Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada Bank X)

(1)

NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN

KREDIT MODAL KERJA

(Studi Pada Bank X)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

FATIYA ROCHIMAH 080200141

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN

KREDIT MODAL KERJA

(Studi Pada Bank X)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

FATIYA ROCHIMAH 080200141

DISETUJUI OLEH,

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP. 196603031985081004 Dr. Hasim Purba, S.H, M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H, M.S

NIP. 196204211988031004 NIP. 195506261986012001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas anugerah dan karuniaNya masih diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menjalani perkuliahan sampai pada menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA (Studi Pada Bank X)”.

Skripsi ini ditulis dan bermuatan tentang penyebab terjadinya novasi terhadap debitur pada perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK), bagaimana proses novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK, dan akibat hukum apabila terjadi novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH.MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Sinta Uli, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan bantuan selama penulis mengikuti kuliah.

9. Kedua orang tua penulis yang senantiasa memberikan doa, perhatian, dan dukungan sehingga penulis akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Kakak-kakak penulis, Rizky Hindayani, Dina Yulia dan adik penulis Ahmad Iqbal Maulana Lubis, terima kasih doa dan semangatnya.

11.Pak Abdul Rahim, Pak Suaheli Anggrata, Pak Agus Suprianto, Pak Iing, dan seluruh jajaran Bank X, terima kasih atas kerja sama dan bantuan bahannya.

12.Teman- teman terbaik dan terkasih yang telah mewarnai kehidupan kampus penulis dari semester satu sampai akhir perkuliahan, Rizky Wirdatul Husna, Faradina, Anggina Rizki Harahap, Erny Suciapriyanti, Siti Khairunnissa, Fika Habbina, Lidya Ramadhani, dan Berliana. Semoga silaturahmi ini tetap terjaga.


(5)

13.BTM. Alladdinsyah, SH beserta jajaran pengurus, yang telah memberikan ilmu, kasih sayang, dan semangat kepada penulis selama kuliah.

Medan, April 2012


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA A. Pengertian Kredit Modal Kerja ... 16

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja ... 33

C. Jenis-Jenis Kredit Modal Kerja ... 40

D. Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja ... 43

E. Berakhirnya Kredit Modal Kerja ... 46

BAB III NOVASI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERKEMBANGANNYA A. Pengertian Novasi ... 49


(7)

C. Novasi Sebagai Salah Satu Penyebab Hapusnya Perikatan 54 D. Akibat Hukum Terjadinya Novasi ... 57 E. Perbedaan Antara Novasi, Subrogasi, dan Cessie ... 59 BAB IV NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN

KREDIT MODAL KERJA DI BANK X

A. Penyebab Terjadinya Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X ... 66 B. Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Novasi Terhadap Debitur

Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X ... 71 C. Akibat Hukum Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian

Kredit Modal Kerja di Bank X ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79


(8)

ABSTRAK

Fatiya Rochimah *

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS ** Sinta Uli P, SH.M.Hum ***

Kemajuan kondisi perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar, menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari pemerintah melalui jasa-jasa bank dan lembaga keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, dan sebagainya. Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber guna memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK). Pemberian KMK kepada pelaku usaha disertai dengan risiko sebagai akibat adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian kredit dengan pelunasan kredit di kemudian hari. Selama jangka waktu kredit berlangsung ada kemungkinan terjadi debitur meninggal dunia ataupun peningkatan status hukum debitur dalam hal debitur adalah badan usaha. Apabila hal ini terjadi maka perlu dilakukan novasi terhadap debitur (novasi subjektif pasif). Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu apa yang menjadi penyebab, bagaimana proses dan akibat hukum novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK merupakan salah satu peristiwa yang menjadi sebab hapusnya perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1381 KUHPerdata, dimana perjanjian KMK awalnya menjadi hapus karena disebabkan adanya suatu pembaharuan utang. Demikian juga terhadap perjanjian accessoir berupa perjanjian jaminan yang mengikuti perjanjian kredit lama menjadi gugur/ berakhir. Dalam pelaksanaan novasi terhadap debitur pada Bank X, untuk debitur baru dibuat perjanjian KMK baru untuk mengganti perjanjian kredit yang lama. Dan demi menjamin pelunasan utang debitur baru semua jaminan tetap dipertahankan dan dilakukan pembaharuan pengikatannya. Novasi subjektif pasif diperlukan apabila debitur meninggal dunia dimana KMKnya belum lunas atau apabila terjadi perubahan status hukum debitur dari CV/ Firma menjadi PT, maka terhadap perjanjian kredit lama harus dilakukan novasi.

Kata Kunci : Novasi, Kredit Modal Kerja, Novasi Subjektif Pasif

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(9)

ABSTRAK

Fatiya Rochimah *

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS ** Sinta Uli P, SH.M.Hum ***

Kemajuan kondisi perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar, menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari pemerintah melalui jasa-jasa bank dan lembaga keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, dan sebagainya. Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber guna memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK). Pemberian KMK kepada pelaku usaha disertai dengan risiko sebagai akibat adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian kredit dengan pelunasan kredit di kemudian hari. Selama jangka waktu kredit berlangsung ada kemungkinan terjadi debitur meninggal dunia ataupun peningkatan status hukum debitur dalam hal debitur adalah badan usaha. Apabila hal ini terjadi maka perlu dilakukan novasi terhadap debitur (novasi subjektif pasif). Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu apa yang menjadi penyebab, bagaimana proses dan akibat hukum novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Dalam menyusun skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK merupakan salah satu peristiwa yang menjadi sebab hapusnya perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1381 KUHPerdata, dimana perjanjian KMK awalnya menjadi hapus karena disebabkan adanya suatu pembaharuan utang. Demikian juga terhadap perjanjian accessoir berupa perjanjian jaminan yang mengikuti perjanjian kredit lama menjadi gugur/ berakhir. Dalam pelaksanaan novasi terhadap debitur pada Bank X, untuk debitur baru dibuat perjanjian KMK baru untuk mengganti perjanjian kredit yang lama. Dan demi menjamin pelunasan utang debitur baru semua jaminan tetap dipertahankan dan dilakukan pembaharuan pengikatannya. Novasi subjektif pasif diperlukan apabila debitur meninggal dunia dimana KMKnya belum lunas atau apabila terjadi perubahan status hukum debitur dari CV/ Firma menjadi PT, maka terhadap perjanjian kredit lama harus dilakukan novasi.

Kata Kunci : Novasi, Kredit Modal Kerja, Novasi Subjektif Pasif

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian. Dewasa ini perekonomian Indonesia menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang cukup tinggi di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global.

Kemajuan perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha di bidang perekonomian atau bisnis baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar, menengah maupun kecil. Setiap kegiatan usaha tersebut sebagian besar memerlukan bantuan dari pemerintah melalui jasa-jasa bank dan lembaga keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, kerja sama dagang, simpanan dan sebagainya.

Pada Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) disebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi. Untuk mewujudkan demokrasi ekonomi haruslah melalui pemberian persamaan kesempatan bagi setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil. Artinya ada kerjasama yang serasi antara usaha negara, koperasi, dan usaha swasta, dan antara usaha besar, menengah, dan kecil perlu dikembangkan berdasarkan semangat kekeluargaan yang saling menunjang dan saling menguntungkan.


(11)

Agar dalam dunia usaha tercipta keseimbangan yang adil antara usaha besar, menengah, dan kecil, konsentrasi kekuatan pasar pada usaha besar harus makin berkurang, yakni dengan cara mendorong lapisan usaha menengah dan kecil agar tumbuh lebih cepat.

Dalam rangka mengembangkan usaha kecil dan menengah, pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terutama lewat kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit program untuk pengembangan UKM bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit program pertama UKM, Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit investasi dan modal kerja permanen, dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga bersubsidi. Dewasa ini hampir semua bank baik itu bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menyediakan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK).

Peranan bank sangat penting dalam mengatasi hambatan dan kesulitan yang berkaitan dengan pengadaan modal. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak dapat dielakkan bahwa tingkat kebutuhan manusia semakin lama akan semakin meningkat. Dalam upaya meningkatkan taraf dan standar hidupnya anggota masyarakat akan melakukan berbagai usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu alternatif pendanaan yang dapat digunakan adalah melalui bank.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat


(12)

dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya harus berdasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung di dalam ideologi negara Indonesia yakni Pancasila dan tujuan negara Indonesia dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan perbankan Indonesia, diantaranya adalah perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama bank sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional dalam peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.1

Berkaitan dengan fungsi utama bank sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation) yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah negara. Dalam hal ini, bank menghimpun dana dari masyarakat luas yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) yang dikenal dengan istilah dalam dunia perbankan adalah kegiatan funding. Masyarakat menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih masyarakat adalah seperti giro, tabungan, sertifikat deposito, deposito, dan sebagainya. Dana yang dihimpun tersebut oleh bank disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (lack of funds) dalam bentuk pinjaman atau dikenal dengan istilah kredit.

1

Lukman Santoso A Z, Hak Dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Pustaka Yustisia, 2011, hal. 12.


(13)

Adapun jenis kredit antara lain kredit investasi, KMK, kredit konsumsi, dan lain-lain.

Peranan penting dan strategis dari lembaga perbankan sebagaimana diuraikan di atas menjadikan lembaga perbankan sebagai salah satu sumber guna memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas KMK. Kehadiran sistem KMK sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang memiliki usaha dalam level kecil dan menengah. Karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas.

Pemberian KMK (working capital credit) bagi masyarakat perorangan atau badan usaha sangat mempengaruhi iklim dunia usaha dan perekonomian negara pada umumnya. KMK yang diberikan bank kepada pelaku usaha digunakan untuk membiayai pembelian modal lancar untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya yang habis dalam pemakaian, seperti untuk pembelian barang dagangan, bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. KMK bersifat revolving loan (kredit berulang-ulang) yaitu kredit yang pengambilannya tidak sekaligus tetapi secara berulang-ulang, asalkan masih dalam batas maksimum dan masih dalam jangka waktu yang diperjanjikan.

Usaha kecil dan menengah merupakan bagian integeral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan


(14)

strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil dan menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.2

Dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

Mengingat peranan usaha kecil dan menengah yang sangat strategis dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya dalam penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatannya, maka pembiayaan usaha kecil dan menengah perlu mendapat prioritas tinggi. Meskipun faktor permodalan tidak selalu menjadi penghalang bagi berjalannya suatu usaha kecil dan menengah, namun ketersediaan dana yang cukup dan sesuai kebutuhan akan sangat mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah.

Salah satu bank milik negara yang secara luas telah menyediakan pendanaan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan kegiatan usahanya baik berskala besar, kecil dan menengah adalah Bank X. Bank ini telah membuktikan ikut memberikan kontribusi dalam pembangunan negara, turut mensejahterakan masyarakat dengan menyediakan KMK untuk membantu kebutuhan modal usaha, sehingga jutaan masyarakat Indonesia hidupnya menjadi lebih makmur dan sejahtera.

2

Penjelasan atas Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah


(15)

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Pemberian kredit oleh perbankan memerlukan persyaratan yang dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit. Perjanjian kredit mempunyai peranan yang sangat penting karena merupakan dasar hukum dalam hal penyaluran, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit perbankan. Di samping itu perjanjian kredit merupakan alat bukti otentik, baik bagi pihak bank sebagai kreditur ataupun bagi nasabah peminjam dana sebagai debitur dan juga pengaman yang sangat penting, untuk ”mengcover/melindungi” risiko kerugian yang mungkin timbul dalam penyaluran kredit.

Kegiatan perkreditan merupakan proses pembentukan asset bank. Kredit merupakan risk asset bagi bank karena asset bank itu dikuasai pihak luar bank yaitu debitur. Setiap bank menginginkan dan berusaha keras agar kualitas risk asset ini sehat dalam arti produktif dan collectable. Namun kredit yang diberikan kepada debitur selalu ada risiko berupa kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya yang dinamakan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank karena bank tidak mungkin menghindarkan adanya keredit bermasalah. Bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas perbankan.3

3


(16)

Pemberian fasilitas kredit menimbulkan risiko yang harus dihadapi oleh bank (kreditur). Tingkat risiko (degree of risk) tersebut sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pelunasan kredit yang akan diterima kemudian hari. Selama jangka waktu pemberian kredit, banyak peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi terhadap debitur seperti debitur meninggal dunia, peningkatan status hukum debitur dalam hal debitur adalah badan usaha, dan sebagainya. Jika debitur meninggal dunia atau dilakukan peningkatan status hukum debitur pada saat jangka waktu kredit masih berlangsung maka pihak bank perlu melakukan novasi subjektif pasif (novasi terhadap debitur).4

Novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK yang dilakukan dimana jangka waktu kreditnya masih dalam masa angsuran, biasanya terjadi karena, dimana debitur lama mengalami suatu kesulitan untuk melanjutkan pembayaran angsuran, atau sebab lain yaitu debitur lama meninggal sehingga ahli warisnya Berdasarkan Pasal 1413 KUHPerdata, novasi atau pembaharuan utang ada tiga (3) jenis yaitu novasi obyektif, novasi subjektif aktif, dan novasi subjektif pasif. Novasi subyektif pasif atau disebut juga alih debitur yaitu penggantian debitur lama oleh debitur baru. Debitur lama sebagai pihak yang berhutang atas inisiatif debitur sendiri atau inisiatif dari krediturnya dapat mengalihkan utang debitur lama kepada pihak lain sebagai debitur baru. Dengan penggantian debitur lama kepada debitur baru berarti membebaskan debitur lama dari kewajiban membayar utangnya kepada kreditur.

4

Wawancara dengan Suhaeli Anggrata, Penyelia Administrasi Kredit Bank X, tanggal 13 Maret 2012.


(17)

menggantikan posisi debitur lama, dan sebab lainnya karena terjadinya perubahan status debitur perorangan menjadi Firma (Fa) atau Perseroan Terbatas (PT). Novasi perlu dilakukan agar usaha debitur yang notabene merupakan kontributor dalam kemajuan kondisi perekonomian di Indonesia, tetap berlangsung dan dapat terus beroperasional dengan dukungan fasilitas KMK.

Dalam proses novasi subjektif pasif, ada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi baik oleh pihak bank sebagai kreditur maupun debitur lama dan debitur baru. Selain itu juga perlu dibuat beberapa akta atau dokumen yang perlu dibuat berkaitan dengan proses novasi ini.

Salah satu syarat dilakukannya novasi subjektif pasif debitur sebagaimana diatur pada Pasal 1415 jo 1417 KUH Perdata yaitu novasi subyektif pasif harus dilakukan secara tegas tidak boleh hanya dipersangkakan. Artinya novasi terhadap debitur tersebut harus dilakukan dengan persetujuan dari pihak bank sebagai kreditur.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penyebab terjadinya novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X, bagaimana proses novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X, serta akibat hukum apabila terjadi novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

Atas dasar uraian-uraian tersebut di atas, penulis mengangkat judul skripsi “Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada Bank X)”.


(18)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis di atas maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini yakni sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi penyebab terjadinya novasi terhadap debitur pada perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X?

2. Bagaimana proses novasi terhadap debitur pada perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X?

3. Apa akibat hukum apabila terjadi novasi terhadap debitur pada perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank X?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penyusunan skripsi yaitu:

1. Untuk mengetahui yang menjadi penyebab terjadinya novasi terhadap debitur dalam perjanjian KMK di Bank X.

2. Untuk mengetahui proses novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.

3. Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X.


(19)

Adapun penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat adalah sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoretis, penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis khususnya dan bagi kalangan akademisi pada umumnya di bidang hukum perikatan khususnya perjanjian KMK dan novasi subjektif.

2. Manfaat secara praktis, hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai proses novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK dan dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi dan gambaran kepada pihak bank sebagai kreditur, debitur maupun notaris tentang penggantian debitur pada perjanjian KMK sehingga dalam pelaksanaanya terhindar dari masalah-masalah dan aman dari segi hukum.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengelolah dan menggunakan data sekunder. Namun dalam penelitian hukum deskriptif yang dimaksudkan penelitian itu juga termasuk dilakukannya survey ke lapangan, dalam hal ini adalah bank untuk mendapatkan informasi yang dapat


(20)

membantu. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang penyebab dilakukannya novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK, proses novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK dan akibat hukum dilakukannya novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK tersebut.

2. Metode Pendekatan

Metode yang dipergunakan adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis empiris, yaitu data yang diperoleh berpedoman pada segi-segi yuridis, dan berpedoman pada segi-segi empiris yang bersifat nyata dan objektif.

Pendekatan yuridis mempergunakan sumber data sekunder, untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum perbankan dan hukum perikatan, literatur-literatur yang berkaitan dan jurnal yang mempunyai korelasi, yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti, sedangkan pendekatan secara empiris dipergunakan dari sumber data primer, untuk menganalisa hukum yang berlaku dalam pelaksanaannya.

3. Data dan Sumber data

Pada umumnya data dibagi dua jenis yakni data primer dan data sekunder. Data primer (primary data) adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber pertama, yakni perilaku individu atau masyarakat. Untuk memperoleh data primer, perlu dilakukan pengumpulan data langsung kepada masyarakat dengan cara wawancara, quisioner/angket, pengamatan (observasi) baik secara partisipatif maupun nonpartisipatif. Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari


(21)

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.5

4. Alat Pengumpul Data

Pada penulisan skripsi ini digunakan kedua jenis data tersebut yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan dan peraturan perundang-undangan, sementara data sekunder merupakan hasil penelitian kepustakaan.

Pada skripsi ini digunakan dua alat pengumpul data :

a. Studi Kepustakaan, yakni penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku, literatur-literatur, jurnal hukum dan karya tulis ilmiah yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Studi lapangan, yakni penelitian yang dilakukan secara langsung pada objeknya. Pada penelitian skripsi ini penulis mengadakan penelitian secara langsung dengan melakukan wawancara (interview) dengan staf Bank X. Dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan.

5. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian disusun secara sistematis dan kemudian dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya dilakukan penarikan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang

5

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Bahan Ajar Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum, Fakultas Hukum USU, hal.29.


(22)

bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dalam upaya menjawab permasalahan.

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan pemeriksaan judul di Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa skripsi dengan judul “Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian Kredit Modal Kerja (Studi Pada Bank X)” , belum pernah ditulis oleh orang lain.

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan, dan pemikiran penulis secara pribadi. Oleh karena itu skripsi ini adalah hasil dari karya penulis sendiri yang disusun dengan cara mempelajari, membaca, mengutip data-data yang ada pada buku-buku, literatur-liteartur, dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan judul skripsi penulis. Di samping itu juga penulis melakukan penelitian ke lapangan yaitu Bank X. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli dikerjakan oleh penulis.

G. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan skripsi sangatlah diperlukan suatu sistematika penulisan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam memaparkan materi dari skripsi ini dan juga untuk memudahkan pembaca untuk mengerti isi dari skripsi ini. Skripsi ini dibahas dalam lima bab yang masing-masing terdiri dari sub-sub bab. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :


(23)

Pada bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

MODAL KERJA

Bab ini berisi tentang Pengertian Kredit Modal Kerja, Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja, Jenis-Jenis Kredit Modal Kerja, Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja, dan Berakhirnya Kredit Modal Kerja.

BAB III : NOVASI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PERDATA DAN PERKEMBANGANNYA

Pada bab ini akan diuraikan tentang Pengertian Novasi dan Syarat-Syarat Terjadinya Novasi, Novasi Sebagai Salah Satu Penyebab Hapusnya Perikatan, Akibat hukum Terjadinya Novasi, Perbedaan Antara Novasi, Subrogasi, dan Cessie

BAB IV : NOVASI PADA PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DI

BANK X

Pada bab ini akan dibahas tentang Penyebab Terjadinya Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian KMK, Proses Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian KMK, dan Akibat Hukum Apabila Terjadi Novasi Terhadap Debitur Pada Perjanjian KMK di Bank X.


(24)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA


(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA

A. Pengertian Kredit Modal Kerja 1. Kredit Modal Kerja

Salah satu usaha dari bank adalah memberikan fasilitas kredit kepada nasabah. KMK merupakan salah satu dari jenis-jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabah. Sebelum menjelaskan tentang pengertian KMK maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian kredit.

Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang artinya kepercayaan (faith). Dengan demikian maka perkreditan memiliki unsur utama kepercayaan walaupun kredit itu sendiri bukan hanya sekedar kepercayaan. Makna kepercayaan di sini mengandung arti, yaitu pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan.

Dalam KUHPerdata tidak ditemukan istilah kredit. Padahal bagi masyarakat Indonesia, istilah kredit tersebut sudah tidak asing lagi. Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit selalu diidentikkan dengan utang atau pinjaman berupa uang atau barang.

Adapun definisi kredit dalam pandangan hukum sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan


(26)

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan pengertian-pengertian kredit di atas dapat diketahui bahwa unsur esensial dari kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain: jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain.6

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

Menurut Thomas Suyatno dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan, unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah :

b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang

6


(27)

menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali dijumpai dalam praktik perkreditan.7

Kredit yang diberikan oleh bank umum dan BPR kepada masyarakat sangat beragam jenisnya. Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain :8

a. Kredit Investasi

1. Berdasarkan kegunaan kredit

Kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit Modal Kerja

Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasinalnya. Contohnya, KMK diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. KMK merupakan kredit yang dicairkan untuk mendukung kredit investasi yang sudah ada.

7 Ibid.

8

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. RajaGrafindo Persada, 1998, hal.99.


(28)

2. Berdasarkan tujuan pemakaian kredit c. Kredit Produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang dan jasa. Artinya kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa.

b. Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit pemilikan rumah (KPR), kredit mobil pribadi, dan lain-lain. c. Kredit Perdagangan

Kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada

supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar.

3. Berdasarkan jangka waktu kredit a. Kredit jangka pendek

Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun.


(29)

Kredit yang mempunyai jangka waktu antara satu sampai tiga tahun, biasanya untuk investasi.

c. Kredit jangka panjang

Kredit yang mempunyai jangka waktu di atas tiga tahun. 4. Berdasarkan jaminan

a. Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

b. Kredit tanpa jaminan

Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.

5. Berdasarkan sektor usaha a. Kredit pertanian

Kredit yang diberikan untuk membiayai sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang.

b. Kredit peternakan

Kredit yang diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek, misalnya peternakan ayam.


(30)

c. Kredit industri

Kredit untuk membiayai industri kecil, menengah atau besar. d. Kredit pertambangan

Jenis usaha yang biasa dibiayai oleh kredit ini biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah.

e. Kredit pendidikan

Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk mahasiswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka KMK merupakan salah satu jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk membiayai operasional perusahaan yang berhubungan dengan pengadaan barang maupun proses produksi sampai barang tersebut terjual. Pengertian KMK adalah kredit yang dipergunakan untuk menambah modal kerja suatu perusahaan seperti pembelian bahan baku, biaya-biaya produksi, pemasaran, dan lain-lain.

Prinsip dari modal kerja ini adalah penggunaan modal yang akan habis dalam satu siklus usaha yaitu dimulai dari perolehan uang tunai dari kredit bank kemudian digunakan untuk membeli barang dagangan atau bahan-bahan baku kemudian diproses menjadi barang jadi lalu dijual baik secara tunai atau kredit selanjutnya memperoleh uang tunai kembali. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perusahaan membutuhkan dana yang cukup untuk menjamin kelangsungan operasinya tersebut.

KMK dan jenis kredit lainnya yang diberikan oleh bank didasarkan atas kepercayaan. Artinya orang yang mendapat pinjaman uang atau kredit dari bank


(31)

adalah orang yang dipercaya, orang tersebut akan mampu dan mau untuk mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya disertai imbalan bunga, menggunakan pinjaman sesuai tujuan. Namun tidak mudah untuk mengetahui apakah orang yang mengajukan permohonan kredit adalah orang yang dapat dipercayai.

Oleh karena pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu bentuk usaha bank untuk mendapatkan keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika benar-benar bahwa si debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Untuk memperoleh keyakinan bahwa si calon nasabah debitur adalah orang yang dapat dipercaya, akan mengembalikan pinjaman dari bank sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati, pada umumnya dunia perbankan menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan The five C’s of credit analysis, yang terdiri dari :

a. Penilaian watak (character)

Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara bank dan (calon) debitur atau informasi yang


(32)

diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan prilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariannya.

b. Penilaian kemampuan (capacity)

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.

c. Penilaian terhadap modal (capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan.

Seorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Misalnya orang yang akan mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk membeli sebuah rumah maka pemohon kredit harus memiliki modal untuk membayar uang muka. Uang muka itulah sebagai modal sendiri yang dimiliki pemohon kredit sedangkan kredit berfungsi sebagai tambahan.

d. Penilaian terhadap agunan (collateral)

Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari, misalnya terjadi kredit


(33)

macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya.

e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy) Bank harus menganalisa keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.

Prinsip 5C di atas menjadi dasar pertimbangan dalam pemberian kredit maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah oleh bank. Sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap kelima aspek tersebut untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari.

Kelima prinsip di atas juga diatur pada penjelasan Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Berdasarkan penjelasan Pasal 8, yang mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Oleh karena itu setiap pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asas perkreditan dan berdasarkan prinsip kehati-hatian.

Pada sasarannya prinsip 5C ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.9

9

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal. 246


(34)

2. Perjanjian Kredit Modal Kerja

Perjanjian yang dikenal dalam bahasa Belanda dengan istilah

overeenkomst , pada Pasal 1313 KUHPerdata dirumuskan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Menurut R.Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara para pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian.10

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sah sebagaimana ditentukan pada Pasal 1320 KUHPerdata agar perjanjian tersebut bersifat mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Adapun syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut, antara lain :

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal;

10


(35)

Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu :

1. Syarat Subjektif, meliputi syarat (1) dan (2) yang jika dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan.

2. Syarat Objektif, meliputi syarat (3) dan (4) yang jika dilanggar maka perjanjian batal demi hukum.

Di dalam hukum perdata khususnya hukum perikatan dikenal beberapa asas hukum yang menjiwai atau melatarbelakangi perjanjian, antara lain :

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”.

2. Asas Konsensualisme

Konsensualisme berasal dari bahasa latin Consensus yang berarti sepakat, maka sesuai dengan artinya bahwa konsensualisme adalah kesepakatan. Asas ini menetapkan bahwa suatu perjanjian itu sudah terjadi atau sudah dilahirkan pada saat tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi dalam perjanjian sudah ada dan mempunyai akibat hukum apabila telah ada kata sepakat mengenai hal-hal pokok dalam suatu perjanjian, kecuali perjanjian yang bersifat formal.


(36)

Pacta Sunt Servanda berasal dari bahasa Romawi yang artinya setiap janji adalah mengikat dengan kata lain setiap perjanjian harus ditaati oleh kedua belah pihak.11

4. Asas Itikad Baik

Adapun maksud dari asas ini dalam perjanjian, tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.

Perjanjian yang sudah disepakati para pihak yang diwujudkan dengan penandatanganan perjanjian oleh para pihak harus dilaksanakan dengan itikad baik atau dalam bahasa Belanda disebut te goeder trouw, dalam bahasa Inggris disebut in good faith, dan dalam bahasa Perancis disebut de bone foi. Pelaksanaan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menegaskan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya cara menjalankan atau melaksanakan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.12 Ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan dan ketentuan-ketentuan khusus tentang perjanjian bernama diatur di dalam Buku III KUHPerdata yang berjudul tentang Perikatan (Van Verbintenissen), seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian hibah, perjanjian pinjam meminjam dan lain-lain. Namun dalam perkembangannya jenis-jenis perjanjian dalam KUHPerdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis

11

Ibid, hal. 78.

12


(37)

perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata secara khusus seperti misalnya perjanjian kredit, perjanjian sewa beli atau leasing dan lain-lain.

Istilah perjanjian kredit tidak ada ditemukan dalam KUHPerdata dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, melainkan terdapat dalam instruksi pemerintah dan beberapa surat edaran, antara lain :13

Beberapa pakar hukum mengemukakan pendapatnya mengenai perjanjian kredit, diantaranya adalah R. Subekti yang berpendapat bahwa dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, maka pada hakikatnya yang terjadi a. Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 , yang berisi instruksi kepada bank bahwa dalam memberikan kredit bentuk apapun, bank wajib mempergunakan “akad perjanjian kredit”.

b. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit 1 No. 2/539/UPK/Pemb/1996; dan

c. Surat Edaran Bank Negara Indonesia No. 2/634/Pemb/1996 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan.

UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan belum memberikan rumusan dan pengertian tentang perjanjian kredit secara eksplisit. Meskipun demikian dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ditentukan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Namun undang-undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana untuk persetujuan pinjam meminjam tersebut.

13

Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 77.


(38)

adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata.14

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan yang bersifat konsensuil sedangkan penyerahan uangnya bersifat riil. Dalam aspek konsensuil dan riil perjanjian kredit memiliki identitas sendiri dengan sifat-sifat umum sebagai berikut: pertama, merupakan perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dari perjanjian penyerahan uang; kedua, perjanjian kredit bersifat konsensuil; ketiga, perjanjian penyerahan uangnya bersifat riil; keempat, perjanjian kredit termasuk dalam jenis perjanjian standar; kelima, perjanjian kredit banyak dicampuri pemerintah; keenam, perjanjian kredit lazimnya dibuat secara rekening koran; ketujuh, perjanjian kredit harus mengandung perjanjian jaminan; kedelapan, perjanjian kredit dalam riil adalah perjanjian sepihak; kesembilan, perjanjian kredit dalam aspek konsensuil adalah perjanjian timbal balik.15

Tan Kamello berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah suatu proses perjanjian untuk mendapatkan peminjaman uang yang didahului dengan mengadakan permufakatan dan diakhiri dengan penyerahan. Momentum terjadinya dua hubungan hukum tersebut berbeda. Perjanjian kredit lahir pada saat ditandatangani formulir perjanjian kredit bank, yang memiliki sifat konsensuil-obligatoir, sedangkan penyerahan uang (levering) menyusul kemudian setelah ada

14

Rachmadi Usman, Op.cit, hal.261.

15


(39)

pernyataan dari bank bahwa nasabah debitur dibolehkan mengambil uang (pinjaman), yang sifatnya riil.16

Pendapat lain diungkapkan oleh Remy Sjahdeini, yang mengatakan bahwa perjanjian kredit tidak identik dengan perjanjian pinjam uang sebagaimana tertuang dalam KUHPerdata.17 Terdapat ciri khusus dari perjanjian kredit yang membedakannya dari perjanjian pinjam uang biasa. Selanjutnya Remy membedakan perjanjian kredit bank dengan perjanjian pinjam meminjam, sebagai berikut :18

NO. Perjanjian Kredit Bank Perjanjian Peminjaman Uang 1 Bersifat konsensual Bersifat riil

2 Syarat mengenai penggunaan pinjaman harus sesuai tujuan

Tujuan penggunaan bebas

3 Cara pengambilan pinjaman

tertentu (cek, perintah pembayaran, pemindahbukuan)

Penyerahan pinjaman/uang secara sekaligus

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam-meminjam uang sebagaimana dimaksud dalam KUHPerdata. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti

16

Ibid, hal 61.

17

Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010, hal.148.

18


(40)

ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPerdata bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab I dan Bab II Buku Ketiga KUHPerdata.

Dalam membuat perjanjian kredit, terdapat beberapa judul dalam praktik perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda, tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang.19

Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani bank dan debitur maka tidak ada pemberian kredit. Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan maka perjanjian kredit adalah perjanjian pokok sedangkan perjanjian jaminan adalah perjanjian ikutan atau assesoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok (perjanjian kredit). Sebagai contoh jika perjanjian kredit berakhir karena ada pelunasan utang maka secara otomatis perjanjian jaminan akan menjadi hapus atau berakhir. Tetapi Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Masing-masing bank memiliki standar tersendiri mengenai isi perjanjian kredit dan tahapan dalam proses pemberian kredit.

19


(41)

sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau berakhir misalnya barang yang menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit tidak berakhir. Jadi perjanjian kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada jaminan tanpa ada perjanjian kredit.20

Jaminan perorangan atau jaminan pribadi (personal guaranty), yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Pada praktek yang sebenarnya jaminan kebendaan yang lebih banyak dipraktekkan. Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun antara kreditur dengan seseorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur.

Sebagaimana objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam suatu utang-piutang, secara umum jaminan kredit perbankan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak, dan jaminan perorangan. (penanggungan utang).

21

Jaminan berupa tanah maka pembebanannya adalah dengan menggunakan hak tanggungan atas tanah, sedangkan jika yang dijadikan jaminan adalah kapal laut atau pesawat udara, maka pembebanannya dengan menggunakan hipotik. Sementara itu, kalau yang dijadikan jaminan adalah benda bergerak, maka pembebanannya dengan menggunakan gadai dan fidusia.

20

Ibid, hal. 98.

21

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia. Cet. 3. PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 398.


(42)

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja

Dalam pemberian suatu KMK oleh bank kepada debitur, pertama-tama selalu dimulai dengan pengajuan permohonan kredit oleh calon nasabah debitur yang bersangkutan. Terhadap permohonan pemberian kredit tersebut terdapat dua kemungkinan jawaban, yakni penerimaan atau penolakan permohonan KMK tersebut. Apabila permohonan tersebut ditolak maka tahapan permohonan pemberian KMK terhenti, namun bila permohonan tersebut diterima (layak untuk diberikan) maka untuk terlaksananya pemberian/pelepasan KMK tersebut terlebih dahulu haruslah diadakan suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian KMK secara tertulis (biasa disebut akad kredit).

Salah satu yang mendasari harus dibuatnya perjanjian ini adalah bunyi Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan dimana disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Adapun filosofi harus dibuatnya perjanjian KMK adalah berfungsinya perjanjian kredit itu sebagai alat bukti, dan sebagaimana diketahui bahwa surat-surat perjanjian yang ditandatangani adalah merupakan suatu akta.22

22

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, 1998, hal. 139-140.

Di dalam Undang-Undang Perbankan tidak ditentukan bentuk dari perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, umumnya perjanjian kredit dituangkan


(43)

dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standards contract) dan juga dapat dibuat di bawah tangan ataupun notariil.23

1. Perjanjian Kredit Di Bawah Tangan

Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan bank dalam melepas kreditnya yaitu:

Perjanjian kredit ini hanya dibuat antara bank selaku kreditur dan debitur tanpa adanya saksi. Perjanjian kredit ini banyak mengandung kelemahan dan terkadang mengalami banyak hambatan dalam pembuktian di pengadilan,

2. Perjanjian Kredit Notariil (Otentik)

Perjanjian kredit ini dibuat dihadapan notaris , dan sering disebut dengan perjanjian kredit notariil (otentik) atau perjanjian kredit dengan akta otentik. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai yang berwenang untuk itu, berdasarkan tempat dimana akta tersebut dibuatnya.

Pada perjanjian KMK Bank X, perjanjian dibuat dengan akta di bawah tangan dan dalam bentuk perjanjian baku. Dimana yang berarti perjanjian ini dibuat oleh para pihak dalam hal ini bank sebagai kreditur dan debitur, tidak melalui perantara Pejabat yang berwenang (pejabat umum), isi dan klausula-klausula perjanjian KMK ini diserahkan sepenuhnya kepada pihak bank (kreditur), namun tetap harus dipedomani bahwa rumusan perjanjian tersebut

23


(44)

tidak boleh tidak jelas (kabur) dan harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum.24

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kebatalan dari perjanjian yang bersangkutan. Selain itu juga harus diperhatikan bahwa isinya tidak boleh merugikan salah satu pihak. Secara umum biasanya perjanjian KMK ini berisi definisi-definisi, jumlah kredit (pinjaman), besarnya bunga dan denda, jangka waktu, angsuran dan cara pembayaran, agunan, wanprestasi, timbul dan berakhirnya hak dan kewajiban, serta hukum yang berlaku bagi perjanjian tersebut.

Pemberian kredit perbankan di Indonesia tunduk kepada ketentuan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dan peraturan pelaksanaannya, antara lain yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan peraturan intern masing-masing bank. Adapun mengenai perjanjian kreditnya, sebagai salah satu perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata, Buku Ketiga tentang Perikatan.

Oleh karena itu, sahnya perjanjian kredit modal kerja berlaku dengan sendirinya ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian para pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini:

24

Wawancara dengan Suhaeli Anggrata, Penyelia Administrasi Kredit Bank X, tanggal 13 Maret 2012.


(45)

Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” (konsensus) tersebut.25

Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dalam KUHPerdata menganut asas konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan dengan demikian ”perikatan” yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan pada saat tercapainya konsensus. Jika sudah tercapai sepakat tersebut, maka sudah mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

26

Badrulzaman, Mariam Darus mengatakan bahwa “kata sepakat mengadakan perjanjian berarti kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapatkan suatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.”

Namun ada perkecualian terhadap asas ini yaitu bagi perjanjian-perjanjian riil yang membutuhkan formalitas-formalitas tertentu selain kata sepakat.

27

25

R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 3

26

Ibid, hal. 3-4

27

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, FH USU, 1974, hal.163.

Ini berarti bahwa sepakat mengandung kebebasan antara para pihak yang artinya betul-betul atas kemauan secara sukarela dari para pihak, tidak ada kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang), ataupun penipuan (bedrog) yang mengakibatkan adanya cacat dari kebebasan itu.


(46)

Kesepakatan karena paksaan, penipuan maupun kekhilafan maka kesepakatan itu tidaklah sah (Pasal 1321 KUHPerdata).

2. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Artinya orang-orang yang membuat perjanjian harus dalam keadaan “cakap berbuat” atau “berwenang berbuat” (bevoegd).

Seorang pemohon kredit harus mampu melakukan perbuatan hukum yaitu orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum.

Mengenai cakap atau tidaknya seseorang dalam membuat suatu perjanjian dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:

“setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”

Dari ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa selama tidak dilarang oleh undang-undang untuk membuat suatu perikatan maka seseorang dianggap cakap. Adapun orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu:

1. Orang-orang yang belum dewasa

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.


(47)

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 menetapkan bahwa orang yang dianggap telah dewasa jika sudah berumur 18 tahun ke atas atau sebelum umur 18 tahun tetapi telah melangsungkan perkawinan. Ketentuan dewasa ini berlaku untuk seluruh warga negara tanpa membeda-bedakan golongan penduduknya. Dengan demikian, umur dewasa 21 tahun sebagaimana ditentukan dalam KUHPerdata, sudah tidak berlaku lagi. Hal ini juga telah dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Agung, antara lain dalam putusannya No. 477 K / Sip / 1976, tanggal 13 Oktober 1976.28

1. Orang yang dungu (onnoozelheid);

Orang yang belum dewasa yang berarti orang di bawah umur 18 tahun dan belum pernah kawin dianggap belum dapat melakukan perbuatan hukum. Jadi hanya orang yang sudah dewasalah yang bisa mengajukan permohonan kredit.

Tentang orang-orang di bawah pengampuan yang dianggap tidak cakap atau tidak berwenang (bevoegd) dalam membuat perjanjian adalah orang-orang:

2. Orang gila (tidak waras pikiran);

3. Orang yang mata gelap atau pemarah (razemij); 4. Orang yang boros. (Lihat Pasal 433 KUHPerdata)

Untuk melakukan tindakan hukum, orang yang belum dewasa (minderjaring/underage) diwakili oleh orang tuanya atau walinya, sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya (mental incompetent/ intoxicated person) diwakili oleh pengampunya (curator) karena dianggap tidak mampu (ombevoegd) untuk bertindak sendiri.

28

Munir Fuady, Hukum Kontrak ( Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Adtya Bakti, 1999, hal. 65.


(48)

Mengenai ketentuan ketiga pada Pasal 1330 KUHPerdata di atas telah dikesampingkan oleh Mahkamah Agung melalui Surat Edaran No. 3/1963 tanggal 5 September 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia bahwa perempuan adalah cakap sepanjang memenuhi syarat telah dewasa dan tidak di bawah pengampuan.

Persyaratan kecakapan seseorang yang membuat perjanjian sangat diperlukan karena hanya orang yang cakap yang mampu memahami dan melaksanakan isi perjanjian yang dibuat.

3. Suatu hal tertentu

Yaitu apa-apa yang diperjanjikan harus jelas baik mengenai obyek perjanjian maupun hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 1333 KUHPerdata memberi petunjuk bahwa mengenai perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya kemudian. Ketentuan tersebut menunjukkan dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi hukum, perjanjian dianggap tidak pernah ada (terjadi).

4. Suatu sebab yang halal

Syarat terakhir pada ketentuan ini adalah suatu sebab (causa) yang halal, artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran dari suatu sebab yang halal yakni:


(49)

a. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

b. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan. c. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban

umum.

Mengenai suatu sebab yang halal ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1335 sampai 1337. Dengan demikian apabila suatu perjanjian dibuat tanpa memperhatikan atau melanggar ketentuan-ketentuan di atas, maka perjanjian yang dibuat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dapat dikatakan batal demi hukum.

C. Jenis-Jenis Kredit Modal Kerja

Berdasarkan bentuk dan sifatnya, KMK pada Bank X dapat dibagi sebagai berikut:

a. Aflopend

adalah kredit yang diberikan kepada nasabah yang pelunasannya dilaksanakan secara angsuran sesuai dengan jadwal pelunasan yang disetujui.

Kriteria KMK Aflopend adalah:

1) Jangka waktu maksimum tiga tahun 2) Terdapat jadwal angsuran

3) Tidak dapat ditarik kembali b. Revolving


(50)

adalah kredit jangka pendek untuk memenuhi modal kerja usaha. Mutasi penarikan dan penyetoran dapat dilakukan secara berulang, dengan batas penarikan dan penyetoran dapat dilakukan secara berulang, dengan batas penarikan setinggi-tingginya sampai maksimum kredit.

Kriteria KMK Revolving adalah :

1) Jangka waktu maksimum satu tahun dan dapat diperpanjang 2) Tidak mempunyai jadwal pembayaran kembali yang tetap 3) Debitur dapat bertransaksi (tarik/setor) berulang

Kredit modal kerja dapat diperpanjang jangka waktunya, apabila terdapat indikator seperti :

1. Realisasi penjualan mencapai target penjualan yang ditetapkan sebelumnya.

2. Realisasi produksi mencapai target produksi yang ditetapkan sebelumnya.

3. Tidak ada hal-hal yang negatif.

4. KMK tersebut betul-betul masih diperlukan. 5. Prospek usaha baik.

Maksimal nominal Kredit Modal Kerja yang diberikan, ditentukan berdasarkan segmentasi. Adapun pembagian segmentasi debitur Bank X sebagai berikut :

1. Segmen usaha kecil :

a. Bank X Kredit Usaha Rakyat (KUR), maksimal kredit s/d Rp. 500 juta.


(51)

b. Bank X Wira Usaha (BWU), maksimal kredit Rp. 50 juta s/d 1 Milyar.

c. Bank X Usaha Berkembang, maksimal kredit di atas Rp. 1 Milyar s/d Rp. 3 Milyar.

d. Bank X Usaha Maju, maksimal kredit di atas Rp.3 Milyar s/d Rp.10 Milyar.

2. Segmen usaha menengah 3. Segmen usaha besar/ korporasi29

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar.

Kriteria usaha kecil sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2008, adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha); atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebi dari Rp. 300 juta sampai dengan Rp. 2,5 Milyar.

29

Wawancara dengan Abdul Rahim, Penyelia Kredit Analis Bank X, tanggal 12 Maret 2012.


(52)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar.

Kriteria usaha menengah mengacu kepada Pasal 6 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2008, ditetapkan sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 Milyar sampai dengan paling banyak Rp. 50 Milyar.

D. Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja

Prosedur pemberian KMK merupakan tahapan-tahapan yang dilalui untuk memberikan KMK. Prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum sama, antara satu bank dengan bank lainnya memiliki prosedur yang tidak jauh berbeda. Dengan kata lain prosedur pemberian kredit antara satu bank dengan bank lain tidak terlau kontras perbedaannya. Hal yang menjadi perbedaan mungkin terletak pada bagaimana tujuan bank tersebut serta persyaratan yang ditetapkan dengan pertimbangan-pertimbangan masing-masing. Tujuan utama dari prosedur ini untuk mempermudah bank menilai kelayakan suatu permohonan kredit, sehingga dapat mencegah terjadinya kredit bermasalah.


(53)

Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan antara pinjaman perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk konsumtif atau produktif.

Secara umum prosedur pemberian kredit oleh bank adalah:30 1. Pengajuan berkas-berkas

Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian dilampiri dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan.

Persyaratan umum untuk aplikasi KMK di Bank X yang harus dilengkapi oleh calon debitur, yaitu:31

a. Legalitas usaha seperti akta pendirian beserta perubahannya yang terbaru, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Undang-Undang Gangguan (SIUUG/HO), Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) apabila kegiatan usaha perusahaan nasabah atau calon nasabah debitur mempunyai dampak sensitif bagi lingkungan.

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan laporan keuangan.

c. Rekening koran bank di Bank X maupun bank lain minimal enam bulan untuk calon debitur KMK – non usaha kecil.

d. Pengalaman usaha

e. Bukti kepemilikan barang jaminan

30

Kasmir, Op.cit, hal 94.

31

Wawancara dengan Abdul Rahim, Penyelia Kredit Analis Bank X, tanggal 12 Maret 2012.


(54)

2. Penyelidikan berkas pinjaman

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas waktu tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan saja.

3. Wawancara I

Bank setelah menerima permohonan kredit berikut persyaratan dan kelengkapan data pemohon, selanjutnya melakukan penelitian / verifikasi terhadap pemenuhan syarat dan kebenaran datanya, salah satunya melalui wawancara langsung dengan calon debitur.

4. Survey ke lapangan

Kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasil survey dicocokkan dengan hasil wawancara I.

5. Wawancara II

Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan survey ke lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara I dicocokkan dengan pada saat survey

apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran. 6. Analisa Kredit


(55)

Setelah verifikasi data dengan melakukan wawancara dan survey ke lapangan, petugas bank menganalisa permohonan kredit calon debitur dengan menggunakan prinsip 5C.

7. Keputusan kredit

Setelah analisa maka akan ditentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika kredit disetujui, bank akan menerbitkan Surat Keputusan Kredit (SKK). Begitu pula apabila permohonan kredit ditolak, diberitahukan secara tertulis dengan alasan-alasan sebaik-baiknya.

8. Penandatanganan perjanjian kredit

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon debitur menandatangani akad kredit dan mengikat jaminan.

9. Realisasi kredit

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.

10. Penyaluran/ penarikan dana

Penyaluran/ penarikan dana adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketantuan dan tujuan kredit yaitu:

a. sekaligus atau b. secara bertahap


(56)

E. Berakhirnya Kredit Modal Kerja

Fasilitas KMK diberikan oleh bank kepada calon debitur berdasarkan perjanjian kredit. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain.

Perjanjian kredit dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku III Bab 13 KUHPerdata. Oleh karena itu, ketentuan mengenai berakhirnya perikatan dalam Pasal 1381 KUHPerdata berlaku juga untuk perjanjian kredit. Dan Pasal 1319 KUHPerdata, menetapkan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat, hal ini berarti perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal di dalam KUHPerdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat di dalam Buku III KUHPerdata, menurut Pasal 1381 KUHPerdata, yang mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit bank, umumnya perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal di bawah ini:32

1. Karena Pembayaran

Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lain yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pelunasan kredit ini dapat

32


(57)

dilakukan oleh debitur jika fasilitas kredit telah jatuh tempo sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati kecuali dilakukan perpanjangan pinjaman kredit. Apabila debitur melakukan pelunasan, penutupan rekening pinjaman atas permintaan debitur itu sendiri sebelum jatuh tempo, maka sesuai dengan ketentuan Bank X, debitur akan dikenakan biaya penutupan rekening .33

2. Novasi

Pembaharuan utang atau novasi disini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai penggantian perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus/ berakhir adalah perjanjian kredit yang lama.

3. Kompensasi (Perjumpaan utang)

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.

Dasar kompensasi ini disebutkan dalam Pasal 1425 KUHPerdata. Dikatakan jika dua orang saling berhutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang-piutang, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan.

33

Wawancara dengan Abdul Rahim, Penyelia Kredit Analis Bank X, tanggal 12 Maret 2012.


(58)

Kondisi demikian ini dijalankan oleh bank dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan tersebut yang diambil alih tersebut.34

34


(59)

BAB III

NOVASI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERKEMBANGANNYA

A. Pengertian Novasi

Pembaharuan utang atau novasi adalah salah satu bentuk hapusnya perikatan yang terwujud dalam bentuk lahirnya perikatan baru. Pasal 1413 KUHPerdata menyebutkan tiga cara melaksanakan novasi :

1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya;

2. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; 3. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru

ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya.

Dari ketiga macam cara pembaharuan utang yang disebutkan dalam Pasal 1413 KUHPerdata dapat diketahui bahwa dalam pembaharuan utang atau novasi, perikatan yang lama hapus demi hukum dan selanjutnya dibuat/dibentuk suatu perikatan baru antara pihak yang sama, yaitu antara debitur dan kreditur yang sama dalam perikatan yang dihapuskan, atau dengan pihak lain yang selanjutnya


(60)

akan berkedudukan sebagai kreditur atau debitur baru, yang menggantikan kreditur atau debitur yang lama.35

1. Novasi objektif, artinya objek diperbaharui dengan membuat perikatan baru yang menggantikan hutang yang lama dan menghapus perikatan yang lama. Novasi objektif dapat terjadi dengan :

Berdasarkan Pasal 1413 KUHPerdata tersebut dapat diketahui bahwa ada tiga jenis novasi, yaitu :

36

a. Mengganti atau mengubah isi dari pada perikatan.

Penggantian perikatan terjadi jika kewajiban debitur atas suatu prestasi tertentu diganti oleh prestasi lain. Misalnya kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang tertentu.

b. Mengubah sebab dari pada perikatan.

Misalnya, ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum diubah menjadi utang piutang.

2. Novasi subjektif aktif, artinya subjek aktif (kreditur) diperbaharui dengan membuat perikatan baru yang menghapus perikatan yang lama sehingga kreditur yang lama melepaskan haknya.

Dalam novasi seperti ini, perikatan yang lama antara kreditur lama dengan debitur menjadi hapus dan sebagai gantinya ada perikatan baru antara kreditur baru dengan debitur.

35

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Hapusnya Perikatan, PT. RajaGrafindo Persada, 2003 hal. 80.

36


(61)

3. Novasi subjektif pasif, artinya subjek pasif (debitur) diperbaharui dengan membuat perikatan baru yang menghapus perikatan lama sehingga debitur yang lama dibebaskan dari kewajibannya.

Pada novasi subjektif pasif dapat terjadi dua cara penggantian debitur, yaitu :37

1. Expromissie, dimana debitur semula diganti oleh debitur baru, tanpa bantuan debitur semula. Hal ini diatur pada Pasal 1416 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa pembaharuan utang dengan penunjukan seorang berutang baru untuk mengganti yang lama, dapat dijalankan tanpa bantuan orang berutang yang pertama.

2. Delegatie, dimana terjadi persetujuan antara debitur, kreditur dan debitur baru. Tanpa persetujuan dari kreditur, debitur tidak dapat diganti dengan debitur lainnya.

Menurut Pasal 1417 KUHPerdata, cara mengadakan novasi subjektif pasif, dimana debitur menawarkan kepada krediturnya seorang debitur baru, yang bersedia untuk mengikatkan dirinya demi keuntungan kreditur atau dengan perkataan lain, bersedia untuk membayar utang-utang debitur.38

Novasi baru terjadi apabila kreditur setelah menerima/menyetujui debitur baru, dengan tegas menyatakan bahwa ia membebaskan debitur lama dari keterikatannya berdasarkan perikatan yang lama dari kewajibannya terhadap Dari uraian Pasal 1417 KUHPerdata tersebut, dapat disimpulkan bahwa inisiatif melakukan novasi berasal dari pihak debitur.

37

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, 1994, hal.3.

38

J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie, dan Percampuran Hutang , Alumni, 1991, hal. 118.


(62)

kreditur. Pernyataannya membebaskan debitur dari keterikatannya pada perikatan lama terhadap kreditur, dapat diartikan sebagai kehendak yang nyata-nyata dari kreditur untuk menghapuskan perikatan lama dan menggantikannya dengan perikatan baru, dimana para pihaknya sekarang adalah kreditur (lama) dengan debitur baru.39

B. Syarat-Syarat Terjadinya Novasi

Dengan perkataan lain, dengan hanya menerima penawaran seorang debitur baru saja yang diajukan oleh debitur lama, novasi belum terjadi.

Ciri dari novasi subjektif pasif disini adalah bahwa penerimaan debitur baru, yang diikuti dengan pembebasan debitur lama, menimbulkan perikatan (baru) antara kreditur dengan debitur baru, yang sekaligus menghapuskan dan menggantikan perikatan (lama) antara kreditur dengan debitur lama.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembaharuan utang atau novasi adalah suatu perjanjian yang menyebabkan hapusnya perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan sebelumnya.

Karena novasi harus diperjanjikan, maka ketentuan yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata berlaku dalam hal ini. Pasal 1320 menyebutkan bahwa:

Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat: 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

39 Ibid.


(63)

3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal.

Ketentuan Pasal 1414 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa pembaharuan utang hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan, pada dasarnya merupakan penegasan kembali akan berlakunya ketentuan Pasal 1320 angka 2 sebagaimana dikutip di atas.

Tentang kesepakatan antara mereka yang mengadakan pembaharuan utang, Pasal 1415 KUHPerdata menentukan bahwa “ Tiada pembaharuan utang yang dipersangkakan; kehendak seseorang untuk mengadakannya harus dengan tegas ternyata dari perbuatannya”.

Ini berarti suatu pembaharuan utang harus dengan tegas menyatakan bahwa utang lama atau perikatan lama yang ada diantara debitur dan kreditur menjadi hapus demi hukum, dan sebagai penggantinya dibuat dan berlakulah perikatan baru dengan segala ketentuan dan syarat-syaratnya yang baru, yang berlaku bagi debitur dan kreditur dalam perikatan yang baru tersebut. Dalam hal tidak terdapat kesepakatan atau tidak dapat dibuktikan bahwa telah terjadi penghapusan perikatan lama yang disertai dengan pembentukan perikatan baru, dengan segala konsekuensinya, maka tetap berlakulah ketentuan dalam perikatan yang lama. Ini berarti tidak terjadi pembaharuan utang (novasi).40

40


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyebab dilakukannya novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X, yaitu apabila debitur meninggal dunia dimana KMKnya belum lunas sedangkan para ahli warisnya menghendaki usahanya tetap akan dilanjutkan dengan bantuan fasilitas KMK yang telah diberikan bank kepada usahanya atau apabila terjadi perubahan status hukum debitur dari CV/ Firma menjadi PT, maka terhadap perjanjian kredit lama harus dilakukan novasi. Diperlukan adanya novasi yaitu untuk keteraturan administrasi dan kepastian siapa yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan kreditnya dan siapa yang bertanggung jawab terhadap kelancaran dari usahanya sehingga penggantinya dapat memenuhi kewajibannya kepada bank tepat pada waktunya. Dengan adanya novasi dapat dijadikan sebagai alat bukti dan untuk menjamin kepastian hukum terhadap perjanjian kredit tersebut.

2. Proses novasi terhadap debitur pada perjanjian KMK di Bank X meliputi tahap-tahap sebagai berikut :

a. Persiapan Proses Novasi


(2)

c. Analisis atau Penilaian Kredit d. Keputusan Kredit (Credit Decision)

e. Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur (Credit Supervision and Follow Up)

Pada tahap Keputusan Kredit, apabila permohonan novasi tersebut layak untuk dikabulkan, maka akan dituangkan dalam Surat Penegasan Persetujuan Novasi. Kemudian debitur lama, debitur baru dengan pihak bank melakukan penandatanganan perjanjian pembaharuan utang dengan penggantian debitur di hadapan notaris.

3. Dengan dilakukannya novasi terhadap debitur, maka perjanjian kredit lama menjadi hapus dan digantikan dengan perjanjian kredit baru. Demikian juga terhadap perjanjian accessoir berupa perjanjian jaminan (misalnya hak tanggungan, hipotik, hak-hak istimewa lainnya) yang mengikuti perjanjian kredit lama menjadi gugur/ berakhir. Oleh karena itu demi menjamin pelunasan utang debitur baru semua jaminan tetap dipertahankan dan dilakukan pembaharuan pengikatannya.

B. Saran

1. Untuk menghindari terjadinya debitur wanprestasi maka proses pemberian kredit dilaksanakan melalui tahapan prosedur yang benar. Karena perjanjian kredit bank merupakan perjanjian baku dimana klausula-klausulanya sudah dituangkan dalam bentuk formulir, maka sebaiknya


(3)

masing-masing pihak (kreditur dan debitur) secara jelas dan benar sehingga masing-masing pihak mengerti hak dan kewajibannya.

2. Agar prosedur pengajuan kredit maupun novasi dipermudah dan dipersingkat waktunya mengingat kredit yang diambil adalah kredit modal kerja yang digunakan untuk pembiayaan operasional perusahaan sehari-hari, sehingga perlu waktu yang singkat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Badrulzaman, Mariam Darus. 1994. KUHPerdata Buku III Perikatan Dengan Penjelasannya. Alumni. Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus. 1978. Perjanjian Kredit Bank. Alumni. Bandung. Bahsan, M. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. PT.

Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Djumhana, Muhammad. 2000. Hukum Perbankan Di Indonesia. Cet. 3. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Fuady, Munir. 1999. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Cet. 2. PT. Alumni. Bandung.

Hermansyah. 2011. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Cet. 4. Kencana. Jakarta.

Imaniyati, Neni Sri. 2010. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. PT. Refika Aditama. Bandung.

Kamelo, Tan. 2004. Hukum Jaminan Fidusia. PT. Alumni. Bandung.

Kasmir. 1998. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Lukman Santoso AZ.2011 Hak Dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank. Pustaka Yustisia. Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. PT. Citra Aditya. Bandung.

Mulhadi. 2010. Hukum Perusahaan Bentuk- Bentuk Badan Usaha Di Indonesia. Ghalia Indonesia. Bogor.


(5)

Satrio, J. 1991. Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie, dan Percampuran Hutang. Alumni. Bandung.

Setiawan, R. 1994. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Binacipta. Bandung. Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Cet. 10. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Suharnoko dan Endah Hartati. 2006. Doktrin Subrogasi, Novasi, Dan Cessie. Cet.

2. Kencana. Jakarta.

Supramono, Gatot. 1995. Perbankan Dan Masalah Kredit. Djambatan. Jakarta. Sutarno. 2003. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Alfabeta. Jakarta. Tjiptoadinugroho, R. 1994. Perbankan Masalah Perkreditan. Cet. 4. PT. Pradnya

Paramita. Jakarta.

Usman, Rachmadi. 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi. 2003. Hapusnya Perikatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

JURNAL

Megarita. Upaya Mencegah Timbulnya Kredit Bermasalah. Equality Jurnal Hukum. 2007. USU Press. Medan

INTERNET

http//kasusperbankan.wordpress.com/tag/akta-novasi. Diakses 27 Februari 2012.

DAFTAR PERATURAN

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


(6)

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah