CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

(1)

ABSTRAK

CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR

PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN

PURWOKERTO JAWA TENGAH Oleh

Yuli Prasetiyo

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya calving interval dan faktor-faktor yang memengaruhi calving interval pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah. Penelitian ini telah dilakukan pada 29 April -- 13 Mei 2014 terhadap 151 ekor sapi perah laktasi di BBPTU-HPT

Baturraden. Metode penelitian yang dipakai adalah metode sensus, sehingga data yang diperoleh merupakan data riil yang ada dan terjadi di BBPTU-HPT

Baturraden. Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi, kemudian diolah dalam program SPSS (Statistik Packet for Social Science).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang calving interval pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden adalah 14,80±3,36 bulan. Faktor-faktor yang memengaruhi calving interval pada tingkat perawat ternak di BBPTU-HPT Baturraden adalah jumlah sapi yang dipelihara yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,177 dan letak kandang dari kantor yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,243. Faktor-faktor yang memengaruhi calving inteval pada tingkat ternak antara lain adalah umur ternak yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,247, periode laktasi yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,287,

perkawinan postpartus yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,059, lama laktasi yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,904, dan lama waktu kering yang bersosiasi positif dengan besar faktor 0,961.


(2)

ABSTRACT

CALVING INTERVAL AT LACTATING DAIRY CATTLE IN BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN

PAKAN TENAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO CENTRAL JAVA

By Yuli Prasetiyo

The aim of this research are to know calving interval and factor´s at lactation dairy cattle in BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Central Java. This research was conducted on April 29 th -- May 13 th 2014 to on 151 heads lactating dairy cattle. This research used sensus method, data obtained was real data that present and accuread in BBPTU-HPT Baturraden. Analysis data used regression analysis with SPSS (Statistik Packet for Social Science).

The result showed that the calving interval at lactating dairy cattle in BBPTU-HPT Baturraden is 14.80 ± 3.36 months. Factor that effect calving interval at lactating dairy cattle in BBPTU-HPT Baturraden from the herds man level are the number of cattle that maintain positively associated with factor value 0.177 and the distance between the cow shed with office that negatively assosiated with factor value 0.243. factor that efect calving interval on dairy cattle at the level of cattle are the age dairy cattle that positively associated with factor value 0,247;, periode lactation that negatively assosiated with factor value 0,287;, mating partus that positively associated with factor value 0,057;, lactating period that positively associated with factor value 0,904;, and dry priod that positively associated with factor value 0,961.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosari 29 Juli 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Dakir dan Ibu Sutiyem.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Aisiyah, Metro, diselesaikan pada 1998; Sekolah Dasar di SDN 5 Metro Utara, Metro, telah diselesaikan pada 2004; Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Pekalongan, Lampung Timur diselesaikan pada 2007; Sekolah Menengah Atas di SMAN 5 Metro, di selesaikan pada 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri pada 2010. Selama menjadi mahasiswa, penulis melakukan Praktik Umum di Acuan Farm, Desa Gondang Rejo, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten


(7)

Allhamdulillah...

Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

serta suri tauladanku Nabi Muhammad SAW yang seluruh perjalanan

hidupnya menjadi pedoman hidup seluruh umat

Dengan kerendahan hati karya kecil dan sederhana ini

kupersembahkan kepada

Bapak dan Ibu, sebagai wujud bakti, cinta dan terimakasihku,

dengan ketulusan dalam iringan do’a

semoga Allah SWT kelak menempatkan keduanya dalam jannah-Nya.

Hadiah cinta untuk para dosen, sahabat, serta segenap keluarga

besarku, yang telah

memberikan do’a dan dukungan selama

Aku

menuntut ilmu

Serta

Lembaga yang turut membaentuk pribadi diriku, mendewasakanku

dalam berpikir dan bertindak.

Almamater hijau

UNILA


(8)

Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan?”

(Q.S. 53 Surat An Najm ayat 39)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

(Q.S. Al. Baqarah:286, Al An’am:152)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah

kesulitan itu ada kemudahan”

(QS. Al-Insyiroh: 4-5)

“Berilah yang terbaik jika ingin mendapatkan yang terbaik pula”

(Yuli Prasetiyo)


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena rahmat serta hidayah dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Calving Interval Sapi Perah Laktasi Di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Makanan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden Purwokerto Jawa Tengah. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana (S-1) pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis telah memperoleh bantuan dari berbagai pihak dan menyampaikan rasa terima kasih atas segala dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak selama penulis dalam masa studi dan juga selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak drh. Madi Hartono, M.P. --selaku dosen pembimbing utama--atas bantuan, bimbingan, ilmu, motivasi,dan nasehatnya selama proses

penyusunan skripsi ini;

2. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.-- selaku dosen pembimbing Anggota--atas bimbingan nasehat, ilmu, dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini; 3. Ibu Sri Suharyati S.Pt., M.P--selaku dosen penguji--atas bimbingan,

nasehat, ilmu, dan motivasi selama proses penyusunan skripsi ini;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas arahan, bimbingan, dan nasehatnya;


(10)

5. Bapak Ir. Yusuf Widodo, M.P. --selaku Pembimbing Akademik atas segala bimbingan, arahan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi; 6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung--atas izin untuk melakukan penelitian; 7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, arahan, dan ilmu

yang diberikan kepada penulis;

8. Ayah dan Ibu tercinta atas do’a, kesabaran, nasihat, ilmu, dan kasih sayang yang tak tergantikan;

9. Fandi Abdillah, Febi Aditiya, Rahmadhanil Putra yang telah membantu penulis saat proses pelaksanaan penelitian di lapangan;

10.Faradina, Ajrul, Sherly, Nani, Tiwi, Afrizal, Fauzan, Fajar, Repki, Jefri Indah, Aini, Sekar, Nurma, Dian, Niko, Ayyub, serta kakak dan adik tingkat yang tidak dapat disebutkan satu persatu--atas dukungan, kerjasama, dan persahabatan yang terjalin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, akan tetapi penulis tetap berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juni 2014 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah... 7

B. Sapi Perah ... 8

C. Calving Interval ... 10

1. Service per conseption (S/C) ... 12

2. Days open ... 12

3. Estrus pertama post partus ... 13

4. Perkawinan pertama potspartus ... 14

5. Lama waktu sapih ... 15

6. Lama laktasi ... 15

7. Periode laktasi ... 16


(12)

III. BAHAN DAN METODE ... 19

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

B. Bahan Penelitian... 19

C. Alat Penelitian ... 19

D. Metode Penelitian... 19

1. Teknik pengambilan sampel ... 19

2. Variabel yang digunakan... 20

3. Pelaksanaan penelitian ... 21

E. Analisis Data ... 22

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden ... 23

B. Gambaran Umum Ternak di BBPTU-HPT Baturraden ... 24

C. Factor-faktor yang Memengaruhi Calving Interval ... 25

D. Penerapan Model ... 33

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 36 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah ternak sapi perah laktasi yang memiliki nilai calving interval ... 20

2. Daftar variabel perawat ternak yang memengaruhi calvining interval ... 44

3. Daftar variabel ternak yang memengaruhi calving interval ... 45

4. Kriteria penentuan skor kondisi tubuh sapi perah ... 46

5. Hasil pengamatan variabel pada tingkat peternak ... 47

6. Hasil pengamatan pada tingkat ternak ... 48

7. Analisis calving interval terhadap variabel perawat ternak ... 49


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan protein hewani sehingga terjadi peningkatan permintaan produk peternakan. Salah satu produk peternakan sebagai sumber protein hewani adalah susu yang dihasilkan oleh sapi perah. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaanya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu.

Sapi perah adalah salah satu hewan ternak penghasil susu, tingginya produksi susu yang dihasilkan mampu menyuplai sebagian besar kebutuhan susu di dunia. Jika dibanding jenis ternak penghasil susu yang lain seperti kambing, domba dan kerbau, maka sapi perah mempunyai kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan susu yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012), kebutuhan produk susu di Indonesia saat ini mencapai 7.500 ton/hari. Angka populasi sapi perah yang ada di Indonesia sekitar 560.000 ekor dan hanya mampu memproduksi sekitar 1.500--1.600 ton/hari. Jumlah produksi susu tersebut hanya mampu memenuhi


(15)

2

20% kebutuhan susu nasional. Beberapa daerah di Indonesia yang berperan penting dalam memproduksi susu yaitu Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara. Total populasi sapi perah Indonesia sebanyak 99 % berasal dari Pulau Jawa, 0,40% berasal dari Sumatera, dan sebagian kecil lainnya tersebar di beberapa pulau di Indonesia. Salah satu daerah di Pulau Jawa yang banyak memproduksi susu adalah di BBPTU-HPT Baturraden.

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan satu tempat yang bergerak di bidang pembibitan sapi perah. BBPTU-HPT Baturraden dibawahi langsung oleh Direktorat Jendral Peternakan yang bergerak di bidang pemuliaan, pemeliharaan, produksi, dan pemasaran bibit sapi perah unggul.

Upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi susu dalam negeri dapat dicapai melalui peningkatan populasi sapi perah dan produksi susu. Peningkatan tersebut dapat ditempuh melalui perbaikan secara eksternal dan internal. Salah satu faktor internal adalah efisiensi reproduksi pada sapi perah tersebut. Reproduksi pada ternak perah sangat erat hubunganya dengan perkembangan populasi dan kemampuan produksi susu.

Tinggi rendahnya efisiensi reproduksi pada suatu ternak ditentukan oleh beberapa hal diantaranya: angka kebuntingan (conception rate), jarak antara melahirkan (calving interval), jarak antara melahirkan sampai bunting kembali (service period), angka perkawinan perkebuntingan (service per conception), dan angka kelahiran (calving rate).


(16)

3

Pengukuran efisiensi kinerja reproduksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan mengukur calving interval. Calving interval merupakan jumlah hari atau bulan antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya yang sangat berpengaruh terhadap efisiensi reprodusi sapi perah. Menurut Sudono et.al., 2003, calving interval yang bermasalah dan dapat merugikan para peternak adalah >14 bulan. Calving interval yang bermasalah di BBPTU-HPT Baturaden 55,7% (BBPTU-HPT, 2013). Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap calving interval agar dapat dilakukan langkah-langkah yang dapat memperkecil calving interval.

B. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

(1) besarnya calving interval pada sapi perah di BBPTU-HPT, Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah;

(2) faktor dan besar faktor yang memengaruhi calving interval pada sapi perah di BBPTU-HPT, Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.

C.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang memengaruhi calving interval pada sapi perah laktasi terutama di daerah tempat dilakukannya penelitian, agar dapat diupayakan langkah utama dalam usaha memperkecil nilai calving interval sehingga dalam pengelolaan sapi perah terutama efisiensi reproduksi dan pendapatan dapat meningkat. Penelitian ini juga dapat menyumbangkan data atau informasi bagi peneliti selanjutnya.


(17)

4

D. Kerangka Pemikiran

Sapi perah merupakan salah satu sumber penghasil protein hewani terutama susu. Produktivitas yang dihasilkan saat ini perlu mendapatkan perhatian karena

populasinya yang masih jauh dari target yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan susu pada masyarakat. Peningkatan populasi ternak akan menjadi lebih cepat apabila efisiensi reproduksinya tinggi dan angka gangguan

reproduksinya rendah. Kinerja reproduksi sapi perah erat hubungannya dengan keberhasilan sapi perah dalam menghasilkan anakan dan memproduksi susu. Dalam hal ini, diperlukan pengelolaan reproduksi dengan tujuan agar dapat mengurangi gangguan reproduksi.

Menurut Hidayat (2002), tatalaksana kesehatan reproduksi merupakan bidang yang penting dalam usaha ternak sapi perah. Kondisi atau penampilan reproduksi sapi perah dapat dilihat dari berbagai parameter sebagai indikator reproduksi yaitu:

1. umur sapi dara saat birahi, kawin, bunting dan beranak pertama; 2. jarak waktu saat beranak sampai ke kawin (IB) pertama (service days); 3. jarak waktu saat beranak sampai bunting kembali (service priod); 4. angka kebuntingan (conception rate);

5. angka perkawinan perkebuntingan (service per conception); 6. jarak antar kelahiran (calving interval);

7. angka abortus, angka infertilitas dan angka gangguan reproduksi.

Selang beranak (calving interval) merupakan salah satu ukuran efisiensi reproduksi yang sering digunakan sebagai petunjuk keberhasilan sapi perah. Calving interval adalah jumlah hari atau bulan antara kelahiran yang satu dengan


(18)

5

kelahiran berikutnya. Calving interval yang normal adalah 12--14 bulan. Apabila calving interval melebihi 14 bulan maka reproduksi ternak tersebut tergolong rendah.

Menurut Branton (1973), terdapat faktor-faktor yang memengaruhi calving interval pada sapi perah. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: bangsa sapi, birahi pertama setelah beranak, lama waktu kosong, umur induk dan periode laktasi, service per conception, panjang masa laktasi dan masa kering serta pengelolaan reproduksi. Setelah mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap calving interval, agar dapat dilakukan langkah-langkah yang dapat memperpendek calving interval.

Calving interval yang teratur merupakan perangsang utama agar tingkat produksi susu tetap tinggi. Calving interval yang lebih pendek menyebabkan produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode

produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada sapi perah adalah 12--14 bulan termasuk selang antara beranak dengan perkawinan pertama setelah beranak (Sudono, et.al., 2003.). Calving interval yang menandakan adanya gangguan reproduksi dan merugikan peternak apabila lebih dari 400 hari (Hardjopranjoto, 1995).

Pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini, manajemen

pemeliharaannya masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari panjangnya calving interval yang dialami oleh induk sapi. Agar dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap calving interval, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor dapat memengaruhi calving interval.


(19)

6

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat beberapa faktor dan perbedaan besar faktor yang memengaruhi calving interval pada sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah

Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu : (a) area farm Tegalsari (34,802 ha); (b) area Farm Limpakuwus (96,787 ha); (c) area farm Manggala (100 ha). Ketiga area tersebut berada di lereng kaki Gunung Slamet sisi arah selatan. Area farm Tegalsari, dan Limpakuwus berada di dalam kawasan wisata Baturraden yang berjarak ± 15 km ke arah utara dari kota Purwokerto, sedangkan area farm Manggala yang berjarak ± 30 km ke arah barat dari kota Purwokerto.

Secara administratif area Farm Tegalsari berada di wilayah Desa Kemutug Lor Kecamatan Baturraden; area Farm Limpakuwus berada di wilayah Desa

Limpakuwus Kecamatan Sumbang serta area Farm Manggala berada di wilayah Desa Karang Tengah Kecamatan Cilongok dan Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen.

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden memiliki keadaan iklim yaitu temperatur berkisar 18 -- 280C, curah hujan berkisar 6000 -- 9000 mm/tahun, serta kelembaban udara 70 -- 80 % merupakan habitat yang cocok untuk pengembangan sapi perah. BBPTU-HPT berada pada


(21)

8

ketinggian tempat : (a) area Farm Tegalsari sekitar ± 675 mdpl; (b) area Farm Limpakuwus sekitar ± 725 mdpl; (c) area Farm Manggala sekitar ± 700 mdpl, sedangkan jenis tanahnya yaitu andosol coklat kekuningan serta assosiasi latosol dan regosol coklat dengan tekstur tanah lempung berpasir. Jumlah populasi sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden adalah 1204 ekor dengan jumlah sapi betina produktif sebanyak 590 ekor, pejantan 3 ekor, sapi betina muda 407 ekor, dan pejantan muda 204 ekor.

B. Sapi Perah

Sapi perah merupakan salah satu ternak penghasil susu terbesar yang dapat menyuplai sebagian besar kebutuhan susu dunia. Beberapa jenis bangsa sapi perah yang umumnya dikenal dan dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil susu antara lain adalah: Ayshire, Brown Swiss, Guerensey, Jersey, dan Friesian Holstein. Diantara kelima jenis bangsa sapi tersebut yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah bangsa sapi perah Friesian Holstein atau disebut juga dengan sapi Fries Holand.

Bangsa sapi Friesian Holstein adalah bangsa sapi perah yang berasal dari Belanda dari Provinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat, di Amerika disebut Holstein dan di Eropa sering disebut Friesian. Sapi jenis ini di Indonesia di sebut Fries Holland atau Friesian Holand (FH) (Soetanto, 2003). Sapi yang berwarna hitam dan putih sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah. Bangsa Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini berasal dari Belanda yaitu di Provinsi North Holand


(22)

9

dan West Friesland yang memiliki padang rumput yang cukup luas. Sapi FH mempunyai beberapa keunggulan, salah satunya yaitu jinak, tidak tahan panas tetapi sapi ini mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan (Blakely dan Bade, 1998).

Sapi FH termasuk salah satu jenis sapi perah yang banyak dipelihara karena beberapa faktor keunggulannya. Menurut Dematewewa et.al, (2007), sapi

Friesian Holstein mempunyai masa laktasi panjang dan produksi susu tinggi, serta persistensi produksi susu yang baik. Selain itu sapi perah FH juga merupakan jenis sapi perah yang cocok untuk daerah Indonesia. Namun demikian produksi susu per ekor per hari pada sapi perah FH di Indonesia relatif rendah jika

dibandingkan dengan produksi susu di negara asalnya (Atabany et.al., 2011). Sapi Friesian Holstein (FH) adalah sapi dengan produksi susu tertinggi dibanding jenis sapi perah yang lain, selain itu kadar lemak susunya rendah (Sudono et.al., 2003).

Bangsa sapi perah yang asli berasal dari Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Sapi perah di Indonesia berasal dari sapi impor dan hasil persilangan sapi impor dengan sapi lokal. Menurut Dirjen Peternakan dan Direktorat Pembibitan (2000), pada tahun 1995 di Indonesia terdapat sekitar 200.000 ekor sapi perah dan

semuanya merupakan sapi FH dan keturunannya. Sapi FH tersebut berasal dari Belanda dan Australia. Sejak tahun 1972 Indonesia mulai impor semen beku dari New Zeland dan mulai tahun 1979 dilakukan import sapi perah dara langsung dari Australia dan New Zeland.


(23)

10

Menurut Aksi Agraris Kanisius (1995), sapi FH mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. warna bulu hitam dengan bercak putih;

2. pada dahinya tedapat warna putih berbentuk segitiga; 3. dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna putih; 4. ambing besar;

5. tanduk kecil pendek, menjurus kedepan; 6. tenang, jinak sehingga mudah dikuasai;

7. sapi tidak tahan panas, namun mudah untuk beradaptasi; 8. lambat menjadi dewasa;

9. produksi susu nya mencapai 4.500 --5.500 liter/laktasi.

Ciri-ciri sapi FH yang berproduksi susu tinggi yaitu ukuran ambing simetris, letak ambing di bawah perut di antara ruangan kedua kaki yang lebar, ukuran ambing bagian depan cukup besar dan bagian belakang sama besarnya dengan batas-batas diantara keempat bagian, kulit ambing tampak halus, lunak, mudah dilipat dengan jari, dan bulu yang tumbuh pada ambing halus, bentuk dan ukuran dari keempat putting sama, silindris, penuh, bergantung dan letaknya simitris, pembuluh darah balik/ vena susu terdapat di bawah perut di mulai dari tali pusat sampai ambing, tampak besar, panjang, bercabang-cabang, dan berkelok-kelok nyata.

C. Calving interval

Calving interval atau selang beranak merupakan cara terbaik untuk menghitung efisiensi reproduksi pada suatu ternak. Menurut Hafez (2000), selang beranak (calving interval) adalah jangka waktu dari saat induk beranak hingga saat


(24)

11

beranak berikutnya. Calving interval yang optimal untuk sapi perah adalah 12--14 bulan (Sudono et.al., 2003). Menurut Izquierdo et. al. (2008), selang beranak pada sapi perah 12--14 bulan.

Selang beranak atau calving interval ditentukan oleh lamanya masa kosong dan kebuntingan. Menurut Turkylenaz ( 2005), interval beranak sampai dengan bunting dan lama periode bunting atau masa kosong dan angka perkawinan per kebuntingan. Menurut Webster (1993), selang beranak pada sapi perah ditentukan oleh masa kosong dan periode laktasi yaitu 13 bulan untuk periode laktasi pertama dan 12 bulan untuk periode laktasi berikutnya.

Menurut Hardjopranjoto (1995), evaluasi terhadap penampilan sapi perah sangat penting karena sapi perah betina hanya dapat menghasilkan susu setelah beranak. Baik buruknya penilaian terhadap seekor sapi perah ditentukan oleh teratur tidaknya sapi perah tersebut dalam beranak. Sapi perah dengan calving interval yang panjang menunjukkan bahwa sapi perah tersebut mempunyai efisiensi reproduksi yang rendah. Sebaliknya, sapi perah betina dengan calving interval yang pendek menunjukkan bahwa sapi perah tersebut memiliki efisiensi

reproduksi yang tinggi.

Beberapa faktor sangat memengaruhi panjang calving interval pada sapi perah, baik itu dari sistem reproduksi maupun faktor manajemen pemeliharaan. Menurut Kurniawan (2009), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap calving interval ditingkat ternak yaitu service per konsepsi, lama waktu kosong, birahi pertama postpartus, perkawinan pospartus, skor kondisi tubuh, lama waktu sapih, lama laktasi, dan penyakit-penyakit reproduksi.


(25)

12

Menurut Hartono (1999), terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap calving interval yaitu estrus pertama post partus, service per konsepsi, interaksi waktu kosong dengan periode laktasi, skor kondisi tubuh, panjang masa laktasi, dan waktu penyapihan pedet.

Berdasarkan penelitian Hartono (1999) dan Kurniawan (2009) terdapat parsamaan faktor yang dapat memengaruhi panjangnya calving interval yaitu service per konsepsi, lama waktu kosong, birahi pertama postpartus, skor kondisi tubuh, lama waktu penyapihan pedet dan lama laktasi. Leksanawati (2010), menambahkan bahwa faktor yang memengaruhi lama jarak beranak adalah birahi pertama setelah beranak, perkawinan pertama setelah beranak dan S/C.

1. Service per conception (S/C)

Service per coception (S/C) merupakan jumlah perkawinan atau pelayanan

inseminasi yang dilakukan untuk menghasilkan suatu kebuntingan. Banyak faktor yang memengaruhi banyaknya kawin perkebuntingan yaitu fertilitas ternak perah, kualitas semen, keakuratan deteksi estrus, waktu dikawinkan, inseminator, pakan, dan recording. Service per conception seringkali digunakan untuk

membandingkan efisiensi relatif dari proses reproduksi diantara individu-individu sapi betina yang subur (Toelihere, 1993). Service per conception merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap calving interval. Calving interval akan semakin panjang dengan bertambahnya jumlah perkawinan yang dapat menghasilkan kebuntingan bertambah.


(26)

13

2. Days open

Days open atau waktu kosong adalah jumlah hari atau jarak waktu ternak tersebut beranak sampai saat perkawinan yang berhasil sampai terjadi kebuntingan. Lama masa kosong sapi perah yang ideal adalah 90 hari (Purwantara et.al., 2001). Salah satu ukuran yang menandakan adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan sapi khususnya sapi perah adalah masa kosong yang melebihi 120 hari dan tidak ada masa kosong kurang dari 30 hari (Hardjopranjoto 1995). Salah satu

pengukuran kesuburan pada sapi perah adalah masa kosong. Masa kosong sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain musim beranak, manajemen,

banyaknya populasi, tingkat produksi susu, umur dan teknik inseminasi buatan (Oseni et.al., 2003). Masa kosong sebagai deteksi awal kelainan reproduksi dan indikator efisiensi reproduksi. Menurut Murray (2009), masa kosong yang baik adalah 100 hari dan dibutuhkan perbaikan apabila masa kosong lebih dari 120 hari.

Keputusan peternak untuk mengawinkan sapi perah memengaruhi lama kosong, kadang peternak mengawinkan sapi kurang dari 60 hari dengan alasan produksi susu sapi tersebut sedang tinggi tetapi tidak mempertimbangkan kondisi tubuh ternak. Semakin lama masa kosong sapi perah maka akan mengakibatkan penurunan produksi sapi perah, karena banyak waktu dan biaya yang terbuang. Pada penelitian di Amerika lama masa kosong 124 hari menghasilkan produksi susu perlaktasi yang paling baik, sedangkan penelitian di Saudi Arabia lama masa kosong yang menghasilkan produksi susu yang paling banyak adalah 75--125 hari, hal ini menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap lama masa kosong.


(27)

14

3. Estrus pertama postpartus

Semakin panjang estrus pertama setelah beranak akan memperpanjang calving interval. Calving interval dipengaruhi oleh jarak dari beranak sampai dengan perkawinan pertama. Birahi pertama setelah beranak pada sapi perah lamanya bervariasi antara hari ke-30 dan 72 (Partodihardjo, 1980). Menurut Astuti (2007), pada sapi perah yang berproduksi tinggi, birahi pertama setelah beranak dapat diperpanjang karena adanya sekresi hormon yang merangsang pertumbuhan dan pemasakan folikel.

Deteksi birahi merupakan faktor yang penting, karena deteksi birahi gagal maka siklus estrus akan terlewat dan peternak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk pakan. Untuk memperoleh hasil deteksi estrus yang akurat peternak tidak hanya melihat dari catatan saja, akan tetapi dari pengamatan tiap hari. Pengamatan estrus tiap harinya akan lebih baik apabila dilakukan beberapa kali sehari, agar estrus dapat terdeteksi secara cepat sehingga dapat langsung dikawinkan.

4. Perkawinan pertama potspartus

Kawin pertama setelah beranak pada sapi perah merupakan periode waktu antara sapi tersebut beranak sampai pelaksanaan perkawinan pertama setelah beranak. Lamanya waktu dikawinkan kembali setelah beranak akan berpenngaruh terhadap interval kelahiran. Interval kelahiran yang diinginkan yaitu 12 bulan, diharapkan akan memperoleh performa reproduksi yang optimal, oleh karena itu sebaiknya sapi dikawinkan 60 hari setelah beranak, (Van Demark dan Salisbury, 1950). Kebanyakan sapi akan timbul birahi kembali 30--50 hari setelah beranak, akan tetapi kondisi tubuh ternak belum sepenuhnya normal kembali. Sapi induk tidak


(28)

15

boleh dikawinkan kurang dari 50 hari setelah beranak. Hal ini disebabkan karena belum mencapai inovulasi uteri yaitu kembalinya uterus dari keadaan bunting menjadi normal yaitu selama 45 hari dan akan mengakibatkan penurunan fertilitas 48,3 % jika dilakukan pada saat itu (Bearden et.al. 2004).

Seekor sapi yang melahirkan normal, maka organ reproduksinya akan kembali berfungsi normal 4--6 minggu setelah beranak. Periode waktu yang baik setelah sapi beranak untuk dikawinkan kembali yaitu 60--90 hari setelah beranak, karena bila sapi dikawinkan kurang dari 60 hari setelah beranak dapat mengakibatkan endometritis disebabkan uterus belum pulih secara sempurna (Makin et.al., 1980). Kawin pertama setelah beranak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu munculnya tanda birahi, ketepatan deteksi birahi, kesinambungan periode birahi setelah beranak, dan rencana peternak.

5. Lama waktu sapih

Penyapihan adalah proses memperkenalkan sapi muda dengan sumber pangan dewasanya dan perlahan-lahan menghentikan pemberian air susu. Apabila semakin lama pedet menyusu pada induknya maka jarak antar melahirkan akan semakin panjang dikarenakan terjadi penundaan siklus ovulasi yang menyebabkan anestrus postpostpartus semakin panjang. Pedet pada sapi perah disapih pada umur 3--4 bulan, tergantung dari kondisi pedet.

6. Lama laktasi

Masa laktasi adalah periode sapi selama menghasilkan air susu yaitu antara waktu beranak dengan masa kering (Sudono et.al., 2003). Masa laktasi yang normal


(29)

16

adalah 305 hari dengan 60 hari masa kering (Blakely dan Bade, 1998). Masa laktasi melebihi keadaan normal ternyata menurut beberapa penelitian

menunjukkan hal yang menguntungkan. Menurut Cole dan Null (2009), banyak sapi FH yang mempunyai masa laktasi melebihi 305 hari karena sapi-sapi tersebut mempunyai persistensi yang tinggi dan tetap menguntungkan walaupun selang beranak melebihi satu tahun. Dematawewa et.al., (2007) menyatakan bahwa sapi FH mempunyai masa laktasi yang lebih panjang dari rata-rata (305 hari) akan mempunyai produksi susu yang lebih baik dan mencapai puncak produksi dan persistensi yang baik.

7. Periode laktasi

Menurut Werth et.al. (1995), calvinig interval paling lama ditemukan pada sapi laktasi pertama dan kedua, dan selang beranak paling singkat ditemukan pada sapi laktasi kelima dan keenam. Hal ini disebabkan sapi yang bunting pada periode pertama dan kedua masih dalam fase pertumbuhan sehingga terjadi perebutan untuk mendapatkan makanan dengan fetus.

8. Skor Kondisi Tubuh

Skor kondisi tubuh merupakan suatu indikator untuk menilai induk sapi terhadap tubuh ternak dengan kriteria kriteria tertentu disetiap nilai skor-nya. Dengan demikian dapat diketahui efisiensi produksi maupun reproduksi melalui penilaian skor kondisi tubuh. Skor kondisi tubuh sangat berpengaruh terhadap reproduksi. Sapi yang terlalu gemuk dapat menyebabkan timbulnya lemak dalam hati


(30)

17

Menurut Bearden et.al. 2004, kegemukan pada sapi dapat menyebabkan penimbunan lemak pada saluran reproduksi terutama ovarium yang dapat menyebabkan gangguan siklus birahi. Akibat lain yang dapat ditimbulkan dari kegemukan adalah tingkat kebuntingan yang rendah, distokia, abortus, dan retensio secundinae.

Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk pemeliharaan sapi yaitu dengan melihat body condition score, nilai BCS yang ideal adalah 3 (skala 1--4).

Menurut Edmonson, et.al.,1989, penilaian sapi dengan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Sangat kurus

Sapi pada kondisi ini, tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas

2. Sedang

Pada kondisi ini tonjolan tulang dan kerangka tubuh sudah tidak terlihat lagi, pertulangan dan perlemakan sudah mulai seimbang akan tetapi masih terlihat jelas garis berbentuk segitiga antara tulang rusuk bagian belakang dan

tonjolan pangkal tulang ekor sudah membentuk kurva karna adanya penimbunan perlemakan pada pangkal tulang ekor.

3. Gemuk

Pada kondisi ini kerangka tubuh dan tonjolan tulang sudah tidak terlihat dan perlemakan sudah lebih menonjol pada semua bagian tubuh. Garis tonjolan pangkal tulang ekor masih terlihat apabila dilihat dari belakang. Bagian


(31)

18

belakang tubuh sudah mulai berbentuk persegi panjang yang menunjukan perlemakan pada bagian paha, pingggul dan paha bagian dalam.

4. Sangat gemuk

Pada kondisi ini kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan teraba. Tulang pangkal ekor sudah tenggelam oleh perlemakan dan bentuk persegi panjang pada tubuh belakang sudah membentuk lengkungan pada bagian kedua ujungnya.


(32)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 29 April -- 13 Mei 2014, pada ternak yang ada di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak, Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.

B. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan sebagai obyek dalam penelitian ini adalah sapi perah laktasi yang ada di BBPTU-HPT, Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.

C. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah kuisioner untuk anak kandang, serta kuisioner tentang kondisi ternak yang ada di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak, Baturraden, Purwokerto, Jawa Tengah.

D. Metode Penelitian

1. Teknik pengambilan data

Metode penelitian yang dipakai adalah metode sensus. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara mengamati


(33)

20

ternak dan manajemen pemeliharaan sapi perah laktasi serta melakukan

wawancara kepada anak kandang. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari recording. Pengambilan data menggunakan cara sensus dengan mendata semua sapi perah laktasi yang memiliki nilai calving interval di BBPTU-HPT

Baturraden. Jumlah sapi perah laktasi di BBPTU- HPT Baturraden yang memiliki nilai calving interval dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah ternak sapi perah laktasi yang memiliki nilai calving interval

Farm Jumlah ternak (ekor)

Tegal Sari 98

Limpakuwus 53

Total 151

Sumber : BBPTU-HPT Baturraden, (2014)

2. Variabel yang digunakan

Variabel yang digunakan dalam penelitan ini adalah variabel dependent dan independent. Variabel dependent yang digunakan adalah nilai calving interval pada sapi perah laktasi, sedangkan variabel independent adalah PNDDKN: pendidikan anak kandang, PNHKURS: pernah mengikuti kursus,

PGTHNBRHPRKWN: pengetahuan birahi dan perkawinan, CRKWN: cara perkawinan, PKB: waktu pemeriksaan kebuntingan sapi, FREKPER: frekuensi pemerahan yang dilakukannya, FREKHIJ: frekuensi pemberian hijauan, JUMHIJ: jumlah pemberian hijauan, FREKKONS: frekuensi pemberian konsentrat,

JUMKONS: jumlah pemberian konsentrat, SISAIR: sistem pemberian air minum, JUMAIR: jumlah pemberian air minum, LTKKDG: letak kandang, BTKDDG: bentuk dinding kandang, LTNKDG: bahan lantai kandang, LUASKDG: luas


(34)

21

kandang perekor, UMUR: umur sapi, PERLAK: periode laktasi sapi, PROD: produksi susu yang dihasilkan per hari, KOSONG: lama waktu kosong sapi, SKOR: skor kondisi tubuh sapi, S/C: jumlah perkawinan yang menghasilkan kebuntingan, SUSUAN: penyusuan secara langsung oleh pedet secara langsung hingga sapih, SAPIH: umur penyapihan pedet, LAMALAK: lama masa laktasi sapi, KERING: lama masa kering sapi, REPRO: penyakit-penyakit reproduksi yang dialami sapi.

Penilaian terhadap skor kondisi tubuh untuk pengisian kuisioner dilakukan berdasarkan teknik pengamatan dengan menentukan kriteria-kriteria yang ada, menyamakan kriteria-kriteria tersebut dengan gambar dan melakukan perabaan terhadap bagian-bagian tertentu sesuai dengan pedoman yang digunakan. Skor kondisi tubuh yang diterapkan yaitu skor 1 (sangat kurus) sampai 4 (sangat gemuk) (Edmonson, et.al., 1989).

3. Pelaksanaan penelitian

Dalam penelitian ini langkah pertama yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah melakukan sensus terhadap sapi perah betina produktif yang ada di BBPTU-HPT Baturraden. Data-data yang dibutuhkan diperoleh dengan cara pengisian kuisioner kepada anak kandang dan melihat catatan yang ada di BBPTU-HPT Baturraden. Pengisian kuisioner dilakukan dengan cara

mewawancarai secara langsung terhadap anak kandang dan melihat recording yang ada, dan mengamati manajemen pemeliharaan sapi perah yang ada dilokasi penelitian.


(35)

22

E. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean terhadap data ternak dan anak kandang untuk memudahkan analisis yang kemudian diolah dalam program SPSS (statistik packet for social science) (Sarwono, 2006).

Variabel dengan nilai P dikeluarkan dari penyusunan model kemudian dilakukan analisis kembali sampai didapatkan model dengan nilai P ≤ 0,10.


(36)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada perawat ternak dan ternak di BBPTU-HPT Baturraden maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Calving interval (CI) sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden adalah 14,80 ± 3,36 bulan.

2. faktor-faktor yang memengaruhi calving interval pada tingkat perawat ternak di BBPTU-HPT Baturraden adalah jumlah sapi yang dipelihara berasosiasi positif dengan besar faktor 0,177, dan letak kandang yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,243.

3. faktor-faktor yang memengaruhi calving interval pada tingkat ternak di BBPTU-HPT Baturraden adalah umur ternak yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,247, periode laktasi yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,287, perkawinan postpartus yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,059, lama laktasi yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,904, dan lama waktu kering berasosiasi positif dengan besar faktor 0,961.


(37)

37

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan kepada balai agar menambah jumlah perawat ternak dan dalam memelihara ternaknya menggunakan manajemen pemeliharaan dan reproduksi diantaranya perkawinan pertama setelah beranak 2 bulan, lama laktasi 10 bulan, dan lama masa kering 2 bulan.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius. 1995. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta Astuti. M. 2007. Pengantar Ilmu Stastistik untuk Peternakan dan Kesehatan Hewan. Binasti Publisher. Bogor

Atabany, A., B. P.Purwanto, dan T. Tahormat. 2011. Hubungan masa kosong

dengan produktivitas pada sapi perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia. Media Peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor

34 (2): 77 -- 82

Badan Pusat Statistik. 2012. Populasi ternak. 3 September 2013.

http://C:/Users/user/Downloads/calving%20interval/populasi.htm Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU- HPT) Baturraden.2013. Laporan Evaluasi Kinerja Reproduksi Sapi Perah BBPTU-HPT Baturraden Bulan Juni . 2013. Purwokerto Jawa Tengah Bearden, J.H., J.W. Fuquay, and S.T. Willard. 2004. Applied Animal

Reproduction. 6th Ed. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River. New Jersey

Blakely, J. dan Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat.

Terjemahan : B. Srigandono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Branton, C. 1973. Fertility In Cattle Production In The Tropics. Breed and

Breeding . Webster Printing Sei Ltd. Bristol

Cole, J. B. and D. J. Null. 2009. Genetic evaluations of lactation persistency for five breeds of dairy cattle. J Dairy Sci 92 : 2248--2258

Dematawewa, C. M. B., R. E. Pearson, and P. M. VanRaden. 2007. Modeling extended lactations of Holstein. J. Dairy Sci. 90: 3924--3936

Direktorat Jendral Peternakan dan Direktorat Pembibitan. 2000. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Ternak. Departemen Pertanian Jakarta. Jakarta http://bitnak.ditjennak.deptan.go.id/pls/portal45/docs/folder/BIBlembang/I nfoteknia /BIBLregulasi/petunjukteknis-pengawasan-mutu-bibit ternak. Pdf


(39)

39

Edmonson, A.J., L.J. Lean, L.D. Weaver, T. Farver, and G. Webster. 1989. A body conditioning scoring chart for Holstein dairy cows. J. Dairy Sci. 72:68-78

Hafez, E. S. E. 2000. Reproduction In Farm Animal. Lippincott Williams and walkins. South Carolina

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Hartono, M. 1999. Faktor-faktor dan Analisis Garis Edgar Selang Beranak pada Sapi Perah di Kecamatan Masuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Hidayat, A. 2002. Buku Petunjuk Peternakan Sapi Perah, Jakarta: Dairy Technology Improve Element Project Indonesia

Izquierdo, C. A., V. M. X. Campos, C. G. R. Lang, J. A. S. Oaxaca, S. C. Suares, C. A. C. Jimenez, M. S. C. Jimenez, S. D. P. Betancurt, and J. E. G. Liera. 2008. Effect of the offsprings sex on open days in dairy cattle. J. Ani. Vet. Adv. 7: 1329-1331

Kurniawan, H. 2009. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Calving interval Pada Sapi Perah Laktasi Di Koperasi Peternakan Bandung Selatan

Pengalengan Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung . Bandar Lampung

Leksanawati, A. Y. 2010. Penampilan Reproduksi Induk Sapi Perah Peranakan Friesien Holstein di Kelompok Ternak KUD Mojosongo Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Makin, M., Abdel Komar., Z.E. Sukraeni, I. Hamidah, N.K Suwardi, W. Djaja, dan I.B. Suamba. 1980. Ilmu Produksi Ternak Perah. Laboratorium Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung

Markusfeld, O.,N. Galon and E. Ezra, 1997. Body condition score, health, yield and fertility in dairy cows. The Vet. Rekord. 141:67--72

Murray, B. B. 2009. Maximazing Conception Rate In Dairy Cows: heat detection. Queens Printer for Ontario

http://www.omafra.gov.on.ca/english/livestock/dairy/faacts/84.048.htm Nieuwhof, G.J., R.L. Powell and H.D. Norman, 1989. Ages at calving and calving intervals for dairy cattle in United States. J. Dairy Sci. 72:685--

692


(40)

40

Oseni, S., I. Misztal, S. Tsurata and R. Rekaya. 2003. Seasonality of days open in US Holstein. J. Dairy Sci. 74: 852--861

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta

Pohan, A dan C. Talib. 2004. Efektifitas Penyuntikan Progesterone dan Estrogen Terhadap Penanganan Ketidak suburan Pada Sapi Bali Dalam Periode Anestrus Postpartum. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner. Balai Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Pertanian, Balai Penelitan Ternak. Kupang

Purwantara, B., R. K. Achmadi, S. N. Tambing, and C. N. Wicaksono. 2001. The effect of season and milk production on reproductive performance in dairy cows. Proccedings of the Association of Institutions for Tropical

Veterinary Medicine. Copenhagen

Sarwono, J. 2006. Analis Data Penelitian. Penerbit Andi. Yogyakarta

Soetanto, T. 2003. Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sudono, A., Rosdiana, R.F., dan Setiawan, B.S. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Toelihere, M.R. 1993. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung. Turkylenaz, M. K. 2005. Reproductive characteristic of holstein cattle reared

in a private dairy cattle enterprase in Aydin. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 29: 1049--1052

Van Denmark, N.L. dan G.W. Salibury. 1950. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan Pada Sapi. Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Werth, L.A., S.M. Azzams and J.A. Kinder. 1995. Calving interval in beef cows at 2,3, and 4 yearsof age when breeding is not retricted after calving. J. Anim. Sci. 74 (3) : 593--596

Webster, J. 1993. Understanding The Dairy Cow. 2nd Ed. Blackwell Scientific


(41)

42

Lampiran 1. Kuisioner untuk data anak kandang

1. Nama anak kandang :

2. Umur : th

3. Kandang ke :

4. Pendidikan :

5. Jumlah sapi yang dipelihara : ekor

6. Pengalaman menjadi anak kandang : th 7. Pernah mengikuti kursus : ya/tidak 8. Alasan menjadi anak kandang :

9. Pengetahuan beternak : turun temurun/belajar

10.Pengetahuan birahi dan perkawinan : ya/tidak

11.Frekuensi pemerahan : kali/hari

12.Pemberian hijauan : kali/hari

13.Jumlah dan macam hijauan : kg/hari

14.Pemberian konsentrat : kali/hari

15.Jumlah konsentrat : kg/hari

16.Sistem pemberian air minum : libitum/adlibitum

17.Letak kandang :

18.Bentuk dinding kandang : terbuka/tertutup 19.Bahan lantai dan atap kandang :

20.Luas kandang : P = m

L = m T = m


(42)

43

Lampiran 2. Kuisioner untuk data sapi perah

1. Nama anak kandang :

2. Kode sapi :

3. Umur :

4. Laktasi ke :

5. Produksi susu :

6. Lama waktu kosong :

7. Birahi pertama setelah beranak : 8. Kode semen dan produksi : 9. Perkawinan kembali setelah beranak :

10.Skor kondisi tubuh :

11.Selang beranak :

12.Penyusuan Oleh pedet ` :

13.Penyapihan pedet :

14.Lama laktasi :

15.Masa kering :


(43)

44

Tabel 2. Daftar variabel perawat ternak yang digunakan untuk analisis regresi calving interval sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah.

Variable keterangan

PNDDKN pendidikan perawat ternak

JMLSAPI jumlah sapi yang dipelihara

LAMKRJ lama kerja

PNHKURS pernah mengikuti kursus

PGTHNBTRNK pengetahuan beternak

PGTHNBRHPRKWN pengetahuan birahi dan perkawinan

CRKWN cara perkawinan

PKB waktu pemeriksaan kebuntingan

FREKPER frekuensi pemerahaan yang dilakukan

FREKHIJ frekuensi pemberiaan hijauan

JUMHIJ jumlah pemberian hijauan

FREKKONS frekuensi pemberian konsentrat

JUMKONS jumlah pemberian konsentrat

SISAIR sistem pemberian air minum

LTKKDG letak kandang dari kantor

BTKDDG bentuk dinding kandang

BHNLTAI bahan lantai kandang

BHNATP bahan atap kandang


(44)

45

Tabel 3. Daftar variabel ternak yang digunakan untuk analisis regresi calving interval sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah.

VARIABEL KETERANGAN

CI selang beranak

UMUR umur sapi

PERLAK periode laktasi sapi

PROD produksi susu yang dihasilkan per hari

KOSONG lama waktu kosong sapi

BIRH munculnya birahi pertama setelah beranak

SKOR skor kondisi tubuh sapi

S/C jumlah perkawinan

SUSUAN penyusuan oleh pedet

SAPIH umur penyapihan pedet

LAMLAK lama masa laktasi sapi

KERING lama masa kering


(45)

46

Tabel 4. Kriteria penentuan skor kondisi tubuh sapi perah

Skor Kondisi Deskripsi

1 Sangat kurus pada sapi terlihat lekukan disekitar

pangkal ekor, tulang pelvis dan tulang iga belakang tajam dan mudah diraba, tidak adanya lemak pada pangkal ekor. 2 Sedang Tidak terdapat legokan disekitar pangkal

ekor dan jaringan lemak dapat diraba dengan mudah pada seluruh tubuh, pelvis dapat diraba dengan sentuhan, jaringan lemak yang melingkupi bagian permukaan tulang iga masih dapat diraba dengan sedikit tekanan di sekitar daerah ini.

3 Gemuk Gumpalan lemak dapat dilihat disekitar

pangkal ekor, pelvis dapat diraba dengan menekanya, ujung iga sudah tidak dapat diraba lagi, tidak ada tekanan di sekitar daerah ini.

4 Sangat gemuk Pangkal ekor tertutup oleh jaringan lemak yang tebal, tulang pelvis sudah tidak dapat diraba lagi walau ditekan sekalipun, ujung iga tertutup dengan jaringan lemak yang tebal.


(46)

47

Tabel 5. Hasil pengamatan variabel pada tingkat perawat ternak untuk

mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi calving interval sapi perah laktasi di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Makanan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah.

No Variabel Keterangan Hasil

1 PNDDKN pendidikan anak kandang SD = 50 % SMA = 50% 2 JMLSAPI jumlah sapi yang dipelihara 18,88±7,74

3 LAMKRJ lama kerja 20,75±4,03

4 PNHKURS pernah mengikuti kursus Ya (100%)

5 PGTHNBTRNK pengetahuan beternak Belajar = 75% Turun-temurun = 25 % 6 PGTHNBRHPRKWN pengetahuan birahi dan

perkawinan

Ya (100%)

7 CRKWN cara perkawinan IB (100%)

8 PKB waktu pemeriksaan

kebuntingan

Ya (100%)

9 FREKPER frekuensi pemerahaan yang

dilakukan

2,00

10 FREKHIJ frekuensi pemberiaan hijauan 2,00

11 JUMHIJ jumlah pemberian hijauan 50,00

12 FREKKONS frekuensi pemberian konsentrat

2,00

13 JUMKONS jumlah pemberian konsentrat 10,00

14 SISAIR sistem pemberian air minum Adlibitum (100%) 15 LTKKDG letak kandang dari kantor 18,50 ± 5,73

16 BTKDDG bentuk dinding kandang Terbuka (100%)

17 BHNLTAI bahan lantai kandang Karpet (100%)

18 BHNATP bahan atap kandang Asbes (100%)


(47)

48

Tabel 6. Hasil pengamatan pada tingkat ternak untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi calving interval pada sapi perah laktasi di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Makanan Ternak (BBPTU- HPT) Baturraden Purwokerto, Jawa Tengah.

No Variable Keterangan Hasil

1 CI selang beranak (bulan) 14,80 ± 3,36

2 UMUR umur sapi (tahun) 4,37 ± 1,65

3 PERLAK periode laktasi sapi Laktasi ke- 2 = 74,17 % Laktasi ke- 3 = 13,25 % Laktasi ke- 4 = 5,30 % Laktasi ke- 5 = 1,99 % Laktasi ke- 6 = 2,65 % Laktasi ke- 7 = 1,99 % Laktasi ke- 8 = 0,66 % 2,54 ± 1,18

4 PROD produksi susu (l/ekor/ hari) 11,89 ± 6,98 5 KOSONG lama waktu kosong sapi

(bulan)

5,58 ± 2,95

6 PRKWNPSTPRT Perkawinan pertama setelah beranak (bulan)

3,51 ± 1,74

7 SKOR skor kondisi tubuh sapi 2,80 ± 0,40 8 S/C jumlah perkawinan (kali) 2,11 ± 1,24 9 SUSUAN penyusuan oleh pedet Tidak (100%) 10 SAPIH umur penyapihan pedet

(bulan)

0

11 LAMLAK lama masa laktasi sapi (bulan)

11,01 ± 1,17

12 KERING lama masa kering (bulan) 3,79 ± 3,12

13 REPRO penyakit reproduksi (ekor) Distokia = 1,32 %

Retensio secundinae = 1,32 % Endometritis = 7,28 %


(48)

49

Tabel 7. analisis calving interval terhadap variabel perawat ternak

Regression

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

d i m e n s i o n 0

1 LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, UMUR, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJa

. Enter

2 . UMUR Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

3 . PGTHNBTRNK Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).

4 . PNDDKN Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).

5 . THAWING Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).

6 . LMKRJ Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: CI


(49)

50

Tabel 7. (lanjutan)

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate d i m e n s i o n 0

1 ,472a ,223 ,185 3,03031

2 ,472b ,222 ,190 3,02096

3 ,471c ,222 ,195 3,01117

4 ,464d ,215 ,194 3,01381

5 ,460e ,212 ,196 3,00986

6 ,459f ,211 ,200 3,00203

a. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, UMUR, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ

b. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ

c. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ

d. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ e. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, LMKRJ

f. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI

ANOVAg

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 376,899 7 53,843 5,863 ,000a

Residual 1313,141 143 9,183 Total 1690,040 150

2 Regression 375,868 6 62,645 6,864 ,000b Residual 1314,172 144 9,126

Total 1690,040 150

3 Regression 375,304 5 75,061 8,278 ,000c Residual 1314,736 145 9,067

Total 1690,040 150

4 Regression 363,918 4 90,979 10,016 ,000d Residual 1326,122 146 9,083

Total 1690,040 150

5 Regression 358,332 3 119,444 13,185 ,000e Residual 1331,708 147 9,059

Total 1690,040 150

6 Regression 356,235 2 178,118 19,764 ,000f Residual 1333,805 148 9,012

Total 1690,040 150

a. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, UMUR, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ

b. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ c. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ

d. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ e. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, LMKRJ

f. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI g. Dependent Variable: CI


(50)

51

Tabel 7. (lanjutan)

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 11,698 33,323 ,351 ,726

UMUR ,430 1,282 ,265 ,335 ,738

PNDDKN 1,315 2,371 ,393 ,555 ,580 JMLSAPI ,114 ,154 ,244 ,738 ,461 LMKRJ -,489 ,995 -,568 -,492 ,623 PGTHNBTRNK -1,511 3,646 -,215 -,414 ,679 THAWING -,689 1,066 -,430 -,647 ,519 LTKKDG -,249 ,111 -,377 -2,241 ,027 2 (Constant) 22,701 5,680 3,997 ,000

PNDDKN ,561 ,747 ,168 ,751 ,454

JMLSAPI ,162 ,057 ,348 2,849 ,005 LMKRJ -,159 ,127 -,184 -1,254 ,212 PGTHNBTRNK -,457 1,837 -,065 -,249 ,804 THAWING -,342 ,250 -,214 -1,367 ,174 LTKKDG -,252 ,111 -,380 -2,272 ,025 3 (Constant) 23,066 5,470 4,217 ,000 PNDDKN ,398 ,355 ,119 1,121 ,264 JMLSAPI ,152 ,041 ,327 3,722 ,000 LMKRJ -,164 ,125 -,190 -1,311 ,192 THAWING -,335 ,248 -,209 -1,351 ,179 LTKKDG -,274 ,066 -,413 -4,147 ,000 4 (Constant) 19,829 4,649 4,265 ,000 JMLSAPI ,170 ,038 ,365 4,522 ,000 LMKRJ -,096 ,109 -,111 -,877 ,382 THAWING -,135 ,172 -,084 -,784 ,434 LTKKDG -,271 ,066 -,410 -4,107 ,000 5 (Constant) 16,820 2,620 6,419 ,000 JMLSAPI ,179 ,035 ,386 5,056 ,000 LMKRJ -,040 ,082 -,046 -,481 ,631 LTKKDG -,263 ,065 -,398 -4,040 ,000 6 (Constant) 15,676 1,098 14,273 ,000 JMLSAPI ,177 ,035 ,381 5,051 ,000 LTKKDG -,243 ,050 -,367 -4,873 ,000 a. Dependent Variable: CI


(51)

52

Tabel 8. analisis calving interval terhadap variabel ternak

Regression

Warnings

For models with dependent variable CI, the following variables are constants or have missing correlations: SUSUAN, SAPIH. They will be deleted from the analysis.

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

d i m e n s i o n 0

1 S/C, REPRO, PROD, LMLK , BCS, PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umura

. Enter

2 . BCS Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

3 . REPRO Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).

4 . PROD Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

5 . S/C Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

6 . Ksong Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: CI


(52)

53

Tabel 8. (lanjutan)

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate d i m e n s i o n 0

1 ,989a ,978 ,977 ,51398

2 ,989b ,978 ,977 ,51239

3 ,989c ,978 ,977 ,51085

4 ,989d ,978 ,977 ,50934

5 ,989e ,978 ,977 ,51023

6 ,989f ,978 ,977 ,51134

a. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK , BCS, PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

b. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK ,PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

c. Predictors: (Constant), S/C, PROD, LMLK ,PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

d. Predictors: (Constant), S/C, LMLK ,PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

e. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

f. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Umur

ANOVAg

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 1653,319 11 150,302 568,944 ,000a

Residual 36,721 139 ,264 Total 1690,040 150

2 Regression 1653,283 10 165,328 629,709 ,000b Residual 36,757 140 ,263

Total 1690,040 150

3 Regression 1653,243 9 183,694 703,886 ,000c Residual 36,797 141 ,261

Total 1690,040 150

4 Regression 1653,200 8 206,650 796,547 ,000d Residual 36,839 142 ,259

Total 1690,040 150

5 Regression 1652,812 7 236,116 906,984 ,000e Residual 37,227 143 ,260

Total 1690,040 150

6 Regression 1652,389 6 275,398 1053,282 ,000f Residual 37,651 144 ,261


(53)

54

Tabel 8. (lanjutan)

a. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK , BCS, PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

b. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

c. Predictors: (Constant), S/C, PROD, LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur d. Predictors: (Constant), S/C, LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur e. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur f. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Umur

g. Dependent Variable: CI

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,196 ,566 2,112 ,037 Umur ,215 ,096 ,106 2,246 ,026 Laktasi ke -,254 ,121 -,089 -2,099 ,038 PROD -,001 ,002 -,005 -,371 ,712 Ksong ,036 ,023 ,032 1,551 ,123 PRKWNPSTPRTS ,044 ,030 ,023 1,440 ,152 BCS -,046 ,125 -,005 -,369 ,712 LMLK ,890 ,045 ,318 19,693 ,000 Krg ,952 ,023 ,881 41,442 ,000 REPRO ,059 ,150 ,005 ,394 ,694 S/C -,058 ,046 -,021 -1,250 ,213 2 (Constant) 1,065 ,440 2,419 ,017 Umur ,221 ,094 ,109 2,358 ,020 Laktasi ke -,254 ,121 -,089 -2,104 ,037 PROD -,001 ,002 -,005 -,395 ,694 Ksong ,036 ,023 ,032 1,562 ,121 PRKWNPSTPRTS ,044 ,030 ,023 1,440 ,152 LMLK ,888 ,045 ,317 19,824 ,000 Krg ,951 ,023 ,880 41,867 ,000 REPRO ,059 ,150 ,005 ,392 ,696 S/C -,057 ,046 -,021 -1,249 ,214 3 (Constant) 1,060 ,439 2,416 ,017 Umur ,215 ,092 ,106 2,332 ,021 Laktasi ke -,244 ,118 -,086 -2,073 ,040 PROD -,001 ,002 -,005 -,403 ,687 Ksong ,037 ,023 ,033 1,596 ,113 PRKWNPSTPRTS ,043 ,030 ,022 1,422 ,157 LMLK ,888 ,045 ,318 19,906 ,000 Krg ,951 ,023 ,880 42,091 ,000 S/C -,057 ,046 -,021 -1,241 ,217


(54)

55

Tabel 8. (lanjutan)

4 (Constant) 1,024 ,428 2,391 ,018 Umur ,219 ,091 ,108 2,402 ,018 Laktasi ke -,248 ,117 -,087 -2,119 ,036 Ksong ,037 ,023 ,033 1,601 ,112 PRKWNPSTPRTS ,043 ,030 ,022 1,435 ,154 LMLK ,889 ,044 ,318 19,989 ,000 Krg ,951 ,022 ,880 42,314 ,000 S/C -,056 ,046 -,021 -1,223 ,223 5 (Constant) 1,053 ,428 2,457 ,015 Umur ,236 ,091 ,116 2,605 ,010 Laktasi ke -,279 ,115 -,098 -2,438 ,016 Ksong ,028 ,022 ,025 1,276 ,204 PRKWNPSTPRTS ,057 ,028 ,030 2,040 ,043 LMLK ,882 ,044 ,315 19,976 ,000 Krg ,945 ,022 ,875 42,775 ,000 6 (Constant) ,869 ,404 2,149 ,033 Umur ,247 ,090 ,121 2,733 ,007 Laktasi ke -,287 ,115 -,101 -2,505 ,013 PRKWNPSTPRTS ,059 ,028 ,031 2,119 ,036 LMLK ,904 ,040 ,323 22,329 ,000 Krg ,961 ,018 ,890 52,646 ,000 a. Dependent Variable: CI


(1)

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate d

i m e n s i o n 0

1 ,472a ,223 ,185 3,03031

2 ,472b ,222 ,190 3,02096

3 ,471c ,222 ,195 3,01117

4 ,464d ,215 ,194 3,01381

5 ,460e ,212 ,196 3,00986

6 ,459f ,211 ,200 3,00203

a. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, UMUR, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ

b. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ

c. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ

d. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ e. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, LMKRJ

f. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI

ANOVAg

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 376,899 7 53,843 5,863 ,000a

Residual 1313,141 143 9,183

Total 1690,040 150

2 Regression 375,868 6 62,645 6,864 ,000b

Residual 1314,172 144 9,126

Total 1690,040 150

3 Regression 375,304 5 75,061 8,278 ,000c

Residual 1314,736 145 9,067

Total 1690,040 150

4 Regression 363,918 4 90,979 10,016 ,000d

Residual 1326,122 146 9,083

Total 1690,040 150

5 Regression 358,332 3 119,444 13,185 ,000e

Residual 1331,708 147 9,059

Total 1690,040 150

6 Regression 356,235 2 178,118 19,764 ,000f

Residual 1333,805 148 9,012

Total 1690,040 150

a. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, UMUR, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ

b. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, PGTHNBTRNK, LMKRJ c. Predictors: (Constant), LTKKDG, PNDDKN, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ

d. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, THAWING, LMKRJ e. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI, LMKRJ

f. Predictors: (Constant), LTKKDG, JMLSAPI g. Dependent Variable: CI


(2)

Tabel 7. (lanjutan)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 11,698 33,323 ,351 ,726

UMUR ,430 1,282 ,265 ,335 ,738

PNDDKN 1,315 2,371 ,393 ,555 ,580

JMLSAPI ,114 ,154 ,244 ,738 ,461

LMKRJ -,489 ,995 -,568 -,492 ,623

PGTHNBTRNK -1,511 3,646 -,215 -,414 ,679

THAWING -,689 1,066 -,430 -,647 ,519

LTKKDG -,249 ,111 -,377 -2,241 ,027

2 (Constant) 22,701 5,680 3,997 ,000

PNDDKN ,561 ,747 ,168 ,751 ,454

JMLSAPI ,162 ,057 ,348 2,849 ,005

LMKRJ -,159 ,127 -,184 -1,254 ,212

PGTHNBTRNK -,457 1,837 -,065 -,249 ,804

THAWING -,342 ,250 -,214 -1,367 ,174

LTKKDG -,252 ,111 -,380 -2,272 ,025

3 (Constant) 23,066 5,470 4,217 ,000

PNDDKN ,398 ,355 ,119 1,121 ,264

JMLSAPI ,152 ,041 ,327 3,722 ,000

LMKRJ -,164 ,125 -,190 -1,311 ,192

THAWING -,335 ,248 -,209 -1,351 ,179

LTKKDG -,274 ,066 -,413 -4,147 ,000

4 (Constant) 19,829 4,649 4,265 ,000

JMLSAPI ,170 ,038 ,365 4,522 ,000

LMKRJ -,096 ,109 -,111 -,877 ,382

THAWING -,135 ,172 -,084 -,784 ,434

LTKKDG -,271 ,066 -,410 -4,107 ,000

5 (Constant) 16,820 2,620 6,419 ,000

JMLSAPI ,179 ,035 ,386 5,056 ,000

LMKRJ -,040 ,082 -,046 -,481 ,631

LTKKDG -,263 ,065 -,398 -4,040 ,000

6 (Constant) 15,676 1,098 14,273 ,000

JMLSAPI ,177 ,035 ,381 5,051 ,000

LTKKDG -,243 ,050 -,367 -4,873 ,000


(3)

Regression

Warnings

For models with dependent variable CI, the following variables are constants or have missing correlations: SUSUAN, SAPIH. They will be deleted from the analysis.

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

d i m e n s i o n 0

1 S/C, REPRO, PROD, LMLK , BCS, PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umura

. Enter

2 . BCS Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

3 . REPRO Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

4 . PROD Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

5 . S/C Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

6 . Ksong Backward (criterion:

Probability of F-to-remove >= ,100).

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: CI


(4)

Tabel 8. (lanjutan)

Model Summary

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate d

i m e n s i o n 0

1 ,989a ,978 ,977 ,51398

2 ,989b ,978 ,977 ,51239

3 ,989c ,978 ,977 ,51085

4 ,989d ,978 ,977 ,50934

5 ,989e ,978 ,977 ,51023

6 ,989f ,978 ,977 ,51134

a. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK , BCS, PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

b. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK ,PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

c. Predictors: (Constant), S/C, PROD, LMLK ,PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

d. Predictors: (Constant), S/C, LMLK ,PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

e. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

f. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Umur

ANOVAg

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1653,319 11 150,302 568,944 ,000a

Residual 36,721 139 ,264

Total 1690,040 150

2 Regression 1653,283 10 165,328 629,709 ,000b

Residual 36,757 140 ,263

Total 1690,040 150

3 Regression 1653,243 9 183,694 703,886 ,000c

Residual 36,797 141 ,261

Total 1690,040 150

4 Regression 1653,200 8 206,650 796,547 ,000d

Residual 36,839 142 ,259

Total 1690,040 150

5 Regression 1652,812 7 236,116 906,984 ,000e

Residual 37,227 143 ,260

Total 1690,040 150

6 Regression 1652,389 6 275,398 1053,282 ,000f

Residual 37,651 144 ,261


(5)

a. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK , BCS, PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

b. Predictors: (Constant), S/C, REPRO, PROD, LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur

c. Predictors: (Constant), S/C, PROD, LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur d. Predictors: (Constant), S/C, LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur e. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Ksong , Umur f. Predictors: (Constant), LMLK , PRKWNPSTPRTS, KERING , Laktasi ke, Umur

g. Dependent Variable: CI

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,196 ,566 2,112 ,037

Umur ,215 ,096 ,106 2,246 ,026

Laktasi ke -,254 ,121 -,089 -2,099 ,038

PROD -,001 ,002 -,005 -,371 ,712

Ksong ,036 ,023 ,032 1,551 ,123

PRKWNPSTPRTS ,044 ,030 ,023 1,440 ,152

BCS -,046 ,125 -,005 -,369 ,712

LMLK ,890 ,045 ,318 19,693 ,000

Krg ,952 ,023 ,881 41,442 ,000

REPRO ,059 ,150 ,005 ,394 ,694

S/C -,058 ,046 -,021 -1,250 ,213

2 (Constant) 1,065 ,440 2,419 ,017

Umur ,221 ,094 ,109 2,358 ,020

Laktasi ke -,254 ,121 -,089 -2,104 ,037

PROD -,001 ,002 -,005 -,395 ,694

Ksong ,036 ,023 ,032 1,562 ,121

PRKWNPSTPRTS ,044 ,030 ,023 1,440 ,152

LMLK ,888 ,045 ,317 19,824 ,000

Krg ,951 ,023 ,880 41,867 ,000

REPRO ,059 ,150 ,005 ,392 ,696

S/C -,057 ,046 -,021 -1,249 ,214

3 (Constant) 1,060 ,439 2,416 ,017

Umur ,215 ,092 ,106 2,332 ,021

Laktasi ke -,244 ,118 -,086 -2,073 ,040

PROD -,001 ,002 -,005 -,403 ,687

Ksong ,037 ,023 ,033 1,596 ,113

PRKWNPSTPRTS ,043 ,030 ,022 1,422 ,157

LMLK ,888 ,045 ,318 19,906 ,000

Krg ,951 ,023 ,880 42,091 ,000


(6)

Tabel 8. (lanjutan)

4 (Constant) 1,024 ,428 2,391 ,018

Umur ,219 ,091 ,108 2,402 ,018

Laktasi ke -,248 ,117 -,087 -2,119 ,036

Ksong ,037 ,023 ,033 1,601 ,112

PRKWNPSTPRTS ,043 ,030 ,022 1,435 ,154

LMLK ,889 ,044 ,318 19,989 ,000

Krg ,951 ,022 ,880 42,314 ,000

S/C -,056 ,046 -,021 -1,223 ,223

5 (Constant) 1,053 ,428 2,457 ,015

Umur ,236 ,091 ,116 2,605 ,010

Laktasi ke -,279 ,115 -,098 -2,438 ,016

Ksong ,028 ,022 ,025 1,276 ,204

PRKWNPSTPRTS ,057 ,028 ,030 2,040 ,043

LMLK ,882 ,044 ,315 19,976 ,000

Krg ,945 ,022 ,875 42,775 ,000

6 (Constant) ,869 ,404 2,149 ,033

Umur ,247 ,090 ,121 2,733 ,007

Laktasi ke -,287 ,115 -,101 -2,505 ,013

PRKWNPSTPRTS ,059 ,028 ,031 2,119 ,036

LMLK ,904 ,040 ,323 22,329 ,000

Krg ,961 ,018 ,890 52,646 ,000


Dokumen yang terkait

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

2 23 39

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

0 9 60

PERBANDINGAN NILAI MPPA PRODUKSI SUSU ANTARA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DAN PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO

0 4 39

SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

2 16 40

SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 23 58

CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 16 54

Anestrus Sapi Perah dan Penanggulangannya (Studi Kasus di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden, Purwokerto- Jawa Tengah).

1 5 28

hubungan antara umur beranak pertama dengan produksi susu 305 hari di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden.

0 0 2

STUDI PERFORMANS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI SATU SAMPAI LAKTASI EMPAT DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH (BBPTU-SP) BATURRADEN.

1 2 2

KURVA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DAN KORELASINYA PADA PEMERAHAN PAGI DAN SORE PERIODE LAKTASI SATU (Studi Kasus Di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Baturraden).

1 6 2