Selain itu pengajuan undang-undang ini juga dimaksudkan untuk menata kehidupan perekonomian Indonesia dan mempertegas kedudukan mata uang
Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah, berfungsi sebagai alat penukar atau alat pembayaran dan pengukur harga di Indonesia dan seluruh transaksi wajib
menggunakan mata uang Rupiah. Jika melanggar maka terancam pidana.
C. Kejahatan Mata Uang dan Penanggulangannya
Dalam perspektif krimonologi, definisi kejahatan dapat dibagi menjadi dua yaitu legal definition of crime dan social definition of crime. Legal definitions of
crime artinya suatu perbuatan yang oleh Negara diberi label sebagai suatu kejahatan. Sebagaimana dikatakan oleh W.A Bonger bahwa kejahatan adalah
perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi negara berupa pemberian derta dan kemudian sebagai rekasi terhadap rumusan-rumusan hukum mengenai
kejahatan.
35
Berdasarkan perpektif kriminologi, nampaknya pembahasan selanjutnya yang berkaitan dengan bentuk kejahatan mata uang lebih mengarah kepada legal
definition of crime. Dalam perspektif hukum pidana, kejahatan sebagai legal definition of crime masih dibedakan lagi dengan apa yang disebut sebagai mala in
se dan mala probibita.
36
Dapatlah dikatakan bahwa mala in se adalah perbuatan- perbuatan yang sejak awal telah dirasakan sebagai suatu ketidakadilan karena
bertentangan oleh kaedah-kaedah dalam masyarakat sebelum ditetapkan oleh
35
W.A. Bonger, pengantar tentang Kriminologi, diterjemahkan oleh R.A. Koesmoen, cetakan keempat, Jakarta : Pustaka Sarjana, 1997, hal 21.
36
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita selekta kriminologi, Bandung : Eresco, 1992, hal 9.
Universitas Sumatera Utara
undang-undang sebagai suatu kejahatan. Sedangkan mala probibita perbuatan- perbuatan yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai suatu ketidakadilan.
Bentuk dan jenis kejahatan mata uang yang terdapat dalam KUHP dan Undang-Undang Bank Indonesia, ada beberapa kejahatan mata uang sebagai
berikut: 1.
Kejahatan mata uang mengarah pada felonies atau mala in se. Sebab pada dasarnya pemalsuan adalah perilaku menyimpang dalam kehidupan
masyarakat. Sedangkan kejahatan mata uang dalam UUBI lebih mengarah pada misdemeanors atau mala probibita. Artinya, perilaku tertentu dari orang
atau badan hukum yang oleh pembentuk undang-undang dinyatakan sebagai pelanggaran.
2. Kejahatan mata uang dengan pemalsuan uang dapat dijerat dengan ketentuan
dalam KUHP dan masih relevan hingga saat ini, akan tetapi untuk mensinkronkan perbuatan pidana baru yang berkaitan dengan mata uang dan
lebih untuk mensinergikan sistem pemidanaan terhadap kejahatan mata uang, pengaturannya perlu secara khusus. Dengan berlakunya aturan khusus tersebut
yang berkaitan dengan mata uang termasuk ketentuan pidana dan terlebih proses beracaranya dalam rangka law enforcement, kejahatan mata uang
dalam KUHP dapat dicabut.
37
Untuk menanggulangi kejahatan mata uang, dari segi hukum material yang berlaku saat ini sebenarnya sudah cukup mengantisipasi kejahatan mata uang baik
yang terdapat dalam KUHP maupun dalam UUBI. Akan tetapi dari segi hukum
37
Ibid
Universitas Sumatera Utara
formal perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan profesionalisme aparat, sarana dan prasarana. Dalam rangka penanggulangan preventif kejahatan
mata uang, khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedarannya, Bank Indonesia adalah institusi yang sangat memegang peranan penting. Sebab,
yang berhak dan mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan palsu atau tidaknya uang yang beredar adalah Bank Indonesia.
Dalam rangka penanggulangan secara represif, tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum semata, tetapi juga perlu campur tangan
institusi lain tanpa mengecilkan arti institusi penegak hukum yang ada. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
38
1. kejahatan mata uang acap kali dilakukan sebagai kejahatan terorganisir bahkan
melibatkan orang-orang yang punya kedudukan dan status dalam masyarakat. 2.
kejahatan mata uang adalah transnational crime yang melewati lintas batas negara.
3. kejahatan mata uang adalah kejahatan yang sangat kompleks dalam pengertian
tidak menyangkut motivasi ekonomi semata tetapi juga motivasi politik yang bertujuan terhadap instabilitas ekonomi suatu negara. Perihal kedua dan ketiga
ini, banyak modus operandi pengedaran uang palsu yang bersumber dari luar negeri.
4. kejahatan mata uang, khususnya pemalsuan, sangat bersifat teknis sehingga
untuk menentukan apakah uang tersebut palsu atau tidak, dibutuhkan keahlian tersendiri.
38
H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Jakarta : Penerbit Mulia Sari, 1994, hal 77.
Universitas Sumatera Utara
5. pembuktian kejahatan mata uang yang berkaitan dengan pemalsuan tidaklah
mudah karena si tersangka selalu mengatakan ketidaktahuannya bahwa uang yang dibawanya adalah palsu.
Dalam kaitannya dengan penggunaan uang rupiah sebagai legal tender bagi wilayah Republik Indonesia, maka mata uang merupakan salah satu simbol
kedaulatan negara, maka penggunaan mata uang Rupiah di wilayah Negara Republik Indonesia berarti penghormatan terhadap kedaulatan Indonesia,
sementara penggunaan mata uang asing di wilayah Negara Republik Indonesia dengan mengesampingkan mata uang Rupiah berarti merupakan salah satu
tindakan penjajahan terhadap kedaulatan Bangsa Indonesia khususnya di bidang ekonomi yang berpotensi besar untuk menyerang bidang-bidang lain di wilayah
Republik Indonesia. Salah satu upaya penegakannya adalah dengan menegaskan dalam Currency Act bahwa Rupiah adalah satu-satunya legal tender untuk seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia, yang berarti penggunaannya adalah wajib dalam transaksi apapun dan siapapun selama di wilayah Indonesia dengan
konsekuensi pidana bagi yang melanggar.
39
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini: “Rupiah satu-satunya legal
tender di Indonesia” hanya dibenarkan untuk wilayah perbatasan, transaksi internasional, dan daerah wisata, dengan pembatasan yang diatur dalam peraturan
pemerintah.
40
39
Mishkin, Frederic S. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. 2008, hal 60.
40
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Sementara di Indonesia batasan tentang legal tender diatur dalam UU Mata Uang yang berbunyi sebagai berikut :
1. Uang adalah alat pembayaran yang sah;
2. Mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Rupiah;
3. Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan
pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, danatau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka untuk kategori legal tender tidak ada
pembatasan wujud uang Rupiah, berarti tidak ada keharusan bahwa uang merupakan alat pembayaran yang sah adalah uang kartal baik uang kertas maupun
uang koin sebagaimana yang berlaku di Republik Indonesia. Dalam hal ini yang terpenting adalah mata uang yang digunakan adalah Rupiah merupakan model alat
bayarnya adalah terserah pada user, apakah memilih uang kartal atau alat pembayaran yang lain seprti cek, kartu kredit dan kartu debit serta berbagai alat
pembayaran sejenis dengan metode non-currency. Sementara uang giral akan diatur dalam uandang-undang tersendiri tentang lalu lintas pembayaran.
41
Keharusan penggunaan mata uang Rupiah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini mengingat mata uang merupakan salah satu
simbol kedaulatan negara, yang harus ditegakkan keberadaannya. Selanjutnya dengan adanya UU Mata Uang diharapkan akan menambah kesadaran masyarakat
41
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Kedua, Bandung : Penerbit PT. Citra Adtya Bakti, 1994, hal 101.
Universitas Sumatera Utara
mengenai uang Rupiah. Ada pun pengaturan kejahatan terhadap mata uang dari UU Mata Uang yaitu:
1. Setiap orang dilarang menolak untuk menerima uang Rupiah yang
penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, danatau transaksi keuangan lainnya di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehubungan dengan masalah uang kembalian bahwa sangat tegas pembayaran atau memenuhi kewajiban
harus dengan uang, maka tidak ada alasan bagi pelaku usaha untuk menukarnya dengan permen.
2. Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, danatau
melakukan perubahan pada uang Rupiah. 3.
Setiap orang dilarang memalsukan uang Rupiah serta menggunakan uang Rupiah jika diketahuinya merupakan uang Rupiah palsu.
Penggunaan mata uang Rupiah di wilayah Negara Republik Indonesia berarti penghormatan terhadap kedaulatan Indonesia dengan mengesampingkan
mata uang Rupiah berarti merupakan salah satu tindakan penjajahan terhadap kedaulatan Bangsa Indonesia khususnya di bidang ekonomi yang berpotensi besar
untuk menyerang bidang-bidang lain di wilayah Republik Indonesia. Salah satu penegakan prinsip ini adalah dengan menegaskan dalam currency regulation
bahwa Rupiah adalah satu-satunya legal tender untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, yang berarti penggunaannya adalah wajib pada transaksi apapun dan
oleh siapapun selama di wilayah Indonesia dengan konsekuensi sanksi pidana bagi yang melanggarar. Pengecualian terhadap prinsip “Rupiah sebagai satu-
Universitas Sumatera Utara
satunya legal tender di Indonesia, hanya dibenarkan untuk wilayah perbatasan, transaksi internasional, dan daerah wisata dengan pembatasan yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia. Pengaturan semacam ini juga dimasudkan sebagai upaya untuk mengangkat mata uang Rupiah di dunia internasional, urgensinya
adalah agar mata uang kita punya nilai di mata masyarakat dunia. Selama ini kita menyadari di luar negeri tidak semua negara menyediakan penukaran uang
Rupiah Indonesia. Hal ini berarti bahwa nilai Rupiah kita terperosok jauh dari negara-negara yang lain.
42
Penanggulangan kejahatan melalui menegakkan tertib sosial dan melindungi hukum. Sementara dalam rangka menegakkan tertib sosial tersebut
menurut Soejono Soekanto paling tidak ada empat faktor. Aturan Pertama, hukum itu sendiri baik dalam pengertian hukum material maupun hukum formal.
Kedua profesionalisme aparat. ketiga, sarana dan pra sarana. keempat atau yang terakhir adalah keasadaran hukum masyarakat.
43
Dalam konteks penanggulangan kejatahan mata uang, dari segi hukum material yang berlaku saat ini sebenarnya sudah cukup mengantisipasi kejahatan
mata uang baik yang terdapat dalam KUHP maupun dalam UUBI. Akan tetapi dari segi hukum formal perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan
profesionalisme aparat, sarana, dan prasarana. Oleh karena itu penanggulangan kejahatan mata uang yang dilakukan baik secara proventif maupun secara represif.
Dalam penanggulan preventif kejahatan mata uang khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedarannya, Bank Indonesia adalah institusi
42
Ibid
43
Nopirin, Ekonomi Moneter, Buku I. Yogyakarta : BPFE, 2000, hal 94.
Universitas Sumatera Utara
yang sangat memegang peranan penting. Sebab, yang berhak dan mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan palsu atau tidaknya uang yang beredar
adalah Bank Indonesia. Hal ini secara implicit tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6142004 Tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan
Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah. Dalam perkembangan kejahatan terhadap mata uang mutakhir telah terjadi
perubahan paradigma kejahatan terhadap mata uang, tidak hanya sebagai alat tukar tetapi juga sebagai alat politik dan penjajahan ekonomi dengan pelaku tidak
hanya individu tetapi juga korporasi yang dilakukan secara terorganisir dan bersifat transnasional. Oleh karena itu, penanggulangan kejahatan terhadap mata
uang membutuhkan pengaturan yang lebih komprehensif dengan mengacu pada prinsip-prinsip kriminalitas.
Dalam kejahatan mata uang, penanggulangan secara represif tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum semata, tetapi juga perlu campur
tangan institusi lain tanpa mengecilkan arti institusi penegak hukum yang ada. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan :
44
1. Kejahatan mata uang acap kali dilakukan sebagai kejahatan teorganisir,
bahkan melibatkan orang-orang yang punya kedudukan dan status dalam masyarakat. Dalam konteks yang demikian, kejahatan mata uang dapat
dikualifikasikan sebagai white collar crime seperti yang didefinisikan oleh Sutherland sebagai crime commited by a person of respectability and high
social status in the couse of his occupation.
44
Sanusi Bintang Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal 88.
Universitas Sumatera Utara
2. Kejahatan mata uang adalah international crime yang melewati lintas batas
negara. 3.
Kejahatan mata uang adalah kejahatan yang sangat kompleks dalam pengertian tidak menyangkut motivasi ekonomi semata tetapi juga motivasi
politik yang bertujuan terhadap instabilitas ekonomi suatu negara. 4.
Kejahatan mata uang, khususnya pemalsuan, sangat bersifat teknis sehingga untuk menentukan apakah uang tersebut palsu ataukah tidak, dibutuhkan
keahlian tersendiri. 5.
Pembuktian kejahatan mata uang yang berkaitan dengan pemalsuan tidaklah mudah karena si tersangka selalu mengatakan ketidak tahuannya bahwa uang
yang dibawanya adalah palsu. Atas dasar pertimbangan tersebut diatas, penanggulangan represif
terhadap kejahatan mata uang perlu ditempuh yakni dalam kaitannya dengan profesionalisme aparat untuk menanggulangi kejahatan mata uang khususnya
uang palsu, penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh pegawai Bank Indonesia. Perlu dilakukan kerjasama yang lebih intensif oleh Badan Koordinasi
Pemberantasan Uang palsu, perlu diatur dalam ketentuan tersendiri perihal hukum acara, khususnya yang berkaitan dengan teknik penyidikan serta perlindungan
terhadap korban dan saksi, dan perlu dipertimbangkan dalam pengaturan mata uang yang akan datang agar ditentukan bahwa atas permintaan Bank Indonesia
Hakim dapat memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum sebagai eksekutor agar uang palsu yang disita untuk dimusnakan sebagian diserahkan kepada Bank
Universitas Sumatera Utara
Indonesia untuk penelitian lebih lanjut guna mencegah terjadinya pemalsuan mata uang.
Asas perlindungan yang tercantum dalam KUHP menunjukkan betapa tingginya kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh asas tersebut, karena
kebahayaan yang ditimbulkannya pun sangat tinggi, tidak saja secara nasional, tetapi secara internasional. Oleh karena itu sesungguhnya agak janggal apabila
para penegak hukum hanya menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan kajahatan mata uang, semata-mata karena terpenuhinya unsur-unsur atau tidak
tanpa memperhatikan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh undang- undang tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang