PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS V SD NEGERI CEPIT PENDOWOHARJO BANTUL.

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS V SD NEGERI CEPIT

PENDOWOHARJO BANTUL

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Erthienda Mahardika Iswarawati NIM 13108241042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS V SD NEGERI CEPIT

PENDOWOHARJO BANTUL

Oleh:

Erthienda Mahardika Iswarawati NIM 13108241042

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk meningkatkan proses pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama siswa kelas V SD Negeri Cepit dan 2) untuk meningkatkan keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama siswa kelas V SD Negeri Cepit.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) kolaboratif. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Cepit dengan subjek penelitian siswa kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul yang berjumlah 22 siswa, terdiri dari 7 siswa laki -laki dan 15 siswa perempuan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart dengan model spiral. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah statistik deskriptif kuantitatif yaitu dengan mencari rerata.

Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VB SD Negeri Keputran I Yogyakarta. Peningkatan keterampilan berbicara pada siklus I sebesar 3,35, dari kondisi awal 65,86 meningkat menjadi 69,21. Pada siklus II meningkat sebesar 10,2 dari kondisi awal 65,86 meningkat menjadi 76,06.


(3)

iii

IMPROVEMENT OF SKILL SPEAKING USING SOCIODRAMA METHOD STUDENT CLASS V SD NEGERI CEPIT

PENDOWOHARJO BANTUL

By:

Erthienda Mahardika Iswarawati NIM 13108241042

ABSTRACT

The purpose of this research are: 1) to improve the learning process of speaking skill using sociodrama method of grade V students of Cepit State Element and 2) to improve speaking skill using sociodrama method of grade V elementary school of Cepit State.

This type of research is a collaborative classroom action research. This research was conducted in Cepit State Element with the subject of the research of the students of Grade V of Cepit Pendowoharjo Bantul State Elementary School, which consisted of 22 students, consisting of 7 male students and 15 female students. In this study, researchers used an action research design developed by Kemmis and Taggart with a spiral model. Data collection methods used are tests, observations, and documentation. Technique of data analysis in this research is quantitative descriptive statistic that is by looking for mean.

The result of the research shows that learning of speaking skill using sociodrama method can improve the speaking skill of VB SD Negeri Keputran I Yogyakarta students. Increased speaking skill in cycle I was 3.35, from initial condition 65,86 increase to 69,21. In the second cycle increased by 10.2 from the initial condition 65.86 increased to 76.06.


(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Erthienda Mahardika Iswarawati

NIM : 13108241042

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan : Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas : Ilmu Pendidikan

Lembaga : Universitas Negeri Yogyakarta Judul Penelitian : Peningkatan Keterampilan Berbicara

Menggunakan Metode Sosiodrama Siswa Kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 17 April 2017 Yang menyatakan,

Erthienda Mahardika Iswarawati NIM. 13108241042


(5)

(6)

vi

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS V SD NEGERI CEPIT

PENDOWOHARJO BANTUL

Disusun Oleh:

Erthienda Mahardika Iswarawati

NIM 13108241042

Yogyakarta, 23 Mei 2017


(7)

vii

HALAMAN MOTTO

“Jangan berbicara tanpa ilmu”


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

1. Kedua orang tua saya dan ketiga adik cantikku. Terimakasih atas doa, kasih sayang, dukungan, dan perhatian yang selama ini diberikan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik di dunia dan di akhirat.

2. Almamater S1 PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama dan Nusa Bangsa.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah sertaa karunia-Nya kepada peneliti, sehingga pada kesempatan ini peneliti dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini dengan sebaik-bainya. Skripsi ini ditulis sebagai realisasi untuk memenuhi tugas mata kuliah Tugas Akhir Skripsi. Selain itu, skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dengan judul

“Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Metode Sosiodrama Siswa Kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kebijakan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Wakil Dekan 1 yang memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ketua jurusan PSD yang telah memberikan motivasi pada penyusunan skripsi

ini.

4. Ibu Dra. Suyatinah M.Pd. selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

5. Bapak Karno, S.Pd. Kepala SD Negeri Cepit, Pendowoharjo, Bantul yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

6. Ibu Okti Agista, S.Pd. guru kelas V SD Negeri Cepit, Pendowoharjo, Bantul yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.


(10)

x

7. Seluruh siswa kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul atas kerjasama yang diberikan selama peneliti melakukan penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan proposal skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan.

Yogyakarta, 21 April 2017

Yang menyatakan,

Erthienda Mahardika Iswarawati

NIM. 13108241042


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang masalah ....………. 1

B. Identifikasi Masalah ……...……… 5

C. Pembatasan Masalah ………..……… 6

D. Rumusan Masalah ………..……… 6

E. Tujuan Penelitian ……… 6

F. Manfaat penelitian ……...………. 7

BAB II. KAJIAN TEORI 9 A. Keterampilan Berbicara ………. 9

1. Pengertian Keterampilan Berbicara ………. 9

2. Tujuan Keterampilan Berbicara ……….. 10

3. Fungsi keterampilan ………. 12

B. Aspek yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara ………..……. 13

C. Faktor Penunjang Keterampilan Berbicara ………..………. 15

D. Metode Sosiodrama ………...…………. 17

1. Pengertian Metode Sosiodrama ...………. 17

2. Tujuan Metode Sosiodrama ...……….. 20

3. Langkah-langkah Metode Sosiodrama ...……….. 22

E. Penggunaan Metode Sosiodrama dalam Pembelajaran ………. 25

F. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ………... 26

G. Kerangka Pikir ……….…... 27


(12)

xii

BAB III. METODE PENELITIAN 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Setting Penelitian ... 32

1. Subjek Penelitian ... 32

2. Waktu & Tempat Penelitian ... 33

C. Prosedur Penelitian ... 33

D. Metode Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 45

G. Kriteria Keberhasilan ... 46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 47 A. Hasil Penelitian ... 47

1. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 47

2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 59

B. Pembahasan ... 72

1. Peningkatan Keterampilan Berbicara pada Siklus I ... 72

2. Peningkatan Keterampilan berbicara pada Siklus II ... 73

C. Keterbatasan Penelitian ... 75

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 76 A. Simpulan ... 76

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Profil Kelas sebelum Tindakan ...

33

Tabel 2. Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara ... 40

Tabel 3. Kisi-kisi Penilaian Keterampilan Berbicara ... 41

Tabel 4. Klasifikasi Nilai Keterampilan Berbicara ... 42

Tabel 5. Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Penerapan Metode Sosiodrama ... 43

Tabel 6. Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Penerapan Metode Sosiodrama ... 44

Tabel 7. Peningkatan Nilai Rerata Keterampilan Berbicara Siswa dari Pratindakan sampai Tindakan Siklus I ... 57

Tabel 8. Kriteria Nilai Keterampilan Berbicara Siklus I ... 58

Tabel 9. Peningkatan Nilai Rerata Keterampilan Berbicara Siswa Pratindakan, Tindakan Siklus I, dan Tindakan Siklus II ... 69

Tabel 10. Kriteria Nilai Keterampilan Berbicara Siklus II ... 70


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ... 29

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kemmis dan Taggart ... 34

Gambar 3.Kegiatan Guru saat Menjelaskan Cara Membaca Sosiodrama yang Benar ... 52

Gambar 4. Kegiatan Siswa saat Memainkan Sosiodrama Siklus I ... 54

Gambar 5. Diagram Nilai Rerata Pratindakan dan Siklus I ... 57

Gambar 6. Kegiatan Guru Saat Menjelaskan Aspek-aspek Kebahasaan ... 66


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tindakan Siklus I ...

83

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tindakan Siklus II ... 93

Lampiran 3. Naskah Teks Sosiodrama ... 103

Lampiran 4. Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa dalam Proses Penerapan Metode Sosiodrama ... 113

Lampiran 5. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Kondisi Awal ... 126

Lampiran 6. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siklus I ... 128

Lampiran 7. Hasil Penilaian Keterampilan Berbicara Siklus II ... 132

Lampiran 8. Hasil Nilai Tes Berbicara Siswa Menggunakan Metode Sosiodrama dari Pra tindakan, siklus I dan siklus II ... 136

Lampiran 9. Peningkatan Nilai Tes Berbicara Siswa Menggunakan Metode Sosiodrama dari Pra tindakan, siklus I, dan siklus II . 138 Lampiran 10. Dokumentasi ... 140


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi. Sebagai makhluk sosial, interaksi antar manusia merupakan kebutuhan lahiriah setiap individu dalam melakukan kegiatan sosial. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Tarigan (2008:8), yang menyatakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial yang paling penting adalah kegiatan sosial. Kegiatan sosial merupakan suatu kegiatan yang melibatkan manusia satu dengan lainnya yang melakukan interaksi berupa saling mengemukakan pendapat atau saling mengekspresikan diri.

Interaksi antar manusia diwujudkan dalam bentuk komunikasi dan sering dilakukan dengan berbicara. Sesuai dengan pendapat Tarigan, (2008: 86) yang menyatakan salah satu aspek dari berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya dan sesuai dengan pendapat Maidar (1988: 1) yang menyatakan dari kenyataan berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan dibandingkan dengan cara lain.

Keterampilan berbicara tidak terlepas dari keterampilan menyimak, karena proses keterampilan berbicara adalah proses keterampilan kedua yang diperoleh seorang anak yakni setelah keterampilan menyimak. Sesuai dengan pendapat Tarigan, (1987: 3) yang menyatakan berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh


(17)

2

keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau ujar dipelajari.

Banyak kasus di sekolah beberapa siswa kurang merasa mampu untuk berbicara di depan umum. Kasus seperti ini bermula dari kurangnya pembinaan untuk keterampilan berbicara. Hal yang sama disampaikan oleh Nurgiyantoro (1995: 276) yang menyatakan berbicara merupakan aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Dari bunyi-bunyi yang didengarkan itu manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara. Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui aspek kebahasaan lainnya sangat tergantung pada aspek berbicara, dengan kata lain jika aspek berbicara belum terlalu dikuasai maka akan berdampak pada ketiga aspek berbahasa lainnya, sehingga keterampilan berbicara perlu ditingkatkan lagi di dalam kehidupan bersosial sehari-hari.

Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Nida & Haris, dalam Tarigan, 2008: 1). Dalam pembelajaran di kelas siswa harus menguasai keempat komponen bahasa tersebut supaya terampil dalam berbahasa. Pembelajaran keterampilan berbahasa di Sekolah Dasar dapat memenuhi fungsi dari berbahasa sendiri yakni komunikasi. Interaksi yang dilakukan manusia dengan media bahasa lebih dikenal dengan proses komunikasi. Keterampilan berbicara, diharapkan dapat membuat siswa lebih memahami pembelajaran bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk menunjang keberhasilan dalam keterampilan berbicara, perlu ditunjang dengan


(18)

3

penggunaan metode yang tepat, sehingga guru dapat meminimalisir adanya kesukaran yang dialami siswa saat mencoba untuk mengemukakan pendapat mereka atau saat meraka hendak menjawab pertanyaan. Berdasarkan hasil wawancara pada guru kelas V SD Negeri Cepit Bantul pada tanggal 24 Oktober 2016 didapatkan data bahwa dalam penyampaian materi pembelajaran, guru belum mengetahui adanya metode yang dapat memudahkan siswa dalam melatih keterampilan berbicara.

Siswa di kelas V banyak yang kurang percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya, karena dalam keseharian siswa kurang dilatih untuk meningkatkan keterampilan berbicara di depan kelas. Kurangnya kepercayaan diri ini dapat di pengaruhi berbagai faktor.

Keadaan yang sering dialami siswa kelas V, berdasarkan hasil wawancara yaitu rasa takut yang berlebih. Takut pembicaraannya tidak dipahami teman dan takut bila suaranya tidak bisa mencapai keseluruh kelas. Selain itu siswa juga merasa malu saat ada beberapa teman yang kurang jelas dalam mendengar suaranya. Hal tersebut dapat terjadi karena pembelajaran pada aspek berbicara kurang menarik dan terkesan monoton sehingga siswa merasa bosan dan menjadi kurang termotivasi untuk belajar. Sehingga siswa lebih memilih diam dan cenderung pasif saat pembelajaran berlangsung. Akibatnya keterampilan berbicara siswa masih rendah, nilai rata-ratanya hanya di kisaran angka 65,86.

Rendahnya keterampilan berbicara merupakan bukti belum maksimalnya proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. Kegiatan pembelajaran aspek berbicara kurang menarik dan membosankan bagi siswa. Hal tersebut


(19)

4

menyebabkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran pada aspek berbicara rendah.

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar dapat digunakan sebuah metode pembelajaran yang inovatif dan menarik bagi siswa agar lebih bersemangat dan termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran serta dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara tersebut adalah dengan menggunakan metode sosiodrama. Sosiodrama merupakan salah satu metode pembelajaran dimana guru memberikan kesimpulan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat sosial. Sosiodrama adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Seperti disampaikan oleh Syaiful Bahri Djamarah (1997: 100) sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan dimana sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sosiodrama adalah sebuah metode yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran yang bertujuan untuk memahamkan peserta didik mengenai suatu permasalahan sosial dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah yang ada melalui sebuah drama.

Menurut Yuni Pratiwi dan Frida Siswayanti (2014: 6) kompetensi di bidang drama dilatihkan melalui empat keterampilan berbahasa secara integrasi (terpadu) dengan menggunakan bahan ajar drama. Penggunakan metode


(20)

5

sosiodrama dalam pembelajaran akan mempengaruhi tingkat pengetahuan siswa terhadap suatu masalah sosial yang ada di sekitar selain itu dengan memainkan peran siswa dapat melatih keterampilan berbahasa. Lebih lanjut Yuni Pratiwi dan Frida Siswayanti (2014: 7), mengatakan keterampilan berbicara dikembangkan melalui kemampuan memerankan tokoh dalam pementasan. Dengan memerankan tokoh, siswa dilatih untuk menganalis unsur-unsur intrinsik pada suatu cerita mulai dari watak tokoh, menghayati isi dialog, dan mengucapkannya secara tepat. Memainkan peran secara rutin atau latihan yang rutin akan terus mengembangkan keterampilan berbicara pada siswa.

Penggunaan metode pembelajaran yang kurang efektif serta masih kurang terampilnya siswa kelas V SD Negeri Cepit dalam berbicara, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Metode Sosiodrama Siswa Kelas V di SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.

1. Keterampilan berbicara siswa masih rendah dibuktikan dengan nilai rerata yang diperoleh siswa adalah 65,86, belum mencapai KKM yang sudah ditentukan yaitu 75.


(21)

6

3. Siswa masih malu-malu, kurang percaya diri dan takut berpendapat selama kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung.

4. Guru belum menggunakan metode sosiodrama untuk melatih keterampilan berbicara.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar permasalahan dalam penelitian tidak meluas maka masalah dibatasi pada masalah aspek keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Cepit yang masih rendah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana meningkatkan proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama pada siswa kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul?

2. Bagaimana meningkatkan keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk :


(22)

7

1) meningkatkan proses pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama siswa kelas V SD Negeri Cepit.

2) meningkatkan keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama siswa kelas V SD Negeri Cepit.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama.

2. Manfaat Praktis 1. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis untuk kepentingan guru dan dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Selain itu juga dapat dijadikan bahan masukan dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah.

2. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada siswa seperti menjadi lebih senang dalam mengikuti pembelajaran dan motivasinya lebih meningkat lagi.


(23)

8 3. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis untuk kepentingan sekolah dan dalam meningkatkan kinerja guru.


(24)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Keterampilan Berbicara

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh satu manusia saat berinteraksi dengan manusia lainnya. Berbicara memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari karena dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan efektif. Para ahli telah mendefinisikan pengertian berbicara, diantaranya sebagai berikut.

Haryadi dan Zamzani (1996/1997: 13) mengatakan berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab di dalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Artinya, berbicara dapat menyalurkan informasi yang berupa ide, gagasan, pikiran (pesan) dari satu sumber ke pemeroleh pesan atau yang sering dikenal dengan komunikasi.

Menurut Henry Guntur Tarigan (1987: 3) berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang telah dikuasi manusia sejak manusia pada masa tumbuh kembang yang dimulai dari keterampilan menyimak.

Berbicara diartikan sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipelajari manusia setelah mempelajari keterampilan menyimak dimana keterampilan


(25)

10

menyimak sering mengandalkan indera pendengaran yang dimiliki oleh manusia. Lebih lanjut Tarigan (2008: 14) mengartikan berbicara sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan, serta perasaan.

Menurut Zahroh dan Sulistyorini (2010: 82) untuk menghasilkan tuturan yang baik, pembicara dituntut untuk dapat mengikuti aturan dalam berbicara, di samping menguasi komponen-komponen yang terlibat di dalam kegiatan berbicara. Komponen-komponen tersebut terdiri dari penguasaan aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Sabarti Akhadiah, dkk (1993: 154) mengungkapkan ada dua aspek berbicara yang terdiri atas aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi a) pelafalan bunyi, b) penempatan tekanan, nada, jangka, instansi, dan ritme, dan c) penggunaan kata dan kalimat. Di samping itu ada pula aspek non kebahasaan yang tidak kalah penting untuk ditumbuhkan. Aspek tersebut mencakup: a) kenyaringan suara, b) kelancaran, c) sikap berbicara, d) gerak-gerik dan mimik muka, e) penalaran, dan f) kesantunan berbicara. Untuk itu, supaya kita dapat berbicara secara baik diperlukan keterampilan berbicara yang baik dan memperhatikan serta aspek yang ada.

2. Tujuan Keterampilan Berbicara

Menurut Tarigan (1981: 16) berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu: a) memberitahukan, melaporkan; b) menjamu, menghibur; dan c)


(26)

11

membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan. Sedangkan menurut Djago Tarigan (1998:149) tujuan umum berbicara digolongkan menjadi 5 yakni: a) menghibur berbicara, b) menginformasikan, c) menstimulasi berbicara, dan d) menggerakkan dalam berbicara.

a) Menghibur Berbicara

Pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana yang menggembirakan pendengar.

b) Menginformasikan

Melaporkan dan dilaksanakan apabila seseorang ingin: menjelaskan suatu proses; menguraikan, menafsirkan, atau menginterprestasikan sesuatu hal; memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan; menjelaskan kaitan. c) Menstimulasi Berbicara

Berbicara perlu kepintaran dalam merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Pembicara dapat mencapai semua yang disebutkan apabila pembicara mengetahui benar apa kemauannya, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.

d) Menggerakkan dalam Berbicara

Pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat diperlukan untuk menggerakkan. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan setuasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa. Pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.


(27)

12

Hal senada juga dikemukakan oleh Imam Syafi’ie (1993: 38) tujuan berbicara dibedakan menjadi empat macam, yakni (1) untuk menyenangkan atau menghibur pendengar, (2) untuk menyampaikan informasi dan menjelaskan sesuatu, (3) untuk merangsang dan mendorong pendengar melakukan sesuatu, (4) untuk meyakinkan pendengar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang melakukan kegiatan berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan maksud apa yang dibicarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya hubungan timbal balik secara efektif dalam kegiatan berbicara, antara pembicara dengan pendengar akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi, lebih efektif dan efisien.

3. Fungsi Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan kebutuhan manusia yang tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan manusia setiap hari mulai dari bangun tidur sampai tidur banyak didominasi oleh kegiatan berbicara.

Menurut Haryadi (1994) ada beberapa fungsi berbicara. Berbicara dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai: a) pemenuhan hajat hidup manusia sebagai makhluk sosial, b) alat komunikasi untuk berbagai urusan atau keperluan, c) ekspresi sikap dan nilai demokrasi, d) alat pengembangan dan penyebarluasan ide/pengetahuan, dan e) peredam ketegangan, kecemasan dan kesedihan.


(28)

13

Sedangkan menurut Richards (2008: 21) fungsi berbicara antara lain: a) sebagai interaksi, b) sebagai transaksi, dan c) sebagai kinerja/publik.

a. Sebagai interaksi, unsur pokoknya antara lain: 1) berfungsi sosial, 2) merefleksikan hubungan, 3) merefleksikan identitas pembicara, 4) bisa jadi formal atau casual, 5) menggunakan syarat percakapan, 6) merefleksikan tingkat kesopanan, 7) menggunakan kata-kata generik, 8) menggunakan percakapan terdaftar/resmi, dan 9) terkonstruksi bersama.

b. Sebagai transaksi, unsur pokoknya antara lain: 1) fokus pada informasi, 2) berfokus pada pesan dan bukan pada partisipan, 3) menggunakan strategi komunikasi agar bisa dipahami, 4) ada pertanyaan, pengulangan dan pemahaman, 5) ada negoisasi, 6) akurasi linguistik tidak begitu penting. c. Sebagai kinerja/publik

B.Aspek yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara

Kemampuan berbicara adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengucapkan suara atau bunyi artikulasi berupa kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. MenurutHaryadi dan Zamzani (1997: 61) mengungkapkan ada dua aspek berbicara yaitu aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek kebahasaan, meliputi: a) pelafalan bunyi, b) intonasi, c) pilihan kata atau diksi, dan d) susunan kalimat. Sedangkan aspek nonkebahasaan terdiri dari: a) semangat dan sikap tenang, b) keterbukaan, c) keintiman, d) isyarat nonverbal, dan e) penguasaan topik.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2009: 277) mengungkapkan dakam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi yang demikian, kejelasan penuturan tidak semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa


(29)

14

(verbal) yang dipergunakan saja, melainkan amat dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik seperti gerak-gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya, suatu hal yang tidak ditemui dalam komunikasi tertulis. Situasi pembicaraan (serius, santai, wajar, tertekan) dalam banyak hal juga akan mempengaruhi keadaan dan kelancaran pembicaraan.

Lebih lanjut, Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi (1999:244) juga mengungkapkan aspek dalam berbicara, yaitu aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi:

a) tekanan, b) ucapan,

c) nada dan irama, d) persendian,

e) kosakata/ungkapan atau diksi, dan f) struktur kalimat yang digunakan.

Sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi: a) kelancaran,

b) pengungkapan materi wicara, c) keberanian,

d) keramahan, e) ketertiban, f) semangat, g) sikap, dan h) perhatian.

Dari beberapa pendapat di atas, maka peneliti hanya mengambil beberapa aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasaan yang dipilih peneliti terdiri dari tekanan, ucapan dan kosakata. Sedangkan aspek non kebahasaan yang dipilih peneliti terdiri dari kelancaran dan keberanian.


(30)

15 C.Faktor Penunjang Keterampilan Berbicara

Kemampuan berbicara adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengucapkan suara atau bunyi artikulasi berupa kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Menurut Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi (1998:19) faktor berbicara adalah sebagai berikut.

1. Seseorang memanfaatkan faktor fisik di mana alat ucap untuk menghasilkan bunyi serta organ tubuh seperti kepala, tangan, dan ronsan atau mimik wajah.

2. Faktor psikologis mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelancaran, dan kefasihan dalam berbicara. Emosi yang stabil, yang tidak saja berpengaruh pada kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh pada keruntutan bahan pembicaraan, apakah seseorang berbicara dengan tertata atau tidak.

3. Faktor neurologis, yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh yang lain di mana ikut dalam aktivitas berbicara.

4. Faktor semantik atau makna dan faktor linguistik yaitu struktur bahasa yang digunakan. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapan saat berbicara haruslah menggunakan bahasa yang runtut, tertata, dan bermakna. Bermakna di sini adalah seseorang yang berbicara tidak hanya sekedar berbicara, akan tetapi ada maksud dan tujuan yang disampaikan, sehingga tidak menimbulkan kekeliruan.

Menurut Maidar G Arsjad dan Mukti U. S (1988: 17) untuk menjadi pembicara yang baik ada beberapa faktor yang menunjang keefektifan berbicara, yaitu: 1) faktor kebahasaan dan 2) faktor non kebahasaan.

1.Faktor kebahasaan, meliputi: 1) ketepatan ucapan,

2) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, 3) pilihan kata (diksi), dan

4) ketepatan sasaran pembicaraan. 2. Faktor nonkebahasaan, meliputi:

a) sikap wajar, tenang, dan tidak kaku,


(31)

16

c) kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat,

d) kenyaringan suara, e) kelancaran,

f) relevansi/penalaran, dan penguasaan topik.

Secara terperinci Maidar (1991:18) mengemukakan beberapa faktor penunjang pada kegiatan berbicarasebagai berikut: faktor kebahasaan meliputi:1) ketepatan ucapan, 2) penepatan tekanan nada sendi atau durasi yang sesuai, 3) pilihan kata, 4) ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya, 5) ketepatan sasaran pembicaraan, dan faktor non kebahasaan, terdiri atas: 1) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, 2) pandangan harus diarahkan ke lawan bicara, 5) kenyaringan suara, 6) kelancaran, 7) relevansi/ penalaran, 8) penguasan topik.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti hanya mengambil beberapa faktor untuk anak usia SD, yaitu faktor kebahasaan yang terdiri dari dan faktor non kebahasaan. Selain itu, guru dapat memilih metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran di kelas agar faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara dapat terpenuhi.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan guru di kelas adalah dengan menggunakan metode sosiodrama. Dengan menggunakan metode sosiodrama siswa akan terbiasa berkomunikasi dengan orang lain sehingga keterampilan berbicara dapat terlatih dengan baik. Dalam berlatih sosiodrama siswa dapat memperhatikan aspek aspek kebahasaan dan non kebahasaan yang mempengaruhi keterampilan berbicara.


(32)

17 D.Metode Sosiodrama

1. Pengertian Metode Sosiodrama

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1997: 72) metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah diciptakan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.

Kegiatan belajar mengajar yang membosankan dapat diubah menjadi kegiatan yang menyenangkan jika guru mampu menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan metode mengajar yang tepat perlu dipahami oleh guru, dan macam metode mengajar atau teknik penyajian yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam mengajar tentu sangat beragam dan salah satu dari banyak contoh metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran keterampilan berbicara adalah metode sosiodrama. Nama lain dari Sosiodrama adalah Simulasi. Menurut Gilstrap yang melihat dari sifat tiruannya, simulasi dapat berbentuk: role playing, psikodrama, sosiodrama, dan permainan. Sedangkan menurut Hyman dalam bukunya ways of teaching, simulasi merupakan salah satu metode yang termasuk ke dalam kelompok role playing. Bentuk-bentuk role playing yang lain adalah sosiodrama, permainan, dan dramatisasi (Moedjiono, 2008:27).

Djamarah (2000: 200) berpendapat metode sosiodrama adalah cara mengajar yang memberikan kesempatan anak didik untuk melakukan kegiatan memainkan peranan tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Moreno (dalam Kellermann, 2007: 1) mengungkapkan metode sosiodrama


(33)

18

adalah satu berpengalaman grup sebagai satu jalan utuh untuk eksplorasi sosial dan transformasi konflik antarkelompok. Sedangkan menurut Wingkel (2004: 470) menjelaskan sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.

Sedangkan Romlah (2001: 104) menjelaskan metode sosiodrama adalah permainan peran yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antarmanusia. Tim Dosen PPB FIP UNY (2000: 35) memberikan pengertian sosiodrama sebagai berikut.

Sosiodrama termasuk salah satu kegiatan bermain peran (role playing). Sesuai dengan namanya, teknik ini dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Siswa atau kelompok individu yang diberi bimbingan, sebagian diberi peran sesuai dengan jalan cerita yang disiapkan. Sedangkan yang lain bertindak sebagai pengamat. Selesai permasalahan dilaksanakan, diadakan diskusi tentang pemeranan, jalan cerita dan ketepatan pemecahan masalah dalam cerita tersebut.

Nana sudjana (2005: 84) menjelaskan metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Pengertian tersebut amat sejalan dengan tinjauan


(34)

19

etimologis yaitu kata sosio berarti sosial atau masyarakat dan drama berarti mempertujukkan atau mempertontonkan. Sebagai metode pembelajaran, sosiodrama sering juga disebut bermain peran karena memang pementasan drama merupakan pementasan seni peran. Dja’far (1992: 33) memberikan pengertian metode sosiodrama ialah suatu bentuk metode mengajar dengan cara memerankan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial.

Lebih lanjut lagi, Roestiyah, N. K. (2001: 90) kadang-kadang banyak peristiwa psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata belaka. Maka perlu didramatisasikan, atau siswa dipartisipasikan untuk berperanan dalam peristiwa sosial itu. Metode sosiodrama perlu digunakan dalam kasus ini. Menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia.

Penggunakan metode sosiodrama dalam pembelajaran dapat membuat siswa memahami peranan orang lain; dapat mengembangkan rasa toleransi. Dengan metode sosiodrama, siswa dapat menghayati peranan yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa bisa belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi itu siswa harus bisa memecahkan masalahnya. Selain itu, siswa dapat mengerti dan menerima pendapat orang lain.


(35)

20

Perbedaan pendapat dalam suatu kelompok sering terjadi karena perbedaan sudut tinjauan dan argumentasi yang berbeda. Metode sosiodrama dengan mendramatisasikan dapat membuat siswa berada dalam situasi yang dimainkan harus bisa berpendapat, memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya, tetapi bila perlu harus bisa mencari jalan keluar. Siswa dalam metode ini harus mampu mengambil kesimpulan/keputusan. Untuk memperoleh hasil itu maka siswa dalam memerankan sosiodrama harus dapat melakukan perundingan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan akhirnya mencapai keputusan bersama.

Menurut Jusuf Djajadisastra (1985: 13) mendefinisikan metode sosiodrama sebagai suatu metode mangajar dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakatnya atau kejadian-kejadian sosial lainnya. Berdasarkan beberapa pemaparan tersebut, dapat dipahami teknik sosiodrama adalah suatu teknik dalam bimbingan kelompok yang memberikan kesempatan pada siswa-siswa mendapatkan pemahaman danpenghayatan akan masalah yang sulitdiungkapkan dengan kata-kata belaka dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah tersebut melalui sebuah drama.

2. Tujuan Metode Sosiodrama

Teknik sosiodrama dipandang tepat membantu siswa untuk meningkatkan hubungan interpersonal sesuai dengan salah satu tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial yaitu


(36)

21

memiliki kemampuan interaksi sosial yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan atau silaturahmi dengan sesama manusia (Depdiknas, 2008: 198).

Ahmadi (2005: 81) menjelaskan beberapa tujuan penggunaan sosiodrama antara lain: a) menggambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang menghadapi suatu situasi sosial tertentu, b) menggambarkan bagaimana cara pemecahan suatu masalah sosial, c) menumbuhkan dan mengembangkan sikap kritis terhadap sikap atau tingkah laku dalam situasi sosial tertentu, d) memberikan pengalaman untuk menghayati situasi sosial tertentu, dan e) memberikan kesempatan untuk meninjau suatu situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu. Sedangkan Nana Sudjana (2005: 84) menjelaskan beberapa tujuan yang diharapkan dengan sosiodrama, antara lain: a) agar seseorang dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, b) dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab, c) dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, dan d) merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.

Roestiyah, N. K. (2001: 93) menambahkan beberapa keunggulan yang dimiliki dari penggunaan metode sosiodrama adalah siswa dilatih lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran, karena masalah-masalah sosial sangat berguna bagi siswa. Permainan peran yang dimainkan siswa secara sendiri memudahkan siswa dalam memahami masalah-masalah sosial. Bagi siswa, dengan berperan seperti orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu. Ia dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga


(37)

22

menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama makhluk akhirnya siswa dapat berperan dan menimbulkan diskusi yang hidup, karena merasa menghayati sendiri permasalahannya.

3. Langkah-langkah Metode Sosiodrama

Suatu metode pembelajaran dalam melaksanakannya tentu ada langkah-langkahnya. Begitu pula dengan metode sosiodrama. Menurut Syaiful Bahri Djamaran ( 1997: 115) menyatakan langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan metode sosiodrama meliputi: a) persiapan, b) pelaksanaan, dan c) evaluasi/tindak lanjut.

a) Tahap persiapan

Menentukan dan menceritakan situasi sosial yang akan didramatisasikan (dengan menggunakan metode ceramah), memilih para pelaku, dan mempersiapkan pelaku untuk menentukan peranan masing-masing. Pada tahap ini guru mempersiapkan masalah situasi hubungan sosial yang akan diperagakan atau pemilihan tema cerita. Pada tahap persiapan ini guru juga menjelaskan mengenai peranan-peranan yang dimainkan, bagaimana pelaksanaan sosio drama dan tatacara pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran setelahnya. Dalam sebuah kelas tentunya terdapat jumlah anak yang tidak semuanya bisa melaksanakan sosiodrama, jadi selain menjelaskan tatacara pelaksanaan sosiodrama, guru juga harus menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh siswa yang menjadi penonton. Setelah menentukan tema pelaksanaan sosiodrama selanjutnya guru mendorong peserta didik untuk


(38)

23

melaksanakan bermain peran, kemudian guru menentukan siapa saja yang menjadi pemain dalam sosiodrama dan yang menjadi penonton. Guru bertugas menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh pemain secara sungguh-sungguh, bagaimana pentingnya menjadi pemeran terhadap tema belajar kelas mereka kali ini.

b) Tahap Pelaksanaan /Tahap permainan sosiodrama

Siswa melakukan sodiodrama, guru dapat menghentikan sosiodrama saat situasi sedang memuncak (tegang), mengakhiri sosiodrama dengan diskusi tentang jalan cerita, atau pemecahan masalah selanjutnya. Di tahap pelaksanaan siswa dipersilakan untuk mendramatisasikan masalah-masalah yang telah ditentukan sebelumnya selama kurang 4-5 menit berdasarkan pendapat dan inisiatif mereka sendiri. Abu Ahmadi menambahkan dalam melaksanakan sosiodrama siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan, menggambarkan, mengungkapkan, suatu sikap yang dipikirkan seandainya ia menjadi tokoh yang diperankannya secara spontan. Permainan dramatisasi dihentikan, kemudian para pemaim dipersilakan duduk, kemudian dilanjutkan dengan diskusi di bawah pimpinan guru yang di ikuti oleh semua peserta didik. Diskusi berkisar pada tingkah laku para pemeran dalam hubungannya dengan tema cerita. Diskusi tersebut berupa tanggapan, pendapat, dan beberapa kesimpulan.


(39)

24

c)

Evaluasi/Tindak Lanjut

Dalam tahap sebelumnya saat siswa sudah masuk diskusi siswa diberi tugas untuk menilai atau memberi tanggapan terhadap pelaksanaan sosiodrama. Setelah itu siswa diberi kesempatan untuk membuat kesimpulan dari hasil sosiodrama. Permainan drama yang telah diperankan oleh beberapa anak sebelumnya kemudian diperankan kembali oleh beberapa siswa yang menjadi penonton setelah di dapat kesimpulan dari diskusi yang dipimpin oleh guru sebelumnya.

Menurut Nana Sudjana (2005: 85) petunjuk menggunakan sosiodrama adalah sebagai berikut.

a. Menetapkan masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswa. b. Menceritakan kepada siswa mengenai isi dari masalah-masalah dalam

konteks cerita tersebut.

c. Menetapkan siswa yang dapat memainkan peranannya di depan kelas. d. Menjelaskan kepada pendengar mengenai peranan siswa saat

sosiodrama sedang berlangsung.

e. Memberikan kesempatan kepada para pemain untuk berunding sebelum siswa memainkan perannya.

f. Akhiri sosiodrama saat situasi pembicaraan mencapai ketegangan. g. Melakukan diskusi kelas dalam memecahkan masalah persoalan yang

ada pada sosiodrama tersebut.

h. Menilai hasil sosiodrama sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut.

Sedangkan Roestiyah, N. K. (2001: 91) berpendapat langkah-langkah sosiodrama agar berhasil dengan efektif adalah sebagai berikut.

a. Guru menerangkan terlebih dahulu kepada siswa tentang metode sosiodrama, dimana siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual di masyarakat. Guru menunjuk beberapa


(40)

25

siswa yang akan berperan dalam sosiodrama, masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya, dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu.

b. Guru harus pandai memilih masalah yang menarik minat siswa. c. Menceritakan terlebih dahulu sambil mengatur adegan yang pertama. d. Menjelaskan kepada pemeran-pemeran mengenai tugas peranannya,

menguasai masalahnya, dan pandai bermimik maupun berdialog.

e. Siswa yang tidak turut dalam memainkan peran harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama selesai. f. Setelah sosiodrama mencapai situasi klimaks, maka harus dihentikan, agar

kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskuskusikan secara umum.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti memilih langkah-langkah sosiodrama yang dikemukakan oleh Nana Sudjana.

E.Penggunaan Metode Sosiodrama dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Menurut Nana Sudjana (2005: 94) sebelum metode sosiodrama diterapkan, terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan oleh guru tentang situasi sosial yang akan didramatisasikan oleh para pelaku. Tanpa diberikan penjelasan tersebut, anak tidak akan dapat melakukan peranannya dengan baik. Oleh karena itu, ceramah mengenai masalah sosial yang akan didemonstrasikan penting sekali dilaksanakan sebelum melakukan sosiodrama.


(41)

26

Langkah-langkah yang mungkin dilakukan dalam menggunakan metode ini adalah sebagai berikut. Dalam persiapan, guru menjelaskan tentang cara membaca naskah sosiodrama yang benar dan aspek-aspek kebahasaan serta non kebahasaan dalam berbicara. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 siswa.

Dalam pelaksanaannya, setiap siswa diberi naskah sosiodrama. Setelah semua siswa mendapat naskah, setiap kelompok maju satu per satu membaca nyaring naskah tersebut. Siswa diberikan kesempatan bertanya apabila masih ada yang belum jelas. Siswa diberi waktu untuk mempelajari naskah sosiodrama tersebut. Selanjutnya, setiap kelompok maju memerankan sodiodrama. Peneliti menilai setiap penampilan siswa.

Di akhir pembelajaran, guru bertanya kepada siswa tentang karakter setiap tokoh dalam sosiodrama tersebut. Siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan dari hasil sosiodrama yang telah dimainkan.

F. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Metode Sosiodrama Siswa Kelas V SD Negeri Keputran I Yogyakartaoleh Hesti Ratna Sari (2013). Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Keputran I Yogyakarta. Peningkatan keterampilan berbicara pada siklus I sebesar 7,38 (dari pratindakan 60,35 meningkat menjadi


(42)

27

67,73) kemudian di siklus II keterampilan berbicara meningkat sebesar 16,17, dari kondisi awal 60,35 meningkat menjadi 76,52.

2. Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganearaan Menggunakan Metode Sosiodrama Terhadap Kepedulian Sosial Siswa Kelas V di SD Negeri Selang oleh Mardenta Nur Yudi Verdana Putra (2013). Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran PKn menggunakan metode sosiodrama memberikan dampak positif signifikan terhadap kepedulian sosial siswa kelas V SD Negeri Selang tahun ajaran 2012/2013. Hal tersebut ditunjukkan dengan uji t pada postest kelompok eksperimen-kontrol yang menunjukkan perbedaan signifikan antara postest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberikan treatment. Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, terdapat peningkatan kepedulian sosial siswa yang dapat dilihat dari peningkatan rerata 127,07 menjadi 138,60.

G.Kerangka Pikir

Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara siswa. Ketidakmampuan siswa dalam berbicara akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang bukan hanya pada pada keterampilan berbicara tetapi di semua mata pelajaran dapat berpengaruh.

Keterampilan berbicara untuk siswa sekolah dasar penting dikuasai agar siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Namun dalam kenyataannya di lapangan, pembelajaran


(43)

28

keterampilan berbicara masih dianaktirikan karena pembelajaran lebih difokuskan pada materi ujian. Guru lebih banyak memberikan ceramah, misalnya pada saat pembelajaran membaca, keterampilan berbicara bentuknya hanya menjawab pertanyaan.

Dalam melatih keterampilan berbicara, guru belum menggunakan metode yang efektif, selain itu siswa cenderung malu dan takut salah dalam mengutarakan pendapat atau menjawab pertanyaan. Sehingga siswa lebih memilih diam dan cenderung pasif saat pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung.

Keterampilan berbicara dipengaruhi berbagai macam aspek, baik yang tercakup dalam aspek kebahasaan maupun aspek nonkebahasaan. Supaya semua aspek dapat dikuasai siswa, guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru di kelas adalah dengan menggunakan metode sosiodrama.

Metode sosiodrama diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa. Dimulai dari berlatih sosiodrama hingga menyimpulkan hasil sosiodrama yang telah dimainkan melatih keterampilan berbicara siswa, selain itu siswa juga dapat mengungkapkan masalah-masalah pribadi dan sosial yang terjadi dan berkaitan dengan hubungan sesama makhluk jidup. Selain itu, dengan menggunakan metode ini siswa diberi kesempatan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam konteks hubungan sosial dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah tersebut melalui sebuah drama. Dengan metode sosiodrama


(44)

29

siswa akan membebaskan dirinya dari tekanan dan kejenuhan yang dialami dalam pembelajaran.

Dapat dilihat bahwa metode sosiodrama sangat menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. Selain itu, sosiodrama ini dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa karena sosiodrama juga mampu membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Dengan kata lain, sosiodrama sangat sederhana untuk dilakukan oleh siswa, tetapi hasilnya cukup efektif dan menyenangkan.

Dengan demikian, metode pembelajaran sosiodrama ini diharapkan dapat mengubah pola pembelajaran yang monoton dan mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Sehingga siswa tidak hanya unggul dalam nilai materi saja, namun juga mempunyai keterampilan berbicara yang baik.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Kenyataan di lapangan, pembelajaran keterampilan berbicara masih dianaktirikan. Metode Sosiodrama Keterampilan

berbicara harus dikuasai oleh setiap siswa.

Keterampilan berbicara meningkat.

Guru perlu memilih metode yang tepat agar keterampilan berbicara siswa dapat

meningkaat.

Masing-masing siswa memiliki peranan-peranan yang harus dimainkan, sehingga siswa akan berlatih berbicara.


(45)

30 H.Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir sebelumnya, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut. Keterampilan berbicara dapat meningkat dengan penggunaan metode sosiodrama siswa kelas V SD N Cepit Pendowoharjo Bantul.


(46)

31

BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) kolaboratif. Menurut Suharsimi Arikunto, dkk. (2008: 3) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang disengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Selanjutnya Zainal Aqib (2009: 13) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas. Sejalan dengan kedua pendapat diatas, Kemmis dan Mc Taggart (Sukardi, 2013: 3) juga mengungkapkan pengertian mengenai penelitian tindakan kelas, yaitu:

“action research is, the way groups of people can organize the conditions under which they can learn from their own experiences and make their experience accessible to others”. Maksud dari pernyataan diatas penelitian tindakan adalah suatu cara yang dapat digunakan oleh peneliti dalam mengorganisasi sebuah kondisi di mana mereka dapat mempelajari pengalaman yang diperoleh dan membuat pengalaman yang diperoleh dapat diakses oleh orang lain.

Lebih lanjut Nana Syaodih (2010: 140) mengemukakan penelitian tindakan merupakan suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh para pelaksana program dalam kegitannya sendiri dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatan-kegiatan penyempurnaan.

Penelitian tindakan kelas ini merupakan penelitian tindakan kolaboratif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut Kasihani


(47)

32

Kasbolah (1998: 14) berpendapat penelitian pendidikan kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam kawasan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pendidikan.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di bidang pendidikan dan dilaksanakan di dalam kelas dengan cara mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, kemudian menganalisa dan menyusun rencana serta kegiatan-kegiatan penyempurnaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalam kelas.

B. Setting Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan di kelas V saat pelajaran bahasa Indonesia di SD Negeri Cepit, Pendowoharjo, Bantul. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2016/2017. Lokasi SD Negeri Cepit berada di Desa Pendowoharjo di wilayah kecamatan Sewon, kabupaten Bantul. Setting penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yakni: 1) subjek penelitian, dan 2) waktu dan tempat penelitian.

1. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul sebanyak 22 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan, peneliti 1 orang, dan guru kelas 1 orang. Sedangkan objek dalam penelitian ini yaitu keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Cepit.


(48)

33

Hasil belajar siswa tersebut pada pelajaran bahasa Indonesia untuk keterampilan berbicara memiliki rata-rata 65,86.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Cepit masih rendah. Siswa cenderung malu, kurang serius, tidak percaya diri, dan takut dalam mengeluarkan pendapat. Hal ini membuat guru berharap siswa memiliki keterampilan berbicara yang lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang tepat untuk memotivasi keberanian siswa untuk berbicara. Berdasarkan keadaan tersebut, melalui penggunaan metode sosiodrama diharapkan keterampilan berbicara siswa dapat meningkat.

Tabel 1. Profil Kelas sebelum Tindakan

Kelas Jumlah Siswa Nilai Rerata

Awal Laki-laki Perempuan

V 7 15 65,86

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SD Negeri Cepit Bantul Pendowoharjo Bantul dan dilaksanakan pada semester genap 2016/2017. Jadwal rencana kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan Maret sampai dengan April 2017.

C.Prosedur Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui metode sosiodrama. Rancangan penelitian ini dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (Sukardi, 2013:5) mengemukakan empat komponen


(49)

34

penelitian tindakan dalam suatu sistem spiral yang saling terkait seperti gambar berikut.

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kemmis dan Taggart

Berdasarkan gambar tahapan diatas, masing-masing siklus terdiri dari empat komponen, yaitu: 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (acting), 3) observasi (observing), dan 4) refleksi (reflecting).

1. Perencanaan (Planning)

Merupakan rangkaian rancangan tindakan sistematis untuk meningkatkan apa yang hendak terjadi. Peneliti melakukan langkah-langkah adalah sebagai berikut.

a. Menentukan masalah lapangan a 1

0

2 3

4

6

5

6 7

8


(50)

35

Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan langsung di kelas V ketika pembelajaran berlangsung dan diskusi dengan guru.

b. Merencanakan langkah pembelajaran berbicara pada siklus I Perencanaan mengenai langkah-langkah pembelajaran yang dibuat masih bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan dalam pelaksanaan.

c. Merancang instrumen sebagai pedoman observasi dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode sosiodrama untuk mengukur hasil belajar bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara.

2. Tindakan (setting)

Tindakan dalam penelitian ini merupakan tindakan praktik dan terencana dalam memecahkan masalah. Tindakan ini dipandu oleh perencanaan yang telah dibuat, bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan dalam proses pelaksanaannya. Pada penelitian ini yang dijadikan tolak ukur pelaksanaan penelitian adalah metode pembelajaran, yaitu berbicara dengan metode sosiodrama. Kriteria yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.

a. Guru menetapkan masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswa. b. Guru menceritakan kepada siswa mengenai isi dari masalah-masalah

dalam konteks cerita tersebut.

c. Guru menetapkan siswa yang dapat memainkan peranannya di depan kelas.


(51)

36

d. Guru menjelaskan kepada pendengar mengenai peranan siswa saat sosiodrama sedang berlangsung.

e. Guru memberikan kesempatan kepada para pemain untuk berunding sebelum siswa memainkan perannya.

f. Guru mengakhiri sosiodrama saat situasi pembicaraan mencapai ketegangan.

g. Guru dan siswa melakukan diskusi kelas dalam memecahkan masalah persoalan yang ada pada sosiodrama tersebut.

h. Guru menilai hasil sosiodrama sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut 3. Observasi (Observing)

Pengamatan yang dilakukan terhadap tindakan-tindakan yang telah diberikan. Observasi memiliki peran penting dalam penelitian yaitu melihat dan mendokumentasi implikasi tindakan yang diberikan kepada subyek yang diteliti. Hal yang dicatat dalam kegiatan pengamatan, yaitu proses tindakan, pengaruh tindakan yang disengaja maupun yang tidak disengaja, situasi tempat dan tindakan, dan kendala yang dihadapi.

4. Refleksi (reflecting)

Refleksi merupakan langkah yang dilakukan peneliti untuk menilai kembali situasi dan kondisi, setelah subjek/ objek yang diteliti mendapatkan tindakan-tindakan yang dilakukan secara sistematis. Selain itu, refleksi merupakan sarana untuk melakukan pengkajian kembali tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek penelitian, dan telah dicatat dalam observasi. Tahap refleksi merupakan analisis dari tahapan tindakan yang dapat diamati


(52)

37

dari tahap observasi yang digunakan sebagai acuan untuk siklus selanjutnya. Apabila pada siklus I hasil yang diharapkan belum tercapai, maka akan dilakukan perubahan pada siklus selanjutnya sampai hasil yang ditetapkan terpenuhi. Apabila hasil yang diharapkan terpenuhi maka penelitian keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Cepit dengan menggunakan metode sosiodrama akan diberhentikan.

D.Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Terdapat beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, angket, observasi, dan studi dokumenter. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tes

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 193) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Wina Sanjaya (2009: 235) menambahkan tes merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa mengenai kompetensi.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa sesudah tindakan. Metode tes diberikan kepada siswa kelas V SD Negeri Cepit. Metode tes ini diarahkan


(53)

38

pada rendahnya keterampilan berbicara siswa. Hasil dari penelitian ini dapat ditunjukkan pada hasil nilai siklus I dan nilai siklus II bahwa pada setiap siklus tersebut akan diketahui ada tidaknya peningkatan keterampilan berbicara siswa.

Dari hasil tes diklarifikasikan sebagai data kuantitatif. Data ini dianalisis secara deskriptif, baik dari nilai tes berbicara siswa sebelum mengalami tindakan yang dilangsungkan di kedua siklusnya. Dengan diketahuinya hasil tes tersebut, maka selanjutnya dapat memperbaiki proses pembelajaran. Selain itu, tes juga digunakan untuk mengetahui perkembangan dan keberhasilan pelaksanaan tindakan saat proses pembelajaran berlangsung. 2. Observasi

Menurut Nana Sukmadinata (2010: 220) observasi atau pengamatan merupakan cara pengumpulan data dengan jalan melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Selanjutnya Sutrisno Dadi (Sugiyono, 2012: 203), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Jenis observasi dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan karena peneliti berberan sebagai pengamat.

Format observasi yang dilakukan oleh peneliti menggunakan lembar observasi yang berisi daftar aspek-aspek pokok mengenai pengamatan terhadap proses pembelajaran yang meliputi aktivitas siswa, dan guru. Format observasi untuk guru digunakan untuk mengetahui metode sosiodrama yang dilakukan oleh guru. Sedangkan format observasi untuk siswa digunakan


(54)

39

untuk mengetahui keterampilan berbicara siswa setelah guru menerapkan metode sosiodrama.

3. Dokumentasi

Menurut Syamsudin dan Darmianti (2006: 108), teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber yang berupa nonmanusia. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data berupa proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul.

E.Instrumen Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006: 229) mengemukakan instrumen penelitian adalah suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pelaksanaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Sedangkan Sugiyono (2009: 102) instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Jadi, instrumen sebagai alat pengumpul data harus dirancang dan dibuat secara baik sehingga data empiris dapat diperoleh sebagaimana adanya. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran metode sosiodrama untuk meningkatkan keterampilan berbicara, alat yang digunakan sebagai pengumpul data adalah tes, observasi, dan dokumentasi. 1. Tes

Tes tentang bahasa dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan tentang bahasa seperti pengetahuan tentang


(55)

40

tatabahasa, bentuk kata, bunyi bahasa dan sebagainya yang ada hubungannya dengan bahasa (Soenardi Djiwandoo, 1996: 2). Tes yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode sosiodrama. Untuk tes keterampilan berbicara, digunakan pedoman penilaian keterampilan berbicara yang sesuai dengan pendapat Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi (1998/1999: 244) yang sudah dimodifikasi. Pedoman penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2: Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara

No. Aspek Aspek yang Dinilai Skor Max

1 Kebahasaan Tekanan 20

Ucapan 20

Kosa kata/diksi 20 2 Non kebahasaan Kelancaran 20

Keberanian 20

Jumlah 100

Dari pedoman penilaian di atas, dapat dikembangkan menjadi kisi-kisi penilaian keterampilan berbicara seperti di bawah ini.


(56)

41

Tabel 3: Kisi-kisi Penilaian Keterampilan Berbicara Aspek yang

Dinilai

Patokan Skor Kriteria

Tekanan 1.Penggunaan tekanan yang sangat tepat

18-20 Sangat baik 2.Penggunaan tekanan yang

tepat

15-17 Baik 3.Penggunaan tekanan yang

kurang tepat

12-14 Cukup 4.penggunaan tekanan yang

tidak tepat

9-11 Kurang Ucapan 1.Penggunaan ucapan yang

sangat tepat

18-20 Sangat baik 2.Penggunaan ucapan yang

tepat

15-17 Baik 3.Penggunaan ucapan yang

kurang tepat

12-14 Cukup 4.Penggunaan ucapan yang

tidak tepat

9-11 Kurang Kosa

kata/diksi

1.Pemilihan kosa kata/diksi yang sangat tepat

18-20 Sangat baik 2.Pemilihan kosa kata/diksi

tepat

15-17 Baik 3.Pemilihan kosa kata/diksi

kurang tepat

12-14 Cukup 4.Pemilihan kosa kata/diksi

tidak tepat

9-11 Kurang Kelancaran 1.Sangat lancar berbicara 18-20 Sangat baik

2.Lancar berbicara 15-17 Baik 3.Kurang lancar berbicara 12-14 Cukup 4.Tidak lancar berbicara 9-11 Kurang Keberanian 1.Sangat berani berbicara di

depan kelas

18-20 Sangat baik 2.Berani berbicara di depan

kelas

15-17 Baik 3.Kurang berani berbicara di

depan kelas

12-14 Cukup 4.Tidak berani berbicara di

dalam kelas

9-11 Kurang

Selanjutnya nilai yang diperoleh siswa dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kriteria seperti dalam tabel berikut ini.


(57)

42

Tabel 4. Klasifikasi Nilai Keterampilan Berbicara

No. Angka Kriteria

1 80-100 Sangat baik

2 66-79 Baik

3 56-65 Cukup

4 40-55 Kurang

(suharsimi Arikunto, 2007: 245)

Dari tabel di atas, klasifikasi nilai keterampilan berbicara dengan kriteria sangat baik, baik, cukup, dan kurang. nilai siswa berdasarkan hasil tes keterampilan berbicara kondisi awal termasuk kriteria baik. Diharapkan pada siklus I dan II anak meningkat menjadi sangat baik.

2. Observasi

Pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama. Berikut adalah contoh lembar observasi aktivitas guru dan siswa dalam proses penerapan metode sosiodrama.


(58)

43

Tabel 5. Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Penerapan Metode Sosiodrama

No Indikator Aspek yang diamati Deskripsi 1 Persiapan Menetapkan masalah-masalah

sosial yang menarik perhatian siswa

Menceritakan kepada siswa mengenai isi dari masalah-masalah dalam konteks cerita Menetapkan siswa yang dapat memainkan peranannya di depan kelas

Menjelaskan kepada pendengar mengenai peranan siswa saat sosiodrama sedang berlangsung Memberikan kesempatan kepada para pemain untuk berunding sebelum siswa memainkan peranannya

2 Pelaksanaan Mengakhiri sosiodrama saat situasi pembicaraan mencapai ketegangan

Melakukan diskusi kelas dalam memecahkan masalah persoalan yang ada pada sosiodrama 3 Evaluasi Menilai hasil sosiodrama sebagai


(59)

44

Tabel 6. Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Penerapan Metode Sosiodrama

No Indikator Aspek yang dinilai Deskripsi 1 Aktivitas

Fisik

Siswa memperhatikan penjelasan guru

Siswa antusias menjawab pertanyaan yang diajukan guru Siswa aktif menyatakan pendapat Siswa aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

2 Aktivitas Mental

Siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran Siswa bebas mengekspresikan diri Siswa lebih kreatif dalam belajar Siswa lebih berani dan percaya diri tampil di depan kelas

3. Dokumentasi

Menurut Syamsudin dan Darmianti (2006: 108), teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber yang berupa nonmanusia. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data berupa proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Cepit Pendowoharjo Bantul. Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), data hasil penelitian siswa, serta gambar foto selama kegiatan pembelajaran. Gambar foto dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan kamera handphone.


(60)

45 F. Teknik Analisis Data

Analisis data yang diterapkan yaitu secara kuantitatif menggunakan statistik deskriptif dengan mencari rerata. Analisis data kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai rerata dari hasil penilaian keterampilan berbicara siswa dalam satu kelas. Berikut adalah rumus mencari rerata menurut Sudjana (2010: 109).

X

=∑�

Dari hasil praktik berbicara siswa yang diperoleh kemudian dihitung dan dirata-rata. Hasil rata-rata nilai pada akhir siklus I dibandingkan dengan siklus II. Apabila mengalami kenaikan, maka pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Analisis hasil dokumentasi menghasilkan data gambar foto dari siklus satu ke siklus berikutnya dipaparkan dengan deskriptif kualitatif. Gambar foto digunakan untuk melengkapi hasil observasi.

G.Kriteria Keberhasilan

Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas, keberhasilan penelitian ini ditandai adanya perubahan ke arah perbaikan terkait dengan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Untuk memberikan makna terhadap keberhasilan setelah pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini digunakan kriteria

Keterangan:

X

=rata-rata kelas

∑� =jumlah seluruh nilai


(61)

46

evaluasi bersifat absolut yaitu suatu tindakan dibandingkan dengan standar minimal yang telah ditentukan. Djamarah dan Zain (1996: 122) menyatakan apabila hasil tindakan sesuai dengan standar minimal yang telah ditentukan, maka tindakan dinyatakan berhasil dengan baik. Proses pembelajaran keterampilan berbicara dinyatakan berhasil jika siswa dapat mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara menggunakan metode sosiodrama dengan baik. Adapun standar minimal yang telah ditentukan adalah 75% dari jumlah siswa dapat mengikuti proses belajar dengan baik dan telah mencapai nilai ketuntasan minimum yaitu 75.


(62)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

1. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pelaksanaan siklus I sebanyak tiga kali pertemuan yaitu pada Jum’at 31 Maret 2017, Sabtu 1 April 2017 dan Senin 3 April 2017. Pelaksanaan tindakan siklus I terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi dan revisi.

a. Perencanaan Tindakan Siklus I

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah perencanaan. Pada tahap perencanaan, guru dan peneliti melakukan beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru dan peneliti adalah sebagai berikut.

1) membuat rencana kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dalam 2 kali pertemuan bersama guru. Peneliti dan guru menentukan indikator dan tema pembelajaran yang akan digunakan selama pembelajaran pada siklus I. 2) Mempersiapkan instrumen penilaian dan lembar observasi yang akan

digunakan untuk memperoleh data selama pelaksanaan penelitian.

3) Mempersiapkan dialog yang akan digunakan dalam pembelajaran yang akan diajarkan pada siklus I.

4) Memperkenalkan dan melatih guru langkah-langkah sosiodrama. b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pelaksanaan penelitian tindakan siklus I, peneliti berkolaborasi dengan observer dan guru. Tugas peneliti adalah mengamati, menilai dan


(63)

48

mendokumentasikan jalannya penelitian. Tugas observer sebagai pengamat dan mendokumentasikan semua pelaksanaan kegiatan pembelajaran siswa, sementara tugas guru yaitu dan melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun oleh peneliti bersama dengan guru kelas. 1) Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Jum’at, 31 Maret 2017 selama dua jam pelajaran (2x35 menit) dengan materi sosiodrama “Saling Berbagi”. Pada pertemuan pertama membahas materi bermain peran dengan judul saling berbagi.

Dalam pertemuan pertama ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan guru dan siswa adalah sebagai berikut.

a) Guru memberikan apersepsi dan menggali motivasi siswa dengan bertanya pada siswa apakah mereka pernah menonton sebuah pertunjukan teater? b) Siswa menjawab sesuai pengalaman masing-masing siswa.

c) Siswa menyimak penjelasan guru mengenai tata cara membaca naskah yang benar.

d) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara acak. Setiap kelompok terdiri dari 3 siswa.

e) Siswa diberi naskah yang berjudul “Saling Berbagi”, setiap kelompok maju satu per satu membaca nyaring naskah tersebut.

f) Siswa diberikan kesempatan bertanya apabila ada yang belum jelas. g) Setiap kelompok maju memerankan sosiodrama. Peneliti menilai setiap


(64)

49

h) Siswa menjawab pertanyaan dari guru, dan dengan bimbingan guru siswa menyimpulkan isi cerita sosiodrama.

2) Pertemuan Kedua

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 April 2017 selama dua jam pelajaran (2x35 menit) dengan materi sosiodrama “Jangan Menyontek”. Pada pertemuan pertama membahas materi bermain peran dengan judul jangan menyontek.

Dalam pertemuan pertama ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan guru dan siswa adalah sebagai berikut.

a) Guru memberikan apersepsi dan menggali motivasi siswa dengan bertanya pada siswa apakah mereka pernah melakukan kegiatan menyontek ulangan milik teman atau PR milik teman?

b) Siswa menjawab sesuai pengalaman masing-masing siswa.

c) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara acak. Setiap kelompok terdiri dari 3 siswa.

d) Siswa diberi naskah yang berjudul “Jangan Menyontek”, setiap kelompok maju satu per satu membaca nyaring naskah tersebut.

e) Siswa diberikan kesempatan bertanya apabila ada yang belum jelas. f) Setiap kelompok maju memerankan sosiodrama. Peneliti menilai setiap

penampilan siswa

g) Siswa menjawab pertanyaan dari guru, dan dengan bimbingan guru siswa menyimpulkan isi cerita sosiodrama.


(65)

50 3) Pertemuan Ketiga

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 3 April 2017 selama dua jam pelajaran (2x35 menit) dengan materi sosiodrama “Mengambil Keputusan Bersama”. Pada pertemuan pertama membahas materi bermain peran dengan judul mengambil keputusan bersama.

Dalam pertemuan pertama ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan guru dan siswa adalah sebagai berikut.

a) Guru memberikan apersepsi dan menggali motivasi siswa dengan bertanya pada siswa apakah anak-anak pernah melakukan pemilihan ketua kelas, wakil ketua kelas dan sebagainya?

b) Siswa menjawab sesuai pengalaman masing-masing siswa.

c) Siswa menyimak penjelasan guru mengenai tata cara membaca naskah yang benar.

d) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara acak. Setiap kelompok terdiri dari 3 siswa.

e) Siswa diberi naskah yang berjudul “Mengambil Keputusan Bersama”, setiap kelompok maju satu per satu membaca nyaring naskah tersebut. f) Siswa diberikan kesempatan bertanya apabila ada yang belum jelas. g) Setiap kelompok maju memerankan sosiodrama. Peneliti menilai setiap

penampilan siswa

h) Siswa menjawab pertanyaan dari guru, dan dengan bimbingan guru siswa menyimpulkan isi cerita sosiodrama.


(66)

51 c. Observasi

Observasi dilakukan dengan berlangsungnya tindakan. Alat bantu yang digunakan dalam observasi ini berupa lembar observasi. Dalam observasi ini diamati kegiatan-kegiatan siswa, kegiatan-kegiatan guru selama pelaksanaan tindakan dan penggunaan metode dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Kegiatan-kegiatan tersebut tercantum dalam uraian di bawah ini.

1) Kegiatan Guru

Peneliti melakukan observasi dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir pembelajaran. Berdasarkan pengamatan peneliti, guru sudah menerapkan langkah-langkah pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama meski tidak sepenuhnya sesuai dengan RPP yang telah dibuat sebelumnya.

Di awal pembelajaran, guru memperkenalkan peneliti dan rekan peneliti kepada seluruh siswa. Setelah itu, guru mengkondisikan siswa untuk siap belajar. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa untuk beberapa waktu ke depan, kelas akan dilakukan sebuah penelitian oleh peneliti. Dan guru mengharapkan agar para siswa dapat berkelakuan baik selama penelitian dilaksanakan.

Pada kegiatan inti guru telah menjelaskan kepada siswa tentang apa saja yang akan dilakukan siswa selama pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung dengan menggunakan sosiodrama. Guru menerangkan bagaimana cara membaca naskah sosiodrama yang benar. Namun penjelasan guru terkesan tergesa-gesa. Sehingga siswa belum mampu menangkap secara


(67)

52

baik penjelasan dari peneliti. Guru tidak menjelaskan aspek-aspek yang harus diperhatikan pada saat berbicara, khususnya dalam bermain sosiodrama. Guru juga tidak menginformasikan skor nilai yang dimiliki oleh setiap aspek. Pada saat pembagian kelompok, guru tidak meminta siswa untuk berpindah tempat sesuai kelompoknya masing-masing. Sehingga siswa tetap duduk di tempat duduknya semula dan tidak ada latihan bersama kelompoknya. Guru sudah cukup baik dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk tampil baik dan berani di depan kelas. Guru mengingatkan siswa untuk bersuara nyaring saat maju ke depan.

Gambar 3. Kegiatan Guru saat Menjelaskan Cara Membaca Sosiodrama yang Benar

Selama peneliti melakukan penilaian terhadap kelompok yang maju, guru lebih sering duduk di kursi bagian belakang, mengerjakan hal lain, dan sesekali memantau siswa serta mengingatkan agar tetap tenang dan


(68)

53

menyimak kelompok yang sedang maju. Peneliti meminta siswa menghafal naskah sosiodrama.

Pada kegiatan akhir, peneliti mulai bertanya kepada siswa tentang bagaimana karakter tokoh yang ada dalam cerita sosiodrama tersebut. Peneliti meminta satu per satu dari siswa untuk mengemukakan pendapatnya. Di pertemuan ketiga, peneliti meminta untuk menuliskan karakter tokoh cerita sosiodrama ke dalam buku tulis masing-masing. Guru cukup baik dalam memberikan penguatan positif bagi siswa yang berani mengemukakan pendapatnya. Guru juga membimbing siswa menyimpulkan serta mengambil hikmah dari cerita sosiodrama tersebut. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari lagi sosiodrama di rumah.

2) Kegiatan Siswa

Selain melakukan observasi terhadap guru, peneliti juga melakukan observasi terhadap aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran pada siklus I , sikap siswa dalam memperhatikan penjelasan peneliti cukup baik. Namun respon siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh peneliti masih rendah, banyak di antara siswa harus ditunjuk terlebih dahulu baru mau menyampaikan pendapat. Di siklus I siswa masih cenderung takut, tetapi sedikit demi sedikit siswa mulai berani untuk berbicara.


(69)

54

Beberapa siswa cukup sulit untuk dikondisikan sehingga suasana kelas menjadi kurang kondusif. Masih banyak terlihat siswa yang berbicara sendiri dengan temannya, melamun dan sebagainya. Di siklus I , siswa terlihat kurang percaya diri karena belum terbiasa untuk bermain sosiodrama di depan kelas. Banyak dari siswa masih merasa malu sehingga pada saat membaca maupun berbicara, kenyaringan suara siswa masih rendah. Keseriusan siswa dalam menghafalkan naskah sosiodrama juga masih kurang, sebagian siswa justru asyik bermain sendiri saat diminta untuk membaca dan menghayati naskah sosiodrama. Siswa yang kurang mendapat perhatian dari guru cenderung bermalas-malasan. Sehingga saat siswa diminta maju untuk memainkan sosiodrama, banyak siswa yang kurang menguasai jalannya cerita.

Gambar 4. Kegiatan Siswa saat Memainkan Sosiodrama Siklus I Kesempurnaan kerjasa sama yang terlihat antara kelompok juga belum terbentuk sempurna karena tempat duduk yang seharusnya untuk satu


(70)

55

kelompok dijadikan untuk dua kelompok. Ini disebabkan karena ada beberapa siswa yang tidak mau menyerahkan bangkunya untuk kelompok lain.

Di samping itu, aspek-aspek kebahasaan dan nonkebahasaan siswa dalam berbicara, khususnya saat memainkan sosiodrama masih dikesampingkan. Di antaranya, ketepatan pengucapan masih belum maksimal, penempatan tekanan, nada belum sepenuhnya tepat, pilihan kata (diksi) kurang bervariasi meski siswa diperbolehkan berimprovisasi dalam berdialog, sikap dari sebagian siswa masih terlihat tegang, terkadang pandangan siswa tidak ke arah lawan bicara, gerak-gerik dan mimik kurang tepat, kenyaringan suara juga masih kurang, dan siswa masih belum terlalu lancar dalam berbicara sehingga terlihat siswa tersebut belum menguasai topik pembicaraan.

Namun siswa terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode sosiodrama, hal itu terlihat dari permintaan siswa agar besok peneliti masih terus disuruh data ke kelas ini untuk melakukan penelitian kembali di kelas tersebut. Siswa terlihat senang meskipun masih merasa kurang percaya diri untuk tampil memainkan sosiodrama. Dukungan serta motivasi agar siswa mau tampil dengan berani adalah hal terpenting yang harus dilakukan oleh guru. Dengan begitu, ke depan siswa akan lebih yakin dengan kemampuan siswa sendiri.


(1)

142

Gambar 7. Diskusi Sebelum melakukan Sosiodrama pertemuan keempat

Gambar 8. Memerankan sosiodrama siklus 2 pertemuan pertama


(2)

143

Lampiran 11


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VI SD XAVERIUS 3 BANDAR LAMPUNG

5 30 39

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENNGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS IV SD Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan Menngunakan Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas Iv Sd Muhammadiyah 10 Tipes Kecamatan Serengan Kota Surakarta Tahun Pe

0 0 17

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENNGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS IV SD Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan Menngunakan Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas Iv Sd Muhammadiyah 10 Tipes Kecamatan Serengan Kota Surakarta Tahun Pe

0 1 19

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS V SDN 1 BLUNYAHAN BANTUL YOGYAKARTA.

1 4 140

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS VB SD NEGERI KEPUTRAN I YOGYAKARTA.

1 3 181

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SUTRAN KECAMATAN BANTUL.

1 8 82

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA SMK NEGERI 1 PONTIANAK

0 3 14

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MENGGUNAKAN METODE LATIHAN BERBICARA DI KELAS III

0 0 7

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE SOSIODRAMA DI KELAS V SD NEGERI CILUMPING - repository perpustakaan

0 0 24

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE SOSIODRAMA DI KELAS V SD NEGERI CILUMPING - repository perpustakaan

0 0 31