CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

(1)

ABSTRAK

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK

BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

Oleh Fandi Abdillah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya conception rate dan faktor-faktor yang memengaruhi conception rate pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.Penelitian ini telah dilakukan pada 29 April – 12 Mei 2014 terhadap 194 ekor sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden. Metode penelitian yang dipakai adalah metode sensus, sehingga data yang

diperoleh merupakan data riil dan yang ada dan terjadi di BBPTU-HPT

Baturraden. Pengambilan data sapi perah laktasi diperoleh dengan cara mendata seluruh sapi perah laktasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa conception rate pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden adalah 36,60%. Faktor - faktor yang memengaruhi CR pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden pada tingkat perawat ternak adalah pendidikan perawat ternak yang berasosiasi positif dengan besar faktor 2,130, jumlah sapi yang dipelihara yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,151, pengetahuan beternak yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 2,637, lama thawing yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,229 dan letak kandang yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,198. Faktor-faktor yang memengaruhi CR pada sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden pada tingkat ternak adalah umur induk yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,313, lama waktu kosong yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,725, perkawinan postpasrtus yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,661, calving interval yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,950, lama laktasi yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,923, dan lama masa kering yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,966.

Kata kunci : conception rate, sapi perah laktasi, faktor dan besar faktor yang mempengaruhi


(2)

ABSTRAK

CONCEPTION RATE AT LACTATING DAIRY CATTLE IN BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN

PAKAN TENAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO CENTRAL JAVA

By Fandi Abdillah

The aim of this research was to determine the level of CR and the factors value that affect the level of CR at lactating dairy cattle in BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Central Java, on April, 29 th – May 13 th 2014. This research used sensus method with primary and secondary data. Analysis data used regression analysis with SPSS (Statistics Packet for Social Science) program.

The result showed that the CR at BBPTU-HPT Baturraden is 36,60%. Factors affecting the value of CR were the herds man and the cattles. On the level of cattle are the education of herds man that negatively associated with factor value 2,130, number of the cattle that negatively assosiated with factor value 0,151, herdsman knowledge that negatively assosiated with factor value 2,637, thawing duration that negatively associated with factor value0,229 and the distance between the cowshed with office that possitively assosiated with factor value 0,198. Factor affecting the CR on dairy cattle are the age dairy cattle that negatively associated with factor value 0,313, days open that possitively with factor value 0,725, mating postpartus that negatively associated with factor value 0,661, calving interval that positively associated with factor value 0,950, lactating period that possitively associated with factor value 0,923 and dry period that negatively associated with factor value 0,966.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 19 Desember 1991, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, putra pasangan Bapak Ahmad Hifni dan Ibu Chairani Mariun.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Indriasana, Kota Waringin Barat Kalimantan Tengah, sekolah dasar di SD Negeri 1 Way Mengaku Lampung Barat pada 2004; sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 10 Bandar Lampung pada 2007; dan sekolah menengah umum di SMA Al – Azhar 3 Bandar Lampung pada 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM) pada 2010. Pada Juli 2013 penulis melaksanakan praktik umum di UPTD IBBITKAN Negeri Sakti Pesawaran, Lampung dan pada Januari 2014

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Beringin Kencana Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2011 – 2012 sebagai sekretaris bidang Penelitian dan Pengembangan, Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2011 –2012 sebagai anggota bidang Pengabdian Masyarakat, Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2012 –2013 sebagai Ketua Umum.


(7)

Bismillahirohmanirrohim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Kupersembahkan karya tulis nan sederhana ini sebagai baktiku kepada:

Ayah dan Ibu tercinta

(terima kasih atas doa-doamu yang tulus...My biggest love to you)

Kakakku tersayang “Sandra Pertwi Putri” (Teruslah menjadi Inspirasi)

Nenek tersayang (You’r my spirit) Sahabat dalam perjalananku

(Aku bahagia memiliki kalian...I’m gonna miss you all) Dan

Seseorang wanita hebat yang kelak menjadi pendampingku yang akan berdampingan denganku,

Serta


(8)

Pada waktunya aku akan mengerti dan memahami Tentang apa yang engkau berikan, sedari aku ada di dalam dirimu

Tentang do’a, kasih sayang, ketulusan, dan kesabaranmu

Yang tak bisa aku gantikan!! Ini adalah hal kecil yang bisa aku berikan Namun aku tau, ini adalah sesuatu yang sangat berarti untukmu i really proud as your son ....and i’ll make you proud of me,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Sapi Perah ... 7

B. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden ... 9

C. Efesiensi Reproduksi Ternak Sapi Perah ... 10

D. Conception Rate ... 11

1. Jumlah sapi yang dipelihara ... 12

2. Pernah kursus ... 13

3. Alasan beternak ... 13

4. Pengetahuan birahi dan perkawinan... 14

5. Jumlah pemberian air minum ... 14

6. Produksi susu ... 14

7. Bahan lantai kandang ... 15


(10)

9. Umur induk sapi ... 16

10.Perkawinan kembali stelah beranak ... 17

11.Lama masa sapih ... 18

12.Skor kondisi tubuh ... 18

III. BAHAN DAN METODE ... 19

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

B. Bahan Penelitian... 19

C. Alat Penelitian ... 19

D. Metode Penelitian... 19

1. Teknik pengambilan sampel ... 19

2. Variabel yang digunakan... 20

3. Pelaksanaan penelitian ... 20

4. Analisis data ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. Gambaran Umum Perawat Ternak BBPTU-HPT Baturraden ... 22

B. Gambaran Umum Ternak BBPTU-HPT Baturraden ... 23

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Conception Rate ... 24

1. Faktor conception rate pada tingkat perawat ternak ... 24

a. Pendidikan perawat ternak... 25

b. Jumlah sapi perah laktasi yang dipelihara ... 26

c. Pengetahuan beternak ... 27

d. Lama thawing ... 28

e. Letak kandang... 29


(11)

a. Umur induk ... 30

b. Lama waktu kosong ... 31

c. Perkawinan kembali setelah beranak ... 32

d. Calving interval ... 33

e. Lama Laktasi ... 33

f. Masa kering ... 34

D. Penerapan Model ... 35

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 39

A. Simpulan ... 39

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah dan persentase komposisi air susu segar bangsa sapi ... 8

2. Daftar variabel peternak yang mempengaruhi CR ... 44

3. Daftar variabel ternak yang mempengaruhi CR... 45

4. Kriteria penentuan skor kondisi tubuh sapi perah ... 46

5. Hasil pengamatan variabel peternak yang mempengaruhi CR ... 47

6. Hasil pengamatan variabel ternak yang mempengaruhi CR ... 49

7. Hasil analisis CR pada variabel tingkat perawat ternak ... 50


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya membawa konsekuensi meningkatnya kesadaran masyarakat dalam hal memenuhi kebutuhan keseharian. Peningkatan yang terjadi juga berdampak pada pola konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat dalam hal

mengkonsumsi protein hewani seperti susu, daging, dan telur.

Susu merupakan salah satu produk asal hewan yang bernilai gizi tinggi dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan gizi masyarakat, karena kandungan proteinnya yang tinggi dan mudah dalam pengolahannya. Hal ini menyebabkan permintaan susu yang sehat dan berkualitas semakin meningkat. Peningkatan populasi sapi perah dilakukan agar dapat memenuhi permintaan tersebut dan pada akhirnya kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Kebutuhan susu nasional saat ini berkisar 7500 ton/hari, populasi sapi perah yang ada di Indonesia sekitar 560.000 ekor dan hanya mampu memproduksi sekitar 1.500 -- 1.600 ton/hari. Jumlah produksi susu tersebut hanya mampu memenuhi 20% kebutuhan susu nasional.


(14)

2

Indonesia memiliki beberapa daerah penghasil produksi susu yang berperan penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan produksi susu. Daerah tersebut antara lain: Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara. Total populasi sapi perah yang ada di Indonesia adalah 99% berasal dari Pulau Jawa, 0,4% berasal dari Pulau Sumatera, dan sebesar 0,6% tersebar di beberapa Pulau di Indonesia.

Sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah bangsa sapi Friesian Holstein (FH). Bangsa sapi FH memiliki jumlah produksi susu tertinggi dengan persentase lemak dan total solid (TS) terendah diantara bangsa sapi perah lainnya, yaitu 7.245 kg/laktasi dengan persentase lemak sebesar 3,5 % (Qisthon dan Husni, 2003). Salah satu daerah penghasil susu di pulau Jawa adalah Baturraden.

Baturraden adalah salah satu sentra peternakan sapi perah di Indonesia yang berada di atas permukaan laut antara 1.000 -- 1.420 meter, suhu udara antara 12 -- 28º C, basah udara (kelembapan) antara 70% dan 80%. Menurut Siregar (1993), kriteria daerah pemeliharaan sapi perah yaitu memiliki ketinggian lebih dari 750 m dari permukaan laut dan memiliki suhu lingkungan 16º C. Kondisi tersebut di atas cocok dengan kondisi alam yang dimiliki oleh BBPTU-HPT Baturraden.

Salah satu pengukuran efisiensi reproduksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan menghitung conception rate (CR). Conception rate adalah angka kebuntingan dari perkawinan atau inseminasi buatan pertama. Menurut


(15)

3

rendahnya efisiensi reproduksi dan nilai efisiensi reproduksi dianggap baik apabila CR dapat mencapai 65 -- 75%.

CR dapat dijadikan acuan untuk menilai tingkat kesuburan sapi. Semakin tinggi nilai CR maka semakin tinggi tingkat kesuburan seekor sapi dan semakin rendah nilai CR maka semakin rendah pula tingkat kesuburan seekor sapi. Persentase CR yang bermasalah dari seluruh populasi sapi perah laktasi yang ada di BBPTU-HPT Baturraden adalah sebesar 47,68 % (BBPTU-HPT, 2013), hal ini menunjukkan bahwa efisiensi reproduksi di BBPTU-HPT Baturraden rendah. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi conception rate pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. besarnya conception rate pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah;

2. faktor-faktor dan perbedaan besar faktor yang memengaruhi conception rate pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang memengaruhi conception rate pada sapi perah laktasi terutama di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah. Selain itu, hasil penelitian ini juga


(16)

4

menyumbang data atau informasi bagi masyarakat peternak pada umumnya dan untuk informasi bagi penelitian selanjutnya.

D. Kerangka Pemikiran

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia umumnya masih tergolong sebagai peternakan rakyat yang populasinya masih jauh dari target untuk dapat mencukupi kebutuhan susu masyarakat. Peternak rata-rata memiliki sapi perah laktasi

sebanyak dua sampai tiga ekor dengan produksi susu 16 -- 20 liter/ekor/hari. Kecilnya kepemilikan ternak disebabkan oleh masih terbatasnya modal, tenaga kerja, dan buruknya manajemen reproduksi.

Buruknya manajemen reproduksi pada usaha peternakan sapi perah dapat menurunkan produktivitas dan menyebabkan adanya gangguan reproduksi sehingga dapat menghambat peningkatan populasi sapi perah. Menurut

Hardjopranjoto (1995), laju peningkatan populasi ternak akan menjadi lebih cepat bila efisiensi reproduksinya tinggi dan angka gangguan reproduksinya rendah. Kinerja reproduksi sapi perah erat hubungannya dengan keberhasilan sapi perah dalam memproduksi pedet dan susu. Oleh karena itu, sangat diperlukan

pengelolaan reproduksi dengan tujuan utama mengurangi kasus gangguan reproduksi.

Menurut Hardjopranjoto (1995), tinggi rendahnya efisiensi reproduksi

sekelompok ternak dapat ditentukan oleh lima hal, yaitu: angka kebuntingan atau conception rate; jarak antara melahirkan atau calving interval; jarak waktu antara


(17)

5

melahirkan sampai bunting kembali atau service periode; angka perkawinan per kebuntingan atau service per conception; dan angka kelahiran atau calving rate.

Angka kebuntingan atau conception rate (CR) adalah persentase sapi betina yang bunting dari inseminasi pertama (Sakti, 2007). Menurut Hafez (2000) CR adalah jumlah induk sapi yang bunting dari sejumlah induk yang diinseminasi pertama pasca partus. CR ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. CR merupakan salah satu nilai untuk mengukur tinggi/rendahnya efisiensi reproduksi pada suatu peternakan. Menurut Hardjopranjoto (1995), efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik apabila CR dapat mencapai 65 --75%.

Menurut Sakti (2007), conception rate ditentukan oleh 3 faktor yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Menurut Corah dan Lubsy (2002), CR ditentukan oleh umur pertama kali dikawinkan, birahi pertama setelah beranak, adanya gangguan reproduksi, usia induk, kesehatan induk, dan produksi susu. Menurut Sari (2010), faktor – faktor yang memengaruhi conception rate adalah jumlah sapi yang dipelihara, pernah mengikuti kurus, alasan beternak, pengetahuan birahi dan perkawinan, jumlah pemberian konsentrat, jumlah pemberian air minum, bahan lantai kandang, luas kandang, umur induk sapi, perkawinan kembali setelah beranak, dan lama masa sapih.

Keterampilan manajemen yang rendah merupakan ciri khas atau tanda dari usaha peternakan sapi perah di Indonesia. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai CR pada usaha-usaha peternakan sapi perah yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.


(18)

6

Agar dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi CR, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui besar faktor yang dapat memengaruhi CR.

E. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat beberapa faktor dengan besaran yang berbeda yang memengaruhi conception rate pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Perah

Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan kurang dari 220 C (Blakely dan Bade, 1994). Menurut AAK (1995), sapi FH memiliki ciri-ciri:

(1) tenang dan jinak sehingga mudah dikuasai;

(2) terdapat warna putih berbentuk segitiga di daerah dahi; (3) kepala besar dan sempit;

(4) dada, perut bagian bawah, dan ekor berwarna putih; (5) ambing besar;

(6) warna bulu hitam dengan bercak putih; (7) tidak tahan panas;

(8) tanduk pendek dan menjurus ke depan.

Menurut Rustamadji (2004), sapi FH memiliki warna cukup terkenal, yaitu belang hitam putih dengan pembatas yang jelas dan tidak ada warna bayangan serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga bangsa sapi ini dapat dijumpai hampir di seluruh dunia. Sapi FH betina dewasa memiliki bobot badan 628 kg sedangkan untuk FH jantan adalah 1.000 kg (Sudono, 2003). Sapi FH


(20)

8

memiliki rata-rata produksi susu tertinggi dengan kadar lemak susu terendah diantara bangsa sapi perah lainnya.

Tabel 1. Jumlah dan persentase komposisi air susu segar beberapa bangsa sapi perah

Bangsa Jumlah

Produksi Air Protein Lemak Laktosa Abu

Total Padatan (kg/laktasi) --- (%) ---

Jersey 4.957 85,27 3,9 5,5 4,9 0,7 15,0

Guernsey 5.205 85,45 3,8 5,0 4,9 0,7 14,4

Ayrshire 5.685 87,10 3,6 4,1 4,7 0,7 13,1

Holstein 7.245 88,01 3,1 3,5 4,9 0,7 12,2

Sumber: Qisthon dan Husni (2003)

Bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah jenis bangsa sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH). Menurut Siregar (1993), sapi PFH merupakan hasil persilangan (grading-up) antara sapi perah FH dengan sapi lokal. Menurut Rustamadji (2004), ciri-ciri sapi PFH adalah:

(1) warna bulunya belang hitam dan putih;

(2) mempunyai ukuran tubuh yang besar dan beratnya hampir sama dengan sapi FH;

(3) mempunyai kadar lemak susu yang juga rendah;

(4) produksi susu dapat mencapai 15--20 liter per hari per masa laktasi; (5) mempunyai sifat tenang dan jinak sesuai dengan induknya;

(6) lebih tahan panas jika dibandingkan dengan sapi FH, sehingga lebih cocok di daerah tropis;


(21)

9

B. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden

Lokasi BBPTU-HPT Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 4 (empat) area, yaitu : (a) area farm Tegalsari (34,802 ha); (b) area Farm Limpakuwus (96,787 Ha); (c) area farm Manggala (100 ha). Keempat area tersebut berada di lereng kaki Gunung Slamet sisi arah selatan. Area farm Tegalsari, Munggangsari dan Limpakuwus berada di dalam kawasan wisata Baturraden yang berjarak ± 15 km ke arah Utara dari kota Purwokerto, sedangkan area farm Manggala yang berjarak ± 30 km ke arah Barat dari kota Purwokerto.

Secara administratif area Farm Tegalsari berada di wilayah Desa Kemutug Lor Kecamatan Baturraden, area Farm Limpakuwus berada di wilayah Desa

Limpakuwus Kecamatan Sumbang serta area Farm Manggala berada di wilayah Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok dan Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen.

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden memiliki temperatur berkisar 18 -- 280C, curah hujan berkisar 6.000 -- 9.000 mm/tahun, serta kelembaban udara 70 -- 80% merupakan habitat yang cocok untuk pengembangan sapi perah. BBPTU-HPT berada pada ketinggian tempat : (a) area Farm Tegalsari sekitar 675 mdpl; (b) area Farm Limpakuwus sekitar 725 mdpl; (c) area Farm Manggala sekitar 700 mdpl, sedangkan jenis tanahnya yaitu andosol coklat kekuningan serta assosiasi latosol dan regosol coklat dengan tekstur tanah lempung berpasir.


(22)

10

C. Efisiensi Reproduksi Ternak Sapi Perah

Efisiensi reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting dan menghasilkan keturunan yang layak (Niazi, 2003). Menurut Hafez (1993) efisiensi reproduksi adalah penggunaan secara maksimum kapasitas reproduksi. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi terutama melalui penerapan bioteknologi atau mengembangkan teknologi praktis dan praktik-praktik manajemen yang dapat meningkatkan efisiensi reproduksi (Basyir, 2009).

Manajemen perkawinan ternak yang baik juga merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan efisiensi reproduksi termasuk perbaikan keturunan. Salah satu cara untuk memperbaiki manajemen ternak adalah dengan inseminasi buatan (IB). Hal ini berarti meningkatkan efisiensi reproduksi pada hewan donor tersebut (Wijaya, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi antara lain nutrisi yang terkandung di dalam ransum yang berpengaruh pada organ-organ reproduksi dan fungsi kelenjar-kelenjar yang memproduksi hormon. Manajemen atau tatalaksana sangatlah berpengaruh terhadap ternak sapi. Penyakit dan suhu udara dan musim sangat berpengaruh terhadap sifat reproduksi (Suyasa, 1999).

Menurut Hardjopranjoto (1995), parameter yang dipakai untuk menyatakan adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan antara lain:

(1) CR kurang dari 60%;

(2) jarak antar melahirkan melebihi 400 hari;


(23)

11

(4) jarak antar melahirkan sampai bunting kembali melebihi 120 hari; (5) jumlah sapi yang membutuhkan lebih dari tiga kali IB untuk terjadinya

kebuntingan melebihi dari 30%.

Ukuran efesiensi reproduksi dalam usaha peternakan sangatlah penting. Menurut Djagra (1989), periode kosong yaitu periode atau selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali dan terjadi kelahiran, kawin pertama setelah beranak yaitu selang waktu sejak sapi beranak sampai dikawinkan kembali, dan jumlah kawin pada setiap kelahiran yaitu berapa kali sapi dikawinkan sampai terjadi kelahiran. Lama bunting yaitu selang waktu sejak sapi dikawinkan dan terjadi kebuntingan sampai sapi beranak.

D. Conception Rate

Angka kebuntingan atau conception rate (CR) adalah persentase sapi betina yang bunting dari inseminasi pertama (Sakti, 2007). Menurut Hafez (2000) CR adalah jumlah induk sapi yang bunting dari sejumlah induk yang diinseminasi pertama pasca partus. CR ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. CR merupakan salah satu nilai untuk mengukur tinggi/rendahnya efisiensi reproduksi pada suatu peternakan. Menurut Hardjopranjoto (1995), efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik apabila CR dapat mencapai 65 --75%.

Menurut Sakti (2007), conception rate ditentukan oleh 3 faktor yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Menurut Corah dan Lubsy (2002), CR ditentukan oleh umur pertama kali dikawinkan, birahi pertama setelah


(24)

12

beranak, adanya gangguan reproduksi, usia induk, kesehatan induk, dan produksi susu. Menurut Sakti (2007), pada perkawinan normal jarang ditemukan suatu keadaan hewan jantan dan betina mencapai kapasitas kesuburan 100%. Walaupun masing-masing mencapai tingkatan kesuburan 80%, pengaruh kombinasinya akan menghasilkan CR sebesar 64%.

Menurut Hardjopranjoto (1995), tinggi rendahnya efisiensi reproduksi

sekelompok ternak dapat ditentukan oleh lima hal, yaitu: angka kebuntingan atau conception rate; jarak antara melahirkan atau calving interval; jarak waktu antara melahirkan sampai bunting kembali atau service periode; angka perkawinan per kebuntingan atau service per conception; dan angka kelahiran atau calving rate.

Menurut Sari (2010), Conception Rate dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jumlah sapi yang dipelihara, pernah mengikuti kursus, alasan beternak

pengetahuan birahi dan perkawinan, jumlah pemberian konsentrat, jumlah pemberian air minum, bahan lantai kandang, luas kandang, umur induk sapi, perkawinan kembali setelah beranak, dan lama masa sapih.

1. Jumlah sapi yang dipelihara

Semakin banyak sapi perah laktasi yang dipelihara maka akan meningkatkan nilai CR. Hal ini dikarenakan peternak akan lebih memperhatikan sapinya agar cepat terjadi kebuntingan dan peternak telah merasakan hasil dari penyetoran susu ke KPSBU Jawa Barat (Sari, 2010).


(25)

13

2. Pernah kursus

Semakin banyak peternak yang pernah mengikuti kursus akan meningkatkan nilai CR. Peternak yang pernah mengikuti kursus akan memiliki pengetahuan dan kemampuan beternak yang lebih baik sehingga akan meningkatkan produktivitas ternak. Peternak di KPSBU Jawa Barat yang pernah mengikuti kursus adalah sebanyak 154 orang (18,51%) dan yang tidak pernah mengikuti kursus sebanyak 678 orang (81,49%) dan jumlah peternak di KPSBU yang pernah mengikuti kursus masih bisa dikatakan rendah, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran peternak untuk menambah pengetahuan beternak baik tentang manajemen pemeliharaan dan reproduksi (Sari, 2010).

3. Alasan beternak

semakin banyak peternak yang menjadikan beternak sebagai pekerjaan pokok maka akan meningkatkan nilai CR. Hal ini disebabkan karena peternak akan memiliki motifasi yang tinggi, fokus, dan akan lebih memperhatikan kondisi sapinya sehingga akan menaikkan pendapatan peternak. Peternak di KPSBU Jawa Barat yang memilih memelihara sapi perah sebagai pekerjaan pokok adalah sebanyak 700 orang (84,13%). Hal ini berarti sebagian besar peternak di KPSBU Jawa Barat telah menjadikan beternak sapi perah sebagai pekerjaan pokok

sehingga peternak akan lebih memiliki banyak waktu untuk memelihara, mengamati kondisi dan tingkah laku sapinya sehingga masalah gangguan reproduksi dapat dikurangi (Sari, 2010).


(26)

14

4. Pengetahuan birahi dan perkawinan

Semakin banyak peternak yang memiliki pengetahuan birahi dan perkawinan maka akan meningkatkan nlai CR. Hal ini disebabkan karena peternak akan memiliki kemampuan deteksi birahi yang baik dan mengetahui waktu yang tepat untuk perkawinan sehingga terjadi kebuntingan (Sari, 2010). Menurut

Hardjopranjoto (1995), untuk memperoleh hasil yang lebih baik, deteksi birahi dapat dilakukan tiga kali sehari yaitu pada waktu pagi, tengah hari, dan menjelang malam sehingga IB dapat dilakukan tepat pada waktunya. Menurut Kresno (2008), angka konsepsi akan lebih dari 50% apabila inseminasi buatan dilakukan lebih dari 24 jam sebelum ovulasi (sewaktu hewan dalam keadaan birahi) sampai 6 jam sesudah akhir birahi.

5. Jumlah pemberian air minum

Semakin banyak pemberian air minum maka akan menurunkan nilai CR (Sari, 2010). Kebutuhan air minum yang diperlukan untuk memproduksi 1 liter susu adalah 3,6--4 liter (Qisthon dan Husni, 2003). Syarief dan Sumporastowo (1984) dalam Kurniadi (2009), yang mengatakan bahwa kebutuhan air minum pada sapi perah berkisar antara 40--70 liter/ekor/hari.

6. Produksi susu

Produksi susu yang tinggi akan menyebabkan penurunan tingkat konsepsi pada sapi (Butler dan Smith, 1989) dalam Hartono (1999) karena LTH akan

disekresikan terus menerus yang menyebabkan semakin tingginya kadar LTH di dalam darah (Roberts, 1971) dalam (Kurniadi, 2009). Apabila kadar LTH di


(27)

15

dalam darah terlalu tinggi, maka hormon LTH akan mempertahankan keberadaan corpus luteum menjadi persisten yang akan tetap menghasilkan hormon

progesteron sehingga terjadi umpan balik negatif terhadap sekresi FSH dan LH dalam memproduksi hormon estrogen yang akan menunjukkan gejala birahi (Hardjopranjoto, 1995). Adanya umpan balik negatif akan menyebabkan

terjadinya birahi tenang dan birahi pendek yang akan menyulitkan peternak dalam melakukan perkawinan pada waktu yang tepat sehingga dapat memengaruhi keberhasilan pelaksanaan IB (Yuliana, 2000).

7. Bahan lantai kandang

Semakin banyak peternak yang menggunakan karet sebagai bahan lantai kandang akan meningkatkan nilai CR. Lantai kandang karet juga lebih memberikan kenyamanan pada sapi karena lutut sapi menjadi tidak terluka pada saat akan berdiri ataupun merebahkan badannya ke lantai. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (1992) dalam Rosmawati (2009), pembuatan lantai kandang harus benar-benar memenuhi syarat, yaitu tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan injakan, dan awet serta memberikan kenyamanan apabila ternak sedang berdiri ataupun pada saat berbaring.

8. Luas kandang

Semakin luas kandang maka akan meningkatkan nilai CR. Rata-rata luas kandang di KPSBU Jawa Barat adalah 3,24±0,46 m2/ekor dan luas tersebut hanya sebatas ruang lingkup hidup ternak saja belum termasuk tempat pakan, tempat minum serta bangunan lain (Sari, 2010). Hal ini lebih kecil dengan pendapat Ginting dan


(28)

16

Sitepu (1989) dalam Hartono (1999), rata-rata setiap ekor sapi membutuhkan luas lantai 3,5--4 m2 belum termasuk bahan untuk pakan, tempat air minum, dan selokan tempat pembuangan air. Menurut Dewi (2001), luas kandang yang kurang dari ukuran standar mengakibatkan sirkulasi udara terganggu dan sapi tidak bisa bergerak dengan bebas. Sirkulasi udara yang kurang baik secara terus menerus akan menyebabkan gangguan fisiologis dan kesehatan sehingga dapat menyebabkan sapi menjadi cekaman panas karena sapi merasa tidak nyaman dengan kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktifitas.

9. Umur induk sapi

Semakin tua umur induk maka akan menurunkan nilai CR. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan fungsi uterus dan organ-organ reproduksi dalam memproduksi hormon-hormon reproduksi sehingga menyebabkan penurunan fertilitas (Hunter, 1995). Menurut Salisbury dan VanDenmark (1985), pada sapi betina dara fertilitasnya akan meningkat secara berkesinambungan sampai umur 4 tahun dan akan mendatar sampai umur 6 tahun sampai pada akhirnya akan

menurun secara bertahap apabila induk menjadi lebih tua. Menurut Bearden dan Fuquay (1984), efesiensi reproduksi mencapai puncaknya pada saat sapi berumur 4 tahun, tingkat konsepsi mulai mengalami penuruna pada umur

5 -- 7 tahun, dan penuruna efesiensi reproduksi yang nyata terjadi setelah sapi berumur 7 tahun.


(29)

17

10. Perkawinan kembali setelah beranak

waktu yang dibutuhkan untuk inovulsi uterus akan lebih lama sehingga kembalinya ukuran uterus dari keadaan bunting menjadi normal kembali akan lebih sempurna (Sari, 2010). Menurut Hardjopranjoto (1995), perkawinan kembali setelah beranak sebaiknya dilakukan setelah bulan ke-2 tetapi tidak lebih baik dari bulan ke-3. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadisusanto (2008), yang menyatakan bahwa performan estrus kedua pasca partus menggambarkan bahwa uterus sudah mengalami inovulasi artinya secara fisiologis induk sudah mampu menerima kebuntingan berikutnya. Perkawinan atau inseminasi sebaiknya dilakukan pada hari itu juga bila tanda – tanda birahi terlihat pada pagi hari, sedangkan bila tanda – tanda birahi terlihat pada sore hari sebaiknya dilakukan inseminasi pada pagi hari berikutnya (Toelihere, 1993). Pada sapi yang baru beranak, perkawinan sebaiknya dilakukan setelah hari ke-60 tetapi tidak lebih dari hari ke-90 (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Hardjopranjoto (1995), anestrus postpartus yang normal terjadi antara 1 -- 2 setelah melahirkan, karena periode ini uterus masih dalam periode involusi uterus. Pemeriksaan kebuntingan yang dilakukan setelah perkawinan atau inseminasi buatan akan menentukan sapi yang bunting dan tidak sehingga kehilangan waktu produksi dapat ditekan (Hartono, 1999). Waktu yang tepat melakukan pemeriksaan kebuntingan melalui palpasi rektal untuk mengetahui kotiledon dan fetus adalah 80 hari dan 120 hari setelah perkawinan (Hadisusanto, 2008).


(30)

18

11. Lama masa sapih

Semakin lama masa sapih maka akan menurunkan nilai CR. Rata-rata lama waktu penyapihan pedet 2,66±0,50 bulan. Hal ini disebabkan karena pedet yang disapih terlalu lama akan menyebabkan terjadinya penundaan aktifitas ovarium pada induk sehingga anestrus postpartus akan diperpanjang (Sari, 2010).

Penyapihan pedet sebaiknya dilakukan lebih awal, karena penyapihan pedet yang lebih cepat akan meningkatkan sekresi GnRH, FSH, dan LH sehingga siklus estrus dapat terjadi lagi (Bearden dan Fuquay, 1984) dalam (Hartono, 1999). Semakin lama pedet dibiarkan menyusu pada induknya maka akan meningkatkan kadar hormon prolaktin dalam tubuh induk sehingga menyebabkan terjadinya korpus luteun persisten dan dapat menyebabkan terjadinya birahi tenang dan akan menurunkan angka kebuntingan (Hardjopranjoto, 1995).

12. Skor kondisi tubuh

Skor kondisi tubuh merupakan cara untuk menilai jumlah cadangan energi yang tersimpan dalam lemak dan otot pada sapi yang laktasi dan kering (Hartono, 1999). Menurut Edmonson et al. (1989), skor kondisi tubuh sapi perah dinilai dalam empat skala penilaian yaitu skala satu menunjukkan sapi dalam kondisi sangat kurus dan skala empat mengidentifikasikan sapi dalam kondisi kegemukan. Menurut Girisanto (2006), kondisi tubuh merupakan faktor yang paling dominan terhadap timbulnya estrus pertama setelah beranak. Penurunan skor kondisi tubuh pada 30 hari pertama setelah beranak akan menyebabkan kegagalan konsepsi pada inseminasi pertama setelah beranak pada sapi miltipara.


(31)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 29 April – 12 Mei 2014, di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.

B. Bahan Penelitian

Ternak yang digunakan sebagai obyek dalam penelitian ini adalah sapi perah laktasi yang ada di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.

C. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner mengenai ternak dan perawat ternak yang ada di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.

D. Metode Penelitian

1. Teknik pengambilan sampel

Metode penelitian yang dipakai adalah metode sensus. Pengambilan sampel sapi perah laktasi diperoleh tanpa melalui penyamplingan sehingga sampel yang


(32)

20

diamati adalah seluruh sapi laktasi yang ada di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah.

2. Variabel yang digunakan

Variabel dependent yang digunakan adalah nilai conception rate (CR) pada sapi perah, sedangkan variabel independent adalahLMAKRJ: lama bekerja,

PNHKURS: pernah mengikuti kursus, PGTHNBTRNK: pengetahuan beternak, CRKWN: cara perkawinan, PKB: pemeriksaan kebuntingan, FREKPER: frekuensi pemerahan, FREKHIJ: frekuensi pemberian hijauan, JMLHIJ: jumlah pemberian hijauan, FREKKONS: frekuensi pemberian komsentrat, JMLKONS: jumlah pemberian konsentrat, SISAIR: sistem pemberian air minum, JMLAIR: jumlah pemberian air minum, LTKKDG: letak kandang, BTKDDG: bentuk dinding kandang, BHNLNTAI: bahan lantai kandang, BHNATP: bahan atap kandang, LSKNDG: luas kandang per ekor, UMUR: umur sapi, BGSSAPI: bangsa sapi, PERLAK: periode laktasi, PROD: produksi susu, KOSONG: lama waktu kosong, BRHIPOSTPART: birahi pertama setelah beranak,

PKWNPOSTPART: perkawinan kembali setelah beranak, SKOR: skor kondisi tubuh, SMN: asal produksi semen, CI: selang beranak, SAPIH: penyapihan pedet, LAMALAK: lama masa laktasi, KERING: lama masa kering, dan REPRO: gangguan reproduksi.

3. Pelaksanaan penelitian

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalahmenentukanjumlahpolulasi sapi perah betina produktifyang ada di


(33)

BBPTU-21

HPT Baturraden. Data-data yang dibutuhkan diperoleh dengan cara pengisian kuisioner kepada anak kandang yang terpilih sebagai sampel dan melihat catatan yang ada di BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Jawa Tengah. Pengisian kuisioner dilakukan dengan cara mewawancarai secara langsung terhadap anak kandang, melihat data recording yang ada, dan mengamati manajemen

pemeliharaan sapi perah milik peternak di lokasi penelitian.

4. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean terhadap data peternak dan ternak untuk memudahkan analisis yang kemudian diolah dalam program SPSS (statistik packet for social science) (Sarwono, 2006).Variabel dengan nilai P terbesar dikeluarkan dari penyusunan model kemudian dilakukan analisis kembali


(34)

39

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada perawat ternak dan ternak di BBPTU-HPT Baturraden maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. conception rate (CR) pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden adalah 36,60%.

2. Faktor -- faktor yang memengaruhi CR pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden pada tingkat perawat ternak adalah pendidikan perawat ternak yang berasosiasi positif dengan besar faktor 2,130, jumlah sapi yang dipelihara yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,151, pengetahuan beternak yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -2,637, lama thawing yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,229 dan letak kandang yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,198.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi CR pada sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden pada tingkat ternak adalah umur induk yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,313, lama waktu kosong yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,725, perkawinan postpasrtus yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,661, calving interval yang berasosiasi positif dengan


(35)

40

besar faktor 0,950, lama laktasi yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,923, dan lama masa kering yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,966.

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan kepada BBPTU-HPT Baturraden agar memperhatikan pendidikan perawat ternak, memperhatikan jumlah sapi yang dipelihara oleh satu perawat ternak, memberikan tambahan pengetahuan beternak kepada perawat ternak, memperhatikan letak kandang.


(36)

41

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden.2013. Laporan Evaluasi Kinerja Reproduksi Sapi Perah BBPTU-HPT Baturraden Bulan Juni . 2013. Purwokerto Jawa Tengah Basyir, Arifin. 2009. http://www.vet-indo.com Meningkatkan Efisiensi

Reproduksi Melalui Kelahiran Pedet Kembar. Diakses , 12 November 2013

Bearden, H. J. and J. W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Second edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Blakely, J. dan David H. Bade. 1994 Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Butler, W.R. dan R.D. Smith. 1989. Interrelationship between energy balance and postpartum reproductive function in dairy cattle. J. Dairy Sci.72: 767—783 . Dalam M. Hartono. Faktor – faktor dan analisis garis edar selang beranak pada sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program pasca sarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Corah, L. dan K. Lusby. 2002. Factors Influencing Conception Rate. Uneversity of Wiscosin. http://iowabeefcenter.org/pdfs/bch/02210.pdf. Diakses pada 10 Oktober 2009

Darnel.1990. Applied Animal Reproduction. Second edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Dewi, A. 2001. Repeat breeder sapi perah dara di Koperasi peternakan Bandung Selatan Bandung Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar lampung

Djagra, I. B. 1989. Sapi Bali Betina Sebagai Tenaga Kerja. Buletin ISPI Bali No. 1 Thn I


(37)

42

Djanah, 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung Edmonson, A.J., L.J. Lean, L.D. Weaver, T. Farver, and G. Webster. 1989. A

body conditioning scoring chart for Holstein dairy cows. J. Dairy Sci. 72:68-78

Girisanto, 2006. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakatra

Hadisusanto, B. 2008. Study on Several Reproductive Performance of Various Parties in Days Open Formulating of Fries Holland Dairy Cows. Disertasi. http://disertasibambang.blogspot.com/2008/10/html. Diakses pada

23 Oktober 2009

Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Philadelphia: Lea & Febiger. part 4: reproductive failure

Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th. Maryland: Lippincott William and Wilkins. reproductive failure

Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Hartono, M. 1999. Faktor-faktor dan Analisis Garia Edar Selang Beranak pada Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Hewan Betina Domestik.

Alihbahasa oleh DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Kurniadi, R. 2009. ―Faktor-Faktor yang Memengaruhi Service per Conception

pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan Bandung Selatan

Pengelengan Bandung Jawa Barat‖. Skripsi. Fakultas Pertanian

Universitas Lampung. Bandar Lampung

Niazi, A. A. K. 2003. Comparative Studies on the Reproductive Efficiency of Imported and Local Born Friesian Cows in Pakistan. Journal of Biological Sciences, 3.

Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta Qisthon, A. dan A. Husni. 2003. Produksi Ternak Perah. Buku Ajar. Fakultas

Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rosmawati. 2008. Faktor-faktor yang Memengaruhi Repeat Breeder Sapi Potong di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung3


(38)

43

Rustamadji, B. 2004. Dairy Science I.

http://sukarno.web.ugm.ac.id/index.php/bangsa-bangsa-sapi-perah-di- indonesia/htm. Diakses pada 20 Oktober 2009

Sakti, S. 2007. Repeat Breeder pada sapi.

http://satri-sakti.blogspot.com/2007/12/repeat-breeder-pada-sapi.html. Diakses pada 20 Oktober 2009

Salisbury, G.W. dan N.L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Alih bahasa oleh Djanuar, R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sari, M. R. 2010. Conception Rate pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sarwono, J. 2006. Analisis data penelitian menggunakan SPSS. Penerbit Andi. Yogyakarta

Siregar, S. 1993. Jenis, Tehnik Pemerahan, dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta

Sudono, A. 2003. Beternak Sapi Parah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Suyasa. 1999. Pemanfaatan Probiotik Dalam Pengembangan Sapi Potong. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 2 No 1. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak Perah. Angkasa. Bandung

Wijaya, Ibnu. 2008. IlmuReproduksiTernak Mata KuliahPeternakan. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana.2008. http://one.indoskripsi.com

Yuliana. 2000. Faktor – faktor yang mempengaruhi repeat breeder sapi perah di koperasi peternakan Bandung Selatan Pengalengan Bandung Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung


(39)

44

Sari, M. R. 2010. Conception Rate pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak Perah. Angkasa. Bandung

Darnel.1990. Applied Animal Reproduction. Second edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Hartono, M. 1999. Faktor-faktor dan Analisis Garia Edar Selang Beranak pada Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sudono, A. 2003. Beternak Sapi Parah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Hewan Betina Domestik.

Alihbahasa oleh DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung Bearden, H. J. and J. W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Second

edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Salisbury, G.W. dan N.L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Alih bahasa oleh Djanuar, R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Aksi Agraris Kanisius. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta


(1)

39

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada perawat ternak dan ternak di BBPTU-HPT Baturraden maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. conception rate (CR) pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden

adalah 36,60%.

2. Faktor -- faktor yang memengaruhi CR pada sapi perah laktasi di BBPTU-HPT Baturraden pada tingkat perawat ternak adalah pendidikan perawat ternak yang berasosiasi positif dengan besar faktor 2,130, jumlah sapi yang dipelihara yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,151, pengetahuan beternak yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -2,637, lama thawing yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,229 dan letak kandang yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,198.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi CR pada sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden pada tingkat ternak adalah umur induk yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,313, lama waktu kosong yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,725, perkawinan postpasrtus yang berasosiasi positif dengan besar faktor 0,661, calving interval yang berasosiasi positif dengan


(2)

40

besar faktor 0,950, lama laktasi yang berasosiasi negatif dengan besar faktor -0,923, dan lama masa kering yang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,966.

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan kepada BBPTU-HPT Baturraden agar memperhatikan pendidikan perawat ternak, memperhatikan jumlah sapi yang dipelihara oleh satu perawat ternak, memberikan tambahan pengetahuan beternak kepada perawat ternak, memperhatikan letak kandang.


(3)

41

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden.2013. Laporan Evaluasi Kinerja Reproduksi Sapi Perah BBPTU-HPT Baturraden Bulan Juni . 2013. Purwokerto Jawa Tengah Basyir, Arifin. 2009. http://www.vet-indo.com Meningkatkan Efisiensi

Reproduksi Melalui Kelahiran Pedet Kembar. Diakses , 12 November 2013

Bearden, H. J. and J. W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Second edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Blakely, J. dan David H. Bade. 1994 Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Butler, W.R. dan R.D. Smith. 1989. Interrelationship between energy balance and postpartum reproductive function in dairy cattle. J. Dairy Sci.72: 767—783 . Dalam M. Hartono. Faktor – faktor dan analisis garis edar selang beranak pada sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program pasca sarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Corah, L. dan K. Lusby. 2002. Factors Influencing Conception Rate. Uneversity of Wiscosin. http://iowabeefcenter.org/pdfs/bch/02210.pdf. Diakses pada 10 Oktober 2009

Darnel.1990. Applied Animal Reproduction. Second edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Dewi, A. 2001. Repeat breeder sapi perah dara di Koperasi peternakan Bandung Selatan Bandung Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar lampung

Djagra, I. B. 1989. Sapi Bali Betina Sebagai Tenaga Kerja. Buletin ISPI Bali No. 1 Thn I


(4)

42

Djanah, 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung Edmonson, A.J., L.J. Lean, L.D. Weaver, T. Farver, and G. Webster. 1989. A

body conditioning scoring chart for Holstein dairy cows. J. Dairy Sci.

72:68-78

Girisanto, 2006. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakatra

Hadisusanto, B. 2008. Study on Several Reproductive Performance of Various Parties in Days Open Formulating of Fries Holland Dairy Cows. Disertasi. http://disertasibambang.blogspot.com/2008/10/html. Diakses pada

23 Oktober 2009

Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Philadelphia: Lea & Febiger. part 4: reproductive failure

Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th. Maryland: Lippincott William and Wilkins. reproductive failure

Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Hartono, M. 1999. Faktor-faktor dan Analisis Garia Edar Selang Beranak pada Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Hewan Betina Domestik.

Alihbahasa oleh DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung Kurniadi, R. 2009. ―Faktor-Faktor yang Memengaruhi Service per Conception

pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pengelengan Bandung Jawa Barat‖. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Niazi, A. A. K. 2003. Comparative Studies on the Reproductive Efficiency of Imported and Local Born Friesian Cows in Pakistan. Journal of Biological Sciences, 3.

Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta Qisthon, A. dan A. Husni. 2003. Produksi Ternak Perah. Buku Ajar. Fakultas

Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rosmawati. 2008. Faktor-faktor yang Memengaruhi Repeat Breeder Sapi Potong di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung3


(5)

43

Rustamadji, B. 2004. Dairy Science I.

http://sukarno.web.ugm.ac.id/index.php/bangsa-bangsa-sapi-perah-di- indonesia/htm. Diakses pada 20 Oktober 2009

Sakti, S. 2007. Repeat Breeder pada sapi.

http://satri-sakti.blogspot.com/2007/12/repeat-breeder-pada-sapi.html. Diakses pada 20 Oktober 2009

Salisbury, G.W. dan N.L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Alih bahasa oleh Djanuar, R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sari, M. R. 2010. Conception Rate pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sarwono, J. 2006. Analisis data penelitian menggunakan SPSS. Penerbit Andi. Yogyakarta

Siregar, S. 1993. Jenis, Tehnik Pemerahan, dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta

Sudono, A. 2003. Beternak Sapi Parah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Suyasa. 1999. Pemanfaatan Probiotik Dalam Pengembangan Sapi Potong. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 2 No 1. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak Perah. Angkasa. Bandung

Wijaya, Ibnu. 2008. IlmuReproduksiTernak Mata KuliahPeternakan. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana.2008. http://one.indoskripsi.com

Yuliana. 2000. Faktor – faktor yang mempengaruhi repeat breeder sapi perah di koperasi peternakan Bandung Selatan Pengalengan Bandung Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung


(6)

44

Sari, M. R. 2010. Conception Rate pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak Perah. Angkasa. Bandung

Darnel.1990. Applied Animal Reproduction. Second edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Hartono, M. 1999. Faktor-faktor dan Analisis Garia Edar Selang Beranak pada Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sudono, A. 2003. Beternak Sapi Parah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Hewan Betina Domestik.

Alihbahasa oleh DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung Bearden, H. J. and J. W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Second

edtion. Reshton Publishing Company, inc. A prentice-hall Company, Reston. Virginia

Salisbury, G.W. dan N.L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Alih bahasa oleh Djanuar, R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Aksi Agraris Kanisius. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta


Dokumen yang terkait

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

0 9 60

PERBANDINGAN NILAI MPPA PRODUKSI SUSU ANTARA SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DAN PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO

0 4 39

SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

2 16 40

SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 23 58

CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 11 54

CALVING INTERVAL SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

1 16 54

Anestrus Sapi Perah dan Penanggulangannya (Studi Kasus di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden, Purwokerto- Jawa Tengah).

1 5 28

Evaluasi Tren Fenotipik Dan Genetik Sapi Bali Di Balai Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar.

0 3 31

STUDI PERFORMANS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI SATU SAMPAI LAKTASI EMPAT DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI PERAH (BBPTU-SP) BATURRADEN.

1 2 2

KURVA PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DAN KORELASINYA PADA PEMERAHAN PAGI DAN SORE PERIODE LAKTASI SATU (Studi Kasus Di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Baturraden).

1 6 2