Bioremediasi Menggunakan Bakteri TINJAUAN PUSTAKA 1. Keadaan di Lokasi PESK Talawaan-Tatelu

bahan beracun. Pada lingkungan tercemar merkuri banyak ditemukan komunitas bakteri pereduksi merkuri. Bakteri dapat digunakan untuk mereduksi logam merkuri dengan cara mentransformasikan logam berat tersebut melalui proses oksidasi, reduksi, metilasi, dan dimetilasi. Sifat kontinyu dari bakteri yang tahan Hg 2+ yaitu yang dapat mereduksi Hg 2+ menjadi Hg dengan merkuri reduktase serta menguapkan Hg dari limbah yang terkontaminasi Gadd, 1992; Misra, 1992. Nakamura et al. 1990 menemukan bakteri aerob dan aerob fakultatif yang dapat mereduksi Hg 2+ menjadi Hg dengan mekanisme detoksifikasi antara lain: Bacillus sp., Pseudomonas sp., Corynebacterium sp., Micrococcus sp. dan Vibrio sp. dari pantai Minamata, Jepang. Beberapa bakteri aerobik dan fakultatif dapat mengkatalisasi proses reduksi Hg 2+ menjadi Hg seperti Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio Blake et al., 1993. Sadhukhan et al. 1997 menemukan bakteri resisten merkuri dari genus Bacillus, Escherichia, Klebsiella, Micrococcus, Pseudomonas, Salmonella, Streptococcus, Staphylococcus, Shigella, and Sarcina yang diisolasi dari tambak ikan di Calcutta, India. Handayani 2001 menemukan bakteri pereduksi merkuri Pseudomonas sp. dan Flavobacterium sp. asal Pongkor dan Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah. Petrova et al. 2002 menemukan bakteri Gram positif Micrococcos, Exiguobacterium, Arthrobacter dan Bacillus dan bakteri Gram negatif Pseudomonas, Acinotobacter, Myxobacteriales, dan Plesiomonas yang diisolasi dari sedimen permafrost di Kolyma dan Canada. Sulastri 2002 menemukan bakteri pereduksi merkuri yaitu Escherichia coli, Aeromonas cavidae, Hafnia alvei, Citrobacter frundii, Pseudomonas psedomallei, dan Enterobacter agglomerans dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah yang mampu tumbuh pada konsentrasi 320 ppm HgCl 2 dan bakteri Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 memiliki aktivitas cukup tinggi dalam mereduksi merkuri dibandingkan isolat Flavobacterium sp. Zulkifli 2002 memperoleh bakteri pereduksi merkuri yang mampu tumbuh pada media LB dengan konsentrasi sampai 1000 ppm HgCl 2 yaitu ICBB 2813, ICBB 2820, ICBB 1508, dan ICBB 1512. Nofiani 2004 menemukan bakteri Gram negatif yang resisten terhadap merkuri yaitu Enterobacter cloacae dan E. hafniae dari daerah bekas penambangan emas tanpa izin PETI yang berumur 6 tahun di daerah Mandor, Kalimantan Barat. Media seleksi yang digunakan isolasi bakteri resisten merkuri adalah media seleksi padat Canstein yang mengandung HgCl 2 10 gml. Menurut Green-Ruiz 2005 dengan menggunakan isolat Bacillus sp. dan pemberian pH optimal antara 4.5 – 7.0 pada 25 °C, kebanyakan adsorpsi merkuri terjadi pada 20 menit pertama. Madigan 2006 menemukan bakteri yang tahan terhadap merkuri dan menurunkan pencemaran merkuri, seperti Pseudomonas, Bacillus, Serratia, dan Enterobacter karena mempunyai operan gen mer yang menyandi enzim merkuri reduktase yang terkait dengan NADPH. Enzim ini mereduksi ion merkuri yang bersifat racun Hg 2+ menjadi ion Hg yang tidak berbahaya. Jaysankar 2008 menemukan beberapa bakteri resistan merkuri dari laut yang mampu tumbuh sampai 25 ppm mgl yaitu: Alcaligenes faecalis tujuh isolat, Bacillus pumilus tiga isolat, Bacillus sp. satu isolat, Pseudomonas aeruginosa satu isolat, and Brevibacterium iodinium satu isolat. Suheryanto et al., 2008 menemukan 6 isolat yang mampu tumbuh pada media LB dengan konsentrasi antara 1.0 ppm sampai 2.5 ppm MeHg metil merkuri dari Sungai Sangon, Yogyakarta. Santi 2009 menemukan bahwa Pseudomonas fluorescens strain KTSS yang diisolasi dari tambang batu bara wilayah penambangan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, Sumatera Selatan memiliki potensi mereduksi logam merkuri dalam tanah. Shovitri et al., 2010 menemukan 17 isolat bakteri tahan merkuri dari Kali Mas Surabaya dan berdasarkan karakter biokimia ke-17 isolat tersebut masuk ke dalam tujuh genus yang berbeda, yaitu ada kecenderungan masuk ke genus Providencia, Neisseria, Shigella, Lampropedia, Serratia, Enterobacter dan Bacillus. Ketujuh belas isolat tersebut secara individu mampu hidup pada 10 ppm HgCl 2 dan mereduksi 43-75 ion Hg 2+ menjadi ion Hg . Mekanisme Transformasi Merkuri Mekanisme resistensi merkuri pada bakteri merupakan reduksi enzimatik Hg 2+ oleh enzim merkuri reduktase di dalam sitoplasma menjadi logam Hg yang bersifat kurang toksik dibanding Hg 2+ , volatil dan cepat hilang dari lingkungan. Selain menghasilkan enzim merkuri reduktase, bakteri resisten merkuri juga menghasilkan enzim organomerkuri liase yaitu: enzim yang memotong ikatan karbon merkuri dalam senyawa seperti metal merkuri dan fenil merkuri, sehingga Hg 2+ yang dilepas dan secara bertahap direduksi oleh merkuri reduktase Misra, 1992. Proses detoksifikasi merkuri secara umum terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, senyawa organomerkuri didegradasi melalui pemecahan secara katalis ikatan C-Hg oleh organomerkuri liase, yang merupakan produk dari gen mer B. Pada tahap kedua, ion merkuri hasil tahap pertama direduksi secara enzimatik dengan menggunakan enzim merkuri reduktase hasil dari mer A dan mengkonsumsi NADPH, selanjutnya menghasilkan produk akhir logam merkuri Hg yang dilepaskan keluar sel Misra, 1992. Menurut Wagner-Dobler 2003 bakteri memiliki mekanisme untuk mendetoksifikasi merkuri [operon resisten merkuri mer] berdasarkan pada mekanisme reduksi intraselular Hg 2+ menjadi bentuk non-toksik Hg oleh enzim merkuri reduktase. Aktivitas merkuri reduktase dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: konsentrasi Hg 2+ , pH, dan redoks potensial Barkay et al., 1991. Aktivitas maksimal merkuri reduktase adalah 1.2 nmol mg -1 terjadi pada konsentrasi awal Hg 2+ 50 mol dm -3 dan pH optimum 7.0 Chang et al., 1999. Barkay 2000 menjelaskan bahwa ada empat jenis mekanisme enzimatis terkait dengan mekanisme transformasi merkuri yang dilakukan oleh bakteri yaitu: 1 reduksi Hg 2+ menjadi Hg , 2 pemecahan senyawa organomerkuri termasuk MeHg + , yang menghasilkan bentuk Hg , 3 metilasi Hg 2+ , dan oksidasi Hg menjadi Hg 2+ . Reaksi reduksi dan pemecahan senyawa organomerkuri dilakukan oleh enzim dan protein mer operon dari bakteri yang resisten terhadap merkuri dengan produk akhir Hg . Operon mer memiliki situs pelekatan spesifik untuk protein merT, merP, dan merC yang mentransport Hg 2+ ke dalam sitoplasma dan mencegah penghancuran sel. Di dalam sel, Hg 2+ direduksi oleh NADPH menjadi Hg oleh enzim merkuri reduktase merA. Beberapa operon mer bakteri mengandung gen merB yang mengkodekan enzim merkuri liase. Enzim ini dapat mendetoksifikasi senyawa organomerkuri termasuk MeHg 2+ dan Me 2 Hg. Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten merkuri memiliki gen resisten merkuri, mer operon. Struktur mer operon berbeda untuk tiap jenis bakteri. Umumnya struktur mer operon terdiri dari gen metaloregulator merR, gen transpor merkuri merT, merP, merC, gen merkuri reduktase merA dan organomerkuri liase merB Silver, 1998; Nascimento, 2003. Yamaguchi et al., 2007 mengidentifikasi 3 tipe transport dalam bakteri yaitu gen mer C, gen mer F and gen mer T untuk mereduksi ion Hg 2+ dan metil merkuri menjadi elemen merkuri Hg yang volatil dan tidak toksik. Menurut Tedja 2009 bahwa suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan bakteri. Suhu yang rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi protein enzim. Pada suhu optimum pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Diluar kisaran suhu optimum pertumbuhan bakteri menjadi lambat atau tidak ada pertumbuhan. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1 psikrofil 0-20 C, 2 mesofil 20-50 C, dan 3 termofil 50- 100 C, sedangkan pH mempengaruhi metabolisme bakteri. Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral 7.0. Berdasarkan nilai pH yang dibutuhkan untuk kehidupannya dikenal 3 kelompok: 1 Acidofilik acidotoleran asam, 2 Mesofilik mesotoleran netral, dan 3 Basofilik basotoleran basa. Pertumbuhan sel dicirikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan massa atau jumlah sel. Umumnya pertumbuhan sel dinyatakan melalui massa sel, karena lebih mudah, cepat dan sederhana. Massa sel dalam penelitian dapat dianalisa melalui kerapatan optikkekeruhan cairan media kultivasi dan bobot biomassa kering. Kurva kerapatan optik OD memiliki 3 fase yaitu: fase adaptasi, fase eksponensial, dan fase stasioner Laily, 2004. Metode pewarnaan Gram bakteri ditemukan oleh Christian Gram tahun 1883. Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Bakteri gram positif berwarna ungu sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah, perbedaan hasil dalam pewarnaan gram disebabkan perbedaan struktur dinding sel bakteri. Dalam pewarnaan Gram digunakan biakan segar yang berumur 24-48 jam untuk mendapatkan hasil yang baik terutama pada bakteri Gram positif, jika digunakan biakan tua maka banyak sel mengalami kerusakan pada dindingnya sehingga zat warna dapat keluar sewaktu dicuci dengan larutan pemucat. Ini berarti bahwa bakteri Gram positif dengan dinding yang rusak tidak lagi dapat mempertahankan kompleks warna kristal violet-yodium sehingga terlihat sebagai bakteri gram negatif Bibiana, 1994. Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif terletak pada dinding selnya. Pada bakteri Gram positif dinding sel tersusun atas peptidoglikan dan komponen khusus berupa asam-asam teikhoat dan teikhuronat serta polisakarida; sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif tersusun atas peptidoglikan dengan komponen-komponen khusus berupa lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida Tedja, 2009. Kemampuan bakteri menghasilkan polisakarida ekstraselular dapat melindungi sel dari pengaruh toksik logam berat Ahmad et al., 2005.

2.4. Bioremediasi Menggunakan Bioreaktor

Bioremediasi adalah upaya penanganan masalah limbah dan pencemaran lingkungan dengan menggunakan bakteri untuk membersihkan senyawa pencemar dari lingkungan. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Bioremediasi dengan bakteri merupakan salah satu dari beberapa teknologi penyehatan lingkungan yang ekonomis dimana 1400 lebih murah dibanding teknologi resin. Bioremediasi dapat membersihkan polutan yang ada dalam tanah dan air Crawford, 2005. Bakteri resistan merkuri mampu membersihkan limbah industri mengandung merkuri secara sederhana, ramah lingkungan, dan merupakan salah satu teknologi alternatif yang efektif Wagner, 2003. Menurut Sunarko 2001, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu proses bioremediasi dalam pengolahan pencemar lingkungan yaitu 1 tersedianya mikroorganisme yang dapat mentransformasikan, mendegradasi dan mendetoksifikasi kontaminan sasaran, 2 ketersediaan nutrien dan kontaminan bagi pertumbuhan bakteri, 3 kondisi lingkungan yang kondusif untuk hidup dan tumbuh, serta menunjang aktivitas transformatif bakteri dengan laju yang optimal. Bioreaktor atau reaktor biologis adalah tempat berlangsungnya perubahan suatu zat akibat adanya reaksi kimia dalam proses tangki fermentasi yang dikendalikan Hartoto dan Sailah, 1992. Menurut Machfud et al. 1989, fermentasi memiliki pengertian sebagai suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktifitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut Tjokrokusumo 1998 pada dasarnya reaktor pengolahan secara biologis dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu: reaktor pertumbuhan tersuspensi dan reaktor ertumbuhan melekat. Pada reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikrob tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi; sedangkan pada reaktor pertumbuhan melekat, bakteri tumbuh pada media pendukung dengan membentuk lapisan film atau biofilm untuk melekatkan dirinya. Pertumbuhan bakteri akan melekat bila tumbuh pada medium padat sebagai pendukung dan aliran limbah kontak dengan organisme. Media pendukung dapat berupa batuan vulkanik, batu-batu besar karang, lembaran plastik bergelombang atau cakram yang berputar. Batuan vulkanik yang berperan sebagai media pendukung dimana bakteri pereduksi merkuri tumbuh diatas media tersebut membentuk lapisan biofilm untuk melekatkan diri pada permukaan batu Tjokrokusumo, 1998. Menurut Barus 2007, dari hasil foto scanning electron micrograph SEM memperlihatkan morfologi batu vulkanik yang tidak teratur dan memiliki banyak rongga-rongga didalamnya. Rongga-rongga tersebut berfungsi sebagai tempat melekat bagi bakteri, membentuk koloni pertumbuhan biofilm, dan memberikan perlindungan terhadap abrasi aliran limbah cair dalam bioreaktor Elfrida, 1999. Biofilm merupakan suatu fenomena alamiah dimana sebagian besar bakteri di alam berasosiasi dengan permukaan padatan. Biofilm terdiri dari sel-sel bakteri yang melekat erat ke suatu permukaan sehingga berada dalam keadaan diam sesil, tidak mudah lepas atau berpindah tempat irreversible. Pelekatan ini seperti pada bakteri disertai oleh penumpukan bahan-bahan organik yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Matrik ini berupa struktur