Analisis struktur perilaku kinerja industri pengolahan susu di Indonesia

(1)

OLEH:

IKA MUSTIKA SARI (H14070056)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

Industi Pengolahan Susu (IPS) merupakan salah satu industri yang berperan besar dalam perekonomian maupun dalam peningkatan gizi masyarakat. Konsumsi susu di Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya yaitu hanya 11,9 liter per kapita per tahun, India mencapai 42,8 liter per kapita per tahun, Malaysia dan Filipina mencapai 22,1 liter per kapita per tahun, Thailand mencapai 31,7 liter per kapita per tahun, bahkan Vietnam masih lebih tinggi dari Indonesia yaitu 12,1 liter per kapita per tahun (Tetra Pak, 2010). Selain itu, produksi susu di Indonesia juga baru dapat memasok tidak lebih dari 26,5 persen, sisanya 73,5 persen berasal dari impor. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya arus informasi maka diperkirakan konsumsi nasional akan terus meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan industri pengolahan susu. Pertumbuhan industri pengolahan susu yang meningkat menyebabkan persaingan antar produsen semakin meningkat pula. Fenomena yang selanjutnya terjadi adalah timbulnya kekuatan-kekuatan ekonomi yang mengarah kepada terbentuknya konsentrasi kekuatan pasar. Kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi struktur pasar di dalam industri. Kecenderungan yang akan timbul adalah terbentuknya struktur pasar yang mengarah pada monopoli ataupun oligopoli. Selanjutnya struktur pasar tersebut akan mempengaruhi perilaku-perilaku perusahaan-perusahaan pada industri ini sehingga akan mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur-perilaku-kinerja industri pengolahan susu di Indonesia serta hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pengolahan susu. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan data sekunder dari tahun 1984 hingga tahun 2008. PendekatanStructure Conduct Performance(SCP) digunakan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri, dapat dilihat dari tingkat keuntungan melalui Price Cost Margin (PCM) menggunakan model regresi yang diduga dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Tingkat keuntungan (PCM) diduga dipengaruhi oleh rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), Minimum Efficiency Scale (MES), produktivitas (PROD), tingkat pertumbuhan produksi (GROWTH), efisiensi internal (Xeff), dan total impor bahan baku (Tm).

Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur industri pengolahan susu di Indonesia bersifat oligopoli ketat dengan rata-rata rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) sebesar 72,68 persen dan hambatan masuk untuk indutri cukup tinggi dilihat dari rata-rata MES (29,05 persen), sedangkan perilaku industri pengolahan susu dapat terlihat dari strategi produk, harga dan promosi. Kinerja industri pengolahan susu di Indonesia tergolong rendah, dengan nilai rata-rata PCM, Growth dan Xeff sebesar 25,10 persen, 37,62 persen dan 20,32 persen. Masih rendahnya kinerja yang dihasilkan diduga adanya peningkatan biaya input yang digunakan dalam proses produksi dan kemampuan indutri untuk


(3)

(GROWTH) dan efisiensi internal (Xeff). Efisiensi internal merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa hanya efisiensi internal yang berpengaruh positif terhadap kinerja.

Perlu adanya perhatian dan dukungan penuh pemerintah untuk memperkuat peternak sapi perah lokal sebagai sumber bahan baku utama industri pengolahan susu dengan menerapkan kebijakan yang mendukung peternak sapi perah serta memberikan lebih banyak pelatihan peningkatan kualitas produk dan peningkatan Sumber Daya Manusia. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan susu dalam negeri pemerintah harus bekerja sama dengan industri untuk memberikan informasi mengenai pentingnya minum susu agar mendorong kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk susu sebagai makanan pelengkap, pencitraan produk susu segar atau cair pun sangat diperlukan untuk membantu industri pengolahan susu mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Dengan demikian industri pengolahan susu di Indonesia dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi sehingga kinerja industri pengolahan susu menjadi lebih baik.


(4)

Oleh

IKA MUSTIKA SARI

H14070056

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

NIM : H14070056

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir Arief Daryanto, M. Ec. NIP. 19610618 198609 1001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAUPUN LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2011

Ika Mustika Sari H14070056


(7)

di Bogor. Penulis anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Musanip dan Ibu Elly Suprianti. Penulis memulai pendidikan di TK Sejahtera II (1994-1995), SD Negeri Kebon Pedes I (1995-2001), SLTP Negeri 5 Bogor (2001-2004), dan SMA Negeri 2 Bogor (2004-2007). Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan penulis diterima pada Program Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen melalui proses seleksi yang cukup ketat.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kepanitian kemahasiswaan diantaranya kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru tingkat Fakultas tahun 2009 dan HIPOTEX-R yang diselenggarakan oleh Himpunan Profesi Peminat Ekonomi Studi Pembangunan pada tahun 2009.


(8)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada jungjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan Islam dan member petunjuk kepada seluruh umat manusia agar selamat di dunia maupun di akhirat. Penelitian ini berjudul “ Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri

Pengolahan Susu di Indonesia” disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi (S.E) pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak (Musanip) dan Mamah (Elly Suprianti) tercinta, atas segala doa, dukungan baik moril maupun materil, semangat, kepercayaan, dan kasih sayangnya setiap saat kepada penulis.

2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir Sri Mulatsih, MS dan Widyastutik, M.Si sebagai dosen penguji yang

telah memberikan banyak sekali saran dan kritik.

4. Kakak-kakakku serta keluarga besar Yayi Suparyi atas dukungan, nasihat dan doanya serta penghibur disaat keluh kesah.

5. Pegawai Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Perindutrian RI, dan Lembaga Sumber Informasi (LSI) IPB atas kesediaan waktunya untuk membantu dalam pencarian data.

6. Seluruh staf Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB atas bantuan yang diberikan demi kelancaran seminar dan siding skripsi ini.


(9)

8. Sahabat dan teman satu PS (Fifi, Nhimas dan Nyenyo) yang telah melewati suka dan duka bersama selama menjalani proses ini.

9. Kakak-kakak IE angkatan 43 yang telah berbagi pengalaman dan Special Thank pada Kak Khilqa Istitho Ati Putri yang telah meminjamkan buku serta memberikan banyak informasi.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materil sehingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Juni 2011

Ika Mustika Sari H14070056


(10)

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

II.TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 10

2.1 Konsep Industri... 10

2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri ... 11

2.2.1 Struktur Industri ... 12

2.2.2 Perilaku Industri... 16

2.2.3 Kinerja Industri ... 17

2.3 Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja ... 18

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 19

2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis... 21

2.6 Hipotesis Penelitian ... 23

III. METODE PENELITIAN... 25


(11)

3.3 Analisis Struktur (Structure) Industri ... 26

3.4 Analisis Perilaku (Counduct) Industri ... 28

3.5 Analisis Kinerja (Performance) Industri... 28

3.6 Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja ... 30

3.7 Uji Statistik dan Ekonometrika... 32

IV. GAMBARAN INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DI INDONESIA 37 4.1 Sejarah Industri Pengolahan Susu di Indonesia... 37

4.2 Profil Beberapa Industri Pengolahan Susu... 40

4.3 Perkembangan Industri Pengolahan Susu di Indonesia ... 45

4.3.1 Bahan Baku dan Populasi Sapi Perah di Indonesia... 45

4.3.2 Kapasitas dan Pertumbuhan Produksi ... 49

4.3.3 Perkembangan Nilai Impor... 50

4.4 Jumlah Perusahaan dan Status Penanaman Modal Industri ... 52

4.5 Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Susu di Indonesia . 53 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 59

5.1 Analisis Struktur Pasar Industri Pengolahan Susu di Indonesia.. 59

5.1.1 Analisis Rasio Konsentrasi Industri ... 59

5.1.2 Analisis Hambatan Masuk Pasar ... 62

5.2 Analisis Perilaku Industri Pengolahan Susu di Indonesia... 65


(12)

5.2.3 Strategi Promosi... 71

5.3 Analisis Kinerja Industri Pengolahan Susu... 75

5.4 Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja ... 77

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 84

6.1 Kesimpulan... 84

6.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA... 88


(13)

Nomor Halaman

1. Contoh Tipe Pasar ... 13

2. Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu ... 47

3. Perkembangan Industri Pengolahan Susu ... 49

4. Jumlah Produksi Susu Berdasarkan Jenis Produksi ... 50

5. Perkembangan Impor Susu dan Produk Susu di Indonesia ... 51

6. Jumlah Perusahaan Menurut Status Penanaman Modal... 52

7. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Pengolahan Susu ... 64

8. Komposisi Biaya Input Industri Pengolahan Susu... 65

9. Hasil Regresi Model... 78

10. Matriks Korelasi antar Variabel Independen... 80

11. Hasil Uji Autokorelasi... 81


(14)

Nomor Halaman

1. Pohon Industri Produk Pengolahan Susu ... 4

2. Bagan Kerangka Pemikiran ... 22

3. Fluktuasi Nilai CR4... 61

4. Fluktuasi Nilai MES... 63

5. Fluktuasi PCM,Growth, dan X-eff... 75


(15)

Nomor Halaman

1. Tingkat Konsentrasi Rasio Tahun 1984-2008... 90

2. Price Cost Margin(PCM) Tahun 1984-2008 ... 91

3. Minimum Efficiency Scale(MES) Tahun 1984-2008 ... 92

4. Nilai Efisiensi-X Tahun 1984-2008... 93

5. Nilai Produktivitas Tahun 1984-2008... 94


(16)

1.1 Latar Belakang

Keberadaan industri pengolahan susu di Indonesia mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah industri ini berperan besar dalam perekonomian. Sektor ini mampu memberikan peluang kerja bagi penduduk Indonesia. Selain itu, sektor ini juga menggunakan input dari sektor peternakan. Sedangkan dari sisi negatif, industri ini menghadapi banyak masalah mulai dari persaingan pemasaran baik di pasar domestik maupun pasar internasional, kurangnya pasokan susu dalam negeri serta masih buruknya kualitas susu di tingkat peternak, menyebabkan industri pengolahan susu dalam negeri sulit menggunakan susu lokal sebagai bahan baku pembuatan susu olahan.

Saat ini jumlah peternak susu sekitar 118,75 ribu peternak. Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari 361 ribu ekor pada tahun 2005 meningkat menjadi 397 ribu ekor pada tahun 2009. Hal ini berbanding lurus dimana produksi susu juga meningkat dari 536 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 658 ribu ton pada tahun 2009. Sementara tingkat konsumsi pada tahun 2005 sebesar 709 ribu ton meningkat menjadi 820 ribu ton pada tahun 2009. Perubahan peningkatan konsumsi susu yang relatif lebih cepat dibandingkan produksi, keterbatasan jumlah sapi perah serta masih rendahnya produksi susu yaitu dibawah 10 liter/hari menyebabkan tingkat produksi susu belum mampu memenuhi seluruh permintaan konsumen di dalam negeri, sehingga sisanya harus diimpor (Deptan dan Deperin, 2009).


(17)

Industri Pengolahan Susu (IPS) mempunyai peranan penting dan strategis dalam upaya penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat karena menurut FAO (the Food and Agriculture Organization) susu merupakan komoditas pangan yang hampir sempurna karena didalamnya terkandung sembilan bahan nutrisi pokok yang bermanfaat untuk menjaga tubuh manusia agar tetap sehat dan kuat. Ditinjau dari aspek konsumsi susu bangsa Indonesia, berdasarkan data Tetra Pak Indonesia tahun 2010, konsumsi susu di Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yaitu hanya 11,9 liter per kapita per tahun, sedangkan India mencapai 42,8 liter per kapita per tahun, Malaysia dan Filipina mencapai 22,1 liter per kapita per tahun, Thailand mencapai 31,7 liter per kapita per tahun, bahkan Vietnam masih lebih tinggi dari Indonesia yaitu 12,1 liter per kapita per tahun. Selain itu, produksi susu di Indonesia juga baru dapat memasok tidak lebih dari 26,5 persen, sisanya 73,5 persen berasal dari impor. Hal tersebut menunjukkan masih kurangnya pemenuhan gizi masyarakat Indonesia.

Konsumsi susu di Indonesia masih akan meningkat seiring dengan permintaan susu dan produk susu serta pertambahan penduduk dunia. Perkiraan pertambahan produksi susu di negara berkembang antara tahun 1997 – 2020 diperkirakan sebesar 2,73 persen atau sebesar lebih kurang 10– 15 juta ton/tahun (Departemen Perindustrian, 2009). Peluang untuk meningkatkan konsumsi susu cair untuk bahan baku susu olahan masih sangat besar. Konsumsi susu cair lebih rendah dibandingkan dengan susu bubuk dan susu kental manis karena faktor kemasan susu UHT dan susu steril botol yang relatif mahal apabila dibandingkan dengan isi yang dikemas. Fakta menunjukkan bahwa tingkat produksi riil masih


(18)

lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas produksi terpasang, sehingga peluang untuk meningkatkan produksi atau konsumsi susu cair dengan menggunakan tipe kemasan yang lebih murah masih sangat besar apalagi jika didukung dengan iklan promosi yang tepat sasaran. Penggunaan susu kental manis cukup beragam, pada umumnya sebagai pencampur kopi atau teh, oles roti hingga bahan martabak. Konsumsi susu pasteurisasi masih sangat rendah karena kendala jalur distribusi yang mensyaratkan adanyacold chain(jalur pendingin) dan tidak tahan lama serta mudah rusak.

Industri pengolahan susu pada umumnya menggunakan susu segar sebagai bahan baku. Selain bahan baku susu segar, industri ini juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, krim, minyak nabati, dan lain-lain agar dapat diproses menjadi produk olahan lainnya. Jenis diversifikasi produk susu meliputi, susu cair (UHT, pasteurisasi), susu bubuk, susu kental manis (SKM), keju, mentega, yoghurt, dan es krim. Gambar 1 menunjukkan berbagai turunan dari produk industri pengolahan susu.


(19)

Sumber: Depperindag (Dir P2H-Nak), 2008

Gambar 1. Pohon Industri Produk Pengolahan Susu

Pertumbuhan industri pengolahan susu yang meningkat menyebabkan persaingan antar produsen semakin meningkat pula. Persaingan antara industri pengolahan susu dalam beberapa tahun ini semakin ketat, yang terlihat dari pesatnya jumlah perusahaan dan produk-produk baru yang berinovasi dalam peningkatan mutu gizi serta dapat terlihat dari banyaknya promosi berbagai merek produk susu melalui iklan dimedia cetak maupun televisi guna meraih konsumen pasar yang lebih tinggi. Dalam menghadapi hal tersebut, maka perusahaan yang

Pasterized Milk UHT Milk

Butter Milk Krim Susu

Cream Product (single cream, double cream, whipping cream, dll) Milk Fat

Skim Milk

Ice Cream Milk Powder Es Krim

Tahu Susu, Krupuk Keju Whey Industri Makanan/ Farmasi/ Makanan Ternak Whey Protein Concentrate Industri Makanan/ Rumah Tangga Mentega

Susu Bubuk (skim) Susu Kental Manis

Susu Bubuk (Whole) Fermented Milk (yoghurt, kefir,dll) Laktosa Whey Concentrate Susu Segar Evaporated Milk


(20)

bergerak dibidang industri pengolahan susu berusaha untuk meningkatkan nilai penjualan dan pangsa pasarnya dalam industri. Nilai penjualan dan pangsa pasar adalah salah satu indikator dalam menilai suatu kinerja perusahaan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2006), saat ini bentuk struktur pasar industri pengolahan susu Indonesia ialah oligopoli ketat dilihat dari tingkat konsentrasi rasio yang cukup tinggi dan jenis produk yang heterogen. Dari segi perilaku industri dalam strategi produk, industri pengolahan susu cenderung melakukan diversifikasi dan diferensiasi produk yag berkualitas dan bermutu tinggi. Dalam strategi promosi umumnya industri pengolahan susu melakukan strategi berbentuk merek dan melalui iklan,public relation, danpersonal selling. Dari segi kinerja, industri pengolahan susu Indonesia memiliki keuntungan yang cukup tinggi yang dilihat dari nilai PCM yang cukup besar dan nilai efisiensi yang cukup tinggi.

Strategi-strategi inilah yang kemudian digunakan oleh industri pengolahan susu di dalam menghadapi ketatnya persaingan industri pengolahan susu antara perusahaan domestik dan perusahaan luar negeri. Contohnya Australia dan New Zealand adalah produsen susu utama di negara-negara ASEAN yang di dalamnya termasuk negara Indonesia. Terlebih pada tanggal 13 Februari 2009 dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 19/PMK.011/2009 tentang penetapan tarif bea masuk atas barang impor produk-produk tertentu. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa tarif bea masuk untuk skim milk powder, full cream milk, yoghurt, butter milk, dan produk pengolahan susu lainnya adalah nol persen.


(21)

Pada perilaku pasar misalnya dalam selera konsumsi susu, masyarakat Indonesia lebih menyukai susu bubuk dibanding dengan susu segar. Hal ini diduga karena faktor kemudahan dalam penggunaan dan aman disimpan dalam waktu yang relatif lama. Berbeda dengan negara maju yang lebih banyak mengkonsumsi susu segar dibandingkan susu bubuk. Selera masyarakat yang demikian menyebabkan impor bahan baku meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu kajian mengenai struktur-perilaku-kinerja industri pengolahan susu menjadi menarik untuk diteliti dilihat dari sisi konsumsi, permintaan dan persaingan industri.

1.2 Perumusan Masalah

Dari sisi permintaan, produksi susu dalam negeri masih belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Saat ini produksi dalam negeri baru memasok tidak lebih 30 persen dari permintaan nasional, sisanya berasal dari impor. Produksi susu segar dalam negeri yang masih rendah dibandingkan permintaan susu terhadap industri pengolahan susu serta mutu susu segar dalam negeri yang belum mampu memenuhi Standar Internasional (SI) mengakibatkan kebutuhan impor bahan baku semakin tinggi.

Kerugian yang ditimbulkan dari importasi susu dan produk susu diantaranya terkurasnya devisa nasional, hilangnya kesempatan terbaik (opportunity loss) yang berasal dari tidak dimanfaatkannya potensi sumberdaya yang ada, dan hilangnya potensi revenue yang seharusnya diperoleh pemerintah dari pajak apabila agribisnis persusuan dikembangkan secara baik. Untuk itu, sudah sewajarnya bila pemerintah dan stakeholders lainnya berupaya keras


(22)

meningkatkan pangsa pasar (market share) para pelaku pasar domestik dalam industri pengolahan susu di Indonesia.

Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer dari hasil produksi susu segar nasional yang rendah, dimana sebagian besar (90 persen) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak. Sehingga sampai saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi.

Dilihat dari sisi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi produk susu Indonesia akan semakin meningkat seiring peningkatan dalam pengetahuan, pendidikan, pendapatan serta bertambahnya jumlah penduduk Indonesia.

Potensi peningkatan konsumsi tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik, karena hal tersebut berdampak pada perilaku pasar yang menginginkan produk dalam bentuk serta kualitas yang berbeda dari industri pengolahan susu. Perilaku pasar ini yang membuat industri pengolahan susu berusaha meningkatkan hasil produk olahannya menjadi lebih baik secara jenis dan kualitas dalam rangka menghadapi pertumbuhan persaingan industri pengolahan itu sendiri.


(23)

Disamping itu pertumbuhan pasar Internasional dalam industri pengolahan susu pada saat ini menambah deretan faktor-faktor yang dapat merubah kinerja industri pengolahan susu dalam negeri. Mulai dari kebutuhan bahan baku, permintaan pasar, kebijakan dan persaingan dibidang industri pengolahan susu.

Berdasarkan uraian di atas, fenomena persaingan industri pengolahan susu ini merupakan suatu hal yang menarik untuk dianalisis. Adapun, permasalahan-permasalahan yang akan dianalisis antara lain:

1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia dalam peningkatan daya saing industri?

2. Bagaimana hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan latar belakang serta perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai industri pengolahan susu antara lain:

1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia dalam peningkatan daya saing industri.

2. Menganalisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia.


(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan informasi serta gambaran tentang struktur, perilaku dan kinerja industri pengolahan susu nasional sebagai bahan rujukan bagi pengambilan kebijakan pengembangan industri pengolahan susu nasional dalam peningkatan daya saing industri pengolahan susu.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam bidang keilmuan yang dipelajari.

3. Penelitian ini juga diharapkan menjadi tambahan informasi untuk penelitian-penelitian lanjutan.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Konsep Industri

Konsep-konsep industri sangat penting untuk diketahui dan dipahami. Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisa mengenai persaingan dan monopoli dengan berbagai macam pasar yang berada di antara keduanya (Jaya, 2001).

Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya memengaruhi cara kerja pasar industri. Definisi ekonomi industri adalah bahwa pada dasarnya teori-teori yang terdapat dalam ekonomi industri menekankan pada ilmu ekonomi studi empiris dan faktor-faktor yang memengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja sehingga tercapai tingkat efisiensi bagi perusahaan, industri serta perekonomian secara keseluruhan (Jaya, 2001). Ekonomi industri ialah studi teoritik dan empirik tentang bagaimana struktur pasar dan tingkah laku penjual pembeli mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan ekonomi.

Pengertian industri dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro, pengertian industri adalah kumpulan perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Pengertian industri secara makro adalah kegiatan yang menciptakan nilai tambah, yakni semua produk barang maupun jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian industri secara luas adalah suatu


(26)

unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada satu bangunan atau lokasi tertentu serta memiliki catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggung jawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993).

Industri merupakan suatu kegiatan proses pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi maupun setengah jadi. Definisi perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang bertujuan menghasilkan barang dan jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab atas usaha tersebut (BPS, 2002).

2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri

Dalam teori organisasi industri, terdapat sebuah konsep SCP, atau structure, conduct and performance. Teori tersebut menjelaskan bahwa kinerja suatu industri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh struktur pasar. Struktur pasar (structure) dianggap akan mempengaruhi perilaku dan strategi perusahaan dalam suatu industri dan perilaku (conduct) akan mempengaruhi kinerja (performance). Paradigma SCP berpendapat bahwa konsentrasi pasar yang tinggi membuat perusahaan lebih mudah untuk menguasai pasar dan menghasilkan keuntungan atau marjin yang tinggi, dengan kata lain struktur pasar mempengaruhi profitabilitassecara positif.


(27)

2.2.1 Struktur Industri

Struktur industri menunjukkan atribut industri yang mempengaruhi sifat proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi, konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk dalam pasar, struktur biaya, dan tingkat pengaturan pemerintah. Struktur industri menentukan perilaku perusahaan yang menentukan kinerja industri. Tiga elemen pokok dalam struktur industri yaitu: pangsa pasar (market share), pemusatan (concentration) dan hambatan (barrier to entry). 1. Pangsa Pasar(Market Share)

Pangsa pasar adalah persentase pendapatan perusahaan dari total pendapatan industri yang dapat diukur dari 0 persen hingga 100 persen (Jaya, 2001). Semakin tinggi pangsa pasar, semakin tinggi pula kekuatan pasar yang dimiliki perusahaan tersebut. Pangsa pasar dalam praktik bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang tinggi akan menciptakan monopoli yang mengejar keuntungan semaksimal mungkin. Apabila setiap perusahaan pangsa pasarnya rendah maka akan terjadi persaingan yang efektif. Tabel 1. menunjukkan beberapa tipe pasar yang tercipta mulai dari monopoli murni sampai dengan persaingan murni.


(28)

Tabel 1. Contoh Tipe Pasar

TIPE PASAR KONDISI UTAMA

Monopoli Murni Suatu perusahaan menguasai 100 persen dari pangsa pasar

Oligopoli Ketat Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar sebesar 60 persen sampai dengan 100 persen. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relative lebih mudah. Perusahaan Dominan Suatu perusahaan yang menguasai minimal 50

persen sampai dengan 100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat.

Oligopoli Longgar Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar sebesar 40 persen atau kurang. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin. Persaingan Monopolistik Banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satu pun

yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen. Persaingan murni Terdapat lebih dari 50 pesaing dan tidak ada satu

pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti Sumber : Jaya, 2001

2. Konsentrasi (Concentration)

Menurut Jaya (2001) konsentrasi adalah kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan ini terdiri dari dua sampai delapan perusahaan. Penerimaan(return)rata-rata industri yang terkonsetrasi adalah lebih tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Indek konsentrasi terbagi menjadi dua, yaitu indeks konsentrasi penuh dan indeks


(29)

konsentrasi parsial. Indeks konsentrasi tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.

1. Indeks Konsentrasi Penuh

Indeks konsentrasi penuh merupakan presentase pangsa pasar untuk keseluruhan perusahaan dalam satu industri.

Keterbatasan:

a) Terlalu membesar-besarkan peranan perusahaan kecil.

b) Berbagai proposi pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan terbesar diketahui, maka indeks Herfindahl yang dihitung berdasarkan atas data ini hanya sedikit berbeda dengan indeks yang dihitung berdasarkan sumbangan seluruh perusahaan yang ada dalam industri tersebut.

Kelebihan:

Terletak pada kemampuannya untuk melihat ketidakseimbangan penyebaran skala perusahaan dalam suatu industri.

2. Indeks Konsentrasi Parsial

Indeks konsentrasi parsial merupakan presentase produksi, pangsa pasar atau ukuran-ukuran lainnya yang dikuasai oleh beberapa perusahaan besar dalam satu industri.

Keterbatasan:

Lebih menggambarkan perusahaan-perusahaan dominan dalam industri sehingga tidak dapat menunjukkan besarnya distribusi antar perusahaan. Kelebihan:


(30)

Pengukuran dengan cara ini lebih relatif sederhana karena didukung oleh data-data yang tersedia.

3. Hambatan Masuk Pasar (Barrier to Entry)

Persaingan yang terjadi adalah persaingan yang potensial dimana perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Konsep persaingan potensial dan kemudahan untuk masuk merupakan intuisi sederhana serta telah lama digunakan. Hambatan-hambatan ini mencangkup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama (contoh: paten, franchise). Pada intinya, hambatan untuk masuk mencangkup segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru ( Jaya, 2001).

Shepherd (1990) juga mengemukakan dua jenis hambatan, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk masuk kedalam pasar yang bersifat dari luar perusahaan, yang terdiri dari modal, skala ekonomi, diferensiasi produk, diferensiasi intensitas penelitian dan pengembangan, investasi yang besar dan integritas vertikal. Hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm, strategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi pemasaran produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.

Ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki suatu pasar. Pertama, hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan terbagi dalam beberapa tingkatan, mulai dari tanpa hambatan sama


(31)

sekali, hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi dimana tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks dimana hambatan yang besar dapat memperkuat kekuatan pasar suatu perusahaan dominan (Jaya, 2001).

2.2.2 Perilaku Industri

Menurut Hasibuan (1993) perilaku industri adalah pola tanggapan dan penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Biasanya perilaku itu dilakukan dengan melihat kondisi pasar yang akan dimasuki.

Menurut teori ekonomi industri, perilaku industri menganalisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mangalahkan pesaingnya. Perilaku industri ini terlihat dalam penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan produk. Perilaku Industri Pengolahan Susu terlihat dalam tiga strategi, yaitu: perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi.

Perilaku industri dapat menjelaskan mengenai persaingan harga dan jumlah yang ditetapkan perusahaan, kolusi yang terjadi antara perusahaan, diskriminasi harga, differensiasi produk, pengeluaran iklan dan promosi serta pengeluaran riset dan pengembangan. Dalam perilaku perusahaan terdapat kekuatan pemusatan pasar yang terdiri dari pasar monopoli, oligopoli, dan pasar persaingan sempurna. Pada pasar monopoli dimana terdapat kekuatan pasar pada perusahaan tertentu, perilaku perusahaan bertujuan untuk menggapai kondisi


(32)

perekonomian secara umum bukan untuk menghadapi pesaing. Perilaku perusahaan monopoli dalam menetapkan harga dan jumlah produk bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Monopoli juga menetapkan harga secara administratif bukan melalui mekanisme pasar.

Perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan pada kondisi pasar oligopoli. Berbeda halnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga, pada oligopoli yang dipimpin oleh suatu perusahaan dominan pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti halnya perusahaan monopoli (Jaya, 2001).

2.2.3 Kinerja Industri

Menurut Jaya (2001), kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para ekonom, kinerja pasar biasanya memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi.

a. Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Baik secara kuantitas fisik maupun nilai ekonomis (harga). Efisiensi terdiri dari dua kategori, yaitu efisiensi internal dan efisiensi pengalokasian. Efisiensi internal biasanya menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumber daya ekonomi yang


(33)

dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikan nilai output.

b. Kemajuan Teknologi

Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang telah ada. Kemajuan teknologi dapat berpengaruh pada produksi, biaya dan harga (Jaya, 2001).

c. Kesinambungan dalam Distribusi (Keadilan/Equity)

Keadilan dalam pendistribusian sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam pengalokasian. Keadilan mempunyai tiga dimensi pokok yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Kesejahteraan dan pendapatan berkaitan dengan nilai uang. Sementara kesempatan berkaitan dengan peluang yang dimiliki setiap orang.

Kinerja pasar atau industri dapat juga dilihat dari pola keuntungan yang didapat dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini digambarkan melalui Price-Cost Margin (PCM). Selain itu pengukuran kinerja dapat juga dilakukan denga metode rasio dari kelebihan keuntungan terhadap penjualan, tingkat pengembalian dari asset atau modal dan nilai pasar dari surat-surat berharga perusahaan.

2.3 Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja

Struktur, perilaku dan kinerja saling berinteraksi yang mempengaruhi proses alokasi hasil produksi kepada masyarakat dengan efektif dan efisien. Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep SCP dalam ekonomi


(34)

industri (Jaya, 2001). Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pasar terutama dalam hal sikap terhadap kebijakan harga, strategi pengembangan usaha serta strategi dalam produk. Selanjutnya struktur dan perilaku yang dilakukan perusahaan akan mempengaruhi kinerja dalam perekonomian. Kinerja yang baik terutama mencangkup harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan.

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Analisis Struktur Perilaku Kinerja telah banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi, terutama penelitian mengenai industri. Hal ini terkait dengan perkembangan industri saat ini yang semakin pesat.

Beberapa penelitian mengenai Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri diantaranya:

1. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia yang dilakukan oleh Sunengcih (2009), hasil penelitian pengujian menunjukkan bahwa sebanyak dua dari empat variabel independen yang dirumuskan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya (PCM). Kedua variabel tersebut adalah efisiensi-X dan usaha, sementara nilai CR4 dan Growth tidak berpengaruh signifikan terhadap PCM.

2. Andiani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa bentuk struktur pasar industri susu Indonesia adalah struktur pasar oligopoli ketat, penetapan harga susu berdasarkan kesepakatan harga antar pesaing, strategi produk yang dilakukan industri susu dengan diferensiasi produk,


(35)

strategi promosi yang dilakukan perusahaan susu Indonesia umumnya melalui strategi berbentuk merek, iklan,public relation, personal selling. Dari segi kinerja industri susu Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup tinggi dan tingkat efisiensi yang cukup baik. Berdasarkan regresi, CR4dan PCM mempunyai hubungan yang positif dan nyata pada industri susu. Susu merupakan suatu komoditi yang sangat menarik untuk diteliti, karena didalamnya terdapat banyak sekali permasalahan yang perlu dipecahkan masalahnya mulai dari hulu ke hilir, mulai dari peternak hingga tingkat industri, bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempengaruhi komoditi susu itu sendiri. Penelitian sebelumnya mengenai produk susu diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (1997) mengenai Ekspor-Impor Susu Olahan Indonesia di Pasar Internasional. Hasil penelitian Kusuma (1997) menyimpulkan bahwa ekspor produk susu dalam laju pertumbuhan volume dan nilai ekspor berfluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung menurun, impor susu dalam laju pertumbuhan volume dan nilai impor cenderung stabil, penduduk daerah pedesaan dan perkotaan paling banyak mengkonsumsi susu kental manis serta pemasaran produk susu olahan memiliki prospek cukup baik di pasar domestik.

2. Penelitian selanjutnya Amaliah (2007) mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Susu Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa impor susu Indonesia dari sisi permintaan pada jangka panjang dipengaruhi secara signifikan oleh harga riil susu impor, harga riil susu domestik, nilai tukar riil Rupiah, dan pendapatan perkapita. Pada jangka


(36)

pendek dipengaruhi secara signifikan oleh produksi susu domestik, harga riil susu impor lag pertama, pendapatan perkapita lag ketiga dan nilai tukar riil Rupiah pada lag kedua dengan pengaruh yang bersifat negatif.

Terdapat beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan Kusuma (1997), dan Amaliah (2007) menggunakan variabel, metode analisis dan tujuan penelitian yang berbeda dengan penulis, tetapi memiliki persamaan dalam meneliti produk susu dari perusahaan susu. Penelitian Sunengcih (2009) menganalisis mengenai Industri Minuman Ringan dan memiliki kesamaan dalam hal metode serta alat analisis yang digunakan dalam metode permasalah tersebut. Sedangkan penelitian Andiani (2006) memiliki persamaan dalam hal industri yang diteliti, metode dan variabel yang digunakan, perbedaannya ialah dalam penelitian ini terdapat pengembangan dari penelitian sebelumnya dimana penulis menambahkan beberapa variabel baru dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu Minimum Eficiency Scaledan Total Impor dalam rentang waktu 1984-2008.

2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dasar pemikiran Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure Conduct Performance (SCP) pertama kali dicetuskan oleh Edward S. Mason, seorang dosen di University of Harvard tahun 1939, mengemukakan bahwa struktur (structure) suatu indusri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct) yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance) industri itu sendiri. Struktur biasanya diukur dengan rasio konsentrasi. Perilaku antara lain dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi


(37)

antar produsen. Kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi dan protabilitas (Mason, 1939).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keadaan industri persusuan Indonesia, dimana sebagian besar bahan baku industri persusuan Indonesia masih didatangkan dari luar. Sehingga mempengaruhi struktur perilaku kinerja industri pengolahan susu dan tingkat persaingannya.

Dari tinjauan pustaka dan beberapa dasar teori yang ada serta pemahaman terhadap penelitian sebelumnya, maka berikut ini gambar bagan kerangka konseptual dari industri pengolahan susu yang akan diteliti.

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran

Arus informasi & Kemajuan Teknologi

Pertumbuhan Pasar Internasional

Pola Konsumsi & Permintaan Susu

Indonesia

Struktur

 Pangsa pasar (Market Share)  Konsentrasi (Concentratio n Ratio)  Hambatan masuk (Barrier to Entry) Perilaku  Strategi harga  Strategi produk  Strategi promosi Kinerja

Price Cost Margin  Efisiency

Growth

Persaingan pada Industri Pengolahan

Susu di Indonesia Industri Pengolahan


(38)

2.6 Hipotesis Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Struktur Perilaku Kinerja suatu industri telah banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi. Hubungan variabel-variabel dalam estimasi model analisis dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda tergantung penggunaan proksi atau variabel yang dipakai oleh peneliti.

Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu mengenai analisis struktur perilaku kinerja maka hipotesis yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tingkat konsentrasi empat perusahaan (CR4), memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Sebaliknya jika tingkat konsentrasi memiliki pengaruh negative dengan pesaing maka tingkat persaingan akan menurun.

2. Efisiensi-X (Ef-X) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin efisien perusahaan maka tingkat produksi suatu perusahaan lebih sedikit untuk memproduksi komoditi karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka panjang lebih murah. Semakin tinggi efisiensi maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat.

3. Pertumbuhan nilai produksi (GROWTH) memiliki nilai positif terhadap PCM. Pertumbuhan nilai produksi merupakan perbandingan nilai barang yang dihasilkan tahun ini dikurangi dengan nilai barang yang dihasilkan tahun sebelumnya. Jika GROWTH meningkat maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan juga meningkat.


(39)

4. Produktivitas tenaga kerja (PROD) memiliki nilai positif terhadap PCM, dimana jika terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan juga meningkat.

5. Minimum Efficiency Scale (MES) memiliki nilai positif terhadap PCM, dimana jika MES meningkat maka hambatan masuk dalam industri tersebut ikut meningkat menyebabkan pesaing baru sulit memasuki pasar sehingga keuntungan perusahaan meningkat dengan sedikitnya jumlah pesaing.

6. Total Impor (Tm) memiliki nilai negatif terhadap PCM. Semakin tinggi intensitas impor berarti penerimaan yang didapat perusahaan akan semakin menurun.


(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series (data deret waktu) tahun 1984-2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, beberapa perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu. Data yang diolah adalah data Rasio Konsentrasi Empat (CR4) perusahaan terbesar, Minimum Efficiency Scale (MES), produktivitas (Prod), efisiensi internal (Xeff), Growth(tingkat pertumbuhan barang) serta total impor bahan baku susu (Tm). 3.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan ialah dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri persusuan Indonesia. Metode kuantitatif dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan SCP untuk menganalisis struktur dan kinerja industri persusuan Indonesia dan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Industri Pengolahan Susu Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel 2007 dan E-Views 6.


(41)

3.3 Analisis Struktur (Structure) Industri 3.3.1 Pangsa Pasar (MS)

Setiap perusahaan mempunyai pangsa pasar yang berbeda-beda berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan. MSi= Si x 100 %

Stot

Dimana:

MSi = pangsa pasar perusahaan i (persen) Si = penjualan perusahaan i (rupiah)

Stot = penjualan total seluruh perusahaan (rupiah) 3.3.2 Rasio Konsentrasi (CR)

Tingkat konsentrasi dapat dihitung melalui Concentration Ratio (CR). Rasio konsentrasi merupakan persentase dari total output industri atau pendapatan penjualan. Rasio sejumlah perusahaan mengukur pangsa pasar relatif dari total output industri yang dipertanggungjawabkan oleh perusahaan-perusahaan itu.

m CRm=∑ msi

i=1

Dalam penelitian ini, akan digunakan rasio dari empat perusahaan yang menunjukkan pangsa pasar empat perusahaan terbesar dalam industri persusuan Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut:

4 CR4=∑ msi


(42)

Keterangan:

CR4 : rasio konsentrasi sebanyak 4 perusahaan (persen) msi : pangsa pasar perusahaan i (persen)

Pangsa pasar diukur dari tingkat konsentrasi melalui rasio konsentrasi. Rasio konsentrasi yang digunakan menunjukkan besarnya kontribusi nilai penjualan output perusahaan terbesar terhadap total nilai produksi industri.Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100) berarti semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen maka bentuk pasarnya adalah monopoli. Sebaliknya berdasarkan analisis struktur dalam ekonomi industri, struktur industri dikatakan berbentuk oligopoli bila empat perusahaan terbesar menguasai minimal 40 persen pangsa pasar penjualan dari industri yang bersangktan (Kuncoro, 2002).

3.3.3 Barrier to Entry(Hambatan)

Hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan banyaknya pesaing yang bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk pasar adalah dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan output total industri, yang disebut sebagai perhitunganMinimum Efficiency Scale(MES), yang dirumuskan sebagai berikut :

Output Perusahaan Terbesar

MES = x 100%


(43)

3.4 Analisis Perilaku (Counduct) Industri

Dalam menganalisis perilaku dalam Industri Pengolahan Susu Indonesia digunakan analisis deskriptif agar dapat menganalisa secara mendalam mengenai gambaran umum yang obyektif mengenai industri itu sendiri. Analisis ini sengaja dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku sifatnya kualitatif yang sulit dikualitatifkan. Perilaku industri menganalisis tentang tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaingnya. Dalam perilaku dibahas secara selintas adanya diferensiasi produk yang terjadi pada perusahaan susu mengenai produk yang bervariasi yang terdiri dari produk baru dan produk yang sudah ada dan analisis mengenai perananadvertensi.

Proses observasi yang dilakukan dengan mengambil contoh empat perusahaan susu yang mempunyai pangsa pasar terbesar. Ada tiga komponen utama yang akan diteliti, yaitu:

1. Persaingan harga jual antara perusahaan susu 2. Jenis produk barang yang ditawarkan

3. Promosi penjualan barang

3.5 Analisis Kinerja (Performance) Industri

Analisis kinerja yang dilakukan untuk menganalisis kinerja industri susu adalah dengan menggunakan analisisPrice Cost Margin(PCM), efisiensi internal (effisiensi-X) dan pertumbuhan output (Growth).

PCM ini digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja perusahaan, yang dirumuskan sebagai berikut


(44)

Nilai tambah–upah

PCM = x 100%

Nilai barang yang dihasikan

PCM merupakan salah satu indikator kinerja yang digunakan sebagai perkiraan kasar dari keuntungan industri. PCM dalam penelitian ini digunakan dengan menggunakan proksi nilai tambah yang diperoleh. Artinya semakin tinggi nilai tambah maka semakin efisien kinerja industri tersebut dalam rangka meminimumkan biaya sehingga keuntungan industri semakin besar. PCM juga didefinisikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung.

Efisiensi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin efisien suatu perusahaan maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Nilai efisiensi-X dapat dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Input

Efisiensi-X = x 100%

Nilai Output

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja suatu industri ialah variabel pertumbuhan output (Growth). Variabel ini dapat menunjukkan permintaan pasar sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan dari industri itu sendiri. Growth dapat ditentukan dengan cara membagi selisih antara output pada tahun ke-i dan output tahun sebelumnya dengan output tahun sebelumnya.


(45)

Nilai barang dihasilkan tahun t–nilai barang dihasilkan (t-1)

Growth= x 100 %

Nilai barang dihasilkan (t-1)

3.6 Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja

Metode yang digunakan dalam menganalisis hubungan struktur dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja ialah menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat sederhana. Hal ini dilakukan karena metode OLS merupakan metode yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan antar variabel, selain itu metode ini merupakan metode sederhana dibandingkan metode lainnya serta adanya kemudahan dalam penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi.

Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut : Yi= β0+ β1X + Ut

Metode OLS menduga parameter β0 dan β1 dengan meminimumkan jumlah kuadrat galatna (∑ Ut2).

Variabel tak bebas (dependen) yang digunakan dalam metode OLS ialah PCM. PCM dipilih karena mencerminkan keuntungan dari suatu industri serta mewakili variabel kinerja itu sendiri. Sedangkan variabel independen yang diduga yang dapat mempengaruhi variabel dependen terdiri dari enam variabel yaitu konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), Minimum Efficiency Scale (MES), Growth, Produktivitas (Prod), efisiensi-X (Xeff), dan total impor (TM)

CR4 (Four Concentration Rasio) digunakan untuk mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total pendapatan


(46)

penjualan dari industri pengolahan susu Indonesia. Efisiensi-X (Xeff) merupakan kemampuan industri persusuan Indonesia untuk menghasilkan output maksimal dengan input tertentu. MES merupakan salah satu indikator dalam menilai hambatan masuk, produktivitas tenaga kerja merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah berdasarkan input tenaga kerja.Growthdipilih karena mewakili pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan berdasarkan permintaan pasar. Sedangkan Total Impor dipilih untuk melihat dampak impor susu terhadap kinerja Industri Pengolahan Susu Indonesia. Berikut adalah persamaan yang akan diestimasi dalam penelitian ini :

PCMt = β0+ β1CR4t + β2(MES) + β3 (Growth)t + β4Prod+ β5(Xeff)t+ β6Tm+Ut

Dimana,

t : tahun ke-t

PCM : proksi keuntungan perusahaan terbesar (persen) CR4 : rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (persen) MES :Minimum Efficiency Scale(persen)

Xeff : efisiensi internal (persen)

Prod : Produktivitas Tenaga Kerja(persen) Growth : Pertumbuhan Output

Tm : Total Impor

U : galat

β0 : intersep (β0> 0)


(47)

3.7 Uji Statistik dan Ekonometrika

Metode statistik akan digunakan dalam menganalisis hubungan-hubungan antar variabel dimana setelah menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi maka dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model tersebut dapat dikatakan baik. Pengujian tersebut dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas (independen) dapat dijelaskan oleh variabel dependen melalui koefisien determinasi (R-Squared).

Pengujian ekonometrika yang akan dilakukan antara lain uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas serta uji normalitas.

3.7.1 Uji R-Squared(R2)

R-Squared (R2) atau biasa disebut Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel independen yang dimasukan kedalam model. Menurut Gujarati (1995) nilai R2 mempunyai dua sifat, pertama nilai R2 merupakan besaran yang nilainya selalu positif dan besar nilai R2adalah 0 ≤R2≤ 1.

Nilai R2digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu model dimana semakin banyak variabel maka semakin tinggi nilai R2. Selain nilai R2 terdapat juga nilai adjusted-R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan dua model, semakin besar nilai R2 adj maka makin baik model tersebut. R2 adj dapat


(48)

digunakan untuk membandingkan dua model karena niali R2adj sudah mengalami koreksi terhadap derajat bebas model ( koreksi terhadap∑ variabel) sehingga dua model yang berbeda derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil.

3.7.2 Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang digunakan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam model. Uji F dapat digunakan juga untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Hipotesis :

H0 : b1 = b2 = … = bi = 0 (artinya tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen)

HI : minimal ada salah satu bi≠ 0 (artinya ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen)

kriteria uji :

probability F-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak Ho dan simpulkan minimal ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. Probability F-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. 3.7.3 Uji t

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel independen atau untuk menguji apakah regresi dari masing-masing variabel independen yang dipakai terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen.


(49)

Hipotesis :

H0 : b1 = b2 = … = bi = 0 (artinya variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel dependen)

H1 : bi ≠ 0 atau bi < 0 atau bi > 0 (artinya variabel independen-i mempengaruhi variabel dependen)

kriteria uji :

Probability t-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak Ho dan simpulkan variabel independen-i berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Probability t-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen-i tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.7.4 Uji Normalitas

Uji Normalitas atau disebut juga Jarque-Bera Test digunakan untuk melihat error term. Jika jumlah sampel data yang digunakan kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas dan jika sampel lebih dari 30 maka error termakan terdistribusi normal.

Hipotesis :

H0 =error termterdistribusi normal H1 =error termtidak terdistribusi normal kriteria uji:

Jika nilai probabilitas > taraf nyata (α) maka terima H0 dan kesimpulannya error term terdistribusi normal.


(50)

3.7.5 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran dalam asumsi OLS. Suatu model dapat dikatakan baik jika tidak terjadi gejala multikolinearitas di dalamnya. Multikolinearitas ialah terjadinya korelasi yang tinggi antar sesama variabel independennya (variabel bebas βi). Salah satu cara untuk mendeteksi adanya Multikolinearitas ialah model yang mengalami Multikolinearitas umumnya memiliki R2/R-Sq tinggi tetapi banyak var Yi yang tidak nyata (nilai t kecil atau P-value besar) atau jika nilai koefisien korelasi lebih besar│0.8│maka terdapat gejala Multikolinearitas.

Konsekuensi atau akibat adanya Multikolinearitas :

1. Jika Multikolinearitas yang terjadi tidak sempurna (Near Multikolinearitas), maka dampak yang terjadi adalah tidak dapat menginterpretasikan koefisien regresi dengan baik karena antar variabel independen berhubungan (asumsi cateris paribus sulit dipenuhi jika terjadi Multikolinearitas).

2. Jika Multikolinearitas yang terjadi sempurna (Perfect Multikolinearitas), maka menyebabkan tidak dapat menduga koefisien regresi.

3.7.6 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantaradisturbance term.

Hipotesis : H0 : ρ = 0 H1 : ρ ≠0


(51)

Kriteria uji :

Probability Obs*R-Squared< taraf nyata (α), maka tolak H0 yang artinya terjadi autokorelasi (positif ataupun negative) dalam model.

Probability Obs*R-Squared > taraf nyata (α), maka terima H0 tidak ada autokorelasi.

3.7.7 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika ragam error tidak konstan atau variabel (Ut) berbeda-beda. Gejala Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa model tersebut tidak memenuhi syarat sebagai model yang baik. Model yang baik ialah memenuhi ragam error yang sama. Gejala tersebut dapat ditunjukan oleh Probability Obs*R-Squaredpada uji WhiteHeteroskedastisitas.

Hipotesis : H0 : µ = 0 H1 : µ ≠0 Kriteria uji :

Probability Obs*R-Squared< taraf nyata (α), maka tolak H0 yang artinya terjadi heteroskedastisitas.

Probability Obs*R-Squared > taraf nyata (α), maka terima H0 tidak ada heteroskedastisitas.


(52)

IV. GAMBARAN INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DI

INDONESIA

4.1 Sejarah Industri Pengolahan Susu Indonesia

Keberadaan sapi perah di Indonesia berawal pada kebutuhan Susu Sapi segar orang Eropa yang bekerja di perkebunan-perkebunan milik Belanda. Ternak sapi perah pertama yang diimpor adalah jenis Sapi Hissar, yang didatangkan ke daerah Sumatra Timur, terutama di Medan dan Deli Serdang, pada tahun 1885. Sapi Hissar ini kemudian dipelihara oleh peternak sapi yang berasal dari India, yang memang telah lama menetap di daerah Sumatra Timur. Walaupun produksi susu sapi tersebut masih rendah, peternakan sapi perah yang sudah ada dapat mencukupi kebutuhan lokal.

Dalam perkembangan sapi perah, kebutuhan akan susu sapi terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah orang Eropa yang datang ke Indonesia. Belanda kemudian memutuskan untuk mendatangkan sapi jantan jenis Friesian Holstein ke Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 1891. Sapi pejantan ini digunakan untuk meningkatkan (grading-up) sapi–sapi lokal menjadi sapi perah. Pada tahun 1900 kembali didatangkan sapi Friesian Holstein ke daerah Lembang, Jawa Barat, yang akhirnya berkembang pesat dan menyebar ke daerah-daerah lain di sekitar Jawa Barat.

Pada tahun 1939, 22 ekor sapi pejantan Friesian Holstein didatangkan ke daerah Grati, Pasuruan. Sapi ini melengkapi sapi perah jenis lain seperti : Milking Shorthorn, Ayrshire dan Jersey, yang telah didatangkan sebelumnya dari


(53)

Australia. Grading-up ini menghasilkan sapi perah bangsa baru yang dikenal dengan nama sapi Grati. Sapi jenis ini telah mendapat pengakuan Internasional sebagai bangsa sapi perah Indonesia. Namun karena tidak ada pembinaan, kemampuan produksi sapi Grati kian hari kian menurun, termasuk juga populasinya.

Kebutuhan susu sapi yang terus meningkat tiap tahunnya menyebabkan pemerintah terus melakukan impor sapi perah dari beberapa negara, seperti dari negara Denmark dan Belanda. Tersebarmya sapi perah impor ini, akhirnya memang dapat menaikkan total produksi susu, tetapi tetap tidak maksimal seperti produksi susu di negara asalnya. Penyebabnya adalah pemberian pakan dan tata laksana pemeliharaan yang belum sempurna. Sapi-sapi impor ini juga menyebabkan lahirnya sapi perah peranakan Friesian, yang tidak dapat disebut sebagai sapi bangsa baru, karena merupakan hasil perkawinan yang tidak direncanakan. Produksi susu dari sapi peranakan Friesian sangat rendah, akhirnya banyak dari sapi peranakan Friesian ini dijual belikan sebagai ternak sapi pedaging (sapi potong).

Awal mula Industri Pengolahan Susu di Indonesia ditandai dengan berdirinya perusahaan susu PT. Sari Husada pada tahun 1954. Berdirinya perusahaan susu ini karena adanya kerjasama pemerintah Indonesia dengan UNICEF (United Nations Children's Fund) salah satu lembaga dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menekankan pengembangan pelayanan masyarakat untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak. Program kerjasama ini merupakan perwujudan dari program bantuan sosial dunia


(54)

bagi negara-negara yang sedang berkembang dengan nama perusahaan NV. Saridele.

Selanjutnya berdiri PT. INDOMILK (PT. Australia Indonesia Milk Industry) pada tahun 1967 yang merupakan bentuk kerjasama Australia dengan Indonesia sebagai perwujudan penanaman modal asing (PMA) dan pelopor dalam pembuatan susu yaitu susu kental manis secara modern di Indonesia. Berawal dari 200 karyawan, pengembangan produk dan usaha terus dilakukan hingga akhirnya diluncurkan produk lainnya seperti susu pasteurisasi merek INDOMILK pada tahun 1970 , produk mentega dengan merek ORCHID BUTTER dan untuk merek Golden Churn pada tahun 1971, produk es krim untuk merek Peter Ice Cream pada tahun 1972, serta susu bubuk INDOMILK yang diproduksi dengan sistem toll manufacturingpada tahun 1985.

Perkembangan industri pengolahan susu tersebut diikuti dengan berdirinya industri-industri pengolahan susu lainnya. Berdirinya industri pengolahan susu di Indonesia cukup mempengaruhi pasar dalam negeri, penyerapan tenaga kerja serta peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, serta tumbuhnya kesadaran masyarakat perihal manfaat susu bagi kesehatan menyebabkan tingkat konsumsi susu di Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 8 persen pada tahun 2010 dibanding tahun sebelumnya. Variasi minuman susu oleh produsen dalam berbagai bentuk seperti susu siap minum ikut mendorong kenaikan konsumsi.


(55)

4.2 Profil Beberapa Industri Pengolahan Susu 1. PT Sari Husada

PT Sari Husada merupakan salah satu perusahaan susu yang memproduksi produk khusus bayi dan anak-anak di Indonesia. PT Sari Husada mulai berdiri dan beroperasi pada tahun 1954, awal mula berdirinya perusahaan ini merupakan hasil kerjasama UNICEF, FAO, dan pemerintah Indonesia dengan nama NV Saridele.

Keluarnya Indonesia dari PBB tahun 1962, menyebabkan UNICEF dan FAO ikut melepaskan Saridele. Kemudian perusahaan berganti nama menjadi PN Sari Husada, dengan memproduksi susu bubuk bayi SGM dan SNM untuk bayi berusia 6 bulan keatas. Hingga kini produk susu tersebut dikenal dan banyak digunakan masyarakat luas. Sekarang perusahaan selain memproduksi susu juga memproduksi produk makanan bergizi untuk bayi dan anak-anak.

Pada tahun 1968, perusahaan ini diakuisisi PT. Kimia Farma, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada tahun 1972 Untuk meningkatkan permodalan, PT Kimia Farma mengadakan joint venture dengan PT Tigaraksa dengan komposisi modal Kimia Farma sebesar 55 persen dan Tigaraksa sebesar 45 persen, dan seiring dengan dibelinya sebagian sahamnya oleh PT Tiga Raksa.

Pada tahun 1983, PT Sari Husada go public dan komposisi modal dalam Tigaraksa menjadi 39,5 persen, Kimia Farma 33 persen, dan masyarakat 27 persen. Perusahaan ini pun masuk bursa dan saham-sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta. Dalam peta persaingan global, pada tahun 1998 Sari Husada berkerjasama dengan Nutricia International (Royal Numico), dalam memperkuat perusahaan dan kini Nutricia merupakan pemegang saham mayoritas Sari Husada.


(56)

Pada tahun 2006, agar lebih fokus dalam pengembangan usahanya, perusahaan mengajukan perubahan status dari perusahaan publik menjadi perusahaan privat. Kemudian di tahun 2007, Danone Group mengambil alih Royal Numico. Sejarah perusahaan yang panjang telah membuktikan bahwa Sari Husada merupakan salah satu aset nasional yang sangat penting dan perlu diperhitungkan. Tujuan utama PT Sari Husada adalah memenuhi kebutuhan nutrisi keluarga Indonesia dengan menyediakan produk-produk berkualitas tinggi dengan harga terjangkau.

Beberapa produk yang diproduksi PT Sari Husada yaitu SGM, SGM-2, SNM, SNM Soy, LLM, VITALAC, VITALAC-2, Lactamil, VITA-NOVA, SGM-Junior, Sari Husada Full Cream Milk Powder, UHT, Lactamil Awal, Kehamilan, Lactamil Ibu Hamil, Lactamil Ibu Menyusui, dan sebagainya.

2. PT Indomilk (PT Australia Indonesia Milk Industry)

PT Indolakto yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang diakuisisi sejak 2008 berawal dari nama PT. Australia Indonesian Milk Industry (PT. INDOMILK). PT INDOMILK ini didirikan pada tahun 1967 sebagai perwujudan penanaman modal asing (PMA) dan pelopor dalam pembuatan susu ketal manis di Indonesia.

Pada tahun 1986 PT. INDOMILK memperoleh status PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) setelah terjadinya alih teknologi dan permodalan. Produk berikutnya yang diluncurkan setelah perubahan status ini adalah susu kental manis CAP ENAAK. Tahun 1988 susu kental manis produksi INDOMILK telah diimpor


(57)

oleh berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Bangladesh, Vietnam, Myanmar, Taiwan, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin.

Sejalan dengan perkembangan usaha, INDOMILK Dairy Group telah melahirkan beberapa perusahaan dengan produknya masing-masing. Hingga tahun 2008, INDOMILK Dairy Group telah menaungi beberapa anak perusahaan dan berbagai produk susu sebagai berikut:

1. PT Australia Indonesian Milk Industry ( PT. INDOMILK ) : Susu Kental Manis, Susu Pasteurisasi, Mentega, dan Susu Cair Steril.

2. PT. Indomurni Dairy Industry : Susu Pasteurisasi, Set Yoghurt, Yoghurt Drink, dan Susu Cair Steril.

3. PT. Ultrindo : Susu Bubuk

4. PT. INDOLAKTO : Susu Kental Manis dan SusuUltra High Temperature 5. PT. Indoeskrim : Es krim

Saat ini produk-produk tersebut sudah diekspor kebeberapa negara, diantaranya: Singapura, Kamboja, Brunei Darussalam, Filipina, Hongkong, Taiwan, Jepang, dan Korea. Pada tahun 2008, untuk memperkuat perusahaan maka dilakukan merger terhadap PT. Australia Indonesian Milk Industry (PT. INDOMILK), PT. Indomurni Dairy Industry, PT. Ultrindo, PT. INDOLAKTO dan PT. Indoeskrim ke dalam satu payung usaha, yaitu PT. INDOLAKTO.

3. PT NESTLE INDONESIA

NESTLE pertama kali didirikan oleh Henri Nestle, seorang ahli kimia Jerman yang berhasil menciptakan makanan pendamping bayi yang tidak


(58)

mendapat cukup ASI. Perusahaan Nestlé terus mengembangkan produknya dan menjadi pelopor beberapa produk, seperti susu kental di Eropa tahun 1905, susu coklat tahun 1929, kopi instant tahun 1938 dan lain-lain

Pada Maret 1971 NESTLE resmi mendirikan anak perusahaan di Indonesia dengan sejumlah mitra lokal. Saat ini PT. Nestlé Indonesia mengoperasikan tiga pabrik yang berlokasi di daerah Tangerang (Banten), Panjang (Lampung), dan Kejayan (Jawa Timur).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mewajibkan industri pengolahan susu untuk melakukan kerjasama dengan peternak lokal maka PT Nestle merealisasikan peraturan ini dengan bekerjasama dengan Koperasi Sinar Andandani Ekonomi (SAE) dari Pujon, Malang pada tahun 1975. Sekarang ini seluruh kebutuhan susu segar PT Nestle Indonesia dipasok oleh peternak lokal Jawa Timur yang tergabung dengan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).

Beberapa merek produk Nestlé yang dipasarkan di Indonesia antara lain : susu bubuk Nestlé Dancow, kopi instant Nescafé, Nestlé Milo, Nestlé Bubur Bayi, Kit Kat, Polo, dan lain-lain.

4. PT Frisian Flag Indonesia

PT Frisian Flag Indonesia didirikan pada tahun 1968 oleh PT Mantrust Indonesia dengan Cooperative Condensnfabrick Friesland dari Belanda yang terdiri dari kelompok usaha ‘mantrust’. PTFrisian Flag Indonesia memiliki pabrik di kawasan Cijantung, Jakarta Timur dengan kapasitas produksi untuk Susu Kental Manis mencapai 30,5 ribu ton, susu cair sebesar 12 ribu ton dan susu bubuk sebesar 34 ribu ton.


(59)

Produk susu olahan perusahaan ini memakai merek BENDERA, baik produk Susu Kental Manis, Susu Cair dan Susu Bubuk. Susu Kental Manis merupakan salah satu produk andalan dari PT Frisian Flag karena hampir 50 persen pangsa pasar SKM dikuasai oleh perusahaan ini. PT Frisian Flag memperluas pasar dengan mengeluarkan produk susu bubuk untuk anak yang diberi merek dagang BENDERA 123 dan susu cair FRISTI.

5. PT Ultrajaya Milk

PT Ultrajaya Milk saat ini merupakan perusahaan pertama dan terbesar di Indonesia yang menghasilkan produk-produk susu, minuman dan makanan dalam kemasan aseptik yang tahan lama dengan merek-merek terkenal seperti Ultra Milk untuk produk susu, Buavita untuk jus buah segar dan Teh Kotak untuk minuman teh segar. Perusahaan yang berstatus PMA saat ini memiliki lokasi pabrik yang terletak strategis di Bandung.

Pemasaran hasil produksi perusahaan hampir 90 persen dipasarkan di seluruh Indonesia, sementara sisanya diekspor ke negara-negara di Asia, Eropa, Timur Tengah, Australia dan Amerika Serikat.

6. PT Nutricia Indonesia Sejahtera

PT Nutricia Indonesia Sejahtera merupakan salah satu perusahaan PMA dan merupakan perusahaan termuda dalam jajaran industri pengolahan susu Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 12 Mei 1987 dengan modal dasar US$ 3,4 juta. Pendiri dan pemegang sahamnya adalah NV Verenisde Bedrijen Nutricia dari Belanda sebagai mitra asing dan PT Mukti Nugraha Sejahtera sebagai mitra lokalnya.


(60)

Nutricia adalah salah satu perusahaan terkemuka yang berkembang pesat di pasar Indonesia dengan premi, nutrisi khusus dan inovatif untuk bayi dan balita. Perusahaan ini memiliki kualitas dan standar keamanan pangan yang tertinggi dalam industri dan menjamin kualitas premium produknya.

Dengan merek terkemuka dan bergengsi Nutrilon Royal dan Bebelac menawarkan produk nutrisi untuk tahap awal dan sangat penting dari kehidupan anak. Selain susu anak, perusahaan ini memasarkan susu untuk ibu menyusui dengan merek Nutricia Bunda dan susu rendah lemak Protifar.

4.3 Perkembangan Industri Pengolahan Susu Indonesia 4.3.1 Bahan Baku dan Populasi Sapi Perah di Indonesia

Permintaan masyarakat akan susu bubuk yang tinggi menyebabkan IPS di Indonesia lebih tertarik memproduksi susu bubuk, selain menggunakan susu segar sebagai bahan baku industri ini juga membutuhkan bahan tambahan dalam membuat susu bubuk seperti skim milk powder, gula, krim, minyak nabati, dan lain-lain agar dapat diproses menjadi produk olahan lainnya. Bahan baku tersebut berasal dari dalam dan luar negeri. Penyedian bahan baku susu lokal dan impor sangat berkaitan erat antar keduanya. Saat ini menurut Dewan Persusuan Nasional 2010, produksi susu nasional hanya sebesar 1,4 juta liter per hari. Sedangkan kebutuhan susu nasional telah mencapai 4 juta hingga 6 juta liter per hari. Ini berarti, produksi susu lokal hanya bisa memenuhi kurang lebih 30 persen kebutuhan konsumsi. Sisanya masih dipenuhi dari pasokan impor. Produsen susu olahan terpaksa harus mengimpor bahan baku disebabkan masih buruknya kualitas susu di tingkat peternak sapi perah. Sehingga, industri susu dalam negeri


(61)

sulit menggunakan susu lokal sebagai bahan baku pembuatan susu olahan. Hampir bahan baku industri susu dalam negeri sepertiwhey protein concentrate, lactose, skim milk powder, butter milk powder, masih harus diimpor.

Disisi lain, perkembangan populasi sapi perah di Indonesia berpengaruh terhadap produksi susu segar dalam negeri. Untuk meningkatkan konsumsi susu segar masyarakat Indonesia, pemerintah mentargetkan populasi sapi perah di dalam negeri meningkat 200.000 ekor setiap tahunnya.

Peningkatan jumlah sapi perah nasional ini diperlukan untuk mendorong angka konsumsi susu segar masyarakat Indonesia, karena keterbatasan populasi sapi ini menyebabkan kebutuhan susu nasional tidak seluruhnya dapat terpenuhi. Dengan langkah ini kedepan diharapkan tingkat konsumsi susu segar masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan.

Penyebaran sapi perah di Indonesia, tidak merata karena terkonsentarasi di Pulau Jawa, seperti di :

 Jawa Barat : Pangalengan, Lembang, Kabupaten Bandung, Bogor dan Sukabumi.

 Jawa Timur : Nongkojajar, Pujon, Batu dan Pasuruan.  Jawa Tengah : Boyolali, Ungaran, Salatiga, Solo.  DKI Jakarta.

Khusus untuk sapi perah yang berada di DKI Jakarta memang sudah tidak dapat dikembangkan dan dipertahankan lagi. Mengingat pengembangan DKI Jakarta sebagai kota metropolitan dimana sudah tidak ada lahan yang peruntukannya sesuai untuk peternakan.


(62)

Saat ini jumlah peternak susu sekitar 118,75 ribu peternak. Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari 361 ribu ekor (2005) meningkat menjadi 397,5 ribu ekor (2009) atau tumbuh sebesar (8,32 persen/tahun). Hal ini berbanding lurus dimana produksi susu juga meningkat dari 536 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 658,08 ribu ton pada tahun 2009 atau tumbuh sebesar 5,05 persen pertahun. Tingkat produksi tersebut ternyata belum mampu memenuhi seluruh permintaan konsumen di dalam negeri. Hal ini karena perubahan peningkatan konsumsi susu relatif lebih cepat dibandingkan produksinya.

Tabel.2 Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu 2003-2010

Tahun Populasi Sapi Perah Produksi Susu

(Ribu Ekor) (Ribu Ton)

2003 374,0 553,40

2004 364,0 549,90

2005 361,0 536,00

2006 369,0 616,50

2007 378,0 636,90

2008 387,5 644,54

2009 397,5 658,08

2010* 407,6 672,56

*) angka sementara

Sumber : Deptan dan Indocommercial, 2010

Melihat kenyataan yang terjadi seharusnya kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar peternak susu untuk mengembangkan usahanya. Namun demikian peternak masih menghadapi permasalahan, antara lain yaitu rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijau bagi ternak, tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala


(63)

usaha peternak yang umumnya hanya memiliki skala 1-3 ekor sapi per peternak juga menjadi penghambat perkembangan produksi susu segar domestik.

Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Kepres No 4/1998 mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri.

Permasalahan lain yang dihadapi peternak adalah besarnya ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang dihasilkannya. Absennya keberpihakan Pemerintah terhadap peternak, menyebabkan harga susu di tingkat peternak relatif rendah. Adanya pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh kalangan industri pengolah susu mendudukkan peternak sapi perah pada posisi tawar (bargaining position) yang rendah. Selain itu keberadaan industri pengolahan susu di Indonesia yang hanya dikuasa oleh beberapa perusahaan besar, berdampak pada terbentuknya struktur pasar oligopsoni yang tentunya menekan peternak. Selain harga susu yang relatif murah pada struktur pasar tersebut, tekanan yang diterima peternak semakin bertambah dengan adanya retribusi yang diberlakukan oleh kebanyakan Pemda di era otonomi daerah ini.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, seharusnya adanya jalinan kerja sama antara IPS dengan koperasi atau peternak secara langsung. Sehingga dengan demikian, kebutuhan bahan baku susu dari peternak lokal dapat


(64)

ditingkatkan. Jalinan kerja sama itu otomatis akan mengontrol kualitas susu karena ada kontrol langsung dari IPS.

4.3.2 Kapasitas dan Pertumbuhan Produksi

Kapasitas dan pertumbuhan produksi pada industri pengolahan susu tidak terlepas dari banyaknya perusahaan, kapasitas izin dan produksi riil serta konsumsi masyarakat.

Tabel 3. Perkembangan Industri Pengolahan susu

URAIAN SATUAN TAHUN

2005 2006 2007 2008 2009 2010*

Jumlah

Perusahaan Unit Usaha 35 44 44 46 46 51

Kapasitas Izin Ton 578 919 624 835 639 894 699,815 730 312 769 207

Produksi Riil Ton 536 000 616 500 636 900 644 540 658 080 672 560

Nilai Poduksi Rp. Milyar 7,034 6,824 7,973 14,967 15,745 16,325

Konsumsi

Dalam Negeri Ton 709 428 765 058 798 700 780,895 820 139 848 013

Sumber : Dirjen Mintem Perindustrian, 2010 (diolah) Ket : *) perkiraan

Berdasarkan data dari kementerian Perindustrian 2010, jumlah perusahaan dalam industri pengolahan susu mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 35 perusahaan menjadi 51 perusahaan pada tahun 2010, kapasitas izin, produksi riil serta nilai produksi tiap tahun mengalami peningkatan. Ini menunjukkan bahwa industri pengolahan susu di Indonesia berkembang seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat.

Potensi produksi susu di Indonesia terkonsentrasi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan untuk wilayah diluar jawa relatif lebih kecil meliputi Sumatera Selatan, Sumatera Barat. Sementara banyaknya produksi susu yang dilakukan oleh industri pengolahan susu Indonesia berdasarkan jenis produksi dapat terlihat pada tabel 4.


(1)

Price Cost Margin Industri Pengolahan Susu di Indonesia tahun 1984-2008

Tahun

Nilai Tambah

Pengeluaran Tenaga Kerja

Barang yang

dihasilkan PCM (%)

(000 Rp) (000 Rp) (000 Rp)

1984 39227236 6540966 189074000 17,29

1985 45358153 9044547 234798202 15,47

1986 48643404 8797689 265224938 15,02

1987 38616318 11057412 329708323 8,36

1988 117091261 13001619 476575893 21,84

1989 80368929 16499208 548661837 11,64

1990 103833658 18986846 643574820 13,18

1991 161605780 29339807 852117912 15,52

1992 195080116 31577065 946950908 17,27

1993 241467642 21868345 960989057 22,85

1994 285597442 34871535 1189219898 21,08

1995 326684710 35466163 1353821818 21,51

1996 455234673 40133323 1764107875 23,53

1997 450725000 52442747 1857387000 21,44

1998 959789417 59071640 1890037316 47,66

1999 2113396573 78583944 3901583379 52,15

2000 1251943122 97608570 3879551663 29,75

2001 1693482550 150328365 4720366352 32,69

2002 4255467362 176332412 6758543365 60,36

2003 2484394634 255940762 6165078129 36,15

2004 3000896338 178887516 8638683528 32,67

2005 1414282395 197912676 7234570079 16,81

2006 2268950058 111808605 7936173023 27,18

2007 3182419236 278437518 11134754069 26,08


(2)

Lampiran 3

Minimum Efficiency Scale (MES) Industri Pengolahan Susu di Indonesia Tahun 1984-2008

Tahun MES (%)

1984 39,32

1985 33,13

1986 31,45

1987 34,61

1988 22,42

1989 25,66

1990 26,17

1991 28,23

1992 31,53

1993 26,37

1994 23,89

1995 21,45

1996 18,45

1997 19,81

1998 35,34

1999 4,6

2000 2,9

2001 17,15

2002 25,35

2003 28,22

2004 24,67

2005 30,15

2006 34,24

2007 38,35

2008 41,89

rata-rata 29,54


(3)

Tahun

Nilai Tambah (000 Rp)

Nilai Input

(000 Rp) X-eff (%)

1984 39227236 148477738 26,42

1985 45358153 189719050 23,91

1986 48643404 210803753 23,07

1987 38616318 278208268 13,88

1988 117091261 350535201 33,40

1989 80368929 469743140 17,11

1990 103833658 544482881 19,07

1991 161605780 694644595 23,26

1992 195080116 754480913 25,86

1993 241467642 725726297 33,27

1994 285597442 935690328 30,52

1995 326684710 1124983000 29,04

1996 455234673 1318258211 34,53

1997 450725000 1414984000 31,85

1998 959789417 1465082943 65,51

1999 2113396573 2355558300 89,72

2000 1251943122 3090871648 40,50

2001 1693482550 3626709108 46,69

2002 4255467362 4196778944 101,39

2003 2484394634 4466199805 55,63

2004 3000896338 6437340653 46,62

2005 1414282395 5951541707 23,76

2006 2268950058 5815530226 39,01

2007 3182419236 8134655631 39,12

2008 2829287634 10335120387 27,37


(4)

Produktivitas Industri Pengolahan Susu di Indonesia Tahun 1984-2008

Tahun Nilai Output Nilai Input TK Produktivitas (%)

1984 190946272 6540966 2919,24

1985 240233382 9044547 2656,11

1986 266683345 8797689 3031,29

1987 332404399 11057412 3006,17

1988 480944978 13001619 3699,12

1989 555660053 16499208 3367,80

1990 652114676 18986846 3434,56

1991 861807545 29339807 2937,33

1992 956697100 31577065 3029,72

1993 979901223 21868345 4480,91

1994 1237424136 34871535 3548,52

1995 1477909664 35466163 4167,10

1996 1818297699 40133323 4530,64

1997 1949531000 52442747 3717,45

1998 2486101636 59071640 4208,62

1999 4490816788 78583944 5714,67

2000 4342814770 97608570 4449,21

2001 5320191658 150328365 3539,05

2002 8452246306 176332412 4793,34

2003 6950594439 255940762 2715,70

2004 9438236991 178887516 5276,07

2005 7365824102 197912676 3721,75

2006 8084480284 111808605 7230,64

2007 11317074867 278437518 4064,49

2008 13164408021 250225756 5261,01


(5)

Tahun

Barang yang dihasilkan (000

Rp) Growth(%)

1984 189074000 -1,89

1985 234798202 24,18

1986 265224938 12,96

1987 329708323 24,31

1988 476575893 44,54

1989 548661837 15,12

1990 643574820 17,30

1991 852117912 32,40

1992 946950908 11,13

1993 960989057 1,80

1994 1189219898 23,75

1995 1353821818 13,84

1996 1764107875 30,30

1997 1857387000 5,29

1998 1890037316 1,76

1999 3901583379 10,43

2000 3879551663 -0,56

2001 4720366352 21,67

2002 6758543365 43,18

2003 6165078129 -8,78

2004 8638683528 40,12

2005 7234570079 -16,25

2006 7936173023 9,69

2007 11134754069 40,30

2008 12878918435 15,66


(6)