: pembicara menghendaki tindakan atau reaksi fisik dari para maksud menggembirakan, menghibur para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang dialami oleh pendengar.

d. Memberitahukan: pembicara berusaha menguraikan atau menyampaikan sesuatu kepada pendengar, dengan harapan agar pendengar mengetahui tentang suatu hal, pengetahuan dan sebagainya.


(19)

e. Menyenangkan: pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang dialami oleh pendengar.

2.5.3 Jenis-jenis Berbicara

Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis berbicara, yaitu :

a. Berbicara menghibur, biasanya suasana santai, rileks dan kocak. Tidak berarti bahwa berbicara menghibur tidak dapat membawakan pesan dalam berbicara menghibur tersebut pembicara berusaha membuat pendengarnya senang gembira dan bersukaria.

b. Berbicara menginformasikan. Dalam suasana serius, tertib dan hening. Berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas, sistematis dan tepat isi agar informasi benar-benar terjaga keakuratannya.

c. Berbicara menstimulasi, berbicara menstimulasi juga berusaha serius, kadang-kadang terasa kaku, pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya.

Berbicara menstimulasi, pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga pendengar itu bekerja lebih tekun, berbuat lebih baik, bertingkah lebih sopan, belajar lebih berkesinambungan. Pembicara biasa dilandasi oleh rasa kasih sayang, kebutuhan kemauan, harapan, dan inspirasi pendengar.


(20)

d. Berbicara meyakinkan, sesuai dengan namanya, bertujuan meyakinkan pendengarnya, suasananya pun bersifat serius, mencekam dan menegangkan. Pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati dari tidak mau membantu menjadi mau membantu. Pembicara harus melandaskan pembicaraannya kepada argumentasi dan nalar, logis masuk akal, dan dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi.

e. Berbicara menggerakkan, juga menuntut keseriusan baik dari segi pembicara maupun dari segi pendengarnya. Pembicara dalam berbicara haruslah berwibawa, dan dapat menjadi panutan masyarakat

Menurut Saddhono, (2012: 38) membedakan jenis berbicara ke dalam tiga macam yaitu: persuasife, instruktif, dan rekreatif.

Berbicara Persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Berbicara persuasif meliputi mendorong, meyakinkan, dan bertindak.

Berbicara instruktif adalah berbicara yang menghendaki reaksi dari pendengar berupa pengertian yang tepat. Berbicara instruktif bertujuan untuk memberitahukan.

Sedangkan berbicara rekreatif adalah berbicara yang menghendaki reaksi dari pendengar berupa minat dan kegembiraan. Berbicara rekreatif bertujuan untuk menyenangkan.


(21)

Jenis-jenis berbicara tersebut menghendaki reaksi dari para pendengar yang beraneka ragam.

2.5Metode Pembelajaran

2.6.1 Pengertian Metode

Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Fatthurrohman,dkk. 2011 : 15)

Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila tidak menguasai metode secara tepat. Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 767) metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.

Berdasarkan definisi di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa metode merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

2.6.2 Jenis-jenis Metode

Menurut Sanjaya, ( dalam Abimanyu, 2010: 6-7) mengemukakan berbagai metode pembelajaran , baik metode pembelajaran yang lebih berpusat pada guru maupun metode pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa. Metode pembelajaran yang berpusat pada guru, meliputi:

1. Metode ceramah 2. Metode tanya jawab 3. Metode demonstrasi


(22)

4. Metode diskusi 5. Metode simulasi

6. Metode pemberian tugas

Metode pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa, meliputi:

1. Metode karya wisata 2. Metode kerja kelompok 3. Metode penemuan 4. Metode sosiodrama

2.7 Metode Sosiodrama

Metode sosiodrama adalah suatu metode mengajar di mana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan suatu kegiatan memainkan peran tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (Warsidi, dkk. 2008: 179).

Sosiodrama merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah hubungan sosial, untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu”.

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa metode sosiodrama adalah salah satu bentuk metode belajar mengajar dengan jalan mendramakan/ memerankan sebuah dialog.

Secara umum metode pembelajaran bermain peran/sosiodrama (Role Playing) dapat digunakan apabila :


(23)

1) Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang, 2) Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan, 3) Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan, 4) Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan keterampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak, 5) Dapat menghilangkan rasa malu, di mana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, 6) Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna bagi kehidupan dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya, 7) Untuk meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik secara lebih kritis dan detail dalam pemecahan masalah, 8) Untuk meningkatkan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan

2.7.1 Kelebihan Metode Sosiodrama :

a. Melatih peserta didik untuk berkreatif dan berinisiatif

b. Melatih peserta didik untuk memahami sesuatu dan mencoba melakukannya

c. Memupuk bakat peserta didik yang memiliki bibit seni dengan baik melalui sosiodrama yang sering dilakukannya dalam metode ini


(24)

e. Membuat peserta didik merasa senang, karena dapat terhibur oleh fragmen teman-temannya. (Nurcholis, 2007 : 152)

2.7.2 Kekurangan Metode Sosiodrama

a. Pada umumnya yang aktif hanya yang berperan saja

b. Cenderung dominan unsur kreasinya daripada kerjanya, karena untuk berlatih sosiodrama memerlukan banyak waktu dan tenaga

c. Membutuhkan ruangan yang cukup luas

d. Sering mengganggu kelas di sebelahnya. (Nurcholis, 2007 : 152) 2.7.3 Penerapan Metode Sosiodrama di kelas VI SD Xaverius 3

Bandarlampung. Pertemuan I A. Kegiatan Awal

- Berdoa bersama untuk mengawali kegiatan pembelajaran. - Guru mengabsen kehadiran siswa dan menanyakan keadaan siswa.

- Guru membacakan drama pendek yang berjudul “Malin Kundang” untuk menarik perhatian siswa terhadap materi yang akan dibelajarkan.

- Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai isi drama pendek yang dibacakan:

Dari daerah manakah asal cerita “Malin Kundang” ? Siapakah nama tokoh dalam cerita “Malin Kundang” ? Apakah amanat yang terkandung dalam drama “Malin


(25)

- Guru memotivasi siswa dengan memberikan gambaran manfaat mempelajari drama.

B. Kegiatan Inti

- Siswa membentuk kelompok didampingi oleh guru.

- Siswa membacakan drama pendek tentang “Malin Kundang” - Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang pembelajaran

drama pendek.

- Siswa menyusun naskah drama dari cerita yang didengar. - Siswa berlatih bermain peran

- Siswa memerankan drama pendek “ Malin Kundang” - Siswa menceritakan kembali isi drama pendek yang baru diperankan

- Guru bertanya jawab tentang hal- hal yang belum diketahui siswa.

- Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalah pemahaman, memberi penguatan dan penyimpulan.

C. Kegiatan Penutup

- Siswa bersama guru melakukan pembahasan tentang hal-hal penting dalam drama.

- Siswa dan guru mengadakan refleksi tentang proses dan hasil belajar.


(26)

Pertemuan II

A. Kegiatan Awal

- Berdoa bersama untuk mengawali kegiatan pembelajaran.

- Guru mengabsen kehadiran siswa dan menanyakan keadaan siswa. - Guru memberikan ilustrasi untuk memusatkan perhatian siswa

terhadap materi yang akan dibelajarkan.

- Guru bertanya jawab tentang materi drama minggu yang lalu. B. Kegiatan Inti

- Siswa kembali membentuk kelompok didampingi oleh guru.

- Siswa bersama kelompoknya menyusun naskah drama dari cerita pendek yang lain.

- Siswa berlatih bermain peran

- Siswa memerankan drama pendek sesuai naskah yang disusun. - Siswa menceritakan kembali isi drama pendek yang baru

diperankan

- Guru bertanya jawab tentang hal- hal yang belum diketahui siswa. - Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalah

pemahaman, memberi penguatan dan penyimpulan. C. Kegiatan Akhir

- Guru bersama siswa bertanya jawab tentang drama yang baru di perankan.

- Siswa dan guru mengadakan refleksi tentang proses dan hasil belajar.


(27)

2.8 Hipotesis Tindakan

Jika pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dengan menggunakan metode sosiodrama, maka keterampilan berbicara siswa SD Xaverius 3 Bandar Lampung akan meningkat


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Setting Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SD Xaverius 3 Bandar Lampung, tepatnya pada tahun pelajaran 2012/2013.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada semester genap dalam waktu 2 bulan yaitu bulan Januari sampai dengan Februari 2013.

3.1.3 Subjek Penelitian

Subjek dan kajian penelitian dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah satu kelas VI C dengan jumlah siswa 40 anak yang terdiri dari 23 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan tahun pelajaran 2012- 2013.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan

dalam bentuk siklus.Tujuan penelitian ini untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran melalui siklus berdaur ulang, Arikunto,


(29)

Alur Penelitian Tindakan Kelas

Alur tindakan kelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini!

Bagan 1. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dikutip dari Arikunto (2006:16)

Adapun urutan kegiatan penelitian secara garis besar sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan

a) Bersama dengan observer membuat jadwal perencanaan tindakan untuk menentukan materi pokok yang akan disampaikan.

b) Mempersiapkan kelengkapan yang digunakan dalam pembelajaran, seperti silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

c) Mempersiapkan materi pembelajaran yang telah ditetapkan, yaitu drama pendek dan menjabarkan materi ke dalam beberapa kelompok . Refleksi

Perencanaan

SIKLUS I

Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II

Pengamatan Refleksi

Laporan

Pelaksanaan


(30)

d) Menyiapkan skenario pembelajaran yang menggunakan metode sosiodrama.

e) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) berupa angket yang akan diisi oleh siswa.

f) Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati kegiatan atau aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung.

g) Menyiapkan perangkat dokumentasi untuk mendokumentasikan kegiatan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Tahap Pelaksanaan

Pembelajaran dilaksanakan dua kali pertemuan, pada setiap pertemuan berlangsung dua jam pelajaran(2 x 35 menit). Dan setiap kali akhir pertemuan dilakukan tes berbicara. Tahap pelaksanaan pada setiap pertemuan meliputi:

a. Kegiatan Awal

- Apersepsi dan motivasi

- Tanya jawab tentang materi pelajaran yang akan dipelajari - Mengajukan pertanyaan tentang drama pendek

b. Kegiatan Inti

- Mendengarkan drama pendek yang disampaikan secara lisan

- Menjawab pertanyaan sesuai dengan drama pendek yang disampaikan secara lisan

- Menentukan judul drama pendek yang disampaikan secara lisan - Menceritakan kembali drama pendek yang disampaikan secara


(31)

- Bertanya jawab tentang hal yang belum diketahui

- Bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman memberikan penguatan dan penyimpulan

c. Kegiatan Akhir - Penugasan

- Mengadakan refleksi tentang proses dan hasil belajar - Menyimpulkan

3. Tahap pengamatan/observasi

- Melakukan pengamatan terhadap pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode sosoiodrama

- Mencatat kelemahan dan kelebihan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama

- Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penggunaan metode sosiodrama

- Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran dan perbaikan untuk pembelajaran berikutnya

4. Tahap Refleksi

- Menganalisis temuan saat melakukan observasi.

- Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat pembelajaran berbicara menggunakan metode sosiodrama.

- Melakukan refleksi terhadap penggunaan metode soiodrama. - Melakukan refleksi terhadap aktivitas peserta didik dalam


(32)

- Melakukan refleksi terhadap hasil tes keterampilan berbicara siswa.

- Mencari solusi terhadap kelemahan pada siklus I untuk perbaikan pembelajaran.

- Mengevaluasi hasil refleksi, mendiskusikan, dan mencari upaya perbaikan untuk digunakan pada pembelajaran berikutnya.

3.3 Instrumen Penilaian

Pengamatan yang dilakukan secara kolaborasi yang melibatkan teman sejawat sebagai observer di kelas menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut:

1. Lembar Observasi

Lembar observasi siswa dan guru digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini untuk mengetahui aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan metode sosiodrama.

2. Tes Hasil Belajar

Tes berbicara dilaksanakan pada waktu pelaksanaan kegiatan bermain peran dalam setiap siklusnya. Dalam penelitian ini ada 2 siklus berarti ada 2 tes,yaitu tes performen dan tes pengisian lembar angket siswa.Tes performen digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat keterampilan berbicara siswa. Sedangkan tes pengisian lembar angket siswa digunakan siswa dalam menanggapi


(33)

respon penerapan metode sosiodrama untuk meningkatkan keterampilan berbicara.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui: 3.4.1 Observasi:

Dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran berbicara menggunakan metode sosiodrama.

3.4.2 Dokumentasi:

Dipergunakan untuk mengumpulkan data nama dan jumlah siswa kelas VI C SD Xaverius 3 Bandar Lampung.

3.4.3 Teknik Tes:

Dipergunakan untuk mendapatkan data tentang hasil tes keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode sosiodrama.

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran, perlu dilakukan analisis data. Pada penelitian tindakan kelas ini, digunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.

3.5.1 Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif ini dari pengamatan siswa dan guru pada saat pembelajaran berlangsung sesuai indikator observasi yang telah disusun kemudian dipresentase


(34)

pada setiap pertemuan.

Untuk menghitung hasil observasi untuk siswa dan guru menggunakan rumus:

Ʃ skor perolehan

Ʃ skor total

P = x 100%

Keterangan P = tingkat keberhasilan

Untuk melihat tingkat keberhasilan siswa dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran digunakan lima kategori,yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1: Kriteria Keberhasilan Aktivitas Peserta Didik dan Kinerja Pendidik dalam (%)

(Sumber:Aqib dkk,2009:41)

3.5.2 Analisis Data Kuantitatif

Sedangkan analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendiskripsikan kemampuan belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan oleh pendidik.

No Tingkat Keberhasilan Keterangan

1. > 80% Sangat Tinggi

2. 60-78% Tinggi

3. 40-59% Sedang

4. 20-39% Rendah


(35)

Nilai rata-rata hasil belajar peserta didik dapat dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata hitung.

Keterangan:

N = Banyaknya peserta didik

Xi = Nilai peserta didik

Tabel 3.2: Kriteria Penilaian Berbicara Menggunakan Metode Sosiodrama

No. Aspek yang Dinilai Skor nilai

1. Kejelasan pelafalan 20

2. Intonasi 15

3. Ketepatan Kalimat 20

4. Kelancaran 20

5. Ekspresi 15

6. Kesesuaian Tema 10

(Sumber: adaptasi dari Nurgiantoro, 2012: 408)

3.6 Indikator Keberhasilan

Keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama dikatakan berhasil apabila tingkat keberhasilan siswa secara klasikal mencapai ≥ 75% dari total jumlah siswa telah lulus KKM dengan nilai sekurang-kurangnya 70 yang ditentukan di sekolah.


(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan dan refleksi pada pembelajaran bahasa Indonesia dapat disimpulkan bahwa: penggunaan metode sosiodrama dapat meningkatkan hasil belajar keterampilan berbicara pada siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung Kecamatan Sukarame. Hal ini terbukti pada hasil siklus I yaitu aktivitas merespon penjelasan guru rata-rata 47,5% pada siklus II meningkat menjadi 75%, aktivias mengemukakan ide/pendapat rata-rata 47,5% pada siklus II meningkat menjadi 77,5%, aktivitas dalam bekerjasama rata-rata 40% pada siklus II meningkat menjadi 87,5%, aktivitas siswa yang selalu bermain-main dengan teman sebangku rata-rata 75% pada siklus II menurun menjadi 30%, siswa yang minder dan kurang berani dalam bermain peran rata-rata 62,5% pada siklus II menurun menjadi 25%. Sedangkan pada siklus I siswa yang tuntas 19 siswa atau 47,5% dan pada siklus ke-II meningkat menjadi 31 siswa yang tuntas atau 77,5% dari 40 siswa.

5.2 Saran

Dalam rangka memperbaiki pelaksanaan tindakan berikutnya dan untuk meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara di Sekolah Dasar, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:


(37)

1. Guru diharapkan menggunakan metode sosiodrama sebagai salah satu alternatif yang layak dikembangkan untuk mengatasi masalah rendahnya keterampilan berbicara siswa.

2. Guru hendaknya terus menggali potensi siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara agar langsung dapat diterapkan dalam berkomunikasi sehari-hari

3. Kepala sekolah diharapkan dapat menyarankan kepada dewan guru untuk mengikuti berbagai seminar, lokal karya, dan menggunakan media dengan metode yang spesifik , mudah dipahami siswa, serta menyenangkan dalam pembelajaran.

4. Dinas Pendidikan hendaknya lebih sering memberikan pelatihan dan bimbingan kepada guru berkenaan dengan hal-hal yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.


(38)

Anonim, 2012. Kurikulum SD Xaverius 3 Bandarlampung (KTSP). Tidak diterbitkan

Arikunto, Suharsimi dkk, 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: BumiAksara Aqib, Zaenal dkk, 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama Widya

Abimanyu Soli,dkk, 2010 Strategi Pembelajaran:

Elnicovegeance.wordpress.com/2012/09/30/prestasi-belajar/

Damiyati, Mudjiono.2009. Pengertian Hasil Belajar. Dari: http://indramunawar. blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan- definisi. html. Diunduh tanggal 16 Januari 2013)

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang – undang Sistem Pendidikan Fathurrohman dan Sutikno, 2011. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman

Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama

Hamalik, Oemar, 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Angkasa Kunandar, 2009. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nurgiyantoro Burhan, 2012. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis

Kompetensi.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Nurcholis Hanif, 2007. Saya Senang Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gelora Angkasa Pratama

Poerwadarminta, W. JS, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Roestiyah, 2012. Strategi Belajar Mengajar; Cetakan 7. Jakarta: Rineka Cipta Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran ,Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Saddhono dan Slamet,2012. Meningkatkan Ketrampilan Berbahasa Indonesia. Bandung , Karya Putra Darwati,

Sadirman, 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Raja Grapindo Persada


(39)

Warsidi dan Farika, 2008. Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas ; untuk kelas VI Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah ,– Jakarta : Pusat Perbukuan Dep. Pendidikan Nasional.


(1)

pada setiap pertemuan.

Untuk menghitung hasil observasi untuk siswa dan guru menggunakan rumus:

Ʃ skor perolehan Ʃ skor total

P = x 100%

Keterangan P = tingkat keberhasilan

Untuk melihat tingkat keberhasilan siswa dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran digunakan lima kategori,yaitu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1: Kriteria Keberhasilan Aktivitas Peserta Didik dan Kinerja Pendidik dalam (%)

(Sumber:Aqib dkk,2009:41)

3.5.2 Analisis Data Kuantitatif

Sedangkan analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendiskripsikan kemampuan belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan oleh pendidik.

No Tingkat Keberhasilan Keterangan

1. > 80% Sangat Tinggi

2. 60-78% Tinggi

3. 40-59% Sedang

4. 20-39% Rendah


(2)

34

Nilai rata-rata hasil belajar peserta didik dapat dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata hitung.

Keterangan:

N = Banyaknya peserta didik

Xi = Nilai peserta didik

Tabel 3.2: Kriteria Penilaian Berbicara Menggunakan Metode Sosiodrama

No. Aspek yang Dinilai Skor nilai

1. Kejelasan pelafalan 20

2. Intonasi 15

3. Ketepatan Kalimat 20

4. Kelancaran 20

5. Ekspresi 15

6. Kesesuaian Tema 10

(Sumber: adaptasi dari Nurgiantoro, 2012: 408)

3.6 Indikator Keberhasilan

Keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama dikatakan berhasil apabila tingkat keberhasilan siswa secara klasikal mencapai ≥ 75% dari total jumlah siswa telah lulus KKM dengan nilai sekurang-kurangnya 70 yang ditentukan di sekolah.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan dan refleksi pada pembelajaran bahasa Indonesia dapat disimpulkan bahwa: penggunaan metode sosiodrama dapat meningkatkan hasil belajar keterampilan berbicara pada siswa kelas VI SD Xaverius 3 Bandar Lampung Kecamatan Sukarame. Hal ini terbukti pada hasil siklus I yaitu aktivitas merespon penjelasan guru rata-rata 47,5% pada siklus II meningkat menjadi 75%, aktivias mengemukakan ide/pendapat rata-rata 47,5% pada siklus II meningkat menjadi 77,5%, aktivitas dalam bekerjasama rata-rata 40% pada siklus II meningkat menjadi 87,5%, aktivitas siswa yang selalu bermain-main dengan teman sebangku rata-rata 75% pada siklus II menurun menjadi 30%, siswa yang minder dan kurang berani dalam bermain peran rata-rata 62,5% pada siklus II menurun menjadi 25%. Sedangkan pada siklus I siswa yang tuntas 19 siswa atau 47,5% dan pada siklus ke-II meningkat menjadi 31 siswa yang tuntas atau 77,5% dari 40 siswa.

5.2 Saran

Dalam rangka memperbaiki pelaksanaan tindakan berikutnya dan untuk meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara di Sekolah Dasar, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:


(4)

60

1. Guru diharapkan menggunakan metode sosiodrama sebagai salah satu alternatif yang layak dikembangkan untuk mengatasi masalah rendahnya keterampilan berbicara siswa.

2. Guru hendaknya terus menggali potensi siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara agar langsung dapat diterapkan dalam berkomunikasi sehari-hari

3. Kepala sekolah diharapkan dapat menyarankan kepada dewan guru untuk mengikuti berbagai seminar, lokal karya, dan menggunakan media dengan metode yang spesifik , mudah dipahami siswa, serta menyenangkan dalam pembelajaran.

4. Dinas Pendidikan hendaknya lebih sering memberikan pelatihan dan bimbingan kepada guru berkenaan dengan hal-hal yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.


(5)

Anonim, 2012. Kurikulum SD Xaverius 3 Bandarlampung (KTSP). Tidak diterbitkan

Arikunto, Suharsimi dkk, 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:BumiAksara Aqib, Zaenal dkk, 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK.

Bandung: Yrama Widya

Abimanyu Soli,dkk, 2010 Strategi Pembelajaran:

Elnicovegeance.wordpress.com/2012/09/30/prestasi-belajar/

Damiyati, Mudjiono.2009. Pengertian Hasil Belajar. Dari: http://indramunawar. blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan- definisi. html. Diunduh tanggal 16 Januari 2013)

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang – undang Sistem Pendidikan Fathurrohman dan Sutikno, 2011. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman

Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama

Hamalik, Oemar, 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Angkasa Kunandar, 2009. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nurgiyantoro Burhan, 2012. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis

Kompetensi.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Nurcholis Hanif, 2007. Saya Senang Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gelora Angkasa Pratama

Poerwadarminta, W. JS, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Roestiyah, 2012. Strategi Belajar Mengajar; Cetakan 7. Jakarta: Rineka Cipta Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran ,Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Saddhono dan Slamet,2012. Meningkatkan Ketrampilan Berbahasa Indonesia. Bandung , Karya Putra Darwati,

Sadirman, 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Raja Grapindo Persada


(6)

Tarigan, 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Bumi Angkasa

Warsidi dan Farika, 2008. Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas ; untuk kelas VI Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah ,– Jakarta : Pusat Perbukuan Dep. Pendidikan Nasional.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Storytelling (Bercerita) Dengan Menggunakan Boneka Tangan Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Teloyo 3 Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 17

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Storytelling (Bercerita) Dengan Menggunakan Boneka Tangan Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Teloyo 3 Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 13

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENNGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS IV SD Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan Menngunakan Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas Iv Sd Muhammadiyah 10 Tipes Kecamatan Serengan Kota Surakarta Tahun Pe

0 0 17

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENNGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS IV SD Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan Menngunakan Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas Iv Sd Muhammadiyah 10 Tipes Kecamatan Serengan Kota Surakarta Tahun Pe

0 1 19

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DEBAT AKTIF PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Debat Aktif pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 3 Purwantoro Ke

0 0 16

Peningkatan Keterampilan Berbicara Sesuai Unggah-ungguh Basa Melalui Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas VII E SMP Negeri 1 Kebakkramat Karanganyar.

0 0 8

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS V SD NEGERI CEPIT PENDOWOHARJO BANTUL.

1 5 162

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS VB SD NEGERI KEPUTRAN I YOGYAKARTA.

1 3 181

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA SMK NEGERI 1 PONTIANAK

0 3 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE SOSIODRAMA DI KELAS V SD NEGERI CILUMPING - repository perpustakaan

0 0 24