Penyelenggaran dan Pelaksanaan Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Tradisi Lamporan Bagi Masyarakat Desa Kunden di Kabupaten Blora T1 152009023 BAB IV

34 Tabel III Mata Pencaharian No Jenis Pekerjaan Jumlah 1 Petani 1271 2 Buruh tani 62 3 Buruh industri - 4 Buruh bangunan 30 5 Pedagang 24 6 PNS 379 7 ABRI 11 8 POLRI 10 9 Pensiunan 217 10 Merantau 8 11 Lain-lain -

B. Penyelenggaran dan Pelaksanaan

1. Latar Belakang Penyelenggaraan Upacara Lamporan Pengertian masyarakat secara umum tentang lampor merupakan suara makhluk halus yang berarak atau sebagai weweden. Mangunsuwito, S.A. 2002: 130. Namun berbeda dengan Desa Kunden . Lamporan sendiri berasal dari kata obor oncor yang berasal dari kalangan petani dan peternak di Desa Kunden. Dengan tradisi ini masyarakat memercayainya sebagai tradisi tolak bala, maksudnya untuk menghalau hal-hal yang sekiranya merupakan 35 gangguan bagi para petani dan peternak waktu itu. Pencetus diadakannya tradisi Lamporan ini adalah Ibu Manik yang merupakan anak dari doro Sumo yang merupakan tokoh masyarakat. Awalnya Ibu Manik memiliki firasat pada bulan Suro , bahwa Nyi Roro Kidul akan mengeluarkan setannya untuk mengganggu petani, dan ini akan mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat khususnya di Desa Kunden. Kekuatiran masyarakat terhadap gangguan roh-roh jahat membuat masyarakat rutin mengadakan tradisi ini setiap tahunnya, terlebih kepercayaan masyarakat bahwa Dewi Sri telah dianggap sebagai Dewi Kesuburan yang dapat menolong masyarakat dari masa-masa pageblug dengan melalui tradisi ini. Dalam masyarakat Jawa agraris petani Dewi Sri digambarkan sebagai simbol Dewi Kesuburan. Konsep perempuan sebagai simbol kesuburan berkaitan erat dengan masalah produksi dan reproduksi Gatot Saksono, Djoko Dwiyanto, 2012: 80, sehingga menjadikan tradisi ini menjadi budaya tradisional yang tetap dilestarikan hingga sekarang. Perlengkapan atau perabotan upacara Lamporan adalah: a. Peralatan 1 Lampu petromak Berfungsi sebagai penambah penerangan jalan, hal ini karena rute kirap mengeliling Desa Kunden juga melewati persawahan yang gelap dan jauh dari pemukiman desa. 2 Obor oncor Obor oncor ini digunakan masyarakat sebagai penerang, selain 36 difungsikan sebagai bagaian dari ritual. Obor sendiri merupakan lambang cahaya petunjuk kearah kehidupan yang lebih baik. 3 Pecut cemeti Pecut cemeti sebagai senjata yang digunakan masyarakat untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu. Biasanya pecut ini digunakan untuk menggembala sapi sebagai pengendali langkah yang benar, yang dipukul atau disabetkan disepanjang jalan maksudnya agar sengkolo yang ada di Desa Kunden hilang atau menyingkir. 4 Barongan Barong disini sebagai pengawal dari obor dan pecut untuk menakut-nakuti roh jahat yang ingin datang mengganggu. Hal ini karena rupa barongan yang menyeramkan menyerupai singa gendruwon atau sejenis mahkluk halus dipercayai oleh masyarakat dapat menaku-nakuti setan atau roh-roh jahat. 5 Gamelan Gamelan berfungsi sebagai musik pengiring pada saat kirap, terutama pada saat atraksi di depan rumah Dinas Bupati Blora. Cara membawanya pun dengan menggunakan sebatang kayu yang dibebankan pada bahu atau pundak yang dibawa oleh dua orang dengan posisi depan belakang. b. Waktu Pelaksanaan Upacara Lamporan yang rutin dilaksanakan tiap tahunnya 37 oleh masyarakat dilaksanakan pada setiap bulan Suro hari Kamis Wage, malam Jum’at Legi, yang jatuh pada bulan November, tanggal 22-11-2012 berdasarkan penggalan Jawa. Masyarakat beranggapan bahwa hari itu dianggap pas untuk mengadakan ritual. Hal ini karena malam Jam’at Legi merupakan malam yang sakral dan cocok untuk melakukan ritual tolak bala. Terlebih suasana malam Jum’at terasa berbeda dari malam yang lain. Masyarakat mempercayai bahwa malam Jum’at biasanya waktu dimana roh-roh jahat datang untuk mengganggu. Dari anggapan tersebut masyarakat semakin percaya bahwa dengan pelaksanaan tradisi Lamporan ini dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti gangguan roh-roh jahat atau masa pageblug . Pananggalan Jawa disebut juga kalender Jawa. Kalender adalah penanggalan yang memuat nama-nama bulan, hari, tanggal dan hari-hari keagamaan seperti terdapat pada kalender Masehi. Kalender Jawa mempunyai arti dan fungsi tidak hanya berbagai petunjuk hari, tanggal dan hari libur atau hari keagamaan, tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut Petangan Jazui, yaitu perhitungna baik buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak sesuatu hari, tanggal, bulan, tahun, pranata wangsa, wuku dan lain-lainnya. Nama hari dalam kalender Sultan Agung berasal dari kata- kata Arab yakni ahad, Isnain, tsalasa, arba’a, kbamis, jum’at, 38 sabtu. Nama-nama itu dipakai sejak pergantian kalender Jawa asli atau kalender saka, menjadi kalender Jawa Sultan Agung yang nama ilmiahnya Anno Jawaneco . Pergantian kalender itu mulai 1 Suro tahun Alip 1555 yang jatuh pada 1 Muharam 1042, sama dengan kalender Masehi 8 Juli 1633. Kalender itu merupakan bukti akulturasi agama Islam dan kebudayaan Jawa yang luar biasa. Suwardi Endraswara, 2005: 151-154. c. Tempat Upacara Upacara tersebut dilaksanakan di Balai Desa Kunden. Hal ini dikarenakan tempat tersebut cukup luas dan nyaman untuk ditempati oleh masyarakat guna melaksanakan tradisi Lamporan setiap tahunnya. d. Rute Kirap Seusai shalat Mahgrib, masyarakat yang sudah berkumpul untuk mengikuti acara tahunan ini mulai di jalan RA. Kartini Balai Desa Kunden yang dipimpin oleh ketua panitia. Kirap budaya ini diawali dengan pengaturan barisan yang sudah ditentukan panitia sebelum memulai kirap keliling desa Kunden. Dengan melewati persawahan Jln. Agil Kusumodyo II yang panjang dan gelap tidak membuat para peserta kirap takut, justru semakin kencang membunyikan pecut. Perjalanan yang panjang usai melewati Perumda dan Makam Pahlawan tibalah para peserta kirab di rumah dinas Bupati di alun-alun Utara Blora. Sebelum mencapai 39 finis para peserta kirap singgah sejenak di depan kediaman rumah dinas Bupati untuk menunjukkan atraksi dari Barongan Guntur Seto. Waktu hampir tengah malam tidak membuat animo masyarakat baik dari dalam maupun luar desa yang ingin melihat tradisi ini berlangsung mengendur, justru masyarakat sangat antusias sekali, hal ini terbukti dengan begitu banyaknya penonton yang memenuhi halaman rumah dinas Bupati Blora tersebut. Usai pertunjukan para peserta kirab melanjutkan perjalannannya menuju Balai Desa Kunden sebagai akhir dari rute kirab budaya Lamporan. e. Sesaji Sesaji merupakan penghubung antara roh-roh nenek moyang dengan manusia. Karena dengan sesaji para leluhur dapat mengabulkan doa-doa dan harapan yang diinginkan manusia. Sesaji juga merupakan persembahan masyarakat Kunden terhadap kepada leluhur. Sesaji tumpeng dalam masyarakat Kunden bentuknya kerucut apabila semakin runcing melambangkan pusat keidupan adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga yang harus disembah hanya Tuhan Yanga Maha Esa sebagai pencipta alam semesta. Bumbu lauk dalam tumpeng bermacam-macam, yang masing- masing merupakan simbol budaya. Simbol-simbol itu dibuat didasarkan pada analogi dan olah nalar pelaku mistik. Bumbu 40 lauk dalam tumpeng mampu menggambarkan perjalanan hidup manusia dari ada menjadi tiada, yakni: 1 Telur: melambangkan benih terjadinya manusia, 2 Bumbu megang gudangan: merupakan cikal bakal embrio manusia, 3 Cambah: benih atau cikal bakal manusia 4 Kacang panjang: dimaksudkan dapat berumur panjang 5 Brambang: tindakan penuh pertimbangan 6 Kangkung: manusia semacam itu tergolong manusia linangkung tingkat tinggi 7 Bayem: hidupnya tentram 8 Lombok abang: melambangkan keberanian 9 Ingkung: tingkah laku manusia dibatasi dengan norma yang berlaku dalam masyarakat Pelaksanaan tradisi Lamporan juga mengunakan sesaji atau tumpeng yang dibawa warga ke balai Desa Kunden untuk didoakan dan dimakan bersama-sama warga yang hadir dan yang mengikuti prosesi Lamporan dari awal. Sesaji atau tumpeng dimaknai masyarakat sebagai hasil berkah dari wujud kepercayaan masyarakat terhadap Dewi Sri yang telah melindungi pertanian dan peternakan para warga Kunden. Sesaji atau tumpeng yang dibawa warga tidak harus mewah dan mahal, cukup seperlunya saja yang sekiranya pantas untuk 41 disajikan. Umumnya dalam ritual tradisi sesaji atau tumpeng menggunakan ingkung atau ayam bakar, namun berbeda dengan tradisi Lamporan. Upacara tradisi Lamporan yang terpenting adalah ritual tolak bala . Ritual tolak bala ini dilakukan pada sesi kirab buyadanya. Prosesi makan Sesaji atau tumpeng dilakukan setelah kirap budaya Lamporan . Warga yang mengikuti pelaksanaan Lamporan sangat antusias untuk mengikuti acara makan sesaji atau tumpeng bersama dengan warga yang lain. Moden membaca doa agar apa yang dilakukan dalam pelaksanaan tradisi Lamporan ini dapat menjadi berkah dan keselamatan bagi para warga Kunden. Usai sesi doa, warga langsung memilih dan memakan sesaji atau tumpeng yang disukai. Suasana kebersamaan makan bersama semakin menambah kenikmatan warga. Menurut Clifford Geertz dalam The Religion of Java, upacara dengan membuat sesaji sajen memang ada dalam tiap upacara orang Jawa. Koenjtaraningrat dengan mengutip J. Van Baal, ahli antropologi Belanda, mengatakan bahwa suatu sedekah adalah suatu pemberian, dan bahwa suatu pemberian terutama merupakan cara untuk berkomunikasi simbolis dan untuk berpartisipasi dalam kehidupan serta pekerjaan dari orang yang diberi, dan bukan hanya merupakan cara untuk memuaskan hubungan fisik seseorang untuk “menyuap” atau untuk mengembalikan suatu jasa. Oleh karena itu 42 sebagai suatu pemberian, sedekah merupakan alat untuk berkomunikasi secara simbolik dengan makhluk-makhluk halus di dunia gaib. Selametan adalah upacara sedekah makanan dan doa bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman. Purwadi, 2005: 22. Selametan dimaksudkan untuk memuaskan roh-roh setempat bagi, terutama, penduduk desa yang mayoritas adalah petani. Roh-roh yang terpuaskan tidak akan mengganggu ketentraman atau agar tidak menimbulkan apa-apa. Para santri tentu saja tidak mempercayai hal ini, tetapi juga tidak menolaknya. Ia tidak menolak karena dalam selametan tidak hanya menggunakan aspek mistis, tetapi juga satuan sosial para pesertanya. Peserta selametan tidak terikat pada kepercayaan agamiah tertentu. Semua tetangga dekat, apa pun agama dan kepercayaannya, diundang. Sukarno, Gatot, Djoko Dwiyanto, 2012: 93-95. 2. Pelaksanaan Upacara Tradisi Lamporan Kepercayaan masyarakat akan adanya roh jahat yang akan mengganggu desa membuat tradisi Lamporan ini rutin diadakan setiap tahunnya. Hal ini karena tradisi Lamporan dipercaya dapat menghalau roh-roh jahat yang akan datang untuk mengganggu desa. Dalam wujud tradisi ini, masyarakat mempercayai bahwa hasil pertanian akan subur dan masyarakat akan menjadi makmur seperti yang diharapkan. 43 Gangguan makhluk gaib atau lelembut ini akan hilang seiring dengan tradisi Lamporan dilaksanakan oleh warga setempat. a. Tahap persiapan Lamporan Adapun persiapan yang dilakukan dalam tradisi Lamporan yaitu: 1 Musyawarah Untuk Mufakat Dalam proses ini, masyarakat bersama-sama bertemu untuk membicarakan musyawarah pembentukan panitia beserta perangkat desa sehubung dengan pengadaan tradisi yang akan dilakukan tahun ini. Dalam keputusan musyawarah telah diperoleh keputusan bersama dalam pemilihan ketua panitia untuk memimpin jalannya upacara tradisi Lamporan tersebut beserta anggota-anggota jajarannya. 2 Gotong- royong Kerja sama dan saling melengkapi menjadi pokok dalam suatu ritual tradisi. Khususnya dalam masyarakat desa gotong-royong masih dianggap perlu dan penting untuk saling menolong dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Dalam kaitannya dengan tradisi Lamporan, gotong- royong nampak sebelum acara dimulai, yaitu saat para panitia bergotong- royong mempersiapkan segala keperluan mulai dari menyiapkan meja kursi didalam balai Desa Kunden yang digunakan sewaktu prosesi makan sesaji atau tumpeng bersama warga seusai kirap budaya tradisi Lamporan selesai. Selain itu 44 juga mempersiapkan panggung hiburan dari atraksi barongan Sekar Joyo bersama dengan jasa sewa panggung. Lampu sebagai penerang juga dipasang secara rapi agar pencahayaan dalam tradisi berjalan secara maksimal dan lancar. b. Tahap pelaksanaan Tradisi merupakan suatu warisan budaya lokal yang selalu diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini nampak pada masyarakat di Desa Kunden yang selalu rutin melakukan tradisi upacara Lamporan pada setiap bulan Suro . Tradisi ini yang telah diadakan pada tangal 22 November 2012 tepatnya pada hari Kamis Legi, malam Jum’at Pahing. Penyambutan tradisi Lamporan ini diwarnai animo masyarakat yang positif. Terlebih pada anak-anak yang sering kali turut memeriahkan tradisi tersebut hingga tengah malam, namun tak luput dari pantauan orang tua yang juga turun ikut menyaksikan walaupun dari kejauhan. Pada umumnya peserta Lamporan biasanya banyak diikuti oleh penggembala ternak cah anggon karena pengembala ini dianggap mempunyai kelebihan kekebalan dari penyakit, panas, hujan, binatang buas, dan gangguan makhluk halus, bahkan ada yang percaya ludahnya penggembala cah angon dapat menyembuhkan orang sakit. Selain itu juga diikuti pengirim Lamporan masyarakat yang telah membawa ambengtumpeng dan sesepuh pinisipuh. 45 Dalam pelaksanaan tradisi Lamporan , masyarakat sangat antusias sekali untuk ikut dalam prosesnya secara langsung. Mulai dari berkumpul diarea depan kelurahan sambil membawa obor ataupun pecut yang telah disediakan oleh panitia sebelum dilanjutkan berkeliling di Desa Kunden bersama warga yang lain. Prosesi tradisi ini dianggap sebagai ritual tolak bala pengusiran roh-roh jahat yang datang mengganggu. Khususnya untuk para petani yang khawatir akan adanya wabah penyakit seperti hama dan musim yang tidak mendukung dalam proses pertanian. Hal ini membuat masyarakat percaya dengan pelaksanaan tradisi upacara Lamporan ini membuat pertanian aman dari gangguan dan hasil panen memuaskan, selain itu juga meningkatkan perekonomian dan kemakmuran masyarakat di Desa Kunden. Dalam prosesi ini setiap RT membawa 1 buah tumpengan untuk dibawa ke balai desa. Pembuatannya biasanya dalam setiap RT mengadakan iuran. Hal ini tergantung kesepakatan bersama. Pada setiap RT ada yang warganya iuran uang seiklasnya untuk pembuatan tumpeng, namun ada juga yang berupa bahan pokok yang akan dimasak oleh perwakilan warganya atau bahkan makanan yang sudah diolah. Di Desa Kunden terdapat 13 RT sehingga tumpeng atau makanan yang 46 tersedia cukup banyak, hal ini semakin membuat masyarakat tergiur untuk mengikuti acara tradisi upacara Lamporan ini agar dapat menikmati hidangan tumpeng yang sudah disediakan warga. Pelaksanaan tradisi upacara Lamporan dimulai seusai Shalat Mahgrib sekitar pukul 06.30. Masyarakat Kunden beranggapan bahwa waktu tersebut diangap keluarnya gangguan, baik dari roh halus maupun yang bisa dilihat manusia hama yang akan mengganggu manusia dalam pertanian. Persiapan diawali dengan mengumpulkan tumpeng di Balai Desa Kunden selajutnya barulah panitia memulai acaranya. Pembawa acara mengumumkan urut-urutan barisan pada saat akan melakukan kirap budaya atau keliling di kelurahan Kunden. Pertama yaitu dua orang yang membawa lampu petromak maksudnya untuk penerangan jalan, hal ini karena rute kirap budaya atau keliling Desa Kunden melewati area persawahan yang jauh dari pemukiman penduduk, selanjutnya barisan sepanduk yang bertuli skan “Kirap Budaya Lamporan Assyuro’ 1434 H Kelurahan Kunden”. Berikutnya adalah dua panitia Lamporan yaitu Ketua dan sekertaris yang bertugas sebagai pemandu rute kirap budaya atau keliling Desa Kunden dan barisan berikutnya Barongan Risang Guntur Seto. Barongan ini fungsi utamanya adalah sebagai pengamal atau weweden 47 dalam kirap budaya Lamporan tersebut, maksudnya untuk mengusiran roh-roh jahat yang hendak masuk untuk mengganggu akan dihalau oleh sosok barongan tersebut. Dengan doa-doa khusus yang dipanjatkan sewaktu kirap budaya Lamporan dimulai dengan harapan agar tradisi ini berjalan lancar dan terhindar dari segala macam gangguan roh-roh jahat. Berikutnya adalah barisan pecut dan obor. Jumlah obor dan pecut yang dibawa dalam kirap budaya Lamporan ini ditentukan masing-masing sejumlah 40 buah. Angka 40 buah terkait filisofi siklus kelahiran manusia. Ibaratnya berasal dari selama proses membentukan darah dalam 40 hari pertama, fase berikutnya menjadi segumpal daging di 40 hari berikutnya, sampai fase dimana bakal janin mendapatkan roh di 40 hari berikutnya. Obor merupakan lambang cahaya petunjuk ke arah kehidupan yang lebih baik. Pecut difungsikan sebagai pengendali langkah ke arah yang benar. Seiring dengan perubahan jaman jumlahnya Obor dan pecut semakin bertambah, kurang lebih tedapat 100 buah, hal ini karena animo masyarakat yang besar dalam kirap budaya Lamporan tersebut. Barisan berikutnya adalah warga dari RT dan RW Desa Kunden yang ikut memeriahkan dalam kirap Lamporan malam itu. 48 Barongan Ungkoro Jati menjadi yang terakhir dalam barisan. Usai penataan barisan, acara kirap Lamporan siap dimulai. Kirap mulai di jalan RA. Kartini Balai Desa Kunden, Jln. Gunung Wilis. Jln. Agil Kusumodyo II lewat sawah, Jln. Mustika Raya Perumda, Jln. Sonorejo, Jln. Taman Makam Pahlawan, Jln. Tentara Pelajar, Jln. Alun-alun Utara atraksi di depan Rumah Dinas Bupati, Jln. RA. Kartini, Jln. Abu Umar, Jln. Agil Kusumodyo, Jln. Gunung welis, Jln. RA. Kartini finis depan Balai Desa Kunden. Usai kirap masyarakat yang kelelahan setelah menempuh jarak yang kurang lebih 3 Km itu sangat antusias mengikuti acara selanjutnya yaitu makan tumpeng bersama di Balai Desa Kunden. Banyaknya orang yang tak sabar menunggu baik dari anak-anak maupun orang dewasa untuk segera menikmati makan tumpeng yang sudah tersedia. Di Balai Desa Kunden masyarakat berkumpul dengan tertib mendengarkan doa yang dibacakan oleh Moden selaku pembaca doa. Usai moden menbacakan doa, langsung saja semua orang yang berkumpul di Balai Desa Kunden berkerumunan untuk memakan tumpeng dan memilih-milih hidangan yang disukai. Tidak ada rasa malu atau pun canggung, yang ada hanya rasa kebersamaan diantara para masyarakat yang ikut mengikutinya. Susunan acara sebagai berukut: 49 1 Sambutan Ketua Panitia Sambutan dari ketua panita yang intinya mengucapkan terimakasih atas segelap kinerja panitia yang sudah bekerja keras dalam penyelenggakan tradisi Lamporan tersebut dan masyarakat yang terlibat serta tamu undangan yang datang untuk turut memeriahkan acara. 2 Sambutan oleh Kepala Desa Pembukaan dilakukan oleh Kepala Desa yang berterimakasih kepada panitia penyelenggara beserta tamu undangan yang datang dan seluruh warga masyarakat yang hadir. Dan berharap ditahun- tahun berikutnya tradisi Lamporan terus dilaksanakan dari generasi-kegenerasi. 3 Kirap Lamporan Berkeliling Desa Dalam kirap ini merupakan acara inti dari tradisi Lamporan , para masyarakat pun yang telah mempersiapkan diri dengan peralatan sudah siap berbaris untuk mengadakan kirap keliling Desa Kunden. Yang diawali dan akhiri di Balai Desa Kunden. Namun sebelum finis, masyarakat berhenti sejenak di depan rumah Dinas Bupati Blora untuk melaksanakan pertunjukan barongan Risang Guntur Seto yang ditabuhi gamelan. Pertunjukan ini pun banyak disaksikan warga dari beberapa daerah, untuk melihat atraksi barongan sebagai wujud pelestarian budaya. 4 Sambutan oleh perwakilan LKMD didepan rumah dinas Bupati 50 Sambutan yang diberikan intinya sangat berteimakasih atas semua yang terlibat dalam tradisi Lamporan ini. Terutam pada masyarakat yang masih melakukan tradisi Lamporan secara turun- temurun dan menjadikan tradisi Lamporan menjadi budaya lokal kota Blora. 5 Pembacaan Doa oleh Moden Pembaca doa memiliki tugas yang sangat penting, hal ini karena dalam doa yang dibacakan berisikan permohonan dan permintaan yang mulia agar lahan pertanian terhindar dari hama dan wabah penyakit atau pageblug sulit sandang pangan. Sehingga kehidupan perekonomian di Desa Kunden berjalan dengan baik dan kesejahteraan masyarakat terjamin dengan hasil panen yang melimpah. Pembacaan doa dipimpin oleh moden dengan bahasa Arab yaitu surat Al Fatihah, Doa Sapu Jagad dan Doa Selamat. 6 Istirahat makan bersama Usai doa bersama masyarakat yang turut mengikuti kirap sangat bersemangat menikmati tumpeng yang telah disiapkan oleh masing-masing RT tersebut. Usai makan dan istirahat acara dilanjutkan dengan hiburan kesenian Barongan Sekar Joyo. 7 Hiburan Hiburan yang disuguhkan adalah atraksi dari barongan Sekar Joyo yang dimana juga merupakan kesenian asal Desa Kunden. Dengan pertunjukan ini masyarakat Kunden khususnya sangat berharap 51 dapat melestarikan budaya kesenian asli Kunden dan menjadikan kesenian barong menjadi ciri khas kota Blora.

C. Makna Tradisi