3.5 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder atau data kuantitatif. Sementara untuk sumber data diperoleh dari publikasi Badan
Pusat Statistik BPS Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik BPS Kota Sibolga dari periode 1989-2013, Perpustakaan Kota Sibolga dari periode 1989-
2013, dan bahan – bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan dengan penelitian, website, artikel, dan jurnal.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. PDRB Jutakapita atas dasar harga konstan di Kota Sibolga.
2. Jalan Kmkapita yang termasuk dalam golongan jalan kota di Kota Sibolga. 3. Jumlah kapasitas air bersih m
3
kapita yang disalurkan kepada pelanggan atau konsumen yang tercatat oleh Perusahaan Daerah Air Minum PDAM di Kota
Sibolga. 4. Jumlah konsumen pengguna jasa listrik Wattkapita yang tercatat oleh
Perusahaan Listrik Negara PLN di Kota Sibolga. 5. Jumlah telepon SSTkapita yang meliputi seluruh sambungan telepon yang
digunakan oleh konsumen di Kota Sibolga.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan skripsi ini, untuk pengumpulan data, penulis menggunakan metode pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari lembaga –
lembaga ataupun instansi – instansi yang terkait dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan library research yang diperoleh dari publikasi resmi
yang berhubungan dengan penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data time- series runtutan waktu dari tahun 1989 – 2013. Sumber data yang diperoleh dari
Badan Pusat Statitik Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik BPS Kota Sibolga, dan Perpustakaan Kota Sibolga adalah sebagai berikut :
1. Data Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kota Sibolga. 2. Data Jalan Kota Sibolga.
3. Data Air Kota Sibolga. 4. Data Listrik Kota Sibolga.
5. Data Telepon Kota Sibolga.
3.7 Teknik dan Metode Analisis
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kuantitatif. Analisa ini merupakan pendekatan yang akan mengambarkan
karakteristik suatu permasalahan yang berasal dari data pengolahan data kuantitatif. Dalam mengalisis data, penulis menggunakan model OLS Ordinary
Least Square, dimana dalam pengolahan data menggunakan Eviews. Model OLS merupakan suatu model ekonometrika, dimana terdapat variabel dependen yaitu
variabel yang dijelaskan dalam suatu persamaan linear dan variabel independen yaitu variabel penjelas.
OLS juga merupakan model regeresi linear yang meminimalkan jumlah kesalahan kuadrat.Model regresi linear yang dipakai dengan metode OLS tersebut
harus memenuhi asumsi BLUE Best Linear Unbiased Estimator dalam melakukan pendugaan interval dan pengujian parameter regresi. Asumsi – asumsi
BLUE adalah sebagai berikut :
• Model regresi adalah linear pada parameter – parameternya.
• Variabel bebas adalah bukan stokastik memiliki nilai yang tetap untuk sampel yang berulang dan tidak ada hubungan linear yang persis antara dua
atau lebih peubah – peubah bebas no-multicolinearity.
• Error term atau galat mempunyai nilai harapan nol, E ε
i
= 0.
• Error term atau mempunyai varians konstan untuk semua observasi homoscedasticity, E
ε
2
= σ
2
.
• Error term atau galat pada suatu observasi tidak berhubungan dengan tidak
berhubungan dengan error term pada observasi lain no-autocorrelation. • Error term atau galat berdistribusi normal.
Analisis data dilakukan dengan bantuan Ordinary Least Square OLS yang dirumuskan sebagai berikut:
PDRB = β + β
1
Jalan + β
2
Air + β
3
Listrik + β
4
Telepon + U Dimana:
• PDRB :Produk Domestik Regional Bruto Perkapita.
• Jalan :Kilometer Total Panjang Jalan Perkapita.
• Air :Kapasitas Air Perkapita.
• Listrik : Kapasitas Watt Listrik Perkapita.
• Telepon : Sambungan Telepon Perkapita.
• β
: Konstanta. •
β
1
: Koefisien Jalan. •
β
2
: Koefisien Air.
• β
3
: Koefisien Listrik. •
Β
4
: Koefisien Telepon. • U
: Faktor Penganggu. Untuk menguji hasil output analisa regresi tersebut, maka dilakukan uji
asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokesdastisitas.
3.7.1 Uji Asumsi Klasik
3.7.1.1 Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak.Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi tersebut, variabel dependen dan variabel
independen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.Dalam uji normalitas, model regresi yang baik yaitu memiliki distribusi data normal
atau setidaknya mendekati normal.Mendeteksi dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik normal P-P Plot. Adapun
pengambilan keputusan didasarkan kepada : Uji Normalitas
a Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
3.7.1.2 Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi,
apakah terdapat korelasi variabel independen di antara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
R-Square R
2
, F-hitung, t-hitung, serta standard error. Uji Multikolinearitas
Adanya multikolinearitas ditandai dengan : 1. Standard error tidak terhingga.
2. Tidak ada satupun t- statistik yang signifikan pada α = 5, α = 10, α
= 1 dalam model persamaan tersebut. 3. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.
4. R-Square R
2
sangat tinggi akan tetapi t-statistik berubah tanda dan tidak signifikan.
3.7.1.3 Autokorelasi terjadi bila error term μ dari periode waktu yang
berbeda observasi data cross section berkorelasi atau dapat juga dikatakan adanya hubungankorelasi antara residual yang sekarang dengan
masa lalu.Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila variabel εi.εj ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikatakan
memiliki masalah autokorelasi.Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier Test uji
LM.Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama tetapi bisa juga digunakan pada tingkat
Uji Autokorelasi
derajat. Dikatakan terjadi autokorelasi jika nilai X
2
Obs R-squared hitung X
2
tabel atau nilai probability derajat kepercayaan yang ditentukan.
3.7.1.4 Heteroskedastisitas merupakan kondisi dimana jika variabel
random memiliki variansi yang berbeda.Sifat heteroskedastisitas dalam OLS adalah mengakibatkan koefisien tidak lagi mempunyai variansi
minimum meskipun koefisien masih bias dan linear.Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji Heteroskedastisitas
Metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model empiris menggunakan uji White dimana
dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu uji White Heteroskedastisitas no cross term dan uji White Heteroskedastisitas cross term.Dikatakan
terdapat masalah heteroskedastisitas dari hasil estimasi jika X
2
Obs R- squared untuk uji White baik cross term maupun no cross term X
2
tabel atau nilai probability derajat kepercayaan yang telah ditentukan.
3.7.2 Uji Statistik
3.7.2.1 Uji t mudah digunakan karena menjelaskan perbedaan – perbedaan
unit-unit pengukuran variabel-variabel dan deviasi standar dari koefisien – koefisien yang diestimasi.Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menjelaskan variasi Pengujian secara parsial Uji t
variabel dependen. Pengujian setiap koefisien regresi dikatakan signifikan bila :
1. Nilai mutlak t
stat
nilai t
tabel
maka hipotesis nol H ditolak dan
hipotesis alternatif H
a
diterima. 2. Nilainya dikatakan tidak signifikan jika nilai t
stat
nilai t
tabel
maka hipotesis nol H
diterima dan hipotesis alternatif Ha ditolak. 3.7.2.2
Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independent secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel
dependen dengan melihat tingkat signifikansi F pada α = 5. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Untuk
pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut: Pengujian secara simultan Uji F
H : b
1
= b
2
= bk ………… bk = 0 tidak ada pengaruh. H
a
: b
1
= 0 ………………… i = 0 terdapat pengaruh. Jika F-hitung F F-tabel, maka Ho ditolak, yang artinya variabel
independent secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependent. Dengan Kriteria:
Ho:β1=β2=o
Ho diterima F F tabel artinya variabel independent secara bersama- sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependent.
Ha:β1≠β2≠0
Ha diterima F F tabel artinya variabel independent secara bersama- sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependent.
3.7.2.3 Koefisien determinasi R-Square dilakukan untuk melihat
seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen.Dimana nilai
Koefisien determinasi R
2
R
2
berkisar antara 0 sampai 1 0R
2
1.Nilai koefisisen determinasi adalah nol dan satu, nilai R
2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independennya dalam menjelaskan variasi variabel sangat terbatas dan
nilai yang semakin mendekati satu, maka model tersebut dapat dikatakan semakin baik untuk memprediksi variasi variabel dependennya.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Objek Penelitian
Kota Sibolga adalah salah satukota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota Sibolga terletak di pantai barat pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai
dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli, sekitar ± 350 km dari Kota Medan. Kota Sibolga hanya memiliki luas
±10,77 km² dan berpenduduk sekitar 84.481 jiwa. Kota Sibolga dipengaruhi oleh letaknya yaitu berada pada daratan pantai,
lereng, dan pegunungan. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0-150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi
antara 0-2 sampai lebih dari 40 . Iklim kota Sibolga termasuk cukup panas dengan suhu maksimum mencapai
32° C dan minimum 21.6° C. Sementara curah hujan di Sibolga cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November
dengan jumlah 798 mm, sedang hujan terbanyak terjadi pada Desember yakni 26 hari.
Pulau-pulau yang termasuk dalam kawasan kota Sibolga adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan Pulau Panjang.Dengan batas-
batas wilayah: timur, selatan, utara pada Kabupaten Tapanuli Tengah, dan barat dengan Samudera Hindia. Sementara sungai-sungai yang mengalir di kota tersebut
adalah Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon, dan Aek Horsik.Masyarakat
Sibolga terdiri dari bermacam-macam etnis, antara lain Batak Toba, Batak Mandailing,dan Minangkabau.Namun dalam kesehariannya, bahasa yang
dipergunakan adalah Bahasa Minangkabau dengan logat Pesisir.Potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, pariwisata, jasa, perdagangan dan
industri maritim.
4.1.1 PerkembanganPDRB Kota Sibolga
Produk Domestik Regional Bruto PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unitusaha dalam suatu daerah tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasaakhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yangdihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar hargakonstan menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa tersebut yang dihitungmenggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.
Dalam penelitian ini, saya menggunakan PDRB perkapita atas dasar harga konstan untuk melihat sejauh mana peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota
Sibolga, sebab PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secarariil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi
yang tidak dipengaruhi olehfaktor harga.Dengan begitu, PDRB menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan pertambahan pendapatan
ataupun kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu.
Tabel 4.1 Data PDRB Perkapita Kota Sibolga Tahun 1989 – 2013 Tahun
PDRBJuta
1989 41.323
1990 45.897
1991 50.631
1992 56.410
1993 1.891.501
1994 2.070.303
1995 2.420.434
1996 2.826.587
1997 2.957.001
1998 2.648.825
1999 2.742.076
2000 2.864.965
2001 2.995.065
2002 3.099.407
2003 3.230.072
2004 3.325.126
2005 6.331.930
2006 6.991.127
2007 7.377.294
2008 7.809.737
2009 8.257.507
2010 8.759.805
2011 9.117.743
2012 9.543.258
2013 10.102.079
Sumber: BPS Kota Sibolga
Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa laju perkembangan produk domestik regional bruto PDRB perkapita Kota Sibolga mengalami kenaikan dan
penurunan yang tidak terlalu signifikan.Hal itu disebabkan oleh peningkatan sektor pemerintah maupun sektor swasta. Peningkatan tersebut juga menunjukkan
adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Sibolga. Dengan adanya peningkatan produk domestik regional bruto PDRB yang berasal dari sektor
pemerintah dan sektor swasta, maka pertumbuhan ekonomi Kota Sibolga juga mengalami peningkatan yang artinya peningkatan tersebut memberikan
kesejahteraan pada masyarakat Kota Sibolga.
4.1.2 Jalan merupakan salah satu infrastruktur penting dalam transportasi darat.
Hal itu dikarenakan fungsi strategis yang dimilikinya, yaitu sebagai penghubung antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Jalan sangat berhubungan erat dengan
pertumbuhan ekonomi, karena dengan adanya jalan, maka faktor produksi akan tetap berjalan sehingga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.Panjang jalan yang digunakan adalah jalan yang termasuk dalam golongan jalan kota.
PerkembanganInfrastruktur Jalan Kota Sibolga
Dalam penelitian ini kondisi jalan yang akan diteliti adalah jalan yang termasuk dalam kondisi baik dan sedang, serta tergolong dalam jalan kota. Jalan
kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, penghubungan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.Hal itu dikarenakan jalan yang
tergolong dalam kondisi rusak dan rusak berat hanya memiliki nilai ekonomis yang sedikit atau sama sekali tidak ada.
Tabel 4.2 Data Jalan Perkapita Kota Siblga Tahun 1989 - 2013 Tahun
JalanKm
1989 0.6663
1990 0.5552
1991 0.3770
1992 0.4940
1993 0.5237
1994 0.5191
1995 0.5124
1996 0.5770
1997 0.6915
1998 0.5567
1999 0.5147
2000 0.6354
2001 0.4219
2002 0.3539
2003 0.3229
2004 0.3701
2005 0.3818
2006 0.3453
2007 0.2753
2008 0.2724
2009 0.3426
2010 0.4275
2011 0.4562
2012 0.4886
2013 0.4545
Sumber: BPS Kota Sibolga
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kondisi jalan Kota Sibolga menunjukkan peningkatan dan penurunan yang tidak begitu signifikan. Data pada
tabel 4.2 diperoleh dari penjumlahan kondisi jalan baik dan sedang yang kemudian dibagi dengan jumlah penduduk, sehingga diperoleh hasil panjang jalan
perkapita seperti pada tabel 4.2 diatas. Dengan adanya peningkatan pada kondisi
jalan yang terjadi dari tahun ke tahun, maka kegiatan produksi akan meningkat sehingga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Sibolga.
4.1.3 Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu
baik dan biasanya dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya kegiatan ekonomi,
seperti restoran ataupun warung – warung nasi. Air bersih adalah salah satu
sumber daya yang memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup setiap individu. Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar
masih terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum PAM kota yang bersangkutan. Namun demikian secara nasional jumlahnya
masih belum mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil.Untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka
menggunakan air tanah sumur, air sungai, air hujan, air sumber mata air dan lainnya.Di Kota Sibolga, sebagian kecil penduduknya menggunakan air yang
bersumber dari gunung, karena pasokan air yang berasal dari PDAM Kota Sibolga pada saat musim kemarau sering mengalami kekurangan, sehingga penyaluran air
bersih ke rumah – rumah penduduk dibatasi atau disalurkan secara bergiliran saat musim kemarau. Air bersih yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah
kapasitas air bersih yang disalurkan kepada setiap pelanggan m
3
yang tercatat oleh PDAM di Kota Sibolga selama kurun waktu 25 tahun yang dapat dilihat pada
tabel 4.3 berikut ini. Perkembangan Infrastruktur Air Kota Sibolga
Tabel 4.3 Data Pelanggan AirPerkapita Kota Sibolga Tahun 1989 - 2013
Tahun Jumlah Pelangganm
3
1989 3.965
1990 5.477
1991 5.592
1992 5.738
1993 5.998
1994 6.095
1995 6.952
1996 7.098
1997 7.309
1998 7.883
1999 8.111
2000 8.872
2001 9.508
2002 9.926
2003 10.298
2004 10.661
2005 11.112
2006 11.279
2007 11.541
2008 11.849
2009 11.992
2010 12.467
2011 12.786
2012 13.031
2013 13.207
Sumber: PDAM Tirta Nauli Sibolga
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diketahui adanya peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal itu dikarenakan, jumlah penduduk Kota Sibolga yang dari
tahun ke tahun terus bertambah. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk
Kota Sibolga, maka kebutuhan akan air bersih juga akan semakin meningkat, karena air bersih adalah sumber kehidupan dan salah satu faktor pendukung
aktivitas perekonomian.
4.1.4 Listrik adalah sumber energiyang disalurkan melalui kabel.Listrik
digunakan dengan luas di dalam aplikasi-aplikasi industri. Infrastruktur listrik sama pentingnya dengan infrastruktur air bersih, karena sama – sama merupakan
faktor pendukung penting bagi berlangsungnya aktivitas perekonomian.Tanpa listrik, maka akan banyak kegiatan perekonomian yang terhenti, seperti kegiatan
perkantoran, industri, dan lain – lain. Dewasa ini juga kebutuhan akan listrik semakin meningkat yang mengakibatkan persediaan jumlah listrik semakin
menurun dan berimbas pada penyaluran listrik secara bergiliran, sehingga pihak PLN sering melakukan pemadaman bergiliran agar penyaluran listrik kepada
konsumen dapat dilakukan dengan menyeluruh. Namun hal ini menimbulkan dampak negatif bagi keberlangsungan kegiatan ekonomi, karena saat terjadinya
pemadaman listrik secara bergiliran, maka saat itu juga banyak kegiatan ekonomi yang terhenti yang berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi Kota
Sibolga. Infrastrukturlistrik yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah
pelanggan listrik Watt perkapita yang tercatat oleh PLN cabang Kota Sibolga. Namun ada beberapa data yang kosong, karena data – data yang kosong tersebut
tidak terpublikasi di BPS Provinsi Sumatera Utara dan BPS Kota Sibolga. Pihak PLN juga tidak dapat memberikan data – data tersebut yang dikarenakan alasan
Perkembangan Infrastruktur Listrik Kota Sibolga
rahasia. Data – data yang diperoleh dari BPS Provinsi Sumatera Utara dan BPS Kota Sibolga selama 25 tahun dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Data Pelanggan Listrik Perkapita Kota Sibolga Tahun 1989 - 2013
Tahun Jumlah PelangganWatt
1989 -
1990 10.941
1991 13.513
1992 8.656
1993 12.326
1994 8.308
1995 -
1996 -
1997 -
1998 -
1999 -
2000 -
2001 -
2002 -
2003 31.236
2004 31.315
2005 33.736
2006 15.705
2007 16.052
2008 16.450
2009 16.979
2010 17.177
2011 31.809
2012 55.270
2013 58.308
Sumber: PT PLN Cabang Sibolga
Berdasarkan tabel 4.4 diatas diketahui bahwa adanya peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk
dari tahun ke tahun, maka jumlah konsumsi listrik juga semakin meningkat. Hal itu dikarenakan listrik adalah salah satu faktor pendukung dalam kegiatan
ekonomi. Namun permintaan akan konsumsi listrik tersebut tidak sebanding dengan kualitas yang diperoleh oleh konsumen, karena di Kota Sibolga sering
terjadi pemadaman listrik yang dapat berakibat terganggunya aktivitas perekonomian di Kota Sibolga dan kondisi ini juga akan berdampak pada
menurunnya pertumbuhan ekonomi Kota Sibolga.
4.1.5 Telepon
merupakan alat komunikasi
yang digunakan untuk menyampaikan pesan suara terutama pesan yang berbentuk percakapan.
Kebanyakan telepon beroperasi dengan menggunakan transmisi sinyal listrik dalam jaringan telepon sehingga memungkinkan pengguna telepon untuk
berkomunikasi dengan pengguna lainnya. Infrastruktur telepon yang akan diteliti
dalam penelitian adalah jumlah pelanggan telepon SST perkapita yang tercatat oleh PT Telkom Kota Sibolga.Untuk data pelanggan telepon juga sama seperti
data pelanggan listrik, dimana tidak semua data yang terisi lengkap. Data – data tersebut tidak semuanya terpublikasi di BPS Provinsi Sumatera Utara dan BPS
Kota Sibolga. Begitu juga dengan pihak Telkom yang tidak dapat memberikan data – data tersebut yang dikarenakan data tersebut adalah informasi rahasia
perusahaan. Data – data yang berhasil diperoleh dari BPS Provinsi Sumatera Utara dan BPS Kota Sibolga selama 25 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 4.5
berikut ini. Perkembangan Infrastruktur Telepon Kota Sibolga
Tabel 4.5 Data Jumlah Pelanggan Telepon Perkapita Kota Sibolga Tahun 1989 – 2013
Tahun Jumlah PelangganSST
1989 -
1990 -
1991 -
1992 -
1993 -
1994 1.859
1995 2.249
1996 2.557
1997 2.808
1998 3.224
1999 3.795
2000 -
2001 4.633
2002 5.703
2003 5.438
2004 5.438
2005 6.480
2006 -
2007 6.346
2008 5.489
2009 5.946
2010 4.190
2011 -
2012 -
2013 -
Sumber: Telkom Kota Sibolga
Dari tabel 4.5 diatas diketahui bahwa adanya peningkatan dan penurunan jumlah pelanggan telepon yang tidak begitu signifikan. Jumlah pelanggan telepon
juga terus menurun dari tahun ke tahun, terutama memasuki tahun 2005, jumlah pelanggan telepon terus menurun. Hal itu disebabkan oleh semakin banyak
penduduk Kota Sibolga yang beralih pada telepon genggam, karena alasan mudah
dan praktis. Saat ini pengguna telepon lebih banyak pada instansi – instansi pemerintahan dan perkantoran, serta warung – warung internet yang
menggunakan jasa satelit telepon sebagai penghubung jaringan internet. Telepon juga merupakan salah satu faktor pendukung dalam kegiatan ekonomi, karena
masih banyaknya jumlah pelanggan telepon yang tersisa, maka akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Sibolga.
4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan