Aplikasi Rizobakteri Dan Pupuk Nitrogen Untuk Meningkatkan Produksi Dan Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea Mays L.).

APLIKASI RIZOBAKTERI DAN PUPUK NITROGEN UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU FISIOLOGIS
BENIH JAGUNG (Zea mays L.)

FAJRINA ISHMAH ADZHANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Rizobakteri
dan Pupuk Nitrogen untuk Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih
Jagung (Zea mays L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Fajrina Ishmah Adzhani
NIM A24110089

ABSTRAK
FAJRINA ISHMAH ADZHANI. Aplikasi Rizobakteri dan Pupuk Nitrogen untuk
Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.).
Dibimbing oleh CANDRA BUDIMAN.
Peningkatan produktivitas jagung dapat dilakukan melalui pemupukan urea.
Penggunaan agens hayati seperti rizobakteri dapat meningkatkan produksi
tanaman dan efisiensi penggunaan pupuk urea. Penelitian ini bertujuan
menemukan kombinasi jenis formulasi rizobakteri untuk mengurangi pengunaan
dosis pupuk urea tanpa menurunkan produksi dan mutu fisiologis benih jagung.
Benih yang digunakan adalah benih kelas benih pokok varietas Srikandi Kuning-1
yang didapatkan dari Balitsereal, Maros, Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan di
Kebun Percobaan Sawah Baru, Babakan Dramaga, Bogor, dan Laboratorium
Pengujian dan Penyimpanan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari hingga Mei

2015. Rancangan yang digunakan adalah Petak Terbagi Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak dengan tiga ulangan sebagai kelompok. Pemberian pupuk urea
dengan dosis 150–300 kg ha-1 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada tiap
komponen pertumbuhan tanaman, bobot tongkol tanpa kelobot, dan bobot 1000
butir. Terdapat interaksi yang nyata antara pemupukan urea dan rizobakteri pada
indeks vigor benih. Pemberian dosis pupuk urea 300 kg ha-1 dengan formulasi
rizobakteri A menunjukkan indeks vigor tertinggi yaitu 55.70%. Perlakuan
rizobakteri tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komponen produksi
jagung. Tidak adanya interaksi yang nyata antara aplikasi rizobakteri dengan
pemupukan urea terhadap produksi jagung, sehingga penggunaan rizobakteri
belum dapat menurunkan dosis pupuk urea terhadap hasil produksi jagung.
Kata kunci : priming, Srikandi Kuning-1, urea

ABSTRACT
FAJRINA ISHMAH ADZHANI. Rhizobacteria Applications and Nitrogen
Fertilizer for Increased Production and Physiological Seed Quality of Maize (Zea
mays L.). Supervised by CANDRA BUDIMAN.
The increase of maize productivity can also be done through urea
fertilization. The use of biological agents such as rhizobacteria can increasing
plant production and efficiency of using N fertilizer. The research was aimed to

find combination types of rhizobacteria formulation and dosage of nitrogen
fertilization that effective and efficient in order to decrease the use of nitrogen
fertilizer without reduce yield and physiological seed quality of maize. The seed
that used in this research was stock seed of Srikandi Kuning-1 that obtained from
Balitsereal, Maros, South Sulawesi. This research was conducted at Sawah Baru
experiment station, Babakan, Dramaga, Bogor, and Laboratory of Testing and
Seed Storage, Department of Agronomy and Horticulture, IPB. This research was
conducted from January 2015 to May 2015. The design was arranged in Split Plot
Randomized Complete Block Design with three replications. Urea fertilization

with a dose of 150–300 urea kg ha-1 has the highest value of component of planth
growth, weight without husk maize, and 1000 grain weight. There was
siginificantly different interaction between urea fertilization and rhizobacteria on
seed vigor index. Urea fertilization with a dose 300 kg urea ha-1 and formulations
of rhizobacteria A showed the highest seed vigor index which was 55.70%.
Treatment of urea fertilization has significantly different on planth grows
variables, namely on plant height, number of leaves, and leaf area index also in
yield components variables, namely on weight with husk maize, weight without
husk maize, 1000 grain weight of maize, and production of maize per hectare.
Treatment of rhizobacteria has no significantly different on maize production

components. There was no significantly interaction between rhizobacteria
application and urea fertilization towards maize production. Rhizobacteria use
hasn’t been able to decrease the dose of urea fertilization for maize production.
Keywords: priming, Srikandi Kuning-1, urea

APLIKASI RIZOBAKTERI DAN PUPUK NITROGEN UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU FISIOLOGIS
BENIH JAGUNG (Zea mays L.)

FAJRINA ISHMAH ADZHANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul Skripsi : Aplikasi Rizobakteri dan Pupuk Nitrogen untuk Meningkatkan
Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.)
Nama
: Fajrina Ishmah Adzhani
NIM
: A24110089

Disetujui oleh

Candra Budiman, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari–Mei 2015 ini ialah
perlakuan benih dengan menggunakan agens hayati untuk peningkatan mutu benih
jagung, dengan judul Aplikasi Rizobakteri dan Pupuk Nitrogen untuk
Meningkatkan Produksi dan Mutu Fisiologis Benih Jagung (Zea mays L.).
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kombinasi jenis rizobakteri dan dosis
pupuk N yang efektif dan efisien agar mengurangi penggunaan dosis pupuk N
tanpa menurunkan produksi dan mutu fisiologis benih jagung. Penelitian
dilaksanakan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Dramaga, Bogor, dan
Laboratorium Pengujian dan Penyimpanan Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Beasiswa Bidik Misi DIKTI yang sudah memberikan bantuan biaya SPP dan
penelitian kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan
tugas akhirnya dengan lancar
2. Ayah M Subur, Mama Evy Kurniyanti, adik Fahmi Ibnu Salam, dan Sabrina

Inayah Ramadhani yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa
yang selalu mengiringi langkah penulis
3. Candra Budiman, SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas dukungan
baik moral maupun arahan yang diberikan selama membimbing penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini
4. Prof Dr Ir M.A. Chozin, MAgr, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan motivasi
5. Semua teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 yang telah
membantu, memberikan dukungan moral dalam menyelesaikan rangkaian
penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2015
Fajrina Ishmah Adzhani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani Jagung

2

Rizobakteri

2

Pemupukan Nitrogen pada Jagung

3


Mutu Fisiologis Benih

4

METODE

5

Tempat dan Waktu Penelitian

5

Bahan

5

Alat

6


Metode Percobaan

6

Prosedur Percobaan

6

Prosedur Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

9
9

Pertumbuhan Tanaman

10

Hasil dan Komponen Hasil

14

Pengujian Mutu Benih

17

KESIMPULAN DAN SARAN

19

Kesimpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7

8

Tinggi tanaman jagung pada perlakuan dosis pemupukan urea
dan rizobakteri yang berbeda
Jumlah daun tanaman jagung pada perlakuan dosis pemupukan
urea dan rizobakteri yang berbeda
Indeks luas daun tanaman jagung umur 60 HST pada perlakuan
pemupukan urea dan rizobakteri yang berbeda
Rekapitulasi sidik ragam peubah komponen hasil tanaman
Jumlah tongkol, bobot tongkol berkelobot, jumlah tongkol tanpa
kelobot, bobot 1000 butir, dan potensi hasil per ha pada
perlakuan pemupukan urea dan rizobakteri yang berbeda
Rekapitulasi sidik ragam peubah mutu fisiologis benih
Daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan berat kering
kecambah normal pada perlakuan pemupukan urea dan
rizobakteri yang berbeda
Pengaruh interaksi pemberian dosis pupuk urea dan rizobakteri
terhadap indeks vigor

11
12
13
14
15

16
17

18

DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi pertanaman yang diserang hama dan penyakit

10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Deskripsi varietas Srikandi Kuning-1
Denah tata letak petak percobaan
Kandungan rizobakteri pada formulasi rizobakteri A
Kandungan rizobakteri dan unsur hara pada formulasi rizobakteri B
Kandungan rizobakteri dan unsur hara pada formulasi rizobakteri C
Data sebaran curah hujan harian pada stasiun klimatologi Dramaga,
Bogor selama periode percobaan

24
25
25
25
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia
terpenting, selain padi dan gandum. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok (Reski
2012). Menurut BPS (2015) produksi jagung tahun 2015 diperkirakan sebanyak
20.67 juta ton pipilan kering atau mengalami kenaikan sebanyak 1.66 juta ton
dibandingkan tahun 2014. Peningkatan produksi diperkirakan terjadi karena
kenaikan luas panen seluas 160.48 ribu hektar dan kenaikan produktivitas sebesar
2.16 kuintal ha-1. Meskipun produksi jagung pada tahun 2015 diperkirakan
mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2014 namun jumlah tersebut belum
dapat mencukupi kebutuhan jagung yang diperkirakan mencapai 22.10 juta ton
(Dirjen Pangan 2015).
Peningkatan produksi jagung dapat diperoleh dengan menggunakan benih
bermutu dari varietas unggul akan menjamin pertanaman yang bagus serta hasil
produksi yang tinggi. Suherman dan Awaludin (2007) menyatakan bahwa benih
jagung bermutu yang murni dari varietas jagung komposit dapat menjamin
tercapainya produksi yang tinggi. Petani umumnya juga menggunakan benih
jagung varietas komposit yang dapat digunakan di musim tanam selanjutnya
untuk menghemat biaya produksi dan menghasilkan produksi yang tinggi. Hasil
produksi jagung yang tinggi bukan hanya didapat dengan menggunakan benih
jagung bermutu varietas komposit tapi juga dapat dilakukan melalui pemupukan
nitrogen (N). Salah satu sumber nitrogen yang umum digunakan petani adalah
pupuk urea, namun petani umumnya menggunakan pupuk urea dalam jumlah
besar hingga 450 kg urea ha-1 untuk pertanaman jagung dimana dosis pupuk urea
yang direkomendasikan adalah 300 kg urea ha-1. Penggunaan pupuk urea yang
berlebih dapat menyebabkan batang tanaman menjadi kurang kuat, mudah roboh,
mudah terserang penyakit (Villegas dan Fenner 1970). Penggunaan pupuk urea
berlebih juga menyebabkan pencemaran tanah sehingga kesuburan tanah menurun
sehingga berdampak secara langsung menurunkan produksi jagung.
Penggunaan agen hayati seperti rizobakteri merupakan solusi dan peluang
yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan produksi tanaman namun tetap
menjaga kesuburan tanah. Penggunaan rizobakteri sebagai pupuk hayati di
Indonesia untuk meningkatkan produksi hasil pertanian belum banyak dilakukan,
meskipun berbagai artikel menunjukkan bahwa rizobakteri berpotensi
meningkatkan produksi hasil pertanian (Hipi et al. 2013). Salah satu metode
dalam aplikasi rizobakteri adalah perlakuan benih dengan menggunakan
rizobakteri. Sehingga perlakuan benih dengan menggunakan rizobakteri pada
benih jagung diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan mutu
benih jagung serta menekan penggunaan pupuk urea pada pertanaman jagung.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menemukan kombinasi jenis rizobakteri dan dosis
pupuk urea yang efektif dan efisien agar mengurangi penggunaan dosis pupuk
urea tanpa menurunkan produksi dan mutu fisiologis benih jagung.
Hipotesis
Terdapat pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap produksi jagung. Terdapat
interaksi antara rizobakteri pada perlakuan benih dengan dosis pupuk urea
terhadap produksi jagung. Penggunaan rizobakteri dapat menurunkan dosis pupuk
urea tanpa menurunkan produksi jagung.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Jagung
Jagung merupakan tanaman berumah satu Monocioeus yang letak
bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas
pertumbuhan dan hasil. Ditinjau dari segi kondisi lingkungan, tanaman C4
mampu beradaptasi terhadap terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasi
surya tinggi dengan perbedaan suhu siang dan malam yang tinggi, curah hujan
rendah dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu tinggi serta kesuburan tanah
yang relatif rendah (Muhadjir 1988). Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada
fase awal sampai masak fisiologis membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg ha-1
(Halliday dan Trenkel 2000).
Jagung umumnya dapat dipanen pada umur 86–96 hari setelah tanam,
namun untuk varietas Srikandi Kuning-1 panen dilakukan saat tanaman
mencapai masak fisiologis yaitu saat umur ± 105–110 hari setelah tanam
(Balitsereal 2012). Jagung siap panen ditandai dengan terbentuknya lapisan hitam
di ujung biji dan kulit tongkol (klobot) sudah mengering atau berwarna coklat
muda. Biasanya panen dilakukan pada saat tongkol berumur 7-8 minggu setelah
keluar bunga dan dapat juga ditandai dengan penampakan biji jagung yang
mengkilap jika tongkol dikupas. Selain itu, jika biji ditekan dengan tangan tidak
meninggalkan bekas melekuk, dan kadar air dalam biji sudah mencapai 35 – 40%.
Rizobakteri
Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPTT) atau populer disebut plant
growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri
menguntungkan yang agresif mengkolonisasi rizosfer (lapisan tanah tipis antara
1–2 mm di sekitar zona perakaran). Menurut Haas dan Defago (2005), rizobakteri
mempunyai banyak manfaat antara lain penyedia unsur hara melalui fiksasi
nitrogen, dan penghasil zat pengatur tumbuh seperti sitokinin, giberelin, dan

3
auksin. Penggunaan rizobakteri sebagai pupuk hayati di Indonesia untuk
meningkatkan produksi hasil pertanian belum banyak dilakukan, meskipun
berbagai artikel menunjukkan bahwa rizobakteri berpotensi meningkatkan
produksi hasil pertanian (Hipi 2013). Egamberdiyeva et al. (2007) menyatakan
bahwa keuntungan teknologi pupuk hayati selain meningkatkan pertumbuhan
dan produksi tanaman, juga dapat meminimalkan biaya produksi dan menurunkan
kerusakan lingkungan akibat polusi penggunaan bahan kimia. Aktivitas RPTT
memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas kemampuannya
menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur
hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai
fitohormon pemacu tumbuh. Pengaruh tidak langsung berkaitkan dengan
kemampuan RPTT menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai
senyawa atau metabolit seperti antibiotik dan siderophore (Kloepper et al. 1991;
Kloepper 1993; Glick 1995).
Glick et al. (2007) melaporkan bahwa fungsi rizobakteri terhadap
pertumbuhan tanaman adalah membantu dalam memperoleh nutrisi seperti
nitrogen, fosfor atau besi, mencegah perkembangbiakan organisme patogen, dan
menyediakan hormon tanaman seperti auksin atau sitokinin, atau menurunkan
produksi etilen melalui aktivitas enzim 1-aminocyclopropane-1-karboksilat
(ACC) deaminase. Menurut Egamberdiyeva (2007) mikroorganisme tanah seperti
bakteri diperlukan dalam meningkatkan penyerapan dan sirkulasi nutrisi tanaman
dan mengurangi kebutuhan pupuk kimia. Kemampuan rizobakteri membantu
dalam memperoleh nutrisi seperti nitrogen adalah dengan cara fiksasi nitrogen.
Menurut Marschner (1986) rizobakteri akan mengaktifkan enzim nitrogenase
untuk memfiksasi dan mereduksi N udara menjadi gugus NH2 yang kemudian
dirangkai dengan rantai karbon menjadi senyawa amina atau asam amino yang
merupakan komponen dasar dalam pembentukan protein dan pembentukan
organel sel yang lain. Enzim nitrogenase terdiri dari sub unit protein-Fe dan sub
unit protein-Fe-Mo, sehingga keberadaan Fe dan Mo sangat diperlukan untuk
aktifator enzim tersebut. Metting (1993) menambahkan bahwa proses fiksasi
nitrogen dikendalikan oleh cluster gen nif yang terdapat dalam genom rizobakteri,
sedangkan untuk rizobakteri (Rhizobium sp.) yang bersimbiosis dengan tanaman
selain mempunyai cluster gen nif juga dilengkapi dengan cluster gen nod yang
bertanggung jawab dalam proses nodulasi. Besarnya cluster gen nod ternyata lebih
besar dibanding dengan cluster gen nif. Hal tersebut disebabkan gen nod yang
mengatur sistem regulasi metabolisme sel tanaman inang dengan sel rizobakteri
agar terjadi kesesuaian dan proses nodulasi.
Pemupukan Nitrogen pada Jagung
Jagung merupakan tanaman yang peka terhadap kekurangan unsur
nitrogen. Unsur nitrogen memegang peran sangat penting dalam peningkatan
produksi jagung. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan

4
akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan
pembuahan pada tanamannya.
Kebutuhannya terhadap pupuk urea dapat mencapai 250–300 kg ha-1.
Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada fase awal sampai masak fisiologis
membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg ha-1 sedangkan N yang terangkut ke
tanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 N kg ha-1 dengan tingkat hasil 9.5
ton ha-1 (Halliday dan Trenkel 2000). Nitrogen yang diserap pada tanaman
tersebut merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun asamasam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis serta
bahan penyusun komponen inti sel (Jones et al. 1991; Hopkins 1999).
Penggunaan pupuk yang berlebihan, selain akan memperbesar biaya
produksi juga akan merusak lingkungan akibat adanya emisi gas N20 pada
proses amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi (Wahid 2003). Pemberian
pupuk N yang berlebihan pada tanaman jagung dapat meningkatkan kerusakan
akibat serangan hama dan penyakit terutama pada musim hujan,
memperpanjang umur, dan tanaman lebih mudah rebah akibat batang dari
daun yang berlebihan dari ukuran normal, sedangkan akar tidak mampu
menahan (Suwardi dan Efendi 2009).
Mutu Fisiologis Benih
Benih adalah bagian tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan
atau mengembangkan tanaman dan merupakan salah satu komponen yang sangat
menentukan dalam peningkatan produktivitas tanaman. Mutu dan jumlah benih
perlu mendapatkan perhatian semua pihak yang terkait terutama pada saat
musim tanam. Benih bermutu mempunyai pengertian bahwa benih tersebut
varietasnya benar dan murni, memiliki mutu genetis, mutu fisiologis, dan mutu
fisik yang tinggi dan sesuai dengan standar mutu benih sesuai dengan kelas
benihnya. Mutu benih dapat diketahui dari gambaran dan karakteristik benih
tersebut secara menyeluruh, seperti halnya yang terlihat pada label kemasan
benih. Mutu benih adalah faktor penentu keberhasilan penanaman secara
ekonomis (Ilyas 2012).
Karakteristik mutu benih dibagi menjadi empat, yaitu mutu genetik, mutu
analitik atau fisik, mutu patologis, dan mutu fisiologis. Mutu genetik ditentukan
oleh karakteristik tanaman, hasil dari potensi genetik embrio, termasuk variasi
genetik dalam satu lot benih. Potensi genetik dipengaruhi oleh praktik agronomi
dan karakteristik ekologi di daerah produksi benih. Mutu fisik merujuk pada
persentase benih utuh (tidak rusak) dari varietas tanaman yang diinginkan dalam
suatu lot benih. Lot benih terdiri atas benih murni, bahan inert (batu, sekam, benih
patah), dan benih tanaman/varietas lain atau biji gulma. Mutu patologis merujuk
kepada ada/tidaknya penyakit tanaman di dalam atau di permukaan benih. Mutu
fisiologis merujuk pada kemampuan benih berkecambah pada periode tertentu
(Ilyas 2012).
Mutu fisiologis yakni kemampuan benih untuk mengadakan aktivitas
fisiologis. Cerminan mutu fisiologis dapat dilihat dari persentase perkecambahan
benih, daya tumbuh, pemunculan di lapangan, daya simpan, dan hasil tanaman
(Pitojo 2005). Mutu fisiologis benih berkaitan dengan aktivitas perkecambahan
benih yang didalamnya terdapat aktivitas enzim, reaksi-reaksi biokimia serta

5
respirasi benih. Benih pada beberapa varietas jagung mempunyai bentuk dan
ukuran yang berbeda. Ukuran biji mempunyai korelasi positif dengan berat biji
maupun vigornya. Berat biji menunjukkan jumlah cadangan makanan, protein,
aktivitas mitokhondria, kecepatan atau kemampuan produksi ATP dan growth
potential (Rahmawati dan Saenong 2010).
Perbaikan mutu fisiologis benih dapat dilakukan dengan teknik invigorasi
benih yang diaplikasikan sebelum tanam. Invigorasi benih adalah perlakuan yang
diberikan terhadap benih sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki
perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Salah satu teknik invigorasi yang
dapat digunakan yaitu priming. Priming adalah teknik invigorasi benih yang
merupakan suatu proses yang mengontrol proses hidrasi-dehidrasi benih untuk
berlangsungnya proses–proses metabolik menjelang perkecambahan. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan priming pada benih dapat
meningkatkan resistensi terhadap penyakit pada beberapa tanaman, dan pada
tanaman lainnya dapat mengatasi defisiensi beberapa unsur hara mikro (Harris et
al. 2004). Menurut Gardner et al. (1991) priming dapat menyebabkan terjadinya
penguatan (penyembuhan) membran plasma, memperkecil kehilangan elektrolit
dan meningkatkan perkecambahan serta kekuatan semai. Priming juga
meningkatkan laju perkecambahan dan keseragaman pada benih yang akibat
membaiknya proses metabolisme selama proses imbibisi (Fujikura et al. 1993)
menyebabkan metabolit yang dihasilkan meningkat kemudian memacu
perkecambahan (Khan et al. 1977).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Darmaga,
Bogor dan Laboratorium Pengujian dan Penyimpanan Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2015.
Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam percobaan terdiri atas benih pokok
jagung bersari bebas varietas Srikandi Kuning-1 yang didapat dari Balai
Penelitian Jagung dan Sereal Lain, Maros, Sulawesi Selatan, formulasi rizobakteri
A (Rhizobium sp., Bacillus polymixa, Pseudomonas fluorescens, dan Bacillus
megatnerium), formulasi rizobakteri B (Rhizobium sp., Azospirillum sp.,
Alcaligenes sp., Bacillus sp., Aspergillus sp., Lactobacillus sp., Saccharomyces
sp., Streptomyces sp., Pseudomonas sp., dan Azotobacter sp.), dan formulasi
rizobakteri C (Azotobacter sp., Azospirillum sp., Pseudomonas sp., Lactobacillus
sp., dan mikroba pelarut fosfat), pupuk Urea sebagai sumber unsur nitrogen,
pupuk KCl, pupuk SP-36, akuades, insektisida berbahan aktif karbofuran, kertas
stensil untuk mengecambahkan benih, plastik sebagai pelapis kertas stensil
dalam pengecambahan benih, dan kertas label.

6

Alat
Alat–alat yang digunakan meliputi peralatan pertanian umum (cangkul,
kored, ajir, tugal, ember), peralatan untuk pengujian viabilitas (alat pengecambah
benih tipe IPB 72–1, kertas stensil, plastik, label), alat pengepres kertas (IPB 75–
1), alat pembuatan suspensi rizobakteri untuk perlakuan benih (gelas ukur, batang
pengaduk), dan alat untuk pengamatan (meteran, timbangan digital).
Metode Percobaan
Rancangan menggunakan Petak Terbagi Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak dengan tiga ulangan sebagai kelompok. Petak utama terdiri atas lima
dosis pupuk urea yaitu: P1) kontrol (tanpa urea), P2) 100 kg urea ha-1, P3) 150
kg urea ha-1 , P4) 200 kg urea ha-1 , dan P5) 300 kg urea ha-1. Anak petak adalah
perlakuan rizobakteri, yaitu R1) formulasi rizobakteri A, R2) formulasi
rizobakteri B, dan R3) formulasi rizobakteri C. Sehingga terdapat 45 satuan
percobaan.
Prosedur Percobaan
Perlakuan Benih
Perlakuan benih menggunakan rizobakteri dilakukan dengan cara
perendaman. Benih jagung direndam dalam formulasi rizobakteri A, B, dan C.
Perendaman benih dengan rizobakteri menggunakan formulasi rizobakteri A
dengan dosis 5 g L-1, formulasi rizobakteri B dan formulasi rizobakteri C masingmasing dengan dosis 5 ml L-1. Benih direndam dalam formulasi rizobakteri A
selama 30 menit, formulasi rizobakteri B selama 4 jam, dan formulasi rizobakteri
C selama 10 menit. Setelah benih direndam kemudian benih ditiriskan dan
dikering anginkan. Perlakuan ini dilakukan satu hari sebelum penanaman di
lapang.
Persiapan Lahan dan Penanaman
Lahan diolah dan dibentuk bedengan dengan ukuran 4 m × 4 m. Jarak antar
petak perlakuan 0.5 m dan jarak antar ulangan 1 m. Penanaman dilakukan secara
tugal dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm dan dua benih per lubang pada
kedalaman ± 5 cm. Tata letak petak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Saat
penanaman benih jagung diberikan insektisida berbahan aktif karbofuran 3G agar
benih tidak terserang hama. Pemupukan pupuk SP-36 dan KCl dilakukan saat
penanaman yang diberikan masing-masing dosisnya 150 kg ha-1 dan 100 kg ha-1.
Pemupukan dilakukan dengan cara dilarik disamping tanaman.
Aplikasi Perlakuan Pupuk dan Rizobakteri
Pupuk urea diaplikasikan dua kali yaitu pada saat penanaman dengan dosis
1/3 dan pada umur 30 HST dengan dosis 2/3 dari perlakuan masing-masing

7
percobaan. Pemupukan urea diberikan dengan cara dilarik, namun pada umur 30
HST diberikan lagi pada larikan yang berbeda dengan saat penanaman. Suspensi
rizobakteri disiram pada pangkal tanaman saat berumur 35 HST. Dosis rizobakteri
yang diberikan berbeda untuk masing-masing formulasi rizobakteri, yaitu
formulasi rizobakteri A dengan dosis 10 g L-1, formulasi rizobakteri B dengan
dosis 2.5 ml L-1, dan formulasi rizobakteri C dengan dosis 5 ml L-1.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman mencakup penyulaman, penyiraman, penyiangan
gulma, dan pengendalian hama dan penyakit. Pemeliharaan dilakukan dengan
memberikan insektisida berbahan aktif karbofuran pada saat tanam dan dipucuk
daun jagung saat berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Penyulaman terhadap
benih yang tidak berkecambah dilakukan pada umur 7 hari setelah penanaman
dengan menggunakan benih yang sama dengan perlakuan masing–masing.
Penyiangan gulma yang tumbuh dilakukan saat tanaman berumur 14 hari setelah
tanam (HST), dan penyiangan ke dua dilakukan saat tanaman berumur 30 HST
sambil melakukan pembumbunan. Pengairan dilakukan dengan cara menggenangi
tanaman sampai tanahnya basah dan segera dikeringkan kembali dengan interval
waktu sesuai dengan kondisi tanah.
Pemanenan, Pengeringan, dan Pemipilan
Pemanenan dilakukan pada saat tanaman mencapai masak fisiologis yaitu
pada umur ± 105–110 hari untuk varietas Srikandi Kuning-1 (Balitsereal 2012).
Jagung yang siap panen biasanya ditandai dengan tongkol atau kelobot yang mulai
mengering dan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga serta penampilan
biji kering, keras, mengkilat, dan jika ditekan tidak membekas (Kemenristek
2000). Pemanenan dilakukan secara ubinan yang berukuran 2.5 m × 2.5 m.
Pengeringan jagung dilakukan dengan cara menjemur jagung dibawah terik sinar
matahari selama 3–5 hari. Setelah jagung dijemur kemudian dilakukan pemipilan
menggunakan alat pemipil jagung. Benih yang telah kering dimasukkan ke dalam
plastik dan diberi label sesuai kode perlakuannya kemudian dibawa ke
laboratorium untuk diamati mutu fisiologis benihnya.
Pengamatan Percobaan
Pengamatan dilakukan terhadap variabel pertumbuhan tanaman, komponen
hasil tanaman, dan mutu fisiologis benih. Pengamatan terhadap variabel
pertumbuhan dilakukan pada 10 tanaman sampel per petak, sedangkan
pengamatan variabel komponen hasil dilakukan pada ubinan. Pengamatan respon
tanaman terhadap perlakuan yang diuji menggunakan tolok ukur:
1. Pertumbuhan tanaman
a. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur pada saat tanaman telah berbunga. Pengukuran
tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah sampai ujung malai.
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan mulai umur 3 minggu, dan
pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai tanaman mencapai
tinggi maksimum (keluar bunga jantan).
b. Jumlah daun per tanaman

8
Daun yang dihitung yaitu daun yang telah membuka penuh dan minimal
50% masih berwarna hijau. Pengamatan dilakukan setiap minggu pada
tanaman sampel dimulai dari umur tanaman 3 minggu setelah tanam.
c. Indeks Luas Daun (ILD)
Indeks luas daun diamati umur 63 HST. Indeks luas daun merupakan
nisbah antara luas daun total satu tanaman dengan luas lahan dimana
tanaman tersebut tumbuh. Indeks luas daun dapat dihitung dengan rumus:
Indeks Luas Daun =
2. Hasil tanaman
a. Jumlah tongkol per tanaman
b. Bobot 1 000 butir benih
c. Bobot tongkol berkelobot
d. Bobot tongkol tanpa kelobot.
Pengamatan hasil tanaman dilakukan saat pemanenan yang mencapai
matang fisiologis. Pengujian mutu fisiologis benih dilakukan dengan tolok ukur:
1. Daya berkecambah
Benih sebanyak 50 butir dengan 4 ulangan ditanam pada kertas stensil dengan
metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp), kemudian
dikecambahkan pada alat Germinator standard dengan suhu konstan 25 ºC.
Pengamatan dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal (KN)
hitungan pertama (4 HST) dan kedua (7 HST) kemudian dibandingkan jumlah
total benih yang ditanam (ISTA 2014). Daya berkecambah dihitung dengan
rumus:
Daya berkecambah (%) =







× 100%

2. Kecepatan tumbuh
Kecepatan tumbuh ditentukan dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan
untuk munculnya radikel atau plumula selama jangka waktu tertentu (7 hari),
dan menggunakan rumus menurut Sutopo (1985):
Kecepatan tumbuh (%/etmal) =
Keterangan:
Xi = Persentase kecambah normal pada etmal ke-i
Ti = waktu pengamatan (etmal)
3. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN)
Pengamatan BKKN dilakukan pada hari terakhir (hari kelima) dengan
mengambil kecambah yang normal kemudian dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 60 оC selama 3x24 jam.
BKKN = K1 – K2
Keterangan :
K1 = Bobot kecambah + amplop setelah dioven
K2 = Bobot amplop kosong

9

4. Indeks vigor (IV)
Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase kecambah normal yang tumbuh
pada hitungan pertama (4 HST) pengujian DB. Indeks vigor dihitung dengan
rumus:
Indeks vigor (%) =



× 100%



Prosedur Analisis Data
Percobaan dilakukan dengan Petak Terbagi Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak dengan tiga ulangan sebagai kelompok. Model aditif linear rancangan
yang digunakan adalah:
Yijk = µ + ρk + αi + βj + (αβ)ij +

ᵧik + + ε

ijk

Keterangan:
Yijk
: Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari
faktor B
µ
: Nilai rata–rata umum
: Pengaruh aditif dari kelompok ke-k
ρk
αi
: Pengaruh perlakuan rizobakteri pada taraf ke–i
βj
: Pengaruh pemberian pupuk N pada taraf ke–j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi perlakuan rizobakteri pada taraf ke–i dan
pemberian pupuk N pada taraf ke–j
Pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i dari
:
ik
faktor A dalam kelompok ke-k
ɛijk
: Pengaruh galat perlakuan rizobakteri pada taraf ke–i dan pemberian
pupuk ke–j.
Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis ragam. Apabila hasil uji F nyata,
maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range
Test) pada taraf 5%. Data hasil pengamatan diolah menggunakan program
Statistical Tool for Agricultural Research (STAR)



HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Dramaga, Bogor
pada bulan Januari–Mei 2015. Menurut data BMKG (2015), curah hujan bulan
Januari–Mei 2015 di Kecamatan Dramaga, Bogor adalah 250 mm, 350.8 mm,
374.3 mm, 205.7 mm, dan 204.6 mm per bulan dengan sebaran hari hujan (HH)
pada bulan Januari–Mei 2015 yaitu 27 HH, 20 HH, 24 HH, 25 HH, dan 15 HH.
Hal ini cukup sesuai dengan syarat tumbuh jagung yang memiliki curah hujan
ideal 8–200 mm per bulan. Tanaman jagung pada fase pembungaan dan fase
pengisian biji perlu mendapatkan cukup air, sehingga pada percobaan ini jagung
ditanam saat musim hujan.

10
Kondisi pertanaman selama percobaan teridentifikasi mengalami serangan
hama dan penyakit sehingga dilakukan pengendalian secara manual dan kimiawi.
Hama menyerang tanaman pada fase vegetatif, yaitu 2 MST hingga 7 MST. Hama
yang banyak ditemukan pada pertanaman jagung adalah ulat grayak dan
penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis). Gejala kerusakan akibat serangan
larva (ulat) terlihat pada setiap bagian tanaman jagung, salah satunya yaitu adanya
lubang kecil pada daun. Pengendalian dilakukan dengan memberikan insektisida
berbahan aktif karbofuran ke dalam kuncup bunga pada 30–35 hari setelah tanam.
Penyakit yang menyerang tanaman pada saat 4–6 MST adalah bulai dan bercak
pada daun jagung. Hal ini disebabkan karena sejarah lahan pertanaman
sebelumnya yang juga ditanami jagung, sehingga kemungkinan terserangnya
penyakit semakin tinggi. Gejala penyakit bulai adalah daun berklorosis sebagian
atau seluruh daun, sedangkan gejala bercak daun pada jagung adalah tampak
bercak pada daun yang memanjang berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat
(Suryanto 2010). Pengendalian penyakit dilakukan dengan cara mencabut
langsung tanaman hingga ke akar (eradikasi tanaman) kemudian dibuang ke
tempat jauh dari pertanaman atau dibakar.

a

b

c

Gambar 1 Kondisi pertanaman yang diserang hama dan penyakit: (a) ulat grayak
(Spodoptera liptura); (b) penggerek daun (Ostrinia furnacalis); (c)
bulai
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai
indikator pertumbuhan serta sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur
pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno
1995). Pada percobaan ini, perlakuan dosis pupuk urea memberikan pengaruh
yang nyata terhadap tinggi tanaman jagung.Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat
bahwa pada 3–4 MST perlakuan pemberian pupuk urea yang memberikan
pengaruh nyata pada tinggi tanaman terbaik adalah perlakuan dosis pupuk urea
150–300 kg ha-1, sedangkan perlakuan tanpa pemupukan urea memberikan hasil
paling rendah. Pada 5 MST hingga 6 MST perlakuan dosis pupuk urea 200–300
kg ha-1 memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman yang tertinggi, sedangkan tanpa
pemupukan urea tetap memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman yang paling rendah.
Perlakuan dosis pupuk urea yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata pada
7 MST yaitu saat mulai memasuki fase generatif, hal ini karena tanaman jagung
mencapai tinggi tanaman maksimum saat memasuki fase generatif. Perlakuan

11
tanpa pemupukan urea menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah tinggi
tanaman, yaitu dengan nilai rata-rata terendah selama 3–6 MST.

12
Tabel 1 Tinggi tanaman jagung pada perlakuan dosis pemupukan urea dan
rizobakteri yang berbeda
Umur tanaman (MST)
Perlakuan
3
4
5
6
7Tr
.........................................cm.........................................
Dosis pupuk urea (P)
0 kg ha-1
9.32 c 14.46 c
24.19 d
36.47 d
135.77
-1
100 kg ha
13.01 b 21.03 b
34.36 c
54.38 c
99.38
150 kg ha-1
15.25 a 23.41 a
40.55 b
64.90 b
116.68
68.95
200 kg ha-1
15.49 a 23.88 a
43.30 ab ab
122.49
-1
300 kg ha
15.10 a 25.41 a
45.69 a
74.09 a
129.17
Anova
**
**
**
**
tn
KK (%)
14.06
10.08
6.95
8.78
6.18
Rizobakteri (R)
Formulasi rizobakteri A 13.21
21.54
37.06
59.79
105.06
Formulasi rizobakteri B 14.22
22.22
38.75
60.82
109.86
Formulasi rizobakteri C 13.48
21.16
37.04
58.66
147.18
Anova
tn
tn
tn
tn
tn
KK (%)
9.33
10.45
11.79
10.62
8.50
tn
tn
tn
tn
tn
Interaksi PxR
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%, * = berbeda nyata pada taraf 5%,
tn = tidak berbeda nyata, Tr = data hasil transformasi logaritma (log(x+1))

Tanaman jagung memerlukan hara yang cukup banyak untuk menunjang
pertumbuhan pada fase vegetatif dan fase generatifnya, salah satunya unsur
nitrogen. Pemberian pupuk nitrogen yang kurang akan mengakibatkan tanaman
tumbuh kerdil hingga perkembangan buah yang berkurang. Perlakuan rizobakteri
tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah tinggi tanaman serta tidak
terjadi interaksi pula antara perlakuan pemberian pupuk urea dengan aplikasi
rizobakteri.
Jumlah Daun
Berdasarkan Tabel 2, pemberian pupuk urea memberikan pengaruh yang
sangat nyata pada peubah jumlah daun. Pada 3 MST terhadap peubah jumlah daun
perlakuan dosis pupuk urea (100–300 kg ha-1) meningkatkan jumlah daun
dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan pupuk urea. Nilai rata-rata
jumlah daun juga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada 5 MST, yaitu
saat tanaman diberikan pupuk nitrogen kembali pada 30 HST. Nilai rata-rata
tertinggi pada peubah jumlah daun saat 5 MST dan 7 MST adalah perlakuan dosis
pupuk 200–300 kg ha-1. Menurut Yoshida (1969) dalam Rosmarkam dan Yuwono
(2002), pemberian unsur N terlalu banyak pada tanaman salah satunya adalah
tanaman terlalu banyak menghasilkan daun. Pada 6 MST perlakuan dosis pupuk
urea 150–300 kg ha-1 justru memiliki nilai rata-rata tertinggi. Pada perlakuan dosis
pupuk urea 300 kg urea ha-1 beberapa daun mulai mati membusuk karena kondisi
tanaman yang hampir rebah, sehingga jumlah daun lebih sedikit dari dosis 200 kg
urea ha-1 meskipun tidak berbeda nyata. Tanaman dengan pemberian dosis

13
nitrogen berlebih juga dapat menyebabkan tanaman memiliki batang yang lembek
dan mudah rebah (Yoshida 1969 dalam Rosmarkam dan Yuwono 2002).
Tabel 2 Jumlah daun tanaman jagung pada perlakuan dosis pemupukan urea dan
rizobakteri yang berbeda
Perlakuan

Umur tanaman (MST)
3
4
5
6
7
.............................................helai...........................................

Dosis pupuk urea (P)
0 kg ha-1
4.72 b
-1
100 kg ha
5.50 a
150 kg ha-1
5.76 a
-1
200 kg ha
5.67 a
300 kg ha-1
5.68 a
Anova
**
KK (%)
6.52
Rizobakteri (R)
Formulasi rizobakteri A
5.34
Formulasi rizobakteri B
5.57
Formulasi rizobakteri C
5.49
Anova
tn
KK (%)
5.42
tn
Interaksi PxR
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata
tn = tidak berbeda nyata

4.96
5.59
5.48
5.76
5.91
tn
15.99

6.16 c
7.18 b
7.36 b
7.67 ab
7.96 a
**
7.46

6.60 c
7.87 b
8.30 ab
8.71 a
8.56 ab
**
7.96

5.47
7.21
7.90
5.61
7.31
8.05
5.54
7.26
8.10
tn
tn
tn
6.84
5.31
7.79
tn
tn
tn
pada taraf 1%, * = berbeda nyata pada

7.36 c
8.73 b
9.36 a
9.36 a
9.48 a
**
2.97
8.66
9.11
8.80
tn
6.90
tn
taraf 5%,

Berbeda saat umur 4 MST, jumlah daun tidak berbeda nyata pada semua
perlakuan dosis pupuk. Tanaman jagung memiliki 2 fase pertumbuhan yang
membutuhkan asupan hara dalam jumlah banyak, yaitu fase V6-V10 dan fase
V11-Vn. Dalam percobaan ini, tanaman memasuki fase V6-V10 pada 4 MST
yaitu saat jumlah daun membuka sempurna 6 hingga 10 helai daun (Subekti et al.
2007). Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk urea tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah daun. Pada fase ini gejala
kekurangan unsur nitrogen mulai dapat dilihat. Pada tanaman jagung jika terjadi
kekurangan nitrogen, daun-daun yang lebih tua menguning dan akhirnya kering.
Di dalam tubuh tanaman, nitrogen bersifat dinamis (mobile) sehingga jika terjadi
kekurangan nitrogen pada bagian pucuk maka nitrogen yang tersimpan pada daun
tua akan dipindahkan ke organ yang lebih muda (Novizan 2005). Perlakuan
rizobakteri tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun jagung dari 3 MST
hingga 7 MST dan tidak ada interaksi yang nyata pula antara perlakuan
rizobakteri dengan pemberian pupuk urea.
Indeks Luas Daun
Pertumbuhan tanaman biasanya ditunjukkan oleh indeks luas daun. Indeks
luas daun merupakan nisbah luas daun total dengan luas lahan tegakan. Indeks
luas daun ini memengaruhi banyaknya cahaya yang ditangkap oleh daun untuk
digunakan dalam fotosintesis. Kenaikan luas daun berkorelasi dengan kemampuan
fotosintesis, sehingga berkorelasi pula dengan karbohidrat (gula, pati,
polifruktosa), lemak, dan minyak (Rosmarkam dan Yuwono 2002). Pada Tabel 4

14
dapat dilihat bahwa interaksi antara pemberian dosis pupuk urea dengan
rizobakteri tidak berpengaruh nyata pada peubah indeks luas daun. Perlakuan
rizobakteri juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah indeks luas
daun, namun perlakuan pemberian dosis pupuk urea yang berbeda menunjukkan
pengaruh sangat nyata terhadap peubah indeks luas daun.
Tabel 3 Indeks luas daun tanaman jagung umur 60 HST pada perlakuan
pemupukan urea dan rizobakteri yang berbeda
Perlakuan
Dosis pupuk urea (P)
0 kg ha-1
100 kg ha-1
150 kg ha-1
200 kg ha-1
300 kg ha-1
Anova
KK (%)
Rizobakteri (R)
Formulasi rizobakteri A
Formulasi rizobakteri B
Formulasi rizobakteri C
Anova
KK (%)

Indeks luas daun
..........cm2 m-2..........
5.45 d
5.55 cd
5.71 bc
5.78 ab
5.93 a
**
2.67
5.63
5.71
5.71
tn
2.30

Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%, * = berbeda nyata pada taraf 5%, tn = tidak
berbeda nyata

Perlakuan dosis pupuk urea 200–300 kg ha-1 memiliki nilai rata-rata
tertinggi pada peubah indeks luas daun dibandingkan dengan dosis pupuk urea
yang lain. Perlakuan dengan pemberian dosis pupuk urea 0–100 kg ha-1 memiliki
nilai indeks luas daun yang rendah dikarenakan tidak mendapat unsur N yang
cukup pada tanaman tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa peranan unsur N dalam
perkembangan luas daun sangat besar. Fungsi unsur nitrogen bagi tanaman, yaitu
meningkatkan pertumbuhan daun dan batang, dan meningkatkan luas daun
sehingga area fotosintesis meningkat (Mas’ud 1992). Unsur N pada urea juga
berperan dalam membentuk protein dan klorofil pada daun (Gardner et al. 1991),
sehingga pada perlakuan dosis pupuk urea 300 kg ha-1 nilai rata-rata indeks luas
daunnya tinggi.
Hasil dan Komponen Hasil
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk urea memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol tanpa
kelobot, dan bobot 1000 butir. Pengaruh ulangan juga menunjukkan pengaruh
yang nyata pada peubah jumlah tongkol per tanaman, bobot tongkol berkelobot,
dan bobot tongkol tanpa kelobot. Hal ini menunjukan bahwa pengelompokan
yang dilakukan pada penelitian ini baik untuk dilakukan. Variasi ini berturut-turut
terlihat dimana pada ulangan 3 kondisi pertanaman cenderung baik dan optimal
pertumbuhannya dan berangsur-angsur turun pada ulangan 2 dan ulangan 1.

15
Perlakuan rizobakteri memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tiap
peubah komponen hasil. Tidak terjadi interaksi yang nyata pula antara perlakuan
dosis pupuk urea dengan rizobakteri pada semua peubah komponen hasil. Hal ini
disebabkan karena menguapnya pupuk urea saat aplikasi kedua pada 30 HST,
dimana sebaran curah hujan saat aplikasi pupuk urea hanya sebesar 2.6 mm
(Lampiran 6). Perlakuan rizobakteri juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata
pada tiap komponen hasil. Hal ini diduga karena aplikasi rizobakteri diberikan
setelah pemupukan urea, sedangkan jika urea yang diberikan sudah terlebih
dahulu menguap maka rizobakteri tidak bisa memfiksasi nitrogen tersebut untuk
tanaman.
Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam peubah komponen hasil tanaman
Peubah

Ulangan

Kuadrat Tengah
Dosis pupuk
Rizobakteri
urea

PxR

Jumlah tongkol
0.269 *
0.007 tn
0.055 tn
0.039 tn
tanaman-1
Bobot tongkol
2 075.443 *
8 465.764 **
8.690 tn
8.889 tn
berkelobot
Bobot tongkol tanpa
1 872.867 ** 7 653.500 **
2.067 tn
767.900 tn
kelobot
Bobot 1000 butir
443.453 tn
1 882.751 **
19.957 tn
147.061 tn
Potensi hasil per ha
0.117 tn
23.249 *
0.086 tn
0.423 tn
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%, * = berbeda nyata pada taraf 5%,
tn = tidak berbeda nyata

Jumlah Tongkol, Bobot Tongkol, Bobot 1000 Butir, dan Potensi Hasil
Perlakuan rizobakteri dan dosis pupuk urea yang berbeda memberikan
pengaruh yang nyata terhadap peubah bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol
tanpa kelobot, bobot 1000 butir, dan potensi hasil per hektar, namun tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah tongkol serta tidak ada
interaksi yang nyata diantara perlakuan pemupukan urea dengan rizobakteri.
Varietas Srikandi Kuning-1 umumnya menghasilkan 1–2 tongkol tiap
tanaman (Balitsereal 2012). Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk urea
dengan dosis berbeda dan rizobakteri yang berbeda pula tidak berbeda nyata pada
peubah jumlah tongkol per tanaman. Jumlah tongkol pada tanaman jagung
dipengaruhi oleh faktor genetik pada varietas Srikandi Kuning-1, sedangkan
kemampuan varietas tersebut memunculkan karakter genetiknya dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang salah satunya adalah pemberian pupuk urea dengan dosis
yang berbeda. Sehingga pada perlakuan pemberian dosis pupuk urea dan
rizobakteri yang berbeda tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada
peubah jumlah tongkol.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada peubah bobot tongkol berkelobot dan
bobot tongkol tanpa kelobot dosis pupuk memberikan pengaruh yang nyata, yaitu
perlakuan dosis pupuk urea 300 kg ha-1 yang meningkatkan bobot tongkol
dibandingkan dengan perlakuan pemberian pupuk urea dengan dosis yang lain.
Perlakuan pemupukan urea juga menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
peubah bobot 1000 butir. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada dosis pupuk urea
150–300 kg ha-1 dan terendah pada dosis pupuk urea 0–100 kg ha-1. Perlakuan
rizobakteri tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada tiap masing-masing

16
peubah komponen hasil panen. Begitu pula dengan interaksi antar pemupukan
urea dengan rizobakteri tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada keduanya.

Tabel 5 Jumlah tongkol, bobot tongkol berkelobot, jumlah tongkol tanpa kelobot,
bobot 1000 butir, dan potensi hasil pada perlakuan pemupukan urea dan
rizobakteri yang berbeda
Perlakuan

JT
buah

Dosis pupuk urea (P)
0 kg ha-1
100 kg ha-1
150 kg ha-1
200 kg ha-1
300 kg ha-1
Anova
KK (%)
Rizobakteri
Formulasi rizobakteri A
Formulasi rizobakteri B
Formulasi rizobakteri C
Anova
KK (%)
Interaksi

BTB

BTTB

BSB

.........................g........................

PH
ton ha-1

1.16
1.17
1.19
1.23
1.19
tn
3.40

66.25 c
115.69 b
124.29 b
126.31 b
149.37 a
**
14.56

58.78 c
105.33 b
114.78 b
117.33 b
137.11 a
**
13.40

234.89 b
236.43 b
256.42 a
259.68 a
267.15 a
**
5.99

1.31 c
2.74 b
3.74 a
3.53 a
4.16 a
**
22.18

1.23
1.21
1.12
tn
13.62
tn

115.67
116.36
117.07
tn
23.79
tn

106.33
106.60
107.06
tn
24.62
tn

249.75
250.94
252.06
tn
4.33
tn

3.04
3.16
3.13
tn
12.96
tn

Keterangan: JT= jumlah tongkol per tanaman, BTB= bobot tongkol berkelobot per petak (2.5 m ×
2.5 m), BTTB= bobot tongkol tanpa kelobot per petak, BSB= bobot 1000 butir, PH=
potensi hasil per hektar, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%, * = berbeda nyata
pada taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada taraf 5%

Menurut Balitsereal (2012) jagung varietas Srikandi Kuning-1 memiliki
rata-rata potensi hasil pipilan kering 5.7 ton ha-1. Pada percobaan ini potensi hasil
pipilan kering per hektar tertinggi terdapat pada perlakuan dosis pupuk urea
150–300 kg ha-1 terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan urea, namun
masih jauh dari potensi hasil pipilan kering sesuai dengan deskripsi varietas
Srikandi Kuning-1. Hal ini kemungkinan disebabkan banyaknya tanaman yang
terserang penyakit bulai pada umur 4–6 MST yang mengakibatkan banyak
tanaman yang harus dicabut dari pertanaman sehingga menurunkan jumlah
tanaman yang memiliki potensi hasil tinggi. Serangan hama penggerek batang
(Ostrinia furnacalis) juga berpengaruh menurunkan potensi hasil pada
pertanaman. Menurut Nafus dan Schreiner (1991) kehilangan hasil yang
disebabkan oleh hama penggerek batang dapat mencapai 80%.
Menurut Marsono dan Lingga (2013) salah satu akibat kekurangan
pemberian unsur nitrogen pada tanaman, yaitu tanaman sulit menghasilkan buah
dan meskipun berbuah kualitas buah saat panen kurang baik. Warisno (1998)
menyatakan bahwa pengaruh penggunaan nitrogen terhadap kualitas dan kuantitas
hasil adalah penyempurnaan proses pengisian biji secara penuh sehingga bernas

17
mengeraskan dan mencegah pengecilan biji pada ujung tongkol, hal ini
berkorelasi positif dengan berat tongkol pada tanaman jagung. Hal ini sesuai
dengan hasil produksi dimana perlakuan dosis pupuk urea yang rendah
menghasilkan komponen hasil produksi yang rendah pula.
Pengujian Mutu Benih
Tabel 6 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pada pengujian mutu
fisiologis benih dimana perlakuan pemupukan urea dan rizobakteri yang berbeda
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap seluruh peubah mutu fisiologis
benih. Tidak ada interaksi yang berpengaruh nyata pula pada tiap masing-masing
peubah yang diamati, kecuali pada peubah indeks vigor. Blok ulangan pada
percobaan ini berpengaruh nyata pada taraf 5% terhadap peubah daya kecambah.
Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokkan ulangan yang dilakukan pada
percobaan ini baik untuk dilakukan. Variasi ini terlihat dimana pada ulangan 3
kondisi media pertanaman cenderung optimum sehingga baik pertumbuhannya
dan berangsur-angsur turun pada ulangan 2 dan ulangan 1.
Tabel 6 Rekapitulasi sidik ragam peubah mutu fisiologis benih
Peubah
Daya Berkecambah
Indeks Vigor
Kecepatan Tumbuh
Berat Kering
Kecambah Normal

Ulangan
769.69 *
0.45 tn
6.42 tn
0.39 tn

Kuadrat Tengah
Dosis pupuk Rizobakteri
PxR
169.91 tn
267.67 tn
198.64 tn
0.49 tn
0.07 tn
0.04 *
0.10 tn
1.76 tn
1.19 tn
0.43 tn
0.53 tn
0.50 tn

Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%, tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Mutu fisiologis benih yakni kemampuan benih untuk mengadakan aktivitas
fisiologis. Cerminan mutu fisiologis dapat dilihat dari persentase perkecambahan
benih, daya tu