Pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku Dzikrullah sepanjang waktu

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

ISNA HIDAYATI TF NIM: 106051001835

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

ISNA HIDAYATI TF NIM: 106051001835

Di Bawah Bimbingan,

Dr. Fatmawati, MA 197609172001122002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(3)

IDRIS JAUHARI DALAM BUKU DZIKRULLAH SEPANJANG WAKTU telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 10 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Jumroni, M.si Umi Musyarrofah, MA NIP 19630515 199203 1006 NIP 197108161997032002

Anggota,

Penguji I Penguji II,

Drs. H. Adi Badjuri. MM Dra. Nasichah, MA NIP 10540828 198003 1 001 NIP 196711261996032001

Pembimbing

Dr. Fatmawati, MA NIP 197609172001122002


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 10 Juni 2010


(5)

Ora Etra Bora "Berusaha dan berdoa"

Do The Best and Do Like You Thing No Tomorrow

Bagiku Tak Ada Yang Tak Mungkin Kecuali Tidak Mau Melakukan

DEDIKASI PONDOK PESANTREN AL-AMIEN UNTUK KAMI

Ilmu yang diperoleh dari pondok harus senantiasa disadari sebagai:

1. KUNCI yang harus kalian perguanakan sendiri untuk memebuka khasanah Ilmu Pengetahuan yang seluas-luasnya

2. DASAR / PONDASI yang harus kalian bangun di atasnya sebuah bangunan yang kuat dan kokoh

3. MODAL AWAL yang harus kalian putar dan kembangkan sendiri, sehingga mendatangkan keuntungan dan manfaat yang sebesar-besarnya untuk diri kalian sendiri dan orang lain

4. BIBIT / BENIH yang harus kalian pelihara sebaik mungkin untuk kalian semaikan di atas tanah yang subur dan produktif sehingga ia berbuah selebat-lebatnya

5. PEMANASAN / WARMING UP dari suatu pertandingan besar yang akan kalian hadapi dimasyarakat kelak.

6. LANG KAH-LANG KAH PENDAHULUAN d a ri se rib u, se juta , se la ksa la ng ka h ya ng a ka n ka lia n ja la ni…..


(6)

Nama : Isna Hidayati Taufik

TTL : Sumenep, 27 November 1987

Alamat : Pond-Pest Matlabul Ulum Desa Jambu Kec. Lenteng Kab. Sumenep Madura 69461

Email : Isnataufik@yahoo.com

Pendidikan :

1. Taman Kanak-kanak

2. SDN Elak-Laok Sumenep Madura (Tamat 1999)

3. Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura dari tahun 1999 s/d 2005 selama 6 tahun

4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2006-2010)

Pengalaman Mengajar:

1. Mengajar di Pond-Pest Ulil Al-bab di Kota Probolinggo, pada pertengahan tahun 2005 selama setengah tahun, kegiatan ini sebagai utusan PP. Al-Amien setelah dinyatakan Lulus

2. Guru Teater di Pond-Pest Matlabul Ulum pada tahun 2007 selama 2 bulan

Pengalaman Organisasi:

1. Ketua Konsulat Sumenep di PP. Al-Amien Pada Tahun 2003 2. Wakil Humas (ISTAMA) di PP. Al-Amien Pada Tahun 2004

3. Wakil Bagian Informasi dan Komunikasi (ISTAMA) di PP. Al-Amien 4. Ketua Seni Teater

5. Ketua Kegiatan Pelatihan Kepemimpinan “ Leadership Training” di PP. Matlabul Ulum Selama Sebulan pada tahun 2009

6. Bagian Pengembangan Kader Padus Voice Of Communication Fakultas Dakwah pada tahun 2007

7. Bagian Pengembangan Seni dan Budaya Di Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan KPI pada tahun 2009


(7)

Iqra’ yang berarti “Bacalah” dalam surat al-‘Alaq yang berisi tentang perintah terhadap hambanya untuk selalu membaca, yang mana perintah membaca sudah tentu pula selalu diiringi dengan perintah menulis sebagai adanya bahan yang akan dibaca. Aktivitas membaca sangat ditentukan oleh tersedianya bahan bacaan, yang menuntut produktivitas menulis, untuk itu selayaknya bagi kaum intelektual Islam terutama seorang da’i untuk menyalurkan pengetahuannya dan pemikirannya tentang ajaran Islam dalam sebuah tulisan. Berdakwah melalui karya tulis adalah salah satu metode dakwah seorang da’i yang ingin mengajak dan menjelaskan kepada pembaca atau mad’u tentang Islam dan mengajak agar ummat Islam dapat meningkatkan kualitas keimanannya sebagai hamba Allah. KH. Muhammad Idris Jauhari adalah seorang ulama yang berdakwah melalui lembaga sosial yaitu pesantren di Madura dan berdakwah melalui karya tulis. Buku Dzikrullah Sepanjang waktu adalah salah satu karya tulisnya, karya tulis ini mengajak mad’u untuk memahami Dzikrullah sepanjang waktu, dalam keadaan apapun, baik senang maupun sedih dan dimana saja kita berada untuk selalu melaksanakan dzikrullah.

Dari penjelasan di atas, maka penulis merumuskan dua pertanyaan. Bagaimana aktivitas dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari? Bagaimana pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku Dzikrullah Sepanjang Waktu?

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menjelaskan fenomena pengumpulan data yang terdiri dari wawancara kepada KH. Muhammad Idris Jauhari, studi pustaka, studi dokumentasi melalui buku-buku, majalah, rekaman dan teknik analisa data. Dengan analisis data yang bersifat deskriptif, yaitu memaparkan situasi atau peristiwa.

Teori Social Construction Of Reality yang diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Ia menggambarkan proses sosial dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama. Realitas simbolis, teori ini menjelaskan sebuah realitas yang diberi makna. Sama halnya dengan KH. Muhammad Idris Jauhari yang dalam buku dzikrullah sepanjang waktu menggambarkan metode praktis dzikrullah yang dapat dilakukan secara situasional, dalam keadaan apa saja dan kapan saja.

Berdakwah melalui karya tulis merupakan sarana penyampaian pemikiran seseorang tentang Islam dan dakwah seseorang untuk memberikan pemahaman tentang Islam kepada pembaca atau mad’u agar dapat meningkatkan kualitas keimanannya. Pemikiran Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku Dzikrullah sepanjang waktu bahwa Dzikrullah adalah mengingat dan menyebut Tuhan baik dalam konteks ingatnya sebagai seorang hamba kepada Allah ataupun dalam konteks ingat-Nya Allah kepada sang hamba. Dalam buku dzikrullah sepanjang waktu ini memberikan pengetahuan baru bahwa dalam segala bentuk usaha dan ikhtiar seorang manusia kepada tuhannya yang ia lakukan seharusnya tidaklah terlepas satupun dari Dzikrullah. Baik itu berupa “Prestasi” seorang hamba diMata Tuhannya, baik prestasi imaniyah, ilmiyah, ataupun amaliyah yang dicapai seorang muslim, maupun yang berupa “Musibah” baik ujian, peringatan maupun azab yang menimpa seorang muslim.


(8)

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana dengan rahmat-Nya yang begitu melimpah, yang telah menetapkan iman kita sehingga kita selalu diberi kemudahan untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya sehingga kita termasuk dari golongan mukmin yang istiqomah di jalan-Nya. Amien ya robbal alamien…

Shalawat berikut salam terhantar untuk Nabi Muhammad SAW, pembawa perdamaian, pencerahan ummat yang menjadi sejarah besar dalam Islam. Semoga kita dapat meneladani beliau dan mengamalkan sunnah-sunnahnya. Amien…

Syukur Alhamdulillah penulisan skripsi ini dapat berjalan lancar, meski tidak mudah melalui proses untuk mencapainya. Akan tetapi dukungan, semangat, bimbingan, dan yang terpenting Doa dari orang-orang terdekat penulislah yang mendorong penulis untuk tetap berusaha. Dengan segala kerendahan hati, penulis pada kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. DR. Komarudin Hidayat dan para pembantu Rektor.

2. Dekan Fakultas Dakwah Dan Komunikasi DR. Arief Subhan MA dan Para

Pembantu Dekan: Drs. Wahidin Saputra, M.Ag, Drs. Mahmud Djalal, MA, dan Drs. Studi Rizal, LK, MA.

3. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Bapak Drs. Jumroni M.Si

dan sekretaris Jurusan Umi Musyarofah, M.Ag.

4. Karyawan Staf Tata Usaha Fakultas Dakwah dan Komunikasi

5. Perpustakaan Utama UIN beserta Staf-stafnya


(9)

dan memotivasi penulis selama penyelesaian skripsi ini. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya.

8. Dosen-dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta

9. Seluruh Jajaran Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien

Prenduan Sumenep Madura dan juga Pengasuh Tarbiyatul Muallimat (TMAI), terima kasih yang telah membimbing, memberikan Ilmu, dan memberikan bekal Agama untuk masa depan kami seterusnya agar menjadi Muslim dan muslimah Anfa’uhum Lin nas.

10.Teruntuk kyai kami KH. Muhammad Idris Jauhari,

Terima kasih bapak kyai yang telah menyempatkan waktunya untuk membagikan ilmu yang kesekian kalinya meski kami telah menjadi Alumni. Begitu bangga kami bisa bersua kembali dan mengangkat karya bapak kyai untuk dikaji lebih dalam lagi. Semoga bapak kyai senantiasa dilimpahkan kesehatan oleh Allah agar kami murid-murid bisa lebih lama lagi menimba ilmu pada bapak kyai. Amien

11.Spesial untuk kedua Orang tua Penulis, KH. Muhammad Taufikurrahman

dan Hj. Ulfah Umamiyah, yang dengan kesabaran tak terbatas, telah memberikan kepercayaan untuk menuntut ilmu dikota orang, kasih sayang aba dan umi sangat berharga untuk nanda, Tak ada apapun didunia ini yang dapat membalas kasih sayang Aba dan Umi terima kasih yang tiada batasnya.


(10)

13.Adekku dan sahabat kecilku Izzatur Rif’ah Sunan, boleh kita sama-sama berkelana tapi kita harus tetap bersama ya selamanya..

14.My Best Friend Rida Farida Mustopa, terima kasih atas semuanya. Sahabat adalah orang yang paling mengerti ketika aku berkata “aku lupa” dan membuka pintu meski aku belum mengetuknya.

15.My Cute Friend Putri Helmalena “Cut Putro”, Aceh punya, satu perjuangan, satu perantauan.

16.Kawan-kawanku tercinta dan sahabat-sahabatku KPI Kelas-C Angkatan

2006, Broadcast Community, semoga kita tetap bisa bersilaturrahmi.

Terima kasih kawan atas motivasinya, jangan pernah lupa mampir

SURAMADU yang selalu merindukan kawan-kawan semua, miss you all

forever.

17.Kawan-kawanku BEMJ KPI 2009. Mahasiswa adalah Agen Perubahan.

Hidup mahasiswa….

18.Kawan-kawan senimanku LSO. Voice Of Communication Fakultas

Dakwah dan Komunikasi. Ditangan Ku berkarya Disuara Ku Bernada. Buat penerus Adek-adek VOC lagu untuk kalian “Sekarang ataupun 50 tahun lagi VOC harus tetap berkarya, tak ada bedanya rasa cintaku masih sama seperti pertama UpGrading ”.

19.Kawan-kawanku KKN Cibeurem 2009. Pengalaman sosial masyarakat

yang sangat berharga. Miss you all Tim 22 Cibeurem.


(11)

v

Akhirnya inilah akhir dari langkah penulisan ini, semoga ini bukanlah mengakhiri prestasi untuk berkarya dalam sebuah tulisan. Dengan segala kerendahan hati tulisan ini sangat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, untuk itu penulis berharap kritikan dan saran yang membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk penulis pribadi dan pembaca secara umum. Amien ya robbal alamien…

Ciputat, 10 Juni 2010


(12)

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batas dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penilitian ... 4

D. Manfaat Penilitian ... 4

E. Metodologi Penelitian ... 5

F. Tinjauan Pustaka ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN A. Pengertian Pemikiran ... 9

B. Pengertian Dakwah ... 11

C. Pengertian Da’i... 14

D. Materi Dakwah... 15

E. Metode Dakwah ... 18

F. Media Dakwah ... 20

G. Efek Dakwah... 21

H. Tujuan Dakwah ... 22


(13)

vii

BAB III PROFIL KH. MUHAMMAD IDRIS JAUHARI

A. Profil KH. Muhammad Idris Jauhari ... 42

1. Latar Belakang Keluarga... 42

2. Latar Belakang Pendidikan ... 43

3. Kiprah Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari ... 46

4. Karya KH. Muhammad Idris Jauhari ... 51

B. Sekilas Buku Dzikrullah Sepanjang Waktu ... 54

BAB IV HASIL PENELIITIAN A. Aktivitas Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari... 58

B. Analisis Pemikiran Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku Dzikrullah Sepanjang Waktu... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran-saran... 79

DAFTAR PUSTAKA... 80 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(14)

A. Latar Belakang Masalah

Awal munculnya Islam melalui wahyu pertamanya adalah ditandai dengan isyarat Iqra’ (bacalah) dalam surat al-‘Alaq yang berisi perintah terhadap hambanya untuk selalu membaca, yang mana perintah membaca sudah tentu pula selalu diiringi dengan menulis sebagai adanya bahan yang akan dibaca, berikut dalam firman Allah:

⌧⌧

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam [Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca]. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang.” (QS. Al-‘Alaq: 1-9)

Dalam ayat tersebut mengandung pesan, bahwa aktivitas membaca dan menulis memang sebuah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas


(15)

membaca sangat ditentukan oleh tersedianya bahan bacaan yang menuntut produktivitas menulis sebagai sarana pengadaan bahan bacaan. Buku adalah salah satu bentuk karya intelektual, menulis buku dapat dikatakan pesan atau perintah tersirat Al-Quran yang sepatutnya dijadikan tradisi kaum muslimin. 1 Sejalan dengan perintah Allah untuk banyak membaca maka selayaknya untuk kaum intelektual Islam terutama seorang da’i untuk menyalurkan pengetahuannya dan pemikirannya tentang ajaran Islam dalam sebuah tulisan. Hal ini pula bisa disebut dengan dakwah, ketika seseorang berdakwah melalui tulisannya agar dapat dibaca oleh orang lain yakni mad’u sehingga penulis dapat mengajak pembacanya menuju pencerahan spiritual.

Menurut Bunda Gola Gong “Tulisan kita ibarat setapak yang bisa membawa orang ke mata air atau nyala lilin dikegelapan”.2 Hal inilah yang menunjukkan betapa besarnya pengaruh tulisan kepada pembacanya, hal ini pula yang dapat dimanfaatkan oleh para da’i untuk menyampaikan ajaran Islam dengan menggunakan media tulisan. Dengan karya tulis seorang da’i dapat menyampaikan pemikirannya dan mengajak mad’u atau pembaca untuk meningkatkan kualitas keimanannya.

KH. Muhammad Idris Jauhari adalah seorang tokoh yang tinggal disalah satu desa di daerah Madura. KH. Muhammad Idris Jauhari adalah salah satu pendiri dari Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura, sebuah Pondok yang besar di daerah Madura yang memiliki konsep pendidikan yang modern, memiliki kurikulum yang berdiri sendiri, yang

1

Badiatul Muchlisin Asti, Berdakwah Dengan Menulis Buku, (Bandung : Media Qolbu, 2004), hal. 11, 31-34

2

Gola Gong, Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup, (Bandung: Salamandani, 2007), hal. 35


(16)

kurikulumnya selalu berkembang tiap tahunnya juga karena buah dari konsep pemikiran KH. Muhammad Idris Jauhari.

Beberapa karya tulisnya dibidang keilmuan pendidikan dan juga mengandung unsur dakwah dan nilai-nilai Islam. KH. Muhammad Idris mendalami banyak bidang keilmuan seperti pendidikan, dakwah, dan lain sebagainya. Banyak karya tulis yang telah ditulis olehnya, berikut beberapa judul karya tulisnya: Hakekat Pesantren dan Kunci Sukses Belajar Di dalamnya, Mencetak Muslim Multi Terampil, Anak Muda Menjadi Sufi Mengapa Tidak, Pembudayaan Hidup Islami, dan lain sebagainya. Adapun karya tulisnya yang mengandung nilai-nilai dakwah salah satunya berjudul Dzikrullah Sepanjang Waktu, karya tulis ini berisi tentang untuk kita selalu melaksanakan dzikrullah sepanjang waktu, dalam keadaan apapun, baik senang maupun sedih dan di mana saja kita berada untuk selalu melaksanakan dzikrullah.

Dalam penelitian ini penulis tertarik dengan buku karangannya yang berjudul Dzikrullah Sepanjang Waktu. Perjalanan dakwah beliau dari berbagai segi ilmu yang dibidangi dan kesungguhan untuk menuangkan pemikirannya dalam sebuah tulisan sangat cukup menjadi alasan untuk ditelaah lebih dalam dan diteliti tentang pemikiran dakwahnya. Dalam buku tersebut dijelaskan tentang dzikrullah yang memiliki makna “menyebut atau mengingat” Allah, penulis ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang bagaimana pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam bukuya tersebut yang berjudul “Dzikrullah Sepanjang Waktu” dan juga penulis ingin mengetahui bagaimana aktivitas dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari. untuk itu penulis melakukan


(17)

penelitian mengenai “Pemikiran Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari Dalam Buku Dzikrullah Sepanjang Waktu”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Batasan masalah penulis fokuskan hanya pada pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari Dalam Buku Dzikrullah Sepanjang Waktu. Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana aktivitas dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari?

2. Bagaimana pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku Dzikrullah Sepanjang Waktu?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari

2. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku Dzikrullah Sepanjang Waktu

D. Manfaat Penelitian 1. Segi Akademis

Penelitian ini untuk menambah wawasan tentang kajian pemikiran dakwah yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan juga sebagai pelengkap referensi bagi kalangan akademisi untuk kaperluan studi-studi selanjutnya. 2. Manfaat Praktis


(18)

Penelitian ini untuk menjadi masukan, menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi pemikir dakwah, sebagai motivasi bagi pelaksana dakwah yang didapatkan dari pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dan sebagai pijakan para pengemban dakwah yang mempunyai kewajiban menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat.

E. Metodologi Penelitian 1. Bentuk Penelitian

Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menekankan kedalaman informasi sehingga sampai pada tingkat makna melalui pengumpulan data. Dengan analisis data yang bersifat deskriptif, yaitu memaparkan situasi atau peristiwa.3 Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar. Langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.4

2. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara adalah alat pengumpulan informasi langsung dari seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting dan peneliti melakukan wawancara langsung dengan KH. Muhammad Idris Jauhari. Dan data-data yang dikumpulkan melalui studi pustaka dan wawancara.5

3

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Rosda Karya, 2002), cet. Ke-II, hal. 24-25

4

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), cet. Ke-V, hal. 9

5

Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya 1991), cet. Ke-III, hal. 135


(19)

b. Studi Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui buku-buku makalah-makalah, rekaman dan literatur-literatur lainnya agar memperoleh data yang lengkap.

c. Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti adalah analisa deskriptif, pada tahap ini peneliti menggambarkan dan menjelaskan suatu peristiwa yang menarik perhatian peneliti di lapangan.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret dan akhir bulan April 2010.

F. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melakukan tinjauan di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan yang peneliti kaji, adapun yang peneliti temukan ada beberapa judul yang hampir sama, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti menyontek hasil karya orang lain, maka peneliti perlu mempertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Pemikiran dan aktivitas dakwah KH. Syukran Ma’mun, skripsi ini disusun


(20)

Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitiannya dibatasi pada bagaimana pemikiran dakwah KH. Syukran Ma’mun, apa saja bentuk aktivitas dakwah KH. Syukran Ma’mun.

2. Pemikiran Prof. DR. H. A. Suminto Tentang Dakwah Respon terhadap problematika Masyarakat Modern, Tesis ini di susun oleh Rubiyanah Mahasiswi Program Studi Dakwah dan Komunikasi Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2005. Penelitiannya dibatasi pada bagaimana konsepsi dan pemikiran dakwah Prof. Dr. A. Suminto yang merespon Problematika masyarakat modern dan responnya berupa solusi yakni kontekstualisasi ajaran Islam dalam pola pikir masyarakat modern, aplikasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan, peningkatan kualitas SDM para da’i, aktualisasi dakwah bil hal, merumuskan metodologi dakwah yang tepat dan kondusif serta memanfaatkan media massa sebagai sarana dakwah.

3. Pemikiran Dakwah dan Pola Kaderisasi K.H. Imam Zarkasyi, skripsi ini disusun oleh Deden Mauli Derajat, Mahasisiwa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2008. Penelitiannya dibatasi pada bagaimana pemikiran dakwah KH. Imam Zarkasyi, Bagaimana Pola kaderisasi KH. Imam Zarkasyi, bagaimana hubungan pemikiran dakwah dan pola kaderisasi menurut KH. Imam Zarkasyi

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis pada saat ini diberi judul “Pemikiran Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari, dalam buku


(21)

Dzikrullah Sepanjang Waktu“, penelitian ini dibatasi pada bagaimana aktivitas dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dan bagaimana pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku Dzikrullah Sepanjang Waktu.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi penulis dapat dirinci sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan, Latar Belakang masalah, Batas dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan pustaka, Sistematika Penulisan

Bab II: Kerangka Pemikiran, Pengertian Pemikiran, Pengertian Dakwah, Pengertian Da’i, Materi Dakwah, Metode Dakwah, Media Dakwah, Efek Dakwah, Tujuan Dakwah, Pengertian Dzikir, The Social Construction of Reality

Bab III: Profil KH. Muhammad Idris Jauhari, Latar Belakang Keluarga, Latar Belakang Pendidikan, Kiprah Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari, Karya KH. Muhammad Idris Jauhari, Sekilas buku Dzikrullah Sepanjang Waktu

Bab IV: Hasil Penelitian, Aktivitas Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari, Analisis Pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam Buku Dzikrullah Sepanjang Waktu


(22)

A. Pengertian Pemikiran

Pemikiran berasal dari kata pikir yang artinya akal budi, ingatan, angan-angan, ahli. Sedangkan berfikir yaitu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Pemikiran adalah proses, cara perbuatan memikir, problem yang memerlukan pemecahan, sedangkan pemikir adalah orang yang cerdik dan pandai yang hasil pemikirannya dapat dimanfaatkan orang lain seperti filosof.1

Berfikir merupakan usaha dalam menggunakan potensi sesuai dengan kapasitas intelektualnya. Kegiatan berfikir diperlukan untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan dan untuk melahirkan sesuatu yang baru.2

Makna etimologi dalam kamus bahasa Indonesia, kata “Pikir” mempunyai arti 1) akal budi, ingatan, angan-angan, 2) kata dalam hati, pendapat atau pertimbangan, sedangkan kata “Berfikir” diartikan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan. “Memikirkan” mempunyai arti mencari daya upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi. Sedangkan “Pemikiran” adalah cara atau hasil pikir. Sebagai berikut menurut para ahli makna dari Pemikiran:

1. Pemikiran atau berfikir adalah kata benda dari aktivitas akal yang ada

dalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa kalbu, atau roh dengan

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 872-873

2

Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hal. 118


(23)

pengamatan dan pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan antar sesuatu.

2. Menurut Ibnu Khaldun: Berfikir atau fikir adalah penjamahan

bayang-bayang yang telah ada di indera, ini dibalik perasaan dan aplikasi akal di dalamnya untuk membuat analisis dan sintesis. 3

Pemikiran adalah hasil dari berfikir. Pemikir adalah orang yang cerdik dan pandai yang hasil pemikirannya dapat bermanfaat bagi orang lain. Kegiatan berfikir diperlukan untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa teknologi, ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan dan lain sebagainya. Buku adalah salah satu bentuk karya intelektual yang dihasilkan dari pemikiran orang yang berfikir.

Kegunaan pemikiran adalah untuk aktualisasi potensi sebagaimana manusia telah dibekali dengan berbagai potensi berupa indera, akal pikiran dan hati. Potensi yang lain adalah kejahatan dan takwa yang Allah ilhamkan kepadanya. Ketika dilahirkan ke dunia, manusia dalam keadaan tidak mengetahui apapun, kemudian dengan segala potensinya manusia berusaha mengembangkan diri menjadi orang yang berfikir dan berilmu pengetahuan. 4

Kegunaan berfikir juga adalah dapat mengangkat derajat manusia menjadi lebih tinggi karena akal merupakan rahmat dari Allah khusus untuk manusia yang membedakannya dengan makhluk Allah yang lain. Di dalam Al-Quran ketinggian derajat orang-orang yang mampu

3

Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Press, 2003), hal. 93 4


(24)

mengembangkan diri khususnya mengembangkan akalnya, yang dibangun tetap atas landasan iman dan takwa disebut dalam Al-Quran secara berulang-ulang dengan istilah yang berbeda-beda dan dalam konteks kualitas yang berbeda-beda pula. Diantaranya Ulul Albab, Ulul Abshar, Uhlu ‘Ilm, ahlu adzikr, ar-Rasikhuun fi al-Ilm, al-Amien, dan lain sebagainya. Dalam berfikir, seseorang mengawali dengan memikirkan hal yang sederhana hingga akhirnya terbentuk pola pikir (Fiqrah) tertentu, dan hal itu sangat dipengaruhi oleh akidah, ideologi, hati nurani, keinginan dan kecenderungan hawa nafsu, lingkungan hidupnya seperti sosial, budaya, ekonomi, politik.5

B. Pengertian Dakwah

Secara etimologi, kata dakwah sebagai bentuk mashdar dari kata da’a

dan yad’u yang artinya memanggil, mengundang, mengajak, menyeru,

mendorong dan memohon.6 Dakwah dalam pengertian ini dapat dijumpai

dalam Al Qur’an yaitu pada surat Yusuf: 33

Artinya : Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh." (QS. Yusuf : 33)

5

Ibid.,, hal. 94 6


(25)

Dan Surat Yunus:25.

Artinya : Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki

orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam) (QS Yunus:25)

Secara terminologis pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia dan akhirat.

Istilah dakwah digunakan dalam Al-Qur’an baik dalam bentuk fi’il

maupun dalam bentuk mashdar berjumlah lebih dari seratus kali. Dalam Al-Qur’an, dakwah dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, 7 kali kepada neraka dan kejahatan.

M. Arifin menyatakan bahwa dakwah adalah suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan serta tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan, serta pengamalan ajaran agama tanpa adanya unsur paksaan.7

Secara bahasa (etimologi) dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu:

“da’a- yad’u- da’watan” yang artinya menyeru, mengajak.8 Dakwah adalah sebuah aktivitas menyeru manusia kepada perubahan yang sejatinya tidak boleh berhenti atau bahkan mati, tetapi ia adalah aktivitas yang harus memiliki kelanjutan atau secara terus-menerus. Karenanya para pelaku dakwah memerlukan aktivis yang mampu mengemban amanat penerus para

7

M. Arifin, Psikologi Dakwah Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara,1993), hal. 6 8


(26)

nabi. Kredibilitas dan kemampuan sang da’i sebagai penentu keberhasilan merupakan tuntutan zaman, sebab semakin bertambah umat manusia yang menerima dakwah, semakin meluas geografi dakwah, semakin dibutuhkan pertambahan wawasan dan keluasan kerja-kerja dakwah.9

Unsur-unsur dakwah adalah komponen yang ada dalam kegiatan dakwah. unsur-unsur dakwah itu adalah:

1. Da’i (pelaku dakwah) adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan dan perbuatan, baik dilakukan secara individu, kelompok atau organisasi.

2. Mad’u (mitra dakwah atau penerima dakwah) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau penerima dakwah yaitu manusia secara keseluruhan.

3. Maddah (materi dakwah) adalah isi pesan atau materi yang disampaikan oleh da’i pada mad’u. materi dakwah dapat dikelompokkan menjadi : a) akidah (keimanan), b) syari’ah (ibadah dan muamalah), c) akhlak.

4. Wasilah (media dakwah) adalah alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah (Ajaran Islam). Hamzah yaqub membagi media dakwah menjadi lima macam yakni media lisan, tulisan, audio visual, dan akhlak.

5. Thariqah (metode dakwah) adalah metode yang digunakan dalam dakwah. metode dakwah adalah cara untuk menyampaikan materi dakwah. Dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125 :

9


(27)

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. an-Nahal: 125)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa metode dakwah terdiri dari tiga

bentuk yaitu, hikmah artinya metode dakwah dengan mempertimbangkan

kemampuan rasional akal si penerima dakwah, mau’idzoh hasanah artinya metode menggunakan dalil dan argumentasi yang tepat sehingga mad’u

menjadi puas menerima materi yang diberikan. Mujadalah billati hiya

aahsan yaitu metode tukar pikiran atau diskusi menjawab bila mad’u menanyakan kebenaran materi dakwah.

6. Atsar (efek dakwah) sering juga disebut dengan feedback atau umpan balik dari sebuah proses dakwah. efek sangat berguna untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menjalani dakwah.

C. Pengertian Da’i

Da'i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi/lembaga.


(28)

Secara umum kata da'i ini sering disebut dengan sebutan mubaligh

(orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti

penceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah) dan sebagainya. Siapa

saja yang menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya menjadi seorang da'i. Dengan demikian, wajib baginya untuk mengetahui kandungan dakwah baik dari sisi akidah, syariah, maupun dari akhlak. Berkaitan dengan hal-hal yang memerlukan ilmu dan keterampilan khusus, maka kewajiban berdakwah, dibebankan kepada orang-orang tertentu.

Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da'i adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok

bagi tugas ulama. Ahli dakwah adalah waad, mubaligh mustamain

(juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.10

Da'i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi terhadap problema yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.11

D. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da'i kepada mad'u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi materi dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri.

10

H.M.S. Nasaruddin Lathief, hal. 20 11

Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al- Qardawi Harmoni antara Kelembutan dan Ketegasan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), hal. 18


(29)

Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:

1. Masalah Akidah (Keimanan)

Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah

Islamiah.12 Aspek akidah ini yang akan membentuk moral atau akhlak

manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah akidah atau keimanan. Di mana seorang dai mengajak mad’u untuk mengimani hanya kepada Allah.

2. Masalah Syariah

Hukum atau syariah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syariah merupakan sumber yang melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syariah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban dikalangan kaum muslim.13

Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Syariah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non muslim, bahkan hak-hak seluruh umat manusia.

12

Akidah ('aqidah) secara harafiah berarti "sesuatu yang terbuhul atau tersimpul secara erat atau kuat". Wacana tersebut lalu dipakai dalam istilah agama Islam,yang mengandung pengertian “Pandangan pemahaman, atau ide (tentang realitas) yang diyakini kebenarannya oleh hati". Yakni, diyakini kesesuainnya dengan realitas itu sendiri. Apabila suatu pandangan, pemahaman, atau ide diyakini kebenarannya oleh hati seseorang, maka berarti pandangan, paham, atau ide itu telah terikat di dalam hatinya. Dengan demikian, hal itu disebut sebagai akidah bagi pribadinya. Hubungan apa yang diyakini oleh hati seseorang dan apa yang diperbuat (amalnya) bersifat kualitas; akidah menjadi sebab dan amal perbuatan menjadi akibat. Lihat, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 2002), hal. 9-11.

13

Ismail R. Al-Faruqi, Menjelajah Atlas Dunia Islam, (Bandung: Mizan, 2000), hal. 305. Disebutkan pula bahwa hukum yang membentuk syariat itu dibagi menjadi berapa bagian, yaitu ibadah dan peribadatan, status pribadi, kontrak, kesalahan atau kerugian, hukum pidana, hukum konstitutional, perpajakan dan keuangan publik, hukum administrasi, hukum tanah, hukum perdagangan, hukum internasional, etika, dan perilaku pribadi.


(30)

Dengan adanya materi syariah ini, maka tatanan sistem dunia akan teratur dan sempurna.

Materi dakwah yang menyajikan unsur syariat harus dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang jelas dibidang hukum

dalam bentuk status hukum yang bersifat wajib, mubbah (dibolehkan),

dianjurkan (mandub), makruh (dianjurkan supaya tidak dilakukan), dan

haram (dilarang).

Karya tulis KH. Muhammad Idris Jauhari yaitu Dzikrullah sepanjang waktu yaitu termasuk pada materi yang membahas tentang syariah, bagaimana seorang muslim menjalankan perintah dan hukum-hukum Allah.

3. Masalah Mu’amalah

Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu'amalah lebih besar porsinya dari pada urusan ibadah. Muamalah disini seperti bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, dengan sesama manusia dan lain sebagainya.

Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial dari pada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam muamalah di sini, diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.

4. Masalah Akhlak

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari "Khuluqun" yang berarti budi pekerti, perangai, dan tingkah laku atau


(31)

tabi’at. Ilmu akhlak bagi oleh Al-Farabi, tidak lain dari bahasan tentang keutamaan-keutamaan yang dapat menyampaikan manusia kepada tujuan hidupnya yang tertinggi, yaitu kebahagiaan dan tentang berbagai kejahatan atau kecurangan yang dapat merintangi usaha pencapaian tujuan tersebut.14

Berdasarkan pengertian ini, maka ajaran akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Akhlak dalam Islam bukanlah norma ideal yang tidak dapat diimplementasikan dan bukan pula sekumpulan etika yang terlepas dari kebaikan norma sejati.15

Materi akhlak ini diorientasikan untuk dapat menentukan baik dan buruk, akal, dan kalbu berupaya untuk menemukan standar umum melalui kebiasaan masyarakat. Karena ibadah dalam Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak. Dengan demikian, orang bertakwa adalah orang yang mampu menggunakan akalnya dan mengaktualisasikan pembinaan akhlak mulia yang menjadi ajaran paling dasar dalam Islam.16

E. Metode Dakwah

Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt sebagai berikut:

14

Abdul Adz Dahlan, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT lchtiar Van Hoeve, 2002), hal. 190.

15

Affandi Muchtar, Ensiktopedia Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve 2002), hal. 326.

16

Harun Nastition, Islam Rasional Gagasan dan Pemikirannva, (Bandung: Mizan. 1989), hal. 58-60.


(32)

Artinya “ Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik

…….“ ( Q.S. An-Nahl : 125 ).

Dari ayat tersebut dapat dipahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, metode mujadalah billati hia ahsan.

Nabi Muhammad Saw bersabda :

ْﻦ

يأر

ْﻢﻜْ

اًﺮﻜْ

ناو

ﺎﺴ ﻓ

ﻊﻄﺘﺴ

ﻢﻟ

ناو

ﺪﻴﺑ

ﺮﻴﻐﻴ ﻓ

ﻊﻄﺘﺴ

ﻢﻟ

نﺎﻤ ﻻا

ﻌﺿأ

ﻚﻟذو

Artinya: “Siapa di antara kamu melihat kemungkaran, ubahlah dengan

tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” (H.R. Muslim).

Dari hadits tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;

1. Metode dengan tangan (bilyadi), tangan di sini bisa dipahami secara

tekstual ini terkait dengan bentuk kemungkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa dipahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.

2. Metode dakwah dengan lisan (billisan), maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat dipahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.


(33)

3. Metode dakwah dengan hati (bil qolb), yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek

bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh, maka hati

da’i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW hanya ditentukan oleh akhlak yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat. Seorang da’i harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan metode dakwah yang dilaksanakan oleh KH. Muhammad Idris Jauhari ada beberapa seperti metode dakwah lembaga sosial yang

berbentuk dalam sebuah pesantren dan juga metode dakwah bil qalam atau

dakwah dalam bentuk karya tulis.

F. Media Dakwah

Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk

menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad'u. Untuk

menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Ada beberapa macam media dakwah, sebagai berikut:


(34)

1. Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan sebagainya.

2. Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat-menyurat, korespondensil, spanduk dan sebagainya. Berdakwah melalui karya tulis adalah salah satu metode dakwah seorang da’i yang ingin mengajak dan menjelaskan kepada pembaca atau mad’u tentang Islam dan mengajak agar ummat Islam dapat meningkatkan kualitas keimanannya sebagai hamba Allah.

3. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur dan sebagainya.

4. Audiovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang indra

pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televisi, film, slide, OHP, internet dan sebagainya.

5. Akhlak yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang

mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad'u.

G. Efek Dakwah

Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Artinya, jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da'i dengan materi dakwah,

wasilah, dan metode tertentu, maka akan timbul respon dan efek (atsar) pada mad'u (penerima dakwah).

efek(Atsar) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da'i.


(35)

Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal efek sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis efek dakwah, maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah yang akan terulang kembali. Sebaliknya dengan menganalisis efek dakwah secara cermat dan tepat, maka kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya

(corrective action). Demikian juga strategi dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.

Jalaluddin Rahmat menyatakan bahwa efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenak khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan

dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk pada

perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku”17

H. Tujuan Dakwah

Setiap aktivitas apapun harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu tujuan dakwah harus jelas dan terukur agar usaha dakwah dapat diukur berhasil atau gagalnya. Tujuan dakwah adalah untuk membentuk pribadi muslim agar mempunyai iman yang kuat, berakhlak karimah, berprilaku sesuai dengan hukum-hukum yang disyariatkan Allah.

17

Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, (Bandung: 1982), hal. 269.


(36)

Tujuan untuk masyarakat adalah untuk membentuk agar masyarakat senantiasa sejahtera dan penuh dengan suasana ke-Islaman. Suatu masyarakat yang senantiasa mematuhi peraturan-peraturan yang telah disyariatkan oleh Allah, baik yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan sesama, hubungannya dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Tujuan dakwah untuk mengajak manusia agar menolak tuhan-tuhan selain Allah (Thaghut) dan beriman hanya pada Allah sehingga

1. Keluar dari kondisi yang “gelap”

2. Menuju hidup yang penuh cahaya/nur atau kondisi yang terang benderang

(sukses di dunia dan akhirat).

Tujuan utama dakwah yaitu memberikan perwujudannya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat yang diridhai Allah.

I. Pengertian Dzikir

Dzikir adalah satu aktivitas ibadah dengan satu tujuan yakni mendekatkan diri kepada Allah. Setiap muslim akan memahami bahwa Allah SWT merupakan Dzat Yang Maha Suci dan tidak dapat dekat dengan-Nya kecuali siapa saja yang menyucikan dirinya.

Dzikir selain untuk menyerap dan meresonansi hati pelaku dengan energi positif dari Allah SWT, maka juga bertujuan untuk menghasilkan pancaran nilai energi. Pancaran nilai energi ini memiliki fungsi dalam dua sifat yaitu bersifat vertikal atau hubungan dengan Allah, dan bersifat horizontal atau hubungan dengan manusia.18

18

Yunus Hanis Syam, Hidup Sehat Dengan Dzikir Kesehatan, (Yogyakarta: Lukita, 2010), hal. 15, 18-19


(37)

Menurut Shalih Ahmad Asy Syami, barang siapa yang berdzikir kepada Allah dengan hatinya, maka ia seorang pedzikir. Barang siapa yang berdzikir kepada Allah tidak dengan hatinya, maka ia bukan pedzikir. Karena lisan adalah pelayan hati dan pengikut setianya.19

Ibnu Qoyyim Al-Jauzi dalam kitabnya “Al-Wabilus Shayyib” menjelaskan bahwa dzikir adalah obat hati yang dapat menghadirkan ketenangan, ketentraman dan penghilang rasa depresi, resah, gundah dan sedih. Satu fakta menyatakan bahwa perasaan-perasaan tersebut merupakan sumber datangnya sakit dalam diri manusia. Hikmah dzikir yang terpenting adalah menumbuhkan sifat optimis (kepastian) dalam diri manusia dan menyadarkannya bahwa dia tidak sendiri dalam usaha menghadapi berbagai permasalahan dalam hidupnya.20

Di dalam buku Dzikir Orang-orang Sukses yang ditulis oleh Aam Amiruddin dan M. Arifin Ilham, bahwa pengertian dzikir sebagai berikut:

1. Dzikir yang menunjukkan pada arti Al-Quran

Allah berfirman pada ayat-ayatnya berikut:

Artinya: “sesungguhnya kami-lah yang menurunkan az-dzikra (al-Quran)

dan sesunggunya kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr:15).

Ad-dzikra dalam ayat tersebut bermakna Al-Quran. Imam Ibnu Qayyim berpendapat, Dzikrullah itu ialah dengan Al-Quran yang Allah

19

Shalih Ahmad Asy Syami, Wasiat Abdul Qadir, (Jakarta: PT. Aqwam Media Profetika, 2010), hal. 81

20

Yunus Hanis Syam, Hidup Sehat Dengan Dzikir Kesehatan, (Yogyakarta: Lukita, 2010), cet. Ke-I, hal. 10-11


(38)

turunkan kepada Rosul-Nya, dengannya akan tenang hati orang yang beriman, karena hati tidak akan tenang kecuali dengan iman dan yakin. Dan tidak ada jalan untuk memperoleh keimanan dan keyakinan kecuali

dengan Al-Quran.” Mengapa az-dzikra bermakna Al-Quran? Ada korelasi

makna antara Al-Quran dan dzikir, kalau dzikir diartikan sebagai peringatan begitu pula Al-Quran yang berisi tentang peringatan.

2. Dzikir yang merujuk pada arti “Shalat” Allah berfirman :

Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. Thaha:14).

Dan juga Allah berfirman:

Artinya: “dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Ankabut:45)

3. Dzikir merujuk pada arti Jumat Allah berfirman sebagai berikut:


(39)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila di seru untuk

menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggakanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Jumu’ah:9). Shalat Jumat memiliki keistimewaan karena dilaksanakan seminggu sekali, shalat ini dapat disebut sebagai dzikir mingguan. Shalat Jumat juga memiliki rangkaian lebih banyak dibandingkan shalat lima waktu, di mana seluruh rangkaiannya merupakan dzikrullah, mulai dari persiapan seperti mandi dan berpakaian, shalat intizhar, mendengarkan khutbah, sampai shalat Jumatnya.

4. Dzikir yang menunjuk pada arti mengingat-Nya

Allah berfirman dalam Al-Quran:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu, supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada


(40)

cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Ahzab :41-43)21

Dzikir dalam pengertian inilah yang dipahami oleh sebagian besar orang. Saat muncul kata dzikir, maka yang ada dibenaknya adalah mengingat Allah dengan membaca kalimat-kalimat dzikir.

Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan agar mukmin berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang banyak, dzikir dalam arti mengingat-Nya. Baik menggunakan kalimat dzikir dengan kalimat-kalimat dzikir atau hanya dengan lintasan dihati saja. Makna dari ayat “Dzikir yang banyak” yang dimaksud bukan banyak dalam arti jumlah atau bilangan tertentu, karena bila kata tersebut berpatokan pada bilangan, maka tidak ada kejelasan korelasi dengan kata “banyak” itu sendiri karena kata “banyak menunjukkan sesuatu yang relatif. Seratus bisa bermakna banyak, akan tetapi bila bilangan itu dibandingkan dengan bilangan seribu maka seratus menjadi sedikit. Ini menujukan bahwa kata “banyak” memakai standar jumlah bilangan, sangatlah relatif. Untuk itu dalam ayat tersebut dalam mempraktekkan dzikir yang banyak sesuai perintah yang terkandung dalam ayat tersebut adalah dengan berupaya untuk selalu sadar dan senantiasa berada dijalan-Nya dalam setiap langkah dan gerak hidup, baik disertai ucapan asma Allah atau tidak.

Dzikir berasal dari kata “dzakara-yudzakkiru-dzikr” yang berarti

mengingat (dalam hati) atau menyebut (dengan lisan). Mengingat atau

21

Aam Amiruddin dan M. Arifin Ilham, Dzikir Orang-Orang Sukses, (Bandung: Khazanah Intelektual, 2009), cet. Ke-II, hal. 2-11


(41)

menyebut sesuatu biasanya selalu muncul dari rasa cinta yang mendalam. Seperti dalam prakata arab mengatakan:

ْﻦ

أ

ْﻴًﺌ

ا

ْآﺜ

ْﻦ

ْآذ

Artinya: “Siapa yang mencintai sesuatu, pasti akan selalu mengingat dan

menyebut-nyebutnya

Dan cinta sejati biasanya selalu muncul dari keyakinan, persaksian dan pengakuan atas kelebihan dan kebaikan dari sesuatu tersebut. Cinta yang bersumber dari keyakinan inilah yang memunculkan sikap patuh, tunduk dan loyal untuk merasa dekat dengan kekasih yang dicintai dan selalu menjalankan apapun yang dikehendakinya.

Kata dzikrullah itu pada umumnya berupa perintah untuk mengingat dan menyebut Allah sebanyak-banyaknya, di mana saja, kapan saja, dan dalam situasi apa saja, baik suka atau duka, sendirian atau bersama-sama. Sedangkan kata dzikrullah berupa kalimat berita pada umumnya berisi janji-janji Allah untuk orang-orang yang selalu berdzikir kepada-Nya serta ancaman Allah bagi mereka yang tidak berdzikir (melupakan atau lupa kepada Allah).

وﻟ

ْآﺬ

ﷲا

أ

ْآ

ْﺮ

Artinya: “Dan sungguh dzikrullah itu lebih besar.” (Al-‘Ankabut: 45)

Para ulama menafsirkan bahwa “dzikrullah” adalah ingatnya seorang hamba kepada Allah. Dan itu lebih besar keutamaannya di sisi Allah dari pada ibadah-ibadah lainnya. Tetapi sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “dzikrullah” di sini adalah ingat-Nya Allah kepada hamba-Nya, sesuai dengan firmannya:

ْذﺎ

آ

ْو

أ

ْذ

آ

آ

ْﻢ


(42)

Artinya: “Ingatlah kalian kepadaku, maka Aku pasti ingat kepada kalian.” (Al-Baqarah:152)

Dan ingatnya Allah kepada hamba-Nya ini lebih besar nilainya di sisi Allah dari pada ingatnya si hamba kepada Allah.

1. Jenis-jenis Dzikrullah

a. Basmalah

Setelah memantapkan niat dalam hati, seorang muslim seharusnya memulai aktivitas apapun dengan basmalah.

Basmalah adalah salah-satu bentuk dzikrullah yang menegaskan bahwa kita memulai pekerjaan ini dengan, atas nama atau karena Allah, semata-mata untuk mengharap taufik, hidayah, ma’unah, ‘inayah, rahmah, barokah dan ridho-Nya. Lafadz basmalah seperti “ بسمالل الرحمنالرحيم

b. Tasbih dan Taqdis

Tasbih adalah sebuah pengakuan yang jujur, kuat dan benar atas kesucian Allah dari segala apa saja yang tidak layak bagi-Nya, dan atas kesucian Allah dari segala bentuk penyifatan siapapun yang tidak bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Lafadz tasbih seperti “ﷲانﺎ ﺳ ” yang artinya Maha suci Allah.

c. Tahmid

Tahmid adalah suatu bentuk ekspresi rasa syukur kepada Allah dengan memuji-Nya. Ekspresi ini harus dilandasi oleh pengakuan dalam hati bahwa segala apa yang kita miliki atau kebaikan yang kita saksikan dan rasakan, muncul atau terjadi semata-mata karena rahmat dan


(43)

d. Tahlil

Tahlil adalah mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan bahwa Allah tidak butuh kepada yang selain-Nya, dan yang lain-Nya butuh kepada-Nya. Lafadz tahlil seperti “ﷲاﻻا ﻟاﻻ

e. Takbir

Takbir adalah mengakui bahwa Allah-lah yang Maha besar dan selain Allah adalah kecil dan bahwa segala urusan yang berhubungan dengan Allah adalah urusan yang terbesar dan selain itu urusan kecil. Lafadz

takbir seprti “ الل أكبر

f. Hauqalah

Hauqalah adalah suatu bentuk ekspresi akan kelemahan diri, karena tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah. Contoh lafadz

hauqalah (ﷲﺎﺑﻻاةﻮﻗ ﻻولﻮﺣﻻ) yang artinya “tiada daya untuk menolak sesuatu yang bahaya dan mendatangkan sesuatu yang bermanfaat melainkan dengan Allah”.

g. Hasbalah

Hasbalah adalah suatu bentuk ekpresi pemasrahan total kepada Allah,

lafadz hasbalah yang paling utama (ﷲا ﺎ ﺣ\ﻲ ﺣ) yang artinya

“cukuplah Allah bagiku/bagi kami”.

h. Istighfar

Istighfar adalah suatu ekpresi pengakuan atas dosa-dosa yang telah dilakukan sambil memohon ampun dari Allah. Lafadz istighfar seperti


(44)

(أستغفر الل العظيم) yang artinya “ Aku memohon ampun kepada Allah yang maha agung”.

i. Shalawat kepada Rosulullah SAW

Shalawat adalah ekpresi pengakuan dan persaksian seorang muslim terhadap kerasulah Nabi Muhammad SAW dan pernyataan rasa cinta kepada beliau, sekaligus sebagai manifestasi dari perintah Allah dalam Al-Quran. Allah berfirman:

Artnya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada

nabi (Muhammad. SAW), wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah dan bersalamlah kepadanya.” (Al-Ahzab:56)

j. Tilawah Al-Quran (membaca)

Tilawah/Membaca Al-Quran adalah salah satu ekspresi dari dzikrullah,

sebab tidak mungkin seorang muslim membaca Al-Quran dengan tartil

dan khusu’, kecuali karena didorong oleh hasrat untuk mengingat Allah dan menyebut asma Allah (dzikrullah). Membaca Al-Quran adalah ibadah yang berpahala di sisi Allah karena kita diperintahkan-Nya untuk selalu membacanya.

k. Melaksanakan Shalat

Shalat adalah salah-satu bentuk dzikrullah yang paling utama, sebagaimana firman Allah:

ْﺮ ْآأ

ﷲا

ﺮْآﺬﻟو

)

تﻮ ﻜ ﻌﻟا

:

45

(


(45)

Para jumhur ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan dzikrullah dalam ayat ini adalah “shalat” karena ayat sebelum kalimat dzikrullah ini Allah menerangkan tentang fungsi shalat yang dapat mencegah pelakunya dari kekejian dan kemungkaran.

Untuk itu hampir dari semua jenis dzikrullah yang disebutkan di atas (seperti Basmalah, Hauqolah, Hamdalah, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, dan lain sebagainya) semua terdapat dalam shalat. Seperti dalam firman Allah:

...

ىﺮْآ

ﺬﻟ

ةﻮ ﱠﺼﻟا

ﻢ أو

…dan tegakkan shalat untuk mengingat-Ku”22

2. Macam-macam Dzikir

a. Dzikir bil ‘Amal : yaitu segala perbuatan yang tujuannya untuk mengingat Allah. Misalnya, seorang siswa atau mahasiswa tidak pernah mencontek di saat ujian karena dia tahu bahwa Allah selalu mengawasi setiap saat dan kesempatan.

b. Dzikir ‘Aqliyah : yaitu dzikir orang-orang yang berilmu (Ulil Albab)

dengan cara tafakkur dan tadabbur. Mereka menggunakan ilmu yang

dimiliki untuk berdzikir kepada Allah. Ini penting karena ketika ilmuan tidak menggunakan ilmunya untuk berdikir kepada Allah maka ilmunya cenderung akan membuat mereka sombong.

22

Muhammad Idris Jauhari, Dzikrullah Sepanjang Waktu, (Sumenep Madura: Mutiara Press, 2008), hal. 1-16


(46)

c. Dzikir bil Lisan : yaitu setaip ucapan yang di lafalkan dengan tujuan untuk mengingat Allah. Misalnya, ucapan istighfar, takbir, tahmid, dan tahlil

setelah selesai shalat lima waktu. Dzikir lisan terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Dzikir Ma’tsur

Yaitu dzikir yang bersumber dari al-Quran dan as-sunnah. Terdapat banyak dzikir dan do’a yang tertera di dalam Al-Quran dan telah di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui Hadisnya.

2) Dzikir Ghairu Ma’tsur

Yaitu dzikir yang tidak berdasarkan pada Al-Quran dan as-Sunnah, semata-mata hanyalah ijtihad para ulama, seperti dzikir yang di tulis oleh syeh an-Nawawi Al batani dan lain sebagainya.

3) Dzikir Bil Qalbi

Yaitu hati yang selalu mengingat Allah ketika muncul listasan untuk berbuat maksiat. Misalnya ketika kita berniat untuk mengambil barang orang lain akan tetapi tidak jadi untuk melakukannya karena takut akan azab Allah Swt.23

3. Keutamaan Dzikir

a. Mendapat ketenangan Hati

Allah berfirman,

23


(47)

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. ( Q.S. Ar-Ra’d:28)

Dzikir yang sebenar-benarnya dzikir adalah dzikir yang di dalamnya terucap kalimat-kalimat yang berkarakter dan mampu menembus ruang kalbu yang paling dalam. Hatipun akan selalu hadir dan siap untuk segala hal yang menimpa dengan segala kerelaan dan keridhaan, karena dia yakin bahwa Allah selalu menemani. Semakin menambah kekuatan iman dan istiqamah (terus menerus). Tiada lagi rasa sedih dan rasa takut selain kepada Allah semata.

Allah berfirman:

Artinya: Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Yunus:62)

Adapun ciri-ciri sikap ketenangan hati yang terlahir dari dzikir: 1) Sikap berfikir positif “Positif Thinking

2) Menerima Ketetapan Allah

3) Ikhlas Dalam Bekerja

4) Percaya Diri Dalam Menghadapi Persoalan Hidup

b. Selalu Diingat Oleh Allah


(48)

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Q.S. Al-Baqarah: 152).

Bahwa dzikir akan membawa efek positif pada kedekatan manusia dengan Allah. Kedekatan ini tentu saja berbeda dengan kedekatan seorang manusia dengan manusia. Kedekatan manusia dengan manusia biasanya bersifat temporal karena mudah dipengaruhi oleh kepentingan masing-masing, sehingga ketika kepentingan tersebut tidak terpenuhi maka kedekatan itu mulai pudar.

Berbeda dengan kedekatan manusia dengan Allah yang dibangun dengan dzikir, tentu atas landasan kasih sayang, ketulusan dan ketaatan. Kalaupun ada kepentingan, kepentingan itu hanya datang dari pihak manusia saja, pada hakikatnya, Allah tidak membutuhkan dzikir manusia karena tanpa hal itupun Allah sama sekali tidak akan merugi. Lebih dari itu pula, Allah tetap akan menumpahkan rahmat kepada hamba-Nya yang senantiasa berdzikir (membangun kedekatan) kepada-Nya tanpa batas.

c. Mendapat Perlindungan Allah Pada Hari Kiamat

Rosulullah bersabda, ”Ada tujuh golongan yang akan dilindungi oleh Allah di hari tiada lindungan kecuali lindungan-Nya,……..seseorang yang berdzikir pada Allah dengan menyendiri hingga berlinang air matanya.” (H.R. Bukhari)


(49)

Dihari akhir (kiamat) yang begitu dahsyat sebagai penutup kehidupan dunia, sebagai hari pembalasan untuk orang yang melakukan dosa dan ganjaran baik untuk orang yang melaksanakan amalan shaleh. Di hari inilah di mana tak ada satupun di antara manusia yang dapat mencari tempat sembunyi untuk meminta perlindungan kecuali perlindungan Allah dan bekal amal baik selama di dunia. Akan tetapi betapa murahnya Allah yang mana hadist tadi menjelaskan bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapatkan pertolongan di hari kiamat dan salah satunya adalah mereka yang berdzikir kepada-Nya, berdzikir manakah yang dimaksud hadist tersebut?

Ibnu Hajr Al-Atsqalani menjelaskan dalam kitab Fathul Bary yang menyebutkan bahwa,”Dzikir kepada Allah tersebut dilakukan hati dengan

tadzakkur (mengingat dan menyebut-nyebut atas keagungan-Nya) atau dengan lisan, dengan mengucapkan sejumlah kalimat-kalimat dzikir yang mengagungkan-Nya.”

d. Dapat Melepaskan Pengikat Setan Saat Bangun Tidur

Setan adalah merupakan musuh utama yang nyata untuk manusia. Karena program utamanya adalah mengajak manusia untuk tinggal bersama mereka di neraka kelak. Upaya harian setan yaitu dengan membuat ikatan di kepala manusia yang sedang tidur di malam hari. Dikala manusia tidur setan membuat tiga tali untuk mengikatnya, sehingga ketika dia bangun akan merasa susah dan tidurnya semakin nyenyak. Bangun kesiangan jika sesekali memang terampuni, itupun apabila ada alasan jelas dan dapat diterima.


(50)

e. Menjadikan Hidup Ini Jadi Hidup

Sebagian orang memaknai hidup ini penuh dengan masalah, dengan dzikir kita akan lebih tahu pemaknaan hidup, tujuan hidup akan terpampang jelas, langkah hidup begitu pasti, hidup akan terasa lebih bermakna, hidup tidak akan terasa hampa. Karena dengan dzikir kita dapat mengenal dan dekat dengan Allah.

f. Dapat Melunakkan Hati

Rasululah besabda, ”janganlah kalian memperbanyak bicara kecuali dzikir kepada Allah, karena sesungguhnya bayak bicara tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hati, dan sejauh-jauhnya manusia dari Allah adalah yang hatinya keras.”(H.R. Tirmidzi)

Diantara ucapan yang menjadi keharusan adalah ucapan yang berisi dzikir, mengucap asma Allah dan sifat-sifat-Nya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Basahi selalu bibir kita dengan dzikir karena kedekatan kita dengan Allah akan menjadikan hati kita lunak.

g. Dijauhkan Dari Api Neraka

Rosululah bersabda: “Allah SWT. Berfirman: ‘Keluarlah kalian dari neraka karena mengingat-Ku dihari-harinya atau takut pada-Ku ada disuatu tempat (takut melakukan maksiat)”. (H.R. Tirmidzi)

h. Dilingkupi Rahmat Allah dan Diberkahi Ketenangan

Rosulullah bersabda: “Tidak satupun kaum yang berdzikir kepada Allah kecuali dikelilingi malaikat dan diliput rahmat dan mereka di


(51)

karuniai ketenangan dan Allah senantiasa mengingat mereka”. (H.R. Tirmidzi)24

4. Objek Dzikir

a. Dzikrullah

Dzikrullah adalah dzikir untuk mengingat Allah, tujuannya supaya kita selalu beribadah kepada-Nya. Berdzikir kepada Allah yang dianjurkan bukanlah kuantitas dzikirnya akan tetapi kualitas dzikirnya. Dan inilah dzikir yang biasa dilakukan oleh orang-orang shaleh.

b. Dzikrul Maut

Dzikrul maut adalah mengingat kematian. Kita menjalani hidup memiliki tujuan yaitu untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Sebelum menuju pintu akhirat kita harus melalui pintu akhir dari kehidupan kita yaitu pintu kematian, yang mana pintu ini adalah pintu akhir dalam menjalankan tugas kita sebagai hamba Allah. Salah satu untuk kita memperbanyak amal shaleh yaitu dengan memperbanyak dzikrul maut (mengingat kematian).

c. Dzikrul ‘Azab

Dzikrul ‘Azab adalah mengingat ‘Azab Allah, mengingat ‘Azab Allah juga adalah salah satu memotivasi kita untuk beramal shaleh menuju akhirat.25

5. Fungsi Dzikir

Fungsi zikir menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya’ Ulum Addin” menjelaskan bahwa dengan zikir maka hati menjadi tenang, zikir juga

24

Aam Amiruddin dan M. Arifin Ilham..., hal. 21-35 25


(52)

bisa mendatangkan ilham, menghalangi ruang gerak setan sehingga setan menjauh dari hati manusia. Dan dalam kondisi itulah malaikat memberikan ilham ke dalam hati manusia. 26

Dalam risalah al-Qusyairiyah dijelaskan bahwa zikir adalah rukun (tiang) yang paling kuat sebagai jalan menuju Allah atau bahkan saka guru tarekat mengatakan bahwa seseorang tidak akan bisa sampai kepada Allah bila tidak menjalankan zikir secara tetap.27

Zikir menurut tuntunan syariat Islam dan al-Qur’an adalah menyebut nama dan mengingat Allah dalam setiap keadaan, yang bertujuan untuk menjalin ikatan batin (kejiawaan) antara hamba dengan Allah sehingga timbul rasa cinta dan jiwa muraqabah (merasa dekat dan merasa diawasi oleh Allah Swt). Senada dengan apa yang dijelaskan oleh Hasan al-Banna bahwa zikir menurut ketentuan syariat adalah zikir yang menyebut nama Allah dengan membaca tasbih, tahlil, takbir, istigfar, membaca al-Qur’an, membaca do’a

yang matsur, selain itu juga majlis-majlis yang diadakan untuk dakwah

Islamiyah.28Terkait dengan hal demikian Allah Swt berfirman:

Artinya “ Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut

nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.”( Al-ahzab 41-42 )

26

Imam Al-Ghazali, Dzikrullah Rahasia dan Kekuatan, (Pondok Gede: PT. Sahara Intisains: 2009), cet. Ke-II, hal. 5

27

Simuh, Tasawuf dan perkembangannya dalam Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), cet. Ke-I, hal. 109

28

Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), cet. Ke-I, hal. 210


(53)

J. The Sosial Construction of Reality

Teori ini menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan

Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of

Reality: A Treatise in the sociological of knowledge pada tahun 1966. Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan di alami bersama secara subjektif. Realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat.29

Istilah konstruksi sosial atas realitas didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi di mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial di sekelilingnya. Selain itu juga hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan dan kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus.

Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari:

1. Realitas Objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia obyektif yang berada di luar individu dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan,

2. Realitas Simbolis adalah merupakan ekspresi simbolis dari realitas

obyektif dalam berbagai bentuk,

29

H. M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Tomas Luckman, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2008), cet. Ke-I, hal: 13-14


(54)

3. Realitas Subyektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas obyektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.30

Kaitan teori Social Construction of Reality yang dari segi realitas simbolis dengan pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku dzikrullah sepanjang waktu adalah ketika seorang Da’i menggambarkan proses sosialnya yang dapat menciptakan sebuah realitas simbolis. Yang mana KH. Muhammad Idris Jauhari setelah melalui proses sosialnya melalui tindakan dan interaksinya sehingga dapat memberikan makna pada sebuah realitas dalam bentuk ekspresi simbolis dari realitas obyektif yaitu tentang Dzikir yang dituangkan dalam karya tulisnya berjudul Dzikrullah sepanjang waktu.

Di dalam karya tulisnya tersebut KH. Muhammad Idris Jauhari mengekspresikan simbolis dari sebuah realitas atau menjelaskan tentang sebuah dzikir, mengajak pembaca untuk melaksanakan dzikir secara situasional atau kapan saja (baik sibuk maupun senggang) dan dalam keadaan apa saja (baik sedih maupun senang).

Teori Realitas Simbolis yaitu teori yang menjelaskan sebuah realitas yang diberi makna atau data yang diberi makna. Sama halnya dengan KH. Muhammad Idris Jauhari yang dalam karya tulisnya tersebut, yang mana memberikan penjelasan untuk memaknai kalimat dzikir bukan hanya dalam

kalimat-kalimat lafdhi akan tetapi diterapkan dalam aktivitas kehidupan

manusia selama 24 jam dalam setiap harinya.

30

H. M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Tomas Luckman, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2008), cet. Ke-I, hal: 15, 24


(55)

Memberikan pemahaman tentang dzikrullah dan menggambarkan dzikrullah sepanjang waktu dengan penjelasan untuk menerapkan makna kalimat-kalimat dzikir bukan hanya dalam kalimat lafdhi akan tetapi juga dalam kehidupan nyata sehari-hari agar setiap ummat senantiasa berupaya untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah dengan

istiqomah karena hasil dari selalu mengingat dan menyebut Asma Allah dalam kesehariannya, sehingga selalu merasa bahwa Allah selalu berada di mana setiap manusia itu berada sehingga semua yang dihadapi akan terasa mudah dengan pertolongan Allah dan lebih merasa tawakkal.


(56)

A. Profil KH. Muhammad Idris Jauhari

1. Latar Belakang Keluarga

KH. Muhammad Idris Jauhari lahir pada tanggal 28 Nopember 1950 di Prenduan, sebuah desa yang berada di pinggir selatan kabupaten Sumenep dan hampir mendekati perbatasan antara kabupaten Sumenep dengan kabupaten pamekasan. KH. Muhammad Idris Jauhari adalah putera kedua dari tiga bersaudara yang pertama adalah KH. M. Tidjani Djauhari MA, dan yang ketiga KH. Maktum Djauhari MA. Ayahnya bernama KH. Ahmad Djauhari yang terlahir di desa yang sama yaitu Prenduan. KH. Ahmad Djauhari merupakan pendiri dari pondok pesantren Al-Amien. Pada awal mulanya pondok ini bernama pondok Tegal, karena berlokasi di atas tanah tegalan yang letaknya kurang lebih 150 m. Sebelah utara masjid Jamik Prenduan. Dimana pada awal berdirinya pondok ini hanya memiliki dua lembaga pendidikan tingkat dasar, yaitu Mathlabul Ulum (putra) dan Tarbiyatul Banat (putri).

Di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Djauhari demi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap putra-putri mereka, maka pada tahun 1975 dibukalah lokasi baru di sebelah timur pondok putra guna menampung santriwati yang berdatangan dari desa Prenduan dan sekitarnya. Mereka ditampung di sebuah lembaga pendidikan yang bernama Sekolah Persiapan Mu'alimat di bawah asuhan keponakan dan


(57)

cucu dari alhmarhum KH. Ahmad Djauhari, yaitu Hj. Shiddiqah Wardi dan KM. Asy'ari Kafie.

Sekolah persiapan Mu'alimat ini kemudian dikembangkan menjadi madrasah Tsanawiyah (1980), Madrasah Aliyah (1983) dan Tarbiyatul Mu'alimat Al-Islamiyah (diresmikan oleh Nyai Hi. Dra. Arisah Fatimah Zarkasyi putri dari M. Zarkasyi guru KH. M. Idris Djauhari pada tahun 1985. Sementara di pondok Tegal Madrasah Mathlabul Ulum. Tarbiyatul Banat serta Madrasah Ibtida'iyah yang pernah didirikan oleh almarhum KH. Ahmad Djauhari tetap dipertahankan eksistensinya, bahkan dibuka lagi beberapa madrasah lain yaitu Taman kanak-kanak (1984), Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah khusus untuk putra (1983). Semuanya di bawah pimpinan keponakan almarhum M. Musyhab Fatawi.

Kemudian dibuka Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) tahun 1983 di bawah pimpinan Ustadz Jamaluddin Kafie yang sekarang dipimpin oleh putra terakhir dari almarhum KH. Ahmad Djauhari yaitu KH. Maktum Djauhari, dan pesantren Tinggi Al-Amien (PTA) tahun 1983 yang aktif berjalan pada tahun 1989. Pada tahun 1989, KH. Tidjani Djauhari kembali dari Mekkah, maka pucuk kepemimpinan dan pengasuh pondok pesantren diserahkan kepada KH. Tidjani Djauhari. Sedangkan KH. Muhammad Idris Jauhari menjadi Direktur Tarbiyatul Mu'alimin Al-Islami (TMI) sampai sekarang.

2. Latar Belakang Pendidikan

Seperti halnya anak-anak lainnya, pada umur 7 tahun KH. Muhammad Idris Jauhari memasuki jenjang pendidikan dasar (SD) pada


(58)

pagi hari, dan di siang harinya mengikuti Pendidikan Madrasah Ibtida'iyah (MI) yang penyelenggaraan pendidikannya dilaksanakan setelah setelah dhuhur. Untuk itu KH. Muhammad Idris Jauhari sejak di jenjang pendidikan dasar telah mengenal dasar-dasar pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam di samping ilmu pengetahuan umum, ini mencerminkan semangat keilmuan dan keagamaannya yang mendapatkan akar dukungan yang kuat dalam tradisi lingkungannya.

Dan semangat itu pula yang mendorongnya untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu ke Pondok Pesantren pada tahun 1965, dan yang menjadi alternatif kelanjutan pendidikannya adalah Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo yang tergolong sebagai pondok pesantren yang memiliki popularitas Nasional bahkan Internasional. Hal ini sesuai dengan pemikiran dan pandangan ayahnya yang menginginkan putra-putranya untuk menuntut ilmu dalam rangka mempersiapkan diri menjadi kader-kader penerus perjuangannya dalam lapangan pendidikan. Agar nantinya pondok pesantren yang didirikannya menjadi pondok pesantren yang representatif serta mampu menjawab tantang zaman dan tuntutan umat. Di pondok pesantren Gontor ini, KH. Muhammad Idris Jauhari nyantri selama 6 tahun mulai dari tahun 1965 sampai tahun 1970, dengan memasuki lembaga pendidikan Kulliyatul Mu'alimin Al-Islami (KMI) dengan masa tempuh 6 tahun dari kelas satu sampai dengan kelas enam.

Lembaga pendidikan Kulliyatul Mu’alimin Al-Islami (KMI) setingkat dengan Madrasah Tsanawiyah - Madrasah Aliyah (MTs - MA)


(1)

3. Penulis: Nilai-nilai dasar dakwah menurut KH. Muhammad Idris Jauhari seperti apa?

KH. Muhammad Idris Jauhari: karena dia lanjutan dari Risalah, jadi nilai-nilai dasarnya ya...sama dengan risalah. Umpamanya Risalah itu harus bersumber dari kejujuran, keikhlasan, niat yang bener, nah...dakwah juga begitu.

Jadi apa yang sudah diletakkan oleh Rosulullah dari nilai-nilai dasar itulah yang kita lanjutkan. Dakwah itu kan lanjutan dari Risalah? Risalah ini kan sudah punya nilia-nilai dasar, maka ini yang kita lanjutkan. Seperti juga nilai-nilai Tauhid, trus nilai-nilai kebersamaan dan perjuangan.

4. Penulis: Metode dakwah menurut perspektif KH. Muhammad Idris Jauhari seperti apa?

KH. Muhammad Idris Jauhari: metode dakwah itu bicara metode itu tergantung pada jenis dakwahnya. Kan dakwah itu minimal ada tiga :

1. Dakwah Bil Maqal atau Bil Lisan: dakwah ini yang bersifat verbalistik, contohnya seperti Tabligh-tabligh, pidato dan lain sebagainya.

2. Dakwah Bil Hal: dakwah yang langsung menyangkut praktek dilapangan, contohnya seperti mengadakan sunnatan masal, kerja bakti sosial dan lain sebagainya.

3. Dakwah Bil Kitabah: dakwah melalui tulisan,

Yang jelas metode dakwah itu tergantung kepada jenis dakwahnya, dan yang paling penting dari dakwah itu sendiri adalah dakwah itu harus dilandasi dengan niat yang ikhlas, dan ketika kita ingin mengetahui metode dakwah terlebih dahulu kita harus mengetahui objek dakwahnya dan sasarannya juga harus jelas baru kita bicara tentang metode.

5. Penulis: Bagaimana menurut KH. Muhammad Idris Jauhari, latar belakang sosiologis dakwah?

KH. Muhammad Idris Jauhari: Sosiologi dakwah itukan bicara tentang sujek dakwah, tentang ilmu-ilmu yang berhubungan dengan subjek dakwah sekaligus objeknya. Jadi ilmu-ilmu tentang kemasyarakatan, yang ada kaitannya dengan dakwah. Sosiologi dakwah kan itu.


(2)

Umpamanya menyangkut masyarakat itu harus begini, harus begitu, nah ini kita cari bagaimana kaitannya dengan dakwah tentang teori-teori sosiologi itu kan perlu disesuaikan dengan tujuan dakwah itu sendiri.

6. Penulis: Seperti apa konsep dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari ketika berdakwah?

KH. Muhammad Idris Jauhari: ya...yang jelas saya ingin melanjutkan Risalah yang telah dirintis oleh Nabi, itu konsep paling mendasar. Jadi dalam berdakwah itu, saya terikat dengan cara-cara Rosul dalam menyampaikan Risalah. Maka refrensi utama saya adalah Rosulullah, lewat sejarah beliau dalam menyampaikan Risalah. Karena memang dakwah adalah lanjutan dari Risalah. Banyak lagi tentang konsep-konsep, metodenya, tapi yang terpenting kita menjadikan Risalah Rosul itu pelaksanaannya sebagai refrensi kita.

7. Penulis: Menurut KH. Muhammad Idris Jauhari, seberapa besar pengaruh seorang Da’i, yang berdakwah menggunakan media dakwah bil kitabah atau dakwah dalam bentuk karya tulis?

KH. Muhammad Idris Jauhari: kalau dakwah bil kitabah itu, yang jelas lebih abadi, karena gak mudah hilang. Dan dibaca oleh sebanyak-banyaknya orang. Jadi yang menyangkut objek dakwah itu lebih luas dari pada seperti dakwah bil lisan, kalau bil lisan kan sebatas apa, dimana, dan sangat terbatas. Saya kira itu.

8. Penulis: Apa saja dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari kepada masyarakat di luar pondok pesantren?

KH. Muhammad Idris Jauhari: yang saya lakuakan yang pertama, saya ada kelompok-kelonpok pengajian yang diikuti beberapa kyai, ketua-ketua ta’mir, trus dakwah bil hal saya ada semacam Bitul Mal Wat Tamwil, ada gerakan-gerakan social yang dilakukan oleh pondok ini kepada masyarakat. Trus dakwah bil kitabah saya suka nulis, termasuk salah satunya ya..buku ini,,,buku Dzikrullah sepanjang waktu ini.


(3)

B. PEMIKIRAN DAKWAH KH. MUHAMMAD IDRIS JAUHARI DALAM KARYANYA DZIKURRULLAH SEPANJANG WAKTU

1. Penulis: Bagaimana konsep dakwah yang ditanamkan oleh KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku dzikurullah sepanjang waktu?

KH. Muhammad Idris Jauhari: meliputi tiga unsur: pertama, upaya untuk selalu mengingat Allah dengan cara menghubungkan setiap apapun yang dilihat, didengar, dirasakan dan peristiwa apapun yang dialami dengan keagungan dan kekuasaan Allah. Kedua, upaya untuk selalu menyebut asma Allah yang Maha Agung dengan lisan yang fasih dan kalimat-kalimat Thoyyibah. Ketiga, upaya mengimplementasikan ingatan dan sebutan tersebut dengan menjalan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Seorang yang beriman kepada Allah akan bergetar hatinya disaat dia mendengar kalimat Allah. Untuk itu, seseorang yang berdzikir hendaknya melalui tiga aspek. Berdzikir dengan pengucapan lisan, dimantapkan dalam hati dan diimplementasikan ucapan lisan dan ingatan tersebut dalam perbuatan sehari-hari dengan menta’ati perintah Allah dan menajauhi larangan Allah.

2. Penulis: Seperti apa dzikir yang dimaksud dalam buku Dzikrullah Sepanjang Waktu?

KH. Muhammad Idris Jauhari: Berdikir itu sesugguhnya untuk pembentukan pribadi yang bertaqwa dan pembentukan pribadi agar menta’ati perintah Allah, menjauhi larangan Allah. Orang yang berdzikir dan istiqomah maka ia akan selalu merasa bahwa Allah selalu melihat setiap gerak-gerikya di muka bumi ini.

Dzikir yang dikembangkan adalah dzikir bisa secara Lafdhi dan dzikir juga yang bukan hanya lafdhi atau bukan hanya secara lisan, akan tetapi dzikir yang dikembangkan dengan alam nyata, jadi kalimat-kalimat dzikir disini dimaknai lebih luas lagi. seperti kalimat hamdalah, dan doa-doa Ma’tsurah yang diajarkan oleh Rosulullah, yang berisi:

ﺷاناﻰ زواﻲﺑر ﻲ ﺖﻤﻌ ايﺬﻟاﻚﺘﻤﻌ ﺮﻜ

...

Jadi mengembangkan dzikir dari arti lafdhiyah kepada kenyataan dalam kehidupan.


(4)

3. Penulis: Apa kendala-kendala yang sering KH. Muhammad Idris Jauhari rasakan, disaat melaksanakan konsep dzikir ini?

KH. Muhammad Idris Jauhari: untuk saya pribadi? (Penulis: Iya) Ya... harus menghindari gangguan Hati, kadang bersifat sum’ah, ’Ujub gitu, kadang Riya’, Riya’ itu pamer. Adaaa saja dihati itu, kalau pengen dapat pujian orang. Kadang sudah gak bener. Tapi secara fisik, capek, itu kita gak bisa melakukan dzsikir resmi, hanya saya berusaha agar melakukan dzikir itu, walaupun tidak dilakukan tidak secara resmi, dan bagaimana caranya agar hati saya selalu melekat dan dekat ke Allah. Dan itu sebetulnya keutamaan dzikir. 4. Penulis: Bagaimana metode dzikir yang ada dalam buku dzikrullah

sepanjang waktu?

KH. Muhammad Idris Jauhari: metode untuk menerapkan makna kalimat-kalimat dzikir dan doa-doa bukan hanya dalam kalimat lafdhi akan tetapi juga dalam kehidupan nyata sehari-hari agar setiap ummat senantiasa melaksanakan dzikrullah dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah dengan istiqomah karena hasil dari selalu mengingat dan menyebut Asma Allah dalam kesehariannya, sehingga selalu merasa bahwa Allah selalu berada di mana setiap manusia itu berada sehingga semua yang dihadapi akan terasa mudah dengan pertolongan Allah dan lebih merasa tawakkal.

Penulis: Apa metode dzikir yang efektif, untuk mendatangkan rasa khusu’ kepada Allah?

KH. Muhammad Idris Jauhari: Yaa... konsentrasi, yang pertama itu dan dilakukan di tempat suci, tenang, itu salah satu cara menciptakan rasa khusu’. Tapi yang lebih penting menurut saya yaitu suasana hati, kita nyambung kepada Allah, merasakan bahwa Allah itu yang Maha. Itulah yang akan menimbulkan rasa kekhusyu’an, yakni bukan hanya sekedar baca “ La ilaha illa allah” tapi juga penghayatan terhadap makna dari dzikir.

5. Penulis: Pesan-pesan apa yang KH. Muhammad Idris Jauhari tanamkan kepada masyarakat, untuk meningkatkan dzikurullah?

KH. Muhammad Idris Jauhari: Yaitu dengan mengarang buku, dengan mengajak mereka istighosah, salah satu cara untuk mengajak ummat agar


(5)

melakukan dzikrullah. Dan juga melalui karya tulis ini mengajak kepada mad’u untuk lebih mudah menerapkan dzikrullah disetiap waktu dalam kesehariannya, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali selayaknya untuk menerapkan dzikrullah. Dan dalam keadaan apa saja, di dalam buku ini diberikan metode untuk melaksanakan dzikrullah dalam keadaan apa saja yang dirasakan baik ketika seseorang dalam suasana senang maupun sedih.

Di dalam buku ini ada metode praktis untuk menerapkan makna kalimat-kalimat dzikir bukan hanya dalam kalimat lafdhi akan tetapi juga dalam kehidupan nyata sehari-hari agar setiap ummat senantiasa berupaya untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah dengan istiqomah karena hasil dari selalu mengingat dan menyebut Asma Allah dalam kesehariannya, sehingga selalu merasa bahwa Allah selalu berada di mana setiap manusia itu berada sehingga semua yang dihadapi akan terasa mudah dengan pertolongan Allah dan lebih merasa tawakkal.

6. Penulis: Pesan-pesan apa yang ingin KH. Muhammad Idris Jauhari sampaikan kepada pembaca, melalui buku “Dzikrullah sepanjang waktu”

KH. Muhammad Idris Jauhari: Pesannya agar mereka jadi ahli dzikir dan menyadari hakekat dzikir itu, yang mana dzikir itu sebagai kebutuhan, kebutuhan hidup.

Saya ingin masyarakat menyadari tugas utama dia dalam hidup ini, tugas utamanya itu melakukan dzikrullah sepanjang waktu dimana saja, kapan saja. Walaupun tidak dalam bahasa arab. Artinya disitu saya ingin mengajak pembaca untuk mengingat Allah sepanjang waktu, dalam keadaan apa saja, kemudian saya uraikan dalam buku ini bahwa dzikrullah secara situasional: 1)secara zamani (secara situasi atau keadaan), 2) secara tempat (dimana saja)


(6)