THE PANCASILA LEADERSHIP OF THE HEADMAN OF TANJUNG REJO VILLAGE IN HANDLING THE TRANSMIRGANT’S LAND CERTIFICATE KEPEMIMPINAN PANCASILA KEPALA DESA TANJUNG REJO DALAM PENANGANAN SERTIFIKAT TANAH WARGA TRANSMIGRASI

(1)

ABSTRACT

THE PANCASILA LEADERSHIP OF THE HEADMAN OF TANJUNG REJO VILLAGE IN HANDLING THE TRANSMIRGANT’S LAND

CERTIFICATE

BY

KOMANG JAKA FERDIAN

Transmigration is a people movement from one area to another area which make people live more prosperous. One of the transmigration swakarsa mandiri programs are located in Tanjung Rejo village. According to constitusion No. 29 year 2004 about transmigration section 15 article 1, every people who follows transmigration swakarsa mandiri must be given a residence area with the proprietary rights. But in fact, the transmigrants in Tanjung Rejo village from the begining they lived until May 2014 they don’t have the proprietary right yet from the land they owned.

The objective of this research is to know the Pancasila Leadership of the Headman of Tanjung Rejo Village in Handling the Transmirgant’s Land Certificate. This research is qualitative research.

The result of this research showed that the land distribution which have been devided by the village apparatus were not base on the land historical of the


(2)

BPN find the difficulties to make the transmigrant’s land certificate since it will make double land certificate. The all of transmigrant in Tanjung Rejo village have not get their land certificate yet. The only identity papers which is given for the transmigrant and it has not been knew the legality yet, so the transmigrant always feel insecure with the chases from the real owner of the land.

Key Words: The village headman’s leadership, the transmigrant’s land certification


(3)

ABSTRAK

KEPEMIMPINAN PANCASILA KEPALA DESA TANJUNG REJO DALAM PENANGANAN SERTIFIKAT TANAH

WARGA TRANSMIGRASI

Oleh

KOMANG JAKA FERDIAN

Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain yang tujuannya mensejahterakan masyarakat. Salah satu program transmigrasi swakarsa mandiri terdapat di Desa Tanjung Rejo. Menurut pada UU No. 29 tahun 2009 tentang Ketransmigrasian pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga yang mengikuti transmigrasi swakarsa mandiri harus diberikan lahan tempat tinggal dengan status hak milik. Namun pada kenyataannya para transmigran di Desa Tanjung Rejo dari pertama mereka menempati lahan tempat tinggal sampai Mei 2014 belum semua warga memiliki sertifikat atas tanah yang mereka miliki.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi. Tipe penelitian dalam penelitian ini merupakan tipe penelitian kualitatif.


(4)

desa. Masalah tersebut mengakibatkan kesalahan dalam penempatan warga transmigrasi. Warga transmigrasi ditempatkan di tanah warga yang sudah memiliki sertifikat sehingga BPN sulit untuk mengeluarkan sertifikat warga transmigrasi karena nantinya akan menimbulkan double sertifikat. Warga transmigrasi di Desa Tanjung Rejo secara keseluruhan belum memiliki sertifikat hak kepemilikan atas tanah. Mereka hanya diberikan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang belum diketahui kekuatan hukumnya sehingga mereka merasa was-was akan adanya tindakan pengusiran yang dilakukan warga asli.


(5)

KEPEMIMPINAN PANCASILA KEPALA DESA TANJUNG REJO DALAM PENANGANAN SERTIFIKASI TANAH

WARGA TRANSMIGRASI

Oleh:

Komang Jaka Ferdian Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Kanan pada tanggal 28 Mei 1992 hari Rabu pukul 03.00 WIB. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, putra pasangan Bpk I Ketut Same dan Ibu Suminten.

Jenjang pendidikan penulis Sekolah Dasar di SDN 2 Tanjung Rejo yang diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 8 Bandar Lampung dan lulus dengan predikat lulus pada tahun 2007. Selanjutnya, penulis mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Fransiskus Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2010 dengan hasil ujian yang memuaskan.

Pendidikan dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi dengan mengikuti Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negri melalui jalur SNMPTN pada tahun 2010, dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.


(10)

MOTO

Jangan Pernah menunggu sempurna untuk memulai sebuah hal yang positif, karena kita tidak akan pernah sempurna.

Ellen May

We don’t have to be smarter than the rest. We have to be more diciplined than the rest

Warren Buffet

Jangan berhenti di satut titik, bila berhenti di satu titik maka tidak akan ada titik-titik selanjutnya yang dapat dilalui


(11)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan tulisan ini kepada

KEDUA ORANG TUA

Dua insan yang dipertemukan Tuhan sebagai orang yang berhak menerima lima kehidupan yang tercipta atas dasar kasih sayang mereka berdua.

Selalu berusaha memecahkan lima batu untuk menghasilkan lima berlian yang dapat memberikan kecerahan bagi kehidupan mereka yang akan datang. Terima kasih atas perhatian kalian kami berusaha semaksimal mungkin untuk

menjadi berlian yang kalian harapkan, meskipun itu semua tergumpil kecil.

KAKAK DAN ADIK-ADIKKU

Pencipta kehidupan damai melalui tindakan – tindakan lembut yang selalu mengerti saat terdapat batu sandungan. Terima kasih Epriyan, Desta, Drip dan

Febri yang selalu memberikan kebahagian dalam persaudaraan kita.

…serta… Almamater Tercinta


(12)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung serta selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(13)

kehidupan serta saran kepada penulis.

4. Bapak Drs. Piping Setia Priangga, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

5. Ibu F. Trisni Rahartini, S.IP selaku staf Bidang Akademik FISIP yang telah membantu dalam segala hal menyangkut perkuliahan dan penyusunan skripsi. 6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 7. Seluruh jajaran Dosen di FISIP UNILA, seluruh staff Tata Usaha dan pegawai

di FISIP dan Jurusan Ilmu Pemerintahan.

8. Sekretaris Desa Bapak Sumbadi yang telah memberikan segala data yang saya perlukan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Tokoh desa yaitu Bapak I Ketut Sadya dan Dul Majid yang telah bersedia meluangkan waktu untuk wawancara meskipun sedang mengerjakan sesuatu kalian tetap mau meluangkan waktu untuk di wawancara.

10.Seluruh warga transmigrasi yang bersedia memberikan informasi demi kelancaran sekripsi ini terutama pada Bapak Sabar yang telah menemani untuk melakukan wawancara kepada warga transnsmigrasi.

11.Papa dan Mama sebagai orang tua terbaik di Bumi ini yang tidak dapat tergantikan, selalu memberikan dukungan dan kasih sayang sehingga dapat membangunkan semangat untuk mencapai gelar S1. Tanpa kalian saya tidak akan bisa mencapai gelar ini sehingga saya berjanji dikemudian hari akan


(14)

12.Kepada seluruh pandawa My First Big Brother Epriyan Saputra, terima kasih atas dukungan dan pertanyaan “kapan jadi wisuda?”, My Last Big Brother I Made Desta Arwan yang selalu mendukung dan memberi arahan “Jadilah Pengusaha!”, My First Little Brother Ketut Septian Dripananda yang memberikan kesunyian saat sedang mengerjakan penelitian ini, dan terakhir si anak bungsu Putu Febriawan sebagai oknum perusak konsentrasi dalam pengerjaan skripsi dengan mengajak main PES 2014!. Terima kasih untuk kalian sebagai agen di balik layar yang baik! ! !.

13.Meka Sari salah satu orang yang menjadi agen di balik layar dan agen di depan layar yang selalu menyuport, mendorong, menarik, membangunkan dalam penyelesaian skripsi yang selalu mengatakan “Kejer dosen sampe dapet, jangan menyerah! Keep Spirit!”.

14.Dwi Fitrianingsih yang udah bantu untuk buat abstrak bahasa inggris, terima kasih banyak! !, Serta Rizki Yunita Leli yang selalu memberikan camilan malam sebagai penambah energi “camilan biar gak ngantuk pas malem ngerjain”.

15.Sahabat kecil Dedek Kurniawan dan Roi Bahfi yang telah membantu merapihkan serta menemani di saat pengerjaan skripsi.


(15)

sahabat seperjuangan angkatan 10 Antarizki, Andre, Ryan, Dicky, Ali, Aris, Dani, Prananda, Putra, Riendi, Budi, Rangga, Angga, Horizon, Ikhwan(laki-laki pejuang yang tidak lelah untuk mengajak futsal) Siska, Yoan, Eta, Eti, Riri, dan seluruh angkatan 10 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas seluruh kenangan dan bantuan yang telah diberikan selama ini. 17.Dan terakhir untuk seluruh rekan yang telah berpartisipasi, baik langsung

maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Bandar Lampung, 13 Juni 2014 Penulis,


(16)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 10

1. Kegunaan Penelitian Secara Teoritis/Akademis ... 10

2. Kegunaan Penelitian Secara Praktis ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepemimpinan ... 11

1. Pengertian Kepemimpinan ... 11

2. Tipe - Tipe Kepemimpinan ... 14

3. Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal ... 16

B. Kepala Desa ... 18

C. Kepemimpinan berbasis Pancasila ... 21

1. Pancasila ... 21

2. Kepemimpinan berbasis Pancasila ... 24

D. Sertifikasi Tanah ... 30

1. Pengertian Sertifikasi Tanah ... 30

2. Fungsi Sertifikasi Tanah ... 31

3. Penerbitan Sertifikasi Tanah Secara Massal ... 32

E. Kerangka Pikir ... 34

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 41

B. Lokasi Penelitian ... 42

C. Fokus Penelitian ... 42

D. Jenis Data ... 46

1. Data Primer ... 46

2. Data Sekunder ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

1. Observasi ... 47

2. Wawancara ... 47

3. Dokumentasi ... 48

F. Penentuan Informan ... 48

1. Tokoh Desa ... 48


(17)

1. Editing ... 50

2. Interpretasi ... 50

H. Teknik Analisis Data ... 50

1. Reduksi Data ... 51

2. Display Data ... 52

3. Conclusion ... 53

IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Kepemimpinan ... 54

B. Sejarah Desa ... 56

C. Gambaran Umum Desa Tanjung Rejo ... 58

1. Kondisi Geografis ... 58

2. Struktur Organisasi Desa ... 58

D. Sejarah Transmigrasi Swakarsa Mandiri ... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Informan dalam Penelitian ... 64

1. Tokoh Desa ... 64

2. Perangkat Desa ... 65

3. Warga Asli ... 65

4. Warga Transmigrasi ... 66

B. Permasalahan dalam Pelaksanaan Program Transmigrasi ... 67

C. Kehidupan Warga Transmigrasi ... 69

D. Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung dalam Penanganan Sertifikat Tanah ... 73

1. Hing Ngarsa Sung Tulada ... 75

2. Hing Madya Mangun Karsa ... 77

3. Tut Wuri Handayani ... 81

4. Ketuhanan Yang Maha Esa ... 83

5. Waspada Purba Wisesa ... 86

6. Ambeg Pramartha ... 88

7. Ambeg Prasaja ... 93

8. Ambeg Satya ... 100

9. Gemi, Nastiti ... 101

10.Terbuka ... 103

11.Legawa ... 105

E. Tabel Pembahasan Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penangan Sertifikasi Warga Transmigrasi ... 108

VI. PENUTUP A. Simpulan ... 114

B. Saran ... 115 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir ... 40

2. Struktur Organisasi Desa Tanjung Rejo ... 60

3. Warga Menanam Singkong Di Pekarangan Rumah ... 79

4. Bapak Citro Reban warga transmigrasi sebagai penjual kerupuk ... 80

5. Kepala Desa Tanjung Rejo ... 85

6. Rumah Permanen Warga Transmigrasi ... 90

7. Rumah Semi Permanen Warga Transmigrasi ... 91


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia ketika Indonesia merdeka untuk meratakan penduduk sehingga penduduk tidak akan menumpuk di satu daerah saja. Mobilitas memiliki dua jenis yang berbeda yaitu mobilitas penduduk yang disebut dengan migrasi antar negara yang mana perpindahan penduduk ini dilakukan dari satu negara ke negara lain serta adanya mobilitas penduduk yang disebut dengan migrasi dalam negeri atau migrasi dalam tingkatan nasional. Migrasi ini merupakan perpindahan penduduk yang berada dari satu daerah ke daerah yang sama, satu daerah ke daerah lain, dan yang terakhir yaitu dari desa ke daerah perkotaan.

Mobilitas penduduk skala nasional yaitu salah satunya transmigrasi yang mana secara sederhana menurut UU No 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian pasal 1 ayat 2 dan orang yang melakukan transmigrasi pada pasal 1 ayat 3 yaitu :

“Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah.”

“Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke kawasan transmigrasi.”


(20)

Berdasarkan uraian pada UU No 29 tahun 2009 secara tertulis pada pasal 1 ayat 2, menjelaskan tujuan dari program transmigrasi yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan. Orang yang ikut atau melakukan perpindahan transmigrasi dari satu daerah ke daerah lain menurut UU No.29 Tahun 2009 pasal 1 ayat 4 disebut dengan transmigran.

Sejarah transmigrasi telah dikemukakan oleh Suparno (2007: 36-38), yang menyatakan bahwa

Transmigrasi sendiri sudah ada sejak tahun 1905 yang pertama kali dilakukan oleh pemerintahan belanda pada zaman penjajahan. Transmigrasi tersebut dilakukan oleh belanda dari daerah Jawa Tengah menuju Lampung dan tujuannya yaitu sebagai sarana untuk mendapatkan tenaga kerja perkebunan. Transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pertama kali dilakukan pada 12 desember 1950 pada masa Pra Pelita atau masa Orde Lama yang selanjutnya berlanjut pada Masa Pelita atau masa Orde baru dan terus berlanjut hingga ke era Reformasi seperti sekarang ini.

Transmigrasi dimasa pemerintahan negara Indonesia pertama kali dilaksanakan pada era orde lama, dimana transmigrasi dilaksanakan karena alasan demografis seperti pengurangan kemiskinan serta mengurangi jumlah penduduk di daerah tertentu dan membangun kawasan produksi pangan di luar Pulau Jawa. Pada era orde lama, tujuan daerah transmigrasi yaitu pada pulau Sumatera dan Sulawesi.

Permasalahan yang dihadapi kedepannya dari program transmigrasi di era Orde Lama ini yaitu hal yang terkait erat dengan pola penanganan pada tingkat kelembagaan. Pertama program transmigrasi dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintah dan karena koordinasi penyelenggaraan transmigrasi merupakan suatu hal yang sulit. Kedua, di daerah-daerah penempatan transmigrasi muncul persoalan bahwa kepala jawatan tingkat provinsi lebih tunduk kepada masing-masing menteri ketimbang kepada gubernur. Terlepas dari persoalan, hasil-hasil


(21)

yang dicapai terhadap keberhasilan transmigrasi ditandai dengan kian menguatnya posisi provinsi Sumatera Selatan dan provinsi Lampung sebagai daerah penghasil pangan.

Transmigrasi berikutnya dilaksanakan pada era orde baru, secara generik, transmigrasi tetap berpijak pada pendekatan demografis untuk mencapai tingkat persebaran penduduk secara spasial. Hal lain yang turut serta melengkapi pendekatan demografis itu adalah pengembangan wilayah tujuan transmigrasi dan pembangunan daerah dalam kaitan makna dengan pelaksanaan program transmigrasi.

Hal lain yang tentu saja kemudian menarik untuk dicatat yaitu implementasi segenap program transmigrasi berada dalam alur kerjasama antar sektor, sehingga transmigrasi menyerupai “kawasan besar” program pembangunan. Terlepas dari berbagai persoalan, program transmigrasi pada periode ini ditandai dengan adanya peningkatan pengembangan komoditas tanaman pangan dan perkebunan serta berkembangnya pola peternakan, perikanan dan tambak di daerah tujuan transmigrasi.

Pada era otonomi daerah atau dapat disebut dengan masa reformasi, transmigrasi dilandaskan terhadap spirit “Kerja sama antar daerah”. Dari hal ini terbentuklah koordinasi antara pemerintah daerah pengirim transmigrasi dan pemerintah daerah penerima transmigrasi. Sementara pemerintah pusat memfasilitasi berjalannya koordinasi itu. Dua hal yang kemudian penting untuk dicatat bahwa pada periode awal reformasi, transmigrasi dilaksanakan dalam kaitan erat dengan


(22)

penanggulangan pengungsi serta pelaksanaan transmigrasi kedepan mengacu pada paradigma baru transmigrasi.

Faktor penyebab dilaksanakannya transmigrasi di era reformasi yaitu masalah bencana Alam, dapat kita lihat bahwa bencana alam yang terjadi di daerah Yogyakarata pada tahun 2006 akibat meletusnya Gunung Merapi mengakibatkan dampak yang begitu besar dikehidupan sosial masyarakat dimana banyak para warga yang kehilangan tempat tinggal. Banyak warga yang tidak memiliki lapangan pekerjaan akibat hancurnya kebun pertanian dan hancurnya tempat usaha milik warga serta banyaknya korban jiwa dari kerabat atau keluarga dekat mereka yang menjadi korban meletusnya Gunung Merapi.

Pemerintah mencari solusi agar masalah sosial yang terjadi di daerah sekitar merapi dapat teratasi dengan baik. Pemerintah mencanangkan program transmigrasi yang bertujuan sebagai sarana untuk mengembalikan kehidupan sosial masyarakat merapi seperti dahulu. Cara pemerintah yaitu mengirimkan warga ke daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam untuk di kelola. Sehingga warga tersebut dapat memiliki tempat tinggal yang layak untuk melangsungkan kehidupan sosialnya.

Tujuan transmigrasi sendiri salah satunya adalah dapat mensejahterakan rakyat, dengan mensejahterakan rakyat maka masyarakat yang melakukan transmigrasi tidak akan kembali ke daerah asalnya dan akan menetap untuk jangka waktu yang lama karena apabila masyarakat merasa makmur di daerah tertentu maka mereka akan menetap untuk waktu yang cukup lama dibandingkan dengan apabila rakyat


(23)

tidak merasa nyaman atau makmur maka mereka akan kembali ke daerah sebelumnya.

Pencapaian keberhasilan program transmigrasi yaitu dengan sejahteranya masyarakat transmigrasi merujuk pada UU No 29 tahun 2009 tentang ketransmigrasian yang menyatakan masyarakat trasnmigrasi harus lebih sejahtera. Peran kepemimpinan kepala desa dalam membina masyarakat baru merupakan peran yang tidak bisa dilakukan oleh masyarakat asli.

Kepemimpin menurut Byrd dan Block dalam Kaloh (2010: 10) menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan dalam pemberdayaan, intiusi, pemahaman diri, pandangan, dan nilai keselarasan. Berdasarkan pendapat tersebut seorang pemimpin memiliki keterampilan yang nantinya diaktualisasikan ke kehidupan masyarakat untuk mencapai kearah yang lebih baik. Pencapaian ke arah yang lebih baik dapat mensejahterakan masyarakat

Dalam hal ini, masyarakat transmigrasi yang ada di Desa Tanjung Rejo mengalami ketidakberdayaan yang mana, Pertama, tidak mampu untuk menentukan nasibnya sendiri, serta sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif. Tindakan diskriminatif tersebut yaitu masyarakat asli yang melakukan tindakan deskriminatif dikarenakan lahan yang diambil untuk tempat tinggal para masyarakat transmigrasi merupakan lahan yang disita oleh kepala desa dari masyarakat asli, sehingga masyarakat asli ada yang merasa tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak menyenangkan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu warga transmigrasi, ia menyatakan bahwa :


(24)

Ketika saya menempati tanah yang diberikan oleh pemerintah ini, dari tahun 2006 hinga sekarang saya sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif. Saya pernah diusir hingga enam kali oleh pengacara beserta orang yang dulunya menyatakan bahwa ini merupakan tanah milik dia. Padahal pada kenyataannya, tanah yang saya miliki ini bukan merupakan tanah milik orang itu, karena menurut pamong desa tanah ini merupakan tanah yang dulunya merupakan hutan yang dibuka oleh warga, meskipun tanah tersebut belum memiliki surat – surat warga asli tetap menanami lahan ini dengan tanaman karet sehingga tanah ini dinyatakan bukan tanah milik warga asli.

(sumber: Hasil wawancara dengan bapak Sabar pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)

Kedua, tidak mampu membebaskan diri dari mental budaya miskin, serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. Para masyarakat transmigrasi yang ada di Desa Tanjung Rejo merasa bahwa mereka merupakan warga yang paling miskin, sehingga mereka tidak berani untuk menantang daerah barunya.

Beginilah mas, ketika dulu saya pindah kesini saya merasa tidak betah karena saya merasa tempat baru pasti tidak enak dikarenakan kita harus menyesuaikan diri dulu untuk tinggal disini, untuk bersosialisasi saja saya belum berani dulu mas, saya merasa bahwa saya ini dibawah masyarakat asli saya masih merasa takut kepada warga lain, saya bingung harus bekerja apa dulunya meskipun saya akui disini banyak lapangan pekerjaan tapi saya dulu belum berani untuk mengambil pekerjaan disini.

(sumber: Hasil wawancara dengan bapak Warsito pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)

Warga trasmigrasi yang berjumlah 25 KK mengaku ketika mereka mulai tinggal di Desa Tanjung Rejo, mereka masing-masing perkepala keluarga diberikan perumahan serta mereka diberikan masing-masing tanah yang luasnya mencapai 1 ha perkepala keluarga. Tanah yang berjumlah keseluruhannya 25 ha yang diberikan pemerintah Desa kepada warga transmigrasi masing-masing ada yang sepenuhnya sudah ditanami tanaman karet dan ada yang hanya merupakan lahan kosong.


(25)

Bapak sabar menilai bahwa Tanaman karet hampir mencapai 40% dan 60% merupakan tanah kosong yaitu berupa hutan kecil dan ada pula merupakan semak belukar. Masing-masing warga ketika pemilihan tanah tersebut dilakukan dengan sistem undian. Masyarakat yang beruntung akan mendapatkan tanah yang sudah ditanami karet dan masyarakat yang tidak beruntung akan mendapatkan tanah kosong akan tetapi tetap diberikan bibit karet oleh pemerintah. Masyarakat ada yang merasa tidak adil, mengapa tidak semua warga diberikan lahan kosong sehingga bersama-sama menanam karet dari awal, dan mereka bersama – sama dapat merintis karir dari awal. Seperti yang disampaikan oleh salah satu warga transmigrasi yang menyatakan bahwa:

Warga transmigrasi ketika pindah di Desa Tanjung Rejo ini memang sudah disiapkan perumahan dan memang sudah diberikan lahan dari 25 KK masing masing perkepala keluarga diberikan 1 ha tanah oleh pemerintah sehingga tanah keseluruhan yang diberikan oleh pemerintah berjumlah 25 ha dan 25 perumahan. Dari jumlah 25 ha tersebut, masing–masing ada lahan yang sudah ditanami karet dan ada juga lahan kosong berupa hutan kecil dan semak belukar. Akan tetapi memang lahan kosong tersebut diberikan bibit karet oleh pemerintahh untuk ditanami karet. Saya merasa memang hal tersebut sepertinya tidak adil, mengapa tidak semua warga transmigrasi ini dieberikan lahan kosong saja secara keseluruhan, sehingga dapat bersama–sama merintis karir dari awal. Dengan adanya hal tersebut masyarakat merasa tidak adil meskipun pemilihan laha tersebut dilakukan secara pengundian, masyarakat yang beruntung akan mendapatkan karet dan masyarakat yang tidak beruntung tidak mmeendapatkan karet melainkan lahan kosong. Sehingga dapat dilihat sekarang, ada masyarakat yang memiliki rumah permanen dan ada masyarakat yang hanya memiliki rumah papan seperti ini. Ya walaupun seperti itu kan hanya tanggapan saya saja, kami tetap bersyukur diberikan lahan baik itu ada karet dan tidak ada karet. (sumber: Hasil wawancara dengan bapak Sabar pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)

Selain masalah ketidakberdayaan dan ketidakadilan tersebut, masyarakat transmigrasi mengalami keadaan yang tidak nyaman, yaitu hingga saat ini, warga transmigrasi belum mendapatkkan sertifikat tanah yang diberikan oleh pemerintah baik itu sertifikat tanah pekarangan rumah, hingga sertifikat tanah 1 ha yang


(26)

diberikan oleh pemerintah. Dari tahun 2006 bulan oktober ketika mereka pertama kali pindah di Desa Tanjung Rejo hingga sampai saat ini belum mendapatkan sertifikat tanah. Mereka merasa tidak nyaman karena belum memiliki sertifikat tanah tersebut, mereka berharap sertifikat tersebut dapat segera di keluarkan sehingga mereka dapat hidup dengan aman dan tentram.

Secara jelas terdapat penjelasan mengenai hak milik perumahan tercantum dalam UU No. 29 tahun 2009 tentang ketransmigrasian pasal 15 ayat 1 bahwa :

Transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri berhak memperoleh bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berupa:

a. pengurusan perpindahan dan penempatan di Permukiman Transmigrasi; b. bimbingan untuk mendapatkan lapangan kerja atau lapangan usaha atau

fasilitasi mendapatkan lahan usaha;

c. lahan tempat tinggal dengan status hak milik; dan

d. bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan kemitraan usaha.

Dapat dilihat berdasarkan UU Ketransmigrasian di atas, pada butir C menjelaskan bahwa lahan tempat tinggal harus berstatus hak milik. Tidak adanya sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat transmigrasi di Desa Tanjung Rejo maka dengan kata lain perumahan yag dimiliki warga belum merupakan milik warga sepenuhnya. Seperti yang telah disampaikan oleh seorang warga trasnmigrasi di Desa Tanjug Rejo, ia menyatakan bahwa :

Warga transmigrasi disini memang mengeluhkan mas tentang maslah sertifikat, dari 25 KK mereka belum sama sekali mendapatkan sertifikat baik itu tanah pekarangan maupun tanah yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan yaitu tanah karet ataupun tanah kosongnya. Dari pertama kali pindah kesini tahun 2006 bulan oktober hingga 2014 belum ada pemebritahuan bahwa sertifikat sudah jadi, janji selalu di sampaikan oleh pemerintah desa tapi ya belum begini, sertifikat belum juga kami dapatkan. Terlebih kepala desa mendapati kasus sehingga ia di masukan kedalam penjara hal tersebut mmeengakibatkan warga merasa bingung bagaimana akhirnya problem sertifikat kami. Tapi semua warga percaya sertifikat akan keluar baik dalam waktu dekat maupun dalam waktu


(27)

lama lambat laun sertifikat akan segera jadi. Warga merasa tanah ini diberikan oleh pemerintah sehingga mereka tidak akan mmerasa takut meskipun tidakk memegang sertifikat.

(sumber: Peneliti mewawancarai warga transmigrasi yaitu bpk. Citro Reban pada tanggal: 26 Januari 2014, pukul: 13.00 Wib)

Dari uraian latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui Kepemimpinan Pancasila Kepala Desa Tanjung Rejo dalam Penanganan Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi.


(28)

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Penelitian Secara Teoritis

Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai Kepemimpinan dan Pemerintahan Desa.

2. Kegunaan Penelitian Secara Praktis

Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak terkait diantaranya sebagai masukan bagi Kepala Desa Tanjung Rejo dan Masyarakat Transmigrasi.


(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan menurut Menurut Syafiee (2011: 39) pengertian kepemim -pinan secara etimologi yaitu :

a. Kepemimpinan memiliki kata dasar yaitu “Pimpin” yang dalam bahasa inggris

yaitu lead yang memiliki arti bimbing atau tuntun.

b. Ketika kata dasar pimpin ditambah dengan awalan “pe” menjadi “Pemimpin”

yang dalam bahasa inggris yaitu Leader yang memiliki arti orang yang

mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

c. Apabila kata dasar tersebut diberi akhiran “an” menjadi “Pimpinan” merubah

makna menjadi orang yang menjadi kepala di dalam suatu organisasi atau kelompok. Pemimpin dan Pimpinan memiliki perbedaan sifat, apabila Pemimpin (ketua) cenderung lebih demokratis sedangkan Pimpinan (Kepala) cenderung lebih otokratis atau otoriter.

d. Setelah dilengkapi dengan menambah awalan “ke” dan diberi akhiran “an”

menjadi “kepemimpinan” yang dalam bahasa Inggris disebut dengan Leadership yang memiliki arti kemampuan pribadi seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama sehingga demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok.

Kepemimpinan menurut Kartono (2013: 6) yaitu:

Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin, kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis antara pemimpin dan individu – individu yang dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang – orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian suatu tujuan.


(30)

Penjelasan mengenai Kepemimpinan menurut Stogdill dalam Kaloh (2010: 10) setidaknya terdapat sebelas pengertian kepemimpinan yaitu :

a. Kepemimpinan sebagai titik pusat proses – proses kelompok

b. Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh

c. Kepemimpinan adalah seni untuk menciptakan kesesuaian paham atau

kesetiaan, kesepakatan

d. Kepemimpinan adalah pelaksanaan pengaruh

e. Kepemimpinan adalah tindakan atau perilaku

f. Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi

g. Kepemimpinan adalah hubungan kekuatan/kekuasaan

h. Kepemimpinan adalah sarana pencapaian tujuan

i. Kepemimpinan adalah suatu hasil dari interaksi

j. Kepemimpinan adalah peranan yang dipilihkan

k. Kepemimpinan adalah inisisasi/permulaan dari struktur

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, pemimpin merupakan awal struktur atau pusat proses kelompok sehingga pemimpin harus dapat mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau ikut melaksanakan apa yang dilakukan oleh pemimpin untuk dapat mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan berfungsi sebagai penggerak agar suatu organisasi dapat berjalan sesuai dengan pencapaian tujuan bersama. Kepemimpinan belandaskan pada kemampuan seorang pemimpin untuk dapat mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan seorang pemimpin harus ditonjolkan untuk mengarahkan orang – orang yang dipimpinannya, dalam artian jiwa kepemimpinannya harus lebih menonjol agar dapat mengarahkan orang lain.

Melaksanakan kepemimpinan seorang pemimpin ada yang bersifat demokratis dan ada juga yang bersifat otoriter. Kepemimpinan Demokratis lebih menekankan pada aspek kerjasama antara bawahan dan atasan. Mereka bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah melalui perundingan ataupun melalui


(31)

musyawarah bersama sehingga menimbulkan gagasan – gagasan untuk menyelesaikan permasalahan.

Sedangkan kepemimpinan otoriter lebih menekankan pada aspek pemimpinnya saja, artinya seorang pemimpin tidak mau menerima masukan dari pihak lain. Pemimpin otoriter hanya menyelesaikan masalah dengan kemampuannya sendiri tanpa melakukan musyawarah kepada bawahannya sehingga penyelesaian masalahnya terkadang tidak cocok dengan apa yang ingin dicapai oleh organisasi.

Kedua sifat kepemimpinan diatas dapat disesuaikan dengan apa yang akan dikerjakan oleh suatu organisasi. Jika suatu permasalahan ingin diselesaikan dengan cepat atau membutuhkan waktu yang sedikit maka kepemimpinan yang cocok digunakan yaitu otoriter karena tidak melakukan musyawarah. Sedangkan jika suatu organisasi ingin mencapai pencapaian tujuan secara maksimal dilakukan secara musyawarah atau menggunakan sifat kepemimpinan demokratis.

Kepemimpinan memiliki indikator-indikator untuk melaksanakan suatu kepemimpinan yang baik, menurut Yukl dalam Ali (2012: 71) menyatakan 3 indikator kepemimpinan yaitu:

Dalam Kepemimpinan terdapat 3 indikator di dalamnya yaitu Pemimpin, Pengikut, dan Situasi.

a. Pemimpin memiliki Indikator – ndikator di dalamnya yaitu Ciri (Motivasi,

keperibadian, dan nilai), keyakinan dan optimisme, keterampilan dan keahlian, perilaku, integritasi dan etika, taktik penaruh dan sifat pengikut.

b. Pengikut memiliki Indikator di dalamnya yaitu ciri (kebutuhan, nilai, konsep

pribadi), keyakinan dan optimisme, ketermpilan dan keahlian, sifat dari kepemimpinannya, kepercayaan pada pemimpin, dan puas kan pemimpin dan pekerjaannya


(32)

c. Situasi memiliki indikator yaitu meliputi jenis urut organisasi, besarnya organisasi, posisi kekuasaan dan kewenangan, struktur dan kerumitan Tugas, kesalingtergantungan tugas, keadaan lingkungan yang tidak menentu, dan keberantungan eksternal.

Menurut Widjaja (2010: 31) tipe kepemimpinan yang demokratis dapat terwujud apabila menggunakan kisi-kisi sebagai berikut :

a. Proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia

itu adalah makhluk yang termulia di dunia.

b. Selalu menyinkronkan dari tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan

pribadi.

c. Senang menerima saran, pendapat dan kritikan.

d. Berusaha mengutamakan kerja sama dengan anggota tim kerja dalam usaha

mencapai tujuan.

e. Memberikan kebebesan kepada bawahan untuk mengembangkan diiri.

f. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Kepemimpinan yang demokratis lebih menekankan pada kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam menentukan arah tujuan dari organisasi yang lebih baik. Pemimpin yang demokratis dalam mengambil setiap keputusan melibatkan bawahan agar mendapatkan ide atau gagasan yang lebih luas demi mencapai suatu tujuan bersama.

2. Tipe-Tipe Kepemimpinan

Kepemimpinan memiliki beberapa tipe-tipe kepemimpinan dalam menjalankan kepemimpinannya, menurut Byrkjeflot dalam Ali (2012: 77) menyatakan bahwa setidaknya terdapat enam tipe kepemimpinan yang menjadi acuan seorang pemimpin yaitu:

a. Kepemimpinan Tradisional, yaitu suatu kepemimpinan apabila pemimpin

suatu organisasi atau institusi ditunjuk dari atas, oleh Raja, atau Ratu atau Tuhan.

b. Kepemimpinan Birokratik, yaitu didasarkan pada hukum dan aturan –


(33)

dengan jajaran kerja organisasi formal serta kantor, dimana pemimpin itu bertugas.

c. Kepemimpinan Awam, yaitu pemimpin mewakili kepentingan rakyat dan

merakyat.

d. Kepemimpinan berbasis Ilmu Pengetahuan, yaitu kepemimpinan yang

menekankan pada pembuatan kebijakan berbasis fakta dan data atau bukti.

e. Kepemimpinan berbasis Negosiasi, yaitu pemimpin yang memiliki

kemampuan stratejik dengan sense of asserting dan sense of promoting.

f. Kepemimpinan Profesional, yaitu pemimpin yang lebih memiliki tingkat

edukasi tertinggi dan berpengalaman berada di dalam organisasi – organisasi, serta dapat mendorong aksi – aksi solidaritas sesuai dengan tujuan organisasi.

Berdasarkan penelitian ini, tipe kepemimpinan yang sesuai yaitu Tipe Kepemimpinan Awam dan Tipe Kepemimpinan Profesional. Dimana seorang pemimpin dalam kepemimpinan awam harus berpihak kepada masyarakat bukan berpihak kepada siapa pun ataupun kepada dirinya sendiri. Kepemimpinan awam lebih kearah kepentingan rakyat merupakan kepentingan dari apapun untuk menuju kearah sejahtera.

Sedangkan Tipe Kepemimpinan Profesional cocok dengan penelitian ini dikarenakan seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan untuk memajukan suatu organisasinya, serta harus memiliki pengalaman untuk dapat menjadikan organisasi tersebut lebih maju. Memiliki pendidikan yang tinggi seorang pemimpin dapat menyelesaikan masalah dengan baik serta mereka dapat menerapkan teori-teori untuk menyelesaikan suatu masalah yang berkaitan dengan permasalahannya.

Kepemimpinan yang mengacu pada kedua hal tersebut, maka peneliti yakin dapat membantu seorang pemimpin untuk menuju kearah yang lebih baik lagi. Menjadikan organisasi menjadi kearah yang lebih baik lagi.


(34)

3. Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal

Setiap organisasi atau kelompok selalu memiliki keterkaitan dengan pemimpin karena suatu organisasi tanpa adanya pemimpin maka organisasi tersebut tidak akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang pemimpin itu sendiri merupakan orang yang menjadi tumpuan bagi organisasi atau kelompok. Setidaknya terdapat dua macam pemimpin seuai dengan terpilihnya seorang pemimpin yaitu Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal, berikut dijelaskan oleh Kartono (2013: 11) Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal yaitu :

a.Pemimpin Formal

Pemimpin formal yaitu orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi. Berikut merupakan ciri – ciri Pemimpin Formal yaitu :

1. Berstatus sebagai pemimpin formal selama masa jabatan tertentu, atas

dasar legalitas formal oleh penunjukkan pihak yang berwenang

2. Sebelum pengangkatannya, dia harus memenuhi beberapa persyaratan

formal terlebih dahulu

3. Ia diberi dukungan oleh organisasi formal untuk menjalankan tugas

kewajibannya karea itu dia selalu memiliki atasan/superior.

4. Dia mendapatkan balas jasa materiil dan immateriil tertentu serta

emolumen (keuntungan ekstra, penghasilan sampingan)

5. Dia bisa mencapai promosi atau kenaikkan pangkat formal, dan dapat

dimutasikan

6. Apabila dia melakukan kesalahan – kesalahan, dia akan dikenai sanksi dan

hukuman

7. Selama menjabat kepemimpinan, dia diberi kekuasaan dan wewenang,

antara lain untuk; menentukan policy, memberikan motivasi kerjakepada

bawahan, menggariskan pedoman dan petunjuk, mengalokasikan jabatan dan penempatan bawahannya, melakukan komunikasi.

b.Pemimpin Informal

Pemimpin informal yaitu orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun karena ia, memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat. Berikut merupakan ciri – ciri pemimpin Informal yaitu

1. Tidak memiliki penunjukkan formal atau legitimasi sebagai pemimpin

2. Kelompok rakyat atau masyarakat menunjuk dirinya, dan mengakuinya

sebagai pemimpin. status kepemimpinannya berlangsung selama kelompok yang beersangkutan masih mau mengakui dan menerima pribadinya.


(35)

3. Dia tidak mendapatkan dukungan dari suatu organisasi formal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.

4. Biasanya tidak mendapatkan imbalan balas jasa, atau imbalan jasa itu

diberikan secara sukarela

5. Tidak dapat dimutasikan, tidak pernah mencapai prormosi, dan tidak

memiliki atasan. Dia tidak perlu memenuhi persyaratan formal tertentu.

6. Apabila dia melakukan kesalahan, dia tidak dapat dihukum, hanya saja

respek dari masyarakat menjadi berkurang, pribadinya tidak diakui, dan dia ditinggalkan oleh massanya.

Berdasarkan uraian diatas mengenai Kepemimpinan Formal dan Kepemimpinan Informal, dalam penelitian ini kepemimpinan yang dimaksud masuk kedalam kepemimpinan formal, karena berdasarkan pendapat Kartono bahwa kepemimpinan formal didasarkan pada legalitas, pengangkatannya berdasarkan pada hukum. Selain itu kepemimpinan formal diberikan jasa berupa materiil dan imateriil dalam artian mereka mendapatkan gaji selama menjabat menjadi pemimpin, untuk menunjang kinerja pemimpin itu sendiri.

Kepemimpinan formal juga lebih menekankan pada adanya dukungan dari organisasi formal lainnya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya, artinya kepemimpinan formal di naungi oleh organisasi lain. Kepemimpinan formal memiliki atasan untuk menaungi serta membimbing kearah yang lebih baik lagi. Kepemimpinan formal pengangkatannya melalui pelantikan berdasarkan asas legalitas itu sendiri.

Penelitian ini meneliti mengenai kepala desa yang mana seorang kepala desa sesuai dengan pemimpin formal mendapatkan imbalan materiil dan imateriil berupa gaji. Kepala desa diberikan imbalan gaji selama satu bulan sekali. Selain itu kepala desa diangkat melalui pelantikan yang dilakukan oleh camat dan bupati, ketika ia memimpin suatu desa maka ia bertanggung jawab kepada


(36)

camat sebagai perpanjangan tangan dari bupati. Penjelasan mengenai pemimpin formal dapat disimpulkan bahwa kepala desa merupakan pemimpin formal sesuai dengan yang dikemukakan oleh pendapat Kartono.

B. Kepala Desa

Pemerintahan merupakan suatu sistem yang bekerja untuk mengatur dan mengurusi kehidupan negara. Pemerintahan terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan terdapat pemerintahan terkecil yaitu pemerintahan desa. Desa memiliki wewenang dalam menjalankan otonominya sendiri. Desa dianggap dapat mengurusi urusannya sendiri baik dalam pembuatan kebijakan ataupun dalam pembuatan peraturan.

Desa dipimpin oleh kepala desa yang merupakan struktur tertinggi di dalam struktur desa. kepala desa memiliki hak penuh atas apa yang terjadi kepada desa tersebut. Kepala desa dipilih melalui rakyat dan oleh rakyat. Lama waktu penjabatan kepala desa yaitu lima tahun disetiap periodenya.

Untuk menjadi kepala desa harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut Menurut PP No. 72 tahun 2005 pasal 44 dalam Soemantri (2010: 252) menyatakan bahwa:

Calon Kepala Desa adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah;

c. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau


(37)

d. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;

e. bersedia dicalonkan menjadi kepala desa;

f. penduduk desa setempat;

g. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan

hukuman paling singkat 5 (lima) tahun;

h. tidak dicabut hak pilihnya sesuai dengan Keputusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap;

i. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa paling lama 10 (sepuluh) tahun

atau dua kali masa jabatan.

j. memenuhi syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

Berdasarkan dari uraian tersebut jika seseorang ingin menjadi kepala desa haruslah memenuhi kriteria di atas seperti seorang kepala desa harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Artinya kepala desa harus berpegang teguh pada nilai – nilai agama atau keyakinan yang berlandasakan Tuhan Yang Maha Esa. Kepala desa harus setia kepada Pancasila berpegang pada keyakinan Pancasila itu sendiri sebagai pedoman dalam memimpin.

Seorang kepala desa harus sudah melaksanakan pendidikan setidaknya tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau sederajat dan harus sudah berumur 25 tahun artinya seorang kepala desa sudah mampu untuk berfikir kearah kedewasaan demi untuk kemajuan desa yang di Pimpinnya. Seorang kepala desa harus merupakan warga desa yang tinggal di desa yang akan dipimpinnya serta calon kepala desa harus bersedia menjadi kepala desa tanpa ada paksaan dari pihak luar, artinya seorang kepala desa mau mencalonkan tanpa ada paksaan dari pihak luar.

Kepala desa tidak terjerat kasus hukum paling lama 5 tahun, apabila seorang kepala desa sudah terjerat kasus maka akan membahayakan desa tersebut karena ia tidak bisa menjadi panutan para warganya. Terakhir seorang kepala desa tidak boleh mencalonkan diri jika ia pernah menjadi kepala desa dalam waktu 2 dekade


(38)

karena akan berdampak pada tindakan nepotisme. Dari uraian tersebut jika seorang calon kepala desa telah memenuhi syarat pada PP No. 72 tahun 2005 pasal 44, maka ia berhak ikut dalam Pilkades untuk maju menjadi kepala desa.

Berikut merupakan penjelasan mengenai kepemimpina kepala desa menurut Widjaja (2010: 31) yaitu:

Kepemimpinan Kepala Desa pada dasarnya bagaimana Kepala Desa dapat mengoordinasi seluruh kepentingan masyarakat desa dalam setiap pengambilan keputusan. Kepala desa menyadari bahwa pekerjaan tersebut bukanlah tanggung jawab kepala desa saja. Oleh sebab itu, ia melimpahkan semua wewenangnya kepada semua tingkat pimpinan sampai ke tingkat bawah sekalipun seperti kepala dusun dan lainnya.

Berdasarkan pendapat diatas Kepala desa akan berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya apabila memperhatikan suara rakyat yang dipimpin secara Demokratis yaitu mencerminkan keterbukaan, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan yang didasarkan kepada hasil kesepakatan untuk kepentingan masyarakat. Kepala desa harus melakukan kerjasama dengan semua tingkat pimpinan sampai ke tingkat bawahan agar apa yang akan dilakukan oleh kepala desa untuk mewujudkan kemajuan desa tersebut dapat tercapai. Kepala desa akan terbantu apabila menggunakan teori diatas dalam melakukan tugas – tugasnya karena semua tingkat pimpinan yang ada di desa akan melakukan tugas – tugas sesuai dengan kemampuan mereka masing – masing.


(39)

C. Kepemimpinan Berbasis Pancasila

1. Pancasila

Pancasila dapat didefinisikan menurut Syarbaini (2009: 25) menyatakan bahwa:

Pancasila adalah suatu pandangan hidup atau ideologi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, antarmanusia, manusia dengan masyarakat atau

bangsanya, dan manusia dengan alam lingkungannya. Alasan yang prinsipal mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsinya tersebut diatas adalah :

a. Mengakui adanya kekuatan gaib yang ada di luar diri manusia menjadi

pencipta serta mengatur penguasa alam semesta.

b. Keseimbangan dalam hubungan, keserasian – keserasian dan untuk

menciptakannya perlu pengendalian diri.

c. Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.

Persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.

d. Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat

dijadikan sendi kehidupan bangsa.

e. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bersama.

Berdasarkan uraian diatas, Pancasila menjadi acuan atau pandangan hidup yang mengatur hubungan baik hubungan manusia dengan Tuhan ataupun hubungan manusia dengan manusia. Hubungan dengan Tuhan yang dimaksud dalam pendapat di atas yaitu seseorang yang hidup dalam negara Indonesia yang berlandaskan Ideologi Pancasila harus percaya akan adanya Tuhan, dengan percaya pada tuhan maka seseorang dapat dinilai berakhlak. Seseorang harus memiliki hubungan dengan Tuhan dalam artian setiap individu yang berada di Negara Indonesia harus memiliki suatu agama untuk menjalin hubungan antara manusia dengan Tuhan.

Sedangkan hubungan manusia dengan manusia yang dimaksad yaitu, setiap individu yang tinggal di Negara Indonesia yang berlandaskan Ideologi


(40)

Pancasila harus mampu menjalin hubungan baik dengan cara adil pada setiap individu lain. Tidak membeda-bedakan perlakuan semua dianggap sama demi pencapaian suatu kesejahteraan bersama. Apabila masyarakat berhubungan baik dengan masyarakat lain maka kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan dapat tercapai dengan sendirinya. Alat untuk menjalin hubungan yang baik antarmanusia yaitu dengan menggunakan media gotong royong, manusia harus saling membantu antarmanusia lain. Jika ada individu yang membutuhkan bantuan, individu lain harus sigap untuk membantu agara terjalin hubungan yang erat.

Melihat hal tersebut, pandangan hidup yang tepat untuk mencapai tujuan bersama ke arah yang lebih baik dapat menggunakan prinsip Pancasila sebagai dasar Ideologi bangsa. Pancasila lebih menekankan pada kaidah hubungan baik manusia dengan Tuhan ataupun hubungan manusia dengan manusia.

Pengertian Pancasila sebagai nilai yang fundamental menurut Syarbaini (2009: 38) adalah Seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika memahami pokok–pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945, maka pada hakikatnya nilai–nilai Pancasila tersebut adalah :

a. Pokok pikiran pertama, negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu

negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara mengatasi segala golongan dan perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran dari sila ketiga.

b. Pokok pikiran kedua, menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadidan keadilan sosial. Pokok pikiran ini penjabaran dari sila kelima.


(41)

c. Pokok pikiran ketiga, menyatakan negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini menunjukkan negara Indonesia negara Demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat sesuai dengan sila keempat.

d. Pokok pikiran keempat, menyatakan bahwa negara berdasarkan atas

Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.

Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 mencerminkan mengenai nilai–nilai dari Pancasila itu sendiri pada tiap-tiap sila. Nilai yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu nilai yang sudah dijelaskan pada pokok pikiran pertama dan pokok pikiran kedua.

Pokok pikiran yang pertama yaitu harus adanya perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan ini ditujukan pada masyarakat yang merasa terancam kehidupannya, baik itu terancam dalam kehidupan sosial ataupun perlakuan dari orang lain yang merugikan suatu kelompok atau individu. Seperti contoh apabila terdapat masyarakat yang merasa selalu mendapat perlakuan tidak baik dari masyarakat lain, ia berhak mengadukan pada instansi terkait atau pemerintah agar mendapat perlidungan. Di sini peran dari individu yang berwenang, wajib untuk melakukan perlindungan bagi individu-individu yang merasa tidak nyaman dalam kehidupannya.

Pokok pikiran kedua, yaitu mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Perlindungan bukan hanya dilakukan pada masyarakat menengah keatas akan tetapi harus mencakup semua agar mendapatkan nilai keadilan yang sesungguhnya, contohnya jika seseorang yang mencuri ayam dapat dipidanakan dengan kurungan selama tiga bulan


(42)

maka orang yang melakukan tindak korupsi harus dapat dikenakan sanksi pidana yang lebih. Keadilan itu belum tentu dikatakan sama akan tetapi keadilan akan terwujud apabila perlakuan ringan dihukum ringan dan perlakuan berat dihukum berat. Selain keadilan juga terdapat kesejahteraan umum, hal ini berkenaan pada masyarakat yang masih memiliki ketidaksejahteraan. Disini negara harus mampu muncul untuk mengatasi masalah ketidaksejahteraan agar masyarakat merasakan hal yang lebih baik lagi.

Dari uraian pokok pikiran pertama dan kedua, seseorang yang berpengaruh harus mengacu pada nilai-nilai luhur pancasila yang terkandung.

2. Kepemimpinan Berbasis Pancasila

Kepemimpinan Pancasila menurut Kartono (2013: 318) adalah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma Pancasila. Semangat kepemimpinan Pancasila dapat terwujud apabila nilai-nilai luhur dapat dipadukan dengan nilai-nilai modernisasi yang positif. Agar mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, seorang pemimpinan harus memiliki kewibawaan serta harus memiliki kelebihan yang tidak dapat ditonjolkan oleh pribadi lain, berikut merupakan kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut Kartono (2013:313) yaitu :

1. Sehat jasmaninya, Pemimpin harus memiliki kesehatan yang baik dalam dirinya

serta harus memiliki keulettan.

2. Memiliki intergritas kepribadian, sehingga dia matang, dewasa, bertanggung

jawab, dan susila

3. Rela bekerja atas dasar pengabdian dan prinsip kebaikan, serta loyal terhadap kelompoknya


(43)

4. Memiliki inteligensi tinggi untuk menanggapai situasi dan kondisi dengan cermat, efisien-efektif, memiliki kemampuan persuasi, dan mampu memberikan motivasi yang baik kepada bawahan

5. Mampu menilai dan membedakan aspek yang positif dari yang negatif dari

setiap pribadi dan situasi, agar mendapatkan cara yang paling efisien untuk bertindak.

Seorang pemimpin yang baik harus mau untuk bekerja keras untuk kemajuan kelompoknya. Serta yang terakhir seorang pemimpin harus memiliki kepandaian untuk menyelesaikan suatu masalah, dengan pengetahuannya yang luas diharapkan pemimpin dapat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam organisasinya. Pemimpin yang mengacu pada hal tersebut akan menjadi pemimpin yang benar-benar baik untuk memimpin organisasi.

Kepemimpinan harus berdasarkan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh negara, salah satu nilai luhur yang dimiliki negara adalah Pancasila. Kepemimpinan harus berlandaskan dengan Pancasila, dengan mengamalkan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila diharapkan seorang pemimpin dapat menjadi Pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila.

Nilai-nilai kepemimpinan di bumi Indonesia memiliki sebelas asas, yang mana kesebelas asas tersebut dapat diterapkan pada setiap sektor. Dari keseluruhan asas tersebut hanya tiga asas pertama yang ditonjolkan oleh Ki Hajar Dewantoro, dan pada akhirnya dijadikan prinsip utama kepemimpinan Pancasila. Kesebelas asas tersebut tercantum dalam Kartono (2013: 319) yaitu:

1. Hing Ngarsa Sung Tulada

Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani menjadi ujung tombak bagi masyarakatnya. Sebagai pemimpin yang berdiri didepan ia harus memiliki sifat – sifat teguh, tanggon dan tanggung. Teguh artinya


(44)

besar kemauannya dalam menanggulangi bahaya, dan Tanggung artinya berani bertanggung jawab walaupun mengalami banyak kesulitan.

2. Hing Madya Mangun Karsa

Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau terjun langsung di tengah – tangah masyarakat. Merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat, sanggup menggugah dan membangkitkan gairah serta motivasi kerja. Pemimpin yang seperti ini memiliki kesentosaan hati, cepat tanggap dalam mengambil keputusan karena ia merasakan apa yang dirasakan bawahannya.

3. Tut Wuri Handayani

Seorang pemimpin berdiri di belakang pengikutnya dalam artian seorang pemimpin harus mampu mendorong pengikutnya agar pengikutnya mau berprakasa, berani berinisiatif, dan memiliki kepercayaaan diri untuk berkarya dan berpartisipasi dan tidak tergantung pada perintah atasan saja.

4. Ketuhanan Yang Maha Esa

Seorang pemimpin, dituntut agar memiliki keyakinan beragama, keimanan, dan ketakwaan yang teguh terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan kepada Tuhan akan membuat kalbu dan hati menjadi bersih dan suci lahir dan batin.

5. Waspada Purba Wisesa

Waspada artinya seorang pemimpin harus memiliki pandangan kedepan

untuk meramal akan bagaimana keadaan organisasinya, sedang “murba”

atau purba artinya mampu menguasai, wasesa artiya keunggulan, kelebihan.

Jadi purba wasesa yaitu mampu menciptakan dan mengendalikan semua

kelebihan dan kekuasaan. Berdasarkan sifat – sifat unggul tersebut pemimpin harus mampu mengurusi setiap persoalan yang berkembang.

6. Ambeg Pramarta

Ambeg artinya mempunyai sifat – sifat. Pramarta artinya yang benar, yang

hakiki. Maka ambeg pramarta yaitu murah, baik hati. Seseorang yang

memiliki ambeg pramarta dalam hidupnya selalu memiliki sikap adil yang

mana mendahulukan yang harus didahulukan.

7. Prasaja

Pemimpin bersifat sederhana, terus terang, blak – blakan, tulus, lurus, ikhlas, dan toleran. Pemimpin tidak memiliki sifat gembar gembor selalu terus terang apa adanya.

8. Satya

Pemimpin yang memiliki satya adalah pemimpin yang memiliki kesetiaan, menepati janji, dan selalu memenuhi segala ucapannya. Pemimpin yang memiliki satya biasanya merupakan pemimpin yang jujur dan setia, cermat, tepat dan selalu loyal terhadap kelompoknya. Pemimpin ini selalu memberikan yang terbaik kepada pengikutnya.

9. Gemi Nastiti

Pemimpin harus memiliki sifat hemat cermat, dalam artian seorang

pemimpin bekerja dengan efektif dan efisien. Seorang pemimpin yang gemi

nastiti juga memiliki kesadaran untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran apa saja untuk keperluan yang benar – benar penting.

10. Blaka (terbuka, jujur, lurus)

Pemimpin yang baik harus bersifat terbuka, komunikatif, tidak picik pandangan. Pemimpin ini mau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapatnya, kritik atau koreksi. Pemimpin seperti ini tidak boleh malu dalam belajar untuk menyesuaikan lingkungannya. Pemimpin yang baik menyadari bahwa tidak ada kesempurnaan yang


(45)

dimiliki oleh setiap makhluk oleh karena itu dia membuka diri untuk terus belajar dan melakukan transendensi diri.

11. Legawa

Legawa artinya tulus ikhlas, seorang pemimpin berani mengorbankan diri demi pengikutnya. Ketika seorang pemimpin mendapat cemooh dari pihak luar, seorang pemimpin harus mampu menerima dengan ikhlas dan memperbaiki kesalahan yang diungkapkan pengikutnya tanpa merasa sakit hati.

Berdasarkan uraian diatas, kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada kesebelas asas tersebut. Jika kesebelas asas tersebut dimiliki oleh seorang pemimpin maka masyarakat akan merasakan kesejahteraan karena pemimpin tidak hanya memikirkan dirinya sendiri akan tetapi pemimpin lebih mementingkan para pengikutnya.

Pemimpin yang seperti disebut pada kesebelas asas diatas, memiliki sifat harus mengerti kemana organisasi akan berjalan. Mampu melihat kedepan nasib dari organisasi. Cermat dalam melakukan setiap pekerjaan. Mau mendengarkan aspirasi rakyat. Bertindak jujur tidak menyeleweng dari kaidah tertentu. Taat kepada agama serta seorang pemimpin harus berani untuk terbuka dan menanggung segala macam bentuk akibat yang berdampak pada organisasinya.

Sifat-sifat utama lainnya yang dijadikan pedoman bagi setiap pemimpin yang tertera pada uraian Hasthabrata (delapan tangan atau laku wolung warni atau delapan pegangan, perilaku) dalam Kartono (2013: 323) ialah:

1. Bagaikan Surya

2. Bagaikan candara atau rembulan

3. Bagaikan kartika atau bintang

4. Bagaikan mega atau awan

5. Bagaikan bumi

6. Bagaikan samudera

7. Bagaikan hagni atau api


(46)

Delapan laku atau Hasthabarata ini dibarengi delapan karya atau Hasthakarya yang harus tekun dilakukan oleh pemimpin yaitu :

a. Transendensi, yaitu meningkatkan derajat dan martabat manusia, dan menaikkan taraf kehidupan menjadi lebih makmur, adil dan maju. Transendensi menjadi dasar dari humanisasi dan liberasi. Hsal ini dapat memberi arah kemana dan untuk tujuan apa humanisasi dan liberasi itu dilakukan, serta dalam ilmu sosial profetik di samping berfungsi sebagai dasar nilai bagi praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai kritik.

Dengan kritik akan mengarah kepada kemajuan teknik dapat di arahkan untuk mengabdi pada perkembangan manusia dan kemanusiaan, bukan pada kehancuran, tetapi melalui kritik masyarakat yang akan di bebaskan dari kesadaran materialistik. Di mana posisi ekonomi seseorang menentukan kesadarannya menuju kesadaran transendental.

b. Keteladanan berasal dari kata teladan yang bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh”. Dengan demikian, keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Keteladanan adalah cara memimpin yang paling efektif. Metode membimbing yang paling tidak diragukan lagi kekuatannya.

Keteladanan adalah cara memimpin yang paling efektif. Metode membimbing yang paling tidak diragukan lagi kekuatannya. Allah meminta umat Islam agar meneladani perilaku Rasulullah (QS Al Ahzab 33:21). Perintah Al Quran ini secara tersirat dapat juga dimaknai bahwa cara memimpin yang baik dan efektif adalah dengan cara memberi keteladanan,


(47)

bukan hanya perkataan. Di ayat lain Al Quran juga mengingatkan, bahwa pemimpin yang ideal dan sukses selalu berusaha menyelaraskan perkataan dengan perbuatannya (QS As Shaf 61:3).

(http://hilmi-izza.blogspot.com/2012/07/keteladanan-berasal-dari-kata-telad.html, Tanggal: 28/02/2014, pukul: 22.00 WIB)

Berdasarkan uraian di atas, seorang pemimpin harus memiliki keteladanan untuk menjadi contoh yang baik kepada masyarakat agar masyarakat tidak akan salah dalam melangkah. Seorang pemimpin harus bertindak melakukan perbuatan serta perkataan tidak mengarah pada hal negatif.

c. Sekuritas, memberikan perlindungan dan pengayoman, agar semua orang merasa aman dan tentram, memberantas segala hambatan, kerusuhan dan bencana.

d. Inovasi, mampu menciptakan hal-hal baru, berjiwa pembaharuan.

e. Realisasi adalah tindakan yang nyata atau adanya pergerakan/perubahan dari rencana yang sudah dibuat atau dikerjakan. Realisasi, mampu membuktikan secara konkret/merealisasi ide-ide dan ucapan dalam karya-karya nyata, memungkinkan terjadinya hal-hal yang semula dianggap “mokal” atau tidak mungkin terjadi.

f. Berencana, sanggup merencanakan secara cermat konsep-konsep dan karya baru untuk dikerjakan bersama-sama dengan rakyat/kaula alit secara kolektif.

g. Dinamis, berjiwa kreatif dan rekonstruktif, memiliki daya kekuatan untuk merancang dan membuat karya – karya pembaruan.


(48)

h. Pembajaan Tekad, punya “greget” atau gairah semangat kemauan untuk makarya, melakukan tugas kemanusiaan dan kerja membangun, guna mencapai keluhuran bangsa dan negara.

D. Sertifikasi Tanah

1. Pengertian Sertifikasi Tanah

Sertifikasi tanah atau hak atas tanah menurut Hayton dalam Sutedi (2012: 1) adalah pengakuan hak-hak atas tanah seseorang yang diatur dalam Undang– Undang Pendaftaran Tanah. Di Indonesia, sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Kekuatan berlakunya sertifikat sangat penting menurut Sutedi (2012: 2) karena sebagai berikut:

a. Sertifikat memberikan kepastian hukum pemilikan tanah bagi orang yang

namanya tercantum dalam sertifikat.

b. Pemberian sertifikat dimaksudkan untuk mencegah sengketa kepemilikan

tanah.

c. Kepemilikan sertifikat, pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum apa

saja sepanjang tidak bertentangan undang – undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Berdasarkan penelitian ini, warga transmigrasi harus memiliki sertifikat tanah untuk mendapatkan kesejahteraan. Kepemilikan sertifikat tanah akan berdampak pada kehidupan masyarakat, masyarakat akan merasa aman tentram dan menghindarkan masyarakat dari konflik atau dari sengketa tanah yang sering terjadi di Indonesia. Kepemilikan sertifikat akan menjadikan warga


(49)

memiliki hak atas tanah tersebut, baik tanah tersebut akan dikelola ataupun akan dijual karena telah memiliki kekuatan hukum tetap. Jadi sertifikat tanah amat sangat penting bagi kehidupan warga transmigrasi agar tanah yang mereka miliki kuat secara hukum.

2. Fungsi Sertifikasi Tanah

Sertifikasi tanah memiliki setidaknya 3 fungsi menurut Sutedi (2012: 57) antara lain fungsi dari sertifikasi tanah yaitu:

a. Sertifikasi hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat di

mata hukum.

b. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepercayaan bagi pihak bank/kreditor

untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya.

c. Bagi pemerintah, kepemilikan sertifikasi tanah juga sangat menguntungkan

walaupun kegunaan itu kebanyakan tidak langsung.

Berdasarkan penelitian ini, Sertifikat sangat berarti bagi warga transmigrasi. Pertama dengan adanya sertifikat tanah, masyarakat memiliki kekuatan hukum atas tanah yang ia miliki, tidak akan ada gugatan dari pihak luar ketika memiliki sertifikat tanah. Fungsi kedua, apabila masyarakat memiliki masalah dengan keuangan maka mereka mampu untuk menggadaikan tanah merekan pada pihak bank, yang dapat memberikan modal bagi usaha atau keperluan lain yang mendesak para warga. Fungsi ketiga artinya, pemerintah akan mudah mencatatkan kepemilikan tanah di badan pemerintahan yang terkait, dengan adanya catatan mengenai hak tanah maka ketika akan dibangun jalan atau dibangung keperluan umum akan mudah pemerintah mengelolanya.


(50)

Penerbitian sertifikasi tanah dapat dilakukan secara massal melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona). Prona ini ditujukan pada orang-orang yang berpenghasilan rendah, dalam program Prona tidak memerlukan biaya yang cukup tinggi karena pembuatannya secara massal atau bersama-sama. Tujuan dari Prona itu sendiri dalam Sutedi (2012:66) yaitu

a. Memberikan rangsangan kepada masyarakat khususnya pemegang hak atas

tanah, untuk bersedia membuatkan sertifikat.

b. Menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan

c. Membantu pemerintah dalam hal menciptakan suatu suasana kehidupan

masyarakat yang aman dan tentram.

d. Menumbuhkan partisipasi masyarakat, khusunya pemilik tanah dalam

menciptkan stabilitas politik serta pembangunan dibidang ekonomi.

e. Menumbuhkan rasa kebersamaan dan turut membantu pemerintah dalam

menyelesaikan sengketa – sengketa pertanahan.

f. Memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah

g. Membiasakan masyarakat pemilik tanah untuk mempunyai alat bukti autentik

atas haknya.

Pemerintah telah menentukan objek persertifikatan tanah di dalam Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), berikut objek yang dituju dalam prona menurut sutedi (2012: 76) yaitu

a. Diutamakan desa – desa yang sudah ada peta – peta situasinya, misalnya: a)

sudah ada peta – peta potret; b) sudah ada peta – peta yang dibuat berdasarkan desa demi desa; c) sudah ada peta – peta situasi dalam rangka pembuatan sertifikat secara rutin yang bersifat ngeblok.

b. Apabila di situasi kabupaten belum ada desa yang mempunyai peta situasi

berdasarkan pengukuran desa demi desa dipilih desa atau daerah yang telah mempunyai peta dari instansi lain atau peta – peta lain yang akan memudahkan gambar situasi.

c. Menghindari daerah yang terlalu banyak sengketa yang tidak mungkin

diselesaikan secara segera.

Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 226 tahun 1982 dala Sutedi (2012:75) seseorang dapat diberikan sertifikat dalam Prona ini dengan syarat: a. Tanah perumahan, luasnya maksimum 1.000 m di daerah pedesaan. b. Tanah pertanian, tanah yang dimiliki maksimum 2 ha di daerah pedesaan.


(51)

Berdasarkan penelitian ini, peneliti beranggapan bahwa Prona merupakan program yang penting untuk pendaftaran tanah dimana, jumlah dari warga transmigrasi yaitu 25 KK dapat mendaftarkan tanah melalui program Prona. Keuntungan dari Prona itu sendiri menggunakan biaya yang relatif terjangkau, serta memberikan kekuatan hukum ketika ertifikat itu telah jadi. Penggunaan program Prona juga sangat cocok untuk mendukung pembuatan sertifikat tanah masyarakat transmigrasi karena objek dari prona itu sendiri terletak pada desa, serta tanah yang dimiliki oleh warga merupakan tanah yang tidak bersengketa secara serius.

Desa memberikan tanah kepada masyarakat transmigrasi untuk perumahan yaitu seluas dari 1.250 m , Artinya tanah yang diberikan oleh desa seluas itu tidak dapat dimasukan dalam kategori Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) sehingga tidak dapat diterbitkan secara massal. Sedangkan tanah yang digunakan untuk pertanian oleh masyarakat hanya seluas 1 ha, dengan kata lain warga transmigrasi dapat melakukan Prona secara massal untuk mengeluarkan sertifikat untuk menguatkan secara hukum atas tanah yang mereka miliki.

Pendaftaran tanah melalui Prona, dilakukan dengan cara pemohon mendaftarkan tanahnya pada kantor desa dan selanjutnya petugas pendaftaran tanah yang akan mengurusnya. Sertifikat tanah yang dimaksud memuat a) Nomor persil; b) Luas tanah; c) Letak tanah; d) Macam hak atas tanah; e) Surat keputusan pemberian hak; f) Nomor dan tanggal surat ukur; g) Nomor pemilik; h) Gambar bagian situasi.


(52)

Terhadap objek-objek tanah yang ternyata masih merupakan sengketa di dalam penyelenggaraan Prona maka terlebih dahulu harus diselesaikan ditingkat daerah, jika permasalahan tidak bisa diselesaikan oleh daerah maka diteruskan ke tingkat Pusat untuk mendapatkan pemecahannya. Apabila tanah-tanah objek prona yang masih berupa sengketa, dan tidak bisa diselesaikan oleh pihak– pihak agraria, maka dikeluarkan dari objek prona sertifikat massal ini.

E. Kerangka Pikir

Berdasarkan penelitian ini, penulis mencoba untuk menjelaskan mengenai kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitan ini sesunguhnya yaitu tindakan atau perilaku dalam mempin suatu kelompok. Dimana harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar orang lain mau ikut dengan apa yang diperintahkan oleh seorang pemimpin. Kepemimpinan menjadi nilai kemajuan dalam suatu kelompok, jika suatu kelompok tidak memiliki seorang pemimpin maka kelompok tersebut akan tidak dapat bertahan lama karena tidak adanya orang yang mengatur suatu kelompok. Apabila tidak ada pengaturan dalam suatu kelompok maka kelompok tersebut tidak akan berkembang dan akan hancur secara perlahan. Kepemimpinan itu sendiri diperlukan dalam setiap organisasi ataupun dalam setiap kelompok.

Desa merupakan kumpulan masyarakat dimana masyarakat tersebut memiliki kedaulatan dan memiliki peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan masyarakatnya. Desa dipimpin oleh kepala desa yang mana dipilih dari rakyat dan


(53)

oleh rakyat. Kepala desa menjadi penentu dari kemajuan suatu desa, karena kepala desa merupakan titik pusat proses atau menjadi tingkat tertinggi di dalam desa. Sehingga kemajuan desa tergantung pada kepemimpinan kepala desa itu sendiri.

Pancasila merupakan ideologi bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur didalamnya dimana jika pancasila diamalkan dengan sepenuhnya oleh seluruh individu maka akan menjadikan negara Indonesia menjadi berkualitas. Pancasila juga dapat dijadikan pedoman untuk memimpin karena didalamnya terdapat suatu nilai-nilai yang harus diamalkan oleh seorang pemimpin.

Kepemimpinan yang berbasis Pancasila, semuanya berlandaskan pada sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Seperti halnya sila pertama, seorang pemimpin harus percaya dan harus berpedoman pada perintah Tuhan Yang Maha Esa. Sila kedua, seorang pemimpin harus memandang bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Sila ketiga, seorang pemimpin harus dapat menjadi pemersatu bangsa, karena perbedaan suku bangsa maka seorang pemimpin harus dapat menyatukan perbedaan yang berada dalam kehidupan sosial masyarakat.

Sila keempat, setiap pemimpin harus menjalankan musyawarah untuk pengambilan keputusan dan melibatkan semua kalangan baik itu masyarakat ataupun pembantu pemimpin. Terakhir sila kelima, seorang pemimpin harus bertindak adil tidak menitik beratkan pada satu golongan saja serta seorang pemimpin harus dapat mewujudkan kesejahteraan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.


(54)

Hak atas tanah atau sertifikasi tanah merupakan hak yang dimiliki individu atas sebidang tanah, yang mana tanah yang dimiliki kuat secara hukum apabila sudah mendapatkan seritifikat atas tanah yang dimiliki.

Penelitian ini menekankan pada kepemimpinan kepala desa, menurut penulis kepemimpinan yang cocok dalam penanganan sertifikasi tanah merupakan kepemimpinan yang berbasis Pancasila. Berdasarkan penjelasan nilai-nilai dari sila-sila Pancasila di atas, Kartono (2013: 319) melalui sebelas asas nilai-nilai yang berdasarkann bumi Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1. Hing Ngarsa Sung Tulada

Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berani menjadi ujung tombak bagi masyarakatnya. Dia harus berani mengabdikan diri kepada kepentingan umum dan kepentingan segenap anggota organisasinya. Sebagai pemimpin yang berdiri didepan ia harus memiliki sifat-sifat teguh, tanggon dan tanggung. Teguh artinya berani menghadapi bahaya karena ia menjadi pengayom, Tanggon artinya besar kemauannya dalam menanggulangi bahaya, dan Tanggung artinya berani bertanggung jawab walaupun mengalami banyak kesulitan.

2. Hing Madya Mangun Karsa

Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau terjun langsung di tengah-tangah masyarakat. Merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat, sanggup menggugah dan membangkitkan gairah serta motivasi kerja. Pemimpin yang seperti ini memiliki kesentosaan hati,


(55)

cepat tanggap dalam mengambil keputusan karena ia merasakan apa yang dirasakan bawahannya.

3. Tut Wuri Handayani

Seorang pemimpin berdiri di belakang pengikutnya dalam artian seorang pemimpin harus mampu mendorong pengikutnya agar pengikutnya mau berprakasa, berani berinisiatif, dan memiliki kepercayaaan diri untuk berkarya dan berpartisipasi dan tidak tergantung pada perintah atasan saja.

4. Ketuhanan Yang Maha Esa

Seorang pemimpin, dituntut agar memiliki keyakinan beragama, keimanan, dan ketakwaan yang teguh terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan kepada Tuhan akan membuat kalbu dan hati menjadi bersih dan suci lahir dan batin.

5. Waspada Purba Wisesa

Waspada artinya seorang pemimpin harus memiliki pandangan kedepan untuk meramal akan bagaimana keadaan organisasinya, sedang “murba” atau purba artinya mampu menguasai, wasesa artiya keunggulan, kelebihan. Jadi purba wasesa yaitu mampu menciptakan dan mengendalikan semua kelebihan dan kekuasaan. Berdasarkan sifat–sifat unggul tersebut pemimpin harus mampu mengurusi setiap persoalan yang berkembang.


(56)

6. Ambeg Pramarta

Ambeg artinya mempunyai sifat – sifat. Pramarta artinya yang benar, yang hakiki. Maka ambeg pramarta yaitu murah, baik hati. Seseorang yang memiliki ambeg pramarta dalam hidupnya selalu memiliki sikap adil yang mana mendahulukan yang harus didahulukan.

7. Prasaja

Pemimpin bersifat sederhana, terus terang, blak–blakan, tulus, lurus, ikhlas, dan toleran. Pemimpin tidak memiliki sifat gembar gembor selalu terus terang apa adanya.

8. Satya

Pemimpin yang memiliki satya adalah pemimpin yang memiliki kesetiaan, menepati janji, dan selalu memenuhi segala ucapannya. Pemimpin yang memiliki satya biasanya merupakan pemimpin yang jujur dan setia, cermat, tepat dan selalu loyal terhadap kelompoknya. Pemimpin ini selalu memberikan yang terbaik kepada pengikutnya.

9. Gemi Nastiti

Pemimpin harus memiliki sifat hemat cermat, dalam artian seorang pemimpin bekerja dengan efektif dan efisien. Seorang pemimpin yang gemi nastiti juga memiliki kesadaran untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran apa saja untuk keperluan yang benar – benar penting.


(57)

10.Blaka (terbuka, jujur, lurus)

Pemmimpin yang baik harus bersifat terbuka, komunikatif, tidak picik pandangan. Pemimpin ini mau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapatnya, kritik atau koreksi. Pemimpin seperti ini tidak boleh malu dalam belajar untuk menyesuaikan lingkungannya. Pemimpin yang baik menyadari bahwa tidak ada kesempurnaan yang dimiliki oleh setiap makhluk oleh karena itu dia membuka diri untuk terus belajr dan melakukan transendensi diri.

11.Legawa

Legawa artinya tulus ikhlas, seorang pemimpin berani mengorbankan diri demi pengikutnya. Ketika seorang pemimpin mendapat cemooh dari pihak luar, seorang pemimpin harus mampu menerima dengan ikhlas dan memperbaiki kesalahan yang diungkapkan pengikutnya tanpa merasa sakit hati.

Dengan menggunakan 11 Indikator Asas Kepemimpinan Pancasila diatas, peneliti berkeyakinan bahwa Kepala Desa dapat menyelesaikan masalah mengenai penanganan sertifikat tanah yang dimiliki oleh warga transmigrasi. Warga yang telah memiliki sertifikat diharapkan dapat memiliki sebidang tanah yang diperkuat oleh hukum sehingga tanah yang dimiliki tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain dan masyarakat dapat hidup dengan aman dan tentram.


(58)

Gambar 1. Kerangka Pikir KEPEMIMPINAN

BERBASIS PANCASILA

Sebelas asas berdasarkan nilai luhur Pancasila yaitu:

1. Hing Ngarsa Sug Tulada 2. Hing Madya Mangun Karsa 3. Tut Wuri Handayani

4. Ketuhanan Yang Maha Esa 5. Waspada Purba Wisesa 6. Ambeg Pramarta 7. Prasaja

8. Satya

9. Gemi Nastiti 10.Blaka

11.Legawa

Teratasi Masalah Sertifikasi Tanah Warga Transmigrasi


(1)

di Desa Tanjung Rejo sebanyak 25 KK yang ditempatkan di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Negeri Agung Kabupaten Way Kanan. Adapun perihal dari surat tersebut yaitu inventarisasi sisa pencadangan areal di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Negeri Agung Kabupaten Way Kanan.


(2)

114

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini mengungkapkan mengenai kepemimpinan Kepala Desa Tanjung Rejo dalam penanganan sertifikasi tanah warga transmigrasi. Kepala desa belum dapat menjalankan Asas Kepemimpinan Pancasila untuk menangani sertifikasi tanah. Berikut merupakan asas yang belum dijalankan oleh Kepala Desa Tanjung Rejo dalam penanganan sertifikasi tanah yaitu:

1. Asas Hing Ngarsa Sung Tulada, dimana kepala desa belum mampu menlindungi warga transmigrasi pada ancaman yang datang dari pihak luar. 2. Asas Hing Madya Mangun Karsa, dimana kepala desa tidak memberikan

arahan kepada warga transmigrasi untuk lebih ke arah sejahtera.

3. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana kepala desa hanya mampu menjalankan spiritualnya saja. Kepala desa tidak mampu mengendalikan nafsu duniawi.

4. Asas Waspada Purba Wisesa, dimana kepala desa tidak mampu mengendalikan kekuasaannya sehingga ia terjebak dalam kasus hukum pidana. Terjeratnya pada hukum pidana mengakibatkan tidak dapat melaksanakan penanganan sertifikasi tanah.


(3)

5. Asas Ambeg Prasaja, dimana kepala desa tidak memberikan informasi kepada warga transmigrasi mengenai pengeluaran sertifikasi tanah.

6. Asas Ambeg Pramartha, dimana kepala desa belum dapat bertindak adil terkait pembagian tanah.

7. Asas Ambeg Satya, dimana kepala desa belum dapat menepati janji untuk membantu mengeluarkan sertifikasi, janji dibuat pada saat kampanye pilkades.

8. Asas Gemi, Nastiti, tidak adanya kehati – hatian dari kepala desa untuk menjaga sikap/prilaku.

9. Asas Keterbukaan, dimana kepala desa tidak membeberkan mengapa sertifikat tidak dapat dikeluarkan sesegera mungkin pada masyarakat.

10.Asas Legawa, belum terlihat pada kepemimpinan kepala desa dikarenakan kepala desa belum lama menjabat sebagai kepala desa.

Dari sebelas asas yang ada pada Pancasila, Kepala Desa Tanjung Rejo hanya mampu berpedoman pada satu asas dari keseluruhan asas pancasila yang ada. Artinya Kepala Desa Tanjung Rejo belum dapat menerapkan kepemimpinan pancasila dalam penanganan sertifikasi tanah warga transmigrasi.

B. Saran

Penelitian ini mengungkapkan mengenai kepemimpinan Pancasila, sehingga adapun saran yang dapat dikemukakan untuk kepemimpinan kepala desa Tanjung Rejo yaitu:


(4)

116

1. Kepala Desa Tanjung Rejo ada baiknya melakukan penempatan ulang warga transmigrasi ke lahan Unit Penempatan Transmigrasi lain yang dapat disertifikatkan atas nama warga transmigrasi, karena apabila warga tetap ditempatkan ditanah yang sudah bersertifikat warga asli maka akan mengakibatkan terjadinya sengketa tanah dikemudian hari.

2. Desa Tanjung Rejo harus melakukan pergantian kepala desa secepatnya, karena kepala desa tidak dapat menunjukan contoh yang baik kepada masyarakatnya. Beliau tersandung kasus narkoba dan harus menjalani masa hukumannya. Apabila kepala desa tidak segera diganti maka dapat merusak citra Desa Tanjung Rejo.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukbinto. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat

Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Rajawali.

Ali, Eko Maulana. 2012. Kepemimpinan Transformasional dalam Birokrasi

Pemerintahan. Jakarta: Multicerdas Publishing.

Kaloh, J. 2010. Kepemimpinan Kepala Daerah Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan

Prilaku Kepala Daerah dalam Melaksanakan Otonomi Daerah. Jakarta:

Sinar Grafika.

Kartono, Dr. Kartini. 2013. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah

Kepemimpinan abnormal itu?. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato. 2012. Pemberdayaan Masyarakat

dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta:

Referensi.

Suparno, Erman. 2007. Paradigma Transmigrasi Menuju Kemakmuran Rakyat.

Penerbit: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:

Rafika Aditama.

Sutedi, Adrian. 2012. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika.

Syafiee, Inu Kencana. 2011. Manajemen Pemerintahan. Bandung: Pustaka Reka

Cipta.

Syarbaini, Syahrial. 2011.Penididikan Pancasila (implementasi nilai – nilai

karakter bangsa Bogor: Ghalia Indonesia.

Widjaja, HAW. 2010. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan


(6)

Sumber Lain :

UU No. 29 tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU no 15 tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian

Website:

(http://hilmi-izza.blogspot.com/2012/07/keteladanan-berasal-dari-kata-telad.html, Tanggal: 28/02/2014, pukul: 22.00 WIB)

(http://www.tempo.co/read/news/2011/06/09/173339604/Warga-Merapi Diprioritaskan-Ikut-Transmigrasi, Tanggal: 29-01-20014, Pukul 22:48 WIB)