11 Taman Siswa lahir pada 3 Juli 1922 dengan nama asli “Nationall
Onderwejis Instituut Taman Siswa”. Taman Siswa didirikan atas dasar
keprihatinan terhadap situasi dan nasib bangsa Indonesia yang terjajah. Taman Siswa selalu berusaha untuk bersatu dengan rakyat, maka dalam
waktu yang singkat Ki Hadjar Dewantara mendapatkan pengikut yang banyak Darsiti Soeratman, 1983 : 2. Taman Siswa merupakan badan
perjuangan yang berjiwa nasional; suatu pergerakan sosial yang menggunakan kebudayaan sendiri sebagai dasar perjuangannya Sartono
Kartodirdjo dalam Darsiti Soeratman, 1983 : 2. Taman Siswa tidak hanya menghendaki pembentukan intelek, tetapi juga dan terutama pendidikan
dalam arti pemeliharaan dan latihan susila Ki Hadjar Dewantara, 1977 : 58.
b. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara dihormati dan dikagumi sebagai bapak pendidikan nasional dan tanggal kelahirannya ditetapkan oleh pemerintah
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara bercorak nasional pada awalnya muncul dalam rangka
mengubah sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan nasional yang berdasarkan pada kebudayaan sendiri Haryanto, 2011 : 14.
Dipilihnya bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai medan perjuangan tidak terlepas dari “strategi” untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajah. Adapun logika berpikirnya relatif sederhana; apabila rakyat diberi pendidikan yang memadai maka wawasannya semakin luas,
12 dengan demikian keinginan untuk merdeka jiwa dan raganya tentu akan
semakin tinggi Sugihartono dkk, 2007 : 124. Lorens dalam kamus filsafat 1996 : 793 - 794 menjelaskan bahwa
pemikiran merupakan sebuah aktivitas dalam bentuk kegiatan mental beserta hasilnya, yang berkenaan dengan aspek metafisika, universalia, dan
epistemology, yang tergantung pada pandangan seseorang. Pengertian tersebut diperjelas Lorenz dengan menggunakan pendekatan platonic
bahwa, pemikiran dapat diartikan sebagai sebuah dialog batin dengan menggunakan ide-ide abstrak yang sama sekali tidak fiktif dan memiliki
realitasnya sendiri. Selanjutnya, pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran disebut
dengan filsafat pendidikan Ali Saifullah, 1991 : 118. Buku Taman Siswa Dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan
yang diterbitkan pada tahun 1990 oleh Persatuan Bekas Murid Taman Siswa memuat salah satu tulisan Herbert Anthony Shadeg tentang filsafat
pendidikan Ki Hadjar Dewanatara. Shadeg membenarkan fakta bahwa gagasan Dewantara mengenai pendidikan telah dipengaruhi oleh pemikiran
tokoh pendidikan lainnya seperti John Dewey, Frobel dan Montessori. Dewantara setuju dengan gagasan Dewey yang merumuskan bahwa
pendidikan ialah termasuk suatu kepercayaan kepada kemampuan lingkungan untuk mendukung aktivitas-aktivitas yang berguna, dengan
syarat bahwa lingkungan didekati dan diperlakukan dengan cara yang tepat. Ki Hadjar Dewantara ingin meluaskan pengajaran kepada massa, karena
13 pendidikan itu tidak hanya terbatas pada golongan atas saja. Keluasan
pikiran Dewantara, toleransinya yang besar memberi contoh-contoh yang bagus didalam lembaga pendidikan Taman Siswa. Kebebasan dijunjung
atas dasar umum saling menghormati. Shadeg menarik kesimpulan bahwa Dewantara adalah seorang nasionalistis yang masih menjaga sifat
tradisional, natural, kultural maupun aset-aset spiritual bangsanya sendiri. Inilah yang menjadi kekuatan dalam mendasari filsafat pendidikannya
seperti diwujudkan dalam Taman Siswa, yang kemudian mempengaruhi dan membentuk sistem pendidikan di seluruh Indonesia.
Ali Saifullah H.A dalam bukunya yang berjudul Antara Filsafat dan Pendidikan
, mengemukakan bahwa teori pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara memang menunjukkan adanya sesuatu yang dianggap penting
dalam kaitannya dengan pembahasan hubungan antara filsafat dan teori pendidikan, sebagai salah satu contoh yakni definisi pendidikan nasional
dari Ki Hadjar Dewantara:
“Pendidikan Nasional ialah pendidikan yang berdasarkan garis-garis hidup bangsanya kultural nasional dan ditujukan untuk keperluan peri
kehidupan, yang dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas bekerjasama dengan lain-lain bangsa untuk
kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia.”
Definisi pendidikan nasional tersebut telah disesuaikan dengan dasar-dasar filsafat pendidikan nasionalnya dan yang dijadikan asas dasar
pendidikan dalam
perguruan Taman
Siswa yang
dibentuknya. Dewantaraisme mendasarkan diri pada filsafat tradisional, dimana
14 didalamnya termasuk cabang metafisika, yang mengakui hakekat kenyataan
yang bersifat metafisis transendental Ali Saifullah, 1991 : 126. Buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara
keseluruhan yang didalamnya banyak terdapat perbedaan-perbedaan dan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut tidak boleh membeda-bedakan
agama, ras, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai
kemerdekaan yang asasi Sugihartono dkk, 2007 : 125.
c. Pendidikan Karakter