Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara GC-MS Pada Manisan Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt) Dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak

(1)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK

ATSIRI SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH

PALA (Myristica fragrans Houtt) DARI DESA

KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK

SKRIPSI

OLEH:

AFRIANDI BAKRI

NIM 111524034

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK

ATSIRI SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH

PALA (Myristica fragrans Houtt) DARI DESA

KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

AFRIANDI BAKRI

NIM 111524034

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK

ATSIRI SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH

PALA (Myristica fragrans Houtt) DARI DESA

KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK

OLEH:

AFRIANDI BAKRI

NIM 111524034

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 27 Agustus 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195101311976031003 NIP 195108161980031002

Pembimbing II, Drs. Maralaut B., M.Phill., Apt. NIP 195101311976031003

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. Drs. Chairul Azhar D., M.Sc., Apt. NIP 195006221980021001 NIP 194907061980021001

Dra. Tuty R. Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Medan, Oktober 2013

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamain, puji dan syukur kehadirat Allah swt., karena limpahan rahmat, kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar dan komponen minyak atsiri pada manisan buah pala (Myristica fragrans Houtt) dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak., yang

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs. Maralaut Batubara M.Phill., Apt., dan Bapak Dr. Muchlisyam M.Si., Apt., yang membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., selaku penasehat akademis yang memberikan bimbingan kepada penulis selama ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Ibu dan Bapak Kepala Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Bapak Dr. Gindo Haro M.Sc., Apt., Bapak Drs. Maralaut Batubara M.Phill., Apt., Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe M.Sc., Apt., dan Ibu Drs. Tuty Roida Pardede M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Rusly Arif dan Ibunda Salwati tercinta atas doa dan pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, untuk kakak dan adik tersayang Desna Arifa dan Nouval dan sahabat-sahabat saya (Andre K., Rosy, Fardi, Fredi, Ayusari, Angga, dan teman-teman saya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu) yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

Afriandi Bakri NIM 111524034


(6)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI

SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH PALA (

Myristica

fragrans

Houtt) DARI DESA KLAMBIR LIMA

HAMPARAN PERAK

ABSTRAK

Tanaman pala merupakan salah satu tanaman Indonesia yang mengandung minyak atsiri, terutama pada bijinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen minyak atsiri pada daging buah pala segar dan pada manisan buah pala dengan GC-MS.

Sampel buah pala diambil dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Dilakukan isolasi minyak atsiri terhadap manisan buah pala dan daging buah pala segar. Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl, kemudian minyak yang telah diisolasi di analisa dengan GC-MS 2010 Shimadzu, menggunakan metode column oven temperature, memakai kolom kapiler Rtx-1 MS, panjang kolom 30 m, ketebalan kolom 0,25 mm, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 275oC, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Pada MS digunakan modeion source temperature 230oC dengan interface temperature

250oC, dimana berat molul yang di scan 10-550. Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan data library pada perangkat alat GC-MS.

Hasil analisis dengan GC-MS dapat dilihat bahwa diperoleh 6 komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah α-pinen (16,32%); β -phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%), dan 4-Terpineol (7,36%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daging buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen (14,89%); β-phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%); trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%)..


(7)

ISOLATION AND ANALYSIS COMPONENTS OF VOLATILE

OIL BY GC-MS IN NUTMEG (

Myristica fragrans

Houtt)

CANDY FROM DESA KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK

ABSTRACT

Nutmeg is one of Indonesian plant containing volatile oil, especially in the seed. Purpose of this research was to analyse of nutmeg oil’s components from nutmeg and nutmeg candy using GC-MS.

Nutmeg was taken from Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Isolation was done for nutmeg candy and fresh nutmeg. Isolation volatile oil using Stahl instrument, then the volatile oil analysed using GC-MS with column oven temperature method, capillary column Rtx-1 MS, column length 30 m, column thickness 0.25 mm, column diameter 0.25 mm, injector temp. 275oC, conveyor gas He with speed flow 0.5 ml/minute. Mass Spectrometer (MS) used mode ion source temperature 230oC with interface temperature 250oC, mass molecule 10-550. The way to identification nutmeg oil is compare nutmeg oil (unknown) spectrum of mass on library data of GC-MS.

The result of analysis using GC-MS is 6 components of nutmeg candy oil α-pinen (16.32%); β-phellandren (16.23%); β-pinen (16.54%); α-terpinen (4.39%); γ-terpinen (4.33%), dan 4-Terpineol (7.36%). Meanwhile from nutmeg oil of fresh fruit 6 components α-pinen (14.89%); β-phellandren (13.54%); β

-pinen (15.23%); α-terpinen (5.85%); trans-sabinen hidrat (6.14%), dan

4-Terpineol (10.57%).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Buah Pala ... 4

2.1.1 Pemanfaatan Buah Pala ... 5

2.2 Minyak Atsiri ... 6

2.2.1 Sumber Minyak Atsiri ... 7


(9)

2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri ... 8

2.3.1 Metode Penyulingan ... 8

2.3.2 Metode Pengepresan ... 8

2.3.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap ... 9

2.3.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat ... 9

2.4 Kromatografi Gas ... 9

2.4.1 Gas Pembawa ... 10

2.4.2 Sistem Injeksi ... 10

2.4.3 Kolom ... 10

2.4.4 Fase Diam ... 11

2.4.5 Suhu ... 12

2.4.4 Detektor ... 12

2.5 Spektrometer Masa ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Alat ... 15

3.3 Bahan ... 15

3.4 Sampel ... 15

3.5 Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 17

3.6 Isolasi Minyak Atsiri ... 17

3.6.1 Isolasi Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar ... 17

3.6.2 Isolasi Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering .. 18

3.7 Analisa Komponen Minyak Atsiri ... 18


(10)

3.7.2 Prosedur ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 21

4.2 Analisis Dengan GC-MS ... 22

4.2.1 Fragmentasi Hasil Spektrofotometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Manisan Daging Bauah Pala Kering ... 24

4.2.2 Fragmentasi Hasil Spektrofotometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Daging Bauah Pala Segar ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Waktu Tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil

Analisis GC-MS dari Manisan Daging Buah Pala Kering ... 24 Tabel 4.2. Waktu Tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil

Analisis GC-MS dari Daging Buah Pala Segar ... 24


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1. Profil Kromatogram Minyak Atsiri Manisan Daging

Buah Pala Kering ... 23 Gambar 4.2 Profil Kromatogram Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar 23


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Analisa Gas Chromatography Minyak Atsiri

Manisan Daging Buah Pala kering ... 35

Lampiran 2. Hasil Analisa Gas Chromatography Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar ... 37

Lampiran 3. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Manisan Daing Buah Pala Kering ... 39

Lampiran 4. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Daing Buah Pala Segar ... 42

Lampiran 5. Bahan Baku Manisan Daging Buah Pala Kering dan Buah Pala Segar ... 46

Lampiran 6. Manisan Buah Pala Kering ………. 46

Lampiran 7. Daging Buah Pala Segar ... 47

Lampiran 8. Alat Stahl ... 47

Lampiran 9. GC-MS 2010 Shimadzu ... 48


(14)

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI

SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH PALA (

Myristica

fragrans

Houtt) DARI DESA KLAMBIR LIMA

HAMPARAN PERAK

ABSTRAK

Tanaman pala merupakan salah satu tanaman Indonesia yang mengandung minyak atsiri, terutama pada bijinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen minyak atsiri pada daging buah pala segar dan pada manisan buah pala dengan GC-MS.

Sampel buah pala diambil dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Dilakukan isolasi minyak atsiri terhadap manisan buah pala dan daging buah pala segar. Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl, kemudian minyak yang telah diisolasi di analisa dengan GC-MS 2010 Shimadzu, menggunakan metode column oven temperature, memakai kolom kapiler Rtx-1 MS, panjang kolom 30 m, ketebalan kolom 0,25 mm, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 275oC, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Pada MS digunakan modeion source temperature 230oC dengan interface temperature

250oC, dimana berat molul yang di scan 10-550. Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan data library pada perangkat alat GC-MS.

Hasil analisis dengan GC-MS dapat dilihat bahwa diperoleh 6 komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah α-pinen (16,32%); β -phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%), dan 4-Terpineol (7,36%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daging buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen (14,89%); β-phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%); trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%)..


(15)

ISOLATION AND ANALYSIS COMPONENTS OF VOLATILE

OIL BY GC-MS IN NUTMEG (

Myristica fragrans

Houtt)

CANDY FROM DESA KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK

ABSTRACT

Nutmeg is one of Indonesian plant containing volatile oil, especially in the seed. Purpose of this research was to analyse of nutmeg oil’s components from nutmeg and nutmeg candy using GC-MS.

Nutmeg was taken from Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Isolation was done for nutmeg candy and fresh nutmeg. Isolation volatile oil using Stahl instrument, then the volatile oil analysed using GC-MS with column oven temperature method, capillary column Rtx-1 MS, column length 30 m, column thickness 0.25 mm, column diameter 0.25 mm, injector temp. 275oC, conveyor gas He with speed flow 0.5 ml/minute. Mass Spectrometer (MS) used mode ion source temperature 230oC with interface temperature 250oC, mass molecule 10-550. The way to identification nutmeg oil is compare nutmeg oil (unknown) spectrum of mass on library data of GC-MS.

The result of analysis using GC-MS is 6 components of nutmeg candy oil α-pinen (16.32%); β-phellandren (16.23%); β-pinen (16.54%); α-terpinen (4.39%); γ-terpinen (4.33%), dan 4-Terpineol (7.36%). Meanwhile from nutmeg oil of fresh fruit 6 components α-pinen (14.89%); β-phellandren (13.54%); β

-pinen (15.23%); α-terpinen (5.85%); trans-sabinen hidrat (6.14%), dan

4-Terpineol (10.57%).


(16)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanaman pala merupakan salah satu tanaman Indonesia yang mengandung minyak atsiri, yang sering disebut minyak pala (nutmeg oil). Minyak atsiri atau

minyak menguap adalah masa yang berbau khas, yang berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami penguraian (Depkes RI, 1985).

Minyak pala dapat diperoleh dari biji, fuli, maupun daging buah. Secara umum kandungan minyak atsiri pada tanaman pala berkisar 5-16% (Agusta, 2009). Minyak pala umumnya tidak berwarna ataupun berwarna kekuningan dengan aroma yang khas (Tayler, 1981). Penggunaan minyak pala cukup luas antara lain dalam industri pembuatan parfum, sabun, bahan pengolah gula, bahan baku industri makanan dan minuman, obat-obatan, dan kosmetik. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan campuran pada minuman ringan dan antimikroba (Sipahelut, 2010).

Buah pala mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena selain digunakan sebagai rempah-rempah yaitu bijinya, daging buahnya dapat pula dimanfaatkan untuk dijadikan manisan, pudding, maupun sirup. Manisan buah pala merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sudah sangat dikenal dan digemari masyarakat luas (Anonim, 1981).

Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Pemberian gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang). Dalam


(17)

proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan air kapur untuk mempertahankan tekstur serta menghilangkan rasa getir yang terdapat pada buah (Hasbullah, 2001).

Ada 2 macam pengolahan manisan buah, termasuk manisan buah pala, yakni buah pala basah dan buah pala kering. Manisan buah pala basah diperoleh dari penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan pala kering diperoleh dari manisan pala basah yang dikeringkan (Hasbullah, 2001).

Daging buah pala segar, meskipun dalam jumlah kecil masih mengandung minyak atsiri sebesar 1,1%, dengan komponen diantaranya α-pinen, β-pinen, dan 4-terpineol (Sipahelut, 2010). Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan pemeriksaan minyak atsiri yang masih terkandung pada daging buah pala yang sudah dijadikan manisan, dimana pada proses pembuatan manisan pala terdapat perlakuan-perlakuan yang memungkinkan minyak atsiri menguap, sehingga minyak atsiri dari manisan pala berkurang kadarnya.

Peneliti menggunakan alat Gas Chromatography-Mass Spectrometer

(GC-MS) pada analisis komponen minyak atsiri karena alat GC-MS digunakan untuk menganilis senyawa-senyawa yang mudah menguap. Alat ini juga sudah secara luas digunakan untuk pemeriksaan komponen minyak atisri dengan memberikan hasil yang baik serta tidak memerlukan waktu lama (Gritter, dkk., 1991; Gandjar dan Rohman, 2007).

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang buah pala yang tersebar luas di Indonesia, dan dapat memberikan informasi komponen minyak atsiri dari manisan buah pala kering yang diproduksi dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak.


(18)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah manisan buah pala kering masih mengandung minyak atsiri? 2. Apakah ada perbedaan komponen dan kadar minyak atsiri dari manisan

daging buah pala kering dan daging buah pala segar?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah: 1. Manisan buah pala kering masih mengandung minyak atsiri.

2. Terdapat perbedaan komponen dan kadar minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering dan daging buah pala segar.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui minyak atsiri yang terkandung pada manisan buah pala kering.

2. Untuk mengetahui komponen dan kadar minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering dan daging buah pala segar.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang isolasi dan analisis komponen minyak atsiri secara GC-MS dari manisan buah pala kering serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan penelitian tentang makanan olahan berbahan baku tanaman yang mengandung minyak atisri yang terdapat di Indonesia.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Pala

Tanaman pala adalah salah satu tanaman Indonesia terutama di daerah Banda dan sekitarnya, serta di Irian Jaya. Tidak ada data prasejarah yang dapat memastikan mulai kapan adanya tanaman pala di daerah tersebut. Yang jelas ialah, bahwa hasil tanaman pala berbentuk biji dan fuli merupakan unsure mata rantai penghubung antara Timur dan Barat sejak ratusan tahun yang telah lampau, hingga sekarang. Indonesia merupakan pemasok uama biji pala/fuli sebagai rempah-rempahan ke dunia barat yang sudah berjalan ratusan tahun, namun demikian tanaman pala bukan monopoli dari Indonesia, daerah-daerah tropis di seluruh dunia pun terdapat tanaman pala. Salah satu yang maju dengan pesatnya adalah Granada di Amerika Tengah (Rismunandar, 1990).

Kelasifikasi tanaman pala menurut Arrijani (2005) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Magnoliales Suku : Myristicaceae Marga : Myristica

Jenis : Myristica fragrans Houtt

Tanaman pala yang merupakan tanaman keras, dapat berumur hingga 100 tahun. Pala termasuk famili Myristicaceae. Famili ini terdiri dari 15 genus (marga)


(20)

dan 250 spesies. Dari 15 marga tersebut, 5 marga berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di daerah tropis Afrika dan 4 marga di daerah tropis Asia. Menurut Deinum, di Indonesia dikenal beberapa jenis pala, namun yang paling utama yakni Myristica fragrans. Jenis ini memiliki nilai eknomis yang tinggi,

sehingga masyarakat banyak membudidayakan tanaman pala jenis ini, meskipun ada, namun sulit ditemukan jenis tanaman pala selain Myristica fragrans di

Indonesia (Rismunandar, 1990).

Pala merupakan spesies yang sangat terkenal dari tumbuhan famili

Myristicaceae. Walaupun kebanyakan dari kita hanya mengenal tumbuhan asli

Pulau Banda ini sebagai rempah, bumbu masak, atau di Bogor dibuat asinan, pala juga dapat meningkatkan aktivitas mental atau yang lebih dikenal dengan bahan psikoaktif. Penyebabnya adalah aktivitas senyawa safrol terutama miristisin dan elimisin, yang terkandung pada minyak atsirinya (Agusta, 2009).

2.1.1 Pemanfaatan Buah Pala

Buah pala mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena selain digunakan sebagai rempah-rempah yaitu bijinya, daging buahnya dapat pula dimanfaatkan untuk dijadikan manisan, pudding, maupun sirup. Manisan buah pala merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sudah sangat dikenal dan digemari masyarakat luas (Anonim, 1981).

Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Pemberian gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang). Dalam proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan air kapur untuk


(21)

mempertahankan tekstur serta menghilangkan rasa getir yang terdapat pada buah (Hasbullah, 2001).

Ada 2 macam pengolahan manisan buah, termasuk manisan buah pala, yakni buah pala basah dan buah pala kering. Manisan buah pala basah diperoleh dari penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan pala kering diperoleh dari manisan pala basah yang dikeringkan (Hasbullah, 2001).

2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau minyak menguap adalah masa yang berbau khas, yang berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami penguraian. Minyak atsiri sering dikenal dengan nama volatile oil, ethereal oil

atau Olea volatillia. Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak

berwarna atau berwarna pucat, bila dibiarkan akan berwarna lebih gelap, berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air (Depkes RI, 1985).

Tanaman berbau harum (mengandung minyak atsiri) mulai ditelaah lebih dalam oleh banyak ahli. Sekitar 5 abad yang lalu pembaharu bidang kedokteran asal Swiss, Philippus Aureolus Paracelcus (1493-1571) tidak menduga jika hipotesanya menjadi kunci perkembangan minyak atsiri dunia. Paracelcus merinci bahan-bahan hasil penyulingan dapat menghasilkan ekstrak penting. Ekstrak itu disebut quinta essential, selanjutnya ditabalkan sebagai intinya obat. Seperti

halnya inti obat itu pula, minyak atsiri diperoleh melalui proses ekstraksi (Trubus, 2009).

Minyak atsiri mulai dikenal luas sejak abad ke-16. Pada saat itu segelintir industri penyulingan di Prancis memproduksi minyak atsiri asal bunga lavender


(22)

Lavandula angustifolia. Selain minyak lavender, beberapa industri di Eropa ketika

itu juga memproduksi minyak atsiri bernilai tinggi lain seperti minyak cengkih, minyak pala, dan minyak kayumanis (Trubus, 2009).

Minyak atsiri banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi di bidang minyak atsiri, maka usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri (Sipahelut, 2010).

2.2.1 Sumber Minyak Atsiri

Sumber minyak atsiri yaitu tumbuhan yang berasal dari Lauraceae,

Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae, Asteraceae, Apocynaceae, Umbeliferae,

Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae adalah tumbuhan yang sangat popular sebagai

penghasil minyak atsiri. Indonesia dengan hutan tropik yang begitu luas menyimpan ribuan spesies tumbuhan, termasuk tumbuhan yang potensial sebagai penghasil minyak atsiri. Hal ini merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya yang dimiliki oleh Indonesia (Agusta, 2009).

2.2.2 Susunan Kimia Minyak Atsiri

Sebagian besar persenyawaan minyak atsiri mengandung hidrokarbon yang mempunyai rumus empiris C6H10 dan kelompok persenyawaan yang mengandung oksigen dengan rumus empiris (C6H10O)n dan C10H18O. Di dalam buku Guenther Wallach menyebutkan nama dari 2 macam persenyawaan kimia tersebut sebagai “Terpene und Champer”(Guenther, 2006).


(23)

2.3Cara Isolasi Minyak Atsiri

2.3.1 Metode Penyulingan (Distillation)

a. Penyulingan dengan air (water distillation)

Pada penyulingan ini terjadi kontak langsung antara bahan tumbuhan dengan air. Kemudian air dididihkan. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Contoh tumbuhan yang disuling dengan cara ini adalah kulit jeruk (Depkes RI, 1985).

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)

Penyulingan dengan cara ini, bahan tumbuhan tidak kontak langsung dengan air. Bahan tumbuhan diletakkan diatas bagian yang berlubang-lubang, sedangkan air berada dibawah bagian berlubang-lubang tersebut. Bahan yang akan disuling hanya terkena uap dan tidak terkena air mendidih. Contoh tumbuhan yang disuling dengan cara ini antara lain daun cengkih, dan daun sirih (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009).

c. Penyulingan dengan uap (steam distillation)

Penyulingan dengan cara ini, bahan tumbuhan dan air berada pada wadah yang berbeda. Air berada pada ketel, lalu dididihkan sehingga menghasilkan uap panas. Uap panas kemudian dialirkan menuju wadah bahan tumbuhan yang akan disuling, lalu minyak dibawa uap menuju pendingin. Contoh tumbuhan yang disuling dengan cara ini adalah daun nilam (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009).

2.3.2 Metode Pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang


(24)

mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan (Depkes RI, 1985).

2.3.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya. Cara ini baik dilakukan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari bunga cempaka, bunga kenanga dan bunga lavender (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009).

2.3.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat (Enfleurasi)

Enfleurasi merupakan proses penyerapan minyak atsiri dengan bantuan lemak. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari bunga mawar dan bunga melati (Trubus, 2009).

2.4 Kromatografi Gas

Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan identifikasi senyawa-senyawa yang mudah menguap serta untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. Dimana solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didih kecuali jika ada interaksi khusus antara solute dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350°C) bertujuan


(25)

untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (retention time) yang diukur

mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan puncak atau peak) (Gritter, dkk., 1991).

Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.4.1 Gas Pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain tidak reaktif, murni dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Gas pembawa biasanya gas Helium, Nitrogen, Hidrogen atau campuran Argon dan Metana. Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan. Untuk setiap pemisahan, kecepatan optimum gas pembawa tergantung pada diameter kolom dan jenis gas (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.4.2 Sistem Injeksi

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik (injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau

pemisah karet (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah

dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu kolom. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).

2.4.3 Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada


(26)

kromatografi gas. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column) (Gandjar dan Rohman,

2009).

Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert yang terdapat dalam tabung yang relatif besar. Fasa diam dilapiskan atau terikat secara kovalen pada penyangga. Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan alumunium. Panjang kolom 1-5 meter dengan diameter 1,4 mm (Gandjar dan Rohman, 2009).

Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas karena memiliki rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) disebut juga Open Tubular

Columns. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom, ada empat jenis

lapisan yaitu: WOCT (wall coated Open Tube), SCOT (Support Coated Open

Tube), PLOT (Porous Layer Open Tube) dan FSOT (Fused Silica Open Tube)

(Gandjar dan Rohman, 2009).

2.4.4 Fase Diam

Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiklosan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiklosan 95% (HP-5; DB-5; SE-32; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah fenil 50%-metilpolisiklosan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M). Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam campuran (Gandjar dan Rohman, 2009).


(27)

2.4.5 Suhu

Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isothermal) atau

pada suhu yang berubah secara terkendali (temperature programming). GC

isothermal paling baik dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui

agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu berapa derajat dibawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu. Penaikan suhu dapat secara linear dengan laju yang kita tentukan, bertahap,

isothermal yang diikuti dengan peningkatan secara linear, linear diikuti dengan

isothermal, atau multilinear (laju berbeda saat berlainan) (Gritter, dkk., 1991).

2.4.6 Detektor

Detektor hantar panas (Thermal Conductivity Detector/TCD). Detektor ini

didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain di sekelilingnya yang suhunya lebih rendah. Kecepatan penghantaran panas ini tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya hantar panas yang kecepatannya merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas yang pada suhu tertentu merupakan fungsi dari berat molekul gas. Gas yang mempunyai berat molekul rendah mempunyai daya hantar lebih tinggi. Jika ada komponen/ senyawa yang dibawa fase gerak masuk kedalam detektor, karena berat molekul senyawa biasanya tinggi maka daya hantar menjadi turun (Gandjar dan Rohman, 2009).


(28)

Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID) dewasa ini

paling banyak digunakan. Prinsip pendeteksian didasarkan pada perubahan konduktivitas elektrik dari nyala hidrogen dalam wilayah elektrik bila diberikan senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa organik keluar dari kolom pemisah dipirolisa, ini dikatakan sebagai fragmentasi. Selama proses oksidasi oleh oksigen yang diberikan ke dalam nyala dari luar. FID sensitif untuk semua senyawa-senyawa yang mengandung ikatan-ikatan C-C atau C-H, oleh karenanya dia dapat digunakan secara umum (De Lux Putra, 2012).

Jenis detektor yang lain adalah Thermoionic detector (TID). TID

digunakan sebagai suatu detektor spesifik tinggi untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Flame photometric detector (FPD) merupakan

jenis yang paling sederhana dari detektor spektroskopik untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Mass spectrometric detector (MSD), merupakan

sambungan langsung dari suatu spectrometer massa dengan suatu kolom (De Lux Putra, 2012).

2.5 Spektrometer Massa (MS)

Pada spektrometer massa, molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/e) (Sastrohamidjojo, 1985).

Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak


(29)

diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak),

dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, et


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental yang meliputi penyiapan bahan baku, pembuatan manisan buah pala kering, isolasi dan analisis komponen-komponen minyak atsiri secara GC-MS.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakognosi dan laboratoriumn Penelitian Fakultas Farmasi USU Medan, pada bulan April sampai Juli 2013.

3.2 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah Gas

Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu, seperangkat alat Stahl, neraca

kasar (Ohaus), alat-alat gelas laboratorium, panci, wajan, pisau.

3.3 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah daging buah pala segar, air, gula pasir, garam dapur, air kapur, akuades, dan natrium sulfat anhidrat.

3.4 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif terhadap buah pala, diambil di Jl. Titi Gantung Desa Kelambir 5 dusun 2 Kecamatan Hamparan Perak,


(31)

Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Bagian yang digunakan adalah daging buah pala.

Manisan buah pala kering dibuat dengan cara membersihkan buah pala dengan menggunakan air bersih. Kemudian dikupas kulit luar secara tipis, agar tidak banyak bagian daging buah yang terbuang. Dipisahkan bagian daging buah dengan fuli dan biji pala. Ditimbang daging buah pala sebanyak 1 Kg. Direndam daging buah pala dalam air garam selama 24 jam, lalu ditiriskan. Kemudian direndam kembali dalam air kapur selama 24 jam, lalu ditiriskan. Disiapkan gula pasir 1 Kg, lalu dilarutkan dalam 2 liter air bersih. Direndam daging buah pala yang telah ditiriskan kedalam larutan gula selama 24 jam.

Setelah 24 jam, dipisahkan daging buah pala, lalu air larutan gula dipanaskan diatas wajan hingga cukup mengental. Kemudian dimasukan daging buah pala kedalam wajan, lalu diaduk hingga rata, kemudian ditiriskan di atas wadah dengan permukaan lebar. Ditaburi dengan gula pasir, lalu diamkan selama 24 jam di udara terbuka. Manisan buah pala kering siap untuk digunakan.

Pengolahan sampel dilakukan terhadap manisan buah pala kering. Manisan buah pala dibersihkan dari gula pasir yang melekat pada permukaan daging buah. Daging buah kemudian dirajang, lalu di blender kasar, kemudian ditimbang.

Pengolahan sampel dilakukan terhadap buah pala segar. Daging buah pala diambil dan dipisahkan dari bagian fuli dan biji, kemudian diarajang, lalu di blender kasar. Setelah itu, dikeringkan pada suhu kamar.


(32)

3.5 Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.

Dihaluskan 100 g manisan daging buah pala, lalu dimasukkan dalam labu alas bulat 500 ml berleher pendek, ditambahkan akuades sebanyak 200 ml, labu diletakkan diatas pemanas listrik. Hubungkan labu dengan alat stahl, buret diisi

air sampai penuh, selanjutnya dilakukan destilasi selama 6 jam. Setelah destilasi selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Cahyono dan Supriyanto, 2012).

3.6 Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri manisan daging buah pala kering dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.

3.6.1 Isolasi Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar

Dimasukkan 100 g daging buah pala yang telah dihaluskan ke dalam labu alas bulat 500 ml, lalu ditambahkan akuades hingga semua bahan terendam. Kemudain alat dirangkai sedemikian rupa. Destilasi dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam vial. Destilasi dilakukan berulang kali hingga mendapatkan minyak yang cukup, lalu minyak dikumpulkan dalam vial. Pisahkan minyak dan air menggunakan pipet tetes. Kemudian minyak yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, didiamkan selama 24 jam. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap (Guenther, 2006; Cahyono dan Supriyanto, 2012).


(33)

3.6.2 Isolasi Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering

Dimasukkan 100 g manisan daging buah pala kering yang telah dihaluskan ke dalam labu alas bulat 500 ml, lalu ditambahkan akuades hingga semua bahan terendam. Kemudain alat dirangkai sedemikian rupa. Destilasi dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam vial. Destilasi dilakukan berulang kali hingga mendapatkan minyak yang cukup, lalu minyak dikumpulkan dalam vial. Pisahkan minyak dan air menggunakan pipet tetes. Kemudian minyak yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, didiamkan selama 24 jam. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap (Guenther, 2006; Cahyono dan Supriyanto, 2012).

3.7 Analisa Komponen Minyak Atsiri

Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari manisan daging buah pala kering dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan seperangkat alat Gas Cromatography-Mass Spectrometer

(GC-MS) 2010 Shimadzu.

3.7.1 Penyiapan Instrumen

Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx-1 MS, panjang kolom 30 m, ketebalan kolom 0,25 mm, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 275oC, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Pastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan benar. Ditekan tombol on pada

sakelar listrik. Atur laju alir dan komposisi gas pembawa. Hidupkan pompa vakum pada alat dan GC-MS di vakum selama + 1 jam.


(34)

3.7.2 Prosedur

Dimasukkan 1 ml minyak atsiri kedalam vial. Selanjutnya sebanyak 0,5 μl sampel diinjeksikan kedalam alat kromatografi gas. Ditunggu dan

Menggunakan metode column oven temperature, dimana suhu kolom awal

100oC dipertahankan 10 menit, kemudian dinaikkan hingga 200oC dengan kecepatan 5oC/menit, lalu ditingkatkan lagi hingga 250oC dengan kecepatan 2oC/menit. Pada MS digunakan mode ion source temperature 230oC dengan

interface temperature 250oC, dimana berat molekul yang di scan 10-550.

Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan

data library pada GC-MS yang memiliki tingkat kemiripan (similary index)


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diketahui

bahwa minyak atsiri pada manisan daging buah pala kering 0,073%, sedangkan pada daging buah pala segar adalah 0,867%. Sipahelut (2010) dan Rismunandar (1990) mengemukakan bahwa pada daging buah pala segar terkandung 1,1% minyak atsiri. Terdapat perbedaan kadar minyak atsiri pada daging buah pala segar antara Sipahelut dan Rismunandar dengan yang diperoleh peneliti sebesar 0,233%. Hal ini diakibatkan diantaranya tempat tumbuh dari sumber buah Pala. Sipahelut dan Rismunandar mengambil sampel buah pala dari Maluku, yang merupakan salah satu tempat terbaik penghasil buah pala berkualitas, sedangkan peneliti mengambil sampel dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak, Sumatera Utara, dimana belum ada literatur yang menyebutkan data mengenai kualitas buah pala pada daerah ini.

Kemudian perbedaan kadar minyak atsiri dapat juga diakibatkan usia buah pala yang diambil. Sipahelut mengambil sampel buah pala yang berusia 6-7 bulan dengan tingkat kematangan penuh. Menurut Trubus (2009) kadar minyak atsiri pada pala cukup tinggi pada usia 6-7 bulan. Peneliti menggunakan buah pala dengan kematangan yang tidak penuh.

Perbedaan kadar dari minyak atsiri dari manisan buah pala kering dengan minyak atsiri yang diperoleh dari buah pala segar cukup signifikan. Minyak atsiri merupakan minyak mudah menguap, bahkan pada udara terbuka minyak atsiri


(36)

dapat menguap. Perlakuan yang dilakukan pada proses pembuatan manisan daging buah pala, seperti perendaman buah pala, perajangan dan penghalusan buah pala menggunakan blender, serta pemanasan dengan larutan gula dapat

menjadi faktor penyebab berkurangnya kadar minyak atsiri pada manisan buah pala kering (Guenther, 2006).

4.2 Analisis dengan GC-MS

Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering diperoleh 6 puncak utama dari 33 puncak pada kromatogram GC, lalu pada daging buah pala segar diperoleh 6 puncak utama dari 39 puncak.

Hasil analisis dengan GC-MS dapat dilihat bahwa diperoleh 6 komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah α-pinen (16,32%); β -phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%), dan 4-Terpineol (7,36%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daging buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen (14,89%); β-phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%); trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%).

Bila dibandingkan antara komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala dan daging buah pala segar terdapat perbedaan. Pada minyak atsiri dari daging buah pala kering terdapat γ-terpinen. Tetapi komponen ini tidak terdapat pada minyak atsiri dari daging buah pala segar. Sebaliknya, trans-sabinen hidrat terdapat pada minyak atsiri dari daging buah pala segar, namun tidak terdapat pada minyak dari manisan daging buah pala kering. Hal ini bila dihubungkan dengan kadar minyak atsiri dari keduanya, maka dapat diakibatkan kehilangan


(37)

trans sabinen hidrat pada minyak atsiri dari manisan buah pala kering. Kehilangan ini dapat terjadi akibat proses-proses yang terjadi selama pembuatan manisan pala.

Hasil yang diperoleh peneliti terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sipahulet (2010). Peneliti memperoleh 6 puncak utama, yang merupakan komponen utama dari minyak atsiri. Sedangkan Sipahulet mengemukakan ada 3 komponen utama, yang sama dengan peneliti peroleh, yakni α-pinen, β-pinen, 4-terpineol. Hal ini menunjukkan bahwa ada 3 komponen yang tidak diperoleh Sipahelut pada penelitiannya, yakni β-phellandren, α-terpinen, trans-sabinen hidrat. Hal ini dapat diakibatkan perbedaan kondisi analisis dengan GC-MS. Alat GC-MS maupun kondisi instrumen yang digunakan oleh peneliti dengan yang digunakan Sipahulet berbeda. Hal ini juga dapat diakibatkan tempat tumbuh. Kondisi tanah dan letak tanaman pala mempengaruhi asupan zat yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tersebut, sehingga senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada tanaman itu juga berbeda. Perbedaan komponen juga dapat diakibatkan kondisi analisa.

Profil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 berikut:


(38)

Gambar 4.1. Profil kromatogram minyak atsiri manisan daging buah pala kering


(39)

Tabel 4.1 Waktu tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil Analisis GC-MS dari Manisan Daging Buah Pala Kering

No Nama Komponen Waktu tambat (menit) Rumus molekul Berat molekul Kadar (%) 1 2 3 4 5 6 α-pinen β-phellandren β-pinen α-terpinen γ-terpinen 4-Terpineol 3,986 4,456 4,571 5,163 6,035 10,107

C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H18O

136 136 136 136 136 154 16,32% 16,23% 16,51% 4,39% 4,33% 7,36%

Tabel 4.2 Waktu tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil Analisis GC-MS dari Daging Buah Pala Segar

No Nama Komponen Waktu tambat (menit) Rumus molekul Berat molekul Kadar (%) 1 2 3 4 5 6 α-pinen β-phellandren β-pinen α-terpinen trans-sabinen hidrat 4-Terpineol 3,986 4,453 4,571 5,171 6,049 10,158

C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H18O C10H18O

136 136 136 136 154 154 14,89% 13,54% 15,23% 5,85% 6,14% 10,57%

4.2.1 Fragmentasi Hasil Spektrometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Manisan Daging Buah Pala Kering

Fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah sebagai berikut:

1. Puncak dengan waktu tambat 3,986 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 67, 53, 41, 27. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-pinen dengan tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul C10H16.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C H Pelepasan CH dari puncak ion


(40)

molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C2H3]+ dengan m/z 27. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 39.

2. Puncak dengan waktu tambat 4,456 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-Phellandren dengan tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul

C10H16.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan C2H6 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 39.

3. Puncak dengan waktu tambat 4,571 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-pinen dengan

tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus molekul C10H16.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121.


(41)

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 40.

4. Puncak dengan waktu tambat 5,163 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 41, 27. Berdasarkan data library pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-terpinen dengan tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus molekul C10H16.

Spektrum Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C5H5]+ dengan m/z 65. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 40.

5. Puncak dengan waktu tambat 6,035 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 41, 38. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai γ-terpinen dengan tingkat kemiripan (similary index) = 95% dan rumus molekul

C10H16.

Spektrum Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.


(42)

Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C5H5]+ dengan m/z 65. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 41.

6. Puncak dengan waktu tambat 10,107 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 136, 121, 111, 93, 71, 69, 43, 41, 27. Berdasarkan data

library pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai

4-Terpineol dengan tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus

molekul C10H18.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O dari puncak ion molekul C10H18O menghasilkan fragmen [C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 41.

4.2.2 Fragmentasi Hasil Spektrometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Daging Buah Pala Segar

Fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri dari daging buah pala segar adalah sebagai berikut :

1. Puncak dengan waktu tambat 3,986 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 67, 53, 41, 27. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-pinen dengan

tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul C10H16.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121.


(43)

Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C2H3]+ dengan m/z 27. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 42.

2. Puncak dengan waktu tambat 4,453 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-phellandren dengan tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul

C10H16.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107. Pelepasan C2H6 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 43.

3. Puncak dengan waktu tambat 4,571 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-pinen dengan

tingkat kemiripan (similary index) = 95% dan rumus molekul C10H16.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107.


(44)

Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 43.

4. Puncak dengan waktu tambat 5,171 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 41, 27. Berdasarkan data library

pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-terpinen dengan tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus molekul

C10H16.

Spektrum Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C5H5]+ dengan m/z 65. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 44.

5. Puncak dengan waktu tambat 6,049 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 136, 121, 111, 93, 77, 69, 43, 41, 27. Berdasarkan data

library pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai

trans-sabinen hidrat dengan tingkat kemiripan (similary index) = 92% dan rumus

molekul C10H18.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O dari puncak ion molekul C10H18O menghasilkan fragmen [C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+


(45)

dengan m/z 93. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 44.

6. Puncak dengan waktu tambat 10,158 menit mempunyai M+ 154 diikuti fragmen m/z 140, 136, 121, 111, 93, 71, 69, 43, 41, 27. Berdasarkan data

library pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai

4-Terpineol dengan tingkat kemiripan (similary index) = 95% dan rumus

molekul C10H16.

Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O dari puncak ion molekul C10H18O menghasilkan fragmen [C10H16]+ dengan m/z 136. Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 45.


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Manisan daging buah pala kering mengandung minyak atisiri 0,07% dengan komponen α-pinen, β-phellandren, β-pinen, α-terpinen, 4-terpineol.

b. Diperoleh 6 komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah α-pinen (16,32%); β-phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α

-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%), dan 4-Terpineol (7,36%).

Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daging buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen (14,89%); β -phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%); trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%)

5.2 Saran

Hendaknya penelitian ini dilanjutkan pada bidang farmakologi, sehingga dapat diketahui efek farmakologis komponen minyak atsiri tersebut ketika dikonsumsi oleh manusia.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. (2009). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 3, 20.

Anonim. (1981). Industri Pangan untuk Daerah Pedesaan : Manisan Pala Kering. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Hal. 105.

Arrijani. (2005). Review: Biologi dan Konservasi Marga Myristica di Indonesia. Manado: Biologi FMIPA UNIMA. Hal. 4.

Cahyono, B., dan Supriyanto. (2012). Perbandingan Kandungan MinyakAtsiri Antara Jahe Segar dan Jahe Kering. Diponegoro : UNDIP. Hal. 2.

De Lux Putra, E. (2012). Dasar-Dasar Kromatografi Gas. Medan : Fakultas Farmasi USU. Hal. 15-16.

Depkes RI. (1985). Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 105.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 419, 425.

Guenther, E. (2006). The Essential Oils. Penerjemah: Sudjana Ketaren. (2006).

Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 275.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Schwarting, A.E. (1985). Introduction of Chromatography. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi III. Bandung: Penerbit ITB. Hal 36-39

Hasbullah. (2001). Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat.

Padang: DIP Teknologi dan Industri. Hal. 1.

Rismunandar. (1990). Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 1;7

Sastrohamidjojo, H. (1985). Spektroskopi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 161-165.

Sipahelut, S.G. (2010). Isolasi dan Identifikasi Minyak Atsiri dari Daging Buah Pala (Myristica fragans).Jurnal Agroforesti.5(2):1,2.


(48)

Silverstein, R.M., Bassler, G.C., dan Morril, T.C. (1991). Spectrometric Identification of Organic Compounds.Singapore: John Wiley and Sons Inc. Hal. 4-8.

Tayler, V.E. (1981). Pharmacognosy. Philadelpia: Lea-Febringer. Hal. 138.

Trubus. (2009).: Minyak Atsiri. Trubus Info Kit Vol. 07 Depok: PT Trubus Swadaya. Hal. 137-148.


(49)

Lampiran 1. Hasil Analisa Gas Chromatography Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering


(50)

(51)

Lampiran 2. Hasil Analisa Gas Chromatography Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar


(52)

(53)

Lampiran 3. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering

1. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 3,986 menit


(54)

3. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 4,571 menit


(55)

5. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 6,035 menit


(56)

Lampiran 4. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar


(57)

2. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 4,453 menit


(58)

4. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 5,171 menit


(59)

(60)

Lampiran 5. Bahan Baku Manisan Daging Buah Pala Kering dan Buah Pala Segar


(61)

Lampiran 7. Daging Buah Pala Segar


(62)

(63)

Lampiran 10. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Kadar minyak atsiri = Volume minyak atsiri × 100% Berat sampel

1. Manisan Daging Buah Pala Kering Sampel I

Volume minyak atsiri = 0,07 ml Berat sampel = 100 g Kadar minyak atsiri = 100%

100 07 , 0 x = 0,07% Sampel II

Volume minyak atsiri = 0,07 ml Berat sampel = 100 g Kadar minyak atsiri = 100%

100 07 , 0 x = 0,07% Sampel III

Volume minyak atsiri = 0,08 ml Berat sampel = 100 g Kadar minyak atsiri = 100%

100 08 , 0 x = 0,08% Kadar minyak atsiri rata-rata =

3 08 , 0 07 , 0 07 ,

0 + +


(64)

2. Daging Buah Pala Segar Sampel I

Volume minyak atsiri = 0,90 ml Berat sampel = 100 g Kadar minyak atsiri = 100%

100 90 , 0 x = 0,90% Sampel II

Volume minyak atsiri = 0,80 ml Berat sampel = 100 g Kadar minyak atsiri = 100%

100 80 , 0 x = 0,80% Sampel III

Volume minyak atsiri = 0,90 ml Berat sampel = 100 g Kadar minyak atsiri = 100%

100 90 , 0 x = 0,90% Kadar minyak atsiri rata-rata =

3 90 , 0 80 , 0 90 ,

0 + +


(1)

6. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 10,158 menit


(2)

Lampiran 5. Bahan Baku Manisan Daging Buah Pala Kering dan Buah Pala Segar


(3)

Lampiran 7. Daging Buah Pala Segar

Lampiran 8. Alat Stahl


(4)

(5)

Lampiran 10. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Kadar minyak atsiri = Volume minyak atsiri × 100%

Berat sampel 1. Manisan Daging Buah Pala Kering

Sampel I

Volume minyak atsiri = 0,07 ml

Berat sampel = 100 g

Kadar minyak atsiri = 100% 100 07 , 0 x = 0,07% Sampel II

Volume minyak atsiri = 0,07 ml

Berat sampel = 100 g

Kadar minyak atsiri = 100% 100 07 , 0 x = 0,07% Sampel III

Volume minyak atsiri = 0,08 ml

Berat sampel = 100 g

Kadar minyak atsiri = 100% 100 08 , 0 x = 0,08% Kadar minyak atsiri rata-rata =

3 08 , 0 07 , 0 07 ,

0 + +

= 0,073%


(6)

2. Daging Buah Pala Segar Sampel I

Volume minyak atsiri = 0,90 ml

Berat sampel = 100 g

Kadar minyak atsiri = 100% 100 90 , 0 x = 0,90% Sampel II

Volume minyak atsiri = 0,80 ml

Berat sampel = 100 g

Kadar minyak atsiri = 100% 100 80 , 0 x = 0,80% Sampel III

Volume minyak atsiri = 0,90 ml

Berat sampel = 100 g

Kadar minyak atsiri = 100% 100 90 , 0 x = 0,90% Kadar minyak atsiri rata-rata =

3 90 , 0 80 , 0 90 ,

0 + +