Pengaruh Variasi Diameter Rogga Terhadap Koefisien Serap Bunyi Paduan Aluminium-Magnesium Berongga

(1)

PENGARUH VARIASI DIAMETER RONGGA

TERHADAP KOEFISIEN SERAP BUNYI

PADUAN ALUMINIUM-MAGNESIUM BERONGGA

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

INDRA NUGRAHA T NIM. 100421028

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

Bunyi memiliki banyak manfaat untuk kehidupan manusia dan makhuk lainnya. Akan tetapi bunyi yang berlebihan atau yang disebut kebisingan akan sangat menggangu dan akan menimbulkan kerugian bagi manusia. Pengendalian kebisingan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bebas dari kebisingan. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Salah satu teknik pengendalian kebisingan itu adalah dengan menyerap bunyi. Terdapat banyak material teknik yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap bunyi, salah satu contohnya adalah aluminium. Pada penelitian ini magnesium dipadukan dengan aluminium dengan cara pengecoran berongga dengan diameter rongga berbeda disetiap spesimen dan kemudian dilakukan pengujian serap bunyi dengan metode tabung impedansi sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap sifat penyerapan bunyi dari paduan aluminium-magnesium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien serap bunyi tertinggi pada paduan aluminium-magnesium dengan diameter rongga 3 mm dan frekuensi yang paling baik diserap oleh material ini adalah 1500 Hz.

Kata kunci : bunyi, kebisingan, penyerap bunyi, aluminium, magnesium, pengecoran berongga, tabung impedansi, frekuensi.


(10)

ABSTRACT

The sound has a lot of benefits for human life and other creatures . However, excessive noise or the so-called noise would be very disturbing and will cause harm to humans . Noise control is needed to create a comfortable environment free from noise . Noise control can be done with various techniques . One technique that noise control is to absorb sound . There are many techniques of materials that can be used as a sound absorber , one example is aluminum . In this study, combined with a magnesium aluminum by means of casting a hollow cavity with different diameters on each specimen , and then testing the sound absorption by the impedance tube method so that it can be seen how it affects the sound absorption properties of aluminum - magnesium alloy . The results of this study showed that the highest sound absorption coefficient in aluminum-magnesium alloy with a diameter of 3 mm and cavity frequencies are best absorbed by these materials is 1500 Hz .

Keywords: sound, noise, sound absorber, aluminum, magnesium, casting hollow, impedance tube, frequency.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR NOTASI ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...1

1.3 Tujuan Penilitian ...3

1.4 Manfaat Penelitian ...3

1.5 Batasan Masalah ...4

1.6 Sistematika Penulisan ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gelombang dan Bunyi ...6

2.1.1 Pengertian Gelombang ...6

2.1.2 Jenis-jenis Gelombang ...7

2.1.3 Pengertian Bunyi ...8

2.1.4 Sifat-sifat Bunyi ...9


(12)

2.1.4.2 Kecepatan Perambatan ...10

2.1.4.3 Panjang Gelombang ...11

2.1.4.4 Intensitas Bunyi ...12

2.1.4.5 Kecepatan Partikel ...12

2.2 Aluminium ...13

2.2.1 Perlakuan Panas Aluminium Paduan ...15

2.2.2 Mekanisme Pengerasan ...16

2.3 Magnesium ...19

2.3.1 Sejarah Magnesium ...19

2.3.2 Sifat-sifat Magnesium ...20

2.4 Paduan Aluminium-Magnesium ...20

2.5 Teori Pengecoran ...23

2.5.1 Sejarah Pengecoran ...23

2.5.2 Proses Pengecoran ...24

2.5.3 Pembuatan Cetakan ...27

2.6 Sifat Akustik ...28

2.6.1 Koefisien Absorpsi ...29

2.6.2 Sound Transmision Loss ...32

2.7 Material Akustik ...33

2.8 Tabung Impedansi ...36

2.8.1 Metode Pengukuran Koefisien Absorpsi Menggunakan Tabung Impedansi ………36

2.8.1.1 Metode Perbandingan Gelombang Tegak ...36


(13)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Pengecoran ...39

3.1.1 Aluminium ...39

3.1.2 Magnesium ...39

3.2 Alat-Alat Pengecoran ...40

3.3 Proses Pengecoran ...43

3.4 Pengujian Tabung impedansi ...45

3.4.1 Alat ...45

3.4.2 Bahan ...49

3.5 Eksperimental Set Up ...51

3.6 Prosedur Pengujian ...52

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ...54

3.8 Diagram Alir Penelitian ...55

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengujian Paduan Al-Mg Dengan Diameter Rongga 3 mm 57 4.1.1 Pengukuran Frekuensi 125 Hz ...57

4.1.2 Pengukuran Frekuensi 250 Hz ...58

4.1.3 Pengukuran Frekuensi 500 Hz ...59

4.1.4 Pengukuran Frekuensi 1000 Hz ...59

4.1.5 Pengukuran Frekuensi 1500 Hz ...60

4.1.1 Pengukuran Frekuensi 2000 Hz ...61

4.2 Hasil Pengujian Paduan Al-Mg Dengan Diameter Rongga 4 mm 63 4.2.1 Pengukuran Frekuensi 125 Hz ...63


(14)

4.2.2 Pengukuran Frekuensi 250 Hz ...63

4.2.3 Pengukuran Frekuensi 500 Hz ...64

4.2.4 Pengukuran Frekuensi 1000 Hz ...65

4.2.5 Pengukuran Frekuensi 1500 Hz ...66

4.2.6 Pengukuran Frekuensi 2000 Hz ...66

4.3 Hasil Pengujian Paduan Al-Mg Dengan Diameter Rongga 5 mm 68 4.3.1 Pengukuran Frekuensi 125 Hz ...68

4.3.2 Pengukuran Frekuensi 250 Hz ...69

4.3.3 Pengukuran Frekuensi 500 Hz ...70

4.3.4 Pengukuran Frekuensi 1000 Hz ...70

4.3.5 Pengukuran Frekuensi 1500 Hz ...71

4.3.6 Pengukuran Frekuensi 2000 Hz ...72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...77

5.2 Saran ...78


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gelombang Transfersal ...7

Gambar 2.2 Gelombang Logitudinal ...8

Gambar 2.3 Diagram Fasa Perubahan Microstruktur Paduan Al-Cu ...16

Gambar 2.4 Diagram Fasa Paduan Al-Si ...18

Gambar 2.5 Diagram Fasa Paduan Al-Cu ...19

Gambar 2.6 Diagram Fasa Paduan Al-Mg ...21

Gambar 2.7 Fenomena Absorpsi Suara Oleh Suatu Bahan ...29

Gambar 2.8 Pandangan Skematis Metode Rasio Gelombang Tegak ...37

Gambar 2.9 Tabung Impedansi Untuk Pengukuran Serap Bunyi ...37

Gambar 3.1 Batangan Aluminium (Ingot) ...39

Gambar 3.2 Batangan Magnesium ...40

Gambar 3.3. Dapur Peleburan ...41

Gambar 3.4 Blower ...41

Gambar 3.5 Cetakan Pasir ...42

Gambar 3.6 Proses Peleburan Aluminium-Magnesium ...43

Gambar 3.7 Proses Pengadukan Aluminium-Magnesium ...44

Gambar 3.8 Proses Penuangan Aluminium-Magnesium ...44

Gambar 3.9 Labjack U3-LV ...46

Gambar 3.10 Amplifier ...47

Gambar 3.11 Speaker ...47

Gambar 3.12 Mikropon ...48


(16)

Gambar 3.14 Dimensi Spesimen Aluminium-Magnesium ...49

Gambar 3.15 Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 3 mm ...50

Gambar 3.16 Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 4 mm ...50

Gambar 3.17 Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 5 mm ...51

Gambar 3.18 Skema Alat Ujia Tabung Impedansi ...52

Gambar 3.19 Set Up Peralatan Pengujian ...52

Gambar 3.20 Posisi Mikropon 2,1 dan 1 ...53

Gambar 3.21 Diagram Alir Penelitian ...55

Gambar 4.1 Grafik Paduan Al-Mg dengan Diameter Rongga 3 mm ...62

Gambar 4.2 Grafik Paduan Al-Mg dengan Diameter Rongga 4 mm ...68

Gambar 4.3 Grafik Paduan Al-Mg dengan Diameter Rongga 5 mm ...73


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Fasa Aluminium-Magnesium ...22

Tabel 2.2 Batas Komposisi Paduan Al-Mg (%) ...22

Tabel 2.3 Acoustic Properties Aluminium dan Magnesium ...23

Tabel 2.4 Koefisien Penyerapan Bunyi Dari Beberapa Material ...30

Tabel 4.1 Koefisien Absorpsi Paduan Al-Mg Diameter Rongga 3 mm ...61

Tabel 4.2 Koefisien Absorpsi Paduan Al-Mg Diameter Rongga 4 mm ...67

Tabel 4.3 Koefisien Absorpsi Paduan Al-Mg Diameter Rongga 5 mm ...73


(18)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

A Luas penampang m2

F Frekuensi Hz

I Intensitas bunyi W/m2

P Tekanan Pa

T Waktu s

V

Cepat rambat bunyi m/s

W

Daya Watt

Huruf Yunani

Simbol Arti Satuan

α Koefisien absorbsi -

λ

Panjang gelombang m


(19)

ABSTRAK

Bunyi memiliki banyak manfaat untuk kehidupan manusia dan makhuk lainnya. Akan tetapi bunyi yang berlebihan atau yang disebut kebisingan akan sangat menggangu dan akan menimbulkan kerugian bagi manusia. Pengendalian kebisingan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bebas dari kebisingan. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Salah satu teknik pengendalian kebisingan itu adalah dengan menyerap bunyi. Terdapat banyak material teknik yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap bunyi, salah satu contohnya adalah aluminium. Pada penelitian ini magnesium dipadukan dengan aluminium dengan cara pengecoran berongga dengan diameter rongga berbeda disetiap spesimen dan kemudian dilakukan pengujian serap bunyi dengan metode tabung impedansi sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap sifat penyerapan bunyi dari paduan aluminium-magnesium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien serap bunyi tertinggi pada paduan aluminium-magnesium dengan diameter rongga 3 mm dan frekuensi yang paling baik diserap oleh material ini adalah 1500 Hz.

Kata kunci : bunyi, kebisingan, penyerap bunyi, aluminium, magnesium, pengecoran berongga, tabung impedansi, frekuensi.


(20)

ABSTRACT

The sound has a lot of benefits for human life and other creatures . However, excessive noise or the so-called noise would be very disturbing and will cause harm to humans . Noise control is needed to create a comfortable environment free from noise . Noise control can be done with various techniques . One technique that noise control is to absorb sound . There are many techniques of materials that can be used as a sound absorber , one example is aluminum . In this study, combined with a magnesium aluminum by means of casting a hollow cavity with different diameters on each specimen , and then testing the sound absorption by the impedance tube method so that it can be seen how it affects the sound absorption properties of aluminum - magnesium alloy . The results of this study showed that the highest sound absorption coefficient in aluminum-magnesium alloy with a diameter of 3 mm and cavity frequencies are best absorbed by these materials is 1500 Hz .

Keywords: sound, noise, sound absorber, aluminum, magnesium, casting hollow, impedance tube, frequency.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bunyi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari – hari. Begitu banyak hal menguntungkan yang dapat diperoleh dari bunyi, antara lain menikmati musik, mendiagnosa suatu penyakit dan memperkirakan kedalaman lautan. Bunyi juga memberikan sensasi tersendiri bagi pendengaran tergantung pada persepsi apa yang ada dalam otak manusia.

Bunyi yang tidak diharapkan atau lebih sering disebut dengan bising (noise) akan sangat mengganggu bahkan berbahaya bagi manusia. Sehingga manusia berusaha untuk membuat material yang dapat mengurangi atau bahkan menyerap intensitas sumber bunyi yang sering disebut sebagai material penyerap bunyi. Material – material penyerap bunyi antara lain gabus, spon, rockwool dan aluminium.

Aluminium merupakan logam non-ferrous dan merupakan logam terbesar kedua yang dipergunakan oleh industri komponen setelah baja. Kelebihan dari logam Aluminium adalah memiliki berat sepertiga dari berat baja (ρ: 2,7 g/cm3), memiliki konduktifitas panas dan listrik yang baik, ratio kekuatan dan berat yang tinggi, tahan terhadap korosi, memiliki sifat formability yang baik serta mudah

dicetak. Aluminium merupakan salah satu material yang sangat banyak dipergunakan dalam bidang teknik, namun sangat jarang dipergunakan dalam kondisi Aluminium murni. Aluminium yang dijumpai dalam bidang teknik kebanyakan dalam bentuk alloy dengan unsur penambah utama seperti Silikon,


(22)

Copper, Iron, Mangan Zinc dan Magnesium. Magnesium juga merupakan unsur

paduan dalam berbagai jenis logam non-ferrous. Hasil paduan dari kedua unsur

ini lebih ringan dibandingkan dengan besi atau baja, ketahanan korosi yang baik, mengurangi kebisingan (low noise).

Studi tentang material komposit untuk penanggulangan kebisingan dan studi tentang koefisien serap bunyi paduan aluminium-magnesium telah beberapa kali dilakukan di Departemen Teknik Mesin USU. Tabel 1.1 berikut merupakan roadmap penilitian tentang pemanfaatan material komposit untuk penanggulangan kebisingan yang dilakukan di Departemen Teknik Mesin USU.

Tabel 1.1. Roadmap Penelitian

NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PROSES

1. Khairul Suhada

Kajian koefisien absorpsi bunyi dari material komposit serat

gergajian batang sawit dan gypsum sebagai material penyerap suara menggunakan metode impedance tube.

Selesai Juli 2010

2. Raja Naposo Harahap

Kajian eksperimental karakteristik material akustik dari campuran serat batang kelapasawit dan polyurethane dengan metode impedance tube.

Selesai Mei 2010

3. Muhammad Syahreza

Pengaruh penambahan kadar magnesiumpada aluminium terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro

Selesai Maret

2012 4. Henryandus Sitio

Pengaruh penambahan kadar magnesium pada aluminium terhadap kekerasan dan porositas.

Selesai Maret

2012

5. Palvis Syafri

Pengaruh kadar magnesium terhadap ketangguhan aluminium alloy foam yang menggunakan CaCO3 sebagai blowing agent dengan uji impak dan foto mikro.

Selesai September

2012

6. Fadly A. Kurniawan

Pembuatan dan pengujian

prototype propeller pesawat tanpa awak menggunakan paduan aluminium-magnesium.


(23)

Sambungan Tabel 1.1 Roadmap penelitian

NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PROSES

7. Felix Asade

Perancangan tabung impedansi dan kajian eksperimental koefisien serap bunyi paduan aluminium- magnesium.

Selesai April 2013

8. Fahrul Rozzy

Kajian eksperimental pengukuran transmission loss dari paduan

aluminium-magnesiummenggunakan metode impedance tube.

Proses

9. Jefry Pantas Manurung

Pengaruh penambahan aluminium-magnesium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising.

Selesai September

2013

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang Pengaruh Penambahan Aluminium-Magnesium Berongga Terhadap Sifat Mekanis Bahan Rendah Bising oleh Jefry Pantas Manurung, maka penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan judul “Pengaruh Variasi Diameter Rongga Terhadap Koefisien Serap Bunyi Paduan Aluminium-Magnesium Berongga”. Sehingga paduan Aluminium-Magnesium berongga tersebut pengaruhnya dapat diketahui tidak hanya dari segi mechanical propertienya saja melainkan juga dapat

diketahui dari segi acoustical propertiesnya.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Melakukan proses peleburan dengan bentuk pengecoran beronggga (lubang).

2. Menganalisa pengaruh variasi diameter rongga terhadap nilai koefisien serap bunyi dari material paduan aluminium-magnesium.


(24)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Pemanfaatan Aluminium-Magnesium sebagai Low Noise Material. 2. Menjadikan material ini sebagai salah satu pertimbangan dalam

menanggulangi kebisingan. 1.5.Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah mulai dari specimen uji yang digunakan hingga melakukan tahapan pengujian dan kemudian menganalisa karakteristik akustiknya. Pembatasan masalah tersebut meliputi:

1. Spesimen uji yang digunakan yaitu Aluminium-Magnesium dengan komposisi Al94% - Mg6% dengan variasi diameter rongga 3 mm, 4 mm dan 6 mm yang telah diuji sifat mekanis dari material tersebut dari pengujian sebelumnya.

2. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian koefisien serap bunyi dengan metode tabung impedansi.

1.6.Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II kajian materi pada tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori-teori dasar gelombang bunyi, material akustik, sifat akustik, sejarah aluminium, sifat-sifat aluminium, sejarah magnesium, sifat-sifat magnesium, paduan aluminium-magnesium, teori pengecoran dan teori pengujian tabung impedansi.


(25)

BAB III metodologi penelitian, berisikan urutan dan cara yang dilakukan pada penelitian mulai dari persiapan bahan pengujian, prosedur pengujian dan diagram alir pengujian.

BAB IV pembahasan dan hasil penelitian berisi tentang hasil-hasil pengujian yang akan diolah dan diklasifikasikan sesuai dengan kelompok perbandingannya untuk kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan pada tahapan selanjutnya, penulis memberikan hasil perhitungan untuk mencari nilai koefisien serap bunyi, serta grafik-grafik hasil dari analisa pengujian.

BAB V kesimpulan dan saran menyimpulkan seluruh kegiatan dan hasil penelitian serta saran-saran yang diperlukan untuk pengembangan dan penelitian lebih lanjut.

Daftar Pustaka berisi tentang literatur yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan tugas akhir ini.

Lampiran merupakan lampiran data-data yang diperoleh selama penelitian dan data yang bersumber dari literatur acuan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Gelombang dan Bunyi

Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini.

2.1.1. Pengertian Gelombang

Gelombang adalah suatu getaran, gangguan atau energi yang merambat. Dalam hal ini yang merambat adalah getarannya, bukan medium perantaranya. Satu gelombang terdiri dari satu lembah dan satu bukit (untuk gelombang transversal) atau satu renggangan dan satu rapatan (untuk gelombang longitudinal). Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang

antaralain panjang gelombang (λ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan,

frekuensi (ƒ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari gelombang) bergerak.

Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan partikel pada medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa energi dari satu tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium maka energi dipindahkan sebagai energi getaran antar partikel dalam medium tersebut.


(27)

2.1.2 Jenis-Jenis Gelombang

Jenis-jenis gelombang dikelompokkan berdasarkan arah getar, amplitudo dan fasenya, medium perantaranya dan frekuensi yang dipancarkannya. Berdasarkan arah getarnya gelombang dikelompokkan menjadi:

a. Gelombang Transversal

Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getaranya tegak lurus terhadap arah rambatannya. Satu gelombang terdiri dari satu lembah dan satu bukit seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gelombang transversal. (Sumber: Elvis, 2010)

b. Gelombang Longitudinal

Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya sejajar atau berimpit dengan arah rambatannya. Gelombang yang terjadi berupa rapatan dan renggangan seperti ditunjukkan pada gambar 2.2

T A


(28)

Gambar 2.2 Gelombang longitudinal. (Sumber: Elvis, 2010)

2.1.3. Pengertian Bunyi

Bunyi secara harfiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat didengar. Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara dan energi yang terkandung dalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh.

Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang menyatakan bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara yang terjadi bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel yang bergerak.

Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi mempunyai dua defenisi, yaitu:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyi objektif.


(29)

2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut sebagai bunyi subjektif.

Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu kolam dari titik dimana batu dijatuhkan.

Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik ini. Gelombang bunyi ini merupakan vibrasi/getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel.

2.1.4. Sifat–Sifat Bunyi

Bunyi mempunyai beberapa sifat, seperti frekuensi bunyi, kecepatan perambatan, panjang gelombang, intensitas dan kecepatan partikel.

2.1.4.1Frekuensi

Frekuensi merupakan gejala fisis objektif yang dapat diukur oleh instrumen-instrumen akustik. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per


(30)

peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali.

Frekuensi yang dapat didengar oleh Manusia berkisar 20 sampai 20.000 Hz dan jangkauan frekuensi ini dapat mengalami penurunan pada batas atas rentang frekuensi sejalan dengan bertambahnya umur manusia. Jangkauan frekuensi audio manusia akan berbeda jika umur manusia juga berbeda. Besarnya frekuensi ditentukan dengan rumus:

=

...

... (2.1) dimana: = Frekuensi (Hz)

= Waktu (detik)

Periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi.

=

f 1

... (2.2)

dimana: = Frekuensi (Hz) = periode (detik)

2.1.4.2Kecepatan Perambatan

Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan.


(31)

= ... (2.3)

atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis: = 20,05√

dimana: c = Cepat rambat bunyi (m/s)

γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41)

Pa = Tekanan atmosfir (Pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3

) T = Suhu (K)

Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.

= ... (2.4)

dimana: E = Modulus Elastisitas (Pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3

)

2.1.4.3Panjang Gelombang

Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak antara dua muka gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut:

= ... (2.5) dimana: λ = Panjang gelombang bunyi

c = Cepat rambat bunyi (m/s) f = Frekuensi (Hz)


(32)

2.1.4.4Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas. Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan:

= ... (2.6) dimana: I = Intensitas bunyi (W/m2)

W = Daya akustik (Watt) A = Luas area (m2)

Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2.

2.1.4.5Kecepatan Partikel

Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel.

= ... (2.7) dimana: V = Kecepatan partikel (m/detik)

p = Tekanan (Pa)

ρ = Massa jenis bahan (Kg/m3)


(33)

2.2. Aluminium

Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain sebagai berikut :

a) Kuat

Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.

b) Tahan terhadap korosi

Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut. c) Mudah dibentuk

Proses pengerjaan aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder,

adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik

penyambungan lainnya. d) Ringan

Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara. e) Memantulkan sinar dan panas


(34)

Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi panas

f) Konduktor listrik

Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium tidak mahal dan ringan, maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah (Ir. Tata Surdia. M.S. Met. E).

g) Konduktor panas

Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energy

h) Non magnetik

Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik, pemancar radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif.

i) Mampu diproses ulang-guna

Mendaur ulang kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga.

j) Menarik

Aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir. Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok untuk perabot rumah (hiasan), bahan bangunan dan mobil. Disamping itu


(35)

aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau

dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan dan jenis abrasi lainnya.

k) Memiliki ketangguhan yang baik

Dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG mencapai dibawah -150˚C.

2.2.1. Perlakuan Panas Aluminium Paduan

Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan memanaskan sampai terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain. Jika bahan tadi dibiarkan untuk jangka waktu tertentu maka terjadilah proses penuaan (aging). Perubahan akan terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fase kedua yang dimulai dengan proses nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari presipitat. Presipitat ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Proses ini merupakan proses age hardening yang disebut natural aging. Jika setelah

dilakukan pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah temperatur solvus (solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama

dan dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan buatan (artificial aging). Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu


(36)

Gambar 2.3 Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu. (Sumber: William K. Dalton: 259)

Proses dari pemanasan awal hingga pendinginan cepat disebut proses perlakuan pelarutan (solution treatment), dan proses sesudahnya disebut proses

perlakuan pengendapan (precipitation treatment).

2.2.2. Mekanisme Pengerasan

Untuk menjelaskan mekanisme terjadinya pengerasan, sebagai contoh diambil untuk diagram fase Al-Cu. Dari diagram tampak bahwa kelarutan Cu dalam Al menurun dengan menurunnya temperatur. Suatu paduan dengan 4 % Cu mulai membeku di titik 1 dengan membentuk dendrit larutan padat . Dan pada titik 2 seluruhnya sudah membeku menjadi larutan padat dengan 4 % Cu. Pada titik 3 kelarutan Cu dalam Al mencapai batas jenuhnya, bila temperaturnya diturunkan akan ada Cu yang keluar dari larutan padat berupa CuAl2. Makin rendah temperaturnya makin banyak Cu-Al yang keluar. Pada gambar struktur mikro Al-Cu tampak partikel CuAl tersebar didalam matriks .


(37)

Dengan pemanasan kembali sampai diatas garis solvus (titik 3) semua Cu larut kembali di dalam . Dengan pendingan cepat (quench) Cu tidak sempat

keluar dari . Pada suhu kamar struktur masih tetap berupa larutan padat fase tunggal Sifatnyapun masih belum berubah. Masih tetap lunak dan sedikit ulet. Dalam keadaan ini larutan dikatakan sebagai larutan yang lewat jenuh karena mengadung solute yang melampaui batas jenisnya untuk temperatur itu. Setelah

beberapa saat larutan yang lewat jenuh ini akan mengalami perubahan kekerasan dan kekuatan. Menjadi lebih kuat dan keras, tetapi struktur mikro tidak tampak mengalami perubahan.

Penguatan ini terjadi karena timbulnya partikel CuAl2 (fase ) yang berpresipitasi di dalam kristal . Presipitat ini sangat kecil tidak tampak di mikroskop (submicroscopic) dan akan menyebabkan terjadinya tegangan pada

lattis kristal di sekitar presipitat ini . Karena presipitat tersebar merata didalam lattis kristal. Maka dapat dikatakan seluruh lattis menjadi tegang mengakibatkan kekuatan dan kekerasan menjadi lebih tinggi.

Aging dapat dilakukan dengan membiarkan larutan lewat jenuh itu pada

temperatur kamar selama beberapa waktu. Dinamakan natural aging atau dengan

memanaskan kembali larutan lewat jenuh itu ke temperatur di bawah garis solvus dan dibiarkan pada temperatur tersebut selama beberapa saat. Dinamakan artficial

aging Bila aging temperatur terlalu tinggi dan atau aging time terlalu panjang

maka partikel yang terjadi akan terlalu besar (sudah mikroskopik) sehingga effek penguatannya akan menurun bahkan menghilang sama sekali, dan ini dinamakan over aged.


(38)

Proses precipitation hardening atau hardening dapat dibagi menjadi

beberapa tahap yaitu:

1. Solution treatment, yaitu memanaskan paduan hingga diatas solvus line.

2. Mendinginkan kembali dengan cepat (quenching)

3. Aging, yaitu menahan pada suatu temperatur tertentu (temperatur kamar

atau temperatur dibawah solvus line) selang waktu tertentu.

Paduan Aluminium lainnya yang dapat di perlakukan panas sebagaimana diagram fasa di bawah ini:

1. Paduan Al-Si masuk kategori non heat tretable, tetapi untuk paduan Al-Si

dengan kadar Si kurang dari 1,6 sebagaimana diagram fasa di bawah ini masih memungkinkan Al-Si mencapai fasa tunggal jika dipanaskan di atas garis solvus. Berarti memungkinkan untuk di heat treatment. Diagram fasa

paduan Al-Si dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Diagram fasa paduan Al-Si. (Sumber: Hansen & Anderko,1958)


(39)

2. Paduan Al-Cu dengan kadar Cu kurang dari 5,65 % juga heat treatable.

Diagram fasa paduan Al-Si dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Diagram fasa paduan Al-Cu. (Sumber: Hansen & Anderko,1958)

2.3. Magnesium

2.3.1. Sejarah Magnesium

Senyawa-senyawa magnesium telah lama diketahui. Black telah mengenal magnesium sebagai elemen di tahun 1755. Davy berhasil mengisolasikannya di tahun 1808 dan Busy mempersiapkannya dalam bentuk yang koheren di tahun 1831. Magnesium merupakan elemen terbanyak kedelepan di kerak bumi. Ia tidak muncul tersendiri, tapi selalu ditemukan dalam jumlah deposit yang banyak dalam bentuk magnesite, dolomite dan mineral-mineral lainnya. Logam ini sekarang

dihasilkan di AS dengan mengelektrolisis magnesium klorida yang terfusi dari air asin, sumur, dan air laut.


(40)

2.3.2. Sifat-Sifat Magnesium

Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Ia mudah ternoda di udara dan magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih yang menakjubkan.

Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk

incendiary bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan

dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile.

Logam ini memperbaiki karakter mekanik fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi

grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional

propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi

uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of

magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran.

Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan di

tungku-tungku pemanas.

2.4. Paduan Aluminium-Magnesium

Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan


(41)

korosi dan ketahanan aus. Diagram fasa Aluminium-Magnesium dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Diagram fasa paduan Al-Mg, Temperatur vs Persentase Mg. (Sumber: Hansen & Anderko. Constitution of binary alloys.1958)

Gambar 2.6 di atas memperlihatkan penambahan Magnesium hingga 6% akan cenderung menurunkan titik cair dari paduan Aluminium. Penambahan Mg 6% akan menurunkan titik cair paduan Aluminium menjadi 6300C. Penambahan unsur Magnesium pada Aluminium untuk fase biner akan menghasilkan berbagai

fase seperti Al () (0-17,1% Mg), Al2Mg2 (β) (36,1-37,8% Mg), R (39%Mg),

Al12Mg17 (γ) (42-58,0% Mg), Mg (87,1-100% Mg). Pada unsur 6%Mg fasa yang

terbentuk adalah fasa Al (). Garis di atas menunjukkan Aluminium memiliki titik cair pada suhu ±6300C. Pada saat suhu mencapai 6500C maka Aluminium akan memasuki fase Liquid.


(42)

Tabel 2.1 Nilai Fasa Aluminium-Magnesium.

(Sumber:J.L Murray, 1998)

Beberapa komposisi paduan aluminium-magnesium berdasarkan nomor seri yang telah ditetapkan ditunkukkan oleh tabel 2.2.

Tabel 2.2. Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%)

Alloy Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn Ti Al

5052 0.25 0.40 0.10 0.10 2.2– 2.8

0.15–

0.35 0.10 Remainder 5083 0.40 0.40 0.10 0.40–

1.0

4.0– 4.9

0.05–

0.25 0.25 0.15 Remainder 5086 0.40 0.50 0.10 0.20–

0.7

3.5– 4.5

0.05–

0.25 0.25 0.15 Remainder 5154 0.25 0.40 0.10 0.10 3.10–

3.90

0.15–

0.35 0.20 0.20 Remainder 5356 0.25 0.40 0.10 0.10 4.50–

5.50

0.05–

0.20 0.10

0.06–

0.20 Remainder 5454 0.25 0.40 0.10 0.50–

1.0

2.4– 3.0

0.05–

0.20 0.25 0.20 Remainder 5456 0.25 0.40 0.10 0.50–

1.0

4.7– 5.5

0.05–

0.20 0.25 0.20 Remainder 5754 0.40 0.40 0.10 0.50 2.6–

3.6 0.30 0.20 0.15 Remainder (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium_alloy)


(43)

Keberadaan magnesium dapat mempengaruhi sifat akustik paduan karena akan menyebabkan menurunnya nilai impedansi akustik paduan tersebut. Dengan penurunan impedansi/ hambatan akustik tersebut maka propagasi gelombang bunyi lebih besar. Tabel 2.3 berikut menunjukkan perbedaan nilai impedansi akustik dari kedua material.

Tabel 2.3. Acoustic properties aluminium dan magnesium.

Metals Density

g/cm3

Acoustic Impedance g/cm2-sec x105

Aluminum 2.70 17.10

Magnesium 1.74 10.98

(Sumber: http://www.ndted.org/GeneralResources/MaterialProperties/UT/ut_matlprop_metals.htm)

2.5. Teori Pengecoran 2.5.1. Sejarah Pengecoran

Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4.000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui. Pengecoran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku.

Penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga, hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang menempanya. Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian


(44)

untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga.

Pengecoran perunggu di lakukan pertama di Mesopotamia, kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi. Teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina. Teknik pengecoran Mesopotomia diteruskan juga ke Eropa padatahun 1500 - 1400 sebelum Masehi dan pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung logam cair yang di dapat dari biji besi kedalam cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali besi kasar seperti cara sekarang. Coran paduan Alumanium dibuat pada akhir abad 19 setelah cara pemurnian elektrolisasi (Purnomo., 2004).

2.5.2. Proses Pengecoran

Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya (Tata Surdia, 1992).

Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakan dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam


(45)

logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti.

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.

1. Cawan tuang

Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel. Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara : H

tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya

terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah terak atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin. Sabaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis (Tata Surdia, 1992).


(46)

2. Saluran turun

Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sadangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas yang dibuat dari samot. Samot ini cocok untuk membuat salurun turun yang panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi, tergantung dari berat coran.

3. Pengalir

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada permulaan penuangansehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir agar logam cair yang pertama masuk akan mengisi seluruh ruang


(47)

pada cetakan, serta membuat kolam putaran pada saluran masuk dan membuat saluran turun bantu.

4. Saluran Masuk

Salauran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Irisannya diperkecil ditengah dan diperbesar lagi kearah rongga saluran dan irisan terkecil ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran.

2.5.3. Pembuatan Cetakan

Jenis - jenis cetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran logam yaitu :

a. Cetakan Pasir

Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan (Tata Surdia, 1992).


(48)

b. Cetakan Logam

Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang.

Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Proses pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi digunakan untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.

2.6. Sifat Akustik

Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya

segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Fenomena absorpsi suara oleh suatu permukaan bahan ditunjukkan pada gambar 2.7.


(49)

Gambar 2.7 Fenomena absorpsi suara oleh suatu permukaan bahan. (Sumber : FTI ITB 2010)

Fenomena suara yang terjadi akibat adanya berkas suara yang bertemu atau menumbuk bidang permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan (reflected), diserap (absorb), dan diteruskan (transmitted) atau ditransmisikan

oleh bahan tersebut. Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara 20 Hz sampai dengan 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar (audible range).

2.6.1. Koefisien Absorpsi

Menurut Jailani et al. (2004) penyerapan suara (sound absorption)

merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas atau kalor.

Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai

0, artinya tidak ada bunyi yang diserap sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan. Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap


(50)

energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor.

Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai

koefisien penyerap suara atau koefisien absorbsi (α).

Energy Incident

Energy Absorbed

... (2.8) Terdapat dua metode untuk mengukur koefisien absorbsi suara, yaitu dengan tabung impedansi (impedance tube) yang dapat mengukur koefisien

absorbsi suara normal, serta pengukuran dengan ruang dengung (reverberationroom) yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara sabine. Tabel

2.4 berikut merupakan nilai koefisien absorpsi dari beberapa material. Tabel 2.4. Koefisien penyerapan bunyi dari beberapa material

Material Frekuensi (Hz)

125 250 500 1000 2000 4000 Gypsum board (13 mm)

Kayu Gelas

Tegel geocoustic (81 mm) Beton yang dituang Bata tidak dihaluskan Steel deck (150 mm)

0.29 0.15 0.18 0.13 0.01 0.03 0.58 0.10 0.11 0.06 0.74 0.01 0.03 0.64 0.05 0.10 0.04 2.35 0.02 0.03 0.71 0.04 0.07 0.03 2.53 0.02 0.04 0.63 0.07 0.06 0.02 2.03 0.02 0.05 0.47 0.09 0.07 0.02 1.73 0.03 0.07 0.40 Sumber : Doelle, Leslie L, 1993.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai serap bunyi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan bunyi pada material adalah:


(51)

1. Ukuran serat.

Koizumi et al. (2002) melaporkan bahwa meningkatnya koefisien serap bunyi diikuti dengan menurunnya diameter serat. Ini disebabkan ukuran serat yang kecil akan lebih mudah untuk berpropagasi dibandingkan dengan serat yang lebih besar pada gelombang suara.

2. Resistensi Aliran Udara.

Salah satu kualitas yang sangat penting yang dapat mempengaruhi karakteristik dari material berserat adalah spsefik resistensi aliran udara per unit tebal material. Karakteristik impedansi dan propagasi konstan, yang mana menggambarkan sifat akustik material berpori.

3. Porositas (rongga pori)

Jumlah, ukuran, dan tipe rongga pori adalah faktor yang penting ketika mempelajari mekanisme penyerapan suara pada material berpori. Untuk memungkinkan disipasi suara dengan gesekan, gelombang suara harus dimasukkan ke material dengan rongga (berpori). Ini berarti haru ada pori yang cukup pada permukaan material untuk dilewati oleh gelombang suara dan diredam. Porositas pada material berporos didefinisikan sebagai rasio volume berpori didalam material kepada jumlah total volume.

4. Ketebalan

Beberapa studi yang berhubungan dengan penyerapan bunyi pada material berpori menghasilkan kesimpulan bahwa absorbsi suara frekuensi


(52)

rendah memiliki hubungan langsung dengan ketebalan. Sebuah studi oleh Ibrahim et al. (1978) menunjukkan meningkatnya penyerapan bunyi pada frekuensi rendah dengan meningkatnta ketebalan material. Namun, pada frekuensi tinggi ketebalan material tidak terlalu berpengaruh pada penyerapan bunyi.

5. Densitas

Densitas material sering dianggap menjadi faktor yang penting yang mengatur perilaku absorbs suara pada material.

6. Permukaan impedansi

Nilai permukaan impedansi yang semakin tinggi akan menyebabkan meningkatnya jumlah refleksi bunyi pada permukaan sehingga kemampuan serap bunyinya berkurang.

2.6.2. Sound Transmission Loss

Sound transmission loss adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi

suara. Nilainya biasa disebut dengan decibel (dB). Semakin tinggi nilai sound

transmission loss (TL), semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara

(Bpanelcom 2009). Sound transmission class (STC) adalah kemampuan rata-rata

transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi.

Semakin tinggi nilai STC, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara (Bpanelcom 2009). Nilai STC ditetapkan berdasarkan baku mutu ASTM E


(53)

413tentang Classification for Rating Sound Insulation yang dikeluarkan oleh

American Society for Testing and Materials (ASTM).

2.7. Material Akustik

Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk menyerap suara/bising. Material akustik adalah suatu bahan yang dapat menyerap energi suara yang datang dari sumber suara. Pada dasarnya semua bahan dapat menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-beda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur pada bahan tersebut.

Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu:

1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umum

digunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan bahan gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang saling mengait sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan rongga yang sempit dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi, dari energy suara menjadi energi vibrasi, kalor atau perubahan momentum. Daya penyerapan atau peredaman dari suatu jenis material adalah fungsi dari frekuensi. Penyerapan relatif rendah pada frekuensi


(54)

rendah dan meningkat terhadap ketebalan material. Absorpsivitas frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan cara melapisi material sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan tile, secara varial akan menghasilkan efektivitas reduksiyang cukup besar.

2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus)

yang dipasang dengan lapisan udara dibagian belakangnya (air

spacebacking). Bergetarnya panil ketika menerima energi suara serta

transfer energy getaran tersebut ke lapisan udara menyebabkan terjadinya efek penyerapan suara. Sama halnya separti material berpori, yang berfungsi sebagai peredam suara, yaitu merubah energi suara menjadi energi vibrasi dan kalor. Penambahan porous absorber pada bagian

ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih jauh meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah.

3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume

tertentu dapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek osilasi udara pada bagian leher (neck) yang terhubung dengan volume

udara dalam rongga ketika menerima energi suara menghasilkan efek penyerapan suara, menyerap energi suara paling efisien pada pita frekuensi yang sempit di dekat sumber gaungnya. Peredam jenis ini biasanya dalam bentuk elemen tunggal, sepertiblok beton standar dengan rongga yang ditempatkan didalamnya; bentuk lain terdiri dari panel yang berlubang-lubang dan kisi-kisi kayu dengan selimut absorbsi diantaranya. Selain memberikan nilai estetika arsitektur, sistem yang baru saja dijelaskan (bentuk kedua) memberikan absorbsi yang berguna untuk


(55)

rentang frekuensi yang lebih lebar daripada kemungkinan yang diberikan oleh elemen tunggal berongga (struktur sandwich).

4. Penyerapan suara tiap benda diberikan oleh manusia, meja, kursi dan furniture. Furnitur kayu termasuk didalamnya adalah kursi dan meja. Untuk kondisi dimana terdapat banyak orang dengan meja dan kursi (seperti dapat kita temukan di dalam ruang kelas dan ruang kuliah), akan lebih cocok jika digunakan peredaman per orang dan per benda dari furnitur yang diberikan daripada peredaman oleh manusia saja. Dengan menentukan jumlah dan distribusi peredam jenis ini, dapat dimungkinkan untuk merancang kelakuan waktu gaung terhadap frekuensi untuk memperoleh hampir semua lingkungan akustik yang diinginkan. Hal ini juga dapat memungkinkan untuk merancang sebuah ruangan dimana karakteristik gaungnya dapat diubah dengan cara menggeser atau merubah posisi panil dimana posisi permukaan berpengaruh terhadap sifat peredaman yang berbeda. Selama waktu gaung optimum bergantung terhadap fungsi ruangan, dengan cara ini dapat dimungkinkan untuk merancang sebuah ruangan serba guna (multipurpose rooms).

Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang besar.

Bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya mempunyai struktur berpori atau berserat. Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan penyerap suara antara lain adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain,


(56)

2.8. Tabung Impedansi

Ada dua metode standar yang digunakan untuk mengukur koefisien serap bunyi untuk sampel berukuran kecil yaitu menggunakan metode rasio gelombang tegak (ISO 105432-1) dan metode transfer fungsi (ISO 105432-2). Kedua metode dirancang untuk pengukuran pada sampel kecil. Metode rasio gelombang tegak mapan, tapi lambat sehingga diganti dengan metode transfer fungsi karena kecepatan dan akurasinya dalam pengukuran.

2.8.1. Metode Pengukuran Koefisien Absorpsi Menggunakan Tabung Impedansi

2.8.1.1Metode Perbandingan Gelombang Tegak (ISO 10534-1:1996)

Metode ini berdasarkan pada fakta bahwa hanya ada gelombang datar yang datang dan dipantulkan sepanjang sumbu axis dalam tabung. Gelombang bunyi sinusoidal yang datang dibangkitkan oleh loudspeaker pada salah satu ujung tabung. Pada ujung lainnya dibatasi oleh lapisan material yang memiliki reflektifitas tinggi. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf atau 1/3 oktaf frekuensi. Dengan menggunakan definisi dari rasio gelombang tegak:

= | |

| | ... (2.9) Faktor refleksi dan koefisien serap bunyi didefinisikan oleh:

| | = ... (2.10) = 1−| | ... (2.11) Tabung impedansi yang menggunakan metode ini diilustrasikan pada gambar 2.8.


(57)

Gambar 2.8 Pandangan skematis metode rasio gelombang tegak. 2.7.1.1Metode Transfer Fungsi (ISO 10534-2:1998)

Metode ini menggunakan dua buah mikropon yaitu pada posisi x1 dan x2. Tekanan bunyi pada posisi ini masing-masing adalah:

= + ... (2.12) = + ... (2.13) Tabung impedansi yang menggunakan metode ini diilustrasikan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Tabung Impedansi untuk pengukuran koefisien serap bunyi.

dimana: A dan B adalah amplitudo tegangan (Volt) k adalah nomor gelombang (m-1)

x1 adalah jarak antara sampel dan mikropon terjauh (m) x2 adalah jarak antara sampel dan mikropon terdekat (m)


(58)

sehingga transfer fungsi akustik kompleks anatara kedua mikropon ini yaitu: =

...

(2.14) dan faktor refleksinya:

= ... (2.15)

dimana: =

=

= − (jarak kedua mikropon)

maka koefisien serap bunyi dapat ditentukan melalui persamaan berikut:


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bahan Pengecoran 3.1.1. Aluminium

Proses peleburan pada penelitian menggunakan aluminium dalam bentuk batangan (ingot). Aluminium yang digunakan pada proses pengecoran ini sebanyak 5 kg. Aluminium inilah yang menjadi bahan utama pada penelitian.

Gambar 3.1. Batangan Aluminium (Ingot)

3.1.2. Magnesium

Magnesiumadalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Mg dan nomor atom 12. Magnesium akan dilebur dengan aluminium batangan (ingot). Magnesium yang digunakan pada proses pengecoran ini adalah sebanyak 300 gram.


(60)

Gambar 3.2. Batangan Magnesium (Mg)

3.2. Alat – Alat Pengecoran

Dalam penelitian ini banyak menggunakan alat teknik, dimana alat-alat tersebut memiliki kegunaan masing-masing dalam proses penelitian ini. Adapun alat-alat tersebut antara lain :

1. Dapur Lebur

Dapur lebur digunakan sebagai sumber panas yang dihasilkan dari bahan bakar berupa kayu bakar dan sebagai alat pelebur logam yang akan dilebur. Dapur lebur terbuat dari batu bata dan semen tahan api, hasil pembakaran mencapai hingga temperatur 700 0C – 900 0C. Dapur lebur menggunakan blower untuk menghasilkan temperatur yang stabil. Volume dapur lebur bervariasi tergantung pada jumlah bahan yang akan dilebur. Dapur lebur yang digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran diameter 25 cm dan tinggi 50 cm dan volume ±24,5 liter.


(61)

Gambar 3.3. Dapur Peleburan 2. Ladel

Ladel merupakan alat penuang dalam peleburan. Aluminium cair yang memiliki suhu tinggi diambil dari dalam crucible dan dituangkan ke

dalam cetakan. Ukuran dari alat ini disesuaikan dengan volume cetakan yang digunakan.

3. Blower

Blower digunakan untuk menjaga temperatur peleburan yang dihasilkan dari panas pembakaran pada kayu bakar. Tanpa alat ini, maka panas yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak terdistribusi dengan baik dan panas yang dihasilkan tidak maksimal


(62)

4. Cetakan Pasir

Cetakan pasir dibuat dengan membentuk pasir kemudian dipadatkan agar hasil cetakan tidak berubah bentuk. Pasir yang digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Pasir ini dicampur pengikat khusus seperti air, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan. Ukuran cetakan pasir ini adalah panjang 150 cm, lebar 150 mm dan tebal 30 cm.

Gambar 3.5. Cetakan Pasir 5. Cetakan kawat (Mal)

Dalam pengecoran ini dimana bentuk spesimennya adalah berbentuk bulat berongga sesuai dengan besar diameter kawat pada mall tersebut, dimana diameter kawat berbeda pada setiap cetakan kawat. Diameter kawat pada tiap-tiap cetakan kawat adalah 3 mm, 4 mm dan 5 mm dan panjang kawat adalah 8 cm. Dimana agar kawat tersebut tidak menyatu dengan cairan Aluminium pada saat pengecoran maka kawat tersebut pertama kali di panaskan untuk menghilangkan kerak-kerak (kotoran) dari pada kawat tersebut, dan setelah itu kawat tersebut diolesi minyak kaca dan lumpur sebelum di lakukan penuangan cairan paduan aluminium-magnesium.


(63)

3.3.Proses Pengecoran

Pada proses pengecoran ini hal yang dilakukan yaitu mencairkan aluminium yang diperlukan, aluminium yang di peroleh dari ingot (aluminium batangan) dicairkan atau dilebur. Untuk mempercepat pencairan aluminum tersebut di perkecil hingga menjadi beberapa potong.

Penambahan unsur Magnesium (Mg) dilakukan terhadap aluminium sesuai dengan variasi yang diinginkan, titik lebur magnesium adalah 650 oC namun jika magnesium dipadukan dengan aluminium maka titik lebur paduan aluminium-magnesium menjadi 630 oC. Aluminium terlebih dahulu dilebur hingga mencapai temperatur 450 – 550 ˚C, setelah mencapai suhu tersebut, magnesium dimasukkan ke dalam cairan aluminium yang sedang dilebur. Proses peleburan dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6. Proses Peleburan Aluminium-Magnesium

Setelah proses peleburan antara Aluminium-Magnesium berlangsung, maka akan dilakukan proses pengadukan agar campuran Aluminium-Magnesiumnya merata. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.7.


(64)

Gambar 3.7. Proses Pengadukan Aluminium-Magnesium

Setelah dilakukan proses pengadukan dan telah mencapai titik lebur paduan aluminium-magnesium yaitu pada suhu 630 oC maka hasil peleburan antara Aluminium-Magnesium dituang ke dalam cetakan pasir yang telah di sediakan sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.8.

Gambar 3.8. Proses Penuangan Aluminium-Magnesium Kedalam Cetakan Proses penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan selesai, maka cetakan dihancurkan untuk mengeluarkan spesimen hasil dari pengecoran tersebut. Setelah spesimen tersebut dikeluarkan dari pasir cetakan , kemudian dibersihkan dan dibentuk menggunakan mesin bubut sesuai dengan bentuk yang


(65)

telah ditentukan. Lalu dilakukan pengujian dengan metode tabung impedansi untuk mengetahui acoustical propertiesnya.

3.4. Pengujian Tabung Impedansi

Pengujian tabung impedansi (impedance tube) ini bertujuan untuk

mendapatkan koefisien serap bunyi dari paduan aluminium-magnesium. Tempat dilaksanakannya pengujian ini adalah di Laboratorium Noise/Vibration Research

Center, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.4.1. Alat dan Bahan Pengujian 3.4.1.1. Alat

Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah: 1.Laptop

Digunakan untuk menyimpan dan mengolah sinyal digital dari Labjack dengan bantuan software DAQFctory. Selain itu laptop juga digunakan

sebagai Tone Generator dengan bantuan software ToneGen untuk

membangkitkan bunyi pure tone.

2.LabJack U3-LV

Digunakan untuk merubah data sinyal analog bunyi yang dibangkitkan dalam percobaan menjadi sinyal digital. Alat ini ditunjukkan pada gambar 3.9.


(66)

Gambar 3.9. LabJack U3-LV.

Dengan spesifikasi:

1) 16fleksibel I/O(Input Digital, Digital Output, atau InputAnalog) 2) Sampai2Timers(Pulse Timing, PWMOutput, InputQuadrature) 3) Hingga2Counters(32-Bit)

4) 4 Tambahan digital I/O

5) Sampai 1612-bit InputAnalog(0-2,4 Vatau0-3,6V, SE atauDiff.) 6) 2Analogoutput(10-Bit, 0-5volt)

3.Amplifier

Alat ini digunakan sebagai penguat tegangan dan arus dari sinyal audio yang bertujuanuntuk menggerakkan pengeras suara (loudspeaker). Amplifier yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.10.


(67)

Gambar 3.10. Amplifier. Dengan spesifikasi:

1) 250 Watt Stereo 2) Type AV-299

4.Speaker

Digunakan untuk mengeluarkan bunyi berupa pure tone yang diatur

oleh software ToneGen. Speaker yang digunakan ditunjukkan pada

gambar 3.11.


(68)

Dengan spesifikasi:

1) Audax Woofer Midrange. 2) Nominal Impedance 8 Ohm. 3) Nominal Power RMS 60W 4) Sensitivity 90 dB

5.Mikropon

Digunakan sebagai sensor untuk menangkap sinyal bunyi yang berinterferensi didalam tabung impedansi. Mikropon yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.12.

Gambar 3.12. Mikropon.

Dengan spesifikasi:

1) Frekuensi respon 50 – 15,000 Hz 2) Out put Impedance 300 Ohm.

6.Tabung Impedansi

Digunakan sebagai alat uji untuk mendapatkan nilai koefisien serap bunyi dari sampel berdasarkan ISO 10534-2 dan ASTM E-2611. Tabung impedansi hasil perancangan dapat dilihat pada gambar 3.13.


(69)

Gambar 3.13. Tabung Impedansi.

Dengan spesifikasi:

1) Pipa paralon merk Maspion. 2) Panjang tabung 140 cm.

3) Diameter dalam tabung 110 mm. 4) Tebal 5 mm.

3.4.1.2. Bahan

Adapun bahan spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah paduan aluminium-magnesium (Al-Mg) dengan ketebalan 20 mm. Dimensi spesimen dapat dilihat pada gambar 3.14.


(70)

Variasi spesimen yang digunakan didalam penelitian ditunjukkan pada gambar 3.15. , 3.16. dan 3.17.

Gambar 3.15. Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 3 mm.

Spesimen paduan aluminium-magnesium dengan diameter rongga 3 mm memiliki lubang rongga sebanyak 95 buah dan jarak antar lubang adalah 10 mm.

Gambar 3.16. Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 4 mm

Spesimen paduan aluminium-magnesium dengan diameter rongga 4 mm memiliki lubang rongga sebanyak 95 buah dan jarak antar lubang adalah 9 mm.


(71)

Gambar 3.17. Spesimen Al-Mg dengan Diameter Rongga 5 mm

Spesimen paduan aluminium-magnesium dengan diameter rongga 5 mm memiliki lubang rongga sebanyak 95 buah dan jarak antar lubang adalah 8 mm.

3.5. Experimental Set Up

Secara eksperimental, pengujian dan pengambilan data untuk mendapatkan koefisien serap bunyi dari material dilakukan dengan menggunakan tabung impedansi dan alat-alat pendukung lainnya. Skematis dan set up alat untuk pengujian koefisien serap bunyi ditunjukkan pada gambar 3.18. dan 3.19.


(72)

Gambar 3.18. Skema Alat Uji Tabung Impedansi.

Gambar 3.19 Set Up Peralatan Pengujian.

3.6. Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Siapkan semua peralatan uji dengan diatur sesuai gambar set up peralatan pengujian.


(73)

2. Masukkan spesimen uji dalam tabung impedansi, yaitu ditengah ruang uji dengan posisi tegak lurus terhadap arah ruang tabung.

3. Pengukuran dilakukan pada frekuensi 125Hz, 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 1500Hz, dan 2000 Hz.

4. Hubungkan mikropon 1 dan mikropon 2 pada pre-amp mic channel 1 dan 2. Untuk frekuensi dibawah 228Hz yaitu frekuensi 125Hz dipakai mikropon 1’ dan 2. Agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.20.

Gambar 3.20. Posisi mikropon 2,1 dan 1’

5. Hubungkan output chanel pre-amp mic ke chanel 1 dan chanel 2 pada labjack.

6. Hubungkan Labjack ke port USB pada Laptop lalu buka Software DAQFaqtory untuk menganalisis sinyal.

7. Pada DAQFaqtory buka program Sound Recorder 4ch.

8. Untuk membangkitkan sinyal bunyi, buka program ToneGen. Bunyi yang

dikeluarkan berupa pure tone.

9. Atur frekuensi pada ToneGen lalu buka kembali DAQFaqtory untuk

melihat grafik tegangan suara pada masing-masing mikropon.

10.Klik Start/Stop Save untuk Logging data. Data grafik akan otomatis tersimpan dalam drive (D:) pada laptop.


(74)

11.Ambil nilai tegangan rata-rata pada masing-masing mikropon (A dan B) untuk dihitung koefisien absorpsinya dengan bantuan MATLAB.

12.Hitung tekanan suara pada masing-masing mikropon dengan rumus:

= +

= +

13.Hitung faktor Refleksi dan koefisien serap bunyi dengan rumus:

=

= 1

| |

14.Ulangi prosedur diatas untuk frekuensi dan sampel yang berbeda.

15.Masukkan data yang telah dihitung ke dalam tabel dan di plot ke dalam bentuk grafik agar dapat melihat perbandingan koefisien serap bunyi pada frekuensi yang berbeda dan pada masing-masing sampel.

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Pengukuran koefisien serap bunyi dihitung sesuai standar ISO 10543-2:1998 dan ASTM E-1050 untuk tabung impedansi 2 mikropon. Untuk memudahkan perhitungan koefisien serap bunyi sesuai dengan persamaan (2.14) dan (2.15), digunakan software MATLAB. Dengan kode MATLAB sebagai


(75)

Variabel Bebas (VB)

1) Variasi diameter rongga paduan aluminium-magnesium. 2) Jarak antar lubang rongga paduan aluminium-magnesium.

3) Frekuensi (125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz dan 2000 Hz)

Variabel Tetap (VT)

1) Jumlah lubang rongga setiap specimen paduan aluminium-magnesium adalah 95 buah.

2) Koefisien serap bunyi (absorpsi) ()

3.8. Diagram Alir Penelitian

Untuk memudahkan melaksanakan penelitian dan evaluasi hasil penelitian, maka dibuat diagram alir penelitian seperti ditunjukkan pada gambar 3.21.


(76)

Gambar 3.21 Diagram alir penelitian Mulai

Studi Literatur

Pembuatan Spesimen Uji

Aluminium Magnesium

Pengecoran Berongga

Pembentukan Spesimen Uji

Pengujian Koefisien Serap Bunyi Al-Mg Ø

rongga 3 mm

Al-Mg Ø rongga 4 mm

Al-Mg Ø rongga 5 mm

Hasil (α)

Laporan dan Kesimpulan


(77)

BAB IV

ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pengujian Paduan Al-Mg Dengan Diameter Rongga 3 mm 4.1.1. Pengukuran Pada Frekuensi 125 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 125 Hz amplitudo masing – masing yaitu :

A = 0.93904 Volt B = 0.86522 Volt

Tekanan bunyi pada masing-masing mikropon dengan rumus:

= +

= +

Faktor Refleksi dan koefisien serap bunyi dengan rumus:

= −

− = 1−| | Dihitung dengan bantuan MATLAB. Diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut : p1 = 1.2552 - 0.0530i

p2 = 1.6183 - 0.0326i H21 = 0.7759 - 0.0171i r = -0.8972 - 0.2172i alpha = 0.1478


(78)

Nilai p1, p2, H21, dan r merupakan bilangan kompleks yaitu gabungan antara bilangan real dan bilangan imajiner (y = a + bi). Untuk p1 bilangan realnya yaitu 1.2552 dan bilangan imajinernya yaitu 0.0530i. Bilangan kompleks dapat divisualisasikan sebagai titik atau vektor posisi pada sistem koordinat dua dimensi yang dinamakan bidang kompleks atau diagram argand.

4.1.2. Pengukuran Pada Frekuensi 250 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 250 Hz amplitudo masing – masing yaitu :

A = 1.358421 Volt B = 1.172758 Volt

Diperoleh hasil perhitungan dengan bantuan MATLAB sebagai berikut : p1 = -0.0811 - 0.1856i

p2 = 1.5417 - 0.1473i H21 = -0.0408 - 0.1243i r = 0.7708 - 0.5135i Alpha = 0.1421

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 250 Hz adalah α = 0.1421. 4.1.3. Pengukuran Pada Frekuensi 500 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 500 Hz amplitudo masing – masing yaitu :

A = 1.340473 Volt B = 0.961358 Volt


(79)

Diperoleh hasil perhitungan dengan bantuan MATLAB sebagai berikut : p1 = -2.2971 + 0.0243i

p2 = -0.5941 - 0.3663i H21 = 2.7835 - 1.7570i r = -0.6502 - 0.3473i Alpha = 0.4567

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 500 Hz adalah α = 0.4567. 4.1.4. Pengukuran Pada Frekuensi 1000 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 1000 Hz amplitudo masing – masing yaitu :

A = 1.029977 Volt B = 0.013534 Volt

Diperoleh hasil perhitungan dengan bantuan MATLAB sebagai berikut : p1 = 1.0349 - 0.1300i

p2 = -0.9045 + 0.5069i H21 = -0.9320 - 0.3786i r = -0.3204 + 0.6490i Alpha = 0.4761

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 1000 Hz adalah α = 0.4761 4.1.5. Pengukuran Pada Frekuensi 1500 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 1500 Hz amplitudo masing – masing yaitu :


(80)

A = 0.465818 Volt B = 0.940238 Volt

Diperoleh hasil perhitungan dengan bantuan MATLAB sebagai berikut : p1 = -1.3801 - 0.0907i

p2 = 0.9920 - 0.3362i H21 = -1.2201 - 0.5050i r = -0.2139 + 0.4873i Alpha = 0.7168

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 1500 Hz adalah α = 0.7168 4.1.6. Pengukuran Pada Frekuensi 2000 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 2000 Hz amplitudo masing – masing yaitu :

A = 0.186608 Volt B = 2.867892 Volt

Diperoleh hasil perhitungan dengan bantuan MATLAB sebagai berikut : p1 = 2.9546 + 0.6801i

p2 = 1.5353 + 2.3180i H21 = 0.7908 - 0.7509i r = -0.5390 - 0.6609i Alpha = 0.2727

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 2000 Hz adalah α = 0.2727

Nilai koefisien absorpsi untuk paduan Al-Mg dengan diameter rongga 3mm dapat dilihat pada tabel 4.1.


(81)

Tabel 4.1. Tabel koefisien absorpsi paduan Al-Mg dengan diameter rongga 3 mm

Frekuensi (Hz) α

125 0.1478

250 0.2404

500 0.4567

1000 0.4761

1500 0.7168

2000 0.2727

Dalam bentuk grafik koefisien absorpsi paduan Al- Mg dengan diameter rongga 3 mm dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik Paduan Al-Mg dengan Diameter Rongga 3mm

Gambar 4.1. menunjukkan grafik hasil pengujian koefisien absorpsi paduan Al-Mg dengan diameter rongga 3 mm menggunakan metode tabung impedansi. Untuk specimen uji paduan Al-Mg dengan diameter rongga 3 mm nilai koefisien absorpsi tertinggi yaitu sebesar 0.7168 pada frekuensi 1500 Hz dan penyerapan absorpsi terendah terjadi pada frekuensi 125 Hz dengan nilai koefisien absorpsi adalah 0.1478.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

125 250 500 1000 1500 2000

K o e fi s ie n A b s o rp s i Frekuensi (Hz)


(82)

4.2. Hasil Pengujian Paduan Al-Mg Dengan Diameter Rongga 4 mm 4.2.1. Pengukuran Pada Frekuensi 125 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 125 Hz amplitudo masing – masing yaitu :

A = 1.385941 Volt B = 1.2915614 Volt

Diperoleh hasil perhitungan dengan bantuan MATLAB sebagai berikut : p1 = 1.8627 - 0.0678i

p2 = 2.4016 - 0.0417i H21 = 0.7759 - 0.0147i r = -0.9073 - 0.2191i Alpha = 0.1287

Maka koefisien serap bunyi pada frekuensi 125 Hz adalah α = 0.1287 4.2.2. Pengukuran Pada Frekuensi 250 Hz

Setelah dilakukan pengukuran kemudian dihitung amplitudo maksimum yang diterima oleh mikropon. Untuk frekuensi 250 Hz amplitudo masing – masing yaitu :

A = 1.4421772 Volt B = 1.1983924 Volt

Diperoleh hasil perhitungan dengan bantuan MATLAB sebagai berikut : p1 = -0.0846 - 0.2437i

p2 = 1.6083 - 0.1934i H21 = -0.0339 - 0.1556i


(1)

B. Data Pengukuran Spesimen Al-Mg Dengan Diameter Rongga 5 mm Pada Frekuensi 250 Hz

Time Channel 1 Channel 2 0.00001 0.154571 0.287019 0.00002 0.341557 0.296608 0.00003 0.146181 0.28642 0.00004 0.363132 0.297807 0.00005 0.143184 0.285821 0.00006 0.365529 0.297208 0.00007 0.138989 0.285221 0.00008 0.370923 0.298406 0.00009 0.147379 0.28642

0.0001 0.36493 0.297807 0.00011 0.144383 0.284622 0.00012 0.352344 0.297208 0.00013 0.159366 0.285821 0.00014 0.332567 0.296608 0.00015 0.166557 0.285221 0.00016 0.309793 0.29541 0.00017 0.188133 0.328406 0.00018 0.281625 0.293612 0.00019 0.205513 0.288218 0.0002 0.263646 0.292413 0.00021 0.224091 0.288218 0.00022 0.254057 0.294211 0.00023 0.240872 0.288817 0.00024 0.228886 0.291214 0.00025 0.261249 0.289417 0.00026 0.209708 0.289417 0.00027 0.294211 0.292413 0.00028 0.198321 0.289417 0.00029 0.305598 0.292413 0.0003 0.174348 0.287619 0.00031 0.337362 0.294211


(2)

C. Data Pengukuran Spesimen Al-Mg Dengan Diameter Rongga 5 mm Pada Frekuensi 500 Hz

Time Channel 1 Channel 2 0.00001 0.514758 0.473406 0.00002 0.708337 0.498577 0.00003 0.568097 0.485392 0.00004 0.641214 0.499776 0.00005 0.593868 0.485991 0.00006 0.581882 0.481796 0.00007 0.624433 0.483594 0.00008 0.524947 0.480598 0.00009 0.664587 0.491985 0.0001 0.477601 0.466813 0.00011 0.708337 0.507567 0.00012 0.444639 0.450632 0.00013 0.720323 0.51356 0.00014 0.437447 0.745477 0.00015 0.737703 0.511163 0.00016 0.433851 0.436848 0.00017 0.755682 0.510563 0.00018 0.448834 0.442841 0.00019 0.761076 0.524947 0.0002 0.475204 0.433851 0.00021 0.746093 0.532139 0.00022 0.505769 0.431454 0.00023 0.743097 0.525546 0.00024 0.537532 0.442241 0.00025 0.692155 0.523149 0.00026 0.593868 0.454827 0.00027 0.64421 0.508166 0.00028 0.626231 0.447635 0.00029 0.59207 0.49618

0.0003 0.677172 0.462019 0.00031 0.527943 0.481197


(3)

D. Data Pengukuran Spesimen Al-Mg Dengan Diameter Rongga 5 mm Pada Frekuensi 1000 Hz

Time Channel 1 Channel 2 0.00001 0.007739 1.004398 0.00002 0.002345 0.427858 0.00003 0.011335 1.008593 0.00004 0.002345 0.427259 0.00005 0.019725 0.994209 0.00006 0.002345 0.429057 0.00007 0.049691 0.948661 0.00008 0.002345 0.487789 0.00009 0.068869 0.920494 0.0001 0.002345 0.553714 0.00011 0.07726 0.854569 0.00012 0.002345 0.640614 0.00013 0.071266 0.81022 0.00014 0.002345 0.737104 0.00015 0.058681 0.736504 0.00016 0.005342 0.81861 0.00017 0.05029 0.669381 0.00018 0.013133 0.887531 0.00019 0.039503 0.614244 0.0002 0.026917 0.922292 0.00021 0.030513 0.568697 0.00022 0.043698 0.934278 0.00023 0.019725 0.544125 0.00024 0.069468 0.936675 0.00025 0.010136 0.528543 0.00026 0.092242 0.943867 0.00027 0.004143 0.536334 0.00028 0.121009 0.883936 0.00029 0.002345 0.578885 0.0003 0.153372 0.839586 0.00031 0.002345 0.633423


(4)

E. Data Pengukuran Spesimen Al-Mg Dengan Diameter Rongga 5 mm Pada Frekuensi 1500 Hz

Time Channel 1 Channel 2 0.00001 0.203715 0.40266 0.00002 0.260649 0.491985 0.00003 0.17255 0.597033 0.00004 0.25106 0.440444 0.00005 0.008339 0.117069 0.00006 0.184537 0.401488 0.00007 0.091643 0.509706 0.00008 0.161163 0.400291 0.00009 0.071866 0.393248 0.0001 0.105427 0.420666 0.00011 0.034109 0.994809 0.00012 0.05928 0.438646 0.00013 0.016729 0.070322 0.00014 0.009537 0.493183 0.00015 0.088047 0024175 0.00016 0.002345 0.536933 0.00017 0.002345 0.242325 0.00018 0.002345 0.612447 0.00019 0.307396 0.559108 0.0002 0.002345 0.017582 0.00021 0.337362 0.501574 0.00022 0.349947 0.181195 0.00023 0.369725 0.449433 0.00024 0.315786 0.147634 0.00025 0.351745 0.414673 0.00026 0.002345 0.779056 0.00027 0.002345 0.497033 0.00028 0.170752 0.066726 0.00029 0.002345 0.462273 0.0003 0.108424 0.109877 0.00031 0.002345 0.075716


(5)

F. Data Pengukuran Spesimen Al-Mg Dengan Diameter Rongga 5 mm Pada Frekuensi 2000 Hz

Time Channel 1 Channel 2 0.00001 0.35654 0.591471 0.00002 0.381711 1.314243 0.00003 0.002345 1.180596 0.00004 0.002345 0.585477 0.00005 0.002345 1.187188 0.00006 0.002345 0.563303 0.00007 0.097636 1.142839 0.00008 0.002345 0.511762 0.00009 0.005941 1.102086 0.0001 0.008938 0.489587 0.00011 0.068869 1.12486 0.00012 0.082653 0.485991 0.00013 0.203115 1.139842 0.00014 0.178544 0.510563 0.00015 0.299006 1.208164 0.00016 0.289417 0.538132 0.00017 0.002345 0.880939 0.00018 0.380512 0.545323 0.00019 0.403286 1.338815 0.0002 0.487789 0.578286 0.00021 0.402087 1.416126 0.00022 0.002345 1.12426 0.00023 0.302002 1.455681 0.00024 0.481197 0.652601 0.00025 0.284023 1.493437 0.00026 0.441642 0.676573 0.00027 0.019126 0.913901 0.00028 0.322978 0.692155 0.00029 0.149777 1.471263 0.0003 0.236677 0.701744 0.00031 0.109023 1.393352


(6)

LAMPIRAN 4

A. Spesifikasi Tabung Impedansi

No Tabung Impedansi

1 Pengujian Koefisien serap bunyi (α) dan Transmission Loss (TL)

2 Standar ISO 10543-2:1998, ASTM E-1050 3 Frekuensi uji (Hz) 114 - 2000

4 Diameter dalam

tabung 100 mm

5 Loudspeaker Audax Woofer midrange 8 ohm 6 Mikropon Shure 50 – 15000 Hz

7 Data akuisisi Labjack U3-LV

8 Amplifier 250W stereo type AV- 299 9 Software DaqFactory