34
Tabel III Mata Pencaharian
No Jenis Pekerjaan
Jumlah
1 Petani
1271 2
Buruh tani 62
3 Buruh industri
- 4
Buruh bangunan 30
5 Pedagang
24 6
PNS 379
7 ABRI
11 8
POLRI 10
9 Pensiunan
217 10
Merantau 8
11 Lain-lain
-
B. Penyelenggaran dan Pelaksanaan
1. Latar Belakang Penyelenggaraan Upacara
Lamporan
Pengertian masyarakat secara umum tentang lampor merupakan suara makhluk halus yang berarak atau sebagai weweden. Mangunsuwito, S.A.
2002: 130. Namun berbeda dengan Desa Kunden
. Lamporan
sendiri berasal dari kata obor oncor yang berasal dari kalangan petani dan peternak di Desa
Kunden. Dengan tradisi ini masyarakat memercayainya sebagai tradisi
tolak bala,
maksudnya untuk menghalau hal-hal yang sekiranya merupakan
35
gangguan bagi para petani dan peternak waktu itu. Pencetus diadakannya tradisi
Lamporan
ini adalah Ibu Manik yang merupakan anak dari doro Sumo yang merupakan tokoh masyarakat.
Awalnya Ibu Manik memiliki firasat pada bulan
Suro
, bahwa Nyi Roro Kidul akan mengeluarkan setannya untuk mengganggu petani, dan ini akan
mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat khususnya di Desa Kunden. Kekuatiran masyarakat terhadap gangguan roh-roh jahat membuat
masyarakat rutin mengadakan tradisi ini setiap tahunnya, terlebih kepercayaan masyarakat bahwa Dewi Sri telah dianggap sebagai Dewi Kesuburan yang
dapat menolong masyarakat dari masa-masa
pageblug
dengan melalui tradisi ini. Dalam masyarakat Jawa agraris petani Dewi Sri digambarkan sebagai
simbol Dewi Kesuburan. Konsep perempuan sebagai simbol kesuburan berkaitan erat dengan masalah produksi dan reproduksi Gatot Saksono, Djoko
Dwiyanto, 2012: 80, sehingga menjadikan tradisi ini menjadi budaya tradisional yang tetap dilestarikan hingga sekarang.
Perlengkapan atau perabotan upacara
Lamporan
adalah: a.
Peralatan 1
Lampu petromak Berfungsi sebagai penambah penerangan jalan, hal ini karena rute
kirap mengeliling Desa Kunden juga melewati persawahan yang gelap dan jauh dari pemukiman desa.
2 Obor oncor
Obor oncor ini digunakan masyarakat sebagai penerang, selain
36
difungsikan sebagai bagaian dari ritual. Obor sendiri merupakan lambang cahaya petunjuk kearah kehidupan yang lebih baik.
3 Pecut cemeti
Pecut cemeti sebagai senjata yang digunakan masyarakat untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu. Biasanya pecut ini
digunakan untuk menggembala sapi sebagai pengendali langkah yang benar, yang dipukul atau disabetkan disepanjang jalan
maksudnya agar sengkolo yang ada di Desa Kunden hilang atau menyingkir.
4 Barongan
Barong disini sebagai pengawal dari
obor
dan
pecut
untuk menakut-nakuti roh jahat yang ingin datang mengganggu. Hal ini
karena rupa barongan yang menyeramkan menyerupai singa
gendruwon
atau sejenis mahkluk halus dipercayai oleh masyarakat dapat menaku-nakuti setan atau roh-roh jahat.
5 Gamelan
Gamelan berfungsi sebagai musik pengiring pada saat kirap, terutama pada saat atraksi di depan rumah Dinas Bupati Blora.
Cara membawanya pun dengan menggunakan sebatang kayu yang dibebankan pada bahu atau pundak yang dibawa oleh dua
orang dengan posisi depan belakang. b.
Waktu Pelaksanaan Upacara
Lamporan
yang rutin dilaksanakan tiap tahunnya
37
oleh masyarakat dilaksanakan pada setiap bulan
Suro
hari Kamis Wage, malam Jum’at Legi, yang
jatuh pada bulan November, tanggal 22-11-2012 berdasarkan penggalan Jawa. Masyarakat
beranggapan bahwa hari itu dianggap pas untuk mengadakan ritual. Hal ini karena malam Jam’at Legi merupakan malam yang sakral
dan cocok untuk melakukan ritual
tolak bala.
Terlebih suasana malam Jum’at terasa berbeda dari malam yang lain. Masyarakat
mempercayai bahwa malam Jum’at biasanya waktu dimana roh-roh jahat datang untuk mengganggu. Dari anggapan tersebut masyarakat
semakin percaya bahwa dengan pelaksanaan tradisi
Lamporan
ini dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti gangguan
roh-roh jahat atau masa
pageblug
. Pananggalan Jawa disebut juga kalender Jawa. Kalender
adalah penanggalan yang memuat nama-nama bulan, hari, tanggal dan hari-hari keagamaan seperti terdapat pada kalender Masehi.
Kalender Jawa mempunyai arti dan fungsi tidak hanya berbagai petunjuk hari, tanggal dan hari libur atau hari keagamaan, tetapi
menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut
Petangan Jazui,
yaitu perhitungna baik buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak sesuatu hari, tanggal, bulan, tahun,
pranata wangsa, wuku dan lain-lainnya. Nama hari dalam kalender Sultan Agung berasal dari kata-
kata Arab yakni ahad, Isnain, tsalasa, arba’a, kbamis, jum’at,
38 sabtu.
Nama-nama itu dipakai sejak pergantian kalender Jawa asli atau kalender saka, menjadi kalender Jawa Sultan Agung yang
nama ilmiahnya
Anno Jawaneco
. Pergantian kalender itu mulai 1 Suro tahun Alip 1555 yang jatuh pada 1 Muharam 1042, sama
dengan kalender Masehi 8 Juli 1633. Kalender itu merupakan bukti akulturasi agama Islam dan kebudayaan Jawa yang luar
biasa. Suwardi Endraswara, 2005: 151-154. c.
Tempat Upacara Upacara tersebut dilaksanakan di Balai Desa Kunden. Hal ini
dikarenakan tempat tersebut cukup luas dan nyaman untuk ditempati oleh masyarakat guna melaksanakan tradisi
Lamporan
setiap tahunnya.
d. Rute Kirap
Seusai shalat Mahgrib, masyarakat yang sudah berkumpul untuk mengikuti acara tahunan ini mulai di jalan RA. Kartini Balai
Desa Kunden yang dipimpin oleh ketua panitia. Kirap budaya ini diawali dengan pengaturan barisan yang sudah ditentukan panitia
sebelum memulai kirap keliling desa Kunden. Dengan melewati persawahan Jln. Agil Kusumodyo II yang
panjang dan gelap tidak membuat para peserta kirap takut, justru semakin kencang membunyikan
pecut.
Perjalanan yang panjang usai melewati Perumda dan Makam Pahlawan tibalah para peserta kirab
di rumah dinas Bupati di alun-alun Utara Blora. Sebelum mencapai
39
finis para peserta kirap singgah sejenak di depan kediaman rumah dinas Bupati untuk menunjukkan atraksi dari Barongan Guntur Seto.
Waktu hampir tengah malam tidak membuat animo masyarakat baik dari dalam maupun luar desa yang ingin melihat
tradisi ini berlangsung mengendur, justru masyarakat sangat antusias sekali, hal ini terbukti dengan begitu banyaknya penonton yang
memenuhi halaman rumah dinas Bupati Blora tersebut. Usai pertunjukan para peserta kirab melanjutkan perjalannannya menuju
Balai Desa Kunden sebagai akhir dari rute kirab budaya
Lamporan.
e. Sesaji
Sesaji merupakan penghubung antara roh-roh nenek moyang dengan manusia. Karena dengan sesaji para leluhur dapat
mengabulkan doa-doa dan harapan yang diinginkan manusia. Sesaji juga merupakan persembahan masyarakat Kunden terhadap kepada
leluhur. Sesaji tumpeng dalam masyarakat Kunden bentuknya
kerucut apabila semakin runcing melambangkan pusat keidupan adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga yang harus disembah
hanya Tuhan Yanga Maha Esa sebagai pencipta alam semesta. Bumbu lauk dalam tumpeng
bermacam-macam, yang masing- masing merupakan simbol budaya. Simbol-simbol itu dibuat
didasarkan pada analogi dan olah nalar pelaku mistik. Bumbu
40
lauk dalam tumpeng mampu menggambarkan perjalanan hidup manusia dari ada menjadi tiada, yakni:
1 Telur: melambangkan benih terjadinya manusia,
2 Bumbu megang gudangan: merupakan cikal bakal embrio
manusia, 3
Cambah: benih atau cikal bakal manusia 4
Kacang panjang: dimaksudkan dapat berumur panjang 5
Brambang: tindakan penuh pertimbangan 6
Kangkung: manusia semacam itu tergolong manusia linangkung tingkat tinggi
7 Bayem: hidupnya tentram
8 Lombok abang: melambangkan keberanian
9 Ingkung: tingkah laku manusia dibatasi dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat Pelaksanaan tradisi
Lamporan
juga mengunakan sesaji atau tumpeng yang dibawa warga ke balai Desa Kunden untuk didoakan
dan dimakan bersama-sama warga yang hadir dan yang mengikuti prosesi
Lamporan
dari awal. Sesaji atau tumpeng dimaknai masyarakat sebagai hasil berkah dari wujud kepercayaan masyarakat
terhadap Dewi Sri yang telah melindungi pertanian dan peternakan para warga Kunden.
Sesaji atau tumpeng yang dibawa warga tidak harus mewah dan mahal, cukup seperlunya saja yang sekiranya pantas untuk
41
disajikan. Umumnya dalam ritual tradisi sesaji atau tumpeng menggunakan
ingkung
atau ayam bakar, namun berbeda dengan tradisi
Lamporan.
Upacara tradisi
Lamporan
yang terpenting adalah ritual
tolak bala
. Ritual tolak bala ini dilakukan pada sesi kirab buyadanya.
Prosesi makan Sesaji atau tumpeng dilakukan setelah kirap budaya
Lamporan
. Warga yang mengikuti pelaksanaan
Lamporan
sangat antusias untuk mengikuti acara makan sesaji atau tumpeng bersama dengan warga yang lain. Moden membaca doa agar apa
yang dilakukan dalam pelaksanaan tradisi
Lamporan
ini dapat menjadi berkah dan keselamatan bagi para warga Kunden. Usai sesi
doa, warga langsung memilih dan memakan sesaji atau tumpeng yang disukai. Suasana kebersamaan makan bersama semakin
menambah kenikmatan warga. Menurut Clifford Geertz dalam
The Religion of Java,
upacara dengan membuat sesaji sajen memang ada dalam tiap upacara orang Jawa. Koenjtaraningrat dengan mengutip J. Van Baal,
ahli antropologi Belanda, mengatakan bahwa suatu sedekah adalah suatu pemberian, dan bahwa suatu pemberian terutama merupakan
cara untuk berkomunikasi simbolis dan untuk berpartisipasi dalam kehidupan serta pekerjaan dari orang yang diberi, dan bukan hanya
merupakan cara untuk memuaskan hubungan fisik seseorang untuk “menyuap” atau untuk mengembalikan suatu jasa. Oleh karena itu
42
sebagai suatu pemberian, sedekah merupakan alat untuk berkomunikasi secara simbolik dengan makhluk-makhluk halus di
dunia gaib. Selametan adalah upacara sedekah makanan dan doa
bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman. Purwadi, 2005: 22. Selametan dimaksudkan untuk
memuaskan roh-roh setempat bagi, terutama, penduduk desa yang mayoritas adalah petani. Roh-roh yang terpuaskan tidak akan
mengganggu ketentraman atau agar tidak menimbulkan apa-apa. Para santri tentu saja tidak mempercayai hal ini, tetapi juga tidak
menolaknya. Ia tidak menolak karena dalam selametan tidak hanya menggunakan aspek mistis, tetapi juga satuan sosial para pesertanya.
Peserta selametan tidak terikat pada kepercayaan agamiah tertentu. Semua tetangga dekat, apa pun agama dan kepercayaannya,
diundang. Sukarno, Gatot, Djoko Dwiyanto, 2012: 93-95. 2.
Pelaksanaan Upacara Tradisi
Lamporan
Kepercayaan masyarakat akan adanya roh jahat yang akan mengganggu desa membuat tradisi
Lamporan
ini rutin diadakan setiap tahunnya. Hal ini karena tradisi
Lamporan
dipercaya dapat menghalau roh-roh jahat yang akan datang untuk mengganggu desa. Dalam wujud
tradisi ini, masyarakat mempercayai bahwa hasil pertanian akan subur dan masyarakat akan menjadi makmur seperti yang diharapkan.
43
Gangguan makhluk gaib atau
lelembut
ini akan hilang seiring dengan
tradisi
Lamporan
dilaksanakan oleh warga setempat. a.
Tahap persiapan
Lamporan
Adapun persiapan yang dilakukan dalam tradisi
Lamporan
yaitu: 1
Musyawarah Untuk Mufakat Dalam proses ini, masyarakat bersama-sama bertemu
untuk membicarakan musyawarah pembentukan panitia beserta perangkat desa sehubung dengan pengadaan tradisi yang akan
dilakukan tahun ini. Dalam keputusan musyawarah telah diperoleh keputusan bersama dalam pemilihan ketua panitia
untuk memimpin jalannya upacara tradisi
Lamporan
tersebut beserta anggota-anggota jajarannya.
2 Gotong- royong
Kerja sama dan saling melengkapi menjadi pokok dalam suatu ritual tradisi. Khususnya dalam masyarakat desa
gotong-royong masih dianggap perlu dan penting untuk saling menolong dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Dalam kaitannya dengan tradisi
Lamporan,
gotong- royong nampak sebelum acara dimulai, yaitu saat para panitia
bergotong- royong mempersiapkan segala keperluan mulai dari menyiapkan meja kursi didalam balai Desa Kunden yang
digunakan sewaktu prosesi makan sesaji atau tumpeng bersama warga seusai kirap budaya tradisi
Lamporan
selesai. Selain itu
44
juga mempersiapkan panggung hiburan dari atraksi barongan Sekar Joyo bersama dengan jasa sewa panggung. Lampu
sebagai penerang juga dipasang secara rapi agar pencahayaan dalam tradisi berjalan secara maksimal dan lancar.
b. Tahap pelaksanaan Tradisi merupakan suatu warisan budaya lokal yang
selalu diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini nampak pada masyarakat di Desa Kunden yang selalu rutin
melakukan tradisi upacara
Lamporan
pada setiap bulan
Suro
. Tradisi ini yang telah diadakan pada tangal 22 November 2012
tepatnya pada hari Kamis Legi, malam Jum’at Pahing. Penyambutan tradisi
Lamporan
ini diwarnai animo masyarakat yang positif. Terlebih pada anak-anak yang sering
kali turut memeriahkan tradisi tersebut hingga tengah malam, namun tak luput dari pantauan orang tua yang juga turun ikut
menyaksikan walaupun dari kejauhan. Pada umumnya peserta
Lamporan
biasanya banyak diikuti oleh penggembala ternak
cah anggon
karena pengembala ini dianggap mempunyai kelebihan kekebalan dari penyakit, panas, hujan, binatang buas,
dan gangguan makhluk halus, bahkan ada yang percaya ludahnya penggembala
cah angon
dapat menyembuhkan orang sakit. Selain itu juga diikuti pengirim
Lamporan
masyarakat yang telah membawa ambengtumpeng dan
sesepuh pinisipuh.
45
Dalam pelaksanaan tradisi
Lamporan
, masyarakat sangat antusias sekali untuk ikut dalam prosesnya secara langsung.
Mulai dari berkumpul diarea depan kelurahan sambil membawa obor ataupun pecut yang telah disediakan oleh panitia sebelum
dilanjutkan berkeliling di Desa Kunden bersama warga yang lain.
Prosesi tradisi ini dianggap sebagai ritual
tolak bala
pengusiran roh-roh jahat yang datang mengganggu. Khususnya untuk para petani yang khawatir akan adanya wabah penyakit
seperti hama dan musim yang tidak mendukung dalam proses pertanian. Hal ini membuat masyarakat percaya dengan
pelaksanaan tradisi upacara
Lamporan
ini membuat pertanian aman dari gangguan dan hasil panen memuaskan, selain itu juga
meningkatkan perekonomian dan kemakmuran masyarakat di Desa Kunden.
Dalam prosesi ini setiap RT membawa 1 buah tumpengan untuk dibawa ke balai desa. Pembuatannya biasanya
dalam setiap RT mengadakan iuran. Hal ini tergantung kesepakatan bersama. Pada setiap RT ada yang warganya iuran
uang seiklasnya untuk pembuatan tumpeng, namun ada juga yang berupa bahan pokok yang akan dimasak oleh perwakilan
warganya atau bahkan makanan yang sudah diolah. Di Desa Kunden terdapat 13 RT sehingga tumpeng atau makanan yang
46
tersedia cukup banyak, hal ini semakin membuat masyarakat tergiur untuk mengikuti acara tradisi upacara
Lamporan
ini agar dapat menikmati hidangan tumpeng yang sudah disediakan
warga. Pelaksanaan tradisi upacara
Lamporan
dimulai seusai Shalat Mahgrib sekitar pukul 06.30. Masyarakat Kunden
beranggapan bahwa waktu tersebut diangap keluarnya gangguan, baik dari roh halus maupun yang bisa dilihat manusia
hama yang akan mengganggu manusia dalam pertanian. Persiapan diawali dengan mengumpulkan tumpeng di Balai
Desa Kunden selajutnya barulah panitia memulai acaranya. Pembawa acara mengumumkan urut-urutan barisan pada
saat akan melakukan kirap budaya atau keliling di kelurahan Kunden. Pertama yaitu dua orang yang membawa lampu
petromak maksudnya untuk penerangan jalan, hal ini karena rute kirap budaya atau keliling Desa Kunden melewati area
persawahan yang jauh dari pemukiman penduduk, selanjutnya barisan sepanduk yang bertuli
skan “Kirap Budaya
Lamporan
Assyuro’ 1434 H Kelurahan Kunden”. Berikutnya adalah dua panitia
Lamporan
yaitu Ketua dan sekertaris yang bertugas sebagai pemandu rute kirap budaya atau keliling Desa Kunden
dan barisan berikutnya Barongan Risang Guntur Seto. Barongan ini fungsi utamanya adalah sebagai pengamal atau
weweden
47
dalam kirap budaya
Lamporan
tersebut, maksudnya untuk mengusiran roh-roh jahat yang hendak masuk untuk
mengganggu akan dihalau oleh sosok barongan tersebut. Dengan doa-doa khusus yang dipanjatkan sewaktu kirap budaya
Lamporan
dimulai dengan harapan agar tradisi ini berjalan lancar dan terhindar dari segala macam gangguan roh-roh jahat.
Berikutnya adalah barisan pecut dan obor. Jumlah obor dan pecut yang dibawa dalam kirap budaya
Lamporan
ini ditentukan masing-masing sejumlah 40 buah. Angka 40 buah
terkait filisofi siklus kelahiran manusia. Ibaratnya berasal dari selama proses membentukan darah dalam 40 hari pertama, fase
berikutnya menjadi segumpal daging di 40 hari berikutnya, sampai fase dimana bakal janin mendapatkan roh di 40 hari
berikutnya.
Obor
merupakan lambang cahaya petunjuk ke arah kehidupan yang lebih baik.
Pecut
difungsikan sebagai pengendali langkah ke arah yang benar. Seiring dengan
perubahan jaman jumlahnya
Obor
dan
pecut
semakin bertambah, kurang lebih tedapat 100 buah, hal ini karena animo
masyarakat yang besar dalam kirap budaya
Lamporan
tersebut. Barisan berikutnya adalah warga dari RT dan RW Desa Kunden
yang ikut memeriahkan dalam kirap
Lamporan
malam itu.
48
Barongan Ungkoro Jati menjadi yang terakhir dalam barisan. Usai penataan barisan, acara kirap
Lamporan
siap dimulai. Kirap mulai di jalan RA. Kartini Balai Desa Kunden, Jln.
Gunung Wilis. Jln. Agil Kusumodyo II lewat sawah, Jln. Mustika Raya Perumda, Jln. Sonorejo, Jln. Taman Makam Pahlawan, Jln.
Tentara Pelajar, Jln. Alun-alun Utara atraksi di depan Rumah Dinas Bupati, Jln. RA. Kartini, Jln. Abu Umar, Jln. Agil
Kusumodyo, Jln. Gunung welis, Jln. RA. Kartini finis depan Balai Desa Kunden.
Usai kirap masyarakat yang kelelahan setelah menempuh jarak yang kurang lebih 3 Km itu sangat antusias mengikuti acara
selanjutnya yaitu makan tumpeng bersama di Balai Desa Kunden. Banyaknya orang yang tak sabar menunggu baik dari anak-anak
maupun orang dewasa untuk segera menikmati makan tumpeng yang sudah tersedia.
Di Balai Desa Kunden masyarakat berkumpul dengan tertib mendengarkan doa yang dibacakan oleh Moden selaku pembaca
doa. Usai moden menbacakan doa, langsung saja semua orang yang berkumpul di Balai Desa Kunden berkerumunan untuk
memakan tumpeng dan memilih-milih hidangan yang disukai. Tidak ada rasa malu atau pun canggung, yang ada hanya rasa
kebersamaan diantara para masyarakat yang ikut mengikutinya. Susunan acara sebagai berukut:
49
1 Sambutan Ketua Panitia
Sambutan dari ketua panita yang intinya mengucapkan terimakasih atas segelap kinerja panitia yang sudah bekerja keras dalam
penyelenggakan tradisi
Lamporan
tersebut dan masyarakat yang terlibat serta tamu undangan yang datang untuk turut memeriahkan
acara. 2
Sambutan oleh Kepala Desa Pembukaan dilakukan oleh Kepala Desa yang berterimakasih
kepada panitia penyelenggara beserta tamu undangan yang datang dan seluruh warga masyarakat yang hadir. Dan berharap ditahun-
tahun berikutnya tradisi
Lamporan
terus dilaksanakan dari generasi-kegenerasi.
3 Kirap
Lamporan
Berkeliling Desa Dalam kirap ini merupakan acara inti dari tradisi
Lamporan
, para masyarakat pun yang telah mempersiapkan diri dengan peralatan
sudah siap berbaris untuk mengadakan kirap keliling Desa Kunden. Yang diawali dan akhiri di Balai Desa Kunden. Namun
sebelum finis, masyarakat berhenti sejenak di depan rumah Dinas Bupati Blora untuk melaksanakan pertunjukan barongan Risang
Guntur Seto yang ditabuhi gamelan. Pertunjukan ini pun banyak disaksikan warga dari beberapa daerah, untuk melihat atraksi
barongan sebagai wujud pelestarian budaya. 4
Sambutan oleh perwakilan LKMD didepan rumah dinas Bupati
50
Sambutan yang diberikan intinya sangat berteimakasih atas semua yang terlibat dalam tradisi
Lamporan
ini. Terutam pada masyarakat yang masih melakukan tradisi
Lamporan
secara turun- temurun dan menjadikan tradisi
Lamporan
menjadi budaya lokal kota Blora.
5 Pembacaan Doa oleh Moden
Pembaca doa memiliki tugas yang sangat penting, hal ini karena dalam doa yang dibacakan berisikan permohonan dan permintaan
yang mulia agar lahan pertanian terhindar dari hama dan wabah penyakit atau
pageblug
sulit sandang pangan. Sehingga kehidupan perekonomian di Desa Kunden berjalan dengan baik
dan kesejahteraan masyarakat terjamin dengan hasil panen yang melimpah. Pembacaan doa dipimpin oleh moden dengan bahasa
Arab yaitu surat Al Fatihah, Doa Sapu Jagad dan Doa Selamat. 6
Istirahat makan bersama Usai doa bersama masyarakat yang turut mengikuti kirap sangat
bersemangat menikmati tumpeng yang telah disiapkan oleh masing-masing RT tersebut. Usai makan dan istirahat acara
dilanjutkan dengan hiburan kesenian Barongan Sekar Joyo. 7
Hiburan Hiburan yang disuguhkan adalah atraksi dari barongan Sekar Joyo
yang dimana juga merupakan kesenian asal Desa Kunden. Dengan pertunjukan ini masyarakat Kunden khususnya sangat berharap
51
dapat melestarikan budaya kesenian asli Kunden dan menjadikan kesenian barong menjadi ciri khas kota Blora.
C. Makna Tradisi