Efek insulinotropik sambiloto A.paniculata pada BRIN-BD1
1. Efek insulinotropik sambiloto A.paniculata pada BRIN-BD11.
Untuk mempelajari pengaruh sambiloto pada sel β pankreas, digunakan
organ uji clonal glucose-responsive insulin secreting cells BRIN-BD11, salah satu dari berbagai jenis sel lestari penghasil insulin yang mempunyai sifat fisiologis
mendekati sel β pankreas McClenaghan et al, 1996. Setelah diinkubasi selama
24 jam dengan RPMI 1640 yang diperkaya dan dalam aliran gas CO
2
5 dan suhu 37
C, jumlah sel BRIN-BD11 bertambah dua kali lipat, dari 300.000 sel menjadi rata rata 600.000 sel tiap sumur.
Konsentrasi sambiloto dihitung berdasarkan perhitungan konsumsi kebanyakan orang Indonesia, yaitu rebusan 20 – 25 gr daun sambiloto kering, atau
sekitar 5 mgmL volume darah, sehingga dalam penelitian ini digunakan larutan KRB-3 Modified Ringer Buffer Solution dengan kandungan glukosa 16.7 mM
yang diberi sambiloto dengan konsentrasi 10, 5, 2.5, 1.25 dan 0.625 mgmL.
Tabel 1 Sekresi insulin μgL6.10
5
sel sebagai respons insulinotropik sambiloto pada BRIN-BD11 dalam media KRB-3 yang mengandung glukosa 16.7
mM dan diinkubasi selama 60 menit A dan 20 menit B ____________________________________________________
Konsentrasi Sekresi insulin
μgL6.10
5
sel Sambiloto mgmL A B .
0.529 + 0.067 0.344 + 0.058
0.625 0.920 + 0.070
0.486 + 0.088 1.25
1.250 + 0.173 0.825 + 0.125
2.5 1.972 + 0.042
1.394 + 0.160 5
0.972 + 0.133 1.607 + 0.096
10 0.405 + 0.064
0.754 + 0.088 ____________________________________________________
n = 3 0 = media tanpa sambiloto
Pada awal penelitian, inkubasi dilakukan selama 60 menit dan digunakan sambiloto dengan konsentrasi 2.5 mgmL, 5 dan 10 mgmL, tetapi terihat suatu
fenomena di mana makin tinggi konsentrasi sambiloto, makin rendah sekresi insulin yang dihasilkan oleh BRIN-BD11. Berdasarkan falta tersebut di atas, maka
penelitian dilanjutkan dengan konsentrasi sambiloto yang lebih rendah, yaitu 2.5 mgmL, 1.25 dan 0.625 mgmL. Pada inkubasi selama 60 menit tabel 1, efek
insulinotropik sambiloto sudah mulai terlihat pada konsentrasi 0.625 mgmL, yaitu sebesar 1.74 kali p = 0.003 dari efek insulinotropik glukosa 16.7 mM
0.529 + 0.067 μgL6.10
5
sel, bahkan pada konsentrasi sambiloto 2.5 mgmL, terlihat peningkatan efek insulinotropik sebesar 3.73 kali p 0.001. Untuk
melihat seberapa jauh kemampuan sambiloto dalam mencetuskan sekresi insulin atau sebagai insulin sekretagog, dilakukan pengamatan dengan membandingkan
kemampuan glibenklamid yang sudah jelas bersifat insulin sekretagog tabel 2.
Tabel 2 Sekresi insulin
μgL6.10
5
sel sebagai respons insulinotropik Glibenklamid dan KCl 25 meq pada BRIN-BD11 dalam media yang
mengandung glukosa 16.7 mM, dan diinkubasi selama 60 menit. _________________________________________________
Konsentrasi Sekresi insulin
Glibenklamid μM
μgL6.10
5
sel . 25
0.584 + 0.049 50
0.672 + 0.045 100
0.844 + 0.084 _________________________________________________
KCl 25 meq 0.803 + 0.02 _________________________________________________
n=3
Dari tabel 1 dan 2 dapat dibandingkan efek insulinotropik antara 25 meq KCl, glibenklamid dan sambiloto. Dibanding dengan efek insulinotropik
glibenklamid pada BRIN-BD11 tabel 2, efek insulinotropik sambiloto dengan
konsentrasi 1.25 dan 2.5 mgmL tabel 1, berturut turut sebesar 1.5 kali p = 0.034 dan 2.3 kali p = 0.001 dari efek insulinotropik 100
μM glibenklamid 0.844 + 0.084
μgL6.10
5
sel gambar 21. Efek insulinotropik sambiloto konsentrasi rendah 0.625 mgmL atau setara dengan 45
μM andrografolid 0.92 + 0.071
μgL6.10
5
sel sudah setara dengan efek insulinotropik 100 μM
glibenklamid dan 25 meq KCl 0.803 + 0.02 μgL6.10
5
sel. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ekstrak sambiloto mempunyai efek insulinotropik yang jauh
lebih kuat dibanding dengan glibenklamid.
0.803 0.529
0.584 0.672
0.405 1.972
0.92 0.844
0.972 1.25
0.5 1
1.5 2
2.5
K3 K2
5 K3
K3 G
25 K3
G 50
K3 G
10 K3
S 10
K3 S5
.0 K3
S2 .5
K3 S1
.2 5
K3 S0
.62 5
k ad
ar i
n s
s ul
in ug
L 600.
000 s el
Gambar 21 Sekresi insulin sebagai respons insulinotropik berbagai kondisi pada BRIN-BD11 dalam media KRB-3. KRB + glukosa 16.7 mM,
inkubasi selama 60 menit. K3K25= KRB-3 dengan KCl 25meq; K3=KRB-3; K3G25-100= KRB-3 + glibenklamid 25-100
μM; K3S0.625-10= KRB-3 + sambiloto dengan konsentrasi 0.625 -10
mgmL. n=3
Penggabungan efek insulinotropik berbagai kondisi dari tabel 1 dan 2 ke dalam bentuk histogram gambar 21, dapat diperlihatkan lebih jelas lagi variasi
gambaran sekresi insulin sebagai efek insulinotropik berbagai kondisi pada BRIN- BD11. Fakta di atas menunjukkan bahwa sambiloto bersifat insulinotropik yang
sangat kuat bahkan lebih kuat dari glibenklamid. Pada penelitian ini belum dapat diketahui apakah sambiloto bersifat insulin sekretagog murni seperti golongan
obat sulfonilurea ataukah sebagai penguat sekresi insulin yang tergantung pada keberadaan glukosa, seperti yang dimiliki oleh asetilkolin Gilon Henquin,
2001 atau T.crispa Noor et al, 1989. Fenomena lain yang cukup menarik terlihat pada efek insulinotropik
sambiloto dengan konsentrasi sambiloto 5 mgmL. Pada konsentrasi ini tidak terjadi peningkatan efek insulinotropik dalam bentuk penambahan sekresi, tetapi
justru terlihat penurunan efek insulinotropik sebesar 50.7 dibanding jumlah
sekresi insulin BRIN-BD11 pada pemberian sambiloto dengan konsentrasi 2.5 mgmL p = 0.003. Pada konsentrasi sambiloto 10 mgmL terjadi penurunan efek
insulinotropik yang lebih besar lagi dan mencapai 79.5 0.405 + 0.064 μgL6.10
5
sel; p = 0.001.
Fenomena ini diduga disebabkan oleh paling tidak salah satu dari 2 kemungkinan sebagai berikut:
1. Sambiloto dengan konsentrasi lebih tinggi dari 2.5 mgmL bersifat racun
toksik pada BRIN-BD11. Pernyataan ini tidak terlalu sesuai, mengingat sambiloto termasuk aman practically non toxic, yaitu dengan LD
50
=71.08 mg10g BB Nuratmi et al, 1996
2. Dugaan yang paling mungkin adalah terjadi inhibisi sekresi insulin akibat
inhibisi kanal kalsium VDCC tipe-L. Hal ini didukung oleh 2 penelitian terdahulu lainnya yang menunjukkan bahwa sambiloto dapat menghambat
kanal VDCC pada vasa deferens tikus Burgos et al, 2001, Burgos et al, 2000 dan juga menyebabkan relaksasi otot uterus tikus dengan cara
menghambat kanal VDCC Burgos et al, 2001. Tetapi pada penelitian ini belum bisa dijelaskan secara pasti sifat inhibisi VDCC tipe-L tersebut,
apakah semata mata tergantung pada peningkatan konsentrasi sambiloto ataukah ada faktor lain yang menyebabkan inhibisi sekresi insulin pada
pemberian sambiloto konsentrasi tinggi.
Dari pengamatan yang dilakukan di atas, perlu ditegaskan bahwa insulin yang disekresi oleh BRIN-BD-11 pada inkubasi selama 60 menit tersebut,
merupakan penjumlahan dari insulin yang berasal dari: a.
Sekresi insulin fase cepat atau fase pertama. b.
Sekresi insulin fase lambat atau fase ke dua. c.
Sekresi insulin akibat sifat insulinotropik sambiloto saja, atau d.
Sekresi insulin akibat sifat insulinotropik glukosa 16.7 mM yang diperkuat oleh sambiloto.
Dengan demikian, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa sambiloto bersifat insulinotropik yang sangat kuat seiring dengan peningkatan konsentrasi
dose-dependent, bahkan jauh lebih kuat bila dibanding dengan glibenklamid. Tetapi pada penelitian ini belum jelas diketahui apakah sambiloto bersifat insulin
sekretagog langsung seperti obat golongan sulfonilurea, ataukah seperti asetilkolin dan T.crispa yang bersifat penguat sekresi insulin dan tergantung pada keberadaan
glukosa glucose-dependent.