BAB III PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Landasan Teori 1.
Isolasi Sosial a.
Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain Purba, dkk. 2008.
Berikut beberapa pengertian isolasi sosial yang dikutip dari Pasaribu 2008. Menurut Townsend, isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang
dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana
seorang individu berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak cukup atau berlebih atau kualitas interaksi sosial tidak efektif. Menurut Depkes RI penarikan
diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap. Menurut Carpenito, Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau
keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Menurut Rawlins Heacock, isolasi sosial atau menarik
diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan
dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Dalami, dkk. 2009, isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang
mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
b. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart Sundeen 1998, belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang
penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
1 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibupengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Purba, dkk. 2008 tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari:
a. Masa Bayi Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
b. Masa Kanak-Kanak Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau
terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain. c. Masa Praremaja dan Remaja
Universitas Sumatera Utara
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk
mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang
tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan
tertekan maupun tergantung pada remaja. d. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah
saling memberi dan menerima mutuality. e. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan
yang interdependen antara orang tua dengan anak.
Universitas Sumatera Utara
f. Masa Dewasa Akhir Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan
fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain
akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1 Sikap bermusuhanhostilitas
2 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya. 4
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
5 Ekspresi emosi yang tinggi
6 Double bind dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan
yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat
Universitas Sumatera Utara
c Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2 Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi: a Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang
yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
Universitas Sumatera Utara
b Stresor Biokimia
1 Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 2
Menurunnya MAO Mono Amino Oksidasi didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3 Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4 Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim
dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
Universitas Sumatera Utara
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal
dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan
ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. 2008 strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalahsebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. 2008 tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
2. Ketidakmampuan Bersosialisasi
Menurut World Health Organization WHO, 1989 ketidakmampuan bersosialisasi social disability adalah ketidakmampuan individu dalam
melakukan hubungan sosial secara sehat dengan orang-orang di sekitarnya. Karena ketidakmampuan mereka untuk bersosialisasi, beberapa individu memiliki
masalah untuk menjalani hidup bersama dengan individu normal. Mereka sulit untuk melakukan semua aktivitas seperti yang dilakukan oleh individu normal
yang ada di sekitarnya Purba, 2009 Menurut Kuntjoro 1998 dikutip dari Purba, 2009 menjelaskan bahwa
kemunduran sosial atau ketidakmampuan bersosialisasi adalah ketidakmampuan individu untuk bersikap dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan
sosialnya. Individu yang dalam kehidupannya menuruti kemauan sendiri tanpa
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasikan norma sosial dan mengganggu lingkungan dianggap tidak terampil secara sosial atau disebut mengalami ketidakmampuan bersosialisasi atau
kemunduran sosial. Individu hidup dalam dunianya sendiri autistik yang tidak dapat dimengerti dan tidak dapat diterima oleh orang lain. Hal ini berarti pula
individu tidak mengindahkan tuntutan lingkungan sosialnya atau tidak mampu menyesuaikan diri yang selanjutnya oleh WHO disebut sebagai cacat psikososial
psychosocial disability. Pengertian yang lebih rinci mengenai ketidakmampuan bersosialisasi
diungkapkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, yaitu suatu keadaan di mana individu bertingkah laku yang tidak lazim, kacau atau secara sosial tidak dapat
diterima atau tidak pantas muncul. Tingkah laku yang tidak lazim adalah tingkah laku yang diperlihatkan oleh pasien yang sifatnya tidak biasa, aneh dan kadang-
kadang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Namun perlu diperhatikan pula bahwa gaya hidup individu berbeda dari gaya hidup orang lain, terutama jika ia
berasal dari suku atau masyarakat kebudayaan tertentu Purba, 2009. Menurut Purba 2009 di Indonesia istilah cacat mempunyai arti dari
ketiga keadaan berikut: impairment, disabilities dan handicap, karena sangat luasnya pengertian istilah-istilah tersebut, maka Forum Asean merekomendasikan
penggunaan definisi-definisi yang ditetapkan oleh WHO tahun 1989 dengan maksud untuk memudahkan kepentingan komunikasi. Istilah-istilah tersebut
didefinisikan sebagai berikut: a.
Impairment
Universitas Sumatera Utara
Impairment adalah hilangnya atau adanya kelainan abnormalitas dari
pada struktur atau fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik atau anatomik. Cacat dapat bersifat sementara temporer ataupun menetap
permanen. Termasuk di sini apa saja yang biasa disebut dengan anomali defect
yang terjadi pada anggota gerak, organ, jaringan atau struktur tubuh, termasuk sistem fungsi mental. Kondisi cacat merupakan eksteriorasi
keadaan patologik yang prinsipnya mencerminkan gangguan kesehatan yang terjadi pada tingkat organ.
b. Disabilities disability
Disability merupakan keterbatasan atau kurangnya kemampuan akibat
dari adanya cacat untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas dan cara yang dianggap normal bagi manusia. Kondisi ini dapat bersifat sementara,
menetap dan membaik atau memburuk. Dapat timbul sebagai akibat langsung adanya cacat atau secara tak langsung sebagai reaksi individu,
khususnya secara psikologik pada cacat fisik dan sensorik. c.
Handicap Handicap
adalah kemunduran pada seseorang akibat adanya cacat atau disabilitas yang membatasi atau mencegahnya untuk dapat berperan
normal bagi individu sesuai umur, sex dan faktor sosial budaya. Kondisi ini ditandai dengan adanya ketidaksesuaian antara prestasi seseorang atau
statusnya dengan harapannya atau kelompoknya. Handicap merupakan sosialisasi dari pada cacat atau disabilitas dan mencerminkan konsekuensi
Universitas Sumatera Utara
bagi individu dalam budaya, sosial, ekonomi dan lingkungannya yang berpangkal pada adanya cacat dan disabilitas.
a. Gambaran Umum Individu yang Mengalami Ketidakmampuan Bersosialisasi
Individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi digambarkan oleh WHO pada tahun 1989, bahwa angka rata-rata kematian diantara individu
yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi lebih banyak dibanding individu yang normal. Seringkali kekurangan perhatian dalam sosialisasi tentang faktor
lingkungan dapat menyebabkan dan menggandakan ketidakmampuan bersosialisasi. Individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi tidak
memiliki kunci masuk kedalam kelompok masyarakat dan kesempatan untuk bersama-sama dengan masyarakat lain, seperti lembaga kesehatan, sekolah dan
institusi pendidikan, program pelatihan keahlian, program pelatihan kerja dan pekerjaan Purba, 2009.
Di beberapa negara, wanita dewasa yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dapat ditolak suami dan diasingkan oleh anak-anaknya, bahkan
individu dewasa yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi hanya mempunyai pendidikan yang rendah dibandingkan individu dewasa yang normal.
Pemisahan secara sosial terhadap individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi semakin memperburuk keadaannya. Di kebanyakan lingkungan
masyarakat individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dipisahkan dari individu yang normal karena kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
setempat. Sikap negatif dan perilaku yang mendiskriminasikan individu yang
Universitas Sumatera Utara
mengalami ketidakmampuan bersosialisasi dianggap sebagai suatu keharusan Purba, 2009.
b. Ciri Individu yang Mengalami Ketidakmampuan Bersosialisasi
WHO tahun 1989 menetapkan bahwa individu mengalami ketidakmampuan bersosialisasi jika ia tidak dapat melakukan aktivitas yang
biasanya dapat dilakukan oleh individu normal berupa: tidak dapat makan dan minum sendiri, tidak bisa menjaga kebersihan diri, tidak mampu memakai pakaian
sendiri, tidak mengerti instruksi yang mudahsimpel, tidak mampu atau merasa sulit dalam mengekspresikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya, tidak mengerti
gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi, tidak mampu menggunakan gerakan- gerakan dan tanda-tanda untuk komunikasi yang dimengerti oleh individu lain,
tidak dapat berkomunikasi dengan berbicara dan menggunakan bahasa dengan individu lain di sekelilingnya, tidak ikut bergabung dalam aktivitas keluarga, tidak
turut melakukan aktivitas dalam masyarakat, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai penghasilan yang memadai untuk membiayai kebutuhan hidup
sehari-hari, kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dalam rumah tangga Purba, 2009.
Universitas Sumatera Utara
c. Aspek-Aspek Ketidakmampuan Bersosialisasi
Menurut Kuntjoro 1989 dikutip dari Purba, 2009, aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu: 1
Activity Daily Living ADL Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi: a
Bangun tidur, yaitu semua tingkah lakuperbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
b Buang air besar BAB dan buang air kecil BAK, yaitu semua bentuk
tingkah lakuperbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK. c
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.
d Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian. e
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
f Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
g Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakanmenaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
Universitas Sumatera Utara
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
h Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul pada
gangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia gangguan tidur tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
2 Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
a Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
b Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya. c
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai
tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi. d
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok lebih dari dua orang.
Universitas Sumatera Utara
e Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit. f
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
g Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan
dan sebagainya. 3 Tingkah laku okupasional
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kegiatan seseorang untuk melakukan pekerjaan, hobby dan rekreasi sebagai salah satu kebutuhan
kehidupannya yang meliputi: a Tertarik pada kegiatanpekerjaan, yaitu timbulnya rasa tertarik untuk
berbuat sesuatu, baik berupa pekerjaan, hobi dan rekreasi, seperti menyapu, membantu orang lain, bermain, menonton dan sebagainya.
b Bersedia melakukan kegiatanpekerjaan, yaitu bentuk kegiatan yang dilakukan pasien untuk bekerja, berekreasi, melaksanakan hobi atau
melakukan kegiatan positif lainnya, seperti sembahyang dan membaca. c Aktifrajin melakukan kegiatan atau pekerjaan, yaitu tingkah laku pasien
yang bersedia melakukan kegiatan dengan menunjukkan
keaktifankerajinannya. d Produktif dalam melakukan kegiatan, yaitu adanya hasil perbuatan yang
dapat diamatiobservasi, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Universitas Sumatera Utara
e Terampil dalam melakukan kegiatanpekerjaan, yaitu sejauhmana pasien memiliki kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam melakukan
tindakannya wajar, tidak kaku, enak dilihat orang sehingga tidak menimbulkan rasa khawatir bagi petugasorang lain.
f Menghargai hasil pekerjaan dan milik pribadi, yaitu tingkah laku pasien untuk menghargai punya tenggang rasa terhadap hasil pekerjaannya
sendiri dan hasil pekerjaan orang lain. g Bersedia menerima perintah, larangan dan kritik, yaitu sikap dan perbuatan
pasien terhadap perintah, larangan maupun kritik dari orang lain. Sikap dan perbuatan tersebut berupa reaksi pasien bila diperintahdisuruh,
dilarangdikritik, reaksi tersebut dapat lambat, cepat, menolak, tak mengindahkan dan sebagainya.
d Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Ketidakmampuan Bersosialisasi pada Pasien Skizofrenia
Birchwood 1987 dikutip dari Purba, 2009 membuktikan bahwa munculnya gejala-gejala kekambuhan dan ketidakmampuan adaptasi sosial pada
penderita skizofrenia adalah berhubungan dengan cara dan efektivitas keluarga dalam mengatasi permasalahan, hilangnya kohesi dalam keluarga, cara
mengambil keputusan yang tidak konsisten dan beban keluarga yang dirasa berlebihan. Liberman 1989 menambahkan bahwa yang mengakibatkan makin
buruknya ketidakmampuan bersosialisasi diantara penderita skizofrenia adalah jumlah dan bentuk stressor dalam kehidupan, ketidakmampuan menyelesaikan
masalah dan dukungan sosial yang kurang.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Klerman pada tahun 1971 menggambarkan bahwa timbulnya social functioning impairment
diakibatkan oleh tingkah laku simptomatik yang dialami oleh penderita skozofrenia tersebut. Weissman dan Bothwell pada tahun
1976 melanjutkan penelitian tersebut dan menambahkan bahwa semakin buruk simptomatik psikiatriknya akan semakin buruk juga social functioning Purba,
2009. Direktorat Kesehatan Jiwa 1997 dikutip dari Purba, 2009 menyatakan
bahwa kadang-kadang pasien skizofrenia tidak dapat diterima dengan baik oleh lingkungan keluarga dan masyarakat yang dapat menimbulkan dan memperparah
ketidakmampuan bersosialisasi yang diderita oleh penderita skizofrenia. Hal ini disebabkan oleh bermacam faktor, diantaranya adalah:
a. Sebagian masyarakat percaya kecacatan akibat hukuman Tuhan, pengaruh makhluk halus dan akibat berhubungan dengan penderita skizofrenia,
karenanya keluarga dan masyarakat menempatkan penderita di rumah. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita mempunyai perasaan bahwa kedudukannya
dalam keluarga kurang penting dibandingkan lainnya. b. Akibat gangguan yang dideritanya beberapa penderita skizofrenia terlihat
berbeda dalam penampilan, cara berbicara dan tingkah lakunya, sehingga keluarga dan masyarakat sering mempunyai pendapat bahwa penderita
skizofrenia berbeda dengan mereka. c. Anak-anak atau orang dewasa terkadang tidak memperhatikan apa yang
dikatakan penderita atau menertawakan kesulitan penderita. Mereka memandang penderita kurang penting dibandingkan masyarakat lain.
Universitas Sumatera Utara
d. Keluarga dan masyarakat yang menetawarkan penderita skozofrenia karena mereka tidak mengerti penderita skizofrenia dan tidak mengetahui mengenai
kecacatan dan penyebabnya.
3. Terapi
a. Terapi Psikofarmaka
1 Clorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi hypotensi
antikolinergikparasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal distonia akut, akathsia sindrom parkinson. Gangguan endoktrin amenorhe. Metabolic Soundiee. Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung Andrey, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2 Haloperidol HLP
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung Andrey, 2010.
3 Trihexyphenidil THP
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil THP, glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis Andrey, 2010.
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan SP yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing
strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-
bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
Universitas Sumatera Utara
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya Purba,
dkk. 2008
c. Terapi Kelompok
1 Definisi
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama Stuart
Laraia, 2001 dikutip dari Keliat, 2005. Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan
gangguan interpersonal Yosep, 2008 dikutip dari Keliat, 2005. Terapi aktivitas kelompok adalah terapi yang ditujukan kepada kelompok klien dalam melakukan
kegiatan untuk menyelesaikan masalah dan mengubah perilaku maladaptifdestruktif menjadi adaptif konstruksi Keliat, 2005.
2 Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kelompok
berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah Keliat, 2005.
3 Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut
Universitas Sumatera Utara
Stuart Laraia adalah 7-10 orang, menurut Lancester adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan menurut Beck adalah 5-10 orang. Jika
anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu
kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi Keliat, 2005.
4 Lamanya Sesi
Menurut Stuart Laraia waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok
yang tinggi. Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada
tujuan kelompok, dapat satu kali dua kali per minggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan Keliat, 2005.
5 Jenis-Jenis Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat jenis, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitifpersepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensoris, terapi aktivitas kelompok orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi Keliat, 2005.
6 Terapi Aktivitas Kelompok TAK Sosialisasi
Terapi aktivitas kelompok TAK sosialisasi TAKS adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan
sosial Keliat, 2005.
Universitas Sumatera Utara
7 Tujuan TAK Sosialisasi
Menurut Keliat 2005, tujuan umum TAK sosialisasi yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Sementara,
tujuan khususnya adalah: a.
Klien mampu memperkenalkan diri b.
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok c.
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok d.
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan e.
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang
lain f.
Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok g.
Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan 8
Aktivitas dan Indikasi
Aktivitas TAK sosialisasi dilakukan sebanyak tujuh sesi yang melatih
kemampuan sosialisasi klien terlampir. Klien yang mempunyai indikasi TAK sosialisasi adalah klien dengan gangguan hubungan sosial berikut:
a.
Klien menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal.
b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai dengan
stimulus.
Universitas Sumatera Utara
9 Sesi-Sesi Dalam Pelaksanaan TAK Sosialisasi
Sesi pertama bertujuan agar klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Sesi kedua bertujuan
agar klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok. Sesi ketiga bertujuan agar klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok. Sesi keempat
bertujuan agar klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok. Sesi kelima bertujuan agar klien mampu menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadi dengan orang lain. Sesi keenam bertujuan agar klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok. Sesi ketujuh
bertujuan agar klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
kelompok yang telah dilakukan. B.
Tinjauan Kasus 1.
Pengkajian
Dokumentasi Asuhan Keperawatan Ruang Rawat
: Cempaka Tanggal dirawat
: 19 Juni 2011
a IDENTITAS PASIEN
Inisial : Ny. S
Tanggal pengkajian : 19 Juni 2012
Umur : 38 tahun
RM : 02 64 59
b ALASAN MASUK
Sering menyendiri, suka marah-marah dan menangis tanpa sebab
Universitas Sumatera Utara
c FAKTOR PREDISPOSISI
Klien sebelumnya pernah dirawat di RSJD Provsu Medan kira – kira 6 tahun yang lalu namun pengobatan kurang berhasil karena klien tidak meminum obat
secara rutin dan tidak pernah kontrol ulang setelah keluar dari rumah sakit jiwa sehingga klien kembali dibawa ke RSJD Provsu Medan pada tanggal 19 Juni
2011. Klien belum menikah dan tinggal bersama orang tuanya.
Masalah keperawatan : Regimen terapeutik tidak efektif.
Genogram
Keterangan: : Laki-laki
: Pasien kelolaan : Perempuan
: Tinggal serumah : Bercerai
Universitas Sumatera Utara
Jelaskan: Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara, tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, dan sehari-hari pasien dekat
dengan ibunya. Pasien tinggal bersama keluarganya. Dirumah pasien adalah seorang yang pendiam dan pembersih.
Masalah Keperawatan:
Kurang efektifnya koping keluarga: ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa
d FISIK
1. Tanda Vital
: TD: 11070 mmHg N: 80xi S: 36,8 C RR: 20xi
2. Ukur
: TB: 160 cm BB:
50 kg
3. Keluhan Fisik : Ya Tidak
Jelaskan: Kondisi fisik pasien dalam keadaan normal
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah e
PSIKOSOSIAL d Konsep Diri
a. Gambaran Diri : Pasien malu dengan dirinya karena merasa dirinya
jelek. b.
Identitas : Pasien merupakan seorang anak terakhir dari 3
bersaudara. c.
Peran : Pasien merupakan seorang anak
d. Ideal diri
: Pasien berharap agar ia cepat sembuh dan dapat segera pulang
e. Harga diri
: Pasien malu dengan dirinya sendiri √
Universitas Sumatera Utara
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
e Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti:
Pasien mengatakan bahwa orang yang paling dekat dengannya adalah keluarganya terutama ibunya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompokmasyarakat
Pasien mengatakan tidak ada mengikuti kegiatan perkumpulan kelompok.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien takut untuk berinteraksi dengan orang lain karena pasien .
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah f Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien menganut agama Kristen dan yakin dengan banyak berdoa akan cepat sembuh.
b. Kegiatan Ibadah
Pasien ikut serta dalam kegiatan kebaktian di Rumah Sakit Jiwa yang dilaksanakan setiap hari rabu.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
f Status Mental
1. Penampilan
Pasien berpakaian rapi dan sesuai.
Universitas Sumatera Utara
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
2. Pembicaraan
Pasien berbicara lambat dan pelan serta mampu menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh perawat, pandangan tidak terarah dan
menunduk.
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
3. Aktivitas Motorik
Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat. Ketika berjalan sangat lambat, tetapi pasien sudah mau sedikit bekerja seperti mencuci pakaian.
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
4. Alam Perasaan
Pasien tampak sedih dan selalu menyendiri di sekitar tempat tidurnya.
Masalah Keperawatan: Isolasi sosial
5. Afek
Pasien berbicara dengan normal dan kadang-kadang memiliki ekpresi ketika berinteraksi dengan perawat
.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
6. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara dengan perawat, pasien tampak tidak bersemangat dan kontak mata tidak terarah.
Masalah Keperawatan: Isolasi sosial
7. Persepsi
Universitas Sumatera Utara
Pasien mengatakan tidak pernah mendengar bisikan-bisikan ataupun bayangan yang menghantuinya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
8. Proses Pikir
Pasien mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dengan baik
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
9. Isi Pikir dan Waham
Pasien mengatakan bahwa ia mengalami gegar otak sehingga pasien menjadi lemah dan sakit dan merasa sering lemas.
Masalah Keperawatan : Waham somatik
10. Tingkat Kesadaran
Jelaskan: Pasien sadar penuh dan tidak mengalami disorientasi
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah 11.
Memori
Pasien tidak mengalami gangguan memori dan mampu mengingat semua tentang dirinya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
12. Tingkat konsentrasi dan Berhitung
Pasien mampu berkonsentrasi dan menjawab pertanyaan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
13. Daya Tilik Diri
Pasien menyadari dan menerima penyakit yang sekarang dialaminya dan pasien ingin cepat sembuh
Universitas Sumatera Utara
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
g KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG a. Perawatan Diri
Pasien mampu melakukan mandi, BABBAK, makan, berpakaian, dan berdandan sendiri.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah b. Nutrisi
Pasien merasa puas dengan makanan yang ada di Rumah Sakit dan pasien mendapatkan makanan 3 kali sehari dan makanan tambahan
seperti roti dan kue diberikan setiap 2 hari sekali.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah c. Tidur
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan tidur dan istirahat. Pasien tidur pukul 21.00 dan bangun pukul 06.00 saat malam pasien tidur
dengan tenang. Pasien mempunyai kebiasaan tidur siang.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah d. Mekanisme Koping
Pasien hanya menyendiri di bawah tempat tidur sambil membaca alkitab
Masalah Keperawatan: Isolasi sosial h
Aspek Medis
Diagnosa Medis : Skizoprenia paranoid
Terapi Medik : HLP 5 mg 2 x 1
Universitas Sumatera Utara
THP 2mg 2 x 1 Chlorpromazine 100mg 1 x 1
i Daftar Masalah Keperawatan
• Harga diri rendah • Kurang efektifnya koping individu
• Isolasi sosial • Waham somatik
• Regimen penatalaksanaan terapi tidak efektif
j Daftar Diagnosa Keperawatan
• Harga Diri rendah • Isolasi Sosial
• Waham Somatik
Universitas Sumatera Utara
2. Diagnosa Keperawatan ANALISA DATA
No DATA
Masalah
1. DS :
Pasien mengatakan malas untuk berinteraksi dengan teman
seruangannya. DO: Pasien tampak tidak
bersemangat, dan sering menyendiri.
Isolasi Sosial
2. DS: Pasien mengatakan malu
terrhadap dirinya karena dirinya jelek.
DO: Pasien tampak tidak bersemangat, kontak mata tidak terarah -
Harga Diri Rendah
3. DS: pasien mengatakan bahwa pasien
pernah geger otak sehingga jadi sakit seperti sekarang dan
badannya sering lemas. DO: pasien tampak memegang kepala
yang pernah gegar otak dan hanya tiduran di lantai
Waham somatik
Universitas Sumatera Utara
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
Tujuan Intervensi
Tujuan: • Membina hubungan saling
percaya • Menyadari penyebab isolasi
sosial • Berinteraksi dengan orang lain
SP 1 1.
Mengidentifikasikan penyebab isolasi sosial
2. Brdiskusi dengan pasien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien tentang
kerugian berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan pasien cara
berkenalan dengan satu orang 5.
Menganjurkan klien untuk memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP 2 1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan haarian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada
pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. Membantu pasien untuk
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dalam jadwal
harian
SP 3 1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada
pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Intervensi
Tujuan : • Pasien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif • Pasien dapat menilai
kemampuan yang dapat digunakan
• Pasien dapat memilih kemampuan yang masih
dimiliki • Pasien dapat berlatih kegiatan
yang sudah dipilih • Pasien dapat merencanakan
kegiatan yang sudah dipilih SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki pasien 2.
Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih
dapat digunakan 3.
Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dnegan
kemampuan pasien 4.
Melatih pasien dengan kemampuan pasien
5. Memberi pujian yang wajar
terhadap keberhasilan pasien 6.
Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan sehari-
hari.
SP 2 1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Melatih kemampuan kedua
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan sehari-hari
Universitas Sumatera Utara
Diagnosa Keperawatan : Waham Somatik Tujuan
Intervensi Tujuan :
• Pasien dapat berorientasi realita • Pasien mampu berinteraksi
dengan orang lain • Pasien menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar SP 1
1. Membantu orientasi realita
2. Mendiskusikan kebutuhan yang
tidak terpenuhi 3.
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien untuk
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
SP 2 1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Berdiskusi tentang kemampuan
yang dimiliki 4.
Melatih kemampuan yang dimiliki SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien 2.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal harian
Universitas Sumatera Utara
4. Implementasi Dan Evaluasi
No Tanggal
Pukul Diagnosa
Keperawatan Implementasi
Evaluasi 1.
Kamis, 21 Juni 2012
10. 00 WIB Isolasi Sosial
SP 1 1.
Mengidentifikasikan penyebab isolasi sosial
2. Brdiskusi dengan pasien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien tentang
kerugian berinteraksi dengan orang lain 4.
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan klien untuk memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian S : Klien mengatakan tidak ingin
berbicara dengan orang lain O : bicara lambat dan pelan serta jelas.
Kontak mata lama A : klien dapat mengungkapkan
perasaanya menarik diri P : melakukan pertemuan selanjutnya
mengenai SP 2 pada pukul 10.30 WIB
Universitas Sumatera Utara
Kamis, 21 Juni 2012
10.00 WIB SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan haarian
pasien 2.
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang 3.
Membantu pasien untuk memasukkan kegiatan berbincang-bincang dalam
jadwal harian S : klien mengatakan dengan berbicara
dengan orang lain akan banyak teman O : klien menjawab dengan singkat
A : klien mau berkenalan dengan teman yang lain
P : melakukan pertemuan selanjutnya
Jumat, 22 Juni 2012
10.30 WIB SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien 2.
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang 3.
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
S : klien mengatakan sudah mau berkenalan dengan teman seruangan
O : klien menjawab singkat dan sedikit tersenyum
A : klien berkenalan dengan perawat yang lain
P : melanjutkan intervensi Harga diri rendah SP 1
2 Jum’at, 22
Juni 2012 Gangguan Konsep
Diri : Harga Diri Rendah
SP 1 : 1.
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan
S : - saya sukanya membaca dan mengerjakan pekerjaan rumah seperti
mencuci baju
Universitas Sumatera Utara
10.00 WIB pasien yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih kegiatan
yang akan dilatih sesuai dnegan kemampuan pasien
4. Melatih pasien dengan kemampuan
pasien 5.
Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan sehari-hari. O : bicara pelan dan jelas, kontak mata
kadang-kadang tidak terarah A : klien mampu mengungkap tentang
dirinya kepada perawat P : membuat kontrak untuk pertemuan
selanjutnya pukul 10.30 WIB
Sabtu, 23 Juni 2012
10.15 WIB SP 2 :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien 2.
Melatih kemampuan kedua 3.
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari
S : klien mengatakan ingin cepat pulang dan melakukan pekerjaan rumah
O : suara pelan, dan berbicara jelas A : klien mengerjakan pekerjaannya
mencuci baju. P : pertemuan selanjutnya mengenai
waham somatik klien pada pukul 10.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
3. Selasa, 26
Juni 2012 10.30 WIB
Waham Somatik SP 1
1. Membantu orientasi realita
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi 3.
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien untuk
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan S : klien mengatakan bahwa badannya
selalu lemas dan kepalanya sakit karena pernah gegar otak
O : klien tampak memegang kepalanya dan tidak bersemangat
A : klien mampu mengungkapkan perasaannya
P : membuat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
Rabu, 27 Juni 2012
10.00 WIB SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien 2.
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
S : klien mengatakan bahwa ia suka membaca dan mengerjakan pekerjaan
rumah O : klien tampak memegang buku alkitab
A : klien P : membuatkan kontrak untuk pertemuan
selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
Kamis, 28 Juni 2012
10.00 WIB SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien 2.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal harian S : klien mengatakan minum obat teratur
O : klien tampak mengangguk A : klien sudah meminum obat secara
teratur dan dibantu perawat dalam minum obat
P : intervensi dihentikan
Universitas Sumatera Utara
ANALISA PROSES INTERAKSI
Nama Mahasiswa : Dirayati Sharfina, S.Kep
Tanggal : 19 Juni 2012
Jam : 10.00 Wib
Ruangan : Cempaka
Inisial Pasien : Ny. S
Status Interaksi : Fase Orientasi
Lingkungan : Perawat dan pasien duduk berhadapan, lingkungan tempat berinteraksi tampak tenang, cuaca cerah, jendela
terbuka, perawat dan pasien melakukan wawancara di dalam ruangan Cempaka dan tepat di sebelah tempat tidur pasien. Di dalam ruang beberapa pasien ada yang tidur di tempat tidurnya masing-masing dan sebagian
lagi menonton TV. Deskripsi Pasien
: Pasien tampak rapi, menggunakan baju kaos warna merah dan celana ponggol warna biru tua. Rambut pendek dan kulit tampak bersih. Selama interaksi, pasien terlihat sangat kooperatif tetapi kontak mata
seperlunya saja. Tujuan
: - Pasien dapat menceritakan apa yang dirasakannya, alasan pasien dibawa ke RSJ. -
Pasien dapat mengidentifikasi alasan menarik diri.
Universitas Sumatera Utara
ANALISA PROSES INTERAKSI KOMUNIKASI
ANALISA RASIONAL
VERBAL NON VERBAL
BERPUSAT PADA PASIEN
BERPUSAT PADA PERAWAT
P : “Selamat Pagi Kak… K : “Selamat pagi Suster
P:” Kenalkan, saya Suster
Dira, saya mahasiswa S1 Keperawatan USU
yang akan dinas di ruangan ini selama 3
minggu dan saya yang akan merawat pasien
P : Tersenyum sambil memandang pasien.
K : Kontak mata -,
tersenyum P : Kontak mata +,
mengulurkan tangan, tersenyum, dan
memperhatikan keadaan pasien.
Pasien diam karena belum pernah melihat perawat
sebelumnya di ruangan tersebut.
Berharap agar pasien mau menerima kehadiran
perawat dan kooperatif dalam interaksi
Perawat merasa senang karena pasien mau
menjawab salam dan mau menerima kontrak.
Mengucapkan salam merupakan awal
untuk membina hubungan saling
percaya dan dapat melanjutkan
intervensi. Untuk menimbulkan
rasa percaya bagi pasien terlebih dahulu
perawat memperkenalkan diri.
Universitas Sumatera Utara
disini termasuk kakak. Apa kakak bersedia
ngobrol dengan saya?
K: “Iya Suster. Tapi Sebentar aj ya??”
P: “Ya. Nama kakak
siapa? Senangnya dipanggil apa? Umur
kakak berapa?
K: “Nama saya Susi, senangnya dipanggil
Susi, saya berusia 37 tahun.”
P : “Kakak kapan masuk ke rumah sakit ini?
Siapa yang bawa? Dan kenapa dibawa kesini?”
K : Kontak mata seadanya,
menganggukkan kepala, menjabat
tangan pasien dengan semangat.
P : Kontak mata +, memegang tangan
pasien K : Kontak mata seadanya,
wajah tampak tidak bersemangat dan
berbicara pelan dan lambat.
P : Kontak mata +, menyentuh tangan
Kelihatan tidak bersemangat.
Pasien mau memperkenalkan diri
dengan menyebutkan nama, dan umur.
Pasien menyadari dan mampu menyebutkan
Berharap pasien mau memperkenalkan diri.
Sikap bersemangat pertanda hubungan
saling percaya sudah terbina.
Dengan mengetahui nama panggilan
seseorang mempermudah
komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
K : “Saya dibawa kesini tanggal 19 Juni 2010
oleh abang saya karena saya sakit, dan suka
menyendiri.
P : “Apakah kakak suka
menyendiri? Apa penyebabnya?”
K : “ Ya sus, saya lebih senang sendiri karena
badan saya lemas jadi saya malas berbicara
dengan teman yang lain.”
P :“ Kan lebih enak
berbicara dengan teman- teman yang lain
? jadi kakak punya pasien, mendengarkan
jawaban pasien. K : Terdiam sebentar lalu
menjawab pertanyaan perawat.
P : Kontak mata +,
tersenyum. K: Kepala tertunduk,
wajah tampak tidak bersemangat
P : Kontak mata +,
meyentuh tangan klien. kapan, siapa yang
membawa dan alasan pasien dibawa ke RSJ
Pasien menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh perawat dan kooperatif
Pasien mampu menjelaskan mengenai
alasan kenapa ia menarik diri
Berharap agar pasien mau menjawab pertanyaan.
Berharap pasien menjawab pertanyaan dan
mengungkapkan apa yang dirasakan pasien.
Berharap pasien menjawab pertanyaan dan
mengungkapkan apa yang dirasakan pasien.
Menstimulasi pasien terhadap ingatan
jangka panjang dan orientasi waktu.
Memulai pengkajian awal untuk
menetapkan intervensi
keperawatan yang akan diberikan dan
mengidentifikasi pengetahuan pasien
dibawa ke RSJ Hubungan saling
percaya masih harus ditingkatkan dan
perawat harus
Universitas Sumatera Utara
banyak teman. Kalau kakak sendirian jadinya
suntuk”
K : “Tidak sus… lain kali aja bicara dengan
teman yang lain” P : “Kalau begitu besok
kita mengobrol lagi sekalian nanti saya ajak
kakak berkenalan dengan orang lain.
Baiklah saya permisi dulu yah…
K : “Iya sus, saya juga mau istirahat dulu.
Makasih ya sus…. K : Kontak mata seadanya,
tampak menghindar.
P: Kontak mata +, memegang bahu klien.
K: Kontak mata seadanya, tampak bersemangat.
Pasien menguatkan alasannya menarik diri
Berharap klien dapat menyetujui kontrak yang
dibuat. membuat pasien
merasa nyaman saat berinteraksi.
Meminta persetujuan pasien untuk
mengetahui kesediaan pasien untuk
diintervensi Meminta persetujuan
dari pasien akan meningkatkan harga
diri pasien dan terminasi yang baik
akan dapat menjaga hubungan saling
percaya tetap atau
Universitas Sumatera Utara
semakin baik lagi.
Kesan: Proses interaksi berlangsung dengan baik dan lancar, klien dapat diajak berkomunikasi secara baik. Hubungan saling percaya sudah terbina
Universitas Sumatera Utara
ANALISA PROSES INTERAKSI
Nama Mahasiswa : Dirayati Sharfina, S.Kep
Tanggal : 21 Juni 2012
Jam : 10.00 Wib
Ruangan : Cempaka
Inisial Pasien : Ny. S
Status Interaksi : Fase Kerja
Lingkungan : Perawat dan pasien duduk berhadapan, lingkungan tempat berinteraksi tampak tenang, cuaca cerah, jendela terbuka, terdapat 24 buah tempat tidur, 1 kamar mandi, 1 gudang, 2 buah lemari pakaian, 1 buah meja
tempat gelas dan tempat air, 2 buah meja untuk tempat berdiskusi antara perawat dan pasien, dan 1 buah meja pegawai ruangan, Televisi sedang dihidupkan, dan pintu ruangan yang terbuka. Interaksi dilakukan di
dekat tempat tidur pasien.
Deskripsi Pasien : Pasien tampak rapi, menggunakan baju kaos warna cokelat dan celana ponggol warna biru tua. Rambut pendek dan kulit tampak bersih. Selama interaksi, pasien terlihat kooperatif.
Tujuan : Mengajarkan pasien untuk berkenalan dengan orang lain Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
Universitas Sumatera Utara
ANALISA PROSES INTERAKSI KOMUNIKASI
ANALISA RASIONAL
VERBAL NON VERBAL
BERPUSAT PADA PASIEN
BERPUSAT PADA PERAWAT
P : “Selamat Pagi kak S.. Masih ingat dengan
saya kan? Bagaimana kabar kakak hari ini?
Gimana tidurnya tadi malam?
K : “Selamat pagi juga Suster, saya masih ingat
kok. Suster Dira kan..? kabar saya sehat suster
dan tadi malam tidurnya nyenyak.”
P : “Sesuai janji kita kemarin, saya mau
ngajak ngobrol lagi. kakak masih ingat kan
topik yang mau kita P : Menghampiri pasien
sambil mengulurkan tangan dan tersenyum,
kontak mata +
K : kontak mata +,
tersenyum sambil mengulurkan
tangannya.
P : Kontak mata +,
mendengarkan jawaban pasien, menyentuh
. Pasien menjawab
pertanyaan perawat dan masih ingat dengan nama
perawat. Merasa senang karena
disambut dengan hangat. Berharap klien masih
ingat dengan topik yang akan didiskusikan.
Mengucapkan salam dapat memberikan
rasa nyaman dalam memulai proses
interaksi Mengevaluasi ingatan
pasien mengenai pembicaraan
sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
diskusikan hari ini?” Sekarang kita diskusi
tentang cara berkenalan”
K : “Ya Sus…” P:“Contohnya begini,
Nama kamu siapa? Senang dipanggil ap?”
nah sekarang kak Susi coba berkenalan
dengan saya seakan- akan kita belum kenal.
K: “Baik Sus.” “Nama kamu siapa? Senang
dipanggil apa?”
P: “Nah, seperti itu cara berkenalan. Kak Susi
hebat.” “Nanti berkenalan dengan
teman yang lain ya” tangan pasien.
K : Kontak mata +,
menjawab pertanyaan perawat
P : Memandang pasien sambil tersenyum.
K : kontak mata + Berharap perawat mau
mengajarkannya. Pasien mampu melakukan
cara berkenalan yanga sudah diajarkan perawat
Berharap pasien mau mengungkapkan
perasaannya dan melakukan yang diajarkan
perawat .
Melatih pasien cara berkenalan dan
berbicara yang baik Pujian yang diberikan
dapat menimbulkan rasa percaya diri dan
meningkatkan harga diri.
Universitas Sumatera Utara
K: :“Ya, Sus.” P: “ Jika Kak Susi punya
banyak teman, bisa cerita-cerita hal yang
menyenangkan dengan temannya. Kak Susi
mau kan?”
K: “Ya, sus…..saya akan berbicara dengan teman
yang lain” P: “ Benar kak. Jadi kakak
gak sendirian. Sekarang bagaimana perasaan
kak Susi setelah kita berlatih berkenalan.”
K : “Senang Sus.”
P: “Iya bagus sekali kak. semoga apa yang suster
P :Memandang pasien
sambil tersenyum. K : Kontak mata + dan
membalas senyuman. P : Kontak mata +,
menguatkan pentingnya berinteraksi dan
menggali perasaan pasien
K : Kontak mata +, menjawab pertanyaan
Pasien mampu mempraktekkan tenik yang
diajarkan. Pasien tidak mempunyai
teman dekat Berharap pasien dapat
mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang
lain Berharap pasien dapat
menerapkan yang sudah diajarkan perawat
Perawat berharap pasien Menyebutkan
keuntungan berinteraksi dengan
orang lain Pujian diberikan pada
Universitas Sumatera Utara
ajarkan kak Susi dapat mengingat dan
menerapkannyaa. Dan kak Susi punya banyak
teman. Baiklah hari ini sekian dulu percakapan
kita, besok kita akan bercakap-cakap lagi
Apakah kak Susi mau?”
K:“Mau, Sus…saya senang
bisa belajar lebih banyak lagi agar saya
cepat sembuh dan pulang kerumah.”
P: Bagus..itu kak Susi,
kalau begitu sekarang kak Susi dapat
beristirahat kembali. Sampai ketemu
besok…” P : Kontak mata +,
mengacungkan jempol
K : Kontak mata + sambil tersenyum
P : Kontak +, tersenyum Pasien merasa senang
karena banyak hal yang sudah dipelajari untuk
kesembuhannya mampu mengingat dan
menerapkan hal-hal yang sudah diajarkan
klien atas kemampuannya
menjawab Melakukan kontrak
pada pertemuan selanjutnya
Melakukan salam terapeutik
Universitas Sumatera Utara
K:“Ya, sus…terima kasih” K : Kontak mata +,
membalas senyuman perawat
Kesan : Proses interaksi berlangsung dengan baik dan lancar, klien dapat diajak berkomunikasi secara baik. Klien mau mempraktekkan semua intervensi yang di suruh perawat.
Universitas Sumatera Utara
ANALISA PROSES INTERAKSI
Nama Mahasiswa : Nur Ummi Eka Dharmayanti
Tanggal : 28 Juni 2012
Jam : 10.00 Wib
Ruangan : Cempaka
Inisial Pasien : Ny. S
Status Interaksi : Fase Terminasi
Lingkungan : Perawat dan pasien duduk berhadapan, lingkungan tempat berinteraksi tampak tenang, cuaca cerah, jendela
terbuka, perawat dan pasien melakukan wawancara di dalam ruangan Cempaka. Di dalam ruang sebagian pasien menonton TV dan ad juga yang tidur.
Deskripsi Pasien : Pasien tampak rapi, menggunakan baju kaos warna cokelat muda dan celana ponggol warna biru tua. Rambut pendek dan kulit tampak bersih. Selama interaksi, pasien terlihat sangat kooperatif.
Tujuan : mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan selama ini dan mengakhiri pertemuan dengan pasien
Universitas Sumatera Utara
ANALISA PROSES INTERAKSI KOMUNIKASI
ANALISA RASIONAL
VERBAL NON VERBAL
BERPUSAT PADA PASIEN
BERPUSAT PADA PERAWAT
P : “Selamat pagi, Kak Susi….”Bagaimana
kabarnya hari ini?”
K : “Pagi suster…..kabar baik”.
P: “ Apakah bang Zul masih ingat perjanjian
kita hari ini ? Kita sekarang ingin
berbincang tentang apa
K : “Suster terakhir ya hari ini disini…?”
P : “Ya..benar Kak Susi. Besok saya sudah
P : Tersenyum sambil memandang pasien.
K : Kontak mata +,
tersenyum P : Kontak mata +,
mengiring klien duduk di teras depan
K : Kontak mata + P : Kontak mata +,
berbicara pelan Memberi respon untuk
berinteraksi Dapat mengingat kontrak
Senang dan berharap interaksi dapat berjalan
sesuai rencanakontrak Berharap klien ingat
dengan kontrak yang telah disepakati
Siap melanjutkan interaksi sesuai dengan
tujuan Mengucapkan salam
merupakan awal untuk membina
hubungan saling percaya dan dapat
melanjutkan intervensi.
Memberikan kesempatan kepada
Universitas Sumatera Utara
tidak di sini lagi. Sekarang pertemuan
kita yang terakhir. Saya ingin tahu dari
Kak Susi dari selama ini kita berbincang-
bincang. Kemampuan apa saja yang abang
dapatkan?”
K : “Saya mengetahui cara berkenalan, melakukan
kegiatan agar saya tidak termenung,
bercakap-cakap dengan teman di
ruangan dan minum obat secara benar dan
teratur.”
P : “Ya, bagus sekali…..Kak Susi
masih ingat apa-apa yang sudah suster
K : Kontak mata seadanya
wajah tampak sedikit tegang dan berbicara
cepat.
P : Mendengar dan
memperhatikan respon klien
P : Mengacungkan jempol, mempertahankan
kontak mata dan tersenyum
Mencoba berfikir untuk mengingat jawaban
pertanyaan perawat Mengevaluasi
kemampuan klien klien untuk berfikir
dan mengevaluasi kemampuan klien
untuk mengingat
Universitas Sumatera Utara
ajarkan sama abang tetapi apakah Kak Susi
mempraktekkan cara- cara yang telah
diajarkan secara benar?”
K : “Ya, suster…saya telah mencoba terkadang
masih sulit sus…saya lebih suka
menyendiri”.
P : “Kak Susi, selama ini saya sudah merawat
kakak lebih kurang satu bulan menurut
abang ada manfaatnya untuk abang?”
K : “ Ya suster sekarang saya sudah ada
bertambah teman, pikiran saya mulai
K : Melihat perawat dan
tersenyum P : Kontak mata +,
tersenyum. K: Kontak mata +.
Klien dapat menerima hal- hal tersebut
Senang dapat mengungkapkan makna
berinteraksi dengan orang lain, manfaat melakukan
Meyakinkan klien tentang prosedur yang pernah
diajarkan Klien menyadari
bahwasanya ini pertemuan terakhir
Evaluasi kemampuan klien untuk
keberhasilan selama interaksi penerapan
asuhan keperawatan
Universitas Sumatera Utara
tenang dan saya dapat melakukan aktifitas
membantu teman dan perawat di sini.”
P : “Baiklah…sekarang Kak Susi sudah
banyak kemajuan, suster senang melihat
perubahan Kak Susi sekarang ini”. Besok
suster tidak kemari lagi, hari ini kita
bertemu yang terakhir kali di sini ya bang..
K : “Berarti suster Dira sudah selesai
bertugasnya? Jadi tidak dinas disini lagi
ya?
P : “Walaupun suster tidak merawat Kak Susi lagi,
P : Kontak mata +,
meyentuh tangan klien. K : Kontak mata, bicara
lambat tampak sedih P : Kontak mata +, nada
pelan dan tersenyum kegiatan
Menyadari arti perpisahan Berharap selama
pertemuan mendapat tanggapan yang bermakna
bagi klien Berharap klien dapat
menerima secara realistis Member keyakinan
agar klien dapat melaksanakannya
setiap hari Mengevaluasi makna
interaksi yang dilakukan selama satu
bulan Menilai makna
berhubungan dapat
Universitas Sumatera Utara
tetapi Kak Susi harus tetap melakukan apa
yang sudah saya ajarkan ya…
K : Iya suster…saya akan melakukannya, biar
saya cepat sembuh dan pulang ke rumah agar
bisa berjumpa kembali bersama keluarga”.
P : “Ya.. Kak Susi, semoga abang cepat pulang
ya….selamat siang Kak Susi…”
K : :Siang suster…terima kasih ya sus…atas
pengajarannya selama ini”
P : “Ya, sama-sama….” K : Kontak mata +,
sambil tersenyum P : Kontak mata, berdiri
menjulurkan tangan, salam perpisahan
K : Menyalami perawat dan tersenyum
Dapat menerima perpisahan dengan realistis
Dapat menerima perpisahan
Senang klien dapat menerima perpisahan
dengan realistis Senang interaksi dapat
menambah rasa percaya dan evaluasi
diri, menghindari waham
Mengungkapkan terminasi dapat
memberikan kesadaran bagi klien
bahwa setiap pertemuan pasti ada
perpisahan Perpisahan yang
realistis dapat mempertahankan
hubungan interpersonal anatara
perawat dengan klien Terminasi yang
disepakati dapat
Universitas Sumatera Utara
berlangsung sesuai dengan kontrak
mempertahankan hubungan saling
percaya.
Kesan: Proses interaksi berlangsung dengan baik dan lancar, klien dapat diajak berkomunikasi secara baik. Hubungan saling percaya sudah terbina.
Universitas Sumatera Utara
5. Ringkasan Keperawatan Klien Setelah Implementasi
Klien dengan dengan diagnosa keperawatan utamanya isolasi sosial telah dilakukan asuhan keperawatan secara komprehensif dalam bentuk pengkajian
lengkap, menegakkan diagnosa, membuat intervensi keperawatan dan melakukan implementasi keperawatan dalam bentuk strategi pertemuan SP.
Strategi pertemuan yang diberikan sesuai dengan diagnosa keperawatan klien. Pada klien terdapat tiga diagnosa yaitu isolasi sosial, harga diri rendah, dan
waham somatik. Tiap-tiap strategi pertemuan diberikan mahasiswa setiap hari dan mengevaluasi strategi pertemuan yang sudah diberikan pada pertemuan
berikutnya. Strategi pertemuan dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial untuk klien
terdiri dari tiga strategi pertemuan, strategi pertama yaitu mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, menjelaskan keuntungan dan kerugian interaksi sosial.
Strategi kedua yaitu mengajarkan klien untuk berkenalan dan strategi ketiga melatih klien untuk berkenalan dengan orang lain. Hasil setelah diberikan strategi
pertemuan ini, klien sudah mau membuka dirinya untuk berusaha melakukan interaksi dengan teman seruangannya.
Strategi pertemuan dengan dignosa keperawatan harga diri rendah untuk klien terdiri dari dua strategi pertemuan. Strategi pertama yaitu mengidentifikasi
penyebab harga diri rendah, kemampuan positif yang masih dimiliki. Strategi kedua yaitu melatih klien untuk melakukan kemampuan yang masih dimiliki.
Hasil setelah diberikan strategi pertemuan ini, klien ikut serta dalam kegiatan pembersihan ruangan dan klien dapat merapikan tempat tidurnya.
Universitas Sumatera Utara
Strategi pertemuan dengan diagnosa keperawatan untuk klien terdiri dari tiga strategi pertemuan. Strategi pertemuan pertama mengidentifikasi jenis
waham, menyatakan tentang orientasi realita. Strategi kedua yaitu mengidentifikasi kemampuan positif klien dan strategi ketiga yaitu menjelaskan
tentang pendidikan kesehatan tentang obat. Hasil dari strategi pertemuan ini klien sudah mengerti tentang obat yang diberikan kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN