Transportasi Benih Ikan Gabus Channa Striata Dengan Kepadatan Berbeda Pada Media Bersalinitas 3 Ppt

TRANSPORTASI BENIH IKAN GABUS Channa striata
DENGAN KEPADATAN BERBEDA PADA
MEDIA BERSALINITAS 3 PPT

JANNESA NASMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Transportasi Benih Ikan
Gabus Channa striata dengan Kepadatan Berbeda pada Media Bersalinitas 3 ppt”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Jannesa Nasmi
NIM C151140041

RINGKASAN
JANNESA NASMI. Transportasi Benih Ikan Gabus Channa striata dengan
Kepadatan Berbeda pada Media Bersalinitas 3 ppt. Dibimbing oleh KUKUH
NIRMALA dan RIDWAN AFFANDI.
Ikan gabus merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk kepala
menyerupai ular sehingga disebut Snakehead. Ikan gabus menjadi komoditas
budidaya ekonomis karena selain sebagai ikan konsumsi, daging ikan gabus yang
mengandung albumin berkhasiat mempercepat pengeringan luka pascaoperasi dan
dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Kegiatan pembesaran benih ikan gabus
telah banyak dilakukan di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Adapun suplai
benih umumnya berasal dari hasil tangkapan alam dari Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur. Karena adanya jarak antara tempat sumber benih dan tempat
pembesaran, maka dilakukan transportasi benih ikan gabus.
Salah satu upaya untuk mengefisiensikan biaya transportasi adalah dengan
menambah kepadatan ikan dalam media transportasi. Kepadatan ikan yang tinggi

dalam media menyebabkan CO2 di media semakin meningkat karena proses
respirasi. Senyawa CO2 bereaksi dengan air menghasilkan asam karbonat (H2CO3)
yang dapat menurunkan pH dalam air. Perubahan kondisi lingkungan ini akan
menyebabkan ikan mengalami stres sehingga mengganggu kondisi fisiologis dan
akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Jumlah konsumsi oksigen dipengaruhi oleh kebutuhan energi. Semakin
banyak energi yang dibutuhkan maka jumlah konsumsi oksigen semakin
meningkat. Penambahan garam di dalam media dapat membantu ikan dalam
mengurangi penggunaan energi, karena apabila tekanan osmotik lingkungan
mendekati tekanan osmotik cairan tubuh ikan, maka energi hasil metabolisme
hanya sedikit yang digunakan untuk penyesuaian diri dengan tekanan osmotik
lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pemberian garam
3 ppt ke dalam media transportasi dengan kepadatan ikan yang berbeda terhadap
perubahan kualitas air, tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian dan
tingkat stres pascatransportasi.
Penelitian ini terdiri atas dua tahap kegiatan, yaitu tahap satu adalah
transportasi selama 24 jam dan tahap 2 adalah pemeliharaan pascatransportasi
selama 21 hari. Penelitian tahap satu bertujuan untuk menganalisis pengaruh
penambahan garam 3 ppt dengan kepadatan benih yang diangkut berbeda dalam
mempertahankan kondisi kualitas air dan menekan jumlah kematian selama

transportasi. Transportasi benih ikan gabus dilakukan dengan 5 perlakuan, yaitu
perlakuan kontrol tanpa garam (kepadatan 30 ekor.L-1) dan perlakuan
penambahan garam 3 ppt (kepadatan 30, 45, 60 dan 75 ekor.L-1). Pada saat
transportasi benih ikan gabus, diamati perubahan kualitas air dan tingkat
kelangsungan hidup (TKH). Hasil penelitian dengan perlakuan penambahan
garam dalam media transportasi dapat mempertahankan kondisi kualitas air dan
menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan tanpa garam. Penelitian tahap dua bertujuan untuk mengamati tingkat
kelangsungan hidup, laju pertumbuhan dan menganalisis tingkat stres (gradien
osmotik, glukosa darah, hematologi, pH darah dan aktivitas lisozim). Setelah
masa transportasi, benih dari setiap perlakuan dipelihara 30 ekor per akuarium

pada media bersalinitas 0 ppt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan pascatransportasi tidak berbeda nyata
pada kepadatan yang berbeda serta pada perlakuan tanpa garam. Tingkat stres
perlahan telah kembali normal hingga hari ke-21 pemeliharaan.
Kata Kunci : Channa striata, garam, kepadatan, tingkat stres, transportasi

SUMMARY


JANNESA NASMI. Snakehead Seed Transportation with Different Densities in 3
ppt Salinity Media. Supervised by KUKUH NIRMALA and RIDWAN AFFANDI.
Snakehead is a freshwater fish which has a shape resembling the head of a
snake so-called Snakehead. Snakehead becomes economical aquaculture
commodities because its meat contain albumin which believed to accelerate the
post-surgery recovery and increase immunities. Snakehead’s rearing has a lot to
do in West Java and East Java. The supply of seed generally derived from South
Kalimantan and East Kalimantan. Snakehead’s rearing has a lot to do in West
Java and East Java. Because of the distance between seed’s sources and farm, the
larvae need to be transported.
One of the efforts to streamline transportation costs is increasing the
density of larvae in transport media. High density in closed transportation media
effects increased the concentration CO2. CO2 reacts with water and formed
carbonic acid (H2CO3) which can decrease the pH of water. Environmental
changing will cause stress that interfere with physiological conditions and can
eventually lead to death.
The oxygen consumption depends from energy. The more energy that
needed, the more oxygen consumed. Salt addition in transportation media can
reduce the osmoregulation energy budget of fish, because when environmental
salinity approach the salinity of fish, the less energy expended for maintaining

internal equilibrium. The aim of this research is to analyze the effects of 3 ppt salt
addition into the transportation media with the water quality, survival rate, daily
growth rate and post transportation stress levels.
High seeds densities in transportation media has become a problem
because it can decrease the value of dissolved oxygen and increase carbon dioxide
from the respiration process. High levels of carbon dioxide in water decrease the
pH of water. The present study was aimed to ensure the effect 3 ppt transportation
into media water salinity addition with different densities in the water quality,
suvival rate, daily growth rate and stress level after transportation.
This study was consisted of two phase, the first phase was fish
transportation for 24 hours and the second phase was rearing after-transportation
fish for 21 days. The first experiment was aimed to evaluate the effects of salt
addition with different densities of fish in maintaining water quality and survival
rate during transportation. Snakehead larvae’s transportation was done with five
treatments. The treatments consisted of a transportation media with no salinity
addition and stocked with 30 larvae.L-1 as the control, and four transportation
media with 3 ppt salt addition and different densities of seed (30, 45, 60 and 75
larvae.L-1). During the transportation, the water quality and survival rate were
determined. The first experiment showed that salt addition in transportation media
maintained the water quality and higher survival rate than control. The second

experiment aimed to evaluate the survival rate, growth rate and analyzing stress
level after transportation. After 24 hours transportation treatments, 30 larvae of
each treatment were stocked into tank with 0 ppt salinity media. The results

showed no significant differences in the survival rate and growth rate at the
different densities without salt addition. The levels of stress were slightly back to
normal in 21 days rearing.
Keywords : Channa striata, density, salt, stress level, transportation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TRANSPORTASI BENIH IKAN GABUS Channa striata

DENGAN KEPADATAN BERBEDA PADA
MEDIA BERSALINITAS 3 PPT

JANNESA NASMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Mia Setiawati, MSi


iii

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan berkah-Nya sehingga serangkaian karya ilmiah yang berjudul
“Transportasi Benih Ikan Gabus Channa striata dengan Kepadatan Berbeda pada
Media Bersalinitas 3 ppt” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan dengan hormat kepada Dr Ir Kukuh Nirmala,
MSc dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing selayaknya orang
tua yang telah banyak memberikan arahan dan masukan baik tekhnis maupun non
tekhnis kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terimakasih
juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Mia Setiawati MSi selaku dosen penguji luar
komisi pada ujian tesis atas segala saran yang diberikan sehingga tesis ini menjadi
lebih baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada ayahanda
Ir Nasril serta ibunda Ir Syafmimi dan juga adik-adik Jenitia Nasmi dan M
Hidayat Nasmi beserta keluarga besar atas segala dukungan, kesabaran,
pengertian, doa dan kasih sayangnya selama penulis menjalani masa studi.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada rekan rekan yang
selama masa studi dapat menjadi motivasi dan memberikan pengaruh yang positif
bagi penulis; Agustina Buulolo SPi; Anny Hary Ayu SPi; Humairani SPi MSi;
Asih Makarti Muktitama SPi; Yuliana Asri SPi MSi; Mufti Islam Insani SSi;
Shella Marlinda SPi; Christy Lopulisa SPi; serta keluarga besar Program Studi
Ilmu Akuakultur lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Faridan Muchlis Purdiansyah SKel atas segala motivasi
dan kesabaran yang diberikan selama penulis menjalani masa studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016

Jannesa Nasmi

v

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis

1
1

2
3
3

2

METODE
Penelitian Tahap 1
Waktu dan Tempat
Rancangan Percobaan
Pelaksanaan Penelitian
Parameter Uji
Analisis Data
Penelitian Tahap II
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan Penelitian
Parameter Uji
Analisis Data

3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
6
8

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian Tahap 1
Fisika-Kimia Air
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) selama Transportasi
Penelitian Tahap II
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) selama Pascatranspotasi
Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Gradien Osmotik (GO)
Respons Glukosa Darah
Respons pH Darah
Eritrosit (Sel Darah Merah)
Leukosit (Sel Darah Putih)
Hemoglobin
Hematokrit
Aktivitas Lisozim
Fisika-Kimia Air Pemeliharaan
Pembahasan

8
8
8
10
10
11
11
12
13
14
14
15
16
17
17
18
19
19

vii

4

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

25
25
25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

38

RIWAYAT

DAFTAR TABEL
1
2

Parameter pengukuran fisika-kimia air selama penelitian
Kisaran nilai fisika-kimia air pemeliharaan benih ikan gabus selama
21 hari pemeliharaan pascatransportasi

4
8

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Nilai parameter fisika-kimia air transportasi benih ikan gabus dengan
kepadatan berbeda pada media bersalinitas 3 ppt
Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gabus dengan kepadatan
berbeda pada media bersalinitas 3 ppt
Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Benih ikan gabus yang hidup selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi
Laju pertumbuhan harian benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Nilai gradien osmotik benih ikan gabus pascatransportasi
Kadar respons glukosa darah benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Kadar pH darah benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi
Kadar eritrosit benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi
Kadar leukosit benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi
Kadar hemoglobin benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi
Kadar hematokrit benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi
Kadar aktivitas lisozim benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pasctransportasi

9
11
12
12
13
14
13
14
16
16
17
18
18

viii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hasil analisis ragam tingkat kelangsungan hidup transportasi benih
ikan gabus dengan kepadatan berbeda pada media bersalinitas 3 ppt
Hasil analisis ragam tingkat kelangsungan hidup benih ikan gabus
selama 21 hari pemeliharaan pascatransportasi
Hasil analisis ragam laju pertumbuhan harian benih ikan gabus
selama 21 hari pemeliharaan pascatransportasi
Hasil analisis ragam gradien osmotik benih ikan gabus
pascatransportasi
Hasil analisis ragam glukosa darah benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Hasil analisis pH darah benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi
Hasil analisis ragam eritrosit benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Hasil analisis ragam leukosit benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Hasil analisis ragam hemoglobin benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Hasil analisis ragam hematokrit benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi
Hasil analisis ragam aktivitas lisozim benih ikan gabus selama 21 hari
pemeliharaan pascatransportasi

29
29
29
30
30
31
32
34
34
35
36

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan gabus (Channa striata) merupakan ikan tawar yang memiliki bentuk
kepala menyerupai ular sehingga disebut Snakehead. Ikan ini juga dikenal dengan
nama ikan kutuk, ikan haruan, ikan gapo, ikan dalak atau ikan jilo. Ikan gabus
menjadi komoditas budidaya ekonomis karena selain sebagai ikan konsumsi,
daging ikan gabus yang mengandung albumin berkhasiat mempercepat
pengeringan luka pascaoperasi dan meningkatkan daya tahan tubuh (Rahmawanty
et al. 2014). Sumber benih utama pada kegiatan budidaya ikan gabus adalah dari
hasil tangkapan alam (Muslim 2007). Menurut Pusdatin KKP (2014) volume
produksi perikanan tangkap di perairan umum pada tahun 2013 didominasi oleh
ikan gabus. Produksinya sebesar 36.205 ton dari total 408.364 ton produksi
perikanan tangkap di perairan umum. Saat ini kegiatan pembesaran ikan gabus
telah banyak dilakukan di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah, benih ikan gabus
yang digunakan umumnya didatangkan dari Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur yang merupakan daerah penghasil utama ikan gabus. Perbedaan jarak
antara lokasi penghasil benih dengan lokasi pembesaran menyebabkan butuhnya
transportasi benih untuk menunjang kegiatan produksi.
Transportasi ikan hidup terbagi dua, yaitu sistem kering dan sistem basah.
Transportasi sistem kering dilakukan dengan cara ikan dibius dan diangkut tanpa
menggunakan media air namun tetap menjaga suhu dan kelembapan media
transportasi (Sufianto 2008). Transportasi sistem basah terbagi atas dua metode
yakni sistem terbuka dan sistem tertutup. Transportasi sistem terbuka
menggunakan media air dengan pemberian aerasi secara terus menerus,
transportasi ini dilakukan untuk jumlah ikan yang diangkut relatif sedikit, jarak
tempuhnya dekat, serta dalam waktu yang relatif singkat. Pada penelitian ini
digunakan transportasi sistem tertutup karena transportasi ikan dapat dilakukan
dalam jumlah yang banyak, jarak yang jauh dan waktu yang relatif lama. Pada
transportasi sistem tertutup, ikan diangkut dalam wadah yang tertutup dengan
pemberian gas O2 dalam jumlah terbatas yang telah diperhitungkan sesuai dengan
kebutuhan selama pengangkutan (Wibowo 1993).
Salah satu upaya untuk mengefisiensikan biaya transportasi adalah dengan
menambah kepadatan ikan dalam media transportasi. Kepadatan ikan yang tinggi
dalam media transportasi tertutup menjadi masalah karena kebutuhan oksigen (O2)
juga semakin meningkat. Kebutuhan O2 yang meningkat menyebabkan CO2 di
perairan semakin meningkat karena proses respirasi. Tingginya kadar CO2
menyebabkan pH air menurun, karena CO2 yang bereaksi dengan air
menghasilkan asam karbonat (H2CO3). Perubahan kondisi lingkungan saat
transportasi menyebabkan ikan mengalami stres sehingga mempengaruhi kondisi
fisiologis ikan. Stres adalah suatu fenomena biologis yang non-spesifik dari suatu
perubahan lingkungan atau faktor lain yang mempengaruhi daya adaptasi
homeostasis. Proses perubahan tersebut akan mempengaruhi proses fisiologis
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan fisik bahkan kematian
(Makmur 2002).

2

Penelitian Wahyu (2015) transportasi ikan gabus dengan kepadatan 75
ekor.L-1 menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 69% dan kematian
total pada pemeliharaan hari ke-21. Oleh karena itu diperlukan teknologi
transportasi yang tepat untuk meningkatkan kelangsungan hidup ikan gabus. Pada
penelitian Emu (2010) bahwa penambahan garam di dalam media transportasi
ikan patin dapat mempertahankan kondisi kualitas air, mengurangi tingkat stres,
mempertahankan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan tetap tinggi
setelah dilakukannya transportasi. Penambahan garam di dalam media dapat
membantu ikan dalam mengurangi penggunaan energi, karena apabila salinitas
lingkungan mendekati salinitas cairan tubuh ikan, maka energi hasil metabolisme
hanya sedikit yang digunakan untuk penyesuaian diri dengan tekanan osmotik
lingkungan. Kondisi ini membuat ikan menjadi lebih tenang, sehingga
mengurangi jumlah konsumsi oksigen (Marlina 2011). Selain itu, garam juga
digunakan untuk mengurangi toksisitas amonia di dalam air karena jika laju
metabolisme meningkat maka laju eksresi juga ikut meningkat (Nirmala et al.
2012).
Konsentrasi salinitas yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada
penelitian Purnamawati & Dewantoro (2016) yang menyatakan bahwa salinitas
air yang baik untuk pertumbuhan ikan gabus adalah sebesar 3 ppt. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian transportasi ikan gabus dengan penambahan garam 3
ppt untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan kepadatan yang maksimal
dalam transportasi sehingga menghasilkan metode transportasi yang lebih baik.

Rumusan Masalah
Salah satu upaya untuk mengefisiensikan biaya transportasi adalah dengan
menambah kepadatan ikan dalam media transportasi. Namun, kepadatan ikan
yang tinggi dalam media transportasi menyebabkan tingginya jumlah kematian
ikan. Kepadatan dalam media transportasi tertutup berpengaruh terhadap
kebutuhan oksigen. Semakin banyak oksigen yang diserap ikan maka kandungan
CO2 meningkat karena proses respirasi. Senyawa CO2 bereaksi dengan air
menghasilkan asam karbonat (H2CO3) yang dapat menurunkan pH di air.
Perubahan kondisi lingkungan ini akan menyebabkan ikan mengalami stres
sehingga mengganggu kondisi fisiologis dan akhirnya dapat menyebabkan
kematian. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian untuk mengurangi jumlah
konsumsi oksigen pada ikan gabus selama transportasi. Jumlah konsumsi oksigen
dipengaruhi oleh energi yang digunakan. Semakin banyak energi digunakan maka
jumlah konsumsi oksigen semakin meningkat. Penambahan garam di dalam media
dapat membantu ikan dalam menggurangi penggunaan energi karena apabila
salinitas lingkungan mendekati salinitas cairan tubuh ikan, maka energi hasil
metabolisme hampir tidak dipergunakan untuk penyesuaian diri dengan tekanan
osmotik lingkungan. Konsentrasi garam yang digunakan pada penelitian ini
mengacu pada penelitian Purnamawati & Dewantoro (2016) bahwa salinitas air
yang baik untuk pertumbuhan ikan gabus adalah sebesar 3 ppt.

3

Tujuan

1.

2.
3.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
Menganalisis pengaruh penambahan garam ke dalam media transportasi
dengan kepadatan ikan yang berbeda terhadap perubahan kondisi kualitas air
dan kelangsungan hidup ikan gabus selama transportasi.
Menganalisis tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan dan tingkat stres
selama 21 hari pemeliharaan pascatransportasi.
Menentukan kepadatan maksimal ikan gabus dalam transportasi sistem
tertutup.
Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah penambahan garam 3 ppt
pada media transportasi ikan gabus dapat mempertahankan kualitas air tetap baik
dan mengurangi tingkat stres ikan sehingga akan diperoleh kelangsungan hidup
yang tinggi.

2 METODE
Penelitian dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu penelitian Tahap I
(transportasi) dan Tahap II (pemeliharaan pascatransportasi). Penelitian Tahap I
bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penambahan garam
terhadap perubahan kondisi kualitas air pada saat transportasi ikan gabus. Ikan
gabus yang telah ditransportasi pada penelitian Tahap I kemudian pada Tahap II
dipelihara dengan tujuan untuk melihat pengaruh transportasi terhadap tingkat
stres.
Penelitian Tahap I
Waktu dan Tempat
Penelitian Tahap I dilaksanakan pada pada tanggal 15 November–16
November 2015 selama 24 jam. Transportasi dilakukan dari tempat pengambilan
ikan “Andhi Fish Farm” di Yogyakarta ke stasiun kota Yogyakarta dengan
menggunakan mobil selama ±7 jam. Lalu dari stasiun Yogyakarta menuju stasiun
Senen Jakarta dengan menggunakan kereta api selama ±9 jam, dari stasiun Senen
Jakarta menuju kampus IPB Dramaga dengan menggunakan mobil selama ±5 jam.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5
perlakuan dan 4 ulangan, yaitu :

4

K = 30 ekor ikan gabus (tanpa garam)
A = 30 ekor ikan gabus
B = 45 ekor ikan gabus
C = 60 ekor ikan gabus
D = 75 ekor ikan gabus
Keterangan : perlakuan A, B, C dan D dengan media bersalinitas 3 ppt
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Biota uji yang digunakan adalah ikan gabus dengan ukuran bobot rata-rata
2,6±0,2 g dan panjang 6,6±0,2 cm. Benih berasal dari hasil budidaya pembenihan
ikan air tawar milik “Andhi Fish Farm” di Yogyakarta. Benih ikan gabus yang
digunakan adalah benih yang sehat, bugar dan tidak cacat fisik.
Wadah yang digunakan selama transportasi adalah kantong plastik
polyethylene dan kotak Styrofoam. Kantong plastik polyethylene (PE) yang
digunakan berukuran 28x50 cm2. Salah satu bagian ujung kantong plastik
dipasang keran aerasi untuk memudahkan pengambilan sampel air.
Kegiatan Transportasi
Sebelum dilakukan transportasi ikan gabus dipuasakan selama 2 hari, hal ini
bertujuan mengurangi laju metabolisme dan mengurangi pembuangan feses.
Masing-masing kantong plastik diisi air 1,2 liter dan ditambahkan garam sebesar 3
ppt. Ikan dimasukkan kedalam masing-masing kantong plastik sesuai dengan
perlakuan kepadatan. Setiap kantong diinjeksi oksigen murni dengan
perbandingan 1:3 (air:oksigen). Kantong diikat dengan karet lalu dimasukkan ke
dalam kotak styrofoam. Pada setiap styrofoam diberi es batu dan ditutup rapat.
Lalu dilakukan transportasi selama 24 jam. Selama transportasi dilakukan
pengambilan sampel air sebanyak 20 mL per kantong pada jam ke- 0, 6, 12, 18
dan 24 untuk pengamatan perubahan kondisi kualitas air. Pengamatan tingkat
kelangsungan hidup dilakukan pada jam ke-24 transportasi.
Parameter Uji
Parameter Fisika-Kimia Air
Parameter fisika-kimia air yang diukur antara lain suhu, oksigen terlarut
(OT), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan pH air (Tabel 1).
Tabel 1 Parameter pengkuran fisika-kimia air selama penelitian
Fisika-kimia air
Satuan
Alat ukur/Metode
o
C
Suhu
Termometer
Oksigen terlarut (OT)
mg.L-1
DO-meter
-1
Amonia (NH3)
mg.L
Spektrofotometer
Karbondioksida (CO2)
mg.L-1
Titrasi
pH air
pH-meter

5

Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan Ricker (1975):
TKH =

x 100

Keterangan :
TKH = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt
= Jumlah ikan pada akhir transportasi (ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal transportasi (ekor)

Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi dengan Microsoft Excel 2010. Parameter
tingkat kelangsungan hidup dianalisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan
95% dengan bantuan perangkat lunak SPSS 17.0. Apabila data berbeda nyata
maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Parameter fisika-kimia air dianalisis secara
deskriptif yang disajikan dalam bentuk grafik.

Penelitian Tahap II
Waktu dan Tempat
Penelitian Tahap II dilaksanakan pada tanggal 16 November–7 Desember
2015 selama 21 hari. Pemeliharaan ikan gabus pascatransportasi dilakukan di
Laboratorium Lingkungan BDP FPIK IPB, Departemen Budidaya Perairan (BDP),
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji osmolaritas
di Laboratorium Embriologi FKH IPB. Uji glukosa darah ikan dilakukan di
Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB. Uji hematologi
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan BDP FPIK IPB. Uji aktivitas lisosim
dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik. Uji
fisika-kimia air dan pH darah dilakukan di Laboratorium Lingkungan BDP FPIK
IPB.

Pelaksanaan Penelitian
Setelah ditransportasi ikan dibongkar dan dipelihara untuk mengetahui
adanya efek dari transportasi. Pemeliharaan ini dilakukan selama 21 hari dalam
media akuarium berukuran 1,0x0,5x0,5 m3 dengan padat tebar awal 30 ekor ikan
per-akuarium dan salinitas media air pemeliharaan sebesar 0 ppt. Benih ikan
gabus dipelihara dan diberi pakan berupa pelet dengan metode at satiation.
Selama 21 hari pemeliharaan dilakukan pengamatan parameter performa
ikan (tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan harian), tingkat stres
(gradien osmotik, glukosa darah, pH darah, hematologi dan aktivitas lisozim) dan
fisika-kimia air (suhu, oksigen terlarut, NH3, CO2 dan pH air). Pengamatan

6

dilakukan pada hari ke-0, hari ke-1, hari ke-4, hari ke-7, hari ke-14 dan hari ke-21.
Pengamatan respons tingkat stres dilakukan melalui pengujian pada sampel darah
ikan. Sampel darah diambil sebanyak 0,5 ml pada masing-masing ulangan.
Pengambilan sampel darah dilakukan dengan menggunakan syringe 1 ml pada
vena caudalis.
Parameter Uji
Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus Ricker
(1975):

LPH =
Keterangan :
α
= Laju pertumbuhan harian (%)
Wt = Berat rata-rata pada akhir pemeliharaan
W0 = Berat rata-rata pada awal pemeliharaan
t
= Periode penelitian (hari)
Gradien Osmotik (GO)
Pengukuran GO dilakukan untuk mengetahui tekanan osmotik antara media
dan organisme akibat pemberian garam kedalam wadah transportasi. Pengukuran
gradien osmotik dengan mengukur cairan osmolaritas darah dan air media,
kemudian dilakukan pengukuran menggunakan alat Osmometer Automatik
Roebling. Perhitungan gradien osmotik dihitung dengan menggunakan rumus
menurut Anggoro (1992), yaitu :
GO (Osmol.kg-1) = [Nilai tekanan osmotik plasma–Nilai tekanan osmotik media]
Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah diukur dengan metode Wedemeyer & Yasutake (1977).
Plasma sebanyak 50 μl ditambahkan ke dalam 3,5 ml reagen warna ortho-toluidin
dalam asam asetat glasial. Campuran tersebut dimasukkan dalam air mendidih
selama 10 menit. Setelah didinginkan dalam suhu ruang, nilai absorbsinya diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 635 nm. Kadar glukosa darah
dihitung dengan rumus sebegai berikut :

GD =

x GSt

Keterangan:
GD = Konsentrasi glukosa darah (mg.dL-1)
AbsSp = Absorbansi sampel
AbsSt = Absorbansi standar

7

GSt = Konsentrasi glukosa standar (mg.dL-1)
Hematologi (gambaran darah)
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan syringe steril pada
bagian vena caudalis ikan uji. Sebelum digunakan, jarum suntik terlebih dahulu
dibasahi dengan Na-Sitrat 3,8% yang berfungsi sebagai antikoagulan. Sampel
darah diambil untuk pengukuran parameter jumlah eritrosit, jumlah leukosit,
hemoglobin dan hematokrit.
- Jumlah sel darah merah (eritrosit)
Jumlah eritrosit dihitung menurut metoda Blaxhall dan Daisley (1973).
Sampel darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah
putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan
menggunakan pipet pencampur berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk.
Darah dihisap dengan pipet hingga skala 1, kemudian dihisap larutan Hayem
hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pipet digoyang selama 15 menit
agar darah tercampur secara merata, sedangkan larutan pada ujung pipet yang
tidak tercampur segera dibuang. Darah yang teraduk diteteskan kedalam
hemositometer yang dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh
permukaan yang berskala, selanjutnya dilakukan penghitungan dibawah
mikroskop.
- Jumlah sel darah putih (leukosit)
Jumlah leukosit dihitung dengan metoda Blaxhall dan Daisley (1973).
Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel darah
merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan leukosit
digunakan pipet berskala maksimal 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula
darah dihisap hingga skala 1, kemudian dilanjutkan dengan menghisap larutan
Turks hingga skala 11. Pencampuran dilakukan dengan mengaduk pipet selama 15
menit agar darah tercampur secara merata. Setelah pencampuran selesai, teteskan
kedalam hemositometer yang dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh
permukaan yang berskala, selanjutnya dilakukan penghitungan leukosit dibawah
mikroskop.
- Kadar hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli (Wedemeyer dan Yasutake,
1977) yaitu dengan mengisi tabung sahlinometer dengan larutan HCl 0,1 N
sampai garis skala 10 merah, kemudian ditempatkan diantara 2 tabung warna
standar. Darah ikan dari tabung mikro diambil dengan pipet Sahli sebanyak 0,02
mL dan dimasukkan ke tabung Sahli, kemudian didiamkan selama 3 menit.
Selanjutnya ditambahkan akuades dengan pipet tetes sedikit demi sedikit dan
diaduk sampai berubah warna tepat sama dengan warna standar. Kadar
hemoglobin dinyatakan dalam g.dL-1 pada skala kuning.
- Kadar hematokrit (Ht)
Kadar hematokrit diukur dengan metode Anderson dan Siwicki (1993),
yaitu darah dihisap dengan menggunakan tabung dengan tabung kapiler
(mikrohematokrit) hingga ¾ bagian tabung, lalu ujung tabung ditutup dengan
crytoceal. Setelah itu, tabung mikrohematokrit yang berisi darah disentrifugasi
pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Perhitungan hematokrit dilakukan
dengan cara membandingkan panjang endapan darah terhadap panjang total
seluruh darah skala hematokrit dinyatakan dalam persentase hematokrit (%).

8

Aktivitas Lisozim
Aktivitas lisozim diukur dengan metode Ellis (1990). Plasma (30 µl)
ditambahkan suspensi cair bakteri Micrococcus lysodeikiticus (sigma) sebanyak
170 µl (0,2 mg.mL-1) dalam 0,1 M Phosphate buffered saline pH 6,2 pada suhu 25
ºC. Dilakukan dua kali pembacaan adsorpsi pada panjang gelombang 540 nm di
Microplate reader (Kayto RT-2100C) selama 30 detik pencampuran dan 30 menit
pencampuran. Unit aktivitas lisozim akan dibatasi sejumlah enzim yang
menyebabkan penurunan absorbans 0,001 min-1.

Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi dengan Microsoft Excel 2010. Parameter
tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, gradien osmotik, glukosa
darah, pH darah, hematologi dan aktivitas lisozim dianalisis ragam (ANOVA)
pada selang kepercayaan 95% dengan bantuan perangkat lunak SPSS 17.0.
Apabila data berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Parameter
fisika-kimia air dianalisis secara deskriptif.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Penelitian Tahap I
Kegiatan penelitian tahap I adalah transportasi. Parameter yang diamati
meliputi fisika-kimia air (suhu, oksigen terlarut, NH3, CO2 dan ph air) dan tingkat
kelangsungan hidup selama transportasi.
Parameter Fisika-Kimia Air selama Transportasi
Pengamatan terhadap parameter fisika-kimia air pada transportasi selama 24
jam menunjukkan bahwa kualitas air semakin memburuk dengan bertambahnya
waktu transportasi. Data hasil pengukuran fisika-kimia air disajikan pada Gambar
1.

9
Oksigen terlarut (mg.L-1)

10

28

Suhu (˚C)

21
14
7
0

8
6
4
2
0

0

6

12
18
Jam ke-

24

0

6

24

(b)

0.04

40

0.03

30

CO2 (mg.L-1)

NH3 (mg.L-1)

(a)

12
18
Jam ke-

20

0.02
0.01

10

0.00

0
0

6

12
18
Jam ke-

24

(c)

0

6

12
18
Jam ke-

24

(d)

10

pH

8
6
4
2
0
0

6

12
18
Jam ke-

24

(e)
Gambar 1 Nilai parameter fisika-kimia air selama transportasi benih ikan gabus
dengan kepadatan berbeda pada media bersalinitas 3 ppt;
(a) suhu ; (b) oksigen terlarut; (c) NH3; (d) CO2; (e) pH
Suhu pada jam ke-6 mengalami penurunan akibat penambahan es batu dan
pada jam berikutnya perlahan mengalami kenaikan. Suhu dalam media
pengepakan selama 24 jam berkisar 22-27oC.
DO pada jam ke-6 mengalami kenaikan karena terjadi difusi oksigen
akibat goncangan saat transportasi dan pada jam berikutnya mulai mengalami
penurunan. Konsentrasi DO pelakuan 30 (tanpa garam) pada jam ke-24 memiliki
nilai terkecil sebesar 4,7±0,19 mg.L-1. Menurunnya nilai DO juga seiring semakin
tingginya kepadatan pada suatu media transportasi, yaitu pada perlakuan 75 ekor

10

sebesar 5,4±0,10 mg.L-1, perlakuan 60 ekor sebesar 6,3±0,14 mg.L-1, perlakuan 45
ekor sebesar 6,8±0,13 mg.L-1 dan perlakuan 30 ekor (3 ppt garam) sebesar
6,8±0,06 mg.L-1.
Konsentasi NH3 dari setiap perlakuan mengalami peningkatan konsentrasi
seiring dengan semakin lamanya waktu transportasi. Pada jam ke-24 dapat dilihat
bahwa konsentrasi NH3 terendah pada perlakuan 30 ekor (3 ppt garam) sebesar
0,025±0,001 mg.L-1, diikuti oleh perlakuan 45 ekor sebesar 0,026±0,001 mg.L-1,
perlakuan 60 ekor sebesar 0,028±0,000 mg.L-1, perlakuan 75 ekor sebesar
0,031±0,001 mg.L-1 dan perlakuan 30 ekor (tanpa garam) memiliki konsentrasi
NH3 tertinggi yaitu sebesar 0,031±0,001 mg.L-1.
Konsentrasi CO2 dalam media air pengangkutan terus mengalami
peningkatan dari jam ke-0 hingga jam ke-24. Pada jam ke-24 konsentrasi CO2
tertinggi terdapat pada perlakuan 30 ekor (tanpa garam) sebesar 37,40±0,02
mg.L-1. Semakin tinggi jumlah kepadatan dalam media transportasi menyebabkan
konsumsi oksigen semakin banyak. Konsentrasi CO2 tertinggi pada perlakuan 75
ekor sebesar 31,24±0,03 mg.L-1, perlakuan 60 ekor sebesar 25,30±0,03 mg.L-1,
perlakuan 45 ekor sebesar 21,78±0,03 mg.L-1 dan terkecil pada perlakuan 30 ekor
sebesar 15,40±0,02 mg.L-1.
Nilai pH mengalami penurunan, hal ini dikarenakan semakin
meningkatnya kadar CO2 seiring dengan bertambahnya waktu transportasi. Nilai
pH dalam media pengepakan selama 24 jam berkisar antara 6,8-7,1.

Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) Benih Ikan Gabus selama Transportasi
Tingkat kelangsungan hidup ikan gabus selama transportasi dapat dilihat
pada Gambar 2. TKH transportasi tertinggi pada perlakuan 30 ekor (3 ppt garam)
dan 45 ekor sebesar 100%, kemudian TKH pada perlakuan 60 ekor dan 75 ekor
sebesar 99,58±0,83% dan 97,67±2,00% dan TKH terendah pada perlakuan 30
ekor (tanpa garam) sebesar 92,50±4,19%. Pengamatan nilai TKH pada perlakuan
yang diberi garam 3 ppt dengan kepadatan yang berbeda tidak beda nyata
(p>0,05), namun beda nyata (p0,05)

Ikan gabus yang hidup (ekor)

Terdapat banyak kematian ikan gabus pada hari pertama pascatransportasi
(Gambar 4). Kematian tertinggi pada perlakuan 30 ekor (tanpa garam) sebanyak 7
ekor, selanjutnya pada perlakuan 75 ekor sebanyak 3 ekor. Pada perlakuan 60
ekor, 45 ekor dan 30 ekor (3 ppt garam) terdapat jumlah kematian yang sama
sebanyak 2 ekor. Hal ini dikarenakan saat pembongkaran ikan langsung ditebar
kedalam media pemeliharaan dengan salinitas 0 ppt. Perubahan kondisi
lingkungan ini menyebabkan ikan semakin stres dan mengalami kematian. Pada
hari ke-4 hingga hari ke-21 tidak terdapat banyak kematian karena ikan telah
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan pemeliharaan.
30
25
20
15
10
5
0
0

1

4
7
Hari ke-

14

21

Gambar 4 Benih ikan gabus yang hidup selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi

Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju pertumbuhan harian benih ikan gabus selama 21 hari pemeliharaan
pascatransportasi dapat dilihat pada Gambar 5. LPH tertinggi pada perlakuan 30
ekor (3 ppt garam) sebesar 1,99±0,15%, kemudian secara berturut-turut diikuti
oleh perlakuan 75 ekor, 45 ekor, 30 ekor (tanpa garam) dan 60 ekor sebesar

13

1,91±0,07%, 1,78±0,11%, 1,64±0,26% dan 1,62±0,19%. Hasil analisis statistik
menunjukkan laju pertumbuhan harian pada setiap perlakuan tidak beda nyata
(p>0,05) (Lampiran 3). Hal ini berarti pemberian garam dan kepadatan ikan saat
transportasi tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan harian pascatransportasi.
a

LPH (%)

2.0

a

a

a

a

B
Perlakuan

C

1.5
1.0
0.5
0.0
K

A

D

Gambar 5 Laju pertumbuhan harian benih ikan gabus pada pemeliharaan 21 hari
pascatransportasi. Huruf kecil yang sama dalam grafik menunjukkan
beda nyata (p>0,05).

Gradien Osmotik (GO)
Hasil pengukuran gradien osmotik pada ikan gabus normal dan
pascatransportasi dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai GO pada ikan gabus normal
sebesar 0,301±0,002 osmol.kg-1. Nilai GO tertinggi pada perlakuan 30 ekor (tanpa
garam) sebesar 0,335±0,002 osmol.kg-1, sedangkan perlakuan 30 ekor (3 ppt
garam) sebesar 0,240±0,014 osmol.kg-1, perlakuan 45 ekor sebesar 0,242±0,02
osmol.kg-1, perlakuan 60 ekor sebesar 0,246±0,02 osmol.kg-1 dan perlakuan 75
ekor sebesar 0,233±0,03 osmol.kg-1. Perlakuan (30 ekor) tanpa garam berbeda
nyata (p