Pembukaan Lahan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero) Tapanuli Selatan, Sumatera Utara

PEMBUKAAN LAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KEBUN BATANG TORU, PTPN III (Persero)
TAPANULI SELATAN, SUMATERA UTARA

MUHAMMAD RIZA FEBRIANO
A24070077

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembukaan Lahan
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero)
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis skripsi saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Muhammad Riza Febriano
NIM A24070077

ABSTRAK
MUHAMMAD RIZA FEBRIANO. Pembukaan Lahan Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero) Tapanuli Selatan,
Sumatera Utara. Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan ADE WACHJAR.
Tujuan magang adalah meningkatkan pengetahuan, mendapatkan
pengalaman kerja dan mempelajari aspek teknis dan manajemen pembukaan lahan
kelapa sawit. Kegiatan magang dilakukan di Kebun Batang Toru, PTPN III
(Persero), Tapanuli Selatan, Sumatera Utara dari bulan November 2011 sampai
dengan bulan Februari 2012. Data primer diperoleh langsung dari lapangan dengan
melakukan diskusi atau wawancara dengan mandor dan asisten divisi/lokasi serta
melalui pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari data
laporan perusahaan atau catatan perusahaan. Hasil pengamatan selama magang
menunjukkan bahwa masalah utama dalam pembukaan lahan areal perluasan
kebun kelapa sawit di Kebun Batang Toru adalah karena pembukaan lahan

dilakukan di lahan basah gambut pantai. Hal ini berkaitan dengan tahapan proses
dan kapasitas kerja pembukaan lahan. Pengamatan di lapangan difokuskan pada
kegiatan pembukaan lahan yang meliputi beberapa parameter, yaitu: tahapan
kegiatan dalam pembukaan lahan dan teknik pembukaan lahan yang digunakan, hal
ini berkaitan dengan keadaan lahan, keadaan vegetasi, teknik pembukaan lahan,
dan kebutuhan alat serta time sheet pengamatan prestasi kerja alat yang diperoleh
dengan membandingkan standar kebun.
Pembukaan lahan untuk kelapa sawit di Kebun Batang Toru, PTPN III
(Persero) Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, sebagian besar (67%) berupa lahan
basah gambut pantai dengan kedalaman 1 – 2 m, sedangkan sebagian (33%) berupa
lahan kering dengan struktur tanah liat, pasir dan debu. Teknik pembukaan lahan
yang digunakan adalah cara mekanis penuh, tanpa bakar dan menerapkan kaidah
pembukaan lahan basah penerapan tata air dan teknik pembuatan jalan dengan
pemasangan gambangan dan secara keseluruhan dalam pengelolaan lahan yang
sebagian besar bergambut di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli
Selatan, menggunakan prosedur standar operasi untuk lahan gambut yang telah
dituangkan dalam Permentan No. 14 Tahun 2009. PT Perkebunan Nusantara III
(Persero). Dalam melakukan pembukaan lahan Kebun Batang Toru PTPN III
(Persero) bekerjasama dengan pihak ke-3 yang melakukan pembukaan lahan
dengan cara mekanis sehingga diperoleh hasil yang efisien. Pekerjaaan dilakukan

menggunakan alat mekanis excavator dengan satuan penggunaan alat berat dalam
jam kerja buldozer (BU) atau hari kerja traktor (HKT). Prestasi kerja rata-rata
1 HK = 0.83 ha/HKT (8 BU/hari), sehingga dalam menyelesaikan pekerjaan seluas
1 blok areal (30 ha) rata-rata membutuhkan 37 HKT kondisi normal tanpa
hambatan (cuaca, perbaikan alat, serta faktor teknis penghambat lainnya).
Kata kunci : kelapa sawit, lahan gambut, pembukaan lahan.

ABSTRACT
MUHAMMAD RIZA FEBRIANO. Land Clearing of Oil Palm (Elaeis guineensis
Jacq.) at Batang Toru Plantation, PTPN III (Persero) South Tapanuli, North
Sumatera. Supervised by AGUS PURWITO and ADE WACHJAR.
The internship was conducted at Batang Toru Plantation PTPN III (Persero),
South Tapanuli, North Sumatera from November 2011 until February 2012. The
purposes of the internship is improve knowledge, gain work experience and
studying the management aspects land clearing of oil palm, both technical and
managerial aspects. The primary data were obtained directly from the field by
doing discussions or interviews with the foreman and assistant division as well as
through direct observation in the field. The secondary data were obtained from the
company data or company records. Based on observation during the internship can
be conclude that the main issues in land clearing oil palm is conducting enterpasing

basically been done at wetlands, this is due to stage process and work capacity of
land clearing. Field observations focused on the land clearing activities which
includes several parameters : the stages of land clearing process and land clearing
techniques are used, it relates to land condition, the condition of vegetation, land
clearing techniques, equipment requirements and time sheet working that is
obtained by comparing a standard operation of PTPN III (Persero) Plantation.
PT Nusantara Plantation III (Persero) as plantation companies state-owned
enterprises (BUMN), which seeks to expand oil palm plantations owned. Total
land area of the concession rights of exploitation (HGU) plantation development
area Batang Toru PT PTPN III (Persero) Tapanuli District is an area of 1 500
hectares by Regents consent decree South Tapanuli. Status of the land is the
location permits a secondary forest and other land uses (APL). Entirely divided
into 2 locations and 5 work packages groups of land with an area of each location I
is 548.43 ha and 775.98 ha II locations. Land clearing palm oil (Elaeis guineensis
Jacq.) at Batang Toru Plantation, PTPN III (Persero), South Tapanuli, North
Sumatra with the general condition of the area is the 67% of them in the form of
coastal peatland with a depth of 1 – 2 m, while 33% of them are in dry area the
form of land with the structure of clay soil, sand and dust. Land clearing technique
used is fully mechanical engineering, non-burning and land clearing rules apply
wet application of water management and road construction with the installation

technique and overall gambangan in the management of most of peaty land in
Batang Toru, South Tapanuli District, using standard procedures operation for
peatland that has been poured in the No. Permentan. 14 of 2009. PTPN III
(Persero) to cooperate with 3rd party (three) conduct land clearing by mechanical
means to obtain efficient results. Occupation is conducted using a mechanical
excavator with an average achievement 1 HK = 0.83 ha/HKT (8 BU/day), resulting
in the complete work area 1 block area (30 ha) on average takes 37 HKT normal
conditions without a hitch (weather, appliance repair).
Key words: land clearing, oil palm, peatlands.

PEMBUKAAN LAHAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
DI KEBUN BATANG TORU, PTPN III (Persero)
TAPANULI SELATAN, SUMATERA UTARA

MUHAMMAD RIZA FEBRIANO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pembukaan Lahan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun
Batang Toru, PTPN III (Persero) Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Nama
: Muhammad Riza Febriano
NIM
: A24070077

Disetujui oleh

Dr Ir Ade Wachjar, MS
Pembimbing II

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Pembimbing I


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini ditulis
berdasarkan hasil pelaksanaan magang yang dilakukan penulis bertempat di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PT Perkebunan Nusantara III
(Persero), Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada November 2011
sampai Februari 2012. Pelaksanaan magang ini berjudul Pembukaan Lahan Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero),
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Terima kasih atas bantuan dan dukungan serta motivasi dari Dr Ir Agus
Purwito, MSc Agr selaku pembimbing utama, Dr Ir Ade Wachjar, MS selaku
pembimbing anggota, Dr Eko Sulistyono selaku dosen penguji serta Dr Ir Maya

Melati, MS MSc selaku pembimbing akademik. Terima kasih atas bantuan dan
dukungan dari semua pihak terutama keluarga penulis Ayahanda Hayun Indra, SE
MM, Ibunda Siti Hawa, abang dan adik-adik (Awang, Ipah, Julio dan Ari).
Pimpinan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang sudah banyak membantu
dan bersedia menerima penulis untuk melaksanakan magang, terutama Manajer
Distrik Tapanuli Selatan PTPN III (Persero) Bapak Ir Rafael Sibagariang beserta
staf; Manajer Kebun Batang Toru Bapak Ir H Ellardi Siagian beserta staf; Asisten
Kepala Lokasi Areal Pengembangan Kebun Batang Toru Bapak Ir Hiras Gumanti
Tampubolon; Asisten 1 Bapak Bambang Hermanto, Asisten
2 Bapak
Ir Muhammad Siddik beserta seluruh mandor dan karyawan di lokasi magang,
yang banyak membimbing penulis selama melaksanakan hingga menyelasaikan
magang, Adinda Brawiwowati Harum Mardiah yang banyak memberikan
semangat dan perhatian; serta sahabat-sahabat seperjuangan (AGH 44 Bersatu,
Lawalata-IPB, Ipokers Serta HMI Cabang, HMI Komisariat Faperta Bogor) yang
tidak dapat penulis satu-persatu sebutkan.
Semoga karya ilmiah berupa skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
M. Riza Febriano


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vii
vii
vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan

1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Lahan dan Pembukaan Lahan
Lahan Basah
Karakteristik Lahan Gambut dan Upaya Konservasi
Setelah Pembukaan Lahan

2
2
2
3

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Metode Pelaksanaan
Pengumpulan Data dan Informasi
Analisis Data dan Informasi

5
5
5
5

6

KONDISI UMUM PERKEBUNAN
Letak Geografis dan Administratif
Keadaan Iklim dan Tanah
Luas Areal Konsesi (HGU) dan Tata Guna Lahan
Keadaan Tanaman
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

6
6
6
7
8
8

4

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Persiapan Lahan
Pembukaan Lahan
Pembersihan Lahan
Kebutuhan dan Kapasitas Kerja Alat
Persiapan Tanam dan Penanaman
Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit
Aspek Manajerial
Asisten Kepala Kebun
Asisten Kebun
Kepala Tata Usaha (Krani I)
Mandor I

8
9
9
12
14
14
16
17
18
18
19
19
19

PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
23
23
23

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

24
25

DAFTAR TABEL
1. Tingkat produktivitas berdasarkan kelas kesesuaian lahan
2. Jenis dan luas sebaran tanah di areal pengembangan dan perluasan
Kebun Batang Toru PTPN III (Persero)
3. Nilai Dominasi Jenis (SDR) pada setiap tingkat pertumbuhan pada areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru PTPN III (Persero)
4. Jumlah ketersediaan peralatan mekanis pekerjaan pembukaan lahan
5. Perhitungan kapasitas dan prestasi kerja alat dalam pengerjaan kegiatan
pembersihan lahan
6. Rekapitulasi rencana dan realisasi pekerjaan pembersihan lahan

7
10
11
15
15
16

DAFTAR GAMBAR
1. Peta rencana lokasi areal pengembangan dan perluasan Kebun Batang
Toru PT Perkebunan Nusantara III (Persero)
2. Survey dan pemetaan di areal pengembangan dan perluasan Kebun
Batang Toru, PTPN III (Persero)
3. Keadaan sistem lahan areal perluasan dan pengembangan Kebun Batang
Toru PTPN III (Persero)
4. Pemetaan tutupan vegetasi lahan di areal pengembangan dan perluasan
Kebun Batang Toru PTPN III (Persero)
5. Pemetaan paket pengerjaan pembangunan infrastruktur di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero)
6. Blok desain kebun dan jaringan parit/ drainase
7. Blok desain kebun dan jaringan infrastruktur jalan
8. Bagan alur proses pembersihan lahan

6
9
10
11
12
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1. Jurnal harian kegiatan magang sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL), di
areal pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, Muara Upu,
PTPN III (Persero) Distrik Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
2. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor, di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, Muara Upu, PTPN III
(Persero) Distrik Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
3. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten, di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, Muara Upu, PTPN III
(Persero) Distrik Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
4. Lokasi dan peta wilayah kebun areal pengembangan dan perluasan Kebun
Batang Toru, Desa Muara Upu, PT Perkebunan Nusantara III (Persero),
Distrik Tapanuli Selatan
5. Curah hujan Kebun Batang Toru, Distrik Tapanuli Selatan, PT Perkebunan
Nusantara III (Persero)

26

28

30

35
36

6. Tata guna lahan areal konsesi areal pengembangan dan perluasan Kebun
Batang Toru, PT Perkebunan Nusantara III (Persero), Distrik Tapanuli
Selatan
7. Data pembibitan dan alokasi bibit di Main Nursery (MN), di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PT Perkebunan
Nusantara III (Persero), Distrik Tapanuli Selatan
8. Struktur organisasi Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero), Distrik
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara Tahun 2011/2012
9. Data pengerjaan pembangunan infrastruktur kebun areal pengembangan
dan perluasan Kebun Batang Toru PT Perkebunan Nusantara III
(Persero), Distrik Tapanuli Selatan
10. Data perhitungan kapasitas dan prestasi kerja alat pekerjaan pembersihan
lahan

41

RIWAYAT HIDUP

42

37

38
39

40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai tanaman penghasil
minyak kelapa sawit (CPO -crude palm oil) dan inti kelapa sawit merupakan salah
satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa nonmigas bagi Indonesia. Prospek komoditas minyak kelapa sawit yang cerah dalam
perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong para pengusaha perkebunan di
Indonesia untuk memacu perluasan areal perkebunan kelapa sawit. Daya tarik
penanaman kelapa sawit terletak pada keuntungan yang berlimpah karena kelapa
sawit masih merupakan andalan sumber minyak nabati dan bahan baku
agroindustri (Sastrosayono 2003). Prospek yang cerah dari produk-produk kelapa
sawit berdampak pada usaha perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia pada saat ini untuk terus meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa
sawitnya serta berupaya untuk menambah/memperluas areal perkebunan kelapa
sawit yang dimilikinya. Hal tersebut juga dilakukan oleh PT Perkebunan
Nusantara III (Persero) sebagai perusahaan perkebunan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang berupaya untuk memperluas areal perkebunan kelapa sawit
yang dimilikinya. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi
pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu
jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif
lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif
kecil. Menurut Aini (2006), peningkatan produksi kelapa sawit tidak terlepas dari
perluasan areal tanaman perkebunan yang dilakukan, dan peningkatan luas areal
tersebut merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produksi yang berkaitan
erat dengan semakin meningkatnya kebutuhan dunia terhadap kebutuhan minyak
nabati. Pembukaan lahan adalah serangkaian tindakan pembersihan lahan dari
vegetasi awal yang tidak diinginkan menjadi lahan yang bersih atau lahan siap
olah. Kondisi lahan tersebut masih membutuhkan serangkaian tindakan untuk
menjadikan lahan dalam kondisi siap tanam. Pekerjaan-pekerjaan atau tindakan
yang dilakukan dalam mengubah bentuk lahan dari kondisi siap olah menjadi
lahan dalam kondisi siap tanam dikatakan sebagai pekerjaan pengolahan dan
penyiapan lahan (Yanuar 1999).
Menurut Sosroatmodjo (1980), perluasan areal tanaman perkebunan terutama
dilakukan di luar Pulau Jawa. Dalam kaitannya dengan perluasan areal
pertanaman kelapa sawit tersebut, tindakan pembukaan lahan ataupun penyiapan
lahan/pengolahan tanah perlu dilakukan lebih dahulu, terutama pada kebun tua
dan lahan asli yang umumnya masih tertutup oleh berbagai macam vegetasi atau
tumbuhan liar seperti hutan, alang-alang, rumput-rumputan. Dengan
mempertimbangkan kondisi topografi atau terrain setempat, serta faktor-faktor
cuaca dan jenis tanah, maupun tujuan akhir rencana pemakaian lahan, biasanya
tindakan-tindakan pembukaan dan penyiapan lahan akan dilakukan melalui
berbagai tahapan pekerjaan teknis.

2

Tujuan
Kegiatan magang bertujuan meningkatkan wawasan pengetahuan dan
keterampilan serta untuk memperoleh pengalaman dalam pembukaan lahan
perkebunan kelapa sawit di lapangan. Selain aspek teknis kegiatan magang juga
bertujuan mempelajari dan memahami pengelolaan perkebunan pada berbagai
tingkat manajerial serta mempelajari permasalahan yang dihadapi dan mencari
alternatif pemecahan masalahnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) tergolong dalam famili palmae, ordo
Palmales, sub kelas Monocotyledonae, kelas Angiospermae, sub divisi
Pterropsida dan divisi Tracheophyta. Pohon kelapa sawit mulai memperlihatkan
pertumbuhan memanjang pada umur 4 tahun. Tinggi batang bertambah terus
selama hidupnya, tetapi menurut pertimbangan ekonomi biasanya dibatasi sampai
umur 25-30 tahun atau tinggi batang telah mencapai 10-11 m (Yahya, 1990).
Menurut Lubis (1992), tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada 12 oLU – 12
o
LS dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (dpl). Kelapa sawit
menghendaki iklim dengan curah hujan antara 1 800 – 4 000 mm per tahun dan
merata sepanjang tahun dengan suhu rata-rata 25 oC. Kelapa sawit merupakan
tanaman dataran rendah, meskipun dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 900
m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit yaitu tanah dengan
solum dalam, pH 4.0-6.0 tetapi yang terbaik 5.0-5.5 tekstur ringan (pasir 20 60%, debu 10 - 40%, liat 20 – 50%) (Lubis 1992). Yahya (1990) menyatakan
tanah yang tidak banyak mengandung besi dan berdrainase baik sesuai untuk
pertumbuhan kelapa sawit. Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit
adalah lempung berdebu dan lempung liat berpasir dengan kedalaman efektif
tanah yang baik lebih dari 100 cm (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2003).

Lahan dan Pembukaan Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup lingkungan
fisik termasuk iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi yang semuanya
secara potensial berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Menurut Hardjowigeno
(1994) klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan
kesesuiannya untuk tujuan tertentu. Hasil perbandingan dari jenis penggunaan
lahan dengan kualitas lahan dikombinasikan dengan hasil analisis pemasukanpendapatan, biaya-manfaat, akibat pada lingkungan dan analisis sosial ekonomi
menghasilkan suatu klasifikasi yang menunjukkan kesesuaian masing-masing
satuan peta tanah (SPT) untuk jenis penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian
lahan merupakan survai komplit/lengkap terhadap seluruh sumberdaya, yaitu
iklim, tanah, air, jumlah penduduk, dan kondisi sosial ekonomi.

3

Menurut Sawit Watch (2008), pembukaan lahan kebun kelapa sawit sangat
berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran kebutuhan akan minyak kelapa
sawit dunia. Hingga saat ini perluasan areal kelapa sawit di Indonesia pada tahun
2000 – 2012 mencapai 9 074 621 ha dengan rataan 756 220 ha/tahun atau
meningkat 8% setiap tahunnya. Menurut Setyamidjaja (1991), perkebunan kelapa
sawit dapat dibangun di daerah bekas hutan primer, hutan sekunder, bekas
perkebunan tanaman yang lain (misalnya karet, kelapa, kopi, teh, dan lain-lain),
daerah bekas padang alang-alang/rawa maupun daerah marjinal/lahan basah.
Daerah tersebut tentunya mempunyai topografi yang sangat beragam : datar,
landai, bergelombang, berbukit-bukit. Dalam pelaksanaan pembukaan lahan yang
harus diperhatikan adalah terjaganya lapisan olah (top soil). Langkah pertama
dalam rangka penyediaan tempat pertanaman ialah pembukaan daerah tersebut.
Urutan pekerjaan dan alat yang digunakan serta teknik pelaksanaan untuk
membuka areal sangat bergantung pada keadaan lapangan. pembukaan lahan
dapat dilaksanakan secara mekanis, kimia maupun manual (Setyamidjaja 1991).

Lahan Basah
Lahan basah adalah wilayah-wilayah rawa, daratan rendah, gambut atau air,
baik alami atau buatan, permanen atau temporer, dengan air tenang atau mengalir,
tawar, payau atau asin, termasuk area laut dengan kedalaman air yang tidak
melebihi 6 meter pada saat air surut. Food and Agriculture Organization (FAO)
(2004), menetapkan tentang lahan basah, yaitu : daerah pesisir pantai dan riparian
yang berbatasan dengan lahan basah dapat dimasukkan dalam inventarisasi, begitu
pula pulau-pulau atau daerah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 6 meter
pada saat air surut. Menurut Scott (1989), lahan basah di Asia terdiri atas
bermacam-macam jenis, berupa habitat alami dan buatan. Daerah inter-tidal dan
muara, seperti sungai, danau, dan pesisir. Sungai dan rawa yang terbentuk dari
genangan banjir, anak sungai dan danau dapat membentuk hutan rawa gambut,
hutan rawa air tawar, serta gambut dan lumpur.
Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian
mengarah pada lahan-lahan marjinal, lahan basah merupakan salah satu jenis
lahan yang tergolong lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan
marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang
penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Global
Peatlands Initiative (2002), lahan gambut mencakup 3% (sekitar 4 juta km2) dari
daratan bumi. Luas lahan gambut dunia yang berkisar 38 juta ha terdapat lebih
50% berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 25.6 juta
ha, tersebar di Pulau Sumatera 8.9 juta ha (34.8%), Pulau Kalimantan 5.8 juta ha
(22.7%) dan Pulau Irian 10.9 juta ha (42.6%). Menurut Wetlands International
(2003), konsesi hak guna usaha (HGU) yang tersedia saat ini peruntukannya
terhadap luasan lahan basah di Indonesia seluas 27% berada di lahan gambut.
Konsesi ini terkonsentrasi lokasinya di Sumatra dan Kalimantan, konsesi
perkebunan kelapa sawit meliputi 14% dari total luasan lahan gambut, sedangkan
konsesi hutan tanaman industri mencakup 23% dari total luasan lahan gambut.
Total luasan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut adalah seluas 28 009 km2
(2,8 juta hektar) yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia.

4

Karakteristik Lahan Gambut dan Upaya Konservasi
Setelah Pembukaan Lahan
Driessen (1978) mendefinisikan bahwa gambut adalah tanah yang
mengandung bahan organik lebih besar daripada 65% (dari berat kering) dan
mempunyai ketebalan lebih dari 0.5 m. Lahan gambut adalah satu bagian dari
ekosistem lahan basah yang terbentuk akibat terakumulasinya bahan organik di
lantai hutan yang basah atau tergenang dalam satu periode yang panjang, yaitu
ribuan tahun. Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai
organosol atau histosol. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan
menjadi gambut mentah (fibrik), gambut setengah matang (hemik), gambut
matang (saprik). Gambut mentah (fibrik) adalah gambut yang belum melapuk,
bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75%
seratnya masih tersisa. Gambut setengah matang (hemik) adalah gambut setengah
lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila
diremas bahan seratnya 15 – 75%. Gambut matang (saprik) adalah gambut yang
sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua
sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15% terdekomposisi.
Pada perkebunan besar pembukaan lahan pada umumnya dilakukan dengan
cara mekanis menggunakan alat-alat berat, akan tetapi perkebunan swadaya
umumnya membuka hutan dengan cara manual. Menurut Fahmudin (2008),
beberapa cara dapat dilakukan dalam upaya konservasi lahan gambut, yaitu :
a. Semua bekas tebangan tidak boleh dibakar (zero burning). disamping adanya
peningkatan kandungan bahan organik dan anorganik sebagai akibat
pembusukan sisa-sisa tebangan secara alami.
b. Tanaman penutup tanah (cover crop) dan barisan tanaman (vetiver grass) yang
baik oleh tanaman kacangan penutup tanah yang tidak merugikan. Pada lahan
miring tanaman penutup tanah berguna untuk mencegah terjadinya erosi.
c. Pengelolaan tata kelola air; pembuatan parit (drainase), dam /tanggul, benteng,
teras, rorak (silt pits), tapak kuda (platform). Semakin dalam saluran drainase
semakin cepat terjadi penurunan permukaan (subsiden) dan dekomposisi
gambut sehingga ketebalan gambut akan cepat berkurang (bulk density) dan
daya sangganya (bearing capacity) terhadap air menjadi menurun akibat lahan
tidak dapat menyerap atau menyimpan air kembali (irreversible drying).
Upaya konservasi lahan setelah pembukaan lahan gambut merupakan aspek
penting dalam suatu areal perkebunan. selain meminimalkan aliran permukaan
dan erosi juga membantu pertumbuhan, pemeliharaan, dan panen yang efektif.
Konservasi lahan diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai
dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Hal ini
disebabkan lahan gambut mempunyai karakteristik fisik dan kimia yang khas.
Karakteristik tersebut berhubungan dengan kontribusi lahan gambut dalam
menjaga kestabilan lingkungan, sehingga upaya konservasi lahan perlu dilakukan
dan diperhatikan melalui manajerial yang cermat dan serius. Konservasi lahan
tidaklah berarti penundaan penggunaan atau pelarangan penggunaan lahan
gambut, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan lahan
dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar
lahan dapat berfungsi secara lestari (Harahap 2001).

5

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Batang Toru PTPN III (Persero),
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai bulan
November 2011 sampai dengan bulan Februari 2012.
Metode Pelaksanaan
Metode yang dilaksanakan selama kegiatan magang adalah praktik kerja
langsung di lapangan. Kegiatan yang dilakukan adalah seluruh jenis pekerjaan di
lapangan dan di kantor pada level manajerial yang diizinkan mulai dari
pendamping mandor dan pendamping asisten. Kegiatan aspek teknis yang
dilakukan selama menjadi karyawan harian lepas (KHL) berkaitan dengan teknis
budidaya diantaranya persiapan tanam dan penanaman kelapa sawit, pengendalian
gulma, pemupukan, pengendalian hama penyakit tanaman, pemeliharaan tanaman
belum menghasilkan (TBM). Setiap kegiatan selama menjadi KHL dilaporkan
dalam jurnal harian (Lampiran 1). Selama menjadi pendamping mandor dan
pendamping asisten penulis melaksanakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pengorganisasian dan pengawasan kerja karyawan, apel pagi, melakukan diskusi,
mengumpulkan data kebun, membuat laporan harian, mingguan, bulanan serta
mengisi jurnal harian (Lampiran 2 dan 3). Metode yang dilakukan dalam
pembukaan lahan mengacu pada pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk
budidaya kelapa sawit (Permentan No. 14 Tahun 2009), terdiri atas beberapa
tahapan, yaitu :
1. Persiapan lahan : perencanaan, kegiatan observasi, inventarisasi, dan
identifikasi lapangan (survey dan pemetaan, aspek operasional teknis lahan).
2. Teknik pembukaan lahan : teknik mekanis penuh, tanpa bakar (zero burning).
3. Pembersihan lahan : mengimas, menumbang, rencek/rumpuk (stacking).
4. Kapasitas kerja alat : time sheet pengamatan kerja alat, rekapitulasi rencana dan
realisasi pekerjaan alat mekanis (excavator).
Pengumpulan Data dan Informasi
Data dan informasi yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lapangan terhadap semua
kegiatan yang berlangsung di kebun. Pengamatan di lapangan difokuskan pada
kegiatan pembukaan lahan yang meliputi beberapa parameter, yaitu: tahapan
kegiatan dalam pembukaan lahan dan teknik pembukaan lahan yang digunakan,
hal ini berkaitan dengan keadaan lahan, keadaan vegetasi, teknik pembukaan
lahan, dan kebutuhan alat serta time sheet pengamatan prestasi kerja alat yang
diperoleh dengan membandingkan standar kebun. Data sekunder diperoleh dari
laporan manajemen (bulanan, semesteran, tahunan) arsip kantor Kebun Batang
Toru, kantor distrik manajer Tapanuli Selatan dan arsip kantor pusat PT
Perkebunan Nusantara III (Persero).

6

Analisis Data dan Informasi
Data primer dan data sekunder yang dihasilkan dianalisis secara kuantitatif
dengan mencari rata-rata dan persentase hasil pengamatan prestasi kerja di kebun,
lalu diuraikan secara deskriptif dengan membandingkan terhadap norma baku
yang berlaku pada perkebunan kelapa sawit dan standar yang telah ditetapkan
perusahaan.

KONDISI UMUM PERKEBUNAN
Letak Geografis dan Administratif
Areal pengembangan Kebun Batang Toru PT Perkebunan Nusantara III
Distrik Tapanuli Selatan berlokasi di Desa Ampolu dan Desa Muara Upu,
Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Gambar 1
menunjukkan peta rencana lokasi areal pengembangan dan perluasan Adapun
letak dari lokasi pengembangan Kebun Batang Toru PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) secara geografis terletak pada koordinat 0º 58’35” - 2º 07’33” LU.
Secara administratif sebelah barat berbatasan dengan : Samudera Indonesia,
sebelah timur : Aek Kemuning, Aek Nabirong, sebelah selatan : Sungai Batang
Toru, sebelah utara : Sungai Garoga (Lampiran 4).

Gambar 1. Peta rencana lokasi areal pengembangan dan perluasan
Kebun Batang Toru PT Perkebunan Nusantara III (Persero)
Sumber : Dokumen PTPN III (Persero), Kebun Batang Toru, Distrik Tapanuli
Selatan (2011

Keadaan Iklim dan Tanah
Berdasarkan data curah hujan tahunan di Kebun Batang Toru PT Perkebunan
Nusantara III Distrik Tapanuli Selatan dalam kurun waktu delapan tahun terakhir
(2004-2011) adalah 2 738 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 193 hari. Curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni (rata-rata 346 mm), sedangkan curah hujan
terendah terjadi pada bulan September (rata-rata 110 mm). Rata–rata jumlah bulan
basah (BB) dan bulan kering (BK) yaitu 8.66 dan 2.22 bulan (Lampiran 5).

7

Menurut kelas iklim Schmidth-Ferguson, keadaan iklim di Kebun Batang
Toru termasuk dalam tipe iklim A, yaitu daerah sangat basah dengan vegetasi
hutan sekunder. Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan oleh Lembaga
Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP-USU) pada tahun 2010, jenis tanah di
areal perluasan dan pengembangan Kebun Batang Toru Perkebunan Nusantara III
(Persero) tergolong ke dalam 3 (tiga) jenis tanah, yaitu Fluvisol atau Entisol,
Organosol yang setara dengan Histosol.a.
Tingkat kesesuaian lahan di lokasi areal pengembangan Kebun Batang Toru
termasuk pada tingkat kesesuaian lahan kelas S2 (agak sesuai dan tergolong
gambut tipis). Untuk itu proyeksi produktivitas kelapa sawit menggunakan
produktivitas lahan kelas kesuaian lahan S2 (KKL S2) yang dikeluarkan oleh
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat produktivitas berdasarkan kelas kesesuaian lahan
Umur
(tahun)
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Jumlah
Rata-rata

TBS

KKL S1
RBT
RJT

TBS

(Ton)

(Kg)

(Ton)

9.0
15.0
18.0
21.1
26.0
30.0
31.0
31.0
31.0
31.0
31.0
30.0
27.9
27.1
26.0
24.9
24.1
23.1
21.9
19.8
18.9
18.1
17.1
553.0
24.0

3.2
6.0
7.5
10.0
12.5
15.1
17.0
18.5
19.6
20.5
21.1
22.5
23.0
24.5
25.0
26.0
27.5
28.5
29.0
30.0
30.5
31.9
32.4
481.8
20.9

(Tandan/
pohon)

21.6
19.2
18.5
16.2
16.0
15.3
14.0
12.9
12.2
11.6
11.3
10.3
9.3
8.5
8.0
7.4
6.7
6.2
5.8
5.1
4.8
4.4
3.9
249.2
10.8

7.3
13.5
16.0
18.5
23.0
25.5
28.0
28.0
28.0
28,0
28.0
27.0
26.0
25.5
24.5
23.5
22.5
21.5
21.0
19.0
18.0
17.0
16.0
505.3
22.0

KKL S2
RBT
RJT
(Kg)

3.1
5.9
7.1
9.4
11.8
13.2
16.5
17.5
18.5
19.5
20.0
20.5
21.8
23.1
24.1
25.2
26.4
27.8
28.6
29.4
30.1
31.0
32.0
462.5
20.1

(Tandan/
pohon)

18.1
17.6
17.3
15.1
15.0
14.9
13.1
12.3
11.6
11.0
10.8
10.1
9.2
8.5
7.8
7.2
6.6
5.9
5.6
5.0
4.6
4.2
3.8
235.3
10.2

TBS

KKL S3
RBT
RJT/

(Ton)

(Kg)

6.2
12.0
14.5
17.0
22.0
24.5
26.0
26.0
26.0
26.0
26.0
25.0
24.5
23.5
22.0
21.0
20.0
19.0
18.0
17.0
16.0
15.0
14.0
461.2
20.1

3.0
5.3
6.7
8.5
10.0
12.7
15.5
16.0
17.4
18.5
19.5
20.0
20.6
21.8
23.0
24.2
25.5
26.6
27.4
28.4
29.4
30.4
31.2
441.6
19.2

(Tandan/
pohon)

17.9
17.4
16.6
15.4
15.7
14.8
12.9
12.5
11.5
10.8
10.3
9.6
9.1
8.3
7.4
6.7
6.0
5.5
5.1
4.6
4.2
3.8
3.6
229.7
10.0

Keterangan : TBS = tandan buah segar; RBT = rata-rata berat tandan;
RJT = rata-rata jumlah tandan
Sumber: PPKS (2010)

Luas Areal Konsesi (HGU) dan Tata Guna Lahan
Total luas areal konsesi hak guna usaha (HGU) areal pengembangan Kebun
Batang Toru adalah seluas 1 500 ha berdasarkan surat keputusan Bupati Tapanuli
Selatan. Status areal konsesi HGU lahan berupa hutan sekunder dan areal

8

penggunaan lain (APL). Luas penetapan areal pertanaman seluruhnya 1 324.81 ha
terbagi atas 2 (dua) lokasi dan 5 (lima) paket pengerjaan kelompok lahan dengan
luas Lokasi I adalah 548.83 ha dan Lokasi II 775.98 ha. Tata guna lahan tersebut
meliputi areal blok tanam 993.75 ha, areal emplasment 2.55 ha, jaringan jalan dan
parit 48.45 ha dan daerah okupasi lain (kawasan penyangga, areal cadangan)
seluas 279.56 ha (Lampiran 6).
Keadaan Tanaman
Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di areal pengembangan Kebun
Batang Toru PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Distrik Tapanuli Selatan
adalah varietas D x P Marihat (Tenera). Bibit yang digunakan berasal dari Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Jarak tanam kelapa sawit di areal Kebun Batang
Toru yang digunakan adalah 9.09 m x 9.09 m x 9.09 m, rata-rata populasi
tanaman per hektar 143 pohon/ha dengan tata tanam segitiga sama sisi. Mengacu
pada jarak tanam tersebut, rata-rata populasi tanaman kelapa sawit per hektar di
Kebun Batang Toru adalah 143 pokok/ha. Jumlah bibit kelapa sawit dari bulan
Juni-September tahun 2010 tercatat 207 200 bibit. Pada saat melaksanakan
magang bulan November 2011- Februari 2012 jumlah tanaman baru telah
mencapai 105 776 pokok dengan tahun tanam 1-3 tahun (Lampiran 7). Luas areal
tanaman belum menghasilkan (TBM) tercatat telah mencapai 956.20 ha, dengan
rincian Lokasi I 365.35 ha dan Lokasi II 590.85 ha.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Areal pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru PTPN III (Persero),
Distrik Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dipimpin oleh seorang asisten kepala
kebun (askep). Asisten kepala kebun (askep) ini bertanggung jawab langsung
kepada manajer/administratur kebun, kepala bidang tanaman, distrik manajer atas
seluruh kegiatan kebun yang dipimpinnya (Lampiran 8). Dalam kegiatan di areal
pengembangan Kebun Batang Toru ini , askep dibantu 2 (dua) orang asisten, yaitu
Asisten 1 membawahi bidang pembibitan, kerja lanjutan dan pemeliharaan, dan
Asisten 2 membawahi bidang tanaman, infrastruktur dan pembersihan lahan.
Setiap asisten bertanggung jawab atas keadaan pengerjaan di kebun areal
pengembangan. Setiap asisten dibantu oleh seorang Mandor I dan beberapa orang
mandor lapangan yang bertugas mengawasi kegiatan tenaga kerja di lapangan.
Setiap mandor lapangan mengawasi 2-20 tenaga kerja sesuai dengan jenis
pekerjaan.
Seluruh administrasi karyawan dan inventarisasi sarana dan prasarana
kebutuhan areal pengembangan kebun dipimpin oleh seorang kepala tata usaha
(KTU) atau Krani 1 (satu). Status tenaga kerja terdiri atas tenaga sendiri (TS) dan
tenaga luar (TL). Tenaga kerja terdiri atas karyawan bulanan tetap, karyawan
harian tetap, dan karyawan harian lepas. Peningkatan jenjang status seorang
karyawan dilakukan sesuai hasil evaluasi yang dilakukan pihak perusahaan
berdasarkan usulan dari atasannya. Sistem yang berlaku terhadap kontraktor alat
berat (pihak ketiga) adalah sistem kontrak borongan yang mekanismenya sudah
ditentukan berdasarkan aturan tender antara pihak PTPN III (Persero) dan
perusahaan-perusahaan alat berat yang bersangkutan.

9

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Persiapan Lahan
Survey dan pemetaan. Kegiatan dilakukan dua tahap, tahap awal dilakukan
oleh pihak kebun, pemerintah (BPN, instansi-instansi pemerintah terkait), dan
masyarakat sekitar. Tahap selanjutnya survey dan pemetaan dilakukan oleh pihak
kebun dan pihak rekanan/pemborong, seperti pada Gambar 2(a). Pelaksanaan
plotting dan blocking areal disesuaikan dengan peta BPN, diawali dari penentuan
titik ikat (koordinatnya) sebagai titik rujukan tanda alam/bentang alam yang tidak
mudah berubah karena situasi (misal cabang sungai, gunung/bukit, persimpangan
jalan, vegetasi hutan), diutamakan pada batas luar kebun, dengan Global
Positioning System (GPS), kompas, pita ukur (meter gulung), kamera. Sepanjang
batas luar sesuai dengan peta izin lokasi yang telah disiapkan dibuat jalur rintisan
selebar 1,5 m lalu diukur dan setiap jarak 50 - 100 m atau mengikuti titik
koordinat sesuai HGU dari BPN dipasangi patok.

(a). Pemetaan areal pengembangan dan perluasan

(b). Penomoran blok kebun

Gambar 2. Survey dan pemetaan di areal pengembangan dan perluasan Kebun
Batang Toru, PTPN III (Persero)
Sumber : Kantor PTPN III (Persero) Kebun Batang Toru (Februari 2012)

Berdasarkan hasil survei dan pemetaan tersebut, selanjutnya digambarkan
desain kebun dan rencana kerja tahunan yang terdiri atas : pembukaan lahan,
pembangunan infrastruktur kebun, dan pembersihan lahan. Setelah itu tahap awal
proses pembukaan lahan dilakukan kegiatan merintis jalur/blocking area parit
batas areal kebun dan pembuatan patok titik pancang antar jalan utama/ main road
(MR) arah utara – selatan (U-S), serta jalan produksi/ collection road (CR) arah
timur – barat (T-B) dengan menggunakan theodolite. Panjang jalan utama adalah
1 000 m dan panjang jalan produksi adalah 300 m, sehingga diperoleh 30 ha/blok.
Gambar 2(b) menunjukkan pemetaan dan penomoran blok kebun ditentukan
berdasarkan batas jalan utama dan jalan produksi. Luas blok kebun bergantung
pada kondisi areal, luas dan penomoran setiap blok tidak harus 30 ha/blok.

10

Keadaan lahan. Bentuk wilayah dan keadaan lahan berdasarkan hasil
interpretasi kenampakan umum bentang alam, dapat dibedakan atas 6 (enam)
satuan bentuk wilayah yaitu: datar dengan lereng 0 - 5%, berombak dengan lereng
5 - 10%, bergelombang dengan lereng 10 - 15%, bergelombang agak berbukit
dengan lereng 15 - 20%, berbukit agak bergunung dengan lereng 20 - 25%, dan
bergunung dengan lereng > 25%. Ketinggian tempat berkisar antara 0 m – 10 m di
atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan hasil interpretasi digitasi, areal
keseluruhan kebun termasuk dalam 5 (lima) sistem fisiografi yaitu : sistem
aluvial, sistem marine, sistem dataran, dan sistem perbukitan (Gambar 3).

Keterangan :
: MDW; Mendawai
(Lahan Gambut)
: PTG; Puting
(Dataran pantai, tanah entisol)
: KHY; Kahayan
(Estuarian/dataran riparian, tanah
asosiasi inceptisol dan entisol)
: BLI; Beliti
(Dataran banjir gambut, tanah
asosiasi inceptisol dan gambut)

Gambar 3. Keadaan sistem lahan areal pengembangan dan perluasan Kebun
Batang Toru PTPN III (Persero)
Sumber : Kantor PTPN III (Persero) Kebun Batang Toru (Februari 2012)

Pemetaan keseluruhan lahan yang telah dilokalisir untuk rencana areal
kebun, sebagian besar lahan tersebut terdiri atas beberapa jenis tanah, yaitu tanah
gambut, tanah pasir, liat dan tanah mineral. Berdasarkan jenis dan luas sebaran
tanah di arel pengembangan Kebun Batang Toru, struktur tanah di kebun secara
garis besar termasuk dalam 3 (tiga) jenis tanah, yaitu tanah mineral (Regosol)
yang setara dengan Fluvisol atau Inceptisol, tanah pasir, liat (Aluvial) yang setara
dengan Entisol, dan tanah gambut (Organosol) yang setara dengan Histosol
termasuk sungai dan rawa (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis dan luas sebaran tanah di areal pengembangan dan
perluasan Kebun Batang Toru PTPN III (Persero)
No.
Jenis Tanah
1. Mineral (Inceptisol)
2. Pasir, liat (Entisol)
3. Gambut (termasuk sungai dan rawa)
Jumlah

Luas (ha) % Luas
164.40 10.96
329.10 21.94
1 006.50 67.10
1 500.00 100.00

Sumber : Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (LP-USU) 2010

11

Keadaan vegetasi. Pertimbangan dasar dalam pembuatan desain kebun
adalah peta kondisi lahan dan topografi. Hasil survei dan pemetaan tutupan
vegetasi lahan berpengaruh terhadap alokasi efektif tingkat pertumbuhan vegetasi
areal per hektar yang mengacu pada persentase keadaan vegetasi/species dominant
ratio (SDR) di lahan areal pengembangan Kebun Batang Toru (Gambar 4).

Gambar 4. Pemetaan tutupan vegetasi lahan di areal pengembangan
dan perluasan Kebun Batang Toru PTPN III (Persero)
Sumber : Kantor PTPN III (Persero) Kebun Batang Toru (Februari 2012)

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan diperoleh informasi izin penebangan
kayu (IPK) kebun seluas ± 1 500 ha dengan rincian ± 670 ha ditebang habis
berhutan dan ± 830 ha (49.41% total luas areal berhutan yang ditebang).
Berdasarkan nilai dominasi jenis/species dominant ratio (SDR) pada setiap
tingkat pertumbuhan, terlihat bahwa pada tingkat tiang didominasi oleh jenis pulai
(Alstonia sp.) dengan SDR sebesar 30.95% kemudian diikuti oleh jenis petai
(Parkia speciosa) dengan SDR sebesar 22.62% jenis kodominan (Tabel 3). Semua
jenis yang dijumpai pada tingkat tiang tersebar secara tidak merata. Pada tingkat
pohon dijumpai 13 jenis, yang paling dominan adalah jenis torop (Arthocarpus
elasticus) sebesar 22.76% dengan kerapatan sebesar 180 ind/ha.
Tabel 3. Nilai Dominasi Jenis (SDR) pada setiap tingkat pertumbuhan pada areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru PTPN III (Persero)
Keterangan : K = kerapatan; KR = kerapatan relatif;
F = frekuensi; FR = frekuensi relatif;
SDR= nilai dominasi jenis

Sumber : Dokumen Kebun Batang Toru PTPN III (Persero) (2010)

12

Pembukaan Lahan
Teknik pembukaan lahan. Pengusahaan pembangunan kebun yang
sebagian besar lahan basah hingga bergambut di areal perluasan Kebun Batang
Toru, Distrik Tapanuli Selatan, Perusahaan PTPN III (Persero) menggunakan
prosedur standar operasi yang telah dituangkan dalam Permentan No. 14 Tahun
2009 dan operasional pembukaan lahan menggunakan teknik mekanis penuh dan
tanpa bakar (zero burning). Peraturan tersebut digunakan untuk pengelolaan
lahan gambut, sehingga diperlukan sistem drainase yang memadai mulai dari parit
primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk mempertahankan ketinggian air
gambut agar tidak terjadi pengeringan yang dapat menimbulkan kebakaran dan
proses pelepasan CO2 yang cepat yang dapat menambah pemanasan global.
Ketinggian air pada parit kontrol dipertahankan 50-80 cm agar proses pelapukan
material organik gambut berjalan lambat yang berguna untuk mengurangi
percepatan penurunan permukaan tanah (subsiden) serta menjaga daya serap
kembali tanah untuk menyimpan air (irreversible drying).
Pembangunan infrastruktur kebun. Faktor yang sangat penting dilakukan
sebagai penyedia faktor produksi, karena bibit kelapa sawit tidak akan bisa
ditanam sebelum parit/drainase dan pembuatan sarana penghubung/jalan selesai.
Pembangunan infrastruktur di Kebun Batang Toru dikerjakan berdasarkan rencana
paket pengerjaan yang sudah ditetapkan perusahaan disesuaikan dengan realisasi
capaian progres pengerjaan di lapangan (Lampiran 9). Pembangunan infrastruktur
di Kebun Batang Toru dikerjakan berdasarkan pemetaan rencana paket pengerjaan
infrastuktur yang sudah ditetapkan perusahaan (Gambar 5).
Keterangan :
: Batas areal/lahan
: Jalan utama (MR)
: Jalan produksi (CR)
: Paket Areal 3
: Paket Areal 4
: Paket Areal 5
Gambar 5. Pemetaan paket pengerjaan pembangunan infrastruktur di areal
pengembangan dan perluasan Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero)
Sumber : Kantor PTPN III (Persero) Kebun Batang Toru (Februari 2012)

(1) Pembuatan parit/drainase
Drainase yang baik pada lahan gambut adalah drainase yang tetap
mempertahankan batas air ktitis gambut (50 cm - 80 cm) dari permukaan tanah.
Pembuatan tanggul/bendungan merupakan bagian yang penting setelah pembuatan
parit drainase selesai di lahan gambut, untuk menyimpan dan menjaga cadangan
air serta menjaga tinggi permukaan air dari permukaan lahan. Pembuatan
parit/drainase dilakukan secara mekanis. Blok desain kebun untuk jaringan

13

parit/drainase terdiri atas tiga macam, yaitu : parit primer, parit sekunder, dan
parit tersier (Gambar 6). Parit primer (parit batas) dengan ukuran lebar 3 - 5 m,
kedalaman 2,5 - 3 m. Parit ini dibuat di bagian tepi kebun dimaksudkan sebagai
muara dari parit sekunder dan parit tersier di areal kebun. Parit sekunder dengan
ukuran lebar 2.5 m, kedalaman 2 m, dilakukan setelah pembuatan parit primer
yang berada pada kanan/kiri dari jalan produksi (CR). Parit tersier (tulang ikan)
dengan ukuran lebar 1 m dan kedalaman 1 m. Pembuatan parit tersier dikerjakan
setelah pembentukan parit primer dan sekunder selesai. Parit tersier dialirkan ke
parit sekunder, kemudian dari parit sekunder akan bermuara pada parit primer.

a.

Gambar 6. Blok desain kebun dan jaringan parit/ drainase
Sumber : Hasil pengamatan dan desain sketsa penulis (2012)

(2) Pembuatan badan jalan
Komposisi pembangunan infrastruktur badan jalan yaitu jalan utama (main
road) dan jalan produksi (collection road). Jalan utama (MR) yaitu jalan atau
akses yang menghubungkan kebun dengan luar kebun, atau antar afdeling dengan
kantor induk/perumahan karyawan (Gambar 7). Arah jalan utara ke selatan (U-S)
dengan ukuran lebar badan jalan 10 m. Jalan produksi (CR) yaitu jalan yang
berfungsi untuk transportasi hasil panen, kontrol dan batas blok. Arah jalan
produksi yaitu barat ke timur (B-T) dengan ukuran lebar 6 meter.

b.

Gambar 7. Blok desain kebun dan jaringan infrastruktur jalan
Sumber : Hasil pengamatan dan desain sketsa penulis (2012)

Pondasi badan jalan berasal dari tanah galian parit/drainase, sedangkan
perataan dan pemadatan menggunakan alat berat excavator, bulldozer, dan
compactor. Penyusunan kayu bulat (gambangan) berdiameter 15-20 cm terlebih
dahulu dilakukan dengan jarak 75% per interval antar gambangan, selanjutnya
ditimbun dan dipadatkan dengan 3 lapisan, yaitu tanah galian parit, pasir dan
tanah timbun setebal 20–30 cm hingga badan jalan cukup kokoh dan layak.

14

Pembersihan Lahan
Kegiatan pembersihan lahan memiliki tingkat kerumitan tertentu dalam
pengelolaan kebun kelapa sawit di lahan gambut. Kesulitan dalam melakukan
pembersihan lahan di lahan gambut adalah biaya investasi yang cukup mahal,
penggunaan alat berat (excavator) yang intensif dengan waktun yang relatif lama.
Selain itu, kondisi areal pada lahan basah/ gambut harus dilakukan tahap demi
tahap mengingat kondisi areal yang rentan terhadap aktivitas alat berat yang
beroperasi melakukan pembersihan lahan. Bagan alur pada Gambar 8
menunjukkan proses pengerjaan pembersihan lahan terdiri atas tiga tahapan yaitu :
pengimasan, penumbangan, dan perencekan/perumpukan (stacking).
1. Mengimas. Membabad/memotong semak belukar dan

pohon kecil berdiameter 10 cm, untuk mempermudah
penumbangan pohon besar.
2. Menumbang. Menebang/menumbang pohon berdiameter
>10 cm dengan gergaji mesin (chainsaw), pohon yang
masih tegak tetapi sudah mati tidak perlu ditumbang sampai
pada dilakukan perumpukan.
3. Rencek/rumpuk (stacking). Memotong dahan dan ranting kayu
yang telah ditumpuk agar dapat disusun hasil tebangan kayu ke
dalam jalur gawangan mati atau jalur antara dua baris tanaman.
mengumpulkan dan menumpuk hasil tebangan sebagai proses
memerun mekanis oleh excavator .
Gambar 8. Bagan alur proses pembersihan lahan
Pembersihan lahan menggunakan 2 (dua) alat berat mekanis excavator yang
beroperasi bersamaan pada blok yang sama akan sangat menguntungkan untuk
mengefisienkan waktu. Kegiatan pembersihan lahan dilakukan oleh beberapa
mesin untuk bekerja pada areal skala besar, sebab prestasi kerja alat mekanis
dalam pembersihan lahan rata-rata hanya mencapai 0.8-1.00 ha/hari pada lahan
gambut. Pembabatan/pengimasan dilakukan secara manual dan membutuhkan 3-5
pekerja/ha. Penumbangan dapat dilakukan secara manual atau mekanis,
menggunakan gergaji mesin (chainsaw). Pemerunan dan perencekan adalah
pekerjaan memotong dan mengumpulkan hasil tebangan kayu yang kemudian di
rumpuk dalam jalur gawangan mati atau jalur antara 2-4 baris tanaman.
Perumpukan (stacking) dikerjakan melintang dari utara – selatan (U-S) agar dapat
diterpa panas sinar matahari. Jarak antar rumpukan adalah 20 – 50 meter
tergantung kerapatan pohon yang ditumbang dan keadaan blok areal.
Kebutuhan dan Kapasitas Kerja Alat
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan pembukaan lahan (land
clearing) adalah kebutuhan jumlah ketersediaan alat mekanis dan kapasitas kerja
jam operasional alat berat di lapangan, dalam mengerjakan setiap tahapan proses
pembersihan lahan (Tabel 4).

15

Tabel 4. Jumlah ketersediaan peralatan mekanis pekerjaan pembukaan lahan
No.

Nama Alat

1.

Excavator

Spesifikasi Alat

Jumlah (unit)

Hitachi EX 200
Htachi EX 250
Komatsu PC 100
Komatsu PC 200
Kobelco SK 200

5
5
2
5
6
23
1
1
12
37

Sub Total
2.
Buldozer
D3C Series II
3.
Compactor
Sakai SV512D
4.
Dam Truck
Mitsubishi Fuso
Total
Sumber : Hasil Pengamatan (2011 dan 2012)

Komponen kapasitas kerja alat pembersihan lahan dihitung dari prestasi
kerja di lapangan pada setiap blok kerja, kemampuan rata-rata mengacu pada
kegiatan pembukaan lahan selama satu hari kerja atau satuan kerja alat 8 BU/hari
(Lampiran 10). Kapasitas dan prestasi kerja operasional alat mekanis (excavator)
dalam permbersihan lahan sangat dipengaruhi oleh spesifikasi alat mekanis yang
berpengaruh terhadap kondisi teknis operasional alat, keadaan lahan yang
berpengaruh terhadap capaian luas dalam pengerjaan pembersihan lahan, serta
jam kerja alat yang berpengaruh terhadap jumlah pemakaian bahan bakar minyak
dalam operasionalisasi alat (Tabel 5).
Tabel 5. Perhitungan kapasitas dan prestasi kerja alat dalam pengerjaan
kegiatan pembersihan lahan
Jam Kerja Alat

Awal Akhir Total

Blok
Kerja

Luas
Pembersihan Lahan
(ha)

Norma Kerja
Alat

Bahan Bakar
Miny