14 didalamnya termasuk cabang metafisika, yang mengakui hakekat kenyataan
yang bersifat metafisis transendental Ali Saifullah, 1991 : 126. Buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara
keseluruhan yang didalamnya banyak terdapat perbedaan-perbedaan dan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut tidak boleh membeda-bedakan
agama, ras, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai
kemerdekaan yang asasi Sugihartono dkk, 2007 : 125.
c. Pendidikan Karakter
Istilah “karakter” dalam bahasa Yunani dan Latin “character” berasal dari kata “charassein” yang artinya mengukir corak yang tetap dan
tidak terhapuskan Kristi Wardani, 2010 : 232. “Karakter” merupakan sebuah kata yang artinya watak, ciri khas seseorang sehingga ia berbeda dari
orang lain Sastrapradja, 1978 : 247. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama,
baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan
siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat Suyanto dalam Kristi Wardani, 2010 : 232
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai luhur
sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil, dimana tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan
15 dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan Haryanto, 2011 : 4.
Menurut Zainal Aqib dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa
, pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memberikan tiga matra penting di setiap tindakan
edukatif maupun campur tangan intensional bagi kemajuan pendidikan. Matra ini adalah individu, sosial dan moral.
Jika kita tilik dari pengalaman sejarah bangsa, pendidikan karakter sesungguhnya bukan hal baru dalam tradisi pendidikan di Indonesia.
Beberapa pendidik Indonesia yang kita kenal seperti Kartini, Ki Hadjar Dewantara, Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Natsir, dan lain-lain, telah
mencoba menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang
mereka alami Zainal Aqib, 2011 : 40. Ki Hadjar Dewantara dengan Taman Siswanya telah berjasa dalam
menanam rasa cinta air kepada bangsa Indonesia. Selain itu, Taman Siswa juga menekankan kepada kehalusan budi dan moral yang tinggi. Ini adalah
merupakan salah satu syarat yang pokok bagi ketahanan nasional. Suatu bangsa akan jaya apabila bangsa itu memiliki moral yang tinggi, dan suatu
bangsa akan binasa apabila bangsa itu telah rusak moralnya Mukti Ali dalam 50 Tahun Taman Siswa, 1976 : 48.
16
d. Revitalisasi