Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Persaingan Industri Pakan Ternak di Indonesia (Periode Tahun 1986-2010)

(1)

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA DALAM

PERSAINGAN INDUSTRI PAKAN TERNAK DI INDONESIA

(PERIODE TAHUN 1986-2010)

MEUTIA SEPTIANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA DALAM

PERSAINGAN INDUSTRI PAKAN TERNAK DI INDONESIA

(PERIODE TAHUN 1986-2010)

MEUTIA SEPTIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

NIM : H14090086

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Muhammad Findi A, M.E. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skipsi saya berjudul Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Persaingan Industri Pakan Ternak di Indonesia (Periode Tahun 1986-2010) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

.

Bogor, April 2013

Meutia Septiani NIM. H14090086


(5)

Industri Pakan Ternak di Indonesia (Periode Tahun 1986-2010). Dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI A.

Seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap nilai gizi suatu makanan yang salah satunya berasal dari protein hewani seperti dari daging ayam, maka permintaan akan daging ayam semakin meningkat setiap tahunnya. Pesatnya permintaan produk unggas ini juga diikuti dengan meningkatnya permintaan pakan ternak. Pakan ternak merupakan komponen yang sangat vital dalam industri peternakan, peningkatan kebutuhan pakan tersebut juga diikuti dengan peningkatan impor bahan baku pakan utama seperti jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri pakan ternak di Indonesia. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri pakan ternak dengan pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance), sementara untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja digunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Data yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1986-2010. Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh nyata terhadap PCM adalah X-eff, Growth dan MES. Sedangkan variabel CR4 tidak berpengaruh nyata terhadap PCM.

Kata Kunci : impor, OLS, pakan ternak, SCP

 

ABSTRACT

MEUTIA SEPTIANI. Structure-Conduct-Performance Analysis of Fodder Industry Competition in Indonesia (Year Period 1986-2010). Supervised by MUHAMMAD FINDI A.

Since Indonesian people’s awareness of the nutritional value of foods which is one of them is from animal protein such as chicken, then the demands of chicken is increasing every year. The rapid demand of this poultry product is also followed by the rapid demand of fodder. Livestock foods is the most vital component in the poultry industry. Its increasing needs is also followed by the increasing raw materials such as corn, soybean meal and fish meal. This research is done by using descriptive method and quantitative method. Descriptive method is used to analyze the behavior of fodder industry in Indonesia. Quantitative method is used to analyze structure and performance of fodder industry with the SCP (Structure-Conduct-Performance) approach, while for the analysis of factors affecting the performances, OLS (Ordinary Least Square) approach is used. The data used is the annual time series data from 1986 to 2010. Based on estimation result, the significant variable to the PCM is X-eff, Growth and MES. Meanwhile, CR4 variable is not significant to PCM.


(6)

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pakan ternak, dengan judul Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja dalam Persaingan Industri Pakan Ternak di Indonesia (Periode Tahun 1986-2010).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku dosen pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agus Susanto (Badan Pusat Statistik), yang telah membantu selama pengumpulan data. Terimakasih juga saya sampaikan kepada Ibu dan Ayah, seluruh keluarga serta teman-temanku Afif, Fira, Mira, Tata, Mala, atas doa, motivasi dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013 Meutia Septiani


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 4

Konsep Mengenai Industri 4

Konsep Mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja 5

Tinjauan Penelitian Terdahulu 10

Kerangka Pemikiran 12

Hipotesis Penelitian 12

METODE PENELITIAN 13

Jenis dan Sumber Data 13

Metode Analisis 14

Uji Statistika dan Ekonometrika 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Gambaran Umun Industri Pakan Ternak di Indonesia 20

Sebaran Industri Pakan Ternak 22

Profil Industri Pakan Ternak di Indonesia 24

Perkembangan Industri Pakan Ternak di Indonesia 26

Regulasi Pemerintah yang Berkaitan dengan Pakan Ternak 28

Analisis Struktur Industri Pakan Ternak di Indonesia 29

Analisis Perilaku Industri Pakan Ternak di Indonesia 30

Analisis Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia 32

Hasil Analisis Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja 33

SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 41


(8)

DAFTAR TABEL

1 Contoh tipe pasar 7

2 Ciri-ciri pasar 10

3 Perkembangan jumla h perusahaan dan tenaga kerja di industri pakan ternak (2006-2010) 23

4 Kapasitas terpasang dan produksi keempat perusahaan pakan ternak terbesar tahun 2010 (ton) 24

5 Banyaknya serta nilai pemakaian bahan baku utama industri pakan ternak di Indonesia (2007-2010) 27

6 Perkembangan ekspor-impor pakan ternak Indonesia (2007-2010) 28

7 CR4 industri pakan ternak di Indonesia 1986-2010 29

8 MES industri pakan ternak di Indonesia 1986-2010 30

9 Nilai PCM industri pakan ternak di Indonesia 1986-2010 32

10 Hasil regresi model 33

11 Tabel uji normalitas 35

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan struktur-perilaku-kinerja 5

2 Bagan kerangka pemikiran 12

3 Gambaran perkembangan industri pakan ternak dan peternakan 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Biaya input, nilai output, nilai tambah dan upah industri pakan ternak di Indonesia tahun 1986-2010 42

2 X-eff dan Growth industri pakan ternak di Indonesia 1986-2010 43

3 Hail regresi 44

4 Uji normalitas 45

5 Uji multkolinearitas dan autokorelasi 46


(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesadaran masyarakat Indonesia yang semakin meningkat terhadap nilai gizi suatu makanan yang salahsatunya berasal dari protein hewani seperti dari daging ayam, menyebabkan permintaan akan daging ayam juga semakin meningkat setiap tahunnya. Masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi 31 juta ekor ayam per minggu atau setara dengan 1612 juta ekor ayam setahun. Jumlah itu kemungkinan meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang terus membutuhkan asupan protein hewani yang berasal dari daging ayam sebesar enam sampai tujuh kilogram per kapita per tahun dan konsumsi telur ayam sebanyak lima kilogram perkapita per tahun (GPMT, 2008).

Pesatnya perkembangan industri perternakan di Indonesia tidak terlepas dari industri penunjang utama lainnya, yaitu industri pakan ternak. Karenanya industri pakan ternak di dalam negeri akan sangat berperan mendukung industri peternakan dalam menyediakan ketersediaan konsumsi daging ayam dan produk turunannya bagi masyarakat sebagai tambahan sumber protein. Melonjaknya harga pakan setelah krisis moneter di Indonesia sejak tahun 1997 membuat industri peternakan mengalami degradasi. Bahan pakan unggas yang harus diimpor merupakan penyebab terpuruknya usaha peternakan terutama ternak unggas, karena biaya pakan ini mencapai 70 persen untuk ayam pedaging dan 90 persen untuk ayam petelur. Namun, secara umum industri pakan ternak nasional cukup memiliki peluang yang baik. Dilihat dari tingkat produksi, industri pakan ternak mengalami pertumbuhan rata-rata 8.4 persen dalam periode tahun 2004 sampai tahun 2008.

Kebutuhan pakan ternak mencapai tingkat tertinggi pada tahun 1996 yaitu sebesar 6.5 juta ton sementara pada tahun 1997 jumlahnya menurun menjadi sebesar 4.8 juta ton dan nilai ini terus menurun pada tahun 1998 menjadi hanya sebesar dua juta ton. Hal ini terjadi karena krisis ekonomi yang membuat dayabeli masyarakat menurun. Keadaan ekonomi yang terus membaik pada tahun 1999 menyebabkan kebutuhan akan pakan ternak kembali meningkat menjadi sebesar 3.5 juta ton. Peningkatan kebutuhan pakan tersebut diikuti dengan peningkatan impor bahan baku utama pakan, seperti jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan (Widodo, 2009). Namun, setelah industri pakan ternak bangkit, muncul masalah baru yang melanda industri peternakan unggas Indonesia dengan adanya isu flu burung pada akhir tahun 2003. Industri pakan ternak juga sangat terpengaruh oleh kasus flu burung tersebut, sebab dari total produksi pakan sekitar 90 persen diserap oleh para peternak ayam petelur dan pedaging yang berimbas langsung pada harga dan permintaan ayam yang merosot tajam. Setelah meredanya isu flu burung, pasar pakan ternak kembali pulih, yang diikuti pula dengan konsumsi ayam dan produk turunannya yang kembali tinggi. Pada tahun 2008 konsumsi pakan ternak meningkat menjadi sebesar 8.13 juta ton dari sebelumnya sebesar 7.6 juta ton pada tahun 2007. Selain itu menurut data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) harga bahan baku pakan ternak rata-rata naik lebih dari


(10)

30 persen, akibatnya sejak bulan Juli tahun 2007 harga pakan ternak naik lebih dari Rp. 300 per kilogram menjadi rata-rata sebesar Rp. 3675 untuk pakan ayam pedaging (broiler) dan harga pakan ayam petelur naik menjadi sebesar Rp. 2950 per kilogram. Industri pakan ternak domestik rata-rata mampu menyediakan lima juta ton pakan ternak per tahun dari kebutuhan masyarakat yang sebesar tujuh juta ton per tahun (GPMT, 2008).

Hingga kini industri pakan ternak nasional masih didominasi perusahaan asing termasuk Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, Cheil Jedang Feed, Malindo Feedmill, Gold Coin, dan Sentra Profeed. Kebutuhan akan pakan ternak yang terus meningkat setiap tahunnya, akan tetapi tidak diimbangi oleh produksi pakan domestik, sehingga produsen besar tersebut masih menggantungkan kebutuhan bahan baku melalui impor terutama jagung dari Amerika dan Brasil. Selain itu, diperkirakan penggunaan bahan baku khususnya jagung akan terus meningkat selama 20 tahun ke depan dan sangat mungkin akan berpengaruh kepada peningkatan harga pakan secara nasional.

Tingginya harga bahan baku impor yang menjadi masalah utama dalam industri peternakan terutama industri pakan, secara langsung akan mengakibatkan harga pakan ternak di pasar domestik akan terus melambung. Oleh karena itu, pemerintah dalam jangka pendek akan mendorong pabrik pakan ternak yang selama ini masih menggunakan bahan baku impor sebagai campuran, untuk menggunakan bahan baku lokal guna menurunkan harga pakan ternak di dalam negeri.

Perumusan Masalah

Berkembangnya industri peternakan terutama unggas menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap pakan ternak tersebut karena industri pakan ternak memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) berhubungan dengan output pakan yang digunakan sebagai makanan ternak dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang berhubungan dengan kebutuhan akan input pakan terutama jagung. Kebutuhan akan input pakan ternak yang menuntut ketersediaan bahan baku pakan yang memadai baik jumlah, kualitas, kuantitas, delivery serta kontinuitasnya yang tidak mampu dipenuhi oleh pasokan dalam negeri, sehingga produsen besar masih banyak mengandalkan bahan baku pakan impor.

Terlepas dari sangat tergantungnya industri pakan ternak terhadap bahan baku impor, maka menurut data dari GPMT di Indonesia terdapat 42 pabrik pakan ternak yang masih aktif hingga tahun 2008. Sebelumnya terdapat 50 perusahaan, namun delapan di antaranya sudah menghentikan operasionalnya. Hingga kini industri pakan ternak nasional masih didominasi perusahaan asing seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce, Cheil Jedang Feed, Gold Coin, dan Sentra Profeed. Produsen besar tersebut umumnya terintegrasi dengan industri peternakan dan pengolahan produk ternak.

Dalam periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 kapasitas produksi industri pakan ternak nasional meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 2.5


(11)

persen per tahun. Kapasitasnya tercatat sebesar 10.0 juta ton per tahun pada tahun 2003, kemudian meningkat hingga menjadi 11.0 juta ton pada tahun 2007. Dari tahun 2003 hingga 2007 kapasitas produksi stabil dan tidak mengalami perkembangan berarti. Meskipun ada penambahan kapasitas dari sejumlah produsen besar seperti Charoen Pokphand, Cheil Jedang Feed dan lainnya, namun sebaliknya ada produsen lain yang terpaksa tutup karena terkena imbas flu burung pada tahun 2005 dan 2007.

Dugaan adanya kecenderungan pertumbuhan pabrik pakan ternak yang membentuk suatu struktur oligopoli ditunjukan dengan adanya beberapa hal berikut yaitu : (1) proporsi produk pakan dari pabrik pakan berskala besar yang berjumlah delapan pabrik (12 persen) memiliki pangsa pasar 40-60 persen, (2) hasil estimasi keuntungan pabrik pakan (1993) Rp. 265/ pakan petelur dan Rp. 287/ pakan broiler atau sekitar 42-44$ dari harga jual pakan, (3) perusahaan peternakan skala besar seperti PT. Charoen Phokpand, PT. Japfa Comfeed, PT. Cargill, PT. Anwar Sierad, PT. Multi Breeder dll melakukan integrasi vertikal, (4) kedelapan pabrik pakan tersebut tergabung dalam organisasi GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), (Yusdja dan Saptana, 1995).

Berdasarkan penjelasan di atas maka ada beberapa hal yang dapat dikaji, yaitu bagaimana Struktur-Perilaku-Kinerja dalam persaingan industri pakan ternak di Indonesia pada periode tahun 1986-2010.

Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Struktur-Perilaku-Kinerja industri pakan ternak di Indonesia pada periode tahun 1986-2010?

2. Bagaimana hubungan antara struktur dan faktor lainnya dengan kinerja pada industri pakan ternak di Indonesia pada periode tahun 1986-2010?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis Struktur-Perilaku-Kinerja industri pakan ternak di Indonesia pada periode tahun 1986-2010,

2. Menganalisis hubungan antara struktur dan faktor lainnya dengan kinerja pada industri pakan ternak di Indonesia pada periode tahun 1986-2010.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui Struktur-Perilaku-Kinerja dalam persaingan industri pakan ternak di Indonesia pada periode tahun 1986-2010, diharapkan dapat menjadi tambahan informasi terbaru bagi para pelaku industri pakan ternak. Bagi


(12)

para pengambil keputusan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan untuk pengembangan industri pakan ternak yang lebih baik. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk penelitian yang berkaitan dengan industri pakan ternak selanjutnya. Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan salahsatu proses belajar dalam menganalisa suatu permasalahan dan menambah wawasan mengenai industri pakan ternak di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Analisis mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja dalam persaingan industri pakan ternak di Indonesia, peneliti menggunakan kode ISIC yaitu 15331, yang pada tahun 2010 telah diperbaharui kode ISIC-nya menjadi 10801 sebagai industri ransum pakan ternak atau ikan yang secara keseluruhan sudah mewakili industri pakan ternak di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1986 sampai dengan tahun 2010. Pada penelitian ini tidak dibahas lebih jauh mengenai aspek perdagangan international, hanya diberikan informasi mengenai perkembangan nilai ekspor dan impor pakan ternak di Indonesia.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Mengenai Industri

Industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini sebutan industri pakan ternak berarti himpunan pabrik atau perusahaan pakan ternak. Kedua, industri dapat pula merujuk suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Dalam pengolahan itu sendiri dapat bersifat masinal, elektrikal atau bahkan manual (Dumairy, 2000).

Konsep-konsep industri itu sendiri sangat penting untuk diketahui dan dipahami. Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisis mengenai persaingan dan monopoli dengan berbagai macam pasar yang berada di antara keduanya (Jaya, 2001).

Menurut Dumairy (2000) sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam seluruh perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (term of trade) yang tinggi atau lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan


(13)

karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya.

Konsep Mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja

Dalam menganalisis ekonomi industri akan ditelaah mengenai struktur pasar dan pasar yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang memengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar (Jaya, 2001). Menurut Hasibuan (1993) ada empat cara dalam mengamati kaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama, hanya menekankan pada dua aspek penting yaitu kaitan antara struktur dan kinerja industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua, dilakukan pengamatan pada kinerja dan perilaku lalu kemudian juga dikaitkan lagi dengan struktur. Ketiga, menelaah kaitan struktur terhadap prilaku, kemudian baru diamati kinerjanya. Keempat, kinerja tidak perlu diamati lagi, karena sudah terjawab dari hubungan struktur dan perilakunya. Pada Gambar 1. dapat dilihat hubungan antara pendekatan struktur-perilaku-kinerja pasar.

PERILAKU Kerjasama dengan pesaing

Strategi melawan pesaing Advertensi

KINERJA

Harga biaya dan pola keuntungan X-efisiensi

Pengalokasian yang efisien Kemajuan teknologi

Keseimbangan dalam pendistribusian Pengaruh-pengaruh lainnya

STRUKTUR

Ukuran distribusi perusahaan Pangsa pasar

Konsentrasi Rintangan masuk Elemen-elemen lain

Gambar 1. Hubungan struktur-perilaku-kinerja Sumber: Jaya, 2001.


(14)

Struktur Pasar

Struktur pasar biasanya dapat dinyatakan dalam ukuran distribusi perusahaan pesaing, seperti perusahaan monopoli, perusahaan dominan, ataupun perusahaan oligopoli (Jaya, 2001). Namun, sesungguhnya struktur pasar memiliki tiga elemen pokok dalam struktur pasar yaitu: pangsa pasar (market share), pemusatan (concentration) dan hambatan masuk (barrier to entry).

1. Pangsa Pasar (Market Share)

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, yang besarnya berkisar antara nol hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Dalam praktek bisnis, pangsa pasar merupakan tujuan atau motivasi suatu perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya. Peranan pangsa pasar, seperti halnya elemen struktur pasar lainnya adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan (Jaya, 2001). Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang tinggi akan mengejar keuntungan yang semaksimal mungkin, dan membuat perusahaan tersebut cenderung bergerak ke arah monopoli. Sebaliknya, jika pangsa pasar suatu perusahaan rendah maka akan terjadi persaingan yang efektif. Pada Tabel 1. akan ditunjukan beberapa tipe pasar yang terbentuk beserta contohnya mulai dari monopoli sampai persaingan murni.


(15)

Tabel 1. Contoh tipe pasar

Tipe Pasar Kondisi Pasar Contoh

Monopoli Murni Suatu pasar yang memiliki 100 persen

pangsa pasar

PLN, TELKOM, PAM

Perusahaan yang dominan

Suatu perusahaan yang memiliki 20-100 persen

pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat

Surat kabar lokal atau nasional, batu baterai,

film kodak Oligopoli kuat Penggabungan empat

perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen, kesepakatan di antara mereka untuk menetapkan

harga relatif mudah

Bank-bank lokal, siaran TV, toko buku, semen,

rokok kretek

Oligopoli longgar Penggabungan empat perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 40 persen atau kurang, kesepakatan di

antara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin

Kayu, pekakas rumah tangga, mesin-mesin kecil, majalah,

obat-obatan

Persaingan monopolistik Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun yang memiliki lebih dari

10 persen pangsa pasar

Pedagang eceran, penjual pakaian

Persaingan murni Lebih dari 50 pesaing yang mana tidak satupun

yang memiliki pangsa pasar yang berarti

Sapi dan unggas

Sumber: Jaya, 2001.

2. Konsentrasi (Concentration)

Menurut Jaya (2001) konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana adanya hubungan saling ketergantungan antar perusahaan tersebut. Kelompok perusahaan ini biasanya terdiri dari dua sampai delapan perusahaan, kombinasi pangsa pasar yang mereka lakukan membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Pemusatan merupakan tingkat oligopoli. Para oligopolis dapat melakukan koordinasi secara ketat seakan-akan mereka monopolis sejati, sehingga persaingan hebat bisa terjadi di antara mereka atau mungkin mengikuti suatu pola lebih lanjut. Kombinasi kekuatan pasar mereka perlahan mengurangi pengaruh perusahaan yang mempunyai pangsa pasar utama. Pemusatan dapat menghasilkan suatu bentuk industri yang secara rasio dapat diterima. Terdapat empat indeks konsentrasi, yaitu :


(16)

1) Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran-ukuran pasar yang memimpin pasar.

2) Indeks Hirschman-Herfindahl merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar utama dalam suatu industri.

3) Indeks Rosenbluth didasarkan pada peringkat suatu perusahaan dan pangsa pasarnya.

4) Indeks entropy mengukur pangsa pasar semua perusahaan. 3. Hambatan Masuk (Barrier to Entry)

Persaingan potensial adalah sebuah persaingan yang terjadi dimana perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Menurut Jaya (2001) hambatan-hambatan ini mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama (contoh: paten, franchise). Pada intinya hambatan untuk masuk mencakup segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru.

Menurut Asian Developnment Bank (2001) dalam Sucianti (2011) barrier to entry diartikan sebagai bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam definisi ini, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry.

Shepherd (1990) menyatakan bahwa terdapat dua jenis hambatan, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan masuk ke dalam pasar yang sifatnya berada di luar kontrol dari lending firm dan merupakan penyebab fundamental yang tidak dapat diubah, seperti modal, skala ekonomi, diferensiasi produk, diversifikasi, intensitas penelitian dan pengembangan, high durability of firm spesific capital dan integrasi vertikal. Sedangkan, hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm, starategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi penguasaan produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.

Perilaku Pasar

Penetapan harga, strategi produksi, kolusi dan penawaran vertikal adalah beberapa perilaku yang terjadi pada perusahaan. Salahsatu contoh nyata dari perilaku tersebut tercermin dalam pasar yang sifatnya oligopoli. Pengaruh oligopoli adalah menimbulkan variasi-variasi dan pola-pola yang muncul karena adanya pangsa pasar yang berbeda-beda pada setiap perusahaan oligopolis. Kondisi pasar oligopoli yang dipimpin oleh beberapa perusahaan besar, pada umumnya akan berperilaku seperti halnya perusahaan monopoli, seperti menaikan harga untuk mendapat keuntungan lebih. Berbeda halnya dengan pasar persaingan sempurna, dimana setiap perusahaan berperilaku sebagai penerima harga. Pada pasar oligopoli, seringkali strategi yang diambil sebuah perusahaan akan sangat tergantung pada kebijakan pesaing terdekatnya (Jaya, 2001).

Hasibuan (1993) menyatakan bahwa perilaku industri adalah pola tanggapan dan penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Biasanya perilaku itu dilakukan dengan melihat kondisi pasar yang akan dimasuki.


(17)

Kinerja Pasar

Kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Menurut Jaya (2001) kinerja suatu industri biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keadilan.

1) Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara kuantitas fisik maupun harga. Pada dasarnya efisiensi mempunyai dua bagian utama, yaitu efisiensi internal atau efisiensi-X dan efisiensi pengalokasian. Efisiensi internal digambarkan dengan perusahaan yang dikelola dengan baik, memaksimumkan usaha dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan, yang diukur melalui perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sementara, efisiensi alokasi digambarkan dengan pengalokasian sumber daya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikan nilai output.

2) Kemajuan Teknologi

Adanya penemuan dan pembaharuan teknologi, setiap perusahaan dapat membuat suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas pekerjanya dalam memproduksi suatu barang. Menurut Jaya (2001) kemajuan teknologi dapat memengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan, lebih jauh kemajuan teknologi dapat berpengaruh pada produksi, biaya dan harga.

3) Keadilan

Keadilan yang dimaksud di sini adalah keadilan dalam hal pendistribusian, ini sangat erat kaitannya dengan efisiensi pengalokasian. Keadilan mempunyai tiga dimensi pokok yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan.


(18)

Tabel 2. Ciri-ciri pasar

Monopoli Perusahaan

Dominan Oligopoli Persaingan Monopolistik Persaingan Murni Indeks Hirschman Herfindahl (HHI) HHI=1000 2500<HHI <1000 1000<HHI <1800 1000<HHI<10 0 HHI<100 Jumlah Produsen

Satu Banyak Sedikit Banyak Sangat

Banyak Entry/Exit barrier Sangat Tinggi Relatif Rendah Tinggi Relatif Rendah Rendah Diferensiasi Produk

Relatif Relatif Relatif Relatif Tidak ada Kekuatan

menentukan

Sangat Besar

Relatif Relatif Sedikit Tidak Ada Persaingan

selain harga

Tidak Ada Besar Besar Besar Tidak Ada Informasi Sangat Terbatas Cukup Terbuka Terbatas Cukup Terbuka Terbuka Profit Berlebih Berlebih Agak

Berlebih Normal Normal Efisiensi Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik

Cukup Baik Baik Sumber: Hasibuan, 1993.

Kinerja suatu industri atau pasar juga dapat dilihat dari pola keuntungan yang di dapat dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keutungan ini biasanya digambarkan melalui nilai Price Cost Margin (PCM) atau bisa disebut tingkat keuntungan perusahaan. Selain itu, kinerja suatu industri juga dapat dilihat dari pengukuran dengan metode rasio dari kelebihan keutungan terhadap penjualan, tingkat pengembalian dari aset atau modal dan nilai pasar dari surat-surat berharga perusahaan.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Agustina (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Pakan Ternak Indonesia, menyimpulkan bahwa struktur pasar pada industri pakan ternak di Indonesia adalah oligopoli longgar. Berdasarkan penelitian tersebut, juga disimpulkan bahwa rata-rata tingkat keutungan (PCM) dan efisiensi internal (X-eff) masih dikatakan rendah dengan masing rata-rata nilai sebesar 19.56 persen dan 30.88 persen. Nilai yang kecil


(19)

tersebut mencerminkan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk produksi belum dikelola baik oleh perusahaan. Selain itu, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat keuntungan pada industri pakan ternak adalah konsentrasi rasio (CR4), hambatan masuk (MES), pertumbuhan nilai

output (Growth) dan efisiensi internal (X-eff).

Sucianti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia, menyimpulkan bahwa struktur pasar pada industri pakan ternak bersifat oligopoli longgar, dengan rata-rata nilai konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) yang dihasilkan sebesar

38.33 persen dan rata-rata nilai hambatan masuk (MES) yang cukup tinggi yaitu sebesar 14.23 persen. Selain itu, tingkat keuntungan (PCM) dipengaruhi secara nyata oleh konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (X-eff),

pertumbuhan nilai output (Growth) dan hambatan masuk pasar (MES) pada taraf nyata 0.10 (sepuluh persen). Nilai impor bahan baku (IM) tidak berpengaruh nyata terhadap PCM.

Andiani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa struktur pasar pada industri susu di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan tingkat konsentrasi yang cukup tinggi dan jenis produk yang heterogen. Selain itu, dalam penelitian juga disimpulkan bahwa semua variabel yang diuji yaitu konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), produktivitas, X-efisisensi dan Growth berpengaruh

nyata dan mempunyai hubungan positif terhadap tingkat keuntungan perusahaan (PCM).

Sari (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Pengolahan Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa struktur industri pengolahan susu di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan rata-rata nilai CR4 sebesar 72.68 persen. Dari segi kinerja, industri pengolahan susu di Indonesia

memiliki kinerja yang kurang baik, hal ini terlihat dari rata-rata nilai PCM, Growth dan X-eff yang dibawah 50 persen. Selain itu, juga disimpulkan bahwa nilai efisiensi internal (X-eff) berpengaruh nyata dan berhubungan positif dengan tingkat keuntungan perusahaan (PCM), sementara variabel MES dan Growth berpengaruh nyata tetapi berhubungan negatif terhadap PCM.

Fitriani (2006) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Ayam di Provinsi Lampung dan Jawa Barat, menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan erat antara struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak. Peningkatan persaingan akan mendorong perusahaan untuk menekan biaya produksi dengan mengurangi penggunaan input bahan baku yang harganya relatif mahal dan sulit di dapat yaitu bungkil kedelai. Selain itu peneliti juga menyimpulkan bahwa bentuk pasar pada industri pakan ternak adalah persaingan monopolistik, hal ini dikarenakan jumlah perusahaan dalam industri pakan yang banyak dengan hambatan untuk “entry and exit” yang relatif kecil, produk di diferensiasi serta penentuan harga lebih pada pendekatan biaya produksi.


(20)

Kerangka Pemikiran

Struktur : -Pangsa pasar

-CR4

-Hambatan masuk pasar

Perilaku : -Strategi harga -Strategi produk -Strategi promosi

Kinerja : -PCM -X-eff - Growth

Persaingan pada industri pakan ternak di Indonesia

Permintaan daging ayam dan telur meningkat Kesadaran masyarakat

terhadap nilai gizi suatu makanan yang salah

satunya berasal dari protein hewani meningkat

Gambar 2. Bagan kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja suatu industri telah banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi. Hubungan antara variabel-variabel dalam estimasi model yang dianalisis dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda tergantung penggunaan proksi atau variabel yang dipakai peneliti.

Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(21)

1. Tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) memiliki pengaruh

positif terhadap tingkat keuntungan perusahaan (PCM). Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan, maka semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Sementara tingkat konsentrasi memiliki pengaruh negatif terhadap persaingan, dimana ketika tingkat konsentrasi meningkat maka tingkat persaingan akan menurun. Begitu pula sebaliknya. Peningkatan konsentrasi itu sendiri terjadi karena dua sebab, yaitu: (1) Berkurangnya jumlah perusahaan dan (2) Bertambahnya jumlah perusahaan, namun produk perusahaan tersebut masih belum mampu bersaing dengan empat perusahaan terbesar.

2. Efisiensi internal (X-eff) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin efisien perusahaan maka tingkat produksi suatu perusahaan lebih sedikit untuk memproduksi komoditi karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam jangka panjang lebih murah. Semakin tinggi efisiensi maka tingkat keuntungan perusahaan meningkat.

3. Pertumbuhan nilai output (Growth) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi tingkat permintaan pasar dalam pertumbuhan nilai output maka tingkat keuntungan yang diperoleh akan semakin meningkat karena adanya dorongan perusahaan untuk meningkatkan output.

4. Hambatan masuk pasar (MES) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin meningkat hambatan masuk pasar dalam suatu industri maka keutungan perusahaan juga akan meningkat, karena hambatan masuk yang besar menyebabkan pesaing baru sulit memasuki pasar sehingga

menyebabkan sedikitnya jumlah pesaing.  

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder dari industri pakan ternak di Indonesia. Data tersebut di peroleh dari berbagai instansi yang terkait dengan industri pakan ternak unggas seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Perindustrian, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), serta sumber dan literatur lainnya yang terkait serta beberapa hasil penelitian terdahulu. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1986-2010.


(22)

Metode Analisis

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perkembangan data-data yang digunakan dalam penelitian, dalam hal ini menganalisis perilaku industri pakan ternak di Indonesia. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri pakan ternak dengan pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja, dan juga untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia pada periode 1986-2010 digunakan dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for windows.

Analisis Struktur Industri

Untuk menganalisis struktur industri pakan ternak di Indonesia dapat digunakan alat analisis rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dan

hambatan masuk pada industri pakan ternak. Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel yang dapat diukur, namun untuk mengetahui rasio konsentrasi, harus menghitung pangsa pasar terlebih dahulu.

Persamaan pangsa pasar yang dapat digunakan yaitu : MSi StotSi % Dimana:

MSi : Pangsa pasar perusahaan i (persen)

Si : Penjualan perusahaan i (juta rupiah)

Stot : Penjualan total seluruh perusahaan (juta rupiah)

Dengan menggunakan tingkat konsentrasi maka tipe pasar yang dihadapi suatu industri juga dapat diketahui. Penggunaan konsentrasi menggambarkan struktur pasar yang ada pada hubungan tersebut. Rasio konsentrasi merupakan persentase dari total output industri atau pendapatan penjualan. Rasio konsentrasi sejumlah perusahaan besar mengukur pangsa pasar relatif dari total output industri yang dipertanggung jawabkan oleh perusahaan-perusahaan itu. Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) berarti semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen berarti monopoli. Dengan demikian maka konsentrasi dapat dikatakan sebagai berikut:

CR4=

jumlah penjualan empat perusahaan terbesar


(23)

Konsentrasi suatu perusahaan juga dapat dihitung melalui pangsa pasarnya,

yaitu: 4

CR4 = ∑ MSi

i=1 Dimana:

CR4 : rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (persen)

MSi : pangsa pasar perusahaan i (persen)

Dalam mengikuti perkembangan industri, dapat pula dilihat dari hambatan masuk pasar. Hambatan masuk pasar dapat disebabkan oleh munculnya persaingan bisnis yang semakin ketat. Hambatan ini dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing-pesaing potensial untuk masuk ke dalam pasar. Dengan adanya kesempatan dan peluang melakukan usaha bisnis memungkinkan banyak perusahaan baru yang masuk untuk menguasai pasar. Untuk melihat hambatan masuk ini dapat dilihat dengan mengukur skala ekonomis melalui output perusahaan, data dari hasil perhitungan ini disebut Minimum Efficiency Scale (MES).

MES= output perusahaan terbesar

output total %

Analisis Perilaku (Conduct) Industri

Analisis mengenai perilaku industri ini akan dilakukan melalui analisis deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku perusahaan dalam industri itu sendiri. Elemen-elemen pokok yang dapat menjelaskan mengenai perilaku industri antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Strategi harga

Strategi penetapan harga suatu industri tergantung dari beberapa faktor produksi terutama bahan baku. Dapat dilihat dari bagaimana strategi penetapan harga yang dilakukan oleh industri serta apakah ada perilaku kesepakatan harga antar sesama pesaing yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

b.Strategi produk

Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pasti akan melakukan strategi dalam mengeluarkan produknya. Strategi produk ini akan menjadi salahsatu aspek penting yang akan membedakan produk dari perusahaan satu dengan perusahaan lainnya.

c. Strategi promosi

Selain strategi dalam harga dan produk, dalam suatu industri terdapat pula aspek strategi promosi, misalnya melalui keahlian tehnical service yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan pakan ternak dalam mempromosikan produk pakannya, obat-obatan untuk ternak dan produk lainnya. Hal ini dilakukan sebagai strategi untuk menarik konsumen.


(24)

Analisis Kinerja Industri

Analisis kinerja industri pakan ternak dilakukan dengan menggunakan model Price Cost Margin (PCM), efisiensi internal (X-eff), dan pertumbuhan output (Growth). PCM digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja perusahaan. Tingkat PCM yang tinggi pada umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi yang tinggi.

PCM =nilai tambah ‐ upah total

nilai output %

Efisiensi yang dapat dihitung dalam hal ini adalah efisiensi internal (X-eff) yang menggambarkan suatu industri dapat dikelola dengan baik. Semakin efisien suatu perusahaan, maka semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Pengukuran efisiensi dapat dilakukan dengan menghitung rasio nilai tambah dengan nilai input pada industri pakan ternak.

X‐eff=nilai tambah industri

nilai input %

Variabel pertumbuhan output atau pertumbuhan nilai barang (Growth) juga dapat memengaruhi kinerja industri selain PCM dan X-eff, hal ini dikarenakan variabel Growth sendiri dapat menunjukan permintaan pasar. Pengukuran Growth dapat dilakukan dengan menghitung rasio antara selisih output pada tahun ke-i dan output pada tahun sebelumnya dengan output pada tahun sebelumnya.

Growth=nilai outputt ‐ nilai outputt-1

nilai outputt-1 %

Hubungan Struktur dan Faktor-faktor lain yang Memengaruhi Kinerja Metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan struktur dan faktor-faktor lain yang memengaruhi kinerja adalah dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat sederhana. Hal ini dipilih karena metode OLS merupakan metode yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan antara variabel, selain itu metode ini merupakan metode sederhana dibandingkan metode lainnya serta adanya kemudahan dalam penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi, dan yang paling penting metode OLS ini yang paling sering digunakan peneliti di bidang ekonomi untuk melihat hubungan antar variabel ekonomi.

Variabel tak bebas (dependent) yang digunakan dalam metode OLS adalah variabel PCM. PCM dipilih kerena dapat mencerminkan keuntungan dari suatu industri serta mewakili kinerja itu sendiri. Sedangkan, variabel bebas (independent) yang digunakan yaitu konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4),

hambatan masuk pasar (MES), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan nilai output (Growth). Berikut adalah model dalam penelitian ini:


(25)

PCMt = β0 + β1 CR4t + β2 X-efft + β3 MESt + β4Growtht + Ut

Dimana:

t : tahun ke-t

PCM : proksi keuntungan perusahaan (persen)

CR4 : rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (persen)

X-eff : efisiensi internal (persen) MES : hambatan masuk pasar (persen) Growth : pertumbuhan nilai output (persen)

U : galat

β0 : intersep (β0>0)

β1,β2,β3,β4 : koefisien kemiringan parsial (β1,β2,β3,β4>0)

Uji Statistika dan Ekonometrika

Metode statistika yang akan digunakan dalam menganalisis hubungan-hubungan antara variabel dimana setelah menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi maka dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model dapat dikatakan baik. Pengujian tersebut dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk perameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas (independent) dapat dijelaskan oleh variabel tak bebas (dependent) melalui koefisien determinasi (R-Squared).

Pengujian ekonometrika yang akan dilakukan antara lain uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

Uji R-Squared (R2)

R-Squared (R2) atau biasa disebut uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel yang dimasukan ke dalam model. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarannya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2

sebesar nol maka hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara dependen variabel dengan independen variabel sedangkan jika R2 sebesar satu maka terdapat kecocokan yang sempurna antara dependen variabel dan independen variabel.

Selain nilai R2 terdapat juga nilai adjusted-R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan dua model, semakin besar nilai R2 adj maka makin baik model tersebut. R2 adj dapat digunakan untuk membandingkan dua model karena nilai R2 adj sudah mengalami koreksi terhadap derajat bebas model sehingga dua model yang berbeda derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil.


(26)

Uji F

Indikator lain untuk melihat kebaikan model adalah dengan uji F. Uji ini berguna untuk membuktikan nyata tidaknya koefisien regresi secara bersama-sama pada taraf tertentu. Secara tidak langsung ukuran ini juga digunakan untuk menunjukan signifikan tidaknya model yang diperoleh secara keseluruhan. Pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan melalui pengujian besar perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen.

Hipotesis:

H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 (artinya tidak ada variabel independen yang

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen)

H1 : Minimal ada satu nilai β≠ 0 (artinya ada varibel independen yang

bepengaruh nyata terhadap variabel dependen) Uji statistik F dapat dihitung dengan formula:

Fhitung=

R2/(k-1) (1-R2)/(n-k) Dimana:

R2 : jumlah kuadrat regresi (1-R2) : jumlah kuadrat sisa n : jumlah pengamatan k : jumlah parameter Fhitung > Ftabel, (k-1)(n-k) maka tolak H0

Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama independen variabel dalam model

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen pada taraf nyata persen, begitu pula sebaliknya.

Kriteria uji:

Probability F-Statistic < taraf nyata ( ), maka tolak H0 dan simpulkan minimal

ada satu variabel bebas (independent) yang memengaruhi variabel tak bebas (dependent).

Probability F-Statistic > taraf nyata ( ), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada

variabel bebas (independent) yang memengaruhi variabel tak bebas (dependent).

Uji t

Uji ini sebenarnya dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas (independent) atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari masing-masing variabel independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen.


(27)

Hipotesis:

H0 : βk = 0 (artinya variabel independen k tidak memengaruhi variabel

dependen)

H1 : βi≠ 0 atau βk < 0 atau βk > 0 (artinya variabel independen k

memengaruhi variabel dependen) Kriteria uji:

Probability t-Statistic < ( ), maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen k

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya.

Probability t-Statistic > ( ), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen

k tidak memengaruhi variabel dependennya secara signifikan.

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat error term. Jika data sampel yang digunakan dalam penelitian kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas dan jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal.

Hipotesis:

H0 : error term terdistribusi normal

H1 : error term tidak terdistribusi normal

Kriteria uji:

Jika nilai probabilitas > taraf nyata ( ) maka terima H0 dan kesimpulannya error

term terdistribusi normal.

Uji Multikolinearitas

Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat antar sesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam SPSS version 16.0 for windows dinamakan uji kolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang kuat antara variabel-variabel independennya. Pengujiannya ada dua cara yaitu:

• Nilai korelasi dua variabel independen mendekati satu

• Nilai korelasi parsial akan mendekati nol

Setelah itu ada atau tidaknya kolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor), apabila nilai VIF kurang dari sepuluh maka tidak terdapat gejala multikolinearitas.


(28)

Uji Autokorelasi

Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara distrubance term. Pada program SPSS version 16.0 for windows, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat pengujian pada Durbin-Watson (DW).

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jka ragam error tidak konstan. Gejala heteroskedastisitas menunjukan bahwa model tersebut tidak memenuhi syarat sebagai model yang baik. Model yang baik adalah jika memenuhi ragam error yang sama. Gejala tersebut dapat ditunjukan melalui uji Breush-Pagan pada program SPSS version 16.0 for windows.

Hipotesis:

H0 : Homoskedastisitas

H1 : Heteroskedatisitas

Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini 0.05 (lima persen). Sehingga apabila nilai p-value lebih dari 0.05 (lima persen) maka terima H0 yang

artinya ragam residual homogen atau biasa disebut tidak terjadi heteroskedastisitas pada model yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Industri Pakan Ternak di Indonesia

Budidaya ternak secara komersil mulai ada pada tahun 1972 yang dianggap sebagai awal berdirinya industri ternak, pada saat itu sebagian besar usaha merupakan ternak unggas. Pabrik pakan yang ada pada saat itu masih terbatas untuk memasarkan hasilnya kepada kalangan peternak. Tahun selanjutnya budidaya ini mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga mengindikasikan bahwa peranan pabrik pakan semakin kuat.

Dalam perkembangannya industri pakan ternak mengalami beberapa hambatan bahkan banyak perusahaan yang menghentikan produksinya. Salahsatu penyebabnya adalah ketergantungan produsen pakan lokal terhadap bahan baku impor dan bibit. Lebih jauh produsen lokal juga sangat bergantung kepada


(29)

pinjaman modal asing dan wabah flu burung yang menyerang industri peternakan unggas semakin memperburuk perkembangan industri pakan ternak di Indonesia.

Perkembangan industri peternakan unggas di Indonesia dimulai tahun 1967 diarahkan untuk membangun struktur budidaya atau produksi dalam bentuk usaha rakyat. Menurut Undang-Undang (UU) Peternakan Nomor enam tahun 1967, peternakan merupakan usaha rakyat, artinya skala komersial tidak diperkenankan masuk. Tujuan utama pengembangan perusahaan peternakan di Indonesia adalah meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan para peternak komersil skala kecil. Kemudian pada tahun 1970-an pemerintah memperbolehkan penanaman modal asing (PMA) terhadap pengembangan pembibitan ayam ras dari Jepang dan Amerika, tetapi hal tersebut justru membuat usaha ternak skala besar semakin berkuasa. Kebijakan ini disusul dengan kebijakan mengenai budidaya tahun 1980 yang mengatur pembatasan skala usaha ternak terutama ayam ras yaitu Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 50 tahun 1981 mengenai larangan operasi usaha ternak ayam layer sebanyak 5000 ekor dan pedaging maksimal 750 ekor dan Keppres tersebut mendapat dukungan melalui UU Peternakan Nomor enam tahun 1967 yang tujuannya untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya untuk rakyat dan perlindungan pada peternak usaha kecil. Namun, kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena pemerintah dirasa belum sepenuhnya melindungi usaha rakyat. Hal yang terjadi justru sebaliknya, pertumbuhan usaha komersial terintegrasi semakin sulit dicegah, maka pada tahun 1990 pemerintah mencabut Keppres Nomor 50 tahun 1981 dan menerbitkan kebijakan baru, yakni Keppres Nomor 22 tahun 1990 yang pada dasarnya mengijinkan usaha komersil dalam budidaya ternak ayam ras, dengan catatan perusahaan harus melakukan kegiatan produksi dengan pola kemitraan baru atau kontrak farm dengan peternak rakyat dan 65 persen produksi ditunjukan untuk ekspor. Dengan strategi ini, pemerintah berharap usaha rakyat tetap dapat berkembang sementara kebutuhan konsumsi telur dan daging ayam dapat dipenuhi.

Adapun isi dari Keppres Nomor 22 tahun 1990 yaitu: (1) usaha ternak yaitu ayam ras tidak lebih dari 15000 ekor, tidak memerlukan izin kecuali harus melapor ke Dinas Peternakan setempat, (2) usaha skala besar diperkenakan dengan syarat bermitra dengan usaha rakyat, dimana dalam waktu tiga tahun porsi usaha rakyat lebih besar, sekurang-kurangnya 65 persen di ekspor. Hasilnya peraturan tersebut dinilai kurang berhasil melindungi usaha rakyat kerena pada tahun 1996 peternak dilanda rasa kekhawatiran ancaman pailit ribuan usaha ternak broiler rakyat karena tidak mampu bersaing dengan peternak skala besar. Pada tahun 2000 pemerintah mencabut Keppres Nomor 22 tahun 1990 tersebut, sehingga tidak ada lagi campur tangan pemerintah dalam usaha ternak di Indonesia. Perkembangan kondisi di atas dapat digambarkan sebagai berikut:


(30)

1970 1980 1990 2000 2020

Integrasi Kemitraan, Kemitraan, Struktur Produksi vertikal vertikal subsisten produksi Peternak subsisten subsisten dan integrasi ditangani subsisten Penuh industri terintegrasi

besar UU Keputusan Keputusan Krisis Ke depan

Skala  Kecil  (100%)  Skala  Mene ngah  (70%)  Skala Kecil 

(30%)  Skala  Besar  (60%)  Skala  Kecil  (15%)  Skala  Menengah  (20%)  Skala  Kecil  (20%)  Skala  Besar  (60%)  Skala  Menengah  (20%)  Skala  Kecil  (20%)  Skala  Menengah  (75%) Skala  Besar  (10%)

Penanaman Presiden Presiden ekonomi Modal Nomor 50 Nomor 22 dan Asing Tahun 1980 Tahun 1990 keuangan (PMA)

Gambar 3. Gambaran perkembangan industri pakan ternak dan peternakan Sumber: Yusdja et. al., 2000 dalam Agustina, 2009.

Sebaran Industri Pakan Ternak di Indonesia

Jumlah perusahaan pakan ternak bergerak fluktuatif dari tahun ke tahun, namun selama periode tahun 2006 sampai tahun 2010, jumlah perusahaan pakan cenderung menurun. Perkembangannya sampai tahun 2010 telah mencapai lebih dari 50 perusahaan yang dikatakan sebagai perusahaan dengan skala menengah dan besar, walaupun jumlah ini justru menurun dari jumlah perusahaan pakan pada tahun sebelumnya. Perkembangan jumlah perusahaan pakan dan tenaga kerja yang dipakai disajikan dalam Tabel 3. di bawah ini:


(31)

Tabel 3. Perkembangan jumlah perusahaan dan tenagakerja di industri pakan ternak (2006-2010)

Tahun Jumlah Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja

2006 88 12757

2007 74 11490

2008 77 21260

2009 71 14159

2010 58 11117

Sumber: Kementerian Perindustrian RI, 2007-2011.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa pada tahun 2006 jumlah perusahaan pakan ternak menurun dari tahun sebelumnya, perusahaan banyak yang gulung tikar akibat dampak isu flu burung (Avian Influenza) yang booming saat itu di Indonesia. Namun, setelah isu flu burung tersebut mereda, pada tahun 2008 jumlah perusahaan pakan kembali meningkat dari 74 perusahaan di tahun 2007 menjadi 77 perusahaan di tahun 2008. Namun, isu flu burung yang kembali merebak di tahun 2010 kembali menghancurkan perusahaan pakan ternak lokal sehingga pada tahun 2010 jumlah perusahaan pakan ternak kembali menurun drastis menjadi hanya 58 perusahaan. Sama halnya dengan perkembangan jumlah tenaga kerja pada perusahaan pakan ternak yang sangat fluktuatif namun cenderung menurun drastis dari tahun 2008 ke tahun 2010.

Saat ini sebaran industri pakan ternak berskala besar di Indonesia tersebar ke delapan provinsi. Sumatra Utara memiliki delapan pabrik, Lampung empat pabrik, Banten sepuluh pabrik dan DKI Jakarta dengan empat pabrik. Sementara di Jawa Barat terdapat empat pabrik dan Sulawesi Selatan dengan dua pabrik. Produsen pakan ternak paling banyak terdapat di Jawa Timur dengan 15 pabrik, hal ini dikarenakan wilayah Jawa Timur merupakan sentra industri pakan ternak dan peternakan terbesar di Indonesia. Lingkup agribisnis Jawa Timur cukup kuat dengan dukungan 15 pabrik pakan ternak besar, 52 industri rumahan pakan ternak, empat pabrik pengolahan susu, 201 pasar hewan, 99 TPA (Tempat Pemotongan Ayam) dan delapan RPA (Rumah Pemotongan Ayam). Disamping itu masih ada 11 perusahaan daging olahan, 50 KUD (Koperasi Unit Desa) koperasi persususan dan potensi yang sangat prospektif yaitu BBIB (Balai Besar Inseminasi Buatan) di Singosari.

Pada tahun 2007, pemerintah telah mengembangkan pabrik pakan skala kecil di 14 lokasi yaitu di Ciamis, Cirebon, Sukabumi, Subang dan Bekasi (Jawa Barat), Magelang dan Banjarnegara (Jawa Tengah), serta Blitar (Jawa Timur). Sementara untuk luar pulau Jawa antara lain di Bangli dan Tabanan (Bali), Sawah Lunto (Sumatra Barat), Bengkulu Utara, Kapuas dan Hulu Sungai Utara.

Mulai tahun 2008, pemerintah kembali mengembangkan pabrik pakan skala kecil (mini feedmill) yang tersebar di 38 lokasi yang termasuk ke dalam sentra produksi bahan baku pakan seperti jagung dan kelapa sawit. Pabrik pakan skala mini tersebut memiliki kapasitas produksi sekitar tiga sampai lima ton per hari, serta investasi sebesar Rp. 250 juta per unit. Keberadaan pabrik pakan berskala kecil tersebut cukup mendukung kecukupan pakan unggas lokal. Pengolahan pakan ternak ini dikelola oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan), sedangkan pemenuhan bahan baku diambil dari jagung petani yang belum terserap di industri nasional. Hal ini terkait dengan lokasi perkebunan yang jauh dari industri pakan


(32)

ternak yang sebagian besar terletak di Jawa. Disamping itu, pemerintah juga mengembangkan pabrik pakan besar di Subang dan Bekasi untuk mencukupi kebutuhan pakan ayam ras dan petelur.

Profil Industri Pakan Ternak di Indonesia

Data terakhir yaitu tahun 2010, perusahaan pakan ternak domestik masih didominasi oleh empat perusahaan terbesar. Keempat perusahaan tersebut menjadi faktor penentu struktur industri pakan ternak di Indonesia. Ada pun nama keempat perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kapasitas terpasang dan produksi keempat perusahaan pakan ternak terbesar tahun 2010 (ton)

No. Nama Perusahaan Kapasitas Terpasang Produksi Pakan 1. Charoen Pokphand Indonesia 2954208 1094523 2. Japfa Comfeed Indonesia Tbk 2522000 940307 3. Cheil Jedang Feed Indonesia 1000000 391110

4. Sierad Produce Tbk 908400 451011

Sumber: Kementerian Pertanian RI, 2010. 1. Charoen Pokphand Indonesia Tbk

Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPI) merupakan perusahaan pakan ternak terbesar pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1972. Perusahaan ini bergerak dalam industri pakan ternak dan pengolahan daging ayam dengan para pemagang sahamnya yang terdiri dari PT. Central Proteinprima, Royal Bank of Canada (Asia) Ltd., USB AG Singapura dan publik.

CPI memiliki kapasitas produksi pakan ternak dari unit-unit pabriknya yang tersebar di Mojokerto, Jakarta dan Medan sebesar 2.6 juta ton per tahunnya. CPI memiliki pabrik pengolahan daging ayam di Cikande, Salatiga, Medan dan Surabaya. Pabrik ini dikelola oleh anak perusahaan CPI yaitu PT. Primafood Internasional dengan produk yang di pasarkan bermerk Fiesta.

Pertumbuhan pendapatan dan laba bersih CPI pada tahun 2007 sebesar Rp. 8.3 triliun dan Rp. 210 miliar atau naik 31 persen dari tahun sebelumnya. Sementara pada tahun 2010, CPI dengan enam pabriknya menghasilkan produksi pakan terbesar dibandingkan perusahaan-perusahaan lain yaitu sebesar 1094523 ton. Hal ini semakin menegaskan CPI memiliki posisi tertinggi dalam industri pakan ternak di Indonesia.

2. Japfa Comfeed Indonesia Tbk

Japfa Comfeed (JC) yang menempati urutan kedua terbesar industri pakan ternak di Indonesia didirikan pada tahun 1971 yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang industri pakan ternak. Pemegang saham JC terdiri dari Pacific Focus Enterprises, Ltd (28.94 persen), JP Morgan Chase Bank (9.65 persen), BNP Paribas Private Bank Singapure (6.63 persen) dan publik dengan kepemilikan masing-masing kurang dari lima persen (37.06 persen).


(33)

Japfa Comfeed adalah salahsatu perusahaan agrobisnis terintegrasi di Indonesia dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 1.73 ton pakan ternak. Selain itu, JC juga melakukan kegiatan lainnya yaitu peternakan bibit ayam sampai pengolahan daging ayam dengan produk daging ayam yang dihasilkan dengan merk So Good dan So Nice yang dikelola oleh PT Multibreeder Adirama Tbk dan usaha budi daya perairan (aquakultur) yang dikelola oleh PT Suri Tani Pemuka. Perusahaan pakan ternak dan peternakan berlokasi di Lampung, Cirebon, Sidoarjo dan Tanggerang. Pada tahun 2007 tercatat bahwa pendapatan perusahaan mencapai Rp. 7.9 triliun dengan Rp. 180.9 miliar merupakan laba bersih. Diantaranya 80 persen merupakan kontribusi industri pakan ternak.

3. Cheil Jedang Feed Indonesia

Cheil Jedang Feed Indonesia (CJFI) merupakan anak perusahaan Cheil Jedang dari Korea Selatan yang mulai berbisnis di Indonesia pada tahun 1989. CJFI mengoperasikan dua perusahaan pakan ternak (feedmill) yaitu PT. CJ Superfeed (CJS) yang berdiri tahun 1996 dan PT. CJ Feed Jombang yang berdiri pada 2004. Dua perusahaan tersebut berlokasi di Serang, Banten dan Jombang dengan total kapasitas produksi tahunan sebesar 750 ribu ton.

PT. CJ Feed memproduksi pakan ternak yang terdiri dari pakan broiler, layer, breeder, babi, puyuh, konsentrat dan udang. Produk pakan ternak yang di produksi CJS menggunakan merk Superfeed dalam memasarkan produknya ke wilayah Jawa Barat, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi), Sumatera dan Kalimantan.

Sementara PT. CJ Feed Jombang membangun silo untuk menampung jagung sebagai bahan baku utama produksi pakan ternak yang mulai dioperasikan pada September tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku tanpa tergantung pada musim panen jagung dan stok jagung di pasar, sehingga proses produksinya tidak terganggu meski ada peningkatan produksi. 4. Sierad Produce Tbk

Sierad Produce (SP) didirikan pada tahun 1985 dengan nama PT. Batara Darma Ekspor Impor, yang merupakan penggabungan dari empat perusahaan pada tahun 2001, yaitu PT Anwar Sierad Tbk, PT Sierad Produce Tbk, PT Sierad Feedmill dan PT Sierad Grains.

Sierad Produce (SP) yang berdiri pada tahun 1985, bergerak dalam bidang peternakan bibit ayam induk untuk menghasilkan ayam niaga, pemotongan ayam dan pengolahan ayam terpadu dengan cold storage. SP juga bergerak dalam industri pakan ternak, industri pengeringan jagung, industri obat-obatan dan vitamin hewan.

Peternakan dan pabrik terbesarnya tersebar di daerah Tanggerang, Bogor, Sukabumi, Lampung dan Sidoarjo. Bahkan saat ini SP merupakan salahsatu produsen pakan ternak terbesar di Asia Tenggara. Kapasitas produksi tahunan perusahaan ini mencapai 540 ribu ton dengan produksi utama untuk pakan unggas, baik berupa pakan lengkap maupun konsentrat. Produk olahan ayam yang dihasilkan SP di pasarkan dengan merk Delfarm, yang tersedia di berbagai supermarket besar di Indonesia. Anak perusahaan lain yang dimiliki yaitu PT. Biotek Indonesia (memproduksi obat hewan), Wendy’s Restaurant dan Hartz Chicken Buffet Restaurant.


(34)

Pada tahun 2009, SP membangun tiga pabik baru di Magelang, Jawa Tengah. Dengan tambahan pabrik baru tersebut, SP mengalami peningkatan produksi ayam ternak sebesar dua juta per minggu, sementara ayam petelur sebesar 300 ribu per minggu. Pangsa pasar SP pada tahun 2007 tercatat sebesar tujuh persen untuk peternakan ayam berusia sehari (DOC) dan tujuh persen pula untuk pasar pakan ternak. Pada tahun 2007 itu pula SP memperoleh pendapatan sebesar Rp. 1.2 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 27.5 miliar.

Perkembangan Industri Pakan Ternak di Indonesia

Peningkatan permintaan produk peternakan merupakan awal dari perkembangan industri pakan ternak, khususnya produk unggas. Namun, peningkatan permintaan pakan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan penawarannya. Tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 produksi pakan ternak mengalami peningkatan, namun produksi industri pakan ternak Indonesia pada tahun 2009 belum mampu memproduksi pakan ternak secara maksimum, yaitu hanya sekitar 8.8 juta ton per tahun. Hal ini terjadi karena beberapa sebab seperti adanya isu wabah flu burung dan masih sangat kurangnya bahan baku pakan domestik, sehingga peningkatan kebutuhan pakan diikuti dengan peningkatan impor bahan baku pakan utama seperti bungkil kedelai, jagung dan tepung ikan.


(35)

Tabel 5. Penggunaan bahan baku utama dan nilai industri pakan ternak di Indonesia (2007-2010)

Tahun Bahan Baku Impor Total

Banyaknya (Kg) Nilai (000 Rp.) Banyaknya (Kg) Nilai (000 Rp.)

2007 Jagung 59994220 92401023 186664613 376569647

Kedelai 13714000 39505028 13714000 39505038

Tepung Ikan 42304446 247740505 104213050 541671218 Tepung

Tulang

47402042 237144580 209002030 484858268 2008 Jagung 45278044 2397347735 1891597318 7721026943

Kedelai 19359569 92002730 44736140 210126895

Tepung Ikan 44075475 467067080 1038790681 1586738693 Tepung

Tulang

59589085 847702210 226099993 1624702142 2009 Jagung 91696930 38235809 578527706 245754838

Kedelai 6400000 35200000 69135420 455355856

Tepung Ikan 15339311 56846393

Tepung Tulang

3040000 19760000 4755331 26640553 2010 Jagung 341169524 1278447313 934062846 3197021763

Kedelai 19359569 42664297 44736140 97375004

Tepung Ikan 24821444 179883048 1768696166 817615377 Tepung

Tulang

214768371 1475939121 86799270 2093238535 Sumber: BPS RI, 2007-2011.

Berdasarkan Tabel 5. terlihat bahwa nilai impor jagung dan kedelai sebagai bahan baku pakan utama masih sangat besar. Sejalan dengan peningkatan pendapatan dan pengetahuan masyarakat, maka konsumsi protein hewani khususnya daging ayam dan telur juga semakin meningkat. Hal ini jelas akan meningkatkan pula kebutuhan pakan ternak yang kemudian meningkatkan kebutuhan jagung, karena jagung merupakan 52 persen dari komponen pakan ternak unggas. Selain itu, tingkat persaingan bahan baku pakan unggas dengan manusia terjadi pada bahan baku utama yaitu jagung, apalagi selama ini jagung merupakan salahsatu makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia. Akibatnya tingkat ketersediaan jagung untuk pakan unggas yang seharusnya tinggi menjadi rendah karena digunakan oleh manusia. Diketahui bahwa pasar jagung dunia didominasi oleh Amerika (68 persen), Argentina (15 persen), China (lima persen), Brazil (empat persen), Ukraina (dua persen), Serbia dan Montenegro (satu persen), Romania (satu persen), Afrika Selatan (satu persen) dan lainnya (tiga persen), Infovet (2007) dalam Agustina (2009).

Kebutuhan akan pakan ternak yang selalu meningkat setiap tahunnya, tidak diimbangi dengan produksi pakan domestik yang di nilai tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, industri pakan ternak melakukan impor agar tingginya permintaan akan pakan ternak tersebut dapat terpenuhi. Selain melakukan impor, Indonesia sebagai negara terbuka juga melakukan ekspor, akan


(36)

tetapi jumlah dan nilainya jauh lebih rendah bila dibandingkan jumlah serta nilai impornya.

Tabel 6. Perkembangan ekspor-impor pakan ternak Indonesia (2007-2010) Tahun Volume Ekspor

(Kg)

Nilai Ekspor (US$)

Volume Impor (Kg)

Nilai Impor (US$)

2007 561821970 91083810 9004424568 2787642512

2008 429416762 98296472 8796778001 4406904217

2009 386040309 67696300 9176671723 3624167447

2010 346677704 73371152 6733081201 2653482560

Sumber: Kementerian Pertanian RI, 2010.

Berdasarkan data pada Tabel 6. semakin jelas terlihat bahwa jumlah dan nilai impor pakan ternak di Indonesia jauh lebih besar daripada jumlah dan nilai ekspornya. Jumlah ekspor pakan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 juga semakin turun setiap tahunnya, hal ini menggambarkan masih rendahnya kinerja industri pakan ternak domestik.

Regulasi Pemerintah yang Berkaitan dengan Pakan Ternak

Tidak relevannya Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1967 yang berisi tentang peternakan merupakan usaha rakyat, artinya skala komersial tidak diperkenankan masuk sebagai dasar hukum yang legal terjadi karena UU tersebut dirasa memberatkan kalangan produsen pakan. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pakan ternak yang diberikan hanya berasal dari yang ditanam dan tidak bagi bahan baku lain, dalam peraturan tersebut juga tidak diatur mengenai industri pakan secara khusus dan distribusi pakan, aspek keamanan dan kesehatan hewan. Sejalan dengan hal itu, pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 242/kpts/OT.210/4/2003 mengenai pendaftaran serta pelabelan produk pakan. Adanya tarif impor sebesar lima persen yang dinyatakan pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2007 dianggap telah merugikan dan memberatkan para produsen pakan, karena dengan adanya tarif tersebut akan menaikan biaya produksi. Oleh karenanya, secara bersama-sama produsen pakan meminta pemerintah untuk menghapus tarif impor serta menghapus praktek monopoli dalam hal penyediaan bahan baku pakan agar terciptanya harga secara adil. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor lima tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sementara itu, produk pakan yang akan dipasarkan juga harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).


(37)

Analisis Struktur Industri Pakan Ternak di Indonesia

Tiga elemen pokok dalam menganalis struktur pasar, yaitu pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan masuk. Namun, untuk pangsa pasar pada industri pakan ternak tidak dapat dilakukan karena adanya keterbatasan data dari masing-masing perusahaan. Oleh sebab itu, analisis struktur pasar dalam penelitian ini dianalisis melalui konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dan berdasarkan hambatan

masuk pasar yang diteliti berdasarkan data Minimum Efficiency Scale (MES). Rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur besarnya kontribusi penjualan empat perusahaan terbesar terhadap total penjualan industri, sedangkan hambatan masuk pasar dapat diketahui berdasarkan persentase output perusahaan terbesar terhadap total output industri pakan ternak di Indonesia.

Analisis Rasio Konsentrasi Industri Pakan Ternak di Indonesia

Menurut Jaya (2001) penggabungan empat perusahaan terbesar di industri pakan ternak yang memiliki pangsa pasar sebesar 60 hingga 100 persen akan membentuk pasar oligopoli ketat, dimana dalam bentuk pasar yang oligopoli ketat kesepakatan-kesepakatan antar perusahaan terbesar lebih mudah dilakukan. Sedangkan, penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar kurang dari sama dengan 40 persen akan membentuk struktur pasar oligopoli longgar.

Tabel 7. CR4 industri pakan ternak di Indonesia 1986-2010

Tahun CR4(%) Tahun CR4 (%) Tahun CR4 (%)

1986 35.75 1995 37.82 2004 42.85 1987 34.92 1996 33.01 2005 42.70 1988 30.81 1997 34.20 2006 43.39 1989 36.80 1998 36.43 2007 35.91 1990 30.54 1999 38.54 2008 35.35 1991 39.44 2000 37.10 2009 41.13 1992 34.39 2001 34.08 2010 38.51 1993 44.78 2002 42.09

1994 38.73 2003 37.04 Rata-rata 37.45 Sumber: BPS RI, 1986-2010 (diolah).

Berdasarkan data pada Tabel 7. di atas dapat diketahui bahwa struktur industri pakan ternak di Indonesia bersifat oligopoli longgar dangan rata-rata nilai konsentasi pasar sebesar 37.45 persen. Data di atas juga menunjukan bahwa pada tahun 2006 sampai tahun 2007 nilai CR4 mengalami penurunan, hal ini

disebabkan adanya imbas maraknya isu flu burung yang melanda Indonesia saat itu, sehingga secara langsung maupun tidak langsung berimbas pada industri pakan ternak.


(38)

Analisis Hambatan Masuk Pasar pada Industri Pakan Ternak di Indonesia Hambatan masuk pasar pada industri pakan ternak dapat dilihat dari mudah atau tidaknya perusahaan baru masuk ke dalam suatu pasar. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan-hambatan ini mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sah (seperti paten, hak mineral, dan franchise) seperti kebanyakan hambatan-hambatan ekonomi lainnya (Jaya, 2001). Untuk melihat bagaimana hambatan masuk pasar dapat dilihat dari nilai Minimum Efficiency Scale (MES), nilai MES yang tinggi menggambarkan bahwa adanya penghalang bagi para pesaing baru untuk memasuki pasar dalam suatu industri.

Tabel 8. MES industri pakan ternak di Indonesia 1986-2010

Tahun MES (%) Tahun MES (%) Tahun MES (%)

1986 11.25 1995 15.22 2004 14.75 1987 11.26 1996 11.96 2005 14.87 1988 9.38 1997 16.10 2006 20.45 1989 13.45 1998 15.82 2007 18.01 1990 10.51 1999 14.71 2008 13.25 1991 16.14 2000 12.56 2009 15.85 1992 12.14 2001 13.20 2010 12.22 1993 13.06 2002 14.58

1994 12.36 2003 13.32 Rata-rata 13.86

Sumber: BPS RI, 1986-2010 (diolah).

Berdasarkan data pada Tabel 8. dapat diketahui bahwa hambatan masuk pada industri pakan ternak di Indonesia termasuk tinggi dengan rata-rata sebesar 13.86 persen. Tingginya nilai MES tersebut dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar pada industri pakan ternak.

Menurut Camanous dan Wilson (1967) dalam Alistair (2004) nilai MES yang lebih besar dari sepuluh persen menggambarkan hambatan masuk pasar yang tinggi pada industri, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan rata-rata MES tersebut, hambatan masuk pada industri pakan ternak di Indonesia pada periode 1986-2010 termasuk tinggi.

Analisis Perilaku Industri Pakan Ternak di Indonesia

Strategi Harga

Pada hasil penelitian sudah diketahui bahwa struktur pasar industri pakan ternak di Indonesia berbentuk oligopoli longgar. Dimana adanya saling ketergantungan dan saling memengaruhi antar perusahaan satu dan perusahaan lainnya, walaupun ketergantungan tersebut tidak terlalu kuat. Dari pernyataan


(39)

tersebut maka dapat mengindikasikan bahwa penetapan harga oleh suatu perusahaan akan dipengaruhi oleh penetapan harga para pesaingnya.

Namun, industri pakan ternak di Indonesia memiliki kendala dalam hal penyediaan bahan baku utama seperti jagung. Hal ini membuat para produsen pakan domestik sangat bergantung pada bahan baku pakan impor, jelas hal ini sangat tidak menguntungkan bagi para produsen pakan domestik karena mereka harus mengikuti harga pasar internasional yang fluktuatif namun cenderung meningkat setiap tahunnya. Oleh sebab itu, strategi harga yang ditetapkan oleh para produsen pakan domestik tidak hanya berdasarkan keseimbangan kondisi permintaan dan penawaran di pasar, melainkan berdasarkan harga bahan baku dan biaya-biaya input lainnya.

Strategi Produk

Setiap perusahaan pada umumnya perlu melakukan strategi dan inovasi dalam menghasilkan suatu produk yang berkualitas, menarik dan berbeda dari pesaingnya agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Hal ini juga dilakukan karena adanya persaingan di antara produsen yang semakin ketat. Salahsatu strategi produk yang berkembang akhir-akhir ini adalah strategi produk yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang merupakan standar dasar yang harus dipenuhi oleh setiap produsen sebelum memasarkan produknya ke konsumen. Namun, sampai saat ini perusahaan yang dapat bertahan dengan kualitas produknya masih dikuasai oleh beberapa produsen pakan besar seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Cheil Jedang Feed dan Sierad Produce, sehingga banyak produsen kecil yang menutup usahanya karena tidak mampu bersaing, baik dari hasil produk maupun karena kurangnya modal dan input yang tersedia.

Strategi Promosi

Strategi lain yang harus dilakukan oleh setiap produsen adalah strategi promosi. Strategi promosi merupakan salahsatu strategi untuk meningkatkan penjualan dengan cara menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar sehingga dapat menarik konsumen kepada produk tersebut. Pada dasarnya banyak strategi yang dilakukan oleh industri pakan ternak di antaranya melalui jasa dan keahlian tehnical service dalam mempromosikan produk pakan, vaksin atau obat-obatan untuk ternak dan produk lainnya kepada para peternak, iklan di media cetak maupun di media elektronik. Promosi di media cetak yang telah banyak dilakukan oleh produsen pakan ternak di antaranya melalui iklan di majalah peternakan seperti Trobos ataupun Poultry Indonesia. Dengan berkembangnya teknologi informasi, promosi juga biasanya dilakukan melalui iklan di internet pada situs-situs tertentu. Perusahaan juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan besar seperti Indo Livestock & Forum yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali untuk mempromosikan produknya.


(40)

Analisis Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia

Salahsatu indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja industri pakan ternak di Indonesia adalah melalui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dalam industri tersebut. Namun, karena keterbatasan data yang diperoleh, data keuntungan tersebut tidak dapat dipublikasikan. Oleh karena itu untuk menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan nilai Price Cost Margin (PCM) sebagai proksi keutungan dari perusahaan pakan. Kinerja industri pakan ternak juga dapat dilihat dari nilai efisiensi internal (X-eff) yang menunjukan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksi dan pertumbuhan nilai output (Growth) industri pakan ternak di Indonesia pada periode 1986 sampai 2010.

Tabel 9. Nilai PCM industri pakan ternak di Indonesia 1986-2010

Tahun PCM (%) Tahun PCM (%) Tahun PCM (%) 1986 24.62 1995 10.58 2004 14.83 1987 17.18 1996 12.42 2005 12.99 1988 13.58 1997 24.99 2006 18.92 1989 23.03 1998 26.50 2007 24.26 1990 25.52 1999 32.22 2008 16.12 1991 21.49 2000 35.56 2009 21.24 1992 25.16 2001 23.39 2010 24.90 1993 12.39 2002 25.99

1994 16.47 2003 18.85 Rata-rata 20.94

Sumber: BPS RI, 1986-2010 (diolah).

Data pada Tabel 9. diketahui bahwa nilai PCM industri pakan ternak di Indonesia selama periode tahun 1986-2010 masih dikatakan rendah, yaitu dengan rata-rata nilai PCM sebesar 20.94 persen. Tingkat keuntungan tertinggi yang diraih pada industri pakan ternak terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar 35.56 persen. Sedangkan, keuntungan terkecil pada industri pakan terjadi pada tahun 1995 yaitu hanya sebesar 10.58 persen. Kecilnya nilai PCM disebabkan oleh biaya input yang sangat besar terutama dalam hal penyediaan bahan baku pakan, sehingga walaupun tingkat produksi mengalami kenaikan namun penggunaan biaya input yang digunakan jauh lebih besar dari tingkat output yang dihasilkan, maka keutungan yang diperoleh industri pakan ternak akan mengalami penurunan. Mengukur kinerja suatu industri juga dapat dilihat dari nilai efisiensi internalnya (X-eff), nilai X-eff itu sendiri di dapat dari rasio nilai tambah pada industri per biaya input. Perkembangan nilai X-eff industri pakan ternak di Indonesia selama periode tahun 1986-2010 dapat dilihat Lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 2 tersebut diperoleh nilai rata-rata X-eff pada industri pakan ternak sebesar 32.54 persen. Terlihat bahwa nilai X-eff yang dihasilkan masih dalam kategori rendah. Hal tersebut dikarenakan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk proses produksi masih rendah, yang artinya perusahaan belum dikelola secara baik dan efisien. Menurut Saptana (2000) hal ini terjadi karena produksi riil pabrik pakan ternak sekitar 40-70 persen dari kapasitas terpakainya.


(41)

Pengukuran kinerja juga dapat dilihat dari nilai pertumbuhan nilai output (Growth) pada industri tersebut. Pada industri pakan ternak di Indonesia selama tahun yang diteliti menghasilkan nilai rata-rata Growth sebesar 21.75 persen (Lampiran 2). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa nilai Growth tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 78.63 persen sedangkan nilai Growth terendah terjadi pada tahun 1990 yaitu sebesar -13.32 persen. Diberlakukannya Undang-Undang perindustrian tahun 1990 mengenai pengesahan standar syarat mutu, cara uji bahan baku dan hasil industri serta standar rekayasa sekaligus penetapannya sebagai standar industri indonesia, diduga menjadi salahsatu sebab rendahnya nilai Growth pada tahun 1990. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pertumbuhan nilai output (Growth) tertinggi yang terjadi pada tahun 2008 disebabkan karena meningkatnya permintaan pakan pada tahun tersebut sehingga semakin banyaknya perusahaan-perusahaan baru yang masuk untuk memenuhi tingginya permintaan.

Hasil Analisis Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia

Indikator Kebaikan Model

Analisis hubungan antara struktur pasar terhadap kinerja industri pakan ternak di Indonesia di dapat dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau biasa disebut OLS (Ordinary Least Square). Data-data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2007 kemudian data-data yang telah diolah tersebut diestimasikan menjadi sebuah model dengan menggunakan SPSS version 16.0 for windows. Menurut Gujarati (1995) model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Suatu model dapat dikatakan baik apabila memenuhi asumsi klasik, seperti harus terbebas dari gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

Tabel 10. Hasil regresi model

Variabel Koefisien Probabilitas

C 2.990 0.036

XEFF 0.55809 0.000*

GROWTH -0.023008 0.003*

CR4 -0.03377 0.417

MES 0.19357 0.010*

R-squared 0.994

Adjusted R-squared 0.993

F-statistic 655.40

Prob (F-statistic) 0.000

Keterangan: *Nyata pada taraf kepercayaan 95% Sumber: Lampiran 3.


(42)

Berdasarkan kriteria statistik yang terdapat pada Tabel 10. diperoleh nilai koefisien determinasi atau nilai R-squared sebesar 99.4 persen yang artinya 99.4 persen keragaman PCM sebagai variabel dependen pada industri pakan ternak dapat dijelaskan oleh variabel independen pada model yang terdiri dari X-eff, Growth, CR4 dan MES. Selain itu, sisa dari nilai koefisien determinasi sebesar 0.6

persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Uji F

Kriteria statistik lain yang dipakai yaitu uji F, dan taraf nyata yang digunakan adalah 0.05 (lima persen). Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan pada tabel diatas sebesar 0.000 yang lebih kecil daripada taraf nyata 0.05 (lima persen), yang artinya minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga model tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.

Uji t

Hasil uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel independennya yaitu X-eff, Growth, CR4 dan MES. Variabel CR4 memiliki nilai

probabilitas sebesar 0,417 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 0.05 (lima persen), artinya variabel CR4 tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Sementara

nilai variabel X-eff, Growth dan MES memiliki nilai probabilitas masing-masing sebesar 0.000, 0.003 dan 0.010 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata lima persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap PCM.

Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dianalisis melalui nilai probabilitas yang diperoleh untuk menentukan bahwa error term pada model dapat terdistribusi normal. Untuk menguji apakah data yang diteliti terdistribusi normal atau tidak digunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan hipotesis H0 : residual menyebar

normal dan H1 : residual tidak menyebar normal. Berdasarkan hasil statistik pada

data yang diteliti, menghasilkan nilai Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0.500 dengan taraf nyata sebesar 0.05 (lima persen). Karena nilai Kolmogorov-Smirnov yang dihasilkan lebih dari taraf nyata 5 persen maka terima H0, yang artinya


(1)

Lampiran 2. X-eff dan Growth Industri Pakan Ternak di Indonesia Tahun 1986-2010

TAHUN X-EFF (%) GROWTH (%) 1986 37.93994 42.29819 1987 24.8491 43.48846 1988 18.93445 28.2665 1989 33.52731 27.41484 1990 39.47117 -13.3205 1991 32.2107 41.66329 1992 38.45889 28.59242 1993 38.14036 3.430799 1994 33.38662 41.23465 1995 29.43828 10.40845 1996 17.31038 33.59752 1997 36.18446 29.04598 1998 39.43328 4.02032 1999 51.57762 21.17528 2000 58.57499 52.55123 2001 33.44818 -3.73508 2002 39.93762 15.05018 2003 25.92962 12.32187 2004 19.85613 9.995072 2005 17.2742 30.66181 2006 27.30331 -9.21159 2007 35.53705 27.18254 2008 20.55696 78.63207 2009 28.52509 -3.95113 2010 35.81377 -7.14794 Rata-rata 32.54478 21.74661 Sumber: BPS RI,1986-2010 (diolah).


(2)

Lampiran 3. Hasil Regresi

PCM = 2.99 + 0.558 X-EFF - 0.0230 GROWTH - 0.0338 CR4 + 0.194 MES

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 2.990 1.300 2.30 0.036

X-EFF 0.55809 0.01118 49.92 0.000 1.033

GROWTH -0.023008 0.006381 -3.61 0.03 1.006

CR4 -0.03377 0.04045 -0.83 0.417 1.503

MES 0.19357 0.0659 2.93 0.010 1.522

S = 0.517233 R-Sq = 99.4% R-Sq(adj) = 99.3% PRESS = 7.74497 R-Sq(pred) = 98.90%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 4 701.35 175.34 655.40 0.000 Residual Error 15 4.01 0.27

Total 19 705.37

Source DF Seq SS X-EFF 1 694.92

GROWTH 1 3.84

CR4 1 0.29 MES 1 2.30

Durbin-Watson statistic = 2.04139

99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 P e r c e n t

Mean - 9.32587E- 15 StDev 0.4596

N 2

KS 0.112 P- Valu e > 0.150

Nor m al


(3)

Lampiran 4. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 20

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .45957384

Most Extreme Differences Absolute .112

Positive .096

Negative -.112

Kolmogorov-Smirnov Z .500

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.964


(4)

Lampiran 5. Uji Multikolinearitas dan Autokorelasi Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

XEFF .968 1.033

GROWTH .994 1.006

CR4 .665 1.503

MES .657 1.522

Nilai VIF < 10, artinya tidak ada multikolinearitas

Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .997a .994 .993 .51723 2.041

a. Predictors: (Constant), MES, GROWTH, XEFF, CR4 b. Dependent Variable: PCM

Nilai DW=2.041 mendekati 2 artinya tidak terjadi autokorelasi K= 4; n= 20; DU=1.83


(5)

Lampiran.6 Uji Heteroskedastisitas Uji Breusch Pagan

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression .211 4 .053 1.148 0.372a

Residual .690 15 .046

Total .902 19

a. Predictors: (Constant), MES, GROWTH, XEFF, CR4 b. Dependent Variable: absresid

H0: ragam sisaan homogen H1: ragam sisaan tidak homogen

Berdasarkan tabel analisis ragam tersebut diperoleh nilai p-value sebesar 0.372. Jika digunakan taraf nyata lima persen maka akan dihasilkan keputusan terima H0, dan dapat disimpulkan bahwa ragam sisaan homogen pada tarf nyata lima persen.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Meutia Septiani lahir pada tanggal 24 September 1991 di Jakarta. Penulis adalah anak keenam dari enam bersaudara, dari pasangan Khaidir Anwar dan Maysuroh. Jenjang pendidikan penulis dimulai di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Fatahillah, lalu melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di Madrasah Tsanawiyah (MTs.) Fatahillah, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMAN 55 Jakarta dan lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jaluran Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti Economic Contest (EC) dan Public Speaking School.