Pengaruh rasio kecukupan modal dan kredit macet terhadap penyaluran kredit : (studi kasus pada PT.Bank Mega Tbk Periode 2004-2011)
(2)
(3)
160
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Melinda Roheni
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 16 Mei 1991
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Bungursari IV Rt. 08 Rw. 05 Pasirlayung
Cibeunying Kidul Padasuka Bandung 40192
DATA PENDIDIKAN
TK DARUSSALAM BANDUNG 1996 - 1997
SD NEGERI CIUJUNG IV BANDUNG 1997 - 2003
SMP NEGERI 14 BANDUNG 2003 - 2006
SMA SUMATERA 40-1 BANDUNG 2006 - 2009
(4)
“
The Influence Of Capital Adequacy Ratio and Non-Performing
Loans to Loans
”
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jenjang Studi Strata Satu Program Studi Akuntasi
Disusun Oleh:
Nama : Melinda Roheni
Nim : 21109046
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(5)
vi
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “PENGARUH RASIO KECUKUPAN MODAL DAN KREDIT
MACET TERHADAP PENYALURAN KREDIT”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Hal ini tidak terlepas dari kekurangan dan pengalaman penulis. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan penelitian ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan. Namun penulis berusaha untuk
menanggulanginya. Kritik dan saran sangat membangun penulis harapkan agar
penyusunan ini lebih baik lagi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu :
1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia.
2. Prof. Dr. Hj. Ernie Trisnawati Sule, S.E., M.Si, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
3. Dr. Surtikanti, SE., M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi
(6)
vii
5. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dan dukungan dalam menempuh pendidikan untuk bekal di masa
depan.
6. Puja Pratama Mahardian yang selalu memberikan dukungan dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
7. Shinta, Fitrya, Elsa, Jesica dan Ria yang senantiasa mendukung dalam
bimbingan Skripsi.
8. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan
dukungan yang tulus.
Akhir kata semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat
imbalannya yang setimpal dari Allah SWT dan penulis berharap semoga Skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pihak-pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
Walaikumsalam. Wr. Wb.
Bandung, Juli 2013
(7)
viii LEMBAR PERNYATAAN
MOTTO ... iii
ABSTRACK ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 7
1.2.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 8
1.3.1 Maksud Penelitian ... 8
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8
(8)
ix
1.5.1 Lokasi Penelitian ... 10
1.5.2 Waktu Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 11
2.1 Kajian Pustaka ... 11
2.1.1 Rasio Kecukupan Modal ... 11
2.1.1.1 Pengertian Modal ... 11
2.1.1.2 Tata Cara Perhitungan Pemenuhan Kebutuhan Modal Minimum ... 15
2.1.1.3 Pengertian Rasio Kecukupan Modal ... 17
2.1.1.4 Perhitungan Rasio kecukupan Modal ... 18
2.1.2 Kredit Macet ... 19
2.1.2.1 Pengertian Kredit Macet ... 19
2.1.2.2 Kualitas Kredit... 20
2.1.2.3 Pengertian Non Performing Loan (NPL) ... 29
2.1.2.4 Perhitungan Non Performing Loan (NPL) ... 30
2.1.2.5 Hal-hal Yang Mempengaruhi Non Performing Loan .... 31
2.1.2.6 Teknik Penyelesaian Kredit Macet ... 32
(9)
x
2.1.3.4 Tujuan Penyaluran Kredit ... 36
2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 36
2.2 Kerangka Penelitian ... 39
2.2.1 Hubungan Rasio Kecukupan Modal dengan Penyaluran kredit ... 39
2.2.2 Hubungan Kredit Macet dengan Penyaluran Kredit ... 40
2.3 Hipotesis ... 43
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 44
3.1 Objek Penelitian ... 44
3.2 Metode Penelitian... 44
3.2.1 Desain Penelitian ... 46
3.2.2 Operasionalisasi Variabel ... 48
3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data ... 50
3.2.3.1 Sumber Data ... 50
3.2.3.2 Teknik Penentuan Data ... 51
3.2.4 Populasi dan Penarikan Sample ... 52
3.2.4.1 Populasi Penelitian ... 52
3.2.4.2 Sampel Penelitian ... 52
3.2.5 Metode Analisis dan Perancangan Hipotesis ... 53
(10)
xi
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 67
4.1.1.1 Sejarah Perusahaan ... 67
4.1.1.2 Struktur Organisasi ... 69
4.1.1.3 Uraian Tugas ... 70
4.1.1.4 Aktivitas Perusahaan... 79
4.1.2 Analisis Deskriptif ... 82
4.1.2.1 Perkembangan Rasio Kecukupan Modal yang ada di PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011... 82
4.1.2.2 Perkembangan Kredit Macet yang ada di PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011... 88
4.1.2.3 Perkembangan Kredit yang disalurkan di PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011... 92
4.1.3 Analisis Verifikatif ... 97
4.1.3.1 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 97
4.1.3.2 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 104
4.1.3.3 Pengaruh Rasio Kecukupan Modal terhadap Penyaluran Kredit ... 107
4.1.3.4 Pengaruh Kredit Macet terhadap Penyaluran Kredit ... 110
4.1.3.5 Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet Terhadap Penyaluran Kredit... 114
(11)
xii
4.2.2 Pengaruh Kredit Macet terhadap Penyaluran Kredit ... 121
4.2.3 Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet terhadap Penyaluran Kredit ... 123
BAB V KESIMPULAN & SARAN ... 125
5.1 Kesimpulan ... 125
5.2 Saran ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... 129
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 133
(12)
xiii
Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Rasio Kecukupan Modal di
PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011 ... 86
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Kredit Macet atau (Non-Performing
Loan) di PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011 ... 91
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Kredit yang diberikan di
PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011 ... 96
Gambar 4.4 Grafik Normalitas ... 99
Gambar 4.5 Daerah Kriteria Pengujian Autokorelasi ... 103
Gambar 4.6 Grafik Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho pada Uji t
(Rasio Kecukupan Modal terhadap Penyaluran Kredit) ... 110
Gambar 4.7 Grafik Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho pada Uji t
(Kredit Macet terhadap Penyaluran Kredit) ... 113
(13)
xiv
Kredit PT. Bank Mega Tbk periode 2006-2011 ... 5
Tabel 1.2 Jadwal Penelitian ... 10
Tabel 2.1 Bobot Risiko Aktiva Neraca ... 16
Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ... 29
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu ... 36
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 47
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel ... 49
Tabel 3.3 Kriteria Nilai Durbin Watson ... 59
Tabel 3.4 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 63
Tabel 4.1 Perkembanga Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio) di PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011 ... 83
Tabel 4.2 Perkembangan Kredit Macet atau (Non-Performing Loan) di PT. Bank Mega Tbk periode 2004-2011... 89
Tabel 4.3 Perkembangan Kredit di PT. Bank Mega Tbk Periode 2004-2011 ... 93
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Asumsi Normalitas ... 98
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Asumsi Multikolinieritas ... 100
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas ... 101
(14)
xv
Penyaluran Kredit ... 107
Tabel 4.11 Coefficients untuk Uji t ... 109
Tabel 4.12 Koefisien Korelasi Kredit Macet atau (Non-Performing Loan) dengan Penyaluran Kredit ... 111
Tabel 4.13 Coefficients untuk Uji t ... 112
Tabel 4.14 Koefisien Determinasi ... 114
(15)
xvi
Lampiran 1 Struktur Organisasi PT. Bank Mega Tbk ... 133
Lampiran 2 Laporan Keuangan Tahunan 2004-2005 PT. Bank Mega Tbk ... 135
Lampiran 3 Laporan Keuangan Tahunan 2006-2007 PT. Bank Mega Tbk ... 139
Lampiran 4 Laporan Keuangan Tahunan 2008-2009 PT. Bank Mega Tbk ... 143
Lampiran 5 Laporan Keuangan Tahunan 2010-2011 PT. Bank Mega Tbk ... 147
Lampiran 6 Laporan Keuangan Tahunan 2012 PT. Bank Mega Tbk ... 151
Lampiran 7 Hasil Verifikatif menggunakan Software SPSS versi 20 ... 153
Lampiran 8 Surat Balasan dari IDX (Indonesia Stock Exchange) ... 158
Lampiran 9 Surat Keterangan Penyerahan Hak Eksklusif ... 159
(16)
129 Operasional. Jakarta: Gramedia.
Andi Supangat. 2007. Statistika: Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Non Parametrik. Jakarta: Kencana.
As, Mahmoedin. (2002). Etika Bisnis Perbankan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Bogoev, Jane. 2010. Banks’ Risk Preferences and Their Impact on the Loan Supply Function: Empirical Investigation for the Case of the Republic of Macedonia. Privredna Kretanja I Ekonomska Politika, 124.
Dahlan Siamat. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan “Kebijakan Moneter dan Perbankan”, edisi kesatu. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Danang Sunyoto. 2011. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi. Yogyakarta: CAPS. Dias Satria & Rangga Bagus Subegti. 2010. Determinasi Penyaluran Krdit Bank
Umum Di Indonesia Periode 2006-2009. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 14(3), 415-424.
Djoko Retnadi. (2006). Memilih Bank Yang Sehat, Kenali Kinerja & Pelayanannya. Jakarta: Elek Media Komputindo.
Donald R.Cooper and Pamela S.Schindler. 2006. Bussines Research Methods, 9th edition. Singapore: McGraw Hill International Edition.
Fakuda, Shin-Ichi., Kasuya, Munehisa., & Nakajima, Jouci. 2006. Deteriorating Bank Health and Lending in Japan: Evidence from Unlisted Companies under Financial Distress. Journal of the Asia Pacifik Economy, 11(4), 1.
Gujarati, Damodar. 2003. Basic Economietrics Fourth Edition. Singapore: Mc. Graw Hill International Edition.
Rahman, Hasanuddin. 1998. Aspek – Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Herman Darmawi. 2012. Manajemen Perbankan. Cetakan ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.
(17)
130 15(1), 130-138.
Ito, Takatoshi., & Sasaki, Yuri nagataki. 1998. Impacts Of The Base Capital Standard On Japanese Banks Behaviour. NBER WORKING PAPER No. 6730.
Jane Bogoev’. 2010. Banks’ Risk Preferences and Their Impact on the Loan Supply
Function: Empirical Investigation for the Case of the Republic of Macedonia. Privredna Kretanja I Ekonomska Politika, 124.
Jhon Hendri. 2009. “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Dan Suku Bunga Riil Terhadap
Cadangan Primer Dan Kredit Untuk Nasabah Bank Mandiri”. Tesis UniversitasGunadarma. Jakarta.
Juda, dkk. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis; Fakta, Penyebab dan implikasi Kebijakan. Jakarta: Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia.
Kasmir. 2012. Dasar-dasar Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
______. 2010. Dasar-dasar Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
______. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Kuncoro dan Suhardjono, 2011. Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi): Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Luh Gede Meydianawathi. (2007). Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Buletin Studi Ekonomi, 12(2), 134-147.
Lukman Dendawijaya. 2006. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
__________________. 2005. Manajemen Perbankan: Cetakan Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia.
(18)
131
Mack Tracey. 2011. The Impact of Non-performing Loans on Loan growth. Working Paper IMF (International Monetary Fund).
Masyhuri Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: PT. Refika Aditama.
Manurung, Mandala, dan Prathama Rahardja. 2004. Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Moch.Nazir. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.
Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih. 2010. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Suku Bunga Kredit, Non Performance Loan (NPL), dan Tingkat Inflasi Terhadap Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) DI Jawa Tengah. Jurnal TEKNIS, 5 (1), 25 – 31
Nasrun Tamin. 2012. Kiat Menghindari Kredit Macet. Jakarta: Dian Rakyat.
Nuryakin, Chaikal dan Perry Warjiyo. 2006.“Perilaku Penawaran Kredit bank di Indonesia: Kasus Pasar Oligopoli Periode Januari 2001 –Juli 2005”.
PSAK No 31 Akuntansi Perbankan
Ridwan dan Sunarto. 2007. Pengantar Statistik untuk Penelitian Sosial Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Ri’fat Pasha. 2009. Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit Serta Identifikasi Peluang Ekspansi Pembiayaan Kredit Sektoral Di Wilayah Kerja KBI Malang. Jurnal Keuangan & Perbankan, 13(1), 148-164.
Selamet Riyadi. 2006. Banking Assets And Liability Management, edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Singgih Santoso. 2002. SPSS Versi 11.5 Cetakan Kedua. Jakarta: Gramedia.
Susilo, Y. Sri., Triandaru, Sigit., & Santoso, A. Totok Budi. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
(19)
132
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.
________. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
________. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cetakan ke-tiga. Bandung: Alfabeta.
________. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta ________. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Takatoshi Ito dan Yuri Nagataki Sasaki. 1998. Impacts Of The Base Capital Standard On Japanese Banks Behaviour. NBER WORKING PAPER, 6730.
Tony Wijaya. (2009). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Umi Narimawati, Sri D. A., & Lina I. 2010. Penulisan Karya Ilmiah:Paduan Awal Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir. Jakarta: Penerbit Genesis.
Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif : Teori dan Aplikasi. Bandung: Agung Media.
Warjiyo, Perry. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.
www.bankmega.com www.finance.detik.com www.keuangan.kontan.co.id
(20)
1
1.1 Latar Belakang Penelitian
Begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan “nyawa” untuk menggerakkan roda perekonomian suatu Negara. Anggapan ini tentunya tidak salah, karena fungsi bank sebagai lembaga keuangan
sangatlah vital, misalnya dalam hal penciptaan uang, mengedarkan uang,
menyediakan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat mengamankan uang,
tempat melakukan investasi dan jasa keuangan lainnya. (Kasmir, 2012:3).
Sebagai lembaga keuangan, kegiatan sehari-hari tidak akan terlepas dari
bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang
dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang
yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat
melalui pemberian pinjaman atau kredit. (Kasmir, 2012:32).
Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil
dihimpun oleh masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan Lending.
Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dilakukan melalui pemberian pinjaman
yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Kredit yang diberikan
oleh bank terdiri dari beragam jenis, tergantung dari kemampuan bank yang
menyalurkannya. (Kasmir, 2012:35).
Kemampuan menyalurkan kredit oleh perbankan dipengaruhi oleh
(21)
internal bank terutama dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam menghimpun
dana masyarakat dan penetapan tingkat suku bunga. Dan dari sisi eksternal bank
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan lain - lain. (Djoko
Retnadi, 2006).
Perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana
yang tersedia yang bersumber dari DPK, tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi
bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri seperti
permodalan atau CAR (capital adequacy ratio), jumlah kredit macet atau NPLs
(non performing loans), dan LDR (loan to deposit ratio). (Warjiyo, 2004).
Penawaran kredit, di lain pihak, juga ditentukan oleh suku bunga kredit
dan faktor-faktor lain seperti karakteristik internal kreditur (bank), yang meliputi
kapasitas kredit (Dana Pihak Ketiga), efisiensi operasional (BOPO), kualitas asset
perbankan, permodalan, dan non-performing loans (NPLs). Secara teori, suku
bunga kredit berhubungan positif dengan jumlah kredit yang ditawarkan, cateris
paribus. Sementara itu, rendahnya efisiensi dan kualitas asset perbankan,
tingginya NPLs, rendahnya modal dan kapasitas kredit akan menurunkan
penawaran kredit. (Nuryakin & Warjiyo, 2006:26).
Sebuah bank adalah sebuah perusahaan yang usaha pokoknya adalah
menghimpun dana dan menyalurkan dana. Sehubungan dengan usaha pokoknya
ini bank mempunyai sejumlah kegiatan yang khas yang membedakannya dengan
perusahaan lainnya. Ciri khas itu terlihat pada struktur permodalannya, di mana
modalnya sangat kecil dibandingkan dengan total asetnya. Ketentuan dalam Paket
(22)
dipenuhi oleh sebuah bank umum adalah 8% dari total asetnya (CAR=8%), sesuai
dengan ini berarti bahwa 92% asset bank adalah milik masyarakat, andaikata
kolektibilitas pinjaman suatu bank adalah 92% tergolong lancar, maka berarti
modal milik bank sendiri telah terbenam dalam kredit bermasalah, dan yang
dioperasikan sehari-hari sebenarnya adalah modal masyarakat. (Herman Darmawi,
2012:15)
Meski tingkat permodalan bank secara agregat telah positif sejalan dengan
telah selesainya program rekapitalisasi, kewajiban pemenuhan CAR minimal 8%
pada akhir tahun 2001 merupakan salah satu faktor internal yang membatasi ruang
gerak perbankan dalam memberikan kredit. Bank-bank merasa bahwa CAR
sebesar 8% pada akhir tahun 2001 sulit dicapai, sehingga bank-bank menjadi lebih
berhati-hati untuk menyalurkan kredit. (Juda dkk, 2001:24).
Demikian pula dengan setiap pemberian kredit, pasti dihadapkan kepada
risiko macet. Artinya munculnya kredit macet bukanlah hal yang mustahil. Kredit
macet merupakan permasalahan yang sering muncul baik di Negara-negara
berkembang maupun di Negara maju. Pada perusahaan-perusahaan besar pun
risiko macetnya kredit tetap ada. Macetnya kredit merupakan suatu hal yang sulit
diprediksi dengan tepat, tetapi dapat diantisipasi oleh kreditur atau bank selaku
pemberi kredit. (Nasrun Tamim, 2012:xvii)
Apabila keadaan tersebut terjadi dalam skala yang lebih besar atau secara
nasional maka akan dapat mengganggu jalannya roda perekonomian sebagai
akibat tersendatnya arus barang dan jasa, sebagaimana terjadi pada saat krismon
(23)
Selain kecukupan modal, tingginya NPLs, yang sempat melonjak hingga
di atas 50% pada awal tahun 1999, merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan enggannya perbankan memberikan kredit. Dalam kondisi NPLs
yang tinggi tersebut, perbankan lebih cenderung melakukan konsolidasi internal
guna memperbaiki kualitas asset ketimbang menyalurkan kredit. (Juda dkk,
2001:24).
PT. Bank Mega Tbk. dengan semboyan "Mega Tujuan Anda" tumbuh dengan pesat dan terkendali serta menjadi lembaga keuangan ternama yang
mampu disejajarkan dengan bank-bank terkemuka di Asia Pasifik dan telah
mendapatkan berbagai penghargaan dan prestasi baik di tingkat nasional, regional
maupun internasional. Dalam upaya mewujudkan kinerja sesuai dengan nama
yang disandangnya, PT. Bank Mega Tbk. berpegang pada azas profesionalisme,
keterbukaan dan kehati-hatian dengan struktur permodalan yang kuat serta produk
dan fasilitas perbankan terkini. (www.bankmega.com). Menurut Direktur Utama
Bank Mega Yungki Setiawan dalam paparan public dikantornya, Kamis
(24/11/05) kondisi makro ekonomi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan
penyaluran kredit Bank Mega. Kebijakan tidak menaikkan LDR terlalu tinggi ini
untuk mengantisipasi peningkatan NPL. (www.finance.detik.com). Menurut
Direktur Kredit Bank Mega Daniel Budirahajoe menjelaskan, pukulan krisis
financial global benar-benar menekan pertumbuhan kredit. “Selama semester
pertama 2009, tidak ada booking baru untuk kredit”.
(www.keuangan.kontan.co.id). Adapun kondisi kredit macet atau Non Performing
(24)
Tabel 1.1
Data Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL) dan Kredit PT. Bank Mega Tbk, tahun 2006-2011
Tahun NPL Kredit
(Rp.Jutaan)
2006 1,68%
14,037,263
2007 1,53%
19,000,214
2008 1,18%
18,639,422
2009 1,7%
23,891,435
2010 0,90%
31,797,657 2011
Sumber: Laporan keuangan PT. Bank Mega Tbk 2006-2011
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2008 NPL menurun dan
kredit menurun, hal ini diindikasikan bahwa pada saat itu pengembalian atas
kreditnya tergolong lancar sehingga NPL menurun. Namun bank tersebut memilih
untuk menurunkan kredit padahal pada saat NPL menurun itu peluang baik bagi
bank untuk meningkatkan kreditnya karena pada saat NPL menurun bank
mempunyai banyak modal untuk digunakan sebagai kredit. Kemudian tahun 2009
NPL meningkat dan kredit meningkat, hal ini diindikasikan bahwa terdapat kredit
yang macet dalam pengembaliannya sehingga NPL meningkat. Pada saat NPL
meningkat bank tersebut lebih memilih untuk menaikkan kreditnya padahal pada
saat NPL meningkat maka modal sebuah bank itu terkikis ketika kredit dinaikkan
dalam kondisi NPL sedang tinggi ada kemungkinan terjadi penumpukan kredit
(25)
Hal ini tidak sesuai dengan teori Ali Mahsud (2004:146), Non Performing Loan
(NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL
mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula
risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan
harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal
bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat mempengaruhi besarnya
ekspansi kredit. Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan
dalam menyalurkan kredit.
Semakin tinggi tingkat NPL maka akan mengurangi ekspansi kredit,
dimana pengembalian atas kreditnya tidak optimal, sehingga menyebabkan bank
atau debitur berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Dengan demikian,
pengaruh antara Non Performing Loan (NPL) dengan penyaluran kredit adalah
negatif atau berlawanan arah. Hal tersebut didukung oleh penelitian Billy Arma
Pratama bahwa secara parsial variabel NPL berpengaruh signifikan negatif
terhadap variabel kredit. Hal ini diidentifikasikan bahwa NPL yang meningkat
pada tahun 2009 mencerminkan pengembalian kreditnya tidak optimal, namun
dengan meningkatnya kredit pada saat NPL tinggi menandakan bank belum
optimal dalam mengelola kreditnya, seharusnya pada saat NPL meningkat
sebaiknya bank menurunkan kredit dahulu sampai NPL menurun agar tidak terjadi
NPL yang lebih tinggi lagi.
NPL yang menurun dari tahun sebelumnya pada tahun 2008, kemudian
(26)
bagi bank untuk meningkatkan kredit. Karena pada saat NPL menurun, bank tidak
banyak menyisihkan modal untuk mengcover risiko dari kredit macet. Dengan
Rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) kita dapat menilai sejauh mana sebuah bank
mampu membiayai resiko yang ada dalam suatu kegiatan operasional, misalnya
kredit.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengambil sebuah penelitian
dengan judul “PENGARUH RASIO KECUKUPAN MODAL DAN KREDIT MACET TERHADAP PENYALURAN KREDIT (STUDI KASUS PT. BANK MEGA TBK)”.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. NPL yang meningkat pada tahun 2009 mencerminkan pengembalian
kreditnya tidak optimal, namun dengan meningkatnya kredit pada saat
NPL tinggi menandakan bank belum optimal dalam mengelola
kreditnya, seharusnya pada saat NPL meningkat sebaiknya bank
menurunkan kredit dahulu sampai NPL menurun agar tidak terjadi
NPL yang lebih tinggi lagi.
2. Ketika NPL menurun pada tahun 2008 kemudian bank menurunkan
kreditnya, seharusnya ketika NPL menurun dijadikan peluang bagi
(27)
bank tidak banyak menyisihkan modal untuk mengcover risiko dari
kredit macet.
1.2.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, maka
penulis mencoba merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh rasio kecukupan modal terhadap penyaluran
kredit di PT. Bank Mega Tbk?
2. Seberapa besar pengaruh kredit macet terhadap penyaluran kredit di PT.
Bank Mega Tbk?
3. Seberapa besar pengaruh rasio kecukupan modal dan kredit macet secara
bersama-sama terhadap penyaluran kredit di PT. Bank Mega Tbk?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris
mengenai pengaruh rasio kecukupan modal dan kredit macet terhadap penyaluran
kredit pada PT. Bank Mega Tbk.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris mengenai:
1. Untuk menganalisis besarnya pengaruh rasio kecukupan modal terhadap
penyaluran kredit di PT. Bank Mega Tbk.
2. Untuk menganalisis besarnya pengaruh kredit macet terhadap penyaluran
(28)
3. Untuk menganalisis besarnya pengaruh rasio kecukupan modal dan kredit
macet secara bersama-sama terhadap penyaluran kredit di PT. Bank Mega
Tbk.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis
1. Bagi perusahaan
Diharapkan dapat memberi masukan mengenai Rasio Kecukupan Modal
dan Kredit Macet dalam Penyaluran Kredit pada PT. Bank Mega Tbk. di
masa yang akan datang.
2. Bagi Investor
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan pada pada PT. Bank Mega Tbk berdasarkan
Rasio Kecukupan Modal, Kredit Macet dan Penyaluran Kredit.
1.4.2 Kegunaan Akademis
1. Bagi Penulis:
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pemahaman dalam hal
akuntansi mengenai Rasio Kecukupan Modal, Kredit Macet, dan
Penyaluran Kredit.
2. Bagi Akademika:
Sebagai bagian pemenuhan dan referensi atau bahan rujukan untuk
menambah ilmu pengetahuan maupun untuk mengadakan penelitian lebih
lanjut mengenai Rasio Kecukupan Modal, Kredit Macet, dan Penyaluran
(29)
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada PT. Bank Mega Tbk yang beralamat
Menara Bank Mega Jl. Kapt. Tendean Kav. 12-14A Jakarta 12970 (Telp.
021-79175000).
1.5.2 Waktu Penelitian
Tabel 1.2 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Okt 2012 Nov 2012 Des 2012 Jan 2013 Feb 2013 Maret 2013 April 2013 Mei 2013 Juni 2013 Juli 2013 Agustus 2013 Sept 2013 1
Pra Survei :
a. Persiapan Judul b. Persiapan teori c. Pengajuan Judul d. Mencari Perusahaan
2
Usulan Penelitian:
a. Penulisan UP b. Bimbingan UP c. Seminar UP d. Revisi UP 3 Pengumpulan Data 4 Pengolahan Data
5
Penyusunan Skripsi:
a. Bimbingan Skripsi b. Sidang Skripsi c. Revisi Skripsi d. Pengumpulan draf
skripsi e. Wisuda
(30)
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Rasio Kecukupan Modal
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio yang
menilai kemampuan sebuah bank dalam mengelola modalnya untuk membiayai
resiko dalam kegiatannya, termasuk kredit.
2.1.1.1 Pengertian Modal
Teori tentang Modal (Modal inti dan Modal Pelengkap) serta ATMR
menurut Selamet Riyadi (2006:67-69):
Modal adalah dana yang berasal dari pemilik bank atau pemegang saham
ditambah dengan agio saham dan hasil usaha yang berasal dari kegiatan usaha
bank. Modal terdiri dari Modal Inti dan Modal Pelengkap.
Untuk meningkatkan besarnya Modal bank dapat melakukan dengan cara
penambahan dana baru dari pemilik atau meningkatkan hasil usaha bank,
sedangkan bagi bank yang sahamnya sudah dicatakan di bursa saham tersebut bisa
(31)
a. Modal Inti
Modal inti disebut juga Core Capital atau Tier 1 terdiri atas modal disetor,
agio saham, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan
setelah diperhitungkan pajak, laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak,
dikurangi kerugian tahun lalu, laba tahun berjalan setelah diurangi pajak
(diperhitungkan 50%), dikurangi rugi tahun berjalan, dikurangi goodwill (jika ada)
dan diperhitungkan kekurangan jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif
dari jumlah yang seharusnya dibentuk.
Modal disetor adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh
pemiliknya. Sedangkan di Indonesia bagi bank yang berbentuk hukum Koperasi,
modal disetor terdri atas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan.
Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank
yang dikarenakan harga saham melebihi nilai nominalnya. Modal sumbangan
adalah modal yang diperoleh dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai
yang tercatat dengan harga jual. Modal yang berasal dari donasi pihak ketiga yang
diterima oleh bank yang berbentuk hukum koperasi juga termasuk dalam
pengertian modal sumbangan.
b. Modal Pelengkap
Modal pelengkap disebut juga Supplementary Capital atau Tier 2 terdiri
atas Cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif
(32)
(maksimum 50% dari jumlah modal inti), jumlah modal pelengkap tersebut yang
diperhitungkan menjadi komponen modal maksimal sebesar 100% dari modal inti.
Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari
selisih penilaian kembali aktiva tetap, di Indonesia yang telah mendapat
persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
Penyisihan penghapusan aktiva produktif adalah cadangan yang dibentuk
dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk
menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya
kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva
produktif yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah
maksimum sebesar 1,25% dari jumlah ATMR.
Modal pinjaman atau modal kuasi adalah utang yang didukung dengan
instrument atau warkat yang memiliki sifat seperti modal dengan cirri-ciri sebagai
berikut:
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh.
Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan Bank Indonesia.
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba yang ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk
(33)
Pembayaran bunga dapat ditangguhkan jika bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.
Dalam pengertian modal pinjaman ini termasuk cadangan modal yang berasal
dari penyetoran modal yang belum didukung oleh modal dasar (yang sudah
mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang) yang mencukupi, dan tidak
termasuk debt instrument pasar modal beserta semua derivatifnya.
Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang memenuhi criteria sebagai
berikut:
Ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman.
Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dalam hal ini pada saat bank mengajukan permohonan persetujuan, bank harus
menyampaikan program pembayaran kembali pinjaman subordinasi
tersebut.
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh. Jangka waktu minimal pinjaman 5 tahun.
Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat. Hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala
pinjaman yang ada dalam hal ini kedudukannya sama dengan modal.
Dalam pengertian pinjaman subordinasi termasuk juga utang dalam rangka
kredit yang dananya berasal dari World Bank, Asian Development Bank, Nordic
(34)
pinjaman subordinasi tersebut mulai sejak diterimanya dana tersebut oleh bank
sampai dengan saat jatuh tempo menurut perjanjian penerusan pinjaman tersebut.
Jumlah pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai modal
untuk sisa jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir dikurangi amortisasi yang
dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (prorata).
2.1.1.2 Tata Cara Perhitungan Pemenuhan Kebutuhan Modal Minimum
Untuk menentukan besarnya Modal Minimum bagi suatu bank dapat
dilakukan beberapa tahap, yaitu pertama menetapkan Dasar Perhitungan
Kebutuhan Modal dan kedua menetapkan Bobot Risiko Aktiva yang terdapat pada
Neraca bank serta Bobot Risiko Aktiva Administratif.
a. Dasar Perhitungan Kebutuhan Modal
Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada Aktiva Tertimbang
Menurut Risiko atau ATMR, pengertian aktiva yang dimaksudkan adalah aktiva
yang terdapat pada neraca (on Balance Sheets) dan aktiva yang bersifat
administrative (off Balance Sheets) yang tercermin pada kewajiban yang masih
bersifat kontijen atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi Pihak Ketiga.
b. Bobot Risiko Aktiva Neraca
Dalam menghitung ATMR, terhadap masing-masing pos aktiva diberikan
bobot risiko yang besarnya didasarkan pada golongan nasabah, penjamin serta
(35)
bertahap, maka bobot risiko dihitung berdasarkan besarnya penarikan kredit pada
tahap yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut di atas, maka rincian
bobot risiko untuk semua aktiva neraca bank, baik dalam rupiah, maupun dalam
valuta asing adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Bobot Risiko Aktiva Neraca
Persentase Bobot
Risiko Rekening dalam Neraca Bank
0%
20%
50%
1. Kas
2. Emas dan mata uang emas
3. Tagihan kepada, atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh: a. Pemerintah pusat RI dan BI
b. Bank Sentral Negara OECD dan non-OECD c. Pemerintah pusat Negara OECD dan non-OECD 1. Tagihan kepada, atau tagihan yang dijamin oleh atau
surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh: a. Bank-bank di dalam negeri (termasuk kantor cabang
bank asing)
b. Pemerintah daerah di Indonesia c. Lembaga non-departemen RI
d. Bank-bank pembangunan multilateral seperti ABD, IDB, IBRD, AFBD dan EIB.
e. Bank-bank di luar negeri
f. Perusahaan milik pemerintah pusat Negara OECD 2. Tagihan dalam rangka inkaso Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) yang dijamin oleh hipotik pertama dengan tujuan untuk dihuni kredit real estat tidak termasuk dalam criteria ini.
1. Tagihan kepada, atau tagihan yang dijamin oleh, atau surat berharga yang diterbitkan atau dijamin oleh:
(36)
100%
a. Perum atau perjan b. BUMN atau BUMD
c. Perusahaan pemerintah pusat Negara non-OECD d. Koperasi, perusahaan swasta, perorangan
1. Penyertaan yang tidak dikonsolidasikan 2. Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku) 3. Rupa-rupa aktiva
4. Antakantor aktiva Sumber: Herman Darmawi (2012:102-103)
2.1.1.3 Pengertian Rasio Kecukupan Modal
Menurut Kasmir (2010:295), Capital ratio merupakan:
“Rasio untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan dalam menanggung perkreditan, terutama risiko yang terjadi karena bunga gagal ditagih.”
Menurut Lukman Dendawijaya (2005:121):
“CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan
risiko, misalnya kredit yang diberikan.”
Selain itu, pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) menurut Lukman
Dendawijaya (2006:116-124):
“Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata lain CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko.”
(37)
Menurut Herman Darmawi (2012:18) adalah:
“Bank Indonesia menetapkan bahwa setiap bank wajib menjaga kecukupan modalnya, di mana rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) minimum 4% sampai dengan 7 september 1997, minimum 8% sejak 7 September 2001. Apabila terjadi peningkatan aktiva berisiko dan pembelian aktiva tetap, maka produktivitas aktiva berkurang. Hal ini mempengaruhi laba bank yang merupakan komponen dari modal sendiri. Apabila ketentuan rasio kecukupan modal tidak terpenuhi, akan mengurangi kemampuan ekspansi kredit dan memengaruhi tingkat kesehatan bank.”
Dan menurut Dahlan Siamat (2005:349):
“Salah satu alasan terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit adalah sifat usaha bank sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dengan unit defisit, dan sumber utama dana bank berasal dari masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Permodalan bagi industri perbankan sangat penting karena berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya risiko. Besar kecilnya modal sangat berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk melaksanakan kegiatan operasinya. Selain itu modal juga berfungsi untuk menjaga kepercayaan terhadap aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah.”
2.1.1.4 Perhitungan Rasio Kecukupan Modal
Besarnya modal yang harus dimiliki oleh sebuah bank sesuai dengan
ketentuan dari Bank of International Settlements (BIS) dinilai menggunakan
Capital Adequacy Ratio (CAR).
Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002):
“Perhitungan Capital Adequacy didasarkan pada prinsip bahwa setiap penanaman yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu terhadap jumlah penanamannya. Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR.”
(38)
Perhitungan rasio menurut Lukman Dendawijaya (2006:116-124)
dirumuskan sebagai berikut:
Modal Bank
CAR = x 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Keterangan:
Modal = terdiri atas modal inti dan modal pelengkap ATMR = Aktiva tertimbang menurut risiko
2.1.2 Kredit Macet
Dalam setiap kegiatan usaha terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi,
yaitu untung atau rugi. Di sebuah bank kemungkinan tersebut dapat terjadi dalam
kegiatannya, salah satu kegiatannya adalah menyalurkan dana atau yang disebut
dengan kredit. Kegiatan tersebut terdapat resiko yang melekat, yaitu macetnya
kredit.
2.1.2.1 Pengertian Kredit Macet
Menurut Herman Darmawi (2012:104):
“Pemberian kredit mengandung berbagai risiko yang disebabkan adanya kemungkinan tidak dilunasi kredit oleh debitur pada akhir masa (jatuh tempo) kredit itu. Banyak hal yang menyebabkan kredit itu tidak dapat dilunasi nasabah pada waktunya. Tidak ada keputusan pemberian kredit tanpa risiko. Tidak aka nada bank yang mampu mengembangkan bisnisnya jika bank tersebut selalu menghindar dari risiko. Tetapi tidak semua risiko dapat diterima. Risiko yang dapat diterima adalah risiko yang dapat diukur dengan tepat. Jadi, dalam menentukan apakah akan memberikan suatu pinjaman atau tidak seorang banker harus bisa memperkirakan atau mengukur risiko pinjaman macet.”
Menurut Manurung dan Rahardja (2004:196) tentang kredit bermasalah: “Jika pengelolaannya baik, maka akan menghasilkan benefit bagi bank, begitupun sebaliknya. Jika pengelolaan tidak optimal dan tidak hati-hati, maka
(39)
yang akan mendorong timbulnya kredit bermasalah. Kredit dikatakan bermasalah jika pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali.”
Menurut Nasrun Tamin (2012:72) tentang kredit macet:
“Kredit macet memang sudah merupakan risiko yang melekat dan harus dipikul oleh pemberi kredit. Namun demikian, hal itu dapat diminimalisir untuk menghindari kerugian yang lebih besar misalnya dengan prudential banking, asuransi kredit, agunan yang marketable dan pengikatan yang kuat.”
Pengertian Kredit macet menurut Lukman Dendawijaya (2003:85):
“Kredit macet adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun sejak
jatuh tempo menurut jadwal yang telah diperjanjikan.”
Menurut Nasrun Tamin (2012:2), fasilitas kredit yang berjalan dalam
penilaian BI dikelompokkan dalam 5 Golongan yaitu: “Golongan 1 = lancar (tanpa tunggakan)
Golongan 2 = special mention/perhatian khusus (menunggak 1 bulan) Goongan 3 = kurang lancar (menunggak 3 bulan)
Golongan 4 = diragukan (menunggak 6 bulan) Golongan 5 = macet (menunggak lebih dari 6 bulan)
Golongan 1 disebut juga performing loan (PL), sedangkan Golongan 2-5 disebut non performing loan (NPL).”
2.1.2.2 Kualitas Kredit
Kualitas kredit menurut Kasmir (2012:125-132), bagi dunia perbankan
kredit merupakan unsur utama untuk memperoleh keuntungan. Artinya besarnya
laba suatu bank sangatlah dipengaruhi dari jumlah kredit yang disalurkan dalam
suatu periode. Makin banyak kredit yang disalurkan, maka makin besar pula
(40)
Saat ini hamper semua bank masih mengandalkan penghasilan utamanya
dari jumlah penyaluran kreditnya (spread based). Penghasilan lainnya diperoleh
dari biaya-biaya yang dibebankan kepada nasabah yang membeli jasa-jasa bank
lainnya yang dikenal dengan istilah Fee based. Kedua sumber utama ini harus
dikombinasikan agar laba bank dapat dioptimalkan.
Dalam praktiknya agar laba bank optimal, maka jumlah kredit yang
disalurkan haruslah sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Manajemen harus
menetapkan berapa target kredit yang harus disalurkan setiap periode. Manajemen
juga harus memerhatikan kualitas kreditnya. Hal ini penting karena kualitas kredit
berkaitan dengan risiko kemacetan (bermasalah) suatu kredit yang disalurkan.
Artinya makin berkualitas kredit yang diberikan, maka akan memperkecil risiko
terhadap kemungkinan kredit tersebut macet atau bermasalah. Seperti diketahui
bahwa makin banyak kredit macet maka akan mengakibatkan keuntungan bank
akan turun. Oleh karena itu, dalam hal ini bank perlu menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menyalurkan kredit dengan perlu memerhatikan kualitas kredit yang
disalurkan.
Banyak cara yang dapat dilakukan agar kualitas kredit meningkat atau
kredit yang disalurkan tidak menimbulkan masalah. Untuk menghindari kredit
yang disalurkan bermasalah, maka dalam melepas kreditnya pihak perbankan
(41)
1. Tingkat perolehan laba (return)
Artinya jumlah laba yang akan diperoleh atas penyaluran kredit dalam
suatu periode. Jumlah perolehan laba tersebut harus memenuhi ketentuan
yang berlaku apabila ingin dinilai baik kesehatannya. Perbankan harus
menerapkan target yang akan dicapai.
2. Tingkat Risiko (risk)
Artinya tingkat risiko yang akan dihadapi terhadap kemungkinan
melesetnya perolehan laba bank dari kredit yang disalurkan. Risiko kredit
perlu diperhitungkan mengingat berbagai kondisi yang dapat
memengaruhinya, baik ekonomi, hokum politik atau lainnya penuh dengan
ketidakpastian.
Dalam rangka memenuhi tingkat perolehan laba, perbankan harus
memerhatikan faktor-faktor seperti:
1. Tingkat Return On Assets (ROA);
2. Return On Equity (ROE);
3. Timing of Return (waktu perolehan laba); dan
4. Future Prospect (prospek ke depan/di masa yang akan datang).
Dengan memerhatikan faktor-faktor di atas, maka kesehatan bank dapat
diukur sesuai ketentuan tersebut.
Tingkat perolehan laba bank juga harus mengetahui risiko-risiko yang
(42)
masa yang akan dating dan sangat besar pengaruhnya terhadap perolehan laba
bank. Secara umum jenis-jenis risiko yang mungkin atau bakal dihadapi meliputi:
1. Risiko Lingkungan
Risiko lingkungan merupakan risiko yang berkaitan dengan lingkuan
perbankan terutama yang berkaitan dengan lingkungan luar (eksternal)
perbankan. Risiko lingkungan terdiri dari beberapa risiko antara lain;
risiko ekonomi, risiko kompetisi, dan risiko peraturan.
2. Risiko Manajemen
Risiko manajemen merupakan risiko yang berkaitan dengan risiko dari
dalam perusahaan (internal) seperti risiko organisasi, risiko kemampuan,
dan risiko kegagalan.
3. Risiko Penyerahan
Risiko penyerahan merupakan risiko yang dipengaruhi oleh internal
seperti risiko operasional, risiko teknologi, dan risiko strategik.
4. Risiko Keuangan
Risiko keuangan berkaitan erat dengan pengaruh internal dan eksternal
bank seperyi risiko kredit, risiko likuiditas, risiko suku bunga, risiko
leverage, dan risiko internasional.
Selanjutnya agar kredit yang disalurkan oleh suatu bank memiliki kualitas
kredit yang baik, maka perlu pula dilakukan pemisahan fungsi dalam organisasi
kredit. Pemisahan ini dilakukan agar masing-masing fungsi dapat bekerja secara
(43)
yang tidak objektif berpotensi untuk terjadinya penyimpangan yang akhirnya akan
menyebabkan kredit yang disalurkan bermasalah.
Dalam manajemen kredit terdapat beberapa fungsi guna memudahkan
bank untuk menjalankan aktivitas kreditnya. Oleh karena itu, pemisahan fungsi
dalam organisasi kredit juga harus memerhatikan keberadaan fungsi-fungsi
tersebut.
Dalam praktiknya pemisahan fungsi dalam organisasi kredit pada
umumnya terdiri dari:
1. pemasaran kredit
2. analisis kredit
3. taksasi jaminan
4. administrasi kredit
5. audit kredit
Tujuannya pemisahan dari fungsi kredit adalah agar pengelolaan suatu
permohonan kredit dapat diproses secara benar, lengkap, teliti, dan sempurna,
sehingga memiliki risiko rendah dan tidak menimbulkan masalah di masa yang
akan dating. Penilaian dimulai dari pertama sekali permohonan kredit diajukan
sampai dengan kredit berjalan dan berakhir dengan pelunasan oleh nasabah.
Sekalipun terjadi pemisahan fungsi kredit, semua fungsi harus berjalan
seiring dengan satu tujuan, sehingga sesuai dengan harapan manajemen
sebelumnya. Semua bagian juga harus saling bekerja sama bukan saling
(44)
Demikian pula dalam memutuskan suatu permohonan redit yang akan
diberikan, maka sebaiknya perlu dibentuk komite kredit (loan committes). Komite
ini bertugas memberikan pelayanan hal-hal yang berkaitan dengan kredit yang
disalurkan. Secara umum tugas komite kredit ini adalah:
1. Membuat keputusan dan penelaahan kredit baru
Artinya setiap adanya permohonan kredit baru, maka perlu ditelaah secara
benar tentang kelayakan kredit sebelum diambil keputusan. Penelaahan
harus dilakukan secara objektif, artinya hanya kredit yang layak yang akan
diberikan.
2. Memastikan kelengkapan dokumen kredit
Artinya dalam pengajuan kredit apapun syarat kelengkapan dokumen
mutlak untuk diserahkan. Syarat ini merupakan salah satu aspek penilaian
kelayakan suatu kredit, sehingga tidak menimbulkan masalah ke depan
memastikan kelengkapan dokumen kredit, artinya dalam pengajuan kredit
apapun syarat kelengkapan dokumen mutlak untuk diserahkan. Syarat ini
merupakan salah satu aspek penilaian kelayakan suatu kredit sehingga
tidak menimbulkan masalah ke depan.
3. Persetujuan perpanjangan kredit
Artinya bagi kredit yang sudah berakhir masa pinjamannya dan nasabah
tersebut masih ingin memperpanjang kredit karena sesuatu hal maka
komite harus memberikan persetujuan apakah kredit tersebut layak atau
tidak untuk diperpanjang dengan pertimbangan yang sesuai dengan
(45)
4. Perubahan kondisi dan syarat kredit
Artinya kalau kondisi nasabah dengan situasi yang berkembang di luar
yang menyebabkan nasabah mengalami kesulitan, maka pihak perbankan
perlu untuk melakukan perubahan tentang kondisi dan syarat kredit,
misalnya perubahan jangka waktu pembayaran atau bunga yang
dibebankan ke nasabah.
Untuk menentukan berkualitas tidaknya suatu kredit perlu diberikan
ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit menurut
ketentuan sebagai berikut.
1. Lancar (Pas)
Lancar artinya kredit yang disalurkan tidak menimbulkan masalah. Suatu
kredit dapat dikatakan lancar apabila:
a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;
b. Memiliki mutasi rekening yang aktif;
c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral)
2. Dalam Perhatian Khusus (Special Mention)
Dikatakan dalam perhatian khusus kredit yang diberikan sudah mulai
bermasalah, sehingga memperoleh perhatian. Kondisi dalam perhatian khusus
apabila memenuhi criteria berikut.
a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang
belum melampaui 90 hari,
b. Kadang-kadang terjadi cerukan,
(46)
d. Mutasi rekening relative aktif,
e. Didukung dengan pinjaman baru.
3. Kurang Lancar (Substandard)
Dikatakan kurang lancar, artinya kredit yang diberikan pembayarannya
sudah mulai tersendat-sendat, namun nasabah masih mampu membayar. Kondisi
kurang lancar apabila memenuhi criteria sebagai berikut.
a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang
teah melampaui 90 hari,
b. Sering terjadi cerukan,
c. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90
hari,
d. Frekuensi mutasi rekening relative rendah,
e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur,
f. Dokumen pinjaman yang lemah.
4. Diragukan (Doubtful)
Dikatakan diragukan artinya kemampuan nasabah untuk membayar makin
tidak dapat dipastikan. Kondisi diragukan apabila memenuhi criteria sebagai
berikut.
a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 180 hari,
b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen,
c. Terjadi wanprestasi lebh dari 180 hari,
(47)
e. Dokumen hokum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan.
5. Macet (Loss)
Dikatakan macet artinya nasabah sudah tidak mampu lagi untuk membayar
pinjamannya, sehingga perlu diselamatkan. Kondisi macet apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut.
a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 270 hari,
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru,
c. Dari segi hukum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai yang wajar.
Dalam hal ini sebuah banker dituntut agar mampu untuk meningkatkan
kuaitas kreditnya, terutama yang masuk golongan lancar. Sebaliknya, banker juga
harus berhati-hati jika kondisi kredit yang disalurkan lebih banyak dalam kondisi
diragukan atau macet karena hal ini sudah pasti akan merugikan perbankan. Sekali
lagi, prinsip kehati-hatian perlu diterapkan guna menghindari atau meminimalkan
kerugian.
Selanjutnya dalam rangka penetapan criteria kualitas kredit serta
penentuan tingkat kesehatan bank, maka manajemen perlu memerhatikan
peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sesuai dengan ketentuan pemerintah
(48)
Tabel 2.2
Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
No. Kriteria Penilaian Bobot
1 Permodalan (Capital Adequacy Ratio) 20,0%
2 Aktiva Produktif
a. Non Performing Loan (NPL) 12,5%
b. Pemenuhan PPAP 7,5%
3 Rentabilitas
a. Return On Average Assets 10,0%
b. Return On Average Equity 10,0%
4 Likuiditas
a. Loan to Deposit Ratio (LDR) 15,0%
b. Pertumbuhan Kredit/Pertumbuhan Dana 5,0% 5 Efisiensi
a. Beban Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO)
10,0%
b. Net Interest Margin (NIM) 10,0%
TOTAL 100%
Sumber: Kasmir (2012:132)
2.1.2.3 Pengertian Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL) adalah rasio yang menilai seberapa besar
bank tersebut mengalami kredit macet yang mengakibatkan menurunnya
pengembalian kredit.
Pengertian NPL menurut Surat Edaran Bank Indonesia
No.8/30/DPBPR/2006 yang dimaksud Non Performance Loan (NPL) adalah : “Perbandingan antara kredit yang diberikan (kualitas KL, D dan M) setelah dikurangi PPAP dengan jumlah kredit yang diberikan.”
(49)
Menurut Dahlan Siamat (2005:358), pengertian Non Performing Loan
(NPL) adalah:
“Non Performing Loan (NPL) atau sering disebut kredit bermasalah dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur.”
Menurut Selamet Riyadi (2006:161), tentang ketentuan besarnya NPL: “Besarnya NPL yang diperbolehkan oleh Bank Indonesia saat ini adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% maka akan mempengaruhi penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang bersangkutan, yaitu akan mengurangi nilai/skor yang diperolehnya.”
Dan menurut Ali Mahsud (2004:146):
“Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran modal sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit.”
2.1.2.4 Perhitungan Non Performing Loan (NPL)
Berdasarkan Surat Edaran bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14
Desember 2001, maka perhitungan dan ketentuan perhitungan NPL adalah
sebagai berikut:
Kredit Bermasalah
NPL = x100%
Total kredit yang diberikan
Rasio ini disajikan dalam bentuk presentase. Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain).
(50)
2. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
3. Kredit bermasalah dihitung secara gross, tidak dikurangi Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), yaitu penyisihan yang dibentuk untuk mengantisipasi risiko dari aktiva produktif yang diberikan.
2.1.2.5 Hal-hal Yang Mempengaruhi Non Performing Loan
Menurut John Hendri (2009) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi
atau dapat menyebabkan naik turunnya NPL suatu bank, diantaranya adalah
sebagai berikut:
“a. Kemauan atau I/tikad baik debitur
Kemampuan debitur dari sisi financial untuk melunasi pokok dan bunga
pinjaman tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari
debitur itu sendiri.
b. Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia
Kebijakan pemerintah akan mempengaruhi tinggi rendahnya NPL suatu
bank. Misalnya Bank Indonesia menaikkan BI Rate yang akan
menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya kemampuan
debitur dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.
c. Kondisi Perekonomian
Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indicator-indikator
ekonommi mikro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL diantaranya
adalah sebagai berikut:
(51)
Inflasi adlah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus menerus.
Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk
melunasi utang-utangnya menjadi berkurang.
- Kurs Rupiah
Kurs rupiah mempunyai pengaruh terhadap NPL suatu bank, karena
aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasional tetapi juga internasional”.
2.1.2.6 Teknik Penyelesaian Kredit Macet
Menurut Kasmir (2012:149-151), cara menyelamatkan kredit macet:
1. Rescheduling
Suatu tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit atau jangka waktu angsuran. Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit pembayaran kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari enam bulan menjadi satu tahun, sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya.
2. Reconditioning
Reconditioning maksudnya adalah bank mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti:
a. Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan utang pokok. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu.
Dalam hal penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa.
c. Penurunan suku bunga
Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan beban nasabah. Sebagai contoh jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20% per tahun diturunkan menjadi 18% per tahun. Hal ini tergantung dari pertimbangan bank yang bersangkutan. Penurunan suku bunga akan memengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah.
d. Pembebasan bunga
Dalam pembebasan suku bunga diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah tidak akan mampu lagi membayar kredit
(52)
tersebut. Akan tetapi, nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas.
3. Restructuring
Restructuring merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak. Tindakan ini meliputi:
a. Dengan menambah jumlah kredit b. Dengan menambah equity:
- Dengan menyetor uang tunai - Tambahan dari pemilik. 4. Kombinasi
Merupakan kombinasi dari ketiga jenis yang di atas. Seorang nasabah dapat saja diselamatkan dengan kombinasi antara Rescheduling dengan Restructuring, misalnya jangka waktu diperpanjang, pembayaran bunga ditunda atau Reconditioning dengan Rescheduling misalnya jangka waktu diperpanjang modal ditambah.
5. Penyitaan Jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jaan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya iktikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua utang-utangnya”.
2.1.3 Kredit
Salah satu kegiatan pokok sebuah bank adalah menyalurkan dana yang
sudah dihimpun dari masyarakat yang biasa disebut kredit atau pinjaman. Kredit
ini mempunyai masa atau waktu yang sudah ditentukan sesuai dengan
kesepakatan antara debitur dan kreditur.
2.1.3.1 Pengertian Kredit
Pengertian Kredit menurut Selamet Riyadi (2006:61), menjelaskan bahwa: “Kredit, adalah Pinjaman yang diberikan oleh bank atau penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan penerima pinjaman (debitur) untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pembayaran bunganya, termasuk:
a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas sampai akhir hari.
b. Pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring) c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain”.
(53)
Menurut Kasmir (2010:72) mengemukakan bahwa:
“Kredit berasal dari kata Credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali”.
2.1.3.2 Penyaluran Kredit
Menurut Susilo dkk (2000:69-70), salah satu kegiatan utama lembaga
keuangan termasuk bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat.
Penerimaan yang utama dari bank diharapkan dari penyaluran kredit. Mengingat
penyaluran kredit ini tergolong aktiva produktif atau tingkat penerimaannya
tinggi, maka sebagai konsekuensinya penyaluran kredit juga mengandung risiko
yang relatif lebih tinggi daripada aktiva yang lain. Ditinjau dari segi likuiditasnya,
penyaluran kredit mempunyai tingkat likuiditas yang lebih rendah daripada
cadangan primer dan sekunder. Lebih lanjut likuiditas penyaluran kredit juga
bervariasi tergantung pada jangka waktu kredit, dan kolektibilitas atau
kemungkinan tertagihnya. Sebagai salah satu bentuk dari penyaluran kredit yang
jangka waktunya pendek adalah pemberian pinjaman kepada bank lain yang
sedang mengalami kesulitan likuiditas atau pinjaman berupa call money. Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Kewajiban
tersebut dapat berupa pokok pinjaman, bunga, imbalan atau pembagian hasil
(54)
purchase agreement (NPA) serta pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan
piutang dapat juga digolongkan sebagai kredit.
Menurut PSAK No. 31 Akuntansi Perbankan, kredit yang diberikan adalah:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutanganya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Kredit disajikan di neraca sebesar jumlah bruto tagihan bank yang belum dilunasi oleh nasabah. Jumlah bruto tersebut termasuk dengan bunga dan beban lain yang dialihkan menjadi pokok kredit.”
2.1.3.3 Jenis-jenis Kredit
Menurut Kasmir (2012:35-36), secara umum jenis-jenis kredit yang
ditawarkan meliputi: “a. Kredit Investasi
Yaitu merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit jenis ini memiliki jangka waktu yang relative panjang, yaitu di atas 1 (satu) tahun. Contoh jenis kredit ini adalah kredit untuk membangun pabrik atau membeli peralatan pabrik seperti mesin-mesin.
b. Kredit Modal Kerja
Merupakan kredit yang digunakan sebagai modal usaha. Biasanya kredit jenis ini berjangka waktu pendek, yaitu tidak lebih dari 1 (satu) tahun. Contoh kredit ini adalah untuk membeli bahan baku, membayar gaji karyawan dan modal kerja lainnya.
c. Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas atau memperbesar kegiatan perdagangannya. Contoh jenis kredit ini adalah kredit untuk membeli barang dagangan yang diberikan kepada para supplier atau agen.
d. Kredit Produktif
Merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal kerja atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai. e. Kredit Konsumtif
Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi, misalnya keperluan konsumsi, baik pangan, sandang maupun papan. Contoh jenis
(55)
kredit ini adalah kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor yang kesemuanya untuk dipakai sendiri.
f. Kredit Profesi
Merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan professional seperti dosen, dokter atau pengacara”.
2.1.3.4 Tujuan Penyaluran Kredit
Tujuan penyaluran kredit di kemukakan oleh Kasmir (2008:105) adalah
sebagai berikut :
1. Mencari keuntungan.
Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
2. Membantu usaha nasabah. Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana itu maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
3. Membantu pemerintah. Baik pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan berbagai sektor.
2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
No Nama Penulis Judul Hasil Sumber
1. Ri’fat Pasha Analisis
Penawaran dan Permintaan Kredit Serta Identifikasi Peluang Ekspansi Pembiayaan Kredit Sektoral di Wilayah Kerja KBI
Variabel-variabel
kapasitas kredit, tingkat bunga, dan tingkat NPL secara bersama-sama memiliki pengaruh
terhadap variasi
penawaran kredit. Namun secara parsial hanya kapasitas kredit dan tingkat NPL yang
Jurnal Keuangan & Perbankan Volume 13 No. 1 Januari 2009
(56)
memiliki pengaruh secara signifikan.
2. Luh Gede Meydianawathi
Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM Di Indonesia (2002--2006)
Secara parsial variabel DPK, ROA, dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penawaran kredit
investasi dan modal kerja bank umum kepada
sektor UMKM di
Indonesia.
BULETIN STUDI
EKONOMI Volume 12 Nomor 2 Tahun
2007
ISSN1410-4628
3.
Dias Satria Rangga Bagus
Subegti Determinasi Penyaluran Kredit Bank Umum di Indonesia Periode 2006-2009
CAR memberikan
pengaruh ruang gerak ekspansi bagi individu bank untuk melakukan ekspansi kredit yang lebih besar. Disisi lain, regulasi perbankan saat ini menekankan pada kekuatan modal dalam melakukan transaksi— transaksi keuangan.
Jurnal Keuangan
dan Perbankan,
Volume 14 Nomor 3 September 2010
4.
Imam Mukhlis Penyaluran
Kredit bank
Ditinjau dari
Jumlah Dana
Pihak Ketiga dan
Tingkat Non
Performing Loan
Penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank di berbagai sektor kegiatan ekonomi dalam jangka pendek dipengaruhi oleh
perkembangan dalam
indikator NPL bank. Model ECM yang digunakan dalam penelitian ini dikatakan sahih (valid) dalam menjelaskan pengaruh variable DPK dan NPL
terhadap besarnya
penyaluran kredit bank.
Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 15, No. 1 Januari 2011, hal. 130-138
5.
Mohamad Hasanudin Prihatiningsih
Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Suku Bunga Kredit, Non Performance Loan (NPL), dan
Terdapat pengaruh yang positip tetapi tidak signifikan antara variabel Non Performance Loan dengan penyaluran kredit.
Jurnal TEKNIS Vol. 5 No.1 April 2010 : 25 - 31
(57)
Tingkat Inflasi Terhadap Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) DI Jawa Tengah 6.
Takatoshi Ito Yuri Nagataki
Sasaki
Impacts Of The Base Capital Standard On Japanese Banks Behaviour
Credit crunch existed. The risk based capital requirement had a large impact on city banks’ lending behavior, while lending behavior of trust banks’ had most affected by nonperforming loans.
Artinya: Krisis kredit muncul. Kebutuhan modal yang berbasis risiko berpengaruh besar pada perilaku pinjaman bank, sedangkan kepercayaan bank dalam perilaku pinjaman dipengaruhi oleh nonperforming loan (kredit macet).
NBER WORKING PAPER No. 6730 September 1998
7. Jane Bogoev’ Banks’ Risk Preferences and Their Impact on the Loan Supply Function: Empirical Investigation for the Case of the Republic of Macedonia
The results that the ratio of non-performing loans may
be one the major
determinants of banks loan supply decisions.
Artinya: hasilnya bahwa rasio non-performing loan menjadi faktor utama dalam penawaran kredit.
Privredna Kretanja I Ekonomska Politika 124/2010
8.
Mack Tracey Hyginus Leon
The Impact of Non-performing Loans on Loan growth
The results suggest threshold range for the ratio of NPL/Total Loans as determining differential loan behavior of banks. An implication is that bank lending behavior could restrain economic activity, especially in periods of stress when NPLs are high. Artinya: Hasil menunjukkan
Working Paper IMF (International Monetary Fund) November 2011
(1)
21
Karena nilai thitung (-3,395) lebih besar dari ttabel (2,571) maka pada tingkat kekeliruan 5% dapat diputuskan untuk menerima Ho dan menolak Ha. Artinya, pada tingkat keyakinan 95% dapat disimpulkan bahwa Kredit Macet memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Penyaluran Kredit pada PT. Bank Mega Tbk. Dengan nilai pengaruh yang signifikan tersebut, maka faktor dari Kredit Macet dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam keputusan untuk penyaluran kredit. Sesuai dengan pengaruhnya yang negatif maka semakin besar Kredit Macet, semakin kecil kredit yang disalurkan. Dimana ketika kreditnya macet, maka pengembalian atas kredit berkurang sehingga mengurangi ekspansi kredit. Mengingat bahwa kredit adalah salah satu kegiatan pokok suatu bank, maka sumber pendapatan terbesar bank didapat dari penyaluran kredit tersebut. Ketika kreditnya macet, otomatis bank harus menyiapkan cadangan untuk dikembalikan kepada nasabah dimana dana yang digunakan sebuah bank dalam penyaluran kredit 92% dari dana masyarakat.
Hal ini mendukung hasil penelitian Imam Mukhlis yang berjudul Penyaluran Kredit bank Ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan Tingkat Non Performing Loan (2011), bahwa kenaikan dalam NPL akan memberikan dampak pada penurunan tingkat penyaluran kredit. Berdasarkan dengan fenomena yang sudah dikemukakan, maka hasil penelitian ini mendukung teori dan jurnal. Dimana Kredit Macet berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penyaluran Kredit.
4.2.3 Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet terhadap Penyaluran Kredit
Dilihat dari nilai hasil korelasi berganda (R) sebesar 0,897 berada diantara 0,800 – 1,000 yang tergolong dalam kriteria korelasi sangat kuat. Artinya, Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet secara bersama-sama memiliki hubungan yang sangat kuat dengan Penyaluran Kredit. Selain itu, nilai R-Square sebesar 0,804 menunjukkan bahwa Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet secara bersama-sama mampu memberikan perubahan sebesar 80,4% terhadap Penyaluran Kredit pada PT. Bank Mega Tbk. Sisanya sebesar 19,4% dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diamati dalam penelitian ini seperti DPK (Dana Pihak Ketiga), LDR (loan to deposit ratio) dan lain-lain yang dapat mempengaruhi penyaluran kredit.
Dan nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil pengolahan data adalah sebesar 10,268. Karena nilai Fhitung (10,268) lebih besar dari Ftabel (5,786) maka pada tingkat kekeliruan 5% dapat diputuskan untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya, pada tingkat keyakinan 95% dapat disimpulkan bahwa Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Penyaluran Kredit PT. Bank Mega Tbk. Hal ini dapat diartikan bahwa Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet akan memengaruhi Penyaluran Kredit. Semakin
(2)
22
besar modal yang dimiliki sebuah bank, maka ekspansi kreditnya juga semakin besar. Modal yang ada di bank 92% adalah milik masyarakat dan dana yang digunakan bank dalam kegiatannya yaitu kredit menggunakan dana masyarakat. Karena bank harus memberikan kewajibannya kepada nasabah berupa bunga, maka bank harus melakukan kegiatannya dengan baik sehingga nasabah tidak akan mengalami kerugian. Kemudian sumber pendapatan utama sebuah bank salah satunya dari penyaluran kredit, yaitu berupa bunga. Ketika kredit mengalami kemacetan atau bermasalah, maka pendapatan sebuah bank akan mengalami penurunan. Dengan menurunnya pendapatan tersebut maka bank harus menyisihkan modal untuk menggantikan modal yang mengalami kredit macet, sehingga modal yang tadinya akan digunakan untuk menyalurkan kredit menjadi terkikis.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pengujian hipotesis mengenai Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet terhadap Penyaluran Kredit Pada PT. Bank Mega Tbk periode tahun 2004-2011, maka dapat disimpulkan:
1. Rasio Kecukupan Modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penyaluran Kredit. Pengaruh Rasio Kecukupan Modal terhadap Penyaluran Kredit sebesar 58,52% dan sisanya 41,48% dipengaruhi oleh faktor lain seperti BOPO, DPK, LDR dsb. Disamping Penyaluran Kredit sebagai kegiatan pokok sebuah bank, penyaluran kredit juga sebagai sumber utama pendapatan sebuah bank. Jadi, besarnya modal seperti modal inti dan modal pelengkap akan mempengaruhi besarnya kredit yang akan disalurkan.
2. Kredit Macet atau NPL (Non-Performing Loan) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penyaluran Kredit. Pengaruh Kredit Macet terhadap Penyaluran Kredit sebesar 69,72% dan sisanya 30,28 dipengaruhi oleh faktor lain seperti bunga bank (interest income), kualitas aktiva produktif, dsb. Disamping itu Kredit Macet adalah salah satu risiko yang harus ditanggung sebuah bank dalam Penyaluran Kredit dimana Penyaluran Kredit itu sumber utama pendapatan sebuah bank maka ketika Kredit dalam kategori Macet bertambah akan mengurangi pendapatan atau mengurangi modal yang akan disalurkan kembali mengingat bahwa Kredit adalah kegiatan pokok sebuah bank.
(3)
23
3. Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet secara bersama-sama memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit. Selain itu, Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet secara bersama-sama mampu memberikan perubahan sebesar 80,4% terhadap Penyaluran Kredit pada PT. Bank Mega Tbk dan sisanya sebesar 19,6% dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti LDR (Loan to Depost Ratio), DPK (Dana Pihak Ketiga), dsb.
5.2 Saran
Setelah memperhatikan kesimpulan diatas, adapun saran-saran yang mungkin dapat bermanfaat adalah sebagai berikut:
1. Rasio Kecukupan Modal atau CAR yang berpengaruh positif signifikan terhadap Penyaluran Kredit, maka pihak bank perlu melakukan peningkatan modal yaitu modal inti (Modal disetor, Cadangan tambahan modal, Agio saham dsb) dan modal pelengkap (Cadangan umum penyisihan kerugian aset produktif, pinjaman subordinasi, dsb) supaya dengan bertambahnya jumlah modal akan mengimbangi risiko-risiko yang ada pada neraca, misalnya risiko kredit. Selain itu, dengan bertambahnya modal kemungkinan untuk meningkatkan kredit akan semakin besar dan pendapatan juga ikut bertambah sehingga dapat terus memutarkan modal dengan sebaik mungkin. Kemudian bank juga lebih optimal lagi dalam mengelola modalnya supaya modal tersebut tidak menumpuk di bank atau tidak terlalu macet diluar bank.
2. Kredit Macet atau NPL yang berpengaruh negatif signifikan terhadap Penyaluran Kredit, maka pihak bank meminimalisasi kredit dalam golongan kredit kurang lancar, diragukan dan macet supaya pengembalian atas kreditnya optimal sesuai dengan harapan. Selain itu, berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah yang kurang lancar dalam hal pengembalian kredit sebelumnya. Karena pada saat NPL sedang besar akan berdampak besar juga terhadap pengembalian atas kredit yang disalurkannya. Begitu juga dengan sebaliknya, ketika NPL sedang menurun adalah peluang untuk meningkatkan kredit karena pada saat NPL menurun bank tidak banyak menyisihkan modal untuk kredit. 3. Dengan pengaruh Rasio Kecukupan Modal (CAR) dan Kredit
Macet (NPL) terhadap Penyaluran Kredit, maka bank lebih memperhatikan lagi dalam mengambil keputusan untuk penyaluran kreditnya. Menyeimbangkan antara kegiatan operasional dengan bobot risikonya seperti kredit macet yang akan mengikis modal kemudian berdampak pada turun/naiknya
(4)
24
penyaluran kredit. Dalam penelitian ini bisa diteliti kembali dengan menggunakan variabel yang berbeda untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyaluran kredit selain Rasio Kecukupan Modal dan Kredit Macet.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Ali Mahsud. 2004. Asset Liability Management: Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko Operasional. Jakarta: Gramedia.
Dahlan Siamat. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan “Kebijakan Moneter dan Perbankan”, edisi kesatu. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Dias Satria & Rangga Bagus Subegti. 2010. Determinasi Penyaluran Krdit Bank Umum Di Indonesia Periode 2006-2009. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 14(3), 415-424.
Djoko Retnadi. (2006). Memilih Bank Yang Sehat, Kenali Kinerja & Pelayanannya. Jakarta: Elek Media Komputindo.
Herman Darmawi. 2012. Manajemen Perbankan. Cetakan ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.
Imam Mukhlis. 2011. Penyaluran Kredit bank Ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan Tingkat Non Performing Loan. Jurnal
Keuangan dan Perbankan, 15(1), 130-138.
Kasmir. 2012. Dasar-dasar Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
______. 2010. Dasar-dasar Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
______. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Luh Gede Meydianawathi. (2007). Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Buletin Studi Ekonomi, 12(2), 134-147.
Lukman Dendawijaya. 2006. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
(5)
25
__________________. 2005. Manajemen Perbankan: Cetakan Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia.
__________________. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Manurung, Mandala, dan Prathama Rahardja. 2004. Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Nasrun Tamin. 2012. Kiat Menghindari Kredit Macet. Jakarta: Dian Rakyat.
Nuryakin, Chaikal dan Perry Warjiyo. 2006.“Perilaku Penawaran Kredit bank di Indonesia: Kasus Pasar Oligopoli Periode Januari 2001 – Juli 2005”.
PSAK No 31 Akuntansi Perbankan
Ri’fat Pasha. 2009. Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit Serta Identifikasi Peluang Ekspansi Pembiayaan Kredit Sektoral Di Wilayah Kerja KBI Malang. Jurnal Keuangan & Perbankan, 13(1), 148-164.
Selamet Riyadi. 2006. Banking Assets And Liability Management, edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Susilo, Y. Sri., Triandaru, Sigit., & Santoso, A. Totok Budi. 2000. Bank
dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. Surat Edaran Bank Indonesia No.8/30/DPBPR/2006.
Surat Edaran bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
www.bankmega.com www.finance.detik.com www.keuangan.kontan.co.id
(6)
26 LAMPIRAN
13.53 11.13
15.92 14.2116.16 18.96
13.86 11.57
-0.18
0.43 -0.11
0.12
0.17
-0.27 -0.17
0 5 10 15 20 25
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Rasio Kecukupan Modal / CAR (%)
Perkembangan CAR
1.98
1.43 1.68 1.53 1.18
1.7
0.9 0.98
-0.28 0.17
-0.09
-0.23 0.44
-0.47 0.09
0 0.5 1 1.5 2 2.5
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kredit Macet / NPL
Perkembangan NPL
11263126 10998683
14037263
19000214
1863942223891435 31797657
26986195
-2.3 27.6 35.4
-1.9 28.2
33.1 -15.1
0 10000000 20000000 30000000 40000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kredit yang diberikan