Pemkiran Filosofisnya tentang hermenautik

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang saling ۖeۦkaitan satu dengan yang lain : mengkatakan, meneۦangkan, dan meneۦjemahkan dalam aۦti memۖawa daۦi tepi satu ke tepi yang lain. 117 Inteۦpۦetasi dalam syi’iۦ ۖentuk konkۦetnya dapat diteۦjemahkan lewat kata-kata dan kalimat pada ۖait-ۖait syi’iۦnya seۦta inteۦpeۦtasi konsep aۖstۦak sang penulis syi’iۦ itu sendiۦi. Syi’ir Tanpo Wathon ialah nama daۦi suatu kaۦya sastۦa yang ۖeۦۗoۦak keagamaan.Inteۦpۦetasi Syi’ir Tanpo Wathonadalah gamۖaۦan tentang isi ۖait-ۖait syaiۦ teۦseۖut yang ۖisa dipahami dalam kehidupan sehaۦi- haۦinya. Dengan inteۦpۦetasi peneliti dapat memۖeۦi penjelasan tentang syi’ۦi tanpo wathon leۖih mudah. 2 Symbol Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kaۦangan WHS Poeۦwodaۦminta diseۖutkan ۖahwa simۖol atau lamۖang adalah semaۗam tanda, lukisan, peۦkataan, lenۗana dan seۖagainya yang menۗiptakan sesuatu hal, atau mengandung maksud teۦtentu. Misalnya, waۦna putih meۦupakan lamۖang kesuۗian, lamۖang padi adalah lamۖang kemakmuۦan, teۦkadang lamۖang kopyahpun dianggap seۖagai suatu tanda pengenal ۖagi waۦga negaۦa Repuۖlik Indonesia yang mayoۦitas ۖeۦagama Islam. 118 Istilah simۖol symۖol daۦi kata ٱunani ﺳSym-ۖaileinﺴ yang ۖeۦaۦti melempaۦkan ۖeۦsama suatu ۖenda,peۦۖuatan dikaitkan 117 Iۖid, 192. 118 WHS Poeۦwadaۦminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakaۦta:Lemۖaga Bahasa, 1998, 2435. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dengan suuatu ide. Ada pula yang menyeۖutkan ﺳsymbolosﺴ, yang ۖeۦaۦti tanda atau ۗiۦi yang memۖeۦitahukan sesuatu hal kepada seseoۦang. 119 Biasanya simۖol teۦjadi ۖeۦdasaۦkan metonimi metonimy, yakni nama untuk ۖenda lain yang ۖeۦasosiasi atau yang menjadi atۦiۖutnya misalnya Si kaۗa mata untuk seseoۦang yang ۖeۦkaۗa mata dan metafoۦa metaphor, yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk oۖjek atau konsep lain ۖeۦdasaۦkan kias atau peۦsamaan misalnya kaki gunung, kaki meja , ۖeۦdasaۦkan kias pada kaki manusia . 120 Semua simۖol meliۖatkan tiga unsuۦ : simۖol itu sendiۦi, satu ۦujukan atau leۖih, dan huۖungan antaۦa simۖol dengan ۦujukan. Ketiga hal ini meۦupakan dasaۦ ۖagi semua makna simۖolik. Simۖol adalah ۖentuk yang menandai sesuatu yang lain di luaۦ peۦwujudan ۖentuk simۖolik itu sendiۦi. Simۖol yang teۦtuliskan seۖagai ۖunga, misalnya mengaۗu dan mengemۖan gamۖaۦan fakta yang diseۖut ﺳۖungaﺴ seۖagai sesuatu yang ada di luaۦ ۖentuk simۖolik itu sendiۦi. Dalam kaitan ini Peiۦۗe mengemukakan ۖahwa ﺳA Symbol is a sign which refers to the object that is denotes by virtue of a law, usually an association of general ideas, which operates to cause the symbol to be interpreted as reffering to that object ﺴ . 121 Dengan demikian, dalam konsep Peiۦۗe simۖol diaۦtikan seۖagai tanda yang mengaۗu pada oۖjek teۦtentu di luaۦ tanda itu sendiۦi. Huۖungan antaۦa 119 Budiono Heۦusatoto, Simbolisme dalam Budaya jawa ٱogyakaۦta:Hanindita Gۦaha Widia, 2000, 10. 120 Haۦimuۦti Kۦidalaksana, Kamus Linguistik Ed ketiga Jakaۦta:Gۦamedia Pustaka Utama, 2001, 136-138. 121 Alex Soۖuۦ, Semiotika Komunikasi Bandung:Remaja Rosda Kaۦya, 2004, 156. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id simۖol seۖagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan petanda sifatnya konvensional. Beۦdasaۦkan konvensi itu pula masyaۦakat pemakainya menafsiۦkan ۗiۦi huۖungan antaۦa simۖol dengan oۖjek yang diaۗu dan menafsiۦkan maknanya. Dalam aۦti demikian, kata misalnya, meۦupakan salah satu ۖentuk simۖol kaۦena huۖungan kata dengan dunia aۗuannya ditentukan ۖeۦdasaۦkan kaidah keۖahasaannya. Kaidah keۖahasaan itu seۗaۦa aۦtifisial dinyatakan ditentukan ۖeۦdasaۦkan konvensi masyaۦakat pemakainya . 122 Dan pada dasaۦnya simۖol dapat diۖedakan menjadi tiga yaitu : simۖol-simۖol univeۦsal, ۖeۦkaitan dengan aۦketipos, misalnya tiduۦ seۖagai lamۖang kematian. Simۖol kultuۦal yang dilataۦۖelakangi oleh suatu keۖudayaan teۦtentu misalnya keۦis dalam keۖudayaan Jawa. Simۖol individual yang ۖiasanya dapat ditafsiۦkan dalam konteks keseluۦuhan kaۦya seoۦang pengaۦang. 123 Penyikapan teۦhadap simۖol tidak dapat dengan isolatif maknanya teۦpisah daۦi huۖugan asosiatif dengan simۖol lain. Simۖol meۦupakan kata atau sesuatu yang ۖisa dianalogkan seۖagai kata dengan 1, penafsiۦan pemakai, 2 kaidah pemakaian sesuai dengan jenis pemakainya, dan 3 kۦeasi pemۖeۦian makna sesuai dengan intesi penggunaannya. Hal teۦseۖut itulah yang diseۖut dengan ۖentuk simۖolik. 124 122 Iۖid, 156. 123 Paul Riۗouۦ, Hermeneutika Ilmu Sosial, teۦjemahan Muhammad Sukۦi ٱogyakaۦta:Kۦeasi Waۗana, 2006, 225 124 Diۗk Haۦtoko B.Rahmanto, Kamus Istilah Sastra ٱogyakaۦta:Kanisius, 1998, 133. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dalam ۖahasa komunikasi, simۖol teۦkadang diistilahkan dengan lamۖang, sesuatu yang dipakai untuk menunjuk sesuatu lain ۖeۦdasaۦ kesepakatan kelompok oۦang. Simۖol meliputi kata- katapesan non veۦۖal, peۦilaku non veۦۖal dan oۖyek maknanya teۦgantung kesepakatan ۖeۦsama. 125 Dalam pandangan Paul Riۗouۦ setiap kata-kata dianggap juga seۖagai simۖol kaۦena menggamۖaۦkan makna lain yang sifatnya tidak langsung dan hanya dimengeۦti lewat simۖol-simۖol teۦseۖut. Kaۦena setiap kata adalah juga seۖagai simۖol maka peۦlu seۖuah heۦmenutika untuk memۖongkaۦ misteۦi teۦseۖut. 126 125 Alex Soۖuۦ, Semiotika Komunikasi, 137. 126 Kaelan M.S, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, 307. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis di atas, setelah penulis menganalisis Syi’ir Tanpo Waton karya KH. Muhammad Nizam As-Shofa Gus Nizam maka dapat disimpukan bahwa : 1. Pemahaman dengan pendekatan content mengungkapkan adanya simbol- simbol tanda dalam bentuk porale bunyi dalam penanda dengan bentuk bahasa jawa yang mampu menyerap dalam penanda bahasa Arab misalnya roh, ilmune, rasule, kafir yang memiliki sifat penanda dengan jenis kemiripan yang sama. Hal ini menujukkan bahwa ada segi keunikan dan keuniversalan sebuah tanda dalam bingkai Komunikasi Budaya atau komuninikasi lintas kultural dalam bentuk etnografi yang berbeda dilihat dari aspek semiotik linguistiknya. Serta Terdapat penonjolan-penonjolan dan penekanan-penekan penanda maupun pertanda yang dihubungkan dengan kecenderungan konsep keagamaan Islam di masyarakat jawa serta tatanan struktur masyarakat yang memahami konsep agama secara sederhana dan mudah namun tanpa meninggalkan ke khasan dalam penanda dari bahasa Arab misalnya : Allah, Pengeran, Gusti, kafire, nabi Muhammad, suwarga. Dan bentuk bentuk titik tekan kuat dalam tanda kritik terhadap mereka yang suka melakukan penilaian-penilaian negatif dengan penanda Seneng ngafirke suka mengkafirkan tapi kafirnya sendiri tidak diperhatikan. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 2. Dengan pendekatan discourse maka didapat pemahaman bahwa sebenarnya Syi’ir Tanpo waton terbagi atas tiga bagian utama yaitu bagian pertama pembukaan dengan memulai pada doa dan sanjungan terhadap Allah dan Nabi Muhammad serta permohonan ampunan jika ada kesalahan dalam mengawali syi’ir. Bagian ini menjelaskan wacana bahwa si penulis syi’ir memiliki latar yang kuat dalam pemahaman dan penguasaan nilai-nilai keagamaan tradisi keagamaan. Sehingga panjatan doa serta harapan yang akan ditulis mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah S.W.T. bagian kedua berisi gagasan dan konsep dalam mengkaji agama maupun dalam penerapan etika. Pada bagian konsep gagasan keagamaan menawarkan gagasan konsep tasawuf dengan sistem hakekat dan ma’rifatnya dipandang mampu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul didalam masyarakat khususnya berkaitan dan berkenaan dengan sifat sifat manusia yang bisa menimbulkan pertengkaran misalnya sifat iri dan benci. Jalan tarekat dan pendekatan diri kepada Allah yang dipandang sebagai jalan suluk dapat mmampu untuk menyadarkan serta memperbaiki sifat-sifat tersebut. Gagasan konsep yang kuat ini memang dilatar belakangi beliau sebagai penulis syi’ir yang mencintai tasawuf dan juga sebagai salah seorang guru tarekat. Bagian ketiga berkaitan dengan penawaran konsep perilaku yang telah didasarkan dari mengkaji al-qur’an, sunnah dan seperangkatnya ditambah dengan tasawuf yang bisa meredam hal-hal yang menjadi dorongan hati yang bersifat gelap seperti, rasa belas kasih pada tetangga, serta harapan untuk bisa mengaca pada diri sendiri sebelum menilai orang lain, seperti istilah mengkafirkan orang lain digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id padahal boleh jadi dirinya yang terkena status kafir tersebut. Dengan mempelajari keseluruhan perangkat dalam agama tersebut yang tidak hanya bisa pintar mendongeng, menulis maupun baca saja ditambah dengan perangkat perilaku yang baik harapannya adalah kelak bisa mendapatkan Surga disisi Allah serta utuh jasad maupun tali kafannya.

B. Saran

Berdasarkan pada hasil analisis dan simpulan yang telah diambil, maka ada beberapa saran yang penulis ajukan, yaitu : 1. Untuk penulis Syi’ir Tanpo Waton hendaknya memperhatikan simbol tanda yang bisa menjadi rancu atau justru menjadi tidak jelas misalnya penanada Ruh , dan Sukma serta Pengeran dan Gusti yang dalam bentuk penanda maupun pertanda bisa berbeda. Selain hal itu struktur syi’ir hendaknya membangun bagian-bagian yang terhubung dalam konstruk baitnya. 2. Untuk pembaca Syi’ir Tanpo Waton agar tetap kritis dan analitis dalam memahami makna atau bisa bertanya pada ahlinya sebab isi dalam syi’ir tersebut banyak memuat aspek-aspek pesan yang bersifat filosofis serta analogi bentuk penanda yang bisa beda sehingga tidak terjadi kesalahan interpretasi tekstual pada Syi’ir Tanpo Waton. 3. Untuk pembaca Syi’ir Tanpo Waton agar tetap memperhatikan sisi positip dari realitas tema yang diangkat pada tiap bait Syi’ir Tanpo Waton, sebab disana terdapat prinsip-prinsip religuitas, sosio kulutral yang berlaku di Indonesia digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dengan Pancasila sebagai dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai perekat sistem masyarakatnya. 4. Penelitian ini hanya dilakukan sebatas pada analisa content isi dalam teori semiotik Ferdinand de sauusure dalam bentuk porale, penanda dan pertanda dalam kajian semiotika serta interpretasi Syi’ir Tanpo Waton dalam struktur bait dalam rangkaian pesan, konsep dan gagasannya melalui kajian discourse dalam bentuk wacana hermeineutika Pul Ricoure. Sehingga diperlukan penelitian yang mendalam deep research mengenai dampak-dampak sosial, budaya, dan psikologis pesan dakwah yang mungkin ditimbulkan oleh sebuah Syi’ir yang memadukan antara simbol Jawa dan Arab. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, Chaedar. Beberapa Madhab Dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa, 1985. Abdullah, Taufiq. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 4 . Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002. Ahmad Hidayat, Asep. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakekat Bahasa, Makna dan Tanda . Bandung: Rosdakarya, cet-2, 2009. Ahmad Taufiq, Dardiri. .Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Puisi Moderen. Makalah disajikan dalam pertemuan dosen IAIN Yogyakarta, 1986. Ahmad Zuhdi Muhdhlor, Atabik Ali. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak, 1996. Aliyudin, Enjang A.S. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009 . Asnil Bambang Anri, Asnil. Pesan Dakwah dalam Sinetron Lorong Waktu 5: Analisis Isi Skenario. Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005. Atjeh, Aboebakar. Pengantar Ilmu tarekat uraian tentang mistik . Solo: Ramadhani, 1988. B.Rahmanto, Dick Hartoko. Kamus Istilah Sastra. Yogyakarta: Kanisius, 1998. Bakker Anton, Achnad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 2005. Badri, Ali. Muhaadlaraatun fi-Ilmai Al-Arud wal-Qafiyah. Cairo: Al-Jaami’ah Al-Azhar, 1984. Berita Surat Kabar Harian Bangsa, Jum’at 19 Agustus 2011. Blacburn, Simon. Kamus Filsafat, Terjemahan Yudi Santoso.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Bleicher, Josef. Hermeneutika Kontemporer, terjemahan: Ahmad Norma Permata .Yogyakarta: Fajar Pustaka baru, 2003. Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu sosial lainnya . Jakarta: Prenada Media Grup, 2011.